Top Banner
MENGGAGAS INT SINERGI PENDID SEKOLAH DALAM O Pidato Pengukuha Disampaikan pa KEMENTER UNIVE TERKONEKSI ANTAR JALUR PE DIKAN SEKOLAH DAN PENDIDIK M PEMBANGUNAN PENDIDIKAN Oleh: Prof. Dr. Supriyono, M.Pd. an Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Lua pada Fakultas Ilmu Pendidikan ada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri tanggal 10 Oktober 2012 RIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDA ERSITAS NEGERI MALANG (UM) 2012 ENDIDIKAN: KAN LUAR N NASIONAL ar Sekolah Malang AYAAN )
83

menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Jan 11, 2017

Download

Documents

vuongdang
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

MENGGAGAS INTERKONEKSI ANTAR JALUR PENDIDIKAN:

SINERGI PENDIDIKAN SEKOLAH DAN PENDIDIKAN LUAR

SEKOLAH DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh:

Pidato Pengukuhan Guru Besar

Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang

KEMENTERIAN

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

MENGGAGAS INTERKONEKSI ANTAR JALUR PENDIDIKAN:

SINERGI PENDIDIKAN SEKOLAH DAN PENDIDIKAN LUAR

SEKOLAH DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh: Prof. Dr. Supriyono, M.Pd.

Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah

pada Fakultas Ilmu Pendidikan

Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang

tanggal 10 Oktober 2012

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS NEGERI MALANG (UM)

2012

MENGGAGAS INTERKONEKSI ANTAR JALUR PENDIDIKAN:

SINERGI PENDIDIKAN SEKOLAH DAN PENDIDIKAN LUAR

SEKOLAH DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL

dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah

Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang

DAN KEBUDAYAAN

(UM)

Page 2: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

MENGGAGAS INTERKONEKSI ANTAR JALUR PENDIDIKAN:

SINERGI PENDIDIKAN SEKOLAH DAN PENDIDIKAN LUAR

SEKOLAH DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh: Prof. Dr. Supriyono, M.Pd.

Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah

pada Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Malang (UM)

MENGGAGAS INTERKONEKSI ANTAR JALUR PENDIDIKAN:

SINERGI PENDIDIKAN SEKOLAH DAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL

Yth. Bapak Rektor selaku Ketua Senat Universitas Negeri Malang

Yth. Para Anggota Senat, Ketua dan Para Anggota Komisi Guru Besar Universitas Negeri

Malang

Yth. Para Pejabat Struktural Universitas Negeri Malang

Yth. Rekan dosen, tenaga fungsional, dan mahasiswa Universitas Negeri Malang

Yth. Para undangan serta hadirin yang berbahagia

Page 3: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Assalmu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah nikmat, sempat, dan

segala karuniaNya yang sungguh tiada terhingga, sehingga salah satunya berupa kesehatan

dan kesempatan bagi saya sekeluarga, khususnya kebahagiaan pada hari ini. Bersyukur

pula saya pada hari ini masih diberi kesempatan dan mendapat kehormatan untuk

menyampaikan pidato pengukuhan saya sebagai Guru Besar dalam bidang Pendidikan

Luar Sekolah di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Namun demikian, pengukuhan guru besar ini saya rasakan sebagai suatu beban

berat yang harus saya tunaikan untuk memenuhi sebuah proses inisiasi yang mungkin telah

berkembang menjadi tradisi. Untuk memperingan beban itu sampai-sampai saya terpaksa

mengutip pengantar pidato pengukuhan guru Guru Besar saya, Prof. H.M. Saleh Marzuki

ketika memberikan pengantar pada pidato pengukuhan guru besar beliau tanggal 29 Maret

2005. Dikatakan bahwa pidato pengukuhan guru besar adalah proses inisiasi yang telah

berkembang menjadi tradisi. Seseorang yang telah melampaui suatu tahap tertentu dalam

hidupnya perlu memperoleh pengakuan khalayak, untuk jabatan guru besar harus

melakukan pidato pengukuhan. Jika tradisi ini semakin menguat maka akan menjadi adat

kebiasaan, yang apabila tidak dilakukan akan mendapat sanksi sosial dari komunitasnya,

yaitu komunitas akademik. Sebelum saya dikenai sanksi adat tersebut saya memberanikan

diri untuk berpidato pada hari ini. Demikianlah pengantar yang menjadi motivator saya

sehingga “komawani” menggelar pidato.

Namun demikian ada yang menjadi catatan saya yakni bahwa pengukuhan ini sama

sekali tidak saya maksudkan untuk memperoleh pengakuan khalayak bahwa saya patut

menyandang jabatan guru besar, bukan demikian. Terus terang pidato ini saya lakukan

lebih didorong oleh alasan kedua, yakni agar saya tidak mendapat sanksi adat dari

masyarakat adat di perguruan tinggi, khususnya dari ketua adat yang terhormat Bapak

Rektor dan tetua adat yang terhormat Bapak Ketua Komisi Guru Besar.

Lebih lanjut, melalui pidato pengukuhan ini saya berharap mudah-mudahan ada

butir-butir manfaat yang bisa dipetik oleh para pengambil keputusan maupun oleh pihak

Page 4: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

lain yang ingin membangun masyarakat melalui dunia pendidikan secara lebih baik. Saya

ingin mengajak kita semua untuk memahami pendidikan secara komprehensif dengan

berbagai masalah yang dihadapi. Kita perlu menyadari bahwa pendidikan adalah satu-

satunya jalan arteri atau tulang punggung (back bone) bagi terciptanya sosok manusia dan

tatanan masyarakat yang baik sebagaimana yang dicita-citakan setiap insan, setiap

keluarga, setiap masyarakat, dan setiap bangsa, serta segenap bangsa di dunia yang masih

menginginkan terwujudnya nilai-nilai kenabian (prophet values).

Pendidikan saja memang bukan pancia atau obat mujarab yang mampu

menyembuhkan segala sakit tetapi tanpa pendidikan sudah dapat dipastikan tidak akan ada

pertumbuhan kualitas hidup. Orang boleh kaya tetapi kualitas hidup tidak berjalan searah

dengan kekayaan seseorang. Orang boleh taat hukum dan tercipta masyarakat tertib, aman,

dan damai; tetapi jika tanpa melalui proses pendidikan penyadaran maka ketaatan,

ketertiban, keamanan, dan kedamaian semu, mekanistis, rapuh, temporer, dan potensial

munculnya situasi chaos dan anarkhis. Orang boleh berbudaya, berseni, berpolitik,

berkuasa, dan berteknologi canggih; tetapi tanpa pendidikan bentuk dan arah kebudayaan,

kesenian, politik dan kekuasaan, dan teknologi yang diterapkan bisa jadi membawa umat

manusia ke arah yang destruktif menuju kehancuran dan kebinasaan. Pendidikan bukan

melulu alat untuk sesuatu, pendidikan adalah tujuan itu sendiri.

Setiap preskripsi dan diskripsi tentang prototipe manusia sempurna (insan kamil)

dan masyarakat ideal (good community) senantiasa menghajatkan pembentukan

kepribadian seseorang agar memiliki kualitas hidup yang baik yang menyangkut

perubahan tingkah laku, pertumbuhan dan pengembangan diri yang tidak lain adalah tugas

pendidikan. Dalam berbagai kesempatan diskusi kolegial, guru saya yang lain, yang belum

profesor tetapi sudah saya sebut sebagai guru besar yakni Bapak Dr. Sanapiah Saleh

Faisal, mengintrodusir sebuah teori tentang Teori Pendidikan Prophetik. Inti pemikirannya

bahwa tugas pendidikan adalah sama dan sebangun dengan tugas kenabian, yakni

memperbaiki kualitas hidup dan kehidupan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan

dengan segala predikat potensi kesempurnaannya.

Page 5: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Namun, sayangnya sampai saat ini rasanya kita belum bisa menunjuk atau

memberikan jawaban secara pasti terhadap pertanyaan-pertanyaan sekitar pendidikan yang

mana, pendidikan seperti apa, dan pendidikan yang bagaimana yang dimaksud dan yang

mampu membawa terbentuknya manusia sempurna dan tatanan masyarakat ideal

sebagaimana yang diinginkan tadi. Sebagian besar jawaban atas model pendidikan yang

pernah ditawarkan masih bersifat tekstual dan parsial. Sampai hari ini pencarian sosok

ideal sistem pendidikan itu masih terus dilakukan oleh bangsa Indonesia.

Dalam kesempatan yang baik ini saya hendak menyampaikan sebuah pemikiran

tentang aktualisasi filosofi pendidikan dan belajar sepanjang hayat atau pendidikan dan

belajar seumur hidup yang telah lama diadopsi dalam sistem pendidikan nasional namun

belum sepenuhnya mampu diwujudkan dalam tata kelola sistem pendidikan nasional itu

sendiri. Pemikiran ini saya beri judul: Interkoneksi antar Jalur Pendidikan: Sinergi

Pendidikan Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah dalam Pembangunan Pendidikan

Nasional.

A. PENDAHULUAN

Hadirin yang saya hormati,

Tujuan Negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah

melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan

bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pernyataan ini amat

terkait dengan pendidikan. Pentingnya pendidikan bagi seluruh warga Negara diamanatkan

dalam batang tubuh UUD 1945, Pasal 28 b ayat (1) menyatakan setiap orang berhak

mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan

pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan

budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia, dan Pasal

1 ayat (1) menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

Page 6: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas

manusia. Oleh karena itu pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin

pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan dalam menghadapi tantangan nasional dan

global. Demikian pula pembangunan pendidikan nasional harus mempertimbangkan

kesepakatan internasional seperti Pendidikan untuk Semua (Education for All), Konvensi

Hak Anak (Convention on the Right of Child) dan Tujuan Pembangunan Milenium

(Millenium Development Goals) serta Pertemuan Tingkat Dunia untuk Pembangunan

Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development) yang secara jelas menekankan

pentingnya pendidikan sebagai salah satu cara untuk penanggulangan kemiskinan,

peningkatan keadilan dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai dan keberagaraman

budaya, serta peningkatan keadilan sosial.

Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan diri bagi pemenuhan kebutuhan

hidup, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya

demi meningkatkan kualitas kehidupan. Untuk mewujudkan hal ini butuh proses yang

panjang dan penjadian yang tiada akhir (the endless journey). Itulah mengapa bangsa

Indonesia demikian cepat dan mudah mengadopsi pemikiran tentang pendidikan sepanjang

hayat dan belajar sepanjang hayat (long life education and long life learning) dalam sistem

pendidikannya. Belajar dan pendidikan sepanjang hayat bukan sekedar moto dan slogan,

akan tetapi sudah merupakan bidang kajian akademik dan landasan penyelenggaraan

pendidikan internasional yang telah dikukuhkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa. Konsep

pendidikan yang awalnya digagas oleh Edgar Faure itu kini sudah menjadi komitmen

seluruh negara di dunia dan eksistensinya dipertegas melalui Deklarasi Pendidikan untuk

Semua/Education for All (IDRC,1990). Secara konseptual, Pendidikan Seumur Hidup

adalah suatu falsafah penyelenggaraan pendidikan yang memberikan semangat kepada

semua orang agar terus belajar, tanpa terkendala usia dan sumber daya yang dimiliki, serta

tidak dibatasi oleh demensi ruang dan waktu (Croopley, 1987). Semua orang berhak

belajar dan berkembang melalui pendidikan, dan pada saat itu juga semua negara harus

memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada bangsanya untuk belajar dan

memperoleh pendidikan.

Page 7: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Landasan filosofis ini telah merubah pandangan hidup manusia tentang belajar,

yang semula cenderung terjebak pada keterbatasan mainstream sistem pendidikan formal

di persekolahan, menjadi tidak terbatas hanya pada persekolahan. Pemahaman masyarakat

yang meletakkan sekolah sebagai satu-satuanya lembaga pendidikan (on schooling alone)

harus diubah ke arah terbentuknya kepercayaan terhadap sistem belajar seumur hidup

(reliance on lifelong learning system). Sikap masyarakat yang tidak respek dan tidak acuh

terhadap pendidikan (uncaring and cold) harus diubah ke arah sikap penuh perhatian dan

saling berbagi (caring and sharing) (Unesco,1995:21).

Untuk mewujudkan prinsip belajar dan pendidikan seumur hidup, peran pendidikan

anak usia dini, jalur pendidikan nonformal dan informal sangatlah strategis. Hal demikian

juga telah disadari dalam membangun sistem pendidikan nasional di Indonesia. Pendidikan

diselenggarakan atas jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Ketiga jalur

pendidikan itu diselenggarakan untuk melayani semua warga negara berdasarkan pada

prinsip pendidikan sepanjang hayat menuju terbentuknya manusia Indonesia yang

berkualitas.

Pendidikan Nasional Indonesia berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab (Pasal 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional).

Sejak semula telah disadarari oleh para pendiri bangsa ini bahwa sistem pedidikan

di Indonesia terdiri atas beberapa jalur yang saling mengisi, yaitu jalur pendidikan sekolah

dan jalur pendidikan luar sekolah atau juga disebut sebagai jalur pendidikan formal,

pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Pada masa berlakunya Undang-undang

Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebut adanya dua jalur

pendidikan, yaitu: jalur sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Dalam bahasa yang

berbeda, namun dengan kandungan makna yang sama, Undang-undang Nomor 20 Tahun

Page 8: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebut adanya tiga jalur pendidikan, yaitu:

pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Bahkan jauh sebelum

itu, Ki Hajar Dewantara (1956) telah memikirkan bahwa ada tiga tempat berlangsungnya

pendidikan yang disebut sebagai Tri Pusat Pendidikan, yaitu alam keluarga, alam sekolah,

dan alam kepemudaan. Pusat pendidikan di alam kepemudaan itulah hakekat dari

pengakuan adanya peristiwa pendidikan secara informal dan nonformal di masyarakat.

Pada prinsipnya pilar pendidikan alam kepemudaan (menurut Ki Hajar Dewantara), jalur

pendidikan luar sekolah (menurut UU No. 2 tahun 1989), dan jalur pendidikan nonformal

(menurut UU Nomor 20 tahun 2003) menunjuk pada substansi yang sama yaitu kebutuhan

bangsa Indonesia akan layanan pendidikan sistematis di luar sistem persekolahan.

Setelah sekian lama dibangun dan dimodifikasi sesuai dengan perkembangan

kebutuhan dan perkembangan lokal, regional, nasional, dan internasional; maka sistem

pendidikan nasional dari sisi kelembagaan dapat digambarkan sebagai bagan berikut.

Bagan 2: Peta Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia Tahun 2012

(Dimodifikasi dari Supriadi, 1997 dan Mestoko, 1986)

U

M

U

R

SEKOLAH LUAR SEKOLAH

Ta-

hun Jenjang Satuan Prodi

Satuan-satuan dan Forum

Belajar

... ... Pendidikan Berkelanjutan bagi Orang Dewasa melalui:

… ....

Pendi-

dikan

U

n

i

v

S

e

k

I

P

o

l

i

S3

/

Sp

2

BERBAGAI

FORUM

BELAJAR

DAN PEM-

Penataran/Up

grading

Kursus dinas

Pelatihan

… ...

27 21

26 20

Page 9: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

25 19 Tinggi e

r

s

i

t

a

s

T

i

n

g

g

i

n

s

t

i

t

u

t

A

k

a

d

e

m

i

T

e

k

n

i

k

S2

Sp

1

BELAJARA

N PLS:

Diklat

Kursus

Pondok pesantren

Kelompok belajar

(kejar, klompen-

capir, KSM,

Pokmas, dsb.)

Magang

Korespondensi

Les Privat

Home schooling

Taman Pendidikan

Pola Pembelajaran

alamiah lainnya

- kelompok hoby

-padepokan/sanggar

-dsb

24 18

23 17

22 16

S1

D4

Universi

tas Ter

buka

21 15 D3

20 14 D2

19 13 D1

18 12 Pendi-

dikan

Menengah

S

M

U

S

M

K

M

A/

K

S

M

Kd

SMU

LB

Program

Paket C 17 11

16 10

15 9

Pendidik-

an Dasar

SL

TP

MTs

S

L

B

SM

PL

B

Program

Paket B 14 8

13 7

12 6

SD

MI

SD

LB

Program

Paket A

11 5

10 4

9 3

8 2

7 1

6 Pendidika

n

Prasekolah

OA KB,

TPA& SKS

5 OB

4

PENDIDIKAN KELUARGA, PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, DAN PIF 3

Page 10: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

2 LAINNYA

1

B. ARTIKULASI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PAUDNI)

Hampir semua literatur yang membahas peristiwa, praktik, kebijakan, program, dan

satuan pendidikan yang terjadi di samping sistem persekolahan dominan berisi konsepsi

pendidikan nonformal, sehingga terjadi keruwetan (doubfull) dalam mempersepsi dan

memaknai pendidikan luar sekolah dan pendidikan nonformal. Miskonsepsi tentang

pendidikan luar sekolah tersebut terjadi karena titik pandang (point of view) yang berbeda.

Titik pandang akademisi dari perguruan tinggi atau dari lembaga penelitian dan

pengembangan tentu dari sudut pandang keilmuan atau kajian akademik yang luas

lingkupnya dan bersifat divergen. Titik pandang para pemangku pengambil kebijakan

pendidikan tentu dari sudut pandang peraturan perundangan dan pelayanan publik. Titik

pandang pengelola, penyelenggara, dan praktisi pendidikan tentu dari sudut pandang teori,

konsepsi, prinsip, dan panduan penyelenggaraan lembaga dan program pendidikan secara

praktis.

Dalam pandangan awam, bahkan pada sebagian kalangan akademisi pendidikan,

praktisi, maupun pengambil kebijakan bidang pendidikan tidak memiliki pengertian yang

sama tentang pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah telah memiliki artikulasi,

pemaknaan, nilai, bahkan telah berkembang menjadi sebuah pranata dalam kehidupan

bermasyarakat. Pendidikan luar sekolah seringkali dipertukar-artikan dengan konsep-

konsep yang memang saling berhubungan, beririsan, dan/atau memiliki kesamaan makna,

yaitu pendidikan nonformal, pendidikan masyarakat (community education), pembelajaran

masyarakat (community learning), masyarakat belajar (learning community), pendidikan

berkelanjutan (continuing education), pendidikan masa (mass education), penyuluhan

pembangunan, penyuluhan masyarakat, pendidikan orang dewasa (POD), pendidikan dasar

Page 11: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

bagi orang dewasa, perubahan sosial, pembangunan masyarakat, pengorganisasian

masyarakat, dan banyak lagi terminologi sejenis yang menunjuk pada substansi pendidikan

nonformal. Masing-masing istilah tersebut memiliki makna dan relevansinya sesuai

dengan program pendidikan yang dimaksudkan, termasuk pendidikan luar sekolah itu

sendiri. Ada terminologi yang terikat dengan satuan pendidikan, term perundangan, term

kebijakan, peristiwa pendidikan, setting tempat, sasaran didik, agensi pendidikan, tujuan

pendidikan/pembelajaran, dan yang paling sering terjadi adalah yang menunjuk pada

program pendidikan spesifik bagi orang dewasa atau kelompok masyarakat.

Mispersepsi dan duplikasi pemaknaan terhadap pendidikan luar sekolah telah lama

terjadi sebagaimana pernah ditulis oleh Apps (1979) tentang pendidikan berkelanjutan

yang maknanya juga dekat dengan pendidikan luar sekolah dan pendidikan nonformal.

Daftar istilah yang dikumpulkan oleh Apps (1979:60) untuk menunjukkan keberagaman

istilah yang terkait dengan pendidikan berkelanjutan (continuing education) sebagai salah

satu genre pendidikan nonformal dalam istilah aslinya yaitu: lifelong education, lifelong

learning, continuous learning, continuous education, continuing education, adult

education, adult learning, permanent education, postsecondary education, recurrent

education, informal education, nonformal study, andragogy, dan nontraditional study.

Bahkan Apps juga masih menambahkan cukup banyak istilah lain yang terkait dengan

program pendidikan berkelanjutan bagi orang dewasa yang dikenal di seluruh dunia, di

mana terdapat lebih dari dua puluh istilah yang terkait dengan pendidikan nonformal untuk

orang dewasa.

Pengertian dan pemaknaan terhadap pendidikan luar sekolah mengalami perubahan

konsep dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Pada

tahap awal kelahirannya, pendidikan luar sekolah di Indonesia identik dengan pendidikan

buta huruf dan pendidikan orang dewasa. Setelah filsafat pendidikan sepanjang hayat

diangkat pada tahun 1970an, makna dan cakupan pendidikan luar sekolah menjadi lebih

luas. Setelah beredarnya tulisan "The World Educational Crisis" oleh Phillips Coombs

(1984), pendidikan luar sekolah dianggap menjadi solusi terhadap keterbatasan pendidikan

Page 12: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

formal yang ternyata tidak memberikan dampak kepada pertumbuhan ekonomi dan

kesejahteraan rakyat.

Bahkan pada tahun 2010 muncul terminologi baru yang makin memperkaya

khasanah peristilahan pendidikan luar sekolah yaitu PAUDNI (baca: paudni), singkatan

dari kata Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Nonformal, dan Pendidikan Informal.

Istilah paudni muncul pertama kali secara resmi dalam Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 67 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian

Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Pada

Peraturan Presiden tersebut disebutkan bahwa salah satu direktorat jenderal yang ada di

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah Direktorat Jenderal Pendidikan Anak

Usia Dini Pendidikan Nonformal dan Informal, disingkat Ditjen PAUDNI. Sejak inilah

dikenal adanya istilah paudni dalam khasanah pendidikan di Indonesia.

Ditjen PAUDNI bertugas dan berfungsi menetapkan kebijakan dan program

pendidikan anak usia dini (paud), pendidikan masyarakat, kursus dan pelatihan, pendidik

dan tenaga kependidikan paudni, serta program pengkajian, pengembangan dan

pengendalian mutu pendidikan, serta program dukungan manajemen dan pelaksana teknis

lainnya. Kebijakan dan program Ditjen PAUDNI diarahkan untuk memenuhi tuntutan

peningkatan kualitas layanan dengan tetap berupaya terus mendorong ketersediaan dan

akses layanan pendidikan yang semakin luas.

Dengan demikian dapat dikatakan munculnya istilah paudni merupakan dimensi

kebijakan pendidikan yang ditujukan untuk memberikan dukungan manajemen dan

pelaksanaan program dan pembinaan satuan penyelenggara pada pendidikan anak usia

dini, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal; yang mana masing-masing

nomenklatur memiliki karakteristik yang berbeda; agar mampu memberikan sumbangan

efektif bagi upaya pencerdasan kehidupan bangsa.

Kebijakan manajemen tidak selalu seiring, searah, dan sebangun dengan dimensi

kajian konseptual teoritik pendidikan. Secara konseptual teoritik dan filosofis antara ke

tiga katagori program/satuan pendidikan yang tergabung dalam istilah paudni yaitu paud,

Page 13: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

pendidikan nonformal, dan pendidikan informal mememiliki landasan berpijak yang

berbeda. Dengan demikian menyatukan tiga janis program/satuan pendidikan ini dalam

satu kesatuan pembahasan akan banyak mengalami kesulitan. Untuk memperoleh

pemahaman yang sedekat mungkin dengan konsep denotatifnya perlu diuraikan artikulasi,

substansi, dan signifikansi masing-masing nomenklatur itu secara terpisah.

Istilah paudni sering dikaitkan dengan istilah pendidikan luar sekolah (PLS),

pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Hal ini terjadi semata-mata karena sejak

diinisiasi pada tahun 1997 program paud secara kebijakan dan manajerial di Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan diurus oleh Direktorat Jenderal yang dahulu mengurus

pendidikan luar sekolah, yaitu Ditjen PLSPO (Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan

Olahraga), kemudian menjadi Ditjen PLSP (Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda),

kemudian menjadi Ditjen PNFI (Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal), dan

akhirnya tahun 2010 menjadi Ditjen PAUDNI (Pendidikan Anak Uisia Dini, Pendidikan

Nonformal dan Pendidikan Informal). Pada tahun 2000 dibentuk direktorat khusus yang

mengurusi paud yaitu Direktorat PAUD.

Sebelumnya, sebelum istilah paudni dipakai telah digunakan istilah pendidikan luar

sekolah (PLS). Perubahan istilah ini pada dasarnya tidak merubah konten sehingga aspek-

aspek yang ada di dalamnya tetap sama. PAUDNI adalah kependekan dari pendidikan

anak usia dini (PAUD), pendidikan nonformal (PNF) dan pendidikan informal (PIF); yang

tidak lain adalah PLS plus.

Perubahan label untuk pendidikan nonschool ini juga terjadi ketika diundangkan

Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi

Undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada

tanggal 11 Juni 2003. Melalui undang-undang tersebut tidak lagi digunakan istilah PLS,

dan muncul istilah baru yaitu: pendidikan nonformal, pendidikan informal, dan pendidikan

formal. Meskipun tidak terlalu tepat makna dan sama arti, namun dapat dikatakan bahwa

PLS telah bermetamorfosa menjadi pendidikan nonformal dan pendidikan informal.

Dengan demikian terminologi paudni sama makna dan kandungan esensinya dengan

Page 14: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

pendidikan luar sekolah (PLS). Perubahan label untuk menamai medan garap pendidikan

di luar sistem persekolahan ini bukan hal yang pertama dan terakhir. Hal ini akan duraikan

pada bagian selanjutnya.

Pada masa sebelum lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2003, yang berlaku adalah UU

Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU No. 2 Tahun 1989

menyebut adanya dua jalur pendidikan, yaitu: jalur sekolah dan jalur pendidikan luar

sekolah (Pasal 10 ayat [1]). Dalam bahasa yang berbeda namun dengan kandungan makna

yang sama, UU Nomor 20 Tahun 2003 menyebut adanya tiga jalur pendidikan, yaitu:

pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal (pasal 26, ayat [1]).

Pada prinsipnya jalur pendidikan luar sekolah (menurut UU No. 2 tahun 1989) dan jalur

pendidikan nonformal dan pendidikan informal (menurut UU Nomor 20 tahun 2003)

menunjuk pada substansi yang sama yaitu kebutuhan bangsa Indonesia akan layanan

pendidikan sistematis di luar sistem persekolahan. Layanan pendidikan sistematis di luar

sistem persekolahan itulah yang bisa disebut sebagai pendidikan nonformal. Sedangkan

peristiwa pendidikan yang kurang sistematis dan tidak sistematis yang terjadi di luar

sistem persekolahan dimasukkan ke dalam kelompok jalur pendidikan informal.

Secara politis dan yuridis formal, kedudukan paudni sebagai pranata didukung oleh

Undang-undang (UU) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 13

ayat (1) UU) Nomor 20 tahun 2003 tersebut menyebutkan bahwa jalur pendidikan di

Indonesia terdiri atas pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal

yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Selanjutnya pada pasal 26 (ayat 1)

disebutkan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang

memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau

pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat [ayat

(1)]. Pendidikan informal diatur pada UU Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (13)

dan Pasal 27 ayat (1). Dalam Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut

pendidikan informal diartikan sebagai jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (Pasal 1;

ayat 13) yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (pasal 27; ayat 1).

Page 15: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Adapun penjelasan tentang paud diatur pada pasal 1 ayat (14) bahwa Pendidikan

anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir

sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan

untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki

kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Secara rinci diatur secara khusus pada

pasal 28 yang terdiri dari enam ayat, yaitu: (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan

sebelum jenjang pendidikan dasar; (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan

melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal; (3) Pendidikan anak usia

dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal

(RA), atau bentuk lain yang sederajat; (4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan

nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk

lain yang sederajat; (5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal

berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan;

dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan

pemerintah. Berdasarkan ketentuan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional itu, paud

merupakan program pendidikan yang terjadi pada tiga jalur sekaligus yaitu formal,

nonformal, dan informal. Dengan demikian paud bukan melulu perihal yang terkait secara

khusus dengan pendidikan luar sekolah.

Berdasarkan klasifikasi Apps (1979:64) ada dua bentuk kemungkinan peristiwa

belajar terjadi, yaitu apa yang disebut sebagai random learning dan planned learning.

Random learning adalah peristiwa dan hasil belajar yang tidak direncanakan, baik oleh si

pelajar (orang yang beraktivitas belajar) maupun oleh si pengajar (orang yang

membelajarkan orang lain) atau oleh salah satunya. Melalui berbagai peristiwa dan

pengalaman hidup sehari-hari yang bermacam-macam, seseorang dan masyarakat

mendapatkan banyak pelajaran (lesson learned) yang akhirnya mampu mengubah perilaku

mereka secara permanen. Adapun planned learning adalah peristiwa dan hasil belajar yang

secara sistematis, terancang, dan disengaja direkayasa atau memang diciptakan untuk

mengubah perilaku sasaran didik.

Page 16: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Klasifikasi ini sejalan dengan taksonomi Axinn (1976:22), di mana peristiwa

belajar dapat dilihat berdasarkan nirmana (perspective) kesengajaan peserta didik dan

sumber belajar atau pendidik. Apabila pada sebuah peristiwa belajar, si pelajar dan

pengajar keduanya sengaja mengadakan kegiatan belajar-mengajar di luar sistem

persekolahan, maka di situ peristiwa belajar nonformal terjadi sepanjang keseluruhan

proses pembelajaran yang dilakoninya itu terancang secara sistematis dan terkontrol.

Apabila salah satu pihak, si pelajar atau si pengajar tidak sengaja untuk belajar atau untuk

mengajar, namun melalui sebuah interaksi langsung atau secara tidak langsung terjadi

perubahan tingkah laku pada si pelajar, maka di situ telah terjadi peristiwa belajar secara

informal. Berikut ini diagram yang dibuat Axinn untuk menvisualisasikan anatomi sistem

pendidikan berdasarkan aspek kesengajaan belajar dan mengajar. Model ini telah

dimodifikasi untuk memberikan konteks pada situasi di Indonesia.

Page 17: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Nirmana

Pengajar

Nirmana Pelajar

SENGAJA

TIDAK SENGAJA

SENGAJA

Pendidikan Formal

(Di Persekolahan)

Pendidikan Informal

2

(Belajar Swarah)

Pendidikan Nonformal

(Di Luar Sekolah)

TIDAK SENGAJA

Pendididkan Informal

1

(Pembelajaran

Informal)

Pendidikan Informal

3

(Belajar Secara

Kebetulan)

Keterangan: Wilayah berarsir adalah garapan PTK PAUDNI sebagai spesialisasi/

professional.

Gambar 2: Paradigma Jenis Sistem Belajar Masyarakat

(dimodifikasi dari Axinn, 1976:22)

A B

C D

Page 18: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Melalui diagram tersebut mudah untuk dipahami bila format pendidikan nonformal

dan pendidikan informal terjadi pada setting yang spesifik di luar sistem pendidikan

formal. Meskipun diagram tersebut nampak sederhana, namun memiliki implikasi

substantif terhadap nilai-nilai, prinsip, dan aktualisasi praktis dalam penyelenggaraan

pembelajaran di tataran kebijakan dan praksis. Apa yang disebut pendidikan nonformal

adalah format pendidikan yang terjadi di luar sistem persekolahan yang terdesain

sepenuhnya oleh pihak pengajar (pendidik dan tenaga kependidikan) dan keterlibatan

pelajar sebagai subjek belajar dilakukan secara disadari sepenuhnya.

Sedangkan pendidik informal adalah format pendidikan yang terjadi di luar sistem

persekolahan dan program belajarnya tidak sepenuhnya terdisain, dengan tiga

kemungkinan varian yaitu: (1) program didisain oleh pihak pengajar (pendidikan informal

tipe 1), (2) program didisain oleh pihak pelajar sendiri (pendidikan informal tipe 2), dan

(3) program belajar tidak terdesain sama sekali baik oleh pengajar maupun oleh pelajar

(pendidikan informal tipe 3).

Pada kuadran A menunjukkan kegiatan belajar dan pembelajaran yang ditandai

dengan adanya unsur kesengajaan dari dua pihak, yaitu pihak pengajar yang sengaja

membelajarkan pelajar, dan pihak pelajar yang sengaja untuk belajar sesuatu dengan

bimbingan, pembelajaran dan pelatihan dari pengajar, maka kegiatan tersebut digolongkan

ke dalam pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal.

Pada kuadran B menunjukkan tentang pendidikan informal tipe 2. Apabila

kesengajaan itu hanya timbul dari pihak pelajar yang sengaja belajar sesuatu dengan

bimbingan seorang pendidik, sedangkan pihak pendidik tidak sengaja untuk membantu

peserta didik tersebut, maka kegiatan ini tergolong ke dalam belajar mandiri atau belajar

swa-arah. Kegiatan belajar ini muncul karena adanya keinginan dan motivasi dari diri

seseorang untuk belajar dan mengubah perilaku. Belajar mandiri adalah unik karena setiap

orang memiliki strategi yang berbeda-beda dalam melakukan kegiatan belajarnya. Secara

sukarela seseorang melakukan kegiatan belajar tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Bentuk-bentuk belajar mandiri menurut Suryadi (2011) dapat digolongkan sebagai berikut:

Page 19: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

(1) Kegiatan belajar mandiri pasif. Contoh tipe belajar mandiri secara pasif misalnya:

melalui membaca, mengamati, dan menonton yang akibat dari kegiatan tersebut dapat

menumbuhkan pemahaman atau nilai-nilai tertentu pada dirinya.

(2) Kegiatan belajar mandiri aktif. Contoh tipe belajar mandiri aktif dapat dilakukan

seseorang melalui bertanya dan diskusi dengan orang yang memiliki pengetahuan atau

kecakapan yang lebih banyak, atau membaca berbagai buku tentang suatu keterampilan

atau kecakapan tertentu maupun tentang pendalaman kecakapan profesional.

Pada kuadran C menggambarkan varian pendidikan informal tipe 1 di mana ada

kesengajaan dari pihak pendidik (sumber belajar) untuk membantu atau mengarahkan

peserta didik tertentu guna memperoleh pengalaman belajar, sedangkan pihak peserta didik

tidak sengaja untuk belajar sesuatu dengan bantuan pendidik. Kegiatan belajar semacam

ini termasuk ke dalam kategori pendidikan informal tipe 1. Pendidikan informal tipe ini

dapat berbentuk perorangan, kolektif dan massal. (1) Pendidikan yang dilakukan secara

perorangan dapat terjadi dalam keluarga (pendidik alamiah). Peran orangtua dalam

keluarga adalah sebagai pendidik informal bagi anak-anak dan anggota keluarganya. (2)

Pendidikan informal dapat dilakukan secara kolektif yaitu melalui kegiatan-kegiatan

kelompok yang memiliki kepentingan bersama. Pendidikan informal secara kolektif ini

merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat yang terselenggara karena diciptakan oleh

pemerintah atau agensi pendidikan masyarakat secara mandiri (pendidik semi profesional).

Contoh kegiatan pendidikan informal secara kolektif dapat berlangsung pada:

Kelompok Usaha Tani, Kelompok Pendengar Radio, Kelompok Pencinta Alam, Kelompok

Pedagang Kaki Lima, siaran radio tentang pertanian, kesehatan, keluarga berencana; iklan

layanan masyarakat maupun iklan komersial di media masa, dan sejenisnya. Kelompok

tersebut dapat belajar dengan saling belajar, saling memberikan informasi mengenai

sumber belajar yang dapat digunakan, saling tukar-menukar pengalaman, dan lain

sebagainya. (3) Pendidikan informal yang dilakukan secara massal (pendidik profesional).

Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk dari pemberdayaan masyarakat yang melibatkan

berbagai institusi sosial, keagamaan, ekonomi, politik sebagai pendidik informal.

Page 20: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Pendidikan yang dilakukan secara massal dapat dilakukan melalui penyuluhan langsung

atau melalui media massa.

Pada kuadran D, menunjukkan tipe pendidikan informal tipe 3 di mana suatu

peristiwa belajar terjadi tanpa kesengajaan dari pihak pendidik dan peserta didik maka

kegiatan ini digolongkan ke dalam belajar secara kebetulan. Belajar yaitu perbuatan secara

wajar dan alamiah yang prosesnya tidak selalu memerlukan kehadiran pendidik (guru,

pelatih, pembimbing, pamong belajar, atau sebutan lain yang relevan dengan konteksnya).

Proses belajar yang demikian mungkin tidak disadari oleh seseorang atau kelompok bahwa

ia atau mereka telah atau sedang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar. Sebagai ilustrasi

ketika seseorang sedang mengobrol ke sana ke mari di warung kopi, tanpa direncanakan

sebelumnya obrolan mengarah pada diskusi tentang cara-cara menyelesaikan seuatu

masalah, maka di antara peserta obrolan tersebut telah terjadi kegiatan belajar. Di samping

itu kegiatan belajar sepanjang hayat akan terwujud apabila terdapat dorongan pada diri

seseorang atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan belajar dan untuk mencapai

kepuasan diri.

Perubahan akibat belajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk perilaku, dari ranah

kognitif, afektif, dan atau psikomotor. Sifat perubahannya relatif permanen (bukan

perubahan bersifat sesaat), tidak akan kembali kepada keadaan semula. Perubahan terjadi

akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta

akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah. Perubahan akan lebih mudah terjadi bila

disertai adanya penguat, berupa ganjaran yang diterima - hadiah atau hukuman - sebagai

konsekuensi adanya perubahan perilaku tersebut. Perasaan bangga dalam diri karena dapat

mengerti dan paham akan apa yang di pelajari. Kegiatan belajar berlangsung sepanjang

hidup manusia karena untuk mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Apabila konsepsi peristiwa belajar dan/atau pendidikan yang dikemukakan Apps

(1979) dikombinasikan dengan yang dikemukakan Axinn (1976) maka akan didapatkan

empat katagori. Katagori pertama adalah pendidikan formal dan pendidikan nonformal

yang sepenuhnya bersifat sebagai planned learning. Katagori ke dua adalah pendidikan

Page 21: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

informal tipe 1 di mana perencanaan program belajar dilakukan oleh pihak pengajar, di

mana tipe ini bisa disebut sebagai planned learning sekaligus dapat dikatakan sebagai

random learning. Katagori ke tiga adalah pendidikan informal tipe 2 di mana perencanaan

program belajar dilakukan oleh pihak pelajar sendiri, di mana tipe ini bisa juga disebut

sebagai planned learning sekaligus dapat dikatakan sebagai random learning. Katagori ke

empat adalah pendidikan informal tipe 3 di mana sepenuhnya tidak ada perencanaan

program belajar/pembelajaran.

Dengan demikian dapat dimaknai pula bahwa pendidikan formal dan pendidikan

nonformal sepenuhnya bersifat planned learning. Pendidikan informal tipe 3 sepenuhnya

bersifat random learning atau unplanned learning. Pendidikan informal tipe 1 bersifat

tentatif sebagai planned learning dari sudut pandang pengajar, namun bersifat random

learning dari sudut pandang pelajar. Sebaliknya pendidikan informal tipe 2 bersifat

planned learning dari sudut pandang pelajar, tetapi random learning dari sudut pandang

pengajar.

C. SIGNIFIKANSI PLS

Pendidikan anak usia dini, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal

(paudni) memiliki peran yang sangat penting dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan nonformal dan pendidik informal khususnya memiliki peran yang penting

dalam sejarah pendidikan nasional di Indonesia, terutama dalam pemberantasan buta

aksara dan pendidikan bagi kaum yang kurang beruntung. Peran itu akan semakin penting

pada masa yang akan datang seiring dengan dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, terutama teknologi komunikasi, teknologi informasi, dan teknologi transportasi

yang mengakibatkan terjadinya globalisasi dunia. Salah satu peran pendidikan nonformal

dan pendidikan informal adalah mengembangkan dan memutakhirkan pengetahuan dan

kemampuan seseorang agar tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, baik sebagai pribadi, sebagai sumber daya manusia (tenaga kerja), maupun

sebagai warga negara, dan sebagai khalifah di muka bumi, sesuai dengan kaidah

Page 22: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

pendidikan dan belajar seumur hidup. Sementara pendidikan anak usia dini diharapkan

berperan strategis dalam menyiapkan generasi penerus bangsa sepuluh sampai tiga puluh

tahun ke depan.

Segala bentuk dan praktek belajar yang berlangsung di luar sistem persekolahan,

baik berupa pembimbingan, pembelajaran maupun pelatihan, dapat dikatakan sebagai

praktek pendidikan luar sekolah. Para pemangku praktek, profesi PLS, pengambil

kebijakan, dan pemangku kajian PLS perlu memahami peta ini agar dapat mengarahkan

perhatiannya secara menyeluruh dan mendalam. Dalam posisi ini, setidaknya PLS dapat

diamati sebagai tiga hal yang saling terkait, yaitu: sebagai lahan garapan (field of practice),

sebagai bidang kajian (field of study), dan sebagai bidang pekerjaan (line of

work/profession). Bahkan ada yang menyatakan PLS sebagai sebuah pranata yang berisi

seperangkat komponen dan norma, aturan dan etika.

Memasuki wilayah garapan dan komunitas PLS maka seseorang perlu memahami

terlebih dahulu nilai-nilai normatik-idealistik yang berlaku di wilayah garapan dan

komunitas ini. Nilai-nilai itu antara lain: (1) pendidikan adalah berlangsung seumur hidup,

belajar bisa di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa/apa saja, yang terpenting dalam

kegiatan belajar PLS adalah proses, bukan hasil dan bukan pula ijasah/kredensial; (2)

pendidikan harus dilaksanakan secara swa-arah, membangkitkan kesadaran kritis,

dilakukan secara andragogis, dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai

pendidikan luar sekolah tersebut telah menjadi sebuah “ideologi” dan cara pandang dalam

menyelesaikan problem-problem sosial sebagaimana makna tesis-tesis yang pernah

diintrodusir oleh Soedjatmoko (1990) “Pembangunan sebagai Proses Belajar”; Edgar

Faure (1972) “Belajar untuk Hidup; Kindervatter (1978) “Nonformal Education as

Empowering Process”, atau Freire (1972) “Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan.”

Para akademisi, pengambil kebijakan, dan praktisi PLS hendaknya memedomani

atau setidaknya telah menimbang pemikiran-pemikian, teori-teori, dan prinsip-prinsip

pembelajaran, pendidikan, dan pembangunan sebagaimana ditawarkan oleh para pemikir

dan pakar tersebut dalam memberikan arahan dan justifikasi praktek PLS di lapangan.

Page 23: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Berbagai norma PLS itu bahkan telah bisa diangkat sebagai idiologi perubahan sosial

terencana (pembangunan) sebagaimana paradigma pembangunan mulai dari belakang

(rakyat), pendidikan sebagai praktek pembebasan, pendekatan akar rumput, pembelajaran

yang berpusat pada peserta didik, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis

kebutuhan nyata peserta didik, dan segala konsepsi turuannya.

Praktek PLS di masyarakat, di manapun itu dan pada level kebudayaan apapun,

kelembagaan PLS berentang dari yang sangat longgar, terbuka dan tidak terorganisir

sampai dengan yang sangat ketat, tertutup, sangat terorganisir. Dalam bentuknya yang

sangat terbuka, longgar, dan tidak terorganisir misalnya adalah forum belajar melalui

magang, nyantrik, ngernet, belajar mandiri melalui sumber-sumber belajar masyarakat;

termasuk dalam hal ini adalah praktek pendidikan di dalam keluarga. Incidental learning

tidak termasuk dalam klasifikasi ini karena tidak memenuhi karakteristik “kesengajaan”

dari proses pendidikan. Dalam bentuknya yang sangat tertutup, ketat, dan sangat

terorganisir misalnya adalah kursus penjenjangan pegawai, kursus kemiliteran, pendidikan

dan pelatihan kader, penataran kedinasan, dan sebagainya. Bahkan beberapa forum belajar

PLS ini lebih ketat dari sekolah dalam hal persyaratan input, proses pembelajaran, dan

baku mutu out put, dan baku mutu pasca pendidikan.

Menurut Apps (1979) garapan PLS merentang dari persoalan pelajaran yang terkait

dengan “survive for live” atau basic needs yang berupa pemenuhan kebutuhan dasar

manusia sampai dengan pengisian waktu luang dan hal yang bersifat filosofis. Secara

kronologis dalam sekuensi kehidupan manusia, pada PLS-lah proses belajar bagaimana

mempertahankan dan melangsungkan hidup manusia, baik secara personal maupun

komunal; sampai dengan pelajaran tentang nilai-nilai hidup dan kehidupan setelah mati,

dipelajari. Dalam kaitan ini Apps (1979) mengelompokkan kurikulum PLS mencakup tiga

hal pokok, yaitu (1) to help people survive, (2) to help people in a community (society),

dan (3) to help people discover a sense of meaning in their lives.

Misi PLS yang pertama, yaitu to help people survive (membantu manusia untuk

mempertahankan hidup), adalah isi pendidikan yang ditujukan untuk terpenuhinya

Page 24: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

kebutuhan manusia tingkat dasar, yaitu makan, pakaian, dan perumahan. Bentuk

programnya bisa bermacam-macam, misalnya kelompok belajar usaha (KBU), berbagai

macam program pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam bermata-pencaharian

(pangupa jiwa, Jawa). Program-program kesehatan, gizi, keluarga berencana, pengetahuan

alam (sifat-sifat alam dan cara mengendalikannya), dan sebagainya yang dimaksudkan

agar hidup manusia bisa lestari dan lebih baik adalah termasuk jenis tujuan PLS ini.

Misi PLS yang ke dua, yaitu to help people in a community/society (membantu

manusia dalam kehidupan sosialnya), adalah isi pendidikan yang ditujukan untuk

memfasilitasi dan mendorong manusia sebagai mahkluk sosial. Sifat dasar manusia adalah

sebagai mahkluk individu dan mahkluk sosial. Pada dimensi mahkluk sosial inilah misi

PLS yang ke dua ini dibutuhkan. Permasalahan yang ingin diwujudkan oleh misi PLS ini

adalah bagaimana seorang manusia dapat hidup bersama dengan manusia lainnya,

bagaimana setiap manusia memiliki tanggung jawab sosial yang baik, serta bagaimana

format kehidupan sosial yang perlu diwujudkan. Termasuk program PLS untuk tujuan ini

antara lain kehidupan berumah tangga, kehidupan berbangsa dan bernegara, kehidupan

bertetanggaan, inisiasi pada organisasi atau lingkungan sosial baru. Misalnya seorang

mahasiswa baru membutuhkan penataran tentang cara belajar dan bertinfkah laku di

kampus perguruan tinggi; atau seorang calon pengantin dilatih singkat tentang perannya

sebagai suami atau istri dan orang tua anak.

Misi PLS yang ke tiga, yaitu to help people discover a sense of meaning in their

lives (membantu manusia menemukan makna atau nilai-nila hidup), adalah isi pendidikan

yang ditujukan untuk memfasilitasi dan mendorong manusia sebagai mahkluk yang ber-

Tuhan, beretika dan berestetika. Pada dimensi inilah PLS berperan mewujudkan sosok

manusia dan masyarakat yang memahami dan menghargai nilai-nilai hidup serta berupaya

mewujudkannya dalam kehidupan antara lain dalam bentuk pelajaran dan pencarian makna

hidup atau nilai-nilai hidup (values of life). Contoh program PLS yang termasuk kategori

misi ini misalnya pengajian, sekolah minggu, berbagai latihan kejiwaan, meditasi,

“management qalbu”, latihan pencarian makna hidup, kelompok hobi, pendidikan

Page 25: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

kesenian, dan sebagainya. Melalui program pendidikan tersebut hidup manusia berusaha

diisi dengan nilai-nilai keagamaan, keindahan, etika dan makna.

Pendek kata program PLS merentang sangat luas, baik dari dimensi waktu, isi dan

tujuan pendidikan, maupun tempat dan pola transaksi pembelajarannya. Ketika sekolah

terbelenggu oleh persyaratan-persyaratan formal sehingga sangat banyak mengalami

keterbatasan, maka PLS dapat keluar dari semua keterbatasan itu. Di luar sekolah orang

bisa belajar apa pun di kala usianya telah di atas usia sekolah, orang bisa belajar apapun

yang dibutuhkan atau disukai di pusat-pusat sumber belajar yang ada di masyarakat. Pada

sisi lain orang dapat mengajarkan apapun, menginformasikan apa pun, atau kampanye apa

pun yang menjadi kepentingannya melalui media komunikasi dan forum belajar

indigeneous maupun yang telah direkayasa.

Dalam kasus di Indonesia, bidang pelajaran dan pendidikan yang tidak diajarkan di

sekolah adalah garapan dan tanggung jawab pendidikan luar sekolah. Banyak masalah dan

kebutuhan belajar individu dan masyarakat yang hanya bisa dipenuhi melalui teknologi

(rekayasa) pendidikan luar sekolah, sementara daya jangkau dan kemampuan teknologi

pembelajaran sekolah tidak bisa menyentuhnya. Kemampuan sekolah untuk menyentuh

masalah-masalah sosial kependidikan yang ada di masyarakat sangat terbatas, baik karena

keterbataan tempat, ruang, waktu, maupun keterbatasan sarana-prasarana. Secara

sederhana dapat dikatakan, di mana ada kebutuhan belajar atau masalah sosial yang

membutuhkan sentuhan pendidikan di luar sistem persekolahan, maka di situ PLS perlu

hadir. Hanya PLS yang bisa menyentuh masalah-masalah buta huruf, penyakit sosial,

masalah disintegrasi bangsa, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, kemampuan

kewiraswastaan, trauma konflik horizontal, trauma psikologis, pengembangan hobi dan

kegiatan pengisi waktu luang, sampai dengan masalah-masalah kemanusiaan dalam

mencari makna hidup. Meskipun retorika semacam ini sering diucapkan berbagai pihak

namun aktualisasinya sering mengalami kendala dan keterbatasan terkait sumberdaya

pembelajaran dan masalah-masalah kejiwaan dan budaya.

Page 26: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Dalam kaitan ini paudni atau PLS tidak sekedar sebagai substitusi bagi mereka

yang tidak memperoleh pendidikan formal, tetapi lebih dari itu, yakni sebagai alternatif

untuk mengatasi kelemahan pendidikan formal. Dirjen PNFI, Hamid Muhammad (2009)

mulai mengintrodusir peran PNFI (baca: paudni) yang lebih luas lagi, yakni sebagai

”pilihan” dalam arti alternatif layanan pendidikan yang diprioritaskan, baik oleh subjek

belajar maupun oleh perancang program belajar. Fenomena ini telah muncul cukup lama di

mana ada di antara warga masyarakat yang memilih belajar di jalur pendidikan luar

sekolah dalam upaya untuk mendapatkan pendidikan. Sensasi yang terkahir adalah

munculnya praktik sekolah rumah (home schooling) sebagai wujud praktik pendidikan di

luar sekolah sebagai pilihan dalam mengembangkan diri. Dalam hal ini, PLS berperan

sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap terhadap pendidikan formal yang dipandang

tidak cukup lagi mampu menampung konsep dan kebutuhan mutakhir layanan pendidikan

nonformal dan informal.

Hadirin yang saya mulyakan

Perubahan “label” dan keberpihakan kebijakan pada program-program prioritas

pada pendidikan di luar sistem persekolahan bukanlah yang pertama kali terjadi. Literatur

sejarah pendidikan nasional Indonesia menyebut bahwa cikal bakal pendidikan nonformal

adalah apa yang disebut sebagai “pendidikan masyarakat”, biasa disebut dengan singkatan

“Penmas”. Bahkan pada jaman penjajahan Belanda, para tokoh pergerakan nasional dan

pejuang kemerdekaan sering mengadakan kursus-kursus khusus bagi wanita, kursus

pengetahuan umum atau politik bagi warga masyarakat, dan juga pendidikan kepanduan

dan keolahragaan bagi para pemuda (Mestoko, 1986; Hamidjojo, 1956). Apa yang

dilakukan para tokoh pergerakan dan pejuang kemerdekaan itu pada dasarnya adalah

aktivitas pendidikan nonformal. Pada jaman pendudukan Jepang, pendidikan masyarakat

disebutnya “pendidikan rakyat” (Mestoko, 1986:240).

Coombs (1974) mendefinisikan pendidikan nonformal dalam perspektif yang luas,

yaitu sebagai setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir di luar sistem pendidikan

formal, bisa sebagai kegiatan mandiri/tunggal atau menjadi bagian dari kegiatan yang lebih

Page 27: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

besar, yang ditujukan untuk memberikan layanan pendidikan kepada sasaran didik yang

tujuan belajarnya teridentifikasi secara jelas dan spesifik. Dalam konteks ini pendidikan

formal dianggap hanya salah satu saja dari komponen sistem pendidikan di samping

komponen pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Peran pendidikan nonformal

sejajar dengan pendidikan formal dalam sistem pendidikan nasional. Peran pendidikan

nonformal menjadi lebih besar lagi apabila dikaitkan dengan upaya mewujudkan

masyarakat belajar (the learning society).

Pendidikan luar sekolah menyediakan peluang pendidikan melalui berbagai

program pembelajaran yang dikembangkan secara luwes. Dari sisi sasaran didik,

pendidikan luar sekolah memiliki cakupan garapan yang sangat luas serta besar

variabilitasnya. Sasaran didik yang dilayani adalah kelompok masyarakat, mulai dari anak

usia dini sampai lanjut usia, untuk memenuhi kebutuhan belajarnya, dan kegiatan

pendidikannya berlangsung sepanjang hayat. Pada kapasitas inilah pendidikan luar sekolah

bersifat beragam sasaran (multi audience), baik individu, kelompok, komunitas, maupun

masyarakat luas. Peserta didik tidak saja ditinjau dari karakteristik individu seperti usia,

jender, pekerjaan, melainkan juga dari faktor sosial, budaya dan geografis.

Ditinjau dari faktor tujuannya, pendidikan luar sekolah menyediakan berbagai

program pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar yang sangat luas, baik jenis,

tingkatan, maupun cakupannya. Dalam hal ini muncul ciri PLS yang bersifat beragam

tujuan. Ditinjau dari faktor penyelenggara, PLS memiliki keragaman yang luas, baik yang

berada di bawah koordinasi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM),

maupun lembaga kemasyarakatan lainnya. Bentuk penyelenggaraan satuan PLS beragam

yang terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan

belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Dalam

berbagai situasi inilah pendidikan luar sekolah menunjukkan karakteristik sebagai praktik

pendidikan yang luwes dan fungsional. Pada kapasitas inilah pendidikan luar sekolah

bersifat beragam agensi (multi agencies),

Page 28: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Kebutuhan terhadap layanan PLS dewasa ini semakin meningkat, sejalan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan kualitas hidup yang semakin

meningkat. Pada saat ini tidak kurang dari 39 ribu satuan PLS yang memberikan layanan

berbagai jenis program PNF kepada 48 juta penduduk; diantarannya 8,3 juta dilayani

melalui program pendidikan anak usia dini, 12,7 juta mengikuti program pendidikan

keaksaraan, dan 1,5 juta mengikuti program keterampilan teknis melalui berbagai macam

kursus dan pelatihan (Ditjen PLSP, 2006).

Berbagai hasil penelitian menujukkan bahwa keberhasilan pendidikan anak di

tingkat sekolah dasar sangat dipengaruhi oleh kesiapan anak untuk pertama kali memasuki

dunia pendidikan formal di sekolah dasar. Kesiapan belajar itu akan lebih besar apabila

anak memperoleh kesempatan mendapatkan rangsangan pengembangan potensi fisik dan

psikologisnya dalam masa usia dini baik melalui kelompok bermain, sekolah taman kanak-

kanak atau kegiatan lain yang merangsang pertumbuhan kecerdasannya.

Hadirin yang saya mulyakan.

Sejarah kehadiran institusi Pendidikan Luar Sekolah di Indonesia, dimulai jauh

sebelum kelahiran Bangsa Indonesia itu sendiri. Hamidjojo (1957) memulai uraian tentang

sejarah Pendidikan Masyarakat di Indonesia dengan menggambarkan cita-cita Bangsa

Indonesia untuk mendidik masyarakat dengan disertai perwujudannya berupa usaha-usaha

nyata oleh para kaum terpelajar, pemimpin, dan pemuka masyarakat. Pada waktu itu, di

tengah kancah revolusi kemerdekaan banyak kaum terpelajar, pemimpin dan pemuka

masyarakat menyingkir dan melanjutkan perjuangan bersenjata dan politik ke desa-desa.

Di sanalah mereka menyadari perlunya mendidik masyarakat, tidak saja bagi kepentingan

niat dan misi suci kemanusiaan, tetapi juga bagi kepentingan dukungan keberhasilan

perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Pertempuran dan kekedjaman jang mengganas pada waktu itu telah

memaksa orang dari kota2, djuga para pemimpin, pemuka dan kaum

terpeladjarnja untuk mengungsi ke-daerah2 pedusunan, dan hidup,

berdjuang dan menderita ber-sama2 dengan masjarakat tani dan desa pada

Page 29: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

umumnja. Semuanja itu telah memberi kesadaran jang lebih mendalam

dikalangan orang2 dan pemimpin serta pemuka rakjat dan kaum terpeladjar

pada umumnja akan kekurangan2 jang ada pada sesama bangsanja, terutama

dalam hal kurangnja pengertian, kemelaratan dan kesengsaraan (Hamidjojo,

1957:44).

Demikianlah gambaran romantik yang terjadi pada tahun 1946 tentang awal mula

munculnya gerakan Pendidikan Masyarakat di Indonesia. Seiring dengan keinginan dan

desakan dari berbagai pihak maka pada tanggal 1 Juni 1946 di dalam kementerian P.P. dan

K. diadakan satu bagian khusus yaitu Djawatan Pendidikan Masyarakat. Secara formal

(kedinasan) program Djawatan Pendidikan Masyarakat yang semula disebut dengan istilah

P.B.H (Pemberantasan Buta Huruf), atau Kursus P.B.H. dengan berbagai macam

variannya seperti K.K.O.D. (Kursus Kemasjarakatan Orang Dewasa), atau KBU

(Kelompok Belajar Usaha), K.K.M. (Kursus Kader Masjarakat), T.P.M. (Taman Pustaka

Masjarakat), atau Perpustakaan Desa. Ada lagi Program Kepanduan, Kepemudaan,

Kewanitaan, dan Keolahragaan (Cf. Hamidjojo, 1957).

Dalam perkembangannya praktek Pendidikan Masyarakat tidak sebatas pada

program-program “pemberantasan buta huruf” dan pendidikan bagi kaum tak beruntung

(education for disanvantage groups), melainkan juga mengkaji program pendidikan yang

ditujukan untuk kebutuhan aktualisasi diri dan citra diri (self actualization and self

esteem). Di daerah perkotaan di Indonesia, sangat banyak program-program pendidikan

dan pelatihan, baik berupa kursus, kelompok belajar, maupun pusat belajar (learning

center) yang menyediakan layanan pendidikan bagi kaum berada (the haves) untuk

memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dan peningkatan citra diri. Sebut misalnya kursus

kecantikan, kursus kepribadian, pelatihan penggunaan piranti komunikasi elektronik, dan

pendidikan dan latihan spiritual (dan keagamaan) yang bertujuan untuk mendapatkan dan

memaknai nilai-nilai hidup (kehidupan manusia). Semua kebutuhan belajar yang demikian

tidak bisa dilayani oleh sub-sistem pendidikan pada jalur persekolahan.

Peranan PLS dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul di masyarakat masih

belum banyak dikenal oleh banyak kalangan termasuk para pendidik. Pendidikan luar

Page 30: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

sekolah (baca: Pendidikan Nonformal) yang oleh para ahli didefinisikan sebagai upaya

pelayanan pendidikan yang diprogram secara sistematik, berencana dan terorganisasi

kepada mereka yang ingin menambah, melengkapi dan mengganti, kekurangan

pengetahuan, keterampilan dan sikap di luar sistem persekolahan, belum banyak dipahami

orang. Coombs (1983) mendefinisikan sebagai kegiatan belajar yang terorganisasi untuk

mencapai tujuan pendidikan tertentu bagi sekelompok sasaran didik, yang dilaksanakan di

luar sistem persekolahan. Archibald Callaway dalam Brembeck (1983) mendefinisikan

PLS sebagai suatu bentuk kegiatan belajar yang berlangsung di luar sekolah dan

universitas. Harbison dalam Brembeck (1983) mengintrodusir pendapat tentang PLS

sebagai pembentukan skills dan pengetahuan di luar sistem sekolah formal. Di luar sistem

pesekolahan artinya tidak mengikuti sepenuhnya kaidah-kaidah yang diberlakukan dalam

sistem persekolahan, seperti jenjang, kesebayaan usia, ketenagaan yang profesional, ijazah,

periodesasi, dan lain-lain. Pemaknaan PLS yang demikian menimbulkan kerancuan karena

PLS disamakan dengan pendidikan nonformal, pendidikan massa, dan pendidikan orang

dewasa.

Pendidikan nonformal sebagai subsistem pendidikan nasional, selain memberikan

kontribusi terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui program

pendidikan keaksaraan dan kesetaraan, juga terhadap peningkatkan kesiapaan anak masuk

pendidikan formal, penuntasan program wajib belajar sembilan tahun, pembibitan calon

pemimpin di kalangan kaum muda, peningkatan harkat dan martabat perempuan, serta

peningkatan kompetensi keterampilan.

Perkembangan peran pendidikan nonformal dalam sistem pendidikan nasional dapat

dibagi ke dalam empat periode, yaitu periode pra-kemerdekaan, periode setelah

kemerdekaan, periode pembangunan, dan periode reformasi.

Pertama, berbeda dengan pendidikan formal yang didorong oleh kebutuhan

pemerintah untuk mempersiapkan calon pegawai pemerintah, dalam hal ini pemerintah

Hindia Belanda, pendidikan nonformal pada zaman pra-kemerdekaan lebih didorong oleh

kebutuhan masyarakat (community driven). Kebutuhan pendidikan nonformal lebih banyak

Page 31: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

didorong oleh terbatasnya penduduk pribumi yang memperoleh kesempatan pendidikan

pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Oleh karena itu peran pendidikan nonformal

lebih banyak sebagai substitusi dari pendidikan formal bagi yang tidak memperoleh

pendidikan formal dengan fokus utama untuk pemberantasan buta huruf dalam hal

membaca, menulis dan berhitung, diselenggarakan oleh swasta melalui swadaya

masyarakat dengan sasaran utama orang dewasa.

Dengan desakan dari Kongres Perempuan Indonesia ke-2 pada tahun 1935 dan mosi

Putri Budi Sejati, pendidikan rakyat (masyarakat) tumbuh subur dan didorong dengan

tujuan utama untuk (i) memberikan pelatihan keprajuritan bagi pemuda dan pemudi; (ii)

memberikan pendidikan pada orang dewasa; (iii) pendidikan khusus bagi kaum ibu; dan

(iv) memberikan layanan bahan bacaan dengan memajukan perpustakaan, penerbitan, surat

kabar dan majalah (Depdikbud, 1995:50-51). Pada masyarakat yang beragama Islam,

kebutuhan melek huruf itu tidak saja diartikan sebagai huruf Latin, tetapi juga huruf Arab

dan pengetahuan keagamaan yang tidak diajarkan di sekolah formal. Inilah yang

mendorong didirikannya pesantren dan madrasah guna memenuhi kebutuhan tersebut.

Kedua, pada awal kemerdekaan akses untuk memperoleh pendidikan sekolah dasar

masih sangat terbatas. Hanya sekitar 2,5 juta orang saja yang memperoleh kesempatan

mengenyam pendidikan sekolah dasar dan sekitar 90 ribu orang yang memperoleh

kesempatan pendidikan tingkat sekolah lanjutan pertama (Depdikbud, 1995:96-97). Hanya

sekitar 3 persen warga negara Indonesia yang dapat memperoleh akses terhadap

pendidikan formal. Pada tanggal 1 Juni 1946 untuk pertama kali dibentuk Bagian

Pendidikan Masyarakat pada Kementerian PP dan K dengan tugas: (i) memberantas buta

huruf; (ii) menyelenggarakan kursus pengetahuan umum; dan (iii) mengembangkan

perpustakaan rakyat.

Melalui metode kerja Panca Marga pendidikan nonformal yang berbentuk

pendidikan masyarakat mempunyai lima program utama, yaitu: (i) melestarikan dasar-

dasar pengertian untuk membangun masyarakat dengan melaksanakan pendidikan dasar

untuk masyarakat; (ii) membentuk kader-kader pendidikan untuk membangun masyarakat

Page 32: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

dengan melaksanakan kader masyarakat; (iii) menyediakan dan menyebarkan bacaan

dengan mengadakan perpustakaan atau taman bacaan masyarakat; (iv) memfungsionalkan

golongan wanita dengan melaksanakan pendidikan kewanitaan; dan (v) memfungsionalkan

golongan pemuda dengan melaksanakan pendidikan taruna karya.

Pada periode ini peran pendidikan nonformal lebih difokuskan dalam bentuk

pendidikan masyarakat yang target sasarannya mencakup pemuda dan pemudi sebagai

kader masyarakat. Peran pendidikan nonformal diujudkan dalam bentuk pendidikan masal

(mass education) dengan metode kampanye (campaign). Pendidikan nonformal tidak

sebatas sebagai substitusi tetapi telah meningkat menjadi suplemen pendidikan formal

dalam pembangunan masyarakat.

Ketiga, dalam periode pembangunan, tuntutan penyelenggaraan berbagai progam

pendidikan nonformal dalam bentuk program pasca tiga buta untuk meningkatkan

kesejahteraaan ekonomi masyarakat merupakan kebutuhan yang tumbuh selaras dengan

tumbuhnya kemampuan ekonomi nasional. Sebagai program pasca pemberatasan bura

huruf diwujudkan dalam bentuk pendidikan kesetaraan sekolah dasar yang diintegrasikan

dengan pendidikan mata pencaharian dan peningkatan keterampilan untuk memasuki dunia

usaha yang sedang tumbuh selaras dengan pertumbuhan ekonomi bangsa dengan

menggunakan pendekatan kelompok belajar, bekerja sambil belajar, untuk mengejar

ketinggalan (disingkat Kejar). Ada lima program utama yang dikembangkan, yaitu:

(1) Kejar pendidikan dasar melalui program pemberantasan buta huruf fungsional dengan

cara belajar paket A.

(2) Kejar Pendidikan Kesejahteraan Keluarga yang ditujukan untuk menciptakan keluarga

sejahtera dengan mempelajari 10 pokok keluarga sejahtera.

(3) Kejar Pendidikan Mata Pencaharian untuk memperoleh keterampilan bagi masyarakat

yang dipergunakan untuk memperoleh mata pencaharian.

(4) Pendidikan kejuruan masyarakat yang memberikan keterampilan kejuruan tertentu.

(5) Kursus-kursus keterampilan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Page 33: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Mulai tahun 1978, Kejar Pendidikan Dasar dikembangkan menjadi program

pemberantasan buta huruf gaya baru dilakukan dengan pendekatan andragogy dan

dikaitkan dengan upaya peningkatan ekonomi dan berbagai bidang kehidupan. Pada waktu

Presiden Republik Indonesia menyampaikan pidato kenegaraan dihadapan Dewan

Perwakilan Rakyat pada tanggal 16 Agustus 1978, diungkapkan strategi perluasan

kesempatan belajar melalui pernyataan sebagai berikut.

"Usaha lain untuk memeratakan kesempatan memperoleh pendidikan ditempuh

melalui program kerja dan belajar atau "Program Kejar", yang khusus diarahkan

untuk mereka yang berada di luar sekolah dengan memberikan pengetahuan dasar,

cara berpikir dan keterampilan, tanpa harus meninggalkan pekerjaannya sehari-hari.

Di desa-desa, Program Kejar ini dikaitkan dengan program pemberatasan buta

aksara Latin, angka, buta bahasa Indonesia dan buta pendidikan dasar" (Depdikbud,

1995:173).

Dengan menggunakan 100 buku Paket A warga belajar tidak hanya mempertahankan

kemampuan baca-tulis-hitung (calistung), tetapi juga memperoleh keterampilan hidup

guna menunjang kesejahteraannya. Melalui program Kejar Pendidikan Mata Pencaharian,

modal dan keterampilan diberikan sebagai bekal untuk menjalankan usaha sendiri secara

berkelompok.

Dalam perkembangannya, Kejar Paket A dilengkapi dengan Kejar Paket B untuk

memberikan kesempatan kepada orang dewasa maupun para lulusan SD/MI yang tidak

mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan di jalur pendidikan formal setingkat

sekolah menengah pertama. Pada periode ini, pendidikan nonformal dianggap merupakan

instrumen strategis untuk pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, terutama

pendidikan dasar dalam rangka menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar

enam tahun.

Melalui Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

seluruh program pendidikan nonformal diberi nomenklatur Pendidikan Luar Sekolah, yang

Page 34: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

bentuknya dapat berupa pendidikan umum, pendidikan keagamaan, pendidikan jabatan

kerja, pendidikan kedinasan, dan pendidikan kejuruan.

Keempat, periode reformasi. Pada periode ini tuntutan masyarakat terhadap

pendidikan nonformal semakin besar sejalan dengan berkembangnya empat hal, yaitu a)

disadari pentingnya pendidikan anak usia dini, b) semakin banyaknya anak putus sekolah,

c) semakin pentingnya pendidikan nonformal sebagai suplemen pendidikan formal dalam

keterampilan untuk hidup, dan d) semakin meningkatnya proporsi usia produktif.

Salah satu reformasi di bidang pendidikan adalah direvisinya undang-undang

tentang sistem pendidikan nasional dengan diberlakukannya UU Nomor 20 Tahun 2003.

Dalam UU ini nomenklatur pendidikan nonformal dan pendidikan informal dipergunakan

sebagai pengganti istilah "pendidikan luar sekolah" yang dipergunakan dalam UU

sebelumnya.

Sebagaimana sejarah perkembangaan konsep pendidikan nonformal dalam konteks

internasional, perkembangan makna pendidikan nonformal di Indonesia, kurang lebih

sama seperti yang diuraikan di atas. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 memberikan

landasan konsepsional bahwa berbeda dengan pendidikan formal yang banyak

diselenggarakan oleh pemerintah, pendidikan nonformal pada hakekatnya adalah

pendidikan yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan

formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Difinisi operasional a la

UU No. 20 Tahun 2003 ini sejatinya telah membelenggu atau membatasi makna

pendidikan nonformal itu sendiri, karena ada kegiatan pembelajaran pendidikan nonformal

yang lepas sama sekali dengan kepentingan persekolahan. Ada penyelenggaraan

pendidikan nonformal dan pendidikan informal yang sama sekali tidak terkait dengan

kepentingan persekolahan.

D. COMPLEMENTARY EDUCATION

Page 35: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Konsepsi pendidikan nonformal sebagai “anunya” sekolah karena merujuk

pendapat David R. Evans sebagaimana dikutip Marzuki (2010) yang mengkategorikan

pendidikan nonformal berdasarkan peranan dan fungsinya terhadap sekolah yaitu sebagai

(1) complementary education, (2) suplementary education, dan (3) replacement education.

Konsep inilah yang selanjutnya banyak dirujuk oleh ahli pendidikan di Indonesia termasuk

para ahli pendidikan luar sekolah, dan diadopsi dalam peraturan perundangan tentang

sistem pendidikan nasional di Indonesia tahun 2003. Complementary education, artinya

pendidikan nonformal berfungsi melengkapi pelajaran di sekolah karena biasanya kegiatan

belajarnya tidak cocok untuk disajikan di kelas atau sekolah. Suplementary education,

artinya pendidikan nonformal berfungsi sebagai tambahan pendidikan setelah mereka

tamat dari sekolah, karena ketika di sekolah tidak mendapatkannya. Replacement

education, artinya pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti pendidikan sekolah

bagi mereka yang tidak dapat menikmati sekolah, biasanya berupa keterampilan dasar

membaca, menulis berhitung dan pengetahuan-pengetahuan praktis seperti kesehatan,

nutrisi, berkeluarga, bermasyarakat, berwarga negara, pertanian, dan lain-lain.

Dalam sejarah kehidupan manusia, pendidikan dilaksanakan melalui proses informal

yang terpadu dalam kehidupan sehari-hari. Manusia belajar bahasa, bertingkah laku,

belajar nilai-nilai untuk menjadi anggota yang efektif dari suatu masyarakat, dan belajar

melalui individu-individu dalam masyarakat. Porsi belajar yang paling besar adalah

melalui peniruan yang dikombinasikan dengan belajar sambil bekerja. Keterampilan yang

agak khusus dipelajari melalui magang, yakni belajar menjadi pembantu orang-orang

terampil, sampai suatu saat mereka melepaskan diri atau dilepas untuk bekerja secara

mandiri.

Sebagai suatu kegiatan pendidikan kepada anak manusia, keberadaan pendidikan di

luar setting sekolah dimulai sejak manusia ini ada, karena sekolah lahir belakangan sebagai

kegiatan pendidikan berkelompok yang dilakukan oleh seorang yang dianggap memiliki

kemampuan lebih yang oleh orang tua dianggap perlu untuk diajarkan kepada anak-

anaknya. Sekolah lahir sebagai akibat perubahan yang terjadi di masyarakat dengan

berbagai pengetahuan yang semakin luas dan keahlian yang semakin spesifik dan sulit

Page 36: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

sehingga tidak memungkinkan lagi untuk diajarkan oleh orang tua. Pada awalnya sekolah

masih sederhana dengan mendatangkan guru untuk mengajar sekelompok anak di

lingkungan istana. Sesuai dengan perkembangan jaman kegiatan tersebut tidak lagi

sesederhana itu. Ia memerlukan suatu lembaga yang diurus oleh sejumlah orang dengan

pembagian tugas yang berbeda dan memerlukan pengaturan atau pengelolaan yang lebih

baik. Perkembangan itu semakin kompleks dengan sarana dan prasarana yang semakin

canggih seperti sekolah-sekolah modern sekarang ini.

Sebenarnya sekolah datang lebih kemudian daripada format pendidikan informal

dalam sejarah manusia, dan hanya beberapa ratus tahun saja dalam sejarah Eropa, yang

sudah tentu merupakan upaya sejumlah kecil dalam persentase penduduk dunia. Di negara

berkembang kedatangan sekolah baru sekitar 50 tahun yang lalu. Belakangan timbul

kesadaran baik di negara berkembang maupun negara maju bahwa sekolah memiliki

banyak keterbatasan dan semakin banyak tugas-tugas pendidikan yang tidak dapat

dikerjakan oleh sekolah sehingga sekolah bukan lagi merupakan kendaraan terbaik untuk

mengantarkan menjadi masyarakat terdidik. Demikian esensi pendapat David M. Evans

(1981) dalam memaparkan konsep pendidikan nonformal dan pendidikan informal.

Bentuk pendidikan tertua sudah tentu adalah pendidikan yang berlangsung di rumah

dan masyarakat. Pendidikan ini berlangsung secara alami sebagaimana juga binatang yang

dibekali instink untuk memelihara anaknya. Hanya saja pada manusia lebih berkembang

sebagai hasil belajar karena manusia memang makhluk belajar yang dapat

mengembangkan tingkah lakunya. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua

maupun masyarakat yang tidak atau kurang terorganisir itu biasa disebut pendidikan

informal. Kegiatan pendidikan di luar setting sekolah dimaksud adalah pendidikan yang

diajarkan oleh keluarga dan masyarakat yang belum terorganisir yang sekarang dikenal

sebagai pendidikan informal, meskipun tidak berarti pendidikan informal adalah

pendidikan keluarga.

Pendidikan luar sekolah secara terorganisir dengan program yang sistematik

memang lahir kemudian, dan selanjutnya disebut sebagai sistem/subsistem pendidikan

Page 37: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

nonformal. Evans menyebutnya sebagai anggur lama dimasukkan ke dalam botol baru atau

“old wine in new bottles,” artinya ia bukan barang baru. Konsep pendidikan nonformal

menurut Evans adalah kegiatan pendidikan yang terorganisir di luar sistem pendidikan

formal yang menempatkan pendidikan nonformal sebagai bagian dari keseluruhan konsep

terpadu dari sistem pendidikan. Dalam konsep itu Evans juga memberikan penekanan

pada ciri-ciri antara lain sebarannya sangat luas, partisipatif, melibatkan kerja organisasi

kemasyarakatan, perkumpulan swasta, lebih mementingkan tindakan pada tingkat lokal,

namun pada saat yang sama menimbulkan kerancuan yang lebih kompleks antara

perencanaan pendidikan nonformal dan sistem pendidikan pada umumnya yang

mempertimbangkan tujuan pembangunan nasional.

Apabila pada awal mulanya gerakan Pendidikan Masyarakat atau PLS atau

pendidikan nonformal hanya ditujukan untuk memberantas buta huruf dan pendidikan

politik akan perlunya perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, maka pada

perkembangan terakhir pendidikan luar sekolah telah berkembang menjadi sebuah

enterprise yang sangat luas wilayah garapnya dan bervariasi jenjangnya seiring dengan

prinsip belajar dan pendidikan seumur hidup.

Ditinjau dari faktor tujuan belajar/pendidikan, pendidikan nonformal bertanggung

jawab menggapai dan memenuhi tujuan-tujuan yang sangat luas jenis, level, maupun

cakupannya. Dalam kapasitas inilah muncul ciri pendidikan nonformal yang bersifat multi

purposes. Ada tujuan-tujuan pendidikan nonformal yang terfokus pada pemenuhan

kebutuhan belajar tingkat dasar (basic education) semacam pendidikan keaksaraan,

pengetahuan alam (natural knowledge), keterampilan vokasional (social economic well-

being), pengetahuan gizi dan kesehatan, sikap sosial berkeluarga dan hidup bermasyarakat

(positive attitude, household, and social relationship), pengetahuan umum dan

kewarganegaraan (functional knowledge and skill for civic participation), serta citra diri

dan nilai hidup (self esteem and meaning of life).

Ada juga pendidikan nonformal yang ditujukan untuk kepentingan pendidikan

kelanjutan (continuing education) setelah terpenuhinya pendidikan tingkat dasar, serta

Page 38: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

pendidikan perluasan dan pendidikan nilai-nilai hidup. Contoh program pendidikan

nonformal yang ditujukan untuk mendapatkan dan memaknai nilai-nilai hidup misalnya

pengajian, sekolah minggu, berbagai latihan kejiwaan, meditasi, “manajemen qalbu”,

latihan pencarian makna hidup, kelompok hoby, pendidikan kesenian, dan sebagainya.

Dengan program pendidikan ini hidup manusia berusaha diisi dengan nilai-nilai

keagamaan, keindahan, etika, dan makna hidup. Dalam kapasitas inilah pendidikan

nonformal memiliki sifat multi purposes.

Ditinjau dari faktor agensi atau provider (penyedia layanan), pendidikan nonformal

memiliki variabilitas agensi yang besar dan beragam, baik yang berada di bawah

koordinasi pemerintah, swasta, LSM, atau masyarakat luas lainnya. Dalam kapasitas inilah

pendidikan nonformal memiliki sifat multi agencies. Perkembangan agensi ini telah diikuti

pula oleh perkembangan “profesi” pendidik pendidikan nonformal dengan variasi jenis dan

tingkat pekerjaan dari yang setara “tukang” sampai dengan tenaga professional, dan tenaga

ahli.

Dalam kapasitasnya sebagai pelengkap pendidikan sekolah (complementary

education), dalam makna pendidikan nonformal berfungsi melengkapi pelajaran di

sekolah, terdapat tiga forum, program, dan satuan pendidikan nonformal yang

terselenggara untuk kepentingan ini, yaitu lembaga bimbingan belajar, les privat, dan

kursus. Beberapa sekolah juga menyelenggarakan jam pelajaran tambahan (JPT).

Walaupun belum ada temuan penelitian yang kredibel, tidak sulit untuk menemukan bukti

bahwa sangat banyak siswa sekolah dan lulusan sekolah yang terlibat dalam kegiatan

pendidikan nonformal, khususnya dalam bentuk bimbingan belajar dan les privat, guna

melengkapi kompetensi atau lebih tepatnya penguasaan materi pelajaran yang didapat di

sekolah.

Kesertaan warga masyarakat dalam pendidikan nonformal pelengkap pendidikan

sekolah tidak hanya diikuti oleh siswa yang masih duduk di bangku sekolah, melainkan

juga diikuti oleh para lulusan sekolah yang hendak mengikuti seleksi penerimaan

mahasiswa dan siswa baru di perguruan tinggi atau sekolah lanjutan berikutnya. Maraknya

Page 39: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

lembaga bimbingan belajar (Bimbel atau LBB) di setiap kota merupakan indikasi larisnya

layanan pembelajaran pelengkap ini. Sayangnya belum ada penelitian kredibel yang

memberikan bukti ilmiah tentang berbagai variabel keberadaan LBB, misalnya sumbangan

efektifnya terhadap peningkatan kompetensi atau penguasaan materi siswa, bagaimana

profil siswa dan lulusan sekolah yang mengikuti bimbingan belajar pada LBB, berapa

banyak dana masyarakat yang beredar pada program LBB, bagaimana sistem penjaminan

mutunya, bagaimana modus pemasarannya, dan sebagainya.

Dua judul penelitian terbatas yang dilakukan secara terpisah oleh dua orang

mahasiswa yaitu Pradana (2010) dan Pratesnya (2012) setidaknya memberikan bukti awal

bahwa peran pendidikan nonformal sebagai pelengkap pendidikan sekolah cukup berarti.

Pradana (2010:54, 59) menemukan bahwa 56% mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UM

menyatakan pernah mengikuti kursus bahasa Inggirs ketika duduk di bangku sekolah, di

mana proporsi kesertaan yang paling tinggi adalah ketika sekolah di tingkat SLP. Ketika

dihubungkan dengan kemampuan berbahasa Inggris yang diwakili dengan indikasi sekor

kemampun setara TOEFL ditemukan bahwa pengalaman mengikuti kursus bahasa Inggris

memberikan sumbangan efektif yang signifikan sebesar 16,75%. Sedangkan latar belakang

sosial ekonomi sebagai variabel dependen yang lain tidak memberikan sumbangan efektif

yang signifikan walaupun sumbangan efektifnya juga cukup besar (14,19%). Ini berarti

kemampuan berbahasa Inggris (mahasiswa FIP UM) dipengaruhi oleh pengalaman

kesertaan mereka pada kursus bahasa Inggris ketika masih duduk di bangku sekolah

sebelumnya. Dalam penelitian ini memang tidak dilacak bagaimana sumbangan variabel

mutu pembelajaran bahasa Inggris di sekolah mereka terhadap kemampuan berbagai

Inggris tersebut. Hasil penelitian Pratesnya (2012) terhadap siswa sebuah SMP Swasta di

Kota Malang, menunjukkan bahwa semua siswa diwajibkan mengikuti jam belajar

tambahan (JPT) di mana 65,2% siswa mengaku mengikuti dengan sungguh-sungguh, 8,3%

siswa mengikuti Bimbel, 9,7% mengikuti les privat, dan sekitar 9,7% mengikuti kursus

yang terkait dengan mata pelajaran sekolah seperti kursus bahasa Inggris, kumon, mental

aritmatika, dan sebagainya.

Page 40: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Tidak sulit unuk menemukan bukti lain melalui pengamatan umum di kota-kota

besar betapa banyak siswa sekolah, mulai dari SD hingga perguruan tinggi yang mengikuti

program pendidikan nonformal di luar jam belajarnya di sekolah. Lembaga bimbingan

belajar (LBB) marak ada di mana-mana, baik yang didirikan secara lokal di setiap daerah

maupun yang bersifat sebagai waralaba (francise) dari merek-merek lembaga bimbingan

belajar yang terkenal. Sebagaimana LBB GO (Ganesha Operasion) dan Prima Gama yang

cabangnya/waralabanya ada hampir di semua kota besar di Indonesia. Pada sekolah-

sekolah favorit dengan tingkat persaingan belajar yang tinggi, keberadaan LBB dan

kesertaan siswa pada LBB atau les privat di luar jam belajar sekolah proporsinya dapat

diperkirakan mendekati angka 100%. Bahkan siswa lulusan SLTA yang belum diterima di

perguruan tinggi banyak yang melibatkan diri pada LBB, les privat, belajar kelompok,

komunitas belajar bersama, atau menjelang seleksi penerimaan mahasiswa di perguruan

tinggi.

Namun sayangnya tidak ada komunikasi dan kordinasi antara skolah dengan

lembaga bimbingan belajar, les privat, atau bentuk lain program pendidikan luar sekolah

yang kompelentari terhadap sekolah tersebut. Keberadaan berbagai LBB dan les privat

tersebut lebih didorong karena kebutuhan (demand drivent) dari pihak orang tua siswa dan

para siswa yang merasa belum cukup belajar di sekolah dan atau karena kehawatiran tidak

akan lulus ujian akhir atau ujian seleksi siswa/mahasiswa baru bila tidak menambah

kegiatan belajar di luar sekolah tersebut. Implikasi dari model belajar melalui bimbingan

belajar yang demikian tentu tidak akan sinkron dengan desain pendidikan yang dirancang

untuk mencapai SKL (standar kompetensi kelulusan), terutama yang berkenaan dengan

pencapaian tujuan pendidikan pada ranah nilai dan moral.

E. KONEKSITAS, KOMPATIBILITAS, INTEGRASI, DAN KOHERENSI (KKIK)

ANTAR JALUR PENDIDIKAN

Keharusan bagi Sistem Pendidikan Nasional untuk mengembangkan jalur

pendidikan nonformal dan pendidikan informal sebagai suatu usaha sadar dan terencana

sebenarnya sangat jelas tersirat maupun tersurat dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional. Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) sampai dengan ayat (4)

Page 41: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

UU tersebut secara berurutan menarasikan bahwa (1) pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana, (2) pendidikan nasional adalah pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan

UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional Indonesia dan

tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman, (3) sistem pendidikan nasional adalah

keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai

tujuan pendidikan nasional, dan (4) jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta

didik untuk mengembangkan potensi dirinya dalam suatu proses pendidikan yang sesuai

dengan tujuan pendidikan.

Berkenaan dengan jalur pendidikan, dalam UU tentang Sistem Pendidikan

Nasionan, Bab VI pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa ”Jalur pendidikan terdiri atas

pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan

memperkaya”. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tertera di Bab II pasal 3 yang

menyatakan ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab”.

Pada bab dan pasal yang lain, yaitu Pasal 4 ayat (2) Undang-undang tentang Sitem

Pendidikan Nasional tersebut menyatakan hal-hal sebagai berikut:

• Pasal 4 ayat (2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik

dengan sistem terbuka dan multi makna.

• Pasal 5 ayat (1): setiap warga negara mempunyai hak yang sama utnuk memperoleh

pendidikan yang bermutu.

• Pasal 5 ayat (5): setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan

pendidikan sepanjang hayat.

• Pasal 13 ayat (1): jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan

informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

• Pasal 26 ayat (3): Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hayat,

pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan

perempuan, pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan pelathan kerja,

Page 42: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan

kemampuan peserta didik.

• Pasal 26 ayat (6): Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil

program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga

yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar

nasional penilaian.

Berdasarkan ketentuan dan narasi tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa,

pertama, jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal merupakan satu kesatuan di

dalam Sistem Pendidikan Nasional yang satu sama lain dapat saling melengkapi dan

memperkaya; kedua, ketiga jalur pendidikan yang terintegrasi di dalam Sistem Pendidikan

Nasional merupakan usaha sadar dan terencana untuk terwujudnya kualitas manusia

Indonesia sebagaimana yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan nasional.

Dalam kenyataan empiris, yang disebutkan pertama maupun kedua belum

terpenuhi sebagaimana mestinya. Jalur pendidikan nonformal dan pendidikan informal

masih belum dikembangkan sebagai usaha sadar dan terencana oleh Kementerian

Pendidikan Nasional sehingga dengan sendirinya (1) jalur pendidikan informal tidak dapat

saling melengkapi dan memperkaya dengan kedua jalur pendidikan lainnya, dan (2) jalur

pendidikan informal tidak memiliki kekuatan pembentuk bagi terciptanya kehidupan

sehari-hari yang edukatif guna mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Ketentuan UU Sisdiknas Pasal 27 ayat (1) sampai dengan ayat (3) sebetulnya telah

memberi dasar kebijakan operasional bagi pendidikan informal, namun substansi ayat-ayat

tersebut memaknai pendidikan informasi sebatas ”belajar mandiri” dalam kerangka

sebagai substitusi pendidikan formal. Hal tersebut tentu saja mereduksi makna pendidikan

informal sebagai wahana pembelajaran yang sangat luas dan tak terbatas, baik dalam

cakupan konten maupun tempat dan waktu.

Dalam tataran praktik, sebetulnya telah terdapat program-program atau kegiatan

yang dapat diidentifikasi sebagai bentuk intervensi edukatif pada lingkungan sosial

sehingga dapat menjadi sumber pemicu belajar bagi siapa pun yang terkena terpaan event

Page 43: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

tersebut. Misalnya program taman bacaan masyarakat (TBM), balai belajar bersama,

posyandu, berbagai lomba dan festival, jambore, dan sebagainya pada hakikatnya

merupakan intervensi agar tercipta lingkungan yang mendidik. Berbagai praktik semacam

itu masih belum dikelola oleh sistem pendidikan nasional dalam kerangka pengembangan

jalur pendidikan nonformal dan pendidikan informal, karena belum ada payung kebijakan

yang dijadikan dasar pengembangan program dan kelembagaan jalur tersebut.

F. SIMPUL-SIMPUL KONEKSITAS DAN INTEGRASI

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi

menuntu adanya keterampilan belajar sepanjang hayat yang sesuai dengan potensi, minat,

dan kebutuhan peserta didik. Pada satu pihak, masyarakat cenderung menginginkan hasil

pendidikan yang lebih cepat dan lebih terfokus (intisari), cepat menghasilkan (quick

yielding) untuk bekerja atau berusaha mandiri. Pada sisi lain masyarakat juga tidak ingin

kehilangan kesempatan mendapatkan pengakuan hasil belajarnya secara akademik. Untuk

memandu dua kepentingan tersebut peserta didik memerlukan pembelajaran yang lebih

luwes, meluas, dan dinamis sesuai dengan tuntutan keadaan, kebutuhan, kondisi, dan

potensi individu. Dalam hal ini relevansi pendidikan sangat diperlukan sehingga siapapun

akan memperoleh manfaat setinggi-tingginya sebagai hasil dari pembelajaran dan

pendidikan yang dijalaninya yang tidak mengasingkan, memarjinalkan atau

mendiskriminasikan pilihan peserta didik yang menentukan jalur pendidikan tertentu.

Koneksitas, kompatibilitas, integrasi, dan koherensi (KKIK) antar jalur pendidikan

ini diharapkan mampu memberi ruang dan peluang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk

memperoleh pengakuan atas pembelajaran yang telah ditempuh melalui jalur pendidikan

tertentu atau belajar mandiri oleh pemegang otoritas pengakuan hasil belajar secara

susbtansial maupun secara legal formal. Setiap saat seseorang subjek belajar selalu belajar

dari kejadian dan pengalamannya. KKIK menjadi pilihan untuk membuat pembelajaran

yang dapat diakui dalam sistem darjah (tingkat) dan tes penempatan sehingga dapat

disetarakan sesuai dengan hasil penilaian kompetensi pada pendidikan formal dan/atau

pendidikan nonformal. Dengan demikian standar kompetensi lulusan dapat dicapai setelah

Page 44: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

menempuh tes penempatan dan pembelajaran untuk mengikuti proses penyetaraan sesuai

dengan jenjang dan jenis pendidikan yang akan dijalani.

Gagasan dan implementasi KKIK antar jalur pendidikan sesungguhnya telah mulai

dilakukan oleh pengambil kebijakan dan praktisi pendidikan, walaupun mungkin

dilakukan secara tidak sengaja atau terlepas dari kepentingan KKIK tersebut. Beberapa

kebijakan yang dapat dipandang sebagai simpul-simpul KKIK antar jalur pendidikan

antara lain pengakuan hasil belajar pendahuluan (PHBP), model multi entry multi exit,

sistem kredit kompetensi (SKK), model kumpul kredit, model pengakuan kredit, ujian

nasional pendidikan kesetaraan, dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.

Pengakuan Hasil Belajar Pendahuluan (PHBP) atau Recognition of Prior Learning

(RPL) bertolak dari realitas adanya belajar sepanjang hayat melalui berbagai sumber, baik

jalur formal, nonformal, dan informal. PHBP/RPL dilakukan baik terhadap hasil belajar

yang bersertifikat (credentialled learning) maupun yang tidak bersertifikat

(uncredentialled learning). PHBP/RPL yang terakreditasi terjadi jika seseorang pindah

dari satu satuan pendidikan formal ke satuan pendidikan perguruan tinggi lainnya, atau

pernah kuliah pada perguruan tinggi yang sama, yang bersangkutan berhenti sementara

untuk kemudian melanjutkan studi lagi. PHBP/RPL terhadap hasil belajar yang tidak

terakreditasi meliputi berbagai pengalaman belajar yang diperoleh seseorang melalui

beragam kursus, pelatihan, praktik kerja/magang, prestasi, dan pengalaman bekerja yang

berlangsung sepanjang hayatnya.

PHBP/RPL adalah suatu sistem pengakuan terhadap hasil belajar, pengalaman

mengajar, atau kegiatan akademik lainnya yang diperoleh seseorang dalam pendidikan

formal, nonformal, dan informal. PHBP/RPL merupakan salah satu cara untuk mengakui

kesinambungan dan keutuhan pengalaman belajar masa lalu sebagai landasan yang

bermakna untuk pengalaman belajar masa kini dan masa yang akan datang. Pengalaman

belajar masa lalu yang tidak terakreditasi sekalipun merupakan bagian dari keutuhan

landasan yang bermakna dari pengetahuan dan keterampilan seseorang sehingga dapat

Page 45: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

dihargai dan diekuivalensikan dengan pengalaman belajar terakreditasi dalam dunia

akademik.

Pengakuan hasil belajar merupakan aktualisasi dari reformasi pendidikan di

Indonesia yang menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan

menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tuntutan

tersebut menyangkut pembaharuan sistem pendidikan menjadi lebih terbuka dan multi

makna. Untuk itu diperlukan diversifikasi layanan pendidikan yang sesuai dengan

keragaman kondisi, kebutuhan, dan potensi peserta didik.

PHBP/RPL dipersiapkan untuk menunjang kualifikasi akademik formal didasarkan

pada proses ekuivalensi, yaitu proses penyetaraan atas pengalaman hasil belajar yang

diperoleh sebelumnya ke dalam standar akademik, yaitu dalam bentuk SKS mata kuliah di

LPTK/Perguruan Tinggi. Pola PHBP/RPL ini telah diterapkan oleh Kemdikbud untuk

meningkatkan kuafilikasi dan kompetensi guru dan pendidik agar memiliki derajat

pendidikan formal S1/D-IV. Dalam hal ini PHBP dilakukan dalam kepentingan

optimalisasi layanan lembaga perguruan tinggi untuk peningkatan kualifikasi guru dan

tenaga kependidikan lainnya sehingga mereka berpendidikan akademik sarjana S1/D-

IV. Regulasi pelaksanaan program ini dituangkan dalam Permendiknas Nomor 58

Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Program Sarjana (S1) Kependidikan bagi Guru

Dalam Jabatan, yang ditinkdak lanjuti dengan Kepmendiknas Nomor 015/P/2009

tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Program Sarjana (S1)

Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan. UM termasuk yang terdaftar dalam

Kepmendiknas 015/P/2009 tersebut.

Untuk memberikan panduan (guide line) implementasi PKBP atau yang juga disebut

sebagai PPKHB (Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar) Kemdiknas (2010) telah

merumuskan dan menerbitkan sebuah buku panduan berjudul Model Penilaian Portofolio

Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB) Program Sarjana (S-1)

Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan. Namun demikian dalam implementasinya banyak

mengalami kendala, tidak banyak perguruan tinggi LPTK yang berkenan menerapkan

Page 46: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

model ini secara masif. Kesulitan administrasi akademik, keterbatasan prasarana dan

fasilitas pembelajaran menjadi alasan keengganan penerapan model ini. Walaupun belum

ada penelitian (evaluasi) yang dilakukan terhadap penerapan model ini, keengganan

menerapkan model PPKHB oleh LPTK lebih disebebkan karena ketidak percayaan awak

sistem program studi dan universitas terhadap efektivitas model ini dalam membentuk

keutuhan kompetensi kependidikan.

Konsepsi pendidikan terbuka dan multi makna diwujudkan melalui pembukaan

sistem perpindahan jalur melalui proses penyetaraan yang akan menentukan kompetensi

peserta didik dan kesesuaiannya terhadap tingkatan tertentu. Sistem ini memungkinkan

peserta didik dapat keluar dengan berbagai alasan (masalah ekonomi, bekerja, pindah

tempat, masalah keluarga, dan lain sebagainya) dan tetap berpeluang masuk kembali ke

program pendidikan dengan menunjukkan rekaman standar kompetensi yang telah dicapai,

misalnya melalui portofolio.

Sistem satuan kredit kompetensi (SKK) berlaku pada program Pendidikan

Kesetaraan baik Pogram Paket A, Paket B, dan Paket C. Pemerintah sudah berprakarsa

memulai kebijakan itu dengan menerbitkan Permendiknas nomor 14 tahun 2007 tentang

Standar Isi untuk program pendidikan kesetaraan tersebut. Pada lampiran Permendiknas

tersebut disebutkan, “Beban belajar program Paket A, Paket B, dan Paket C dinyatakan

dalam SKK yang menunjukkan bobot kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik

dalam mengikuti program pembelajaran, baik melalui tatap muka, praktek keterampilan,

dan/atau kegiatan mandiri”. SKK merupakan penghargaan terhadap pencapaian

kompetensi sebagai hasil belajar peserta didik dalam menguasai suatu mata pelajaran.

SKK diperhitungkan untuk setiap mata pelajaran yang terdapat dalam struktur kurikulum.

Pada penjelasan selanjutnya tertulis, “SKK merupakan penghargaan terhadap pencapaian

kompetensi sebagai hasil belajar peserta didik dalam menguasai suatu mata pelajaran.

SKK diperhitungkan untuk setiap mata pelajaran yang terdapat dalam struktur kurikulum”.

Salah satu alasan utama rencana penerapan sistem SKK pada pendidikan kesetaraan

adalah memberikan peluang kepada warga belajar untuk belajar sesuai dengan gaya belajar

Page 47: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

dan tingkat kesanggupan masing-masing. Dengan sistem SKK, ada kesempatan lebih luas

bagi warga belajar yang cerdas dan punya sumber daya untuk menyelesaikan pendidikan

kesetaraan lebih cepat daripada bila ia harus mengikuti sistem reguler melalui

pembelajaran semester dan klasikal. Model implementasi konsep SKK untuk pendidikan

kesetaraan telah pernah dilakukan oleh Supriyono (2009) selama dua tahun 2008 dan tahun

2009 dengan judul Model Pengelolaan Ketuntasan Belajar pada Program Pendidikan

Kesetaraan dengan Pola Satuan Kredit Kompetensi (SKK) untuk Berbagai Media Belajar

Masyarakat.

Pengakuan kredit adalah penghargaan pengalaman belajar atau kegiatan akademik

yang telah dimiliki oleh subjek didik yang kemudian diakui atau diakreditasi sebagai

komponen dari kelengkapan keutuhan kompetensi oleh otoritas penyelenggara program

pendidikan. Pengakuan kredit ini diajukan secara stelsel aktif oleh subjek didik kepada

penyelenggara program pendidikan ketika seseorang melibatkan diri pada sebuah program

pendidikan untuk mendapatkan sebuah kredensial tertentu pada satuan pendidikan formal

atau pendidikan nonformal. Pengakuan kredit hanya bisa dilakukan apabila seseorang

tercatat pada sebuah program pendidikan atau terdaftar sebagai peserta didik pada program

pendidikan tertentu. Pengalaman belajar yang bisa diakui adalah pengelaman belajar yang

didapat sebelum yang bersangkutan mencatatkan diri sebagai peserta program pendidikan

dan/atau ketika peserta didik dalam proses menjalani program pendidikan. Sebagai

ilustrasi, ketika mahasiswa pindah program studi atau perguruan tinggi maka satuan kredit

semester yang pernah ditempuh dan lulus dapat diekuivalensi, ketika seorang mahasiswa

akan menempuh matakuliah produksi media pendidikan di mana yang bersangkutan telah

berpengalaman dalam produksi multi media (film dan/atau animasi), maka mahasiswa

tersebut langsung diakreditasi pengelaman belajarnya sebagai telah menempuh mata kuliah

produjksi media, tentunya setelah dilakukan proses validasi dan verifikasi. Universitas

Negeri Malang secara regulatif telah menerapkan konsep pengakuan kredit ini melalui

Pasal 21 pada Pedoman Pendidikan mulai edisi 2010. Yang perlu mendapat catatan

penerapan konsep ini belum sepenuhnya implementatif di tingkat program studi.

Page 48: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Kumpul kredit adalah kegiatan mahasiswa untuk menempuh dan menyelesaikan

beban studinya melalui kegiatan nonreguler. Apabila mahasiswa reguler menyelesaikan

studinya melalui kegiatan perkulihan reguler sebagai mahasiswa penuh waktu (full-time

student), maka mahasiswa kumpul kredit menyesaikan studinya melalui kegiatan belajar

yang bersifat on-off. Ketika memiliki waktu cukup dia akan mengikuti kegiatan

perkuliahan, namun ketika memiliki agenda lain yang lebih prioritas dia bisa cuti kuliah

dengan tetap mencatatkan diri sebagai mahasiswa terdaftar di perguruan tinggi afiliasinya.

Yang perlu dicatat bahwa penerapan konsep ini juga belum sepenuhnya implementatif di

perguruan tinggi karena terkendala oleh kerumitan sistem administrasi kemahasiswaan dan

administrasi akademik.

Konsep multi entry multi exit menunjuk pada adanya peluang bagi seorang peserta

didik melakukan pindah jalur, pindah satuan pendidikan, dan atau pindah jenis/jenjang

program sesuai dengan situasi yang dialami. Sebagai ilustrasi, karena alasan ekonomi,

keluarga, atau mobilitas geografis seorang siswa SMA tidak bisa menyelesaikan studinya

di sebuah SMA asal, kemudian pindah jalur pada program Paket C, atau sebaliknya. Pada

jalur pendidikan nonformal pola multi entry multi exit sudah biasa terjadi, misalnya pada

program kursus Bahasa Inggris di mana mobilitas perpindahan peserta kursus antar

lembaga sangat sering terjadi.

Ujian nasional pendidikan kesetaraan (UNPK) atau yang juga disebut sebagai ujian

nasional program paket (UNPP) diselenggarakan sebagai proses akreditasi kompetensi

peserta didik program paket untuk mendapatkan pengakuan (sertifikat) pendidikan

kesetaraan. Secara operasional UNPK/UNPP disiapkan bagi para peserta didik warga

belajar Program Paket A, B, dan C. Karena alasan-alasan administratif dan regulatif

UNPK/UNPP hanya disediakan untuk warga belajar program yang telah tercatat pada

satuan-satuan lembaga penyelenggara program paket. Secara konseptual pola

UNPK/UNPK bisa digunakan sebagai pintu sertifikasi kompetensi kesetaraan atau

kompetensi lainnya sepanjang lembaga penyelenggara ujian/sertifikasi memiliki

kredibiltas yang tinggi.

Page 49: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Melalui Peraturan Presiden RI nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi

Nasional Indonesia (KKNI) Pemerintah Republik Indonesia berkehendak adanya acuan

yang jelas tentang kesetaraan kompetensi kerja sebagai luaran lembaga/program

pendidikan dengan dunia kerja yang disepekati secara nasional dan kompatibel dengan

kerangka kualifikasi kerja secara internasional. Putra (2012), seorang anggota Tim IQF

(Indonesian Quality Framework), menyatakan bahwa KKNI adalah penjenjangan capaian

pembelajaran yang menyetarakan luaran bidang pendidikan formal, nonformal, informal,

atau pengalaman kerja dalam rangka pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur

pekerjaan di berbagai sektor. Jenjang kualifikasi adalah tingkat capaian pembelajaran yang

disepakati secara nasional, disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan dan/atau pelatihan

yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja.

KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem

pendidikan dan pelatihan nasional yang dimiliki Indonesia.

Konsep dasar KKNI sangat kompetibel dengan ide KKIK antar jalur pendidikan, dan

diharapkan mampu memberi ruang dan peluang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk

memperoleh pengakuan atas pembelajaran yang telah ditempuh melalui jalur pendidikan

tertentu atau belajar mandiri oleh pemegang otoritas pengakuan hasil belajar secara

susbtansial maupun secara legal formal, khususnya pada dunia kerja. Peran Kemendikbud

dalam peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia berbasis KKNI adalah (1)

Menjamin akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan melalui Penyetaraan Jenis dan Strata

Pendidikan Nasional berbasis KKNI, (2) Mengembangkan strategi dan kebijakan

implementasi Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) dalam sektor pendidikan, (3)

Menjamin Pendidikan Sepanjang Hayat melalui pnegembangan kebijakan pendidikan

berbasis Multi Entry Multi Exit yakni perpindahan antara jenis, jalur dan strata pendidikan

tinggi, dan (4) Menjamin implikasi KKNI terhadap peningkatan mutu pendidikan:

Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu (SPMI) sesuai dengan sasaran KKNI (Putra,

2012). Berikut ini salah satu visualisasi keterkaitan pendidikan formal, pendidikan

nonformal dan pendidikan informal dengan pengakuan derajad stratifikasi kompetensi dan

renumerasinya.

Page 50: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Pencapaian Level KKNI Melalui Berbagai Jalur

1

2

3

4

5

6

7

9

8

Gambar 3: Interaksi Pencapaian Level KKNI antara Latar Pendidikan Formal, Pendidikan

Nonformal dan Informal, Jenjang Profesionalitas,

dan Karir Jabatan (dikutip dari Putra, 2012)

Dalam gambar tersebut, sisi bawah kanan adalah interaksi dari jalur pendidikan nonformal

dan pendidikan informal sebagai komponen pembentuk kompetensi okupasi, vokasi, dan

profesional yang akan berpengaruh terhadap jenjang kompetensi kerja, jabatan, dan

renumerasinya.

Berapa simpul KKIK antar jalur pendidikan sebagaimana terurai di atas masih

bersifat sebagain saja. Masih ada pola-pola manajemen pendidikan dan praktek bagus (best

Page 51: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

practice) pendidikan yang bisa saling dipertautkan untuk terciptanya KKIK dalam sistem

pendidikan nasional di Indonesia. Tiga praktek model pendidikan lain yang bisa digunakan

sebagai model implementasi KKIK adalah preseden model SKS (Sistem Kredit Semester)

dan satuan kredit semester (sks) di perguruan tinggi dan pada sekolah, model SKU dan

SKK (syarat kecakapan umum dan syarat kecakapan khusus) pada Gerakan Pramuka, dan

model Iqro’ untuk pembelajaran huruf Arab.

Pada sistem sks di perguruan tinggi, untuk memperoleh seperangkat kompetensi di

pada perguruan tinggi, mahasiswa ditamsilkan memprogram/mengam-bil sejumlah satuan

kredit untuk setiap satuan semester. Untuk melunasi kredit itu ia harus mengerjakan tiga

kegiatan belajar secara terintegratif, yakni kuliah tatap muka, mengerjakan tugas

terstruktur, dan mengerjakan tugas mandiri. Apabila ia mampu memenuhi persyaratan

administratif dan tugas perkuliahan tersebut sebagaimana yang dipersyaratkan, maka

dosen pembina mata kuliah di bawah panduan pedoman akademik universitas akan

menyatakan mahasiswa yang bersangkutan LULUS dan memperoleh sejumlah bobot

kredit sesuai yang tertera pada kurikulum program studi. Seorang mahasiswa dinyatakan

lulus sebuah jenjang pendidikan tententu apabila telah mampu membukukan (lulus) semua

sks yang dipersyaratkan.

Model SKU dan SKK pada Gerakan Pramuka digunakan sebagai instrumen

pengelolaan pengakuan kecakapan anggota Pramuka. SKU digunakan untuk mengukur

dan mengakui kemampuan anggota pada kompetensi umum kepramukaan, mulai dari

komitmennya terhadap organisasi, kerajinannya mengikuti latihan-latihan, dan

penguasaannya terhadap kompetensi umum kepramukaan. Sedangkan SKK digunakan

untuk mengukur dan mengakui kemampuan anggota pada kompetensi khusus yang disebut

kemampuan kesakaan, yaitu peminatan dan kompetensi khusus.

Daftar satuan SKU dan SKK tertulis dalam sebuah buku saku yang harus dimiliki

oleh seorang anggota Pramuka. Sepanjang hari-hari latihan, seorang anggota Pramuka

belajar berbagai kecakapan hidup sesuai dengan jenjang usia dan kemampuan yang

disediakan untuknya, sesuai dengan lingkungan alam--sosial yang bersangkutan. Apabila

Page 52: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

ia merasa telah menguasai satu atau lebih satuan SKU/SKK, maka ia mengajukan diri

untuk diuji oleh pembinanya. Setelah pembina melakukan pengukuran (asesmen) terhadap

anggota yang bersangkutan dan merasa puas atas performance anggota sesuai dengan

peraturan dan berlandaskan kode etik dan profesionalisme Pembina Pramuka, maka

Pembina tersebut memberikan paraf yang berarti “persetujuan” pada Buku SKU/SKK

yang dimiliki anggota, sebagai bukti bahwa anggota itu telah cakap mengerjakan sebuah

kompetensi. Demikian seterusnya sampai sejumlah kecakapan yang dipersyaratkan pada

satu jenjang jabatan terpenuhi, maka anggota Pramuka itu boleh mengajukan ujian

kenaikan tingkat. Anggota Pramuka yang tidak pernah mengajukan ujian SKU dan SKK,

maka yang bersangkutan tidak akan pernah mendapatkan brevet kecakapan tingkat

tertentu.

Iqro’ adalah metode pembelajaran membaca huruf Arab yang sangat dikenal di

satuan-satuan Taman Pendidikan Al Qur’an. Dengan metode ini kemampuan membaca

huruf Arab disusun secara berjenjang sebanyak enam tahapan yang disebut Iqro’ 1 sampai

dengan Iqro’ 6, di mana Iqro’ 1 adalah pelajaran yang paling sederhana berupa pelajaran

pengenalan abjad huruf hijaiyah beserta harokat-nya. Seorang siswa harus terlebih dulu

menguasai secara sempurna (mastery) kompetensi yang tertuang pada Iqro’ 1 sebelum

beranjak ke pelajaran pada Iqro’ 2; demikian seterusnya. Keterangan tingkat penguasaan

kompetensi itu dicatat dalam sebuah buku semacam buku rapor yang berisi tingkatan-

tingkatan kompetensi baca tulis secara hirarkis. Pihak yang berwenang menetapkan tingkat

penguasaan itu adalah para pengajar, yakni para Ustadz atau Ustadzah (tutor). Dengan

demikian setidaknya terdapat dua jenis dokumen yang dimiliki oleh setiap siswa sebagai

komponen model Iqro’, yaitu buku paket belajar Iqro’ dan buku catatan laporan kemajuan

belajar siswa.

Berdasarkan buku laporan tingkat penguasaan kemampuan baca tulis tersebut

seorang siswa Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) dapat melanjutkan pelajaran baca

tulisnya di mana pun ia bermukim. Bilamana suatu saat dia berpindah tempat tinggal,

sepanjang ada lembaga penyedia layanan atau penyelenggara program Iqro’, maka dia bisa

meminta program belajar lanjutannya, setelah terlebih dahulu menjalani tes penempatan.

Page 53: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Apabila dia sempat putus belajar, maka untuk memulai lagi program belajarnya, sang

Ustad akan melakukan tes penempatan untuk mengetahui di mana pelajaran berikutnya

harus dimulai lagi. Dengan metode Iqro’ ini proses belajar dapat menerapkan sistem multi

entry and multi exit, yakni kapanpun bisa memulai belajar dan kapan pun bisa (boleh)

putus belajar dengan berbagai alasannya, untuk suatu saat nanti melanjutkan lagi program

belajar ngajinya.

Berdasarkan preseden sistem SKS di perguruan tinggi, sistem SKU dan SKK

dalam Gerakan Pramuka, dan sistem Iqro’; model KKIK dalam sistem pendidikan nasional

dapat dikembangkan. Hal-hal yang diambil dari ketiga sistem tersebut adalah model

pembobotan kompetensi menjadi satuan kredit kompetensi (skk), kalender pendidikan,

cara mengadministrasikan ketuntasan belajar, serta cara pengujiannya.

G. PENUTUP

Hadirian yang saya mulyakan.

Dari berbagai diskripsi yang telah dipaparkan di atas, terkait dengan gagasan upaya

menciptakan koneksitas, kompatibilitas, integrasi, dan koherensi antar jalur, program, dan

satuan pendidikan yang dibutuhkan daalam sistem pendidikan nasional di Indonesia, untuk

mengaktualkan pinsip belajar dan pendidikan seumur hidup, berikut adalah butir-butir

kesimpulan yang relevan.

1. Simpulan

a. Koneksitas antar jalur pendidikan merupakan amanat undang-undang, memiliki

landasan filosofis dan konseptual, pragmatis, dan kebutuhan yang sangat kuat, serta

menjadi kebutuhan strategis dalam penataan sistem pendidikan nasional di Indonesia;

namun belum teraktualisasi secara sistemik dalam sistem pendidikan nasional.

b. Belum ada koneksitas sistematis antar jalur pendidikan dan program pendidikan dalam

membentuk sosok manusia ideal sebagaimana yang diidamkan. Yang terjadi adalah

Page 54: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

gerakan atomistis, anomik, dan ego sektoral. Bahklan pada program pendidikan yang

paling dekatpun tidak ada komunikasi apalagi integrasi, misalnya, antara sekolah

dengan lembaga bimbingan belajar, lembaga kursus mata pelajaran, dan atau lembaga

les privat.

c. Ada beberapa pola dan model penyelenggaraan pendidikan, regulasi, dan kebijakan

yang dapat difungsikan sebagai simpul KKIK antar jalur pendidikan yang bisa lebih

mensinergikan sistem pendidikan nasional sehingga menjadi lebih efisien, efektif serta

yitu: pengakuan hasil belajar pendahuluan (PHBP), model multi entry multi exit,

sistem kredit kompetensi (SKK), model kumpul kredit, model pengakuan kredit, ujian

nasional pendidikan kesetaraan, dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

(KKNI).

d. Dibutuhkan adanya revisi peraturan perundangan tentang Sistem Pendidikan Nasional

yang berkaitan dengan pendidikan informal dan pendidikan nonformal, koneksitas

antar jalur, program, dan satuan pendidikan yang benar-benar mempu mewujudkan

sebuah sistem pendidikan nasional yang utuh, saling kompetibel, integratif, efisien,

dan efektif dalam mewijudkan sosok insan kamil dan masyarakat madani. Momentum

revisi undang-undang sistem pendidikan nasional yang dihajadkan oleh lembaga

legislatif nasional pada tahun 2013 harus dimanfaatkan untuk merkonstruksikan KKIK

antar jalur, program, dan satuan ini.

2. Saran-saran

Realitas yuridis dan empiris yang demikian merupakan tantangan yang dihadapi

Sistem Pendidikan Nasional. Oleh sebab itu, Kementerian Pendidikan Nasional bersama

kementerian dan lembaga terkait perlu menentukan langkah-langkah strategis, sistematis

dan terencana untuk mengembangkan model koneksitas, kompatibilitas, integrasi, dan

koherensi (KKIK) antar jalur pendidikan. Gagasan untuk pengembangan pendidikan

nonformal dan pendidikan informal sebagai suatu usaha sadar dan terencana di dalam

Sistem Pendidikan Nasional menuntut kebijakan penting. antara lain sebagai berikut:

Page 55: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

1) Mengembalikan konsep pendidikan nonformal dan pendidikan informal sesuai dengan

makna yang sesungguhnya sehingga dapat mewujudkan amanat UUD 45. Konsep dan

makna pendidikan nonformal tidak lagi direduksi sebatas pada program pendidikan

yang bersifat sebagai pelengkap, penambah, dan pengganti pendidikan formal.

Sementara pendidikan informal yang ada saat ini, sebagaimana tertuang dalam dalam

UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat (1), (2), dan

(3), telah tereduksi menjadi sekedar belajar mandiri di keluarga dan lingkungan,

sebagai subordinasi pendidikan formal dan nonformal. Untuk itu perlu ada upaya

sinkronisasi di tingkat undang-undang.

2) Perlu adanya ketentuan-ketentuan turunan dari UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan pendidikan informal dan pendidikan

nonformal, yang dapat dijadikan landasan operasional pengembangan dan

pelembagaannya. Sampai dengan saat ini tuntutan penerbitan Peraturan Pemerintah

tentang pendidikan nonformal dan pendidikan informal sebagaimana diminta UU No

20 Tahun 2003 pada Pasal 26 ayat (7) dan Pasal 27 ayat (3) belum berhasil

diwujudkan.

a. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur

lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (Pasal 26 ayat [7].

b. Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (Pasal

27 ayat [3].

3) Perlu adanya lembaga (setidaknya setingkat direktorat) yang secara teknis mengelola

program-program pengembangan pendidikan informal dan pendidikan nonformal

yang betul-betul memahami peta masalah, garapan, dan menejerial pendidikan

nonformal dan pendidikan informal sebagai subsistem pendidikan nasional yang

sangat strategis bagi pembentukan karakter dan kompetensi warga negara.

4) Perlu peningkatan layanan pendidikan nonformal dan/atau pendidikan informal yang

dapat menciptakan lingkungan mendidik di keluarga dan di masyarakat.

Page 56: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

5) Perlu pengembangan kompetensi dasar pendidik yang sesuai dengan karakteristik

pendidikan informal dan pendidikan nonformal, agar mereka dapat berfungsi optimal

di lingkungannya.

Dalam rangka mendukung implikasi-implikasi kebijakan di atas perlu dilakukan

kajian-kajian yang mendalam tentang potensi dan aktualisasi pendidikan informal dan

pendidikan nonformal dalam Sistem Pendidikan Nasional.

PENGAKUAN DAN UNGKAPAN PENGHARGAAN

Hadirin yang saya hormati,

Berkat pertolongan, ridha, dan kehendak Allah SWT dan dorongan berbagai pihak,

akhirnya saya mendapat kesempatan memangku jabatan akademik tertinggi sebagai guru

besar yang tidak pernah saya cita-citakan ketika masa kanak-kanak dan remaja, dan

sekaligus pada hari ini saya mampu menyampaikan pidato pengukuhan jabatan guru besar

tersebut. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan menjaga kesehatan, kecerdasan

otak dan kecerdasan hati ini sebagai karunia yang tak terhingga harganya, apabila Allah

SWT menghendaki maka dalam sekejap seluruh karunia kecerdasan ini akan hilang tanpa

bekas. Allahu Akbar.

Dalam kesempatan yang baik dan mulia ini perkenankan saya menyampaikan

penghargaan dan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan berjasa

dalam hidup dan karir saya.

Kepada Pemerintah Republik Indonesia, khususnya Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan saya menyampaikan terimakasih karena telah dipercaya untuk menduduki

jabatan Guru Besar. Terima kasih yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada Rektor

UM Prof. Dr. H. Soeparno yang telah memberikan dorongan terus-menerus kepada saya

untuk mengurus diri agar cepat mencapai jenjang jabatan Guru Besar. Tidak hanya itu,

sebagai Rektor UM maupun sebagai pribadi, Pak Parno, demikian banyak memberikan

kesempatan dan kepercayaan kepada saya dalam kepanitiaan ad-hoc di UM sehingga saya

Page 57: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

bisa menunjukkan kemampuan saya sekaligus merasa tertantang sekaligus memacu

andrenalin akan kesanggupan saya menyelesaikan tugas-tugas tersebut secara baik.

Kepada segenap pimpinan universitas yang lain ketika usulan guru besar ini dimajukan,

Bapak Dr. Kusmintradjo, M.Pd. (Warek I), Prof. Dr. Rofi’udin, M.Pd. (Warek II), Bapak

Drs. Kadim Masykur, M.Pd. (Warek III), dan Bapak Drs. Ir. Isnandar, M.T. (Warek IV),

para Dekan, Ketua Lembaga dan khususnya Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Prof. Dr. H.

Hendyat Sopetopo, M.Pd, para Pembantu Dekan dan Staf Tata Usaha Fakultas Ilmu

Pendidikan saya ucapkan terima kasih atas segala fasilitasi dan kerjasamanya.

Kepada Ketua, Sekretaris Jurusan PLS beserta segenap kolega dosen jurusan, saya

sangat berterimakasih atas pemberian kesempatan dan dukungannya, serta iklim kerja yang

kondusif kepada saya sampai ke jenjang jabatan Guru Besar, tanpa mereka sulit untuk

meraihnya karena tidak ada Guru Besar Bidang PLS jika tanpa keberadaan jurusan

tersebut. Hampir semua dosen yang sudah pensiun dan yang sekarang bertugas adalah para

dosen yang turut nggula-wenthah saya. Salam hormat kepada bapak-bapak dosen: Prof.

Drs. HM. Saleh Marzuki, M.Ed., Drs. H.M. Sofwan, M.Pd., Drs. B. Suparna, M.Pd., Drs.

H. Abdillah Hanafi, M.Pd., Dr. Sapaiah S. Faisal, Drs. Mulyadi Guntur Waseso, Drs.

HMA. Prawoto, M.Pd., Drs. Nurhadi Musa, M.Pd., Drs. Ishom Ihsan, M.Pd., Drs. Imam

Hambali, M.Pd., dan Dr. Ach. Rosyad, M.Pd. Ungkapan terimakasih, dan doa seorang

murid selalu saya panjatkan. Khusus kepada Bapak Dr. M. Ishaq Maulana, M.Pd. saya

sampaikan terima kasih atas kerbersamaan dan kerjasama selama menempuh studi doktor

di UPI Bandung. Kepada beliau para dosen Jursan PLS UM yang sudah tiada semoga

mendapat tempat yang bahagia di sisi Alloh SWT, yakni Pak Soedomo, Pak Nachrowi,

Pak Sardjan Kadir, Pak Latief Ismail, pak Zainal Arifin, pak Ikhsan Hadi Saputro, dan pak

In’am Sulaiman. Kepada yang masih sugeng semoga diberi kesehatan dan panjang usia

oleh Allah swt., sejahtera, dan bahagia bersama para putra dan para cucu, mulai dari Prof.

Drs. H.M. Saleh Marzuki, M.Ed. dan Bapak Drs. H.M. Sofwan, M.Pd., sampai dengan

generasi dosen PLS angkatan 1981. Penghargaan dan terima kasih saya ini disertai

permohonan maklum atas segala keterbatasan dan kekurangan daya pikir, kemampuan,

Page 58: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

dan perilaku saya yang belum bisa menyempurnakan sosok akademisi PLS sebagaimana

yang ingin Bapak-bapak wujudkan dalam sosok ideal guru besar PLS yang saya sandang.

Tanpa mengurangai makna jasa para senior lainnya, perlu saya sebutkan adanya

empat orang dosen PLS UM yang begitu berpengaruh dalam memberikan hikmah dan

inspirasi bagi saya. Kepada mereka saya sampaikan terimakasih secara khusus. Mereka

adalah: (1) Prof. Drs. H.M. Soedomo, M.A, (2). Prof. Drs. H.M. Saleh Marzuki, M.Ed., (3)

Dr. Sanapiah S. Faisal, dan (4) Drs. Mulyadi Guntur Waseso.

Prof. H.M. Soedomo, M.A. adalah “guru spiritual” saya. Walaupun saya hanya

sempat akrab dengan beliau selama satu setengah tahun ketika menempuh studi S2 tahun

1994 – 1995, saya merasa begitu dekat dan senantiasa mendapat pertolongannya secara

tidak langsung. Kemudahan dan kelancaran urusan selalu saya dapatkan ketika

berhubungan dengan kolega PLS di Indonesia, karena begitu diketahui saya adalah orang

Jurusan PLS UM, murid Pak Domo, maka seolah mendapat “syafaat” karena telah

“bertawasul” kepada Pak Domo, semua urusan menjadi cepat dan lancar.

Allahumaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fuanhu, semoga Allah SWT telah menyiapkan

sorga untuk beliau.

Prof. Drs. H.M. Saleh Marzuki, M.Ed. adalah guru, pembimbing dan orangtuaku.

Skripsi S1 dan tesis S2 saya selesai atas bimbingannya. Ilmu dan pengetahuan yang saya

miliki sebagian adalah ajaran dan bimbingannya. Nilai-nilai hidup yang saya terapkan

sebagian adalah petuahnya yang disampaikan dalam forum informal, nonformal, maupun

formal. Terima kasih atas segala bimbingan dan nasehatnya, disertai permohonan maaf

bila ada hal yang kurang berkenan di hati, termasuk keterlambatan saya mengurus diri

untuk mencapai jabatan guru besar.

Dr. Sanapiah S. Faisal adalah inspirator saya. Harus diakui bahwa pola perilaku

egalitarian yang berkembang di Jurusan PLS UM adalah ajaran Pak San. Terimakasih Pak

San atas segala inspirasi dan diskusi-diskusinya yang selalu mengejutkan, menantang, dan

memancing untuk berpikir ulang. Sedangkan Drs. Mulyadi Guntur Waseso (Pak Guntur)

adalah mentor saya dalam penelitian, pengoperasian komputer, dan menulis karya ilmiah.

Page 59: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Proposal penelitian saya yang pertama dengan dana DIP tahun 1989 adalah atas berkat

dorongan dan bimbingan beliau. Keberanian saya pertama kali mengoperasikan komputer

pada tahun 1992 adalah berkat kegigihannya berkali-kali “menculik” saya untuk dibawa ke

rumah beliau (sewaktu masih pidalem di Perumahan Poharin, sekarang sudah jengkar ke

Ndalem Mertojayan) untuk dilatih mengoperasikan komputer. Keberanian saya menulis

artikel opini di koran, majalah, dan artikel ilmiah di jurnal adalah berkat provokasi melalui

“show of” dan suri tauladan yang ditampilkannya sebagai penulis dan penyunting naskah

buku dan artikel jurnal yang produktif hingga saat ini.

Penghargaan dan ucapan terimakasih saya sampaikan kepada semua guru mulai

dari Taman Kanak-kanak Pertiwi 2 Desa Wonorejo Talun Blitar, Sekolah Dasar Negeri

Wonorejo I Talun Blitar, SMP Negeri I Wlingi Blitar, SPG Negeri Blitar, sampai dosen

Prodi S1 dan S2 PLS IKIP Malang dan program Pasca Sarjana S3 PLS UPI Bandung.

Dalam hal ini, jasa kepala sekolah sewaktu saya sekolah di SD, bapak Darijono Ugroseno

(alm), dan wali kelas VI tahun 1976, Ibu Soemartiwi, sangat saya kenang dan hargai.

Beliau berdua adalah pemandu bakat dan aktor intelektual atas terpilih saya dalam seleksi

di tingkat kecamatan untuk memperoleh beasiswa Pembinaan Bakat dan Prestasi (kalau

tidak salah menyebutkan namanya) dari Depdikbud. Beasiswa inilah yang saya rasakan

sangat berpengaruh terhadap self-efficacy perception dan pandangan saya tentang potensi

diri. Dalam kapasitas ini secata khusus saya sampaikan rasa hormat dan terimaksih kepada

Bapak Prof. Dr. Soetaryat Trisnamansyah, M.A. dan Dr. H.M. Zainuddin (alm.), beliau

adalah promotor dan pembimbing studi doktor saya di UPI Bandung, bersama Bapak Prof.

Dr. Endang Sumantri, M.Ed. Tiada terhitung kebaikan, kebijakan, dan jasa beliau berdua

sekeluarga terhadap saya. Bahkan perhatian dan kasih sayang Pak Taryat itu masih saya

terima sampai hari ini. Untuk Pak Zainuddin, semoga almarhum ditempatkan di sisi Allah

SWT, diterima amal baiknya dan diampuni semua dosa dan kesalahannya.

Allohumaghfirlahu, warhamhu wa’affihi wa’fu’anhu.

Khusus kepada yang terhormat Prof. Dr. H.S. Mundzir, M.Pd. (Guru Besar PLS

UM) dan Prof. Dr. Achmad Fatchan, M.Pd., M.Si. (Guru Besar Pendidikan Geografi FIS

UM), saya sangat berterimakasih yang telah bersedia menjadi reviewer atas karya tulis

Page 60: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

saya, serta perkenan beliau merekomendasikan kelayakan saya untuk diusulkan kepada

pemerintah untuk menjadi Guru Besar dan alhamdulillah disetujui.

Kepada penyunting dan tata usaha Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP) khususnya Pak

Drs. M. Guntur Waseso, Ibu Dra. Aminarti Siti Wahyuni, dan mbak Retno; Jurnal

Teknologi Pendidikan khususnya Bapak Dr. Waras, M.Pd.; Jurnal Pendidikan dan

Pembelajaran khususnya Bapak Prof. Dr. Ipung Yuwono, M.Ed; saya sampaikan terima

kasih yang setinggi-tingginya atas perhatian, peluang, dan kerjasamanya sehingga artikel

jurnal saya termuat pada jurnal-jurnal terakreditasi nasional tersebut, sehingga memenuhi

syarat komponen untuk usulan jabatan guru besar. Dalam era pengusulan jabatan guru

besar saya saat itu (sampai hari ini) artikel yang termuat di jurnal terakreditasi nasional

merupakan hal yang paling sulit didapatkan/dipenuhi. Dalam kapasitas ini ungkapan

terima kasih saya sampaikan juga kepada para penyunting jurnal lainnya (yang non

akreditasi) yaitu Visi (UNJ & Dit PTKPNF), Jurnal Pendidikan Nonformal dan Buletin

Mediksi (BPPNFI Regional II Surabaya) yang telah menerima dan memuat artikel-artikel

ilmiah yang saya gunakan untuk usulan guru besar.

Terima kasih saya sampaikan pula kepada para senior, sahabat, dan teman sejawat

atas segala perhatian, atensi, pemberian kesempatan, dan kerjasama yang baik ketika

mengerjakan tugas dinas maupun mencari solusi atas masalah-masalah pribadi. Saya

merasa berarti, tenteram dan terlindungi ada di antara bapak-bapak dan ibu sekalian.

Komunikasi, silaturahmi, interaksi, dan diskusi bersama para senior, sahabat, dan sejawat

ini telah ikut mewarnai hidup dan karir saya. Dalam kapasitas ini adalah Prof. Dr. H.

Sukowiyono, SH., M.H., Prof. Dr. Hariyono, M.Pd., Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd., Prof. I

Nyoman Sudana Degeng, M.Pd., Prof. Dr. Punaji Setyosari, M.Ed., Prof. Dr. Ruminiati,

M.S., Dr. Triyono, M.Pd., Dr. Hardika, M.Pd., Drs. H. Sutrisno, S.Pd. M.Pd., Prof. H.M.

Sochieb, M.Pd. (alm.), Prof. Dr. Ery Trijatmiko RWW, M.A. M.Si., Dr. Bambang

Pranowo, M.Pd., Prof. Dr. Budi Eko Sucipto, M.Ed., M.Si., Prof. Dr. Wahyudi, M.Pd.,

M.M., Dr. H. Suharto S.M., M.Pd. M.M., Prof. Dr. F. Danardhana Murwani, M.M., Dr. H.

Sutrisno, M.M., Drs. Sugeng Rahayu, Drs. Suwarno Winarno, Dr. Waras, M.Pd., Drs.

Andoko, MT., Drs. Maftuchin Romlie, M.T., Prof. Dr. M.E. Winarno, M.Pd., Drs. H.

Page 61: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Mahmud Yunus, M.Kes., Drs. Mu’arifin, M.Pd., Drs. Sapto Adi, M.Kes., Prof. Dr. Anang

Santoso, M.Pd., Prof. Dr. Suyono, M.Pd., Prof. Dr. Joko Saryono, M.Pd., dan Dr. Gunadi

Harisulistyo, M.Pd.

Peran dan jasa jajaran Ditjen PMPTK dan Ditjen PNFI Kementerian Pendidikan

Nasional Jakarta juga sangat signifikan dalam ikut mengantarkan karir saya sehingga

mampu memangku jabatan Guru Besar PLS. Sebagian besar kredit poin untuk karya

ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat yang saya kumpulkan adalah berkat banyaknya

kesempatan yang saya terima dari dua Ditjen tersebut sebagai konsultan, nara sumber, dan

peserta dalam berbagai workshop, seminar, dan diklat tentang PNFI. Dalam hal ini peran

dan jasa bapak Dr. Erman Syamsuddin, M.Pd. (mantan Direktur PTK PNF, sekarang

Direktur PAUD Kemdikbud) beserta jajaran stafnya, serta bapak Drs. H. Harun Al-Rasyid,

M.Si. (sekarang Dosen di Universitas Trunojoyo Madura) dan bapak Drs. Sucahyono,

M.Pd. (sekarang Dosen di Universitas Negeri Surabaya), beliau berdua adalah mantan

Kepala Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional IV Surabaya.

Untuk semua kesempatan dan kerjasama yang telah diberikan untuk saya, saya sampaikan

terima kasih.

Ketika menempuh studi S1 saya merasa sangat berhutang budi kepada keluarga

Bapak Sahari (alm) di Klampok Kasri Gang II-D Nomor 190 Malang, tempat di mana saya

kost selama lima tahun. Ketika mulai belajar bekerja sebagai CPNS tahun 1988, menikah

tahun 1990 sampai tahun 1997 saya numpang di “rumah dinas” Paklik Sajitno (alm) di Jl.

Besar ijen 94 Malang. Dan ketika menempuh studi S3 kami sekeluarga juga kos di rumah

keluarga Bapak Haji Mohammad Ido (alm.) di Jl. Gegerkalong Girang 9 Bandung selama

tiga tahun. Kami sampaikan terima kasih atas segala kesediaan menerima, bantuan dan

pertolongannya, pemberian tarif kos yang lebih murah dibanding konsumen yang lain dan

keistimewaan fasilitas lainnya.

Kepada orang tua saya, ayahanda Soepartono (87 tahun) dan ibunda Welas (75

tahun), serta bapak-ibu mertua Bapak Soejoto (82 tahun) dan ibu Lasmiati (72 tahun), saya

haturkan sembah sungkem untuk kesekian kalinya, penghargaan dan terima kasih yang tak

Page 62: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

ada tandingannya atas segala kasih sayang, perhatian dan doa restunya. Selanjutnya, saya

sampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada istriku Titik Purwowinarni,

S.Pd. yang telah mendampingi, merawat saya dan memberi semangat dalam hidup ini,

termasuk mencapai Guru Besar dan hidup saya selanjutnya. Demikian pula kepada ketiga

anakku: Riset Wijang Prihandana, Wuwuh Wijang Prihandini, dan Anisa Wijang

Prihandani, mereka telah ikut memberi semangat hidup dan penghilang duka lara.

Memandangmu bertiga bersendagurau, “bertengkar” dan saling menggoda, dan belajar

(dan bekerja membantu orangtua); bahkan di kala kalian tertidur pulas pun di wajah kalian

senantiasa tergambar masa depan yang indah. Dari ketulusan gerak hatimu, gerak bibir,

dan tengadah tanganmulah doa anak sholeh/khah senantiasa kami rindukan di dunia dan di

akhirat kelak. Kepada semua saudara adik sekandung dan adik ipar: Dwi Purwanti,

Trimanto, S.Pd., Ari Krismawati, Sujito, S.Kom., M.Pd., Septiana Okhirawati, A. Dwi

Purnomo, dan Tri Rudi W. (alm) beserta keluarga masing-masing, saya sampaikan terima

kasih atas kehidupan rukun, saling asih asuh dan pengertian yang tercipta. Terima kasih

pula saya sampaikan kepada Ustad Ali Alatas, Ustad Sasmito, dan kelompok pengajian

Masjid Ahmad Yani yang menjadi tempat kami sekeluarga belajar “Iqro’’secara privat dan

melalui kursus. Jazakumullah khairan katsyira.

Kepada Kasubag Kumtala UM Drs. Sudibyo Putra, M.Pd. (mas Dibyo) beserta

jajaran staf, Bagian Kepegawaian UM, dan semua pihak yang telah berupaya

terselenggaranya acara pengukuhan ini saya sampaikan terima kasih yang tulus.

Kepada siapa saja dan/atau pihak manapun yang telah membantu mengantar saya

ke jenjang guru besar dan belum sempat disebutkan dalam naskah pidato ini saya ucapkan

terima kasih dan permohonan maaf.

Terakhir saya berterima kasih dan bertawakal kepada Allah SWT. Syukur

Alhamdulillaah atas karunia yang berlimpah kepada kami sekeluarga semoga tetap dalam

bimbingan Nya. Karena kuasa-Nya-lah otak ini berfungsi untuk berpikir, hati ini dapat

merasa, dan segenap potensi jiwa raga ini bisa bertasbih dan bersujud. Berkat karunia-Nya,

yang demikian besar saya dapat dititipi sedikit ilmunya dari sekian maha luas ilmu

Page 63: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

pengetahuan yang dimiliki-Nya. Amanah memangku jabatan guru besar ini semakin

menyudutkan saya pada sebuah titik sempit betapa kecil ilmu maha luas yang dimiliki

oleh-Nya yang bisa saya pelajari. Semakin mendapat kesempatan maju sedikit menguasai

sekelumit pengetahuan, semakin terasa betapa masih begitu banyak ilmu pengetahuan lain

yang belum dan tidak mungkin saya kuasai.

Robbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghira. Rabbana

hablana min azwajina wadzurriyatina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqina imama.

Amin.

Atas kesabaran Bapak, Ibu dan Hadirin sekalian mengikuti acara ini, saya ucapkan

terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Malang, Sptember 2012

SUPRIYONO

Page 64: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

REFERENSI

Apps, Jerold W. 1979. Problems in Continuing Education, New York: McGraw Hill, Inc.

Axinn, Nancy W. 1976. Non-Formal Education and Rural Development. Monograph.

Michigan: Michigan State University.

Breembek, Cole S. 1983. New Strategis for Educational Development. Lexington: DC

Health and Company.

Coombs, Philip H. 1983. New Paths to Learning. For the Rural Children and Youth. New

York: International Council for Educational Development.

Coombs, Philip H. 1984. Attacking Rural Poverty, How Non Formal Education Can Help.

Baltimore: The Johns Hopkins University Press.

Croopley, A.J. 1987. Longlife Education: A Psychological Analysis. terjemahan oleh

Sardjan Kadir. Surabaya: Usaha Nasional.

Cross, Patricia, K. 1981. Adult as Learners. San Francisco: Jossey Boss Publisher.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995. 50 Tahun Pendidikan di

Indonesia. Jakarta: Sekrateriat Jenderal.

Departemen Pendidikan Nasional, Ditjen PLS dan Pemuda. 2003. Majalah Visi, Media

Kajian Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda no. 14, th XI. 2003.

Dewantara, Ki Hadjar. 1938. “Sistem Trisentra”, dalam Karya Ki Hadjar Dewantara,

bagian pertama. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Ditjen PLSP. 2006. Program Prioritas Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda tahun 2006.

Jakarta: Ditjen PLSP.

Evans, David R. 1981. The Planning of Nonformal Education, Paris:Unesco.

Faure, Edgar, et al. 1972. Learning to Be: the World of Education Today and Tomorrow.

Paris: Unesco.

Freire, Paulo, 1984, Education of The Oppresed, Center for International Education

University of Massachusetts.

Page 65: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Hamidjojo. Santoso 1956. Pendidikan Masjarakat (Djilid III): Tjara2 Penjelenggaraan

dan Perkembangan Usaha Chusus di Indonesia. Bandung: Ganaco, N.V.

Kemdiknas. 2010. Model Penilaian Portofolio Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil

Belajar (PPKHB) Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan.

Jakarta Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga

Kependidikan & Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Kindervatter, Suzanne. 1979. Nonformal Education as an Empowering Process.

Massachusetts: Center for International Education University of Massachusetts.

Marzuki. H.M.S. 2005. “Peranan Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Penggerak

Pembangunan Dalam Mengatasi Migran Perkotaan”. Naskah pidato Pengukuhan

Jabatan Guru Besar. Malang: Universitas Negerti Malang.

Mestoko, dkk. 1986. Pendidikan Nasional dari Jaman ke Jaman. Jakarta: Balai Purtaka.

Pradana, C.D.E. 2010. “Pengaruh Latar Belakang Sosial Ekonomi dan Pengalaman

Mengikuti Program Kursus terhadap Kemampuan Berbahasa Inggris Mahasiswa

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang”. Skripsi. Malang: Fakultas

Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Pratesnya. Lukyta Dwi. 2012. “Kesertaan Siswa dalam Program Pendidikan Nonformal

sebagau Suplemen Pendidikan Formal di SMP Laboratorium Universitas Negeri

Malang”. Skripsi. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Putra, Ardhana. 2012. “Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (Indonesian

Qualificatioan Framework),” Makalah pada Sosiaslisasi KKNI di Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Malang, tanggal 24 September 2012.

Soedjatmoko, 1985. “Pembagunan sebagai Proses Belajar”. Basis, Edisi XXXIV-9,

Yogyakarta: Yayasan BP Basis.

Supriyono, 2008 & 2009. “Model Pengelolaan Ketuntasan Belajar Pada Program

Pendidikan Kesetaraan Dengan Pola Satuan Kredit Kompetensi (SKK) Untuk

Berbagai Media Belajar Masyarakat. Lapaoran penelitian. Malang: Lembaga

Penelitian UM.

Suryadi, Ace. 2011. “Pendidikan Informal Dalam Perspektif Pembangunan Pendidikan

Nasional, Sebuah Monograf.” Makalah untuk workshop Pendidikan Informal pada

Pusat Pengembangan PNFI Regional I Bandung.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 66: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

Permendiknas Nomor 58 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Program Sarjana (S1)

Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan

Kepmendiknas Nomor 015/P/2009 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara

Program Sarjana (S1) Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan.

UNESCO. 1972. 'The Faure Report1. Paris: UNESCO.

UNESCO. 1992. Researh in Basic Education and Literacy. Report of Regional Seminar,

Apied UNESCO, Bangkok.

UNESCO. 1993. Continuing Education New Policies and Direction. Bangkok: Unesco.

Page 67: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

CURRICULUM VITAE

I. IDENTITAS DIRI

Nama/Jenis

Kelamin

: Prof. Dr. SUPRIYONO, M.Pd. Laki-laki

Profesi : Dosen Tetap Universitas Negeri Malang

Tanggal Lahir : Blitar, 21 Agustus 1963

Mulai Bekerja : Th. 1989

Keanggotaan

Dalam Asosiasi

Dan Profesi

: 1. Anggota Ikatan Sarjana Pendidikan dan Pengembangan Sosial

Indonesia (ISPPSI)

2. Anggota Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)

3. Pengurus Ikatan Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pendidikan Nonformal Indonesia (IKAPENFI)

Keahlian/Minat

Khusus

: Ahli dalam Kajian Pendidikan Luar Sekolah, Pelatihan dan

Pengembangan Masyarakat, Assessment Kebutuhan Belajar,

Penerapan Prinsip Partisipatori dan Pendekatan Andragogi, dan

Penyusunan Model Program Pendidikan Berbasis Masyarakat.

Pendidikan : 1. Sekolah Dasar Negeri I Wonorejo Talun Blitar, lulus tahun

1976

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri I Wlingi Blitar, lulus tahun

1979/1980.

3. Sekolah Pendidikan Guru Negeri Blitar, lulus tahun 1983/1984.

4. Perguruan Tinggi dan Pascasarjana:

a. S1 Pendidikan Luar Sekolah, Drs, IKIP Malang, lulus tahun

1988

b. S2 Pendidikan Luar Sekolah, M.Pd, IKIP Malang, lulus

tahun 1997

c. S3 Pendidikan Luar Sekolah, Dr. UPI Bandung, lulus tahun

2000

Keluarga : Orangtua:

Ayah: Soepartono (88 tahun)

Ibu: Welas (72 tahun)

Mertua:

Page 68: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Ayah: Soejoto (79 tahun)

Ibu: Lasmiati (69 tahun)

Istri : Titik Purwowinarni, S.Pd.

Anak-

anak:

1. Riset Wijang Prihandana (20 tahun)

2. Wuwuh Wijang Prihandini (17 tahun)

3. Anisa Wijang Prihandani (6 tahun)

Alamat rumah : Perumahan Puri Cempaka Putih I Blok O No. 22

Malang (65132)

Tilpon (0341) 751845

Hand phone: 085736029212

E-mail: [email protected]

[email protected]

II. RIWAYAT KEPANGKATAN DAN JABATAN FUNGSIONAL

1. Kepangkatan dan Ruang Pengajian

No Pangkat dan

Jabatan

Gol.

Ruang

Gaji

TMT

Gaji

Pokok

(Rp)

SURAT KEPUTUSAN

PEJABAT NOMOR TGL

1. Calon

Pegawai

Negeri/CPN

S

III/a 22–12-

1988

64.800 Kabiro

Administrasi

Umum a.n.

Mendikbud

1408/KEP/P

T28.H15/C/

88

22-

121988

2. Penata

Muda

III/a 01–05-

1990

81.000 Pembantu

Rektor II IKIP

Malang a.n.

Mendikbud

0278/KEP/

PT28.H2/C/

90

31-03-

1990

Page 69: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

3. Penata

Muda Tk. I

III/b 01–10-

1992

141.600 Rektor IKIP

Malang a.n.

Mendikbud

0097/KEP/P

T28.H2/C/9

3

20-02-

1993

4. Penata III/c 01–10-

1994

189.000 Pembantu

Rektor II IKIP

Malang a.n.

Mendikbud

0019/KEP/

PT28.H2/C/

95

20-01-

1995

5. Penata Tk I III/d 01–10-

1997

330.700 Pembantu

Rektor II IKIP

Malang a.n.

Mendikbud

0040/KEP/

PT28.H2/C/

98

05-02-

1998

6. Penata Tk I

(Empassing

)

III/d 01–01-

2001

330.700 Rektor IKIP

Malang a.n.

Mendikbud

0133/KEP/

PT28.H2/C/

2001

20-03-

2001

7. Pembina IVa 01–04-

2003

1.248.50

0

Kabiro

Kepegawaian

Sesjen

Depdiknas

24348/A2.7/

KP/2003

01-09-

2003

8. Pembina

Tk. I

IV/b 01-04-

2010

2.733.40

0

Sekretaris

Jenderal

Kemdiknas

41315/A4.5/

KP/2010

21-06-

2010

2. Riwayat Jabatan Fungsional

No Pangkat dan

Jabatan TMT

Gol.

Ruang

Penggaj

ian

Tunjangan

Jabatan

(Rp.)

SURAT KEPUTUSAN

PEJABAT NOMOR TGL

1. Asisten

Ahli Madya

01–

05-

1990

III/a 81.000 Rektor IKIP

Malang a.n.

Mendikbud

0510/KEP/P

T28.H/C/90

30-04-

1990

2. Asisten 01–07 III/a 137.800 Rektor IKIP

Malang a.n.

0206/KEP/P 30-06-

Page 70: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Ahli -1992 Mendikbud T28.H/C/92 1992

3. Lektor

Muda

01–07

-1994

III/b 183.600 Rektor IKIP

Malang a.n.

Mendikbud

0285/KEP/P

T28.H/C/94

30-06-

1994

4. Lektor

Madya

01–

10-

1997

III/c 220.200 Rektor IKIP

Malang a.n.

Mendikbud

0241/KEP/P

T28.H/C/97

31-07-

1997

5. Lektor

(Empassing

)

01–

01-

2001

III/d 502.000 Rektor IKIP

Malang a.n.

Mendikbud

0133/KEP/P

T28.H/C/200

1

20-03-

2001

6. Lektor

Kepala

01–

04–

2003

III/d 1.197.800 Kabiro

Kepegawaia

n Sesjen

Depdiknas

14701/A2.7/

KP/2003

31-03-

2003

7. Guru Besar 01-

01-

2011

IV/b 1.350.000 Mendiknas 102592/A4.5/

KP/2010

01-01-

2011

III. PENGALAMAN PEKERJAAN

1. 1989 –

sekarang

: Dosen pada Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu

Pendidikan IKIP Malang (sekarang Universitas Negeri Malang)

2. 1999 – 2000 : Konsultan Ahli Pendukung bidang Pelatihan pada P2KP KMW III

LPPM Uninus Bandung

3. 2000 –

Sekarang

: Dosen pada Program Pascasarjana (PPS) Universitas Negeri Malang

4 2001 – 2004 : Panitia ad hoc Penyiapan Naskah Renstra Universitas Negeri

Malang

5. 2001 : Panitia ad hoc Penyusun/Pengembang Pola Dasar Pendidikan

Tenaga Kependidikan (PSPTK) Universitas Negeri Malang

6. 2000 –2008 : Ketuan penyunting Jurnal Pendidikan Masyarakat: Berkala Kajian

Page 71: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

dan Terapan Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat,

Universitas Negeri Malang

7. 2008 –

sekarang

: Ketua penyunting Ilmu Pendidikan: Jurnal Teori dan Praktek

Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang

8. 2010 –

sekarang

: Penyunting Ahli Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan, Dinas

Pendidikan Propinsi Jawa Timur

9. 2001 – 2002 : Konsultan Program Dana Bantuan Langsung (School Block Grant

Concultant) pada Proyek Peningkatan Pendidikan Dasar III

Sumatera Depdiknas Jakarta under World Bank Guide

10 2004 : Konsultan pada Proyek Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah

Ditjen PLSP Depdiknas Jakarta untuk Bagian Proyek

Pengembangan Pendidikan Keaksaraan

11. 2001 –

sekarang

: Konsultan Mitra dan Pelatih/Narasumber pada Balai Pengembangan

Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP) Regional IV

Surabaya

12. 2004 –

sekarang

: Anggota Tim Akademisi pada Program Pengembangan Kualifikasi

dan Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan

Nonformal (PTK PNF) pada Balai Pengembangan Pendidikan

Nonformal dan Informal (BPPNFi) Regional IV Surabaya

13. 2005 – 2006 : Manajer Program Sekolah Unggul Terpadu (SUT) Kabupaten

Lumajang (Kerjasama UM & Pemda Kab. Lumajang)

14. 2006 : Anggota Tim ad hoc BSNP untuk Penyusunan Standar Isi

Pendidikan Kesetaraan (Paket A B C) Depdiknas

15. 2007 – 2008 : Panitia ad hoc Penyusun/Pengembang Rencana Induk

Pengembangan Universitas Negeri Malang 2008—2025

16. 2007 : Anggota Tim ad hoc BSNP untuk Penyusunan Standar Lembaga

kursus dan Pelatihan, Depdiknas

17. 2008 : Anggota Tim ad hoc BSNP untuk Penyusunan Standar Teknisi dan

Sumber Belajar pada Kursus. Depdiknas

18. 2003-2012 : Dosen undangan di Program Magister Manajemen dan Kebijakan

Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Muhamadiyah

Malang .

19. 2003-2012 : Dosen luar biasa pada Program Magister Pendidikan Luar Sekolah

Program Pasca Sarjana Universitas Palangkaraya.

Page 72: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

20. 2012 : Anggota Tim ad hoc BSNP untuk Pemantauan dan Evaluasi

Standar-standar Pendidikan Nonformal (Program Pendidikan

Kesetaraan Paket A, B, dan C)

21. 2007 – 2011 : Pembantu Dekan I (Bidang Akademik) Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Malang

22. 2012 –

sekarang

: Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang

IV. PENGALAMAN PENELITIAN

1. 1987 : Keterlibatan dalam Kegiatan Pendidikan Luar Sekolah dan Prestasi

Belajar Yang Dicapai Mahasiswa PLS FIP IKIP Malang. (ketua)

2. 1988 : Motivasi Mahasiswa Mengikuti kegiatan Kepramukaan yang

Berpangkalan di Kampus..(ketua)

3. 1989 : Hubungan Antara Keterlibatan dalam Kegiatan Intra Kampus,

Pengambilan Jalur Skripsi, Pengambilan Program Studi Minor

dengan Lama Studi dan Indeks Prestasi Mahasiswa FIP IKIP

Malang (ketua)

4. 1990 : Hubungan Antara Motivasi Mengikuti Program Pembelajaran

dengan Apirasi terhadap Program Pembelajaran para Warga Belajar

di SKB Kabupaten Malang (ketua)

5. 1990 : Hubungan Prestasi Belajar Matakuliah Statistika, Metodologi

Penelitian dan Indeks Prestasi Komulatif dengan Mutu Skripsi

Mahasiswa IKIP Malang (ketua)

6. 1991 : Perbedaan Tujuan Kursiter Dalam mengikuti Kursus Komputer

berdasarkan Latar Belakang Sosialnya di Kotamadya Malang.

(ketua)

7. 1991 : Penerapan Prinsip Partisipatori Dalam Pendekatan Andragogi Pada

Kelompok Belajar Binaan Mahasiswa PPL PLS IKIP Malang di

Kedungkandang (ketua)

8. 1991 : Aspirasi kerja Wanita Muda Usia Kerja ditinjau dari beberapa latar

belakang social dan karakteristik Sosiologisnya di Kecamatan

Kepanjen, Kabupaten Malang. (ketua)

9. 1990/1991 : Perbedaan Prestasi Belajar Matakuliah MKDU Mahasiswa IKIP

Malang Berdasarkan Latar Belakang Sekolah Menengah Atas

Mereka. (ketua)

10. 1991/1992 : Pengaruh Latar Belakang Sosial dan Tingkat Keyakinan akan

Kemanfaatan Pengalaman Belajar Terhadap Prestasi Akademik para

Kursister Komputer di Kodya Malang (ketua)

11. 1991/1992 : Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Tingkat Pendi-dikan Tutor

Terhadap keberhasilan Belajar Para Kursister Kursus PLSM di

Wilayah Kodya Malang.(anggota)

12. 1991/1992 : Motivasi Kursister dalam Mengikuti Kursus Komputer di Lembaga

Pendidikan Komputer Indonesi Amerika (LPKIA), Malang (ketua)

Page 73: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

13. 1992/1993 : Pengaruh Pemilihan Kepala Desa terhadap Partisipasi Warga Desa

dalam Pembangunan di Wilayah Kecamatan Kedungkandang

Kodya Malang (ketua)

14. 1992/1993 : Aspirasi Kerja Buruh Wanita Pada Pabrik Rokok di Kodya Malang

Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Latar Pergaulan Sosial dan

Frekwensi Terpaan Media, (ketua)

15. 1994/1995 : Kesiapan Masyarakat Desa dalam Melaksanakan Program IDT di

Desa-desa di Dua Wilayah Kabupaten Jawa Timur, (ketua)

16. 1994/1995 : Fasilitasi Petugas Lapangan Kecamatan dalam Pelaksanaan

Program IDT di Empat Kecamatan di Dua Wilayah Kabupaten jawa

Timur, (ketua)

17. 1995/1996 : Penelitian tentang Pelaksanaan Program IDT, Studi Kasus dua

Wilayah Kabupaten di Jawa Timur, (ketua)

18. 1996/1997 : Penelitian Tindakan untuk Pengembanan Gerakan Pramuka yang

Berpangkalan di Kejar Paket B pada Yayasan Pendidikan Miftahul

Jannah, di Desa Sumbersekar Kec. Dau Kabupaten Malang. (ketua)

19. 1998 : Pengaruh Peningkatan Pelibatan Warga Belajar dalam Pengelolaan

Interaksi Belajar terhadap Keaktifan Prestasi Belajanya, Studi

Eksperimental Pada Kejar Paket B Setara SMP di Kabupaten Blitar

Jawa Timur. (ketua)

20. 1999 : Kontribusi Model Pengelolaan Kelompok Belajar terhadap

Keberdayaan Diri Warga Belajar pada Program Kejar Paket B

(Studi Sidik Pengaruh Faktor Determinan Yang Menentukan

Keberdayaan Diri Warga Belajar Pada Program Kejar Paket B di

Kabupaten Bandung. (ketua)

21. 1999/2000 : Model Pemberdayaan warga belajar pada kelompok belajar (Studi

Eksperimental untuk mengembangkan Kelompok Belajar Sebagai

Satuan Pendidikan Untuk Meningkatkan rasa Keberdayaan Diri

warga Belajar Pada Program Kejar Paket B) (ketua)

22. 2000 : Pemberdayaan Warga Belajar pada Kelompok Belajar (Studi

Pengembangan Model Pengelolaan Program Pembelajaran Paket B

Kesetaraan melalui Kelompok Belajar) (ketua)

23. 2000 : Survey Indeks Kualitas Sekolah (School Quality Indexs Survey)

Sekolah-sekolah Dampingan PLAN International Unit Surabaya

(peneliti utama)

24. 2001 : Penelitian Tindakan Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah pada

Sekolah-sekolah Binaan PLAN International Program Unit

Surabaya. (peneliti utama)

25. 2003 : Penelitian Profil Pengelola Pusat-pusat Kegiatan Belajar

Masyarakat (PKBM) di Propinsi Jawa Timur, (peneliti utama)

26. 2005 : Kajian Partisipasi Masyarakat terhadap Sekolah (Pelajaran dari

Lapangan untuk Mewujudkan Visi Direktorat PLP Ditjen

Dikdasmen Depdiknas) (peneliti utama)

Page 74: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

27. 2006 : Model Akreditasi dan Sertifikasi Program Paket C dalam Upaya

Menciptakan Standarisasi Baku Mutu Program Pendidikan

Kesetaraan Berbasis Otonomi Daerah (anggota)

28. 2006 Model Perilaku Belajar Masyarakat Mantan Petani Dalam

Mengembang kan Usaha Nonpertanian Sebagai Akibat Dari

Pengalihan Fungsi Lahan Pertanian Untuk Keperluan Nonpertanian.

(Penelitian Hibah Bersaing Tahun I dan II, peneliti utama)

29. 2006, 2007 Model Akreditasi dan Sertifikasi Program Paket C Dalam Upaya

Menciptakan Standarisasi Baku Mutu Program Pendidikan

Kesetaraan Berbasis Otonomi Daerah (Penelitian Hibah Bersaing

Tahun I dan II, ketua peneliti)

30. 2007 Sistem Belajar Asli (Indigenous Learning System) Masyarakat

MantanPetani Dalam Mengembangkan Usaha Nonpertanian.

(anggota)

31. 2007 Peningkatan Kreativitas Belajar Mahasiswa Dalam Matakuliah

Belajar Pembelajaran Jurusan PLS Melalui Strategi Transfer Of

Learning (anggota)

32. 2008 Pengembangan Model Pembelajaran Transfer Of Learning Untuk

Peningkatan Kreativitas Dan Kemandirian Belajar Mahasiswa

Berwawasan Life Long Learning (anggota).

33. 2008, 2009 Model Pengelolaan Ketuntasan Belajar Pada Program Pendidikan

Kesetaraan Dengan Pola Satuan Kredit Kompetensi (SKK) Untuk

Berbagai Media Belajar Masyarakat (Penelitian Hibah Bersaing

Tahun I dan II, ketua peneliti)

34 2010 : Studi Kebijakan tentang Pembinaan dan Pengembangan Program

Kelembagaan Kursus dan Pelatihan di Indonesia (peneliti utama)

35 2010/2011 Pemetaan dan Analisis Sisi Pasokan dalam Dimensi Kualitas,

Kuantitas, Lokasi, dan Waktu (Studi Ekplorasi Pasokan Tenaga

Kerja Lulusan Lembaga Pendidikan) (peneliti utama)

36 2011 Policy Study tentang Arah Pengembangan Program dan Ketenagaan

di Bidang PLS (ketua)

37 2011 Studi Evaluasi Penyelenggaraan Program Kursus Para Profesi

(KPP) di Jawa Timur (anggota)

V. PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT/PENGEMBANGAN MASYARAKAT

1. 1989 : Penyuluhan tentang Fungsi Dan Peranan Pendidikan Luar Sekolah

Dalam Keluarga Menyongsong Era Informasi bagi Angota PKK Di

Kelurahan Kebon Agung, Kecamatan Pakisaji Malang (anggota)

Page 75: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

2. 1990, 1991,

1992

: Penilaian Lomba Kejar Paket A dan Pembinaan Kejar Paket A,

Tingkat Wilayah Pembantu Gubernur Jawa Timur di Malang (tim

penilai)

3. 1991 : Penilai Lomba Permainan Simulasi Dalam Rangka HUT RI ke 46 di

Kelurahan Lowokwaru Kecamatan Lowokwaru (anggota)

4. 1991 : Pendidikan dan Bimbingan Peningkatan Peranan Wanita untuk

Pemanfaatan Air Bersih dan Sehat di Desa Pandansari Lor

Kecamatan Jabung Kabupaten DATI II Malang. (ketua)

5. 1992/1993 : Bimbingan Analisis Kelemahan dan Faktor Pengham-bat serta

Pemecahannya bagi Pengembangan KBU di Desa Kebobang

Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang (ketua)

6. 1992/1993 : Bimbingan Pengembangan Budidaya Tanaman Produktif di Desa

Ngenep Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang (ketua)

7. 1992/1993

s.d

1994/1995

: Rintisan Pengembangan Laboratorium Sosial Lembaga Pengabdian

Kepada Masyarakat (Labsos LPM) IKIP Malang (anggota)

8. 1992/1993 : Pengembangan Labsite Laboratorium Pendidikan Luar Sekolah

(PLS) IKIP Malang di Desa Arjowinangun Kecamatan Kedung

Kandang Kodya Malang (ketua)

9. 1992/1993 : Bimbingan Pengembangan Swadaya Masyarakat dalam

Penyelenggaraan Kejar Paket B di Desa Gunungrejo Kecamatan

Singosari Kabupaten Malang (ketua)

10. 1994/1995 : Pelatihan Tutor Kejar Paket B di Dusun Kreweh Desa Gunungrejo

Kecamatan Singosari Kabupaten Malang (ketua)

11. 1994/1995 : Bimbingan Pemanfaatan Pengalaman Belajar Program Kejar Pakaet

B untuk Peningkatan Pendapatan pada Kejar Paket B di Desa

Gunungrejo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang (ketua)

12. 1995/1996 : Penyuluhan dan Bimbingan tentang Mekanisme Kelompok,

Pegembangan Dana Kelompok dan Pegelolaan Dana Bergulir bagi

Pengurus Pokmas Program IDT di Wilayah Kecamatan Kepanjen

Kabupaten Malang (ketua)

13. 1996/1997 : Pengembangan Bahan Penyuluhan dan Bimbingan tentang

Mekanisme Kelompok, Pegembangan Dana Kelompok dan

Pengelolaan Dana Bergulir bagi Pengurus Pokmas Program IDT di

Wilayah Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang (ketua)

14. 1998 : Program Penanggulangan Pengangguran Pekerja Trampil (P3T)

yang diselenggarakan Koperasi Bhakti Mandiri Kamar Dagang dan

Industri Kodya Bandung (master trainer)

15. 1998 : Achievement Motivation Training (AMT) pada Pelatihan Pelatih

Program Penanggulangan Pengangguran Pekerja Trampil (P3T)

yang diselenggrakan Kopersi Karyawan Yayasan Fondasi Ekonomi

Bangsa Bandung (narasumber)

Page 76: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

16. 1996/1997 : Konsultan Ahli Pendukung pada Konsultan Manajemen Wilayah

Program Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan Wilayah Kerja III

(KMW P2KP SWK III) Lembaga Penelitian dan Pengabdian

Kepada Masyarakat Universitas Islam Nusantara Bandung.

17. 1998 - 2000 : Konsultran Mitra (Assosiate Consultant) pada Klinik Konsultasi

Bisnis (KKB) Kantor Wilayah Departemen Koperasi., Pengusaha

Kecil dan Menengah Propinsi Jawa Barat

18. 2000-2002 : Tenaga Ahli pada Pendampingan Penerapan Manajemen Berbasis

Sekolah (MBS) pada Sekolah-sekolah Dasar Binaan PLAN

International Unit Surabaya

19. 2000-2002 : Model Perencanaan dan Pengelolaan Program-program Pendidikan

Luar Sekolah pada Era Otonomi Daerah (ketua)

20. 2005—

sekarang

: Tim Akademisi pada berbagai Pelatihan, Workshop, dan Penelitian,

Produksi Media, dan Pengembangan program pada Balai

Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (BPPNFi)

Regional IV Surabaya

2009—

sekarang

: Narasumber/Instruktur pada berbagai Pelatihan, Workshop, dan

Rapat Kerja bidang Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan

Propinsi Jawa Timur

VI. PUBLIKASI

A JURNAL DAN BUKU

1. “Permainan Simulasi: perlu reformulasi”, Pendidikan Masyarakat, ISSN 0852-1921

tahun 4, nomor khusus, April 1994, 48 – 55

2. “Problematik keluarga sebagai Satuan Pendidikan”, Ilmu Pendidikan, ISSN 0854-8307,

tahun 21, Nomor 2, Juli 1994, 121 – 142

3. “Penerapan Prinsip Androgogi pada Kelompok Belajar Binaan Mahsiswa PPL PLS FIP

IKIP MALANG”, artikel hasil penelitian, Jurnal Penelitian Kependidikan, ISSN 0854-

8323, tahun 5 nomor 2, Desember 1996, halaman 175 - 183

4. “Menyiasati Kelangkaan Sumber Daya Dalam Penyelenggaraan Kejar Pakaet B”, Abdi

Masyarakat, ISSN 234-4251, Tahun 12 Nomr 1, Pebruari 1995, 133-150, Malang LPM

IKIP Malang

5. “Menggalang Keswadayaan Masyarakat dalam Pembangunan”, Abdi Masyarakat,

Page 77: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

ISSN 234-4521, Tahun 13 No. 1, Pebruari 1996, 133-150, Malang LPM IKIP Malang

6. “Peningkatan Pelibatan Warga Belajar dalam Pengelolaan Interaksi Belajar dan

Pengaruhnya terhadap Keaktifan dan Prestasi Belajar”, Forum Penelitian

Kependidikan; Jurnal Teori dan praktik Penelitian kependidikan, ISSN 0215-8019,

tahun 8, Desember 1996, 43-46

7. “Pelibatan warga Belajar dala pengelolaan Kelompok dan Interaksi Belajar pada

Program kejar Paket B”, Jurnal Pendidikan Humaniora dan Sains, ISSN 0854-9095,

Tahun 4, Nomor 1 dan 2, April –September 1998, 89-101.

8. “Pemberdayaan Kelompok Belajar Sebagai Satuan Pendidikan”, Ilmu Pendidikan,

ISSN 0854-8307, Tahun 26, Nomor Khusus, Desember, 1999, 75-89.

9. “Terapan Strategi-Strategi Perubahan Sosial dalam Pengembangan Masyarakat”,

Pendidikan Masyarakat, ISSN 0852-1921. Tahun 9, Nomor 1, Januari 2000, 1-20

10. “Problematik Lembaga Keluarga Sebagai Satuan Pendidikan Pada Masyarakat

Modern”, Wawasan Tridharma, ISSN 0215-8256, tahun XII, Nomor 9, April 2000, 3-

12

11. “Metode Action Research sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat”, Forum

Penelitian Kependidikan: ISSN 0215-8019, Nomor 12 Nomor 1, Juni 2000, 1-16.

12. “Potensi Pendidikan Demokrasi dari Kelompok Belajar Sebagai Satuan Pendidikan”,

Laterat: Majalah Ilmiah Kependidikan, ISSN 0852-1557, Nomor 10/ Tahun 2000, 25-

35

13. “Model Pengelolaan Program Pembelajaran Paket B pada Kelompok Belajar Berbasis

Pemberdayaan”, Jurnal Ilmu Pendidikan, ISSN 0215-9643, Februari 2001, Jilid 8,

Nomor 1, 57-70.

14. “Kontribusi Model Pengelolaan Kelompok Belajar terhadap Keberdayaan Diri Warga

Belajar Program Kejar Paket B” , Jurnal Penelitian Kependidikan, Tahun 11, Nomor

1, Juni 2001, 27—36, ISSN 0854-8323.

15. “Ilmu Pendidikan Sebagai Guru Kebenaran”, Pendidikan Masyarakat, Tahun 11,

Nomor 1, Januari 2002, 1—12., ISSN 0852-1921.

16. “Pendidikan Nonformal Membangun Sumberdaya Manusia Indonesia Yang Unggul

dan Tangguh Pada Era Globalisasi”. Tulisan Terbaik/Juara III pada Lomba Karya Tulis

Dosen Tingkat Nasional (Depdiknas). Selanjutnya dimuat pada Jurnal Ilmiah VISI,

Nomor 04/XIII/2005, 53—68., ISSN 1410-4342.

Page 78: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

17. “Disain Diklat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal”, Jurnal

Ilmiah VISI, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2006, 45—55., ISSN 1907-9176.

18. “Komponen Pembelajaran pada Kursus Komputer dan Kursus Menjahit dan Upaya

Standarisasinya”, TEKNOLOGI PEMBELAJARAN, Tahun 12, Nomor 2, Oktober

2004, (halaman 156 - 166); Penulis Tunggal; ISSN: 0854 – 7599; Terakreditasi dengan

SK Dirjen Dikti Nomor: 52/DIKTI/KEP/2002

19. “Kebutuhan Akreditasi Dan Sertifikasi Pendidikan Kesetaraan Program Paket C

Berbasis Otonomi Daerah”, JURNAL ILMU PENDIDIKAN, Jilid 15, Nomor 1,

Februari 2008` (halaman 48–53); Penulis Tunggal; ISSN: 0215 – 9643; Terakreditasi

dengan SK Dirjen Dikti Nomor: 56/DIKTI/Kep/2005, tanggal 6 Desember 2005.

20. “Kebutuhan Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah, Suatu Keharusan”. JURNAL

PENDIDIKAN NON FORMAL, ISSN: 1907 – 1108. Edisi 02, Tahun 2006; (hal 1 –

10); Penulis Tunggal;

21. “Partisipasi Masyarakat Terhadap Sekolah” Pelajaran dari Lapangan Untuk

Mewujudkan Visi Direktorat Pembinaan SMP, Penerbit: UNIVERSITAS NEGERI

MALANG, Cetakan I, Agustus 2007 ISBN: 979-495-808-5

22. “Evaluasi Program Untuk Pendidikan Dan Pelatihan”, Buku. Penerbit: Balai

Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP) Regional IV, Cetakan

Pertama Desember 2007, ISBN: 978-979-24-5363-6

23. “Standarisasi Kursus: Antara Kebutuhan Dan Kesulitan Menetapkan Benchmark” VISI

Jurnal Ilmiah PTK-PNF, Volume 2, Nomor 2, 2007;, (halaman 52 – 59); Penulis

Tunggal; ISSN: 1907 – 9176

24. “Kemampuan Mengembangkan Profesionalisme Penilik Pendidikan Nonformal di

Indonesia” Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, Volume 16, Nomor 2, Oktober 2009;

(halaman 194 - 202); Penulis Tunggal; Terakreditasi dengan SK Dirjen Dikti Nomor:

83/DIKTI/Kep/2009, tanggal 6 Juli 2009, ISSN: 0854-8315, dan Laporan Penelitian

Mandiri, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang, Tahun 2009

B KORAN, MAJALAH, BULETIN

25. “Manajemen Pemasaran Sekolah”, Tabloid KOMUNIKASI IKIP Malang, N0. 136 Th.

XIV h. 3, 4, 5, Juni-Juli 1992

26. “Dehistorisasi dan Tugas Guru”, Tabloid KOMUNIKASI IKIP, Malang,

dipublikasikan ulang melalui buku kumpulan artikel berjudul PENDIDIKAN DALAM

BERBAGAI PERSPEKTIF, Juli 1992

27. “Refleksi Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat LPM IKIP MALANG tahun

1992/1993”, bulletin WARTA IKIP MALANG No. 15 tahun XI, 31 Desember 1993

28. “Lahan Pendidikan Yang Belum Tergarap”, artikel pada tabloid KOMUNIKASI IKIP

Malang, No. 144 Th. XIV hal. 5, 6 , April 1993

29. “Dampak Negatif Alat Permainan”, artikel pada tabloid KOMUNIKASI IKIP Malang,

No. 142 Th. XIV hal. 5,6, Pebruari 1993.

Page 79: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

30. “Sedikit Diskusi Tentang Guru”, Majalah Suara Gu-ru, ISSN 0126-1864. No. 10/TH.

XLVI/1996, 26-28

31. “Nggayuh Sukses Liwat Pendidikan Luar Seko-lah”, Mingguan JAYA BAYA, Nomor

19/LII, 11 Januari 1998, 22—23, 29, ISSN 0215-4803

32. “Radio Siaran Kangge Ngrembakakaken Basa Jawi”, Mingguan JAYA BAYA, Nomor

23/LV, 4 Pebruari 2001, 11,46, ISSN 0215-4803.

33. “Sekolah Mahal dan Demokratisasi Pendidikan”, artikel opini pada Harian Surya, 1

Mei 2003:21, No 161 Tahun XVII.

34. “Makna Idiologis Marak dan Abruknya Bisnis Pohon Mas”, artikel opini pada Harian

Malang Post, 7 Mei 2003:12.

35. “Transfer PLS dan Pewujudan Masyarakat Belajar”, artikel opini pada Harian Jawa

Pos-Radar Malang, 0, dan 31 Maret 2005:41.

36. “Ban Serep Itu Bernama Program Paket C”, artikel opini pada Harian Surya, 30 Juni

2006:4, No 222 Tahun XX.

37. “Solusi Pendidikan Nonformal Mengatasi Krisis”, Mediksi: Media Pendidikan dan

Aksi, 771907 111625, halaman 8—10, ISSN 1907-1116.

38. “Konsep Itu Bernama Life Skills”, Mediksi: Media Pendidikan dan Aksi, ISSN 1907-

1116. edisi kedua tahun dua 2006, halaman 1—3,.

39. “Sistem SKK, Dari Surabaya Kita Mulai”, Mediksi: Media Pendidikan dan Aksi, edisi

ke satu tahun ketiga 2007, halaman 1—5, ISSN 1907-1116.

VII. KESERTAAN DALAM FORUM ILMIAH

1. Malang,

14 s/d 25 Mei ‘90

: Lokakarya Petunjuk Pelaksanaan Pengajaran Mikro, UPPL

IKIP Malang (peserta)

2. Malang,

18 s/d 22 Peb 2001

: Seminar dan Lokakarya Evaluasi Belajar Mahasiswa, IKIP

MALANG (peserta)

3. Malang,

31 Desember‘ 93

: Refleksi Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat LPM

IKIP Malang tahun 1992/1993, disampaikan pada Evaluasi

Pelaksanaan Pengabdian Kepada masyarakat LPM IKIP

Malang tahun 1992/1993 di Balai Desa Ngenep Karangploso

Malang

4. Mataram,

4 – 8 ‘Okt 1993

: Seminar Temu Kolegial PLS VI dan Konvensi ISPPSI

Tingkat Nasinal 1993. Panitia Oleh IKIP Mataram, (peserta)

5. Jakarta, : Seminar Nasional “Kemiskinan di Indonesia dan Peran

Page 80: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Nopember 1993‘93 Lembaga Pendidikan dalam Pengentasannya (peserta)

6. Surabaya,

Januari 1994

Lokakarya Penyempurnaan Model, Sarana Belajar, dan Alat

Peraga Satuan-satuan PLS di BPKB Surabaya (narasumber)

7. Jakarta,

Maret 1997

Program Pendidikan Keluarga dan Pendidikan Prasekolah

Jalur Pendidikan Luar Sekolah (pemakalah)

8. Bogor,

Maret 1997

Lokakarya Nasional Rintisan Model Program Pendidikan

keluarga dan Pendidikan Prasekolah jalur Pendidikan Luar

Sekolah, (pemakalah)

9. Malang,

9 Mei 1995

Pekerja anak dan problematiknya di Indonesia (pemakalah)

10. Malang,

Maret 1996

Model Pendampingan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT)

11. Malang,

Mei 1995

Forum Komunikasi Jurusan PLS dengan tema “Pemantapan

Karakteristik Akademik dan Profesi PLS” (pemakalah)

12. Malang.

Juni 1996

Perpektif Teknologi Pembelajaran: Peluang dan Tantangan,

(pemakalah)

13. Bandung,

Nopember 1997

Manusia dan Dimensi Emosionalnya menjelang Milenium III,

seminar sehari oleh HMJ PPB FIP IKIP Bandung, (peserta).

14. Bandung,

Oktober 1997

Optimalisasi Iklim Akademis pada Program Pasca Sarjana

IKIP Bandung melalui Outsourcing, Peningkatan Intensitas

Penelitian, dan Diskusi Ilmiah, seminar sehari oleh PPS IKIP

Bandung, (peserta).

15. Surabaya,

Nopember 1997

Seminar Nasional dan Konperensi ISPPSI 1997, Hotel Natour

Simpang, Surabaya, (penyumbang makalah dan peserta)

16. Bandung, Diskusi Panel dan Temu Karya Pendidikan Umum Program

Pasca Sarjana IKIP Bandung (penyumbang makalah dan

Page 81: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Desember 1998

peserta)

17. Bandung,

Maret 1999

Conference on Civic Education for Civil Society (Democratic

Citizens in a Civil Society: Building Rationales for the 21-st

Century’s Civil Education, Papandayan Hotel Bandung,

(peserta)

18. Jakarta,

Mei 1999

Rakernas dan Temu Karya Pendidikan Ikatan Sarjana

Pendidikan Indonesia (IPSI), (peserta)

19. Bandung ,

Pebruari 2000

Peranan Persetujuan Trips-WTO, Khususnya Perlindungan di

Bidang Merek dalam Menunjang Kegiatan Perekonomian dan

Perdagangan (peserta)

20. Yogyakarta,

21 – 25 Juli 2004

Lokakarya Review Kurikulum Berbasis Kompetensi dan

Instrumen Penilaian Keaksaraan Fungsional, (narasumber)

21. Batu,

29 Sept -1Okt 2004

Seminar Nasional, Lokakarya dan Pelatihan Pengembangan

Paradigma Pendidikan Berbasis Masyarakat: Orientasi dan

Strategi Pembangunan Pendidikan bagi Pemerintahan Baru

Pasca pemilu 2004

22. Surabaya,

5 – 9 Oktober 2004

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) V

dengan tema: Menata Pendidikan Nasional yang Bermutu

untuk Membangun Kualitas Kehidupan dan Peradaban

Bangsa, (steering committee dan pemakalah).

23. Jakarta,

1 – 3 Des. 2004

Temu Nasional Membangkitkan Kembali Gerakan Percepatan

Pemberantasan Buta Aksara, (panitia dan moderator).

24. Jogyakarta,

21 – 25 Juli 2004

Lokakarya Review Kurikulum Berbasis Kompetensi dan

Instrumen Penilaian Keaksaraan Fungsional (peserta)

25. Malang,

29 Sept - 1Okt.

2004

Lokakarya Pengem bangan Paradigma Pendidikan Berbasis

Masyarakat, Orientasi Strategi Pembangunan Pendidikan Bagi

Pemerintahan Baru Pasca Pemilu 2004 (peserta)

Page 82: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

26. Surabaya,

5 – 9 Oktober 2004

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) V

(steering committee)

27. Jakarta,

1 – 3 Des. 2004

Temu Nasional Membangkit kan Kembali Gerakan

Percepatan Pemberantasan Buta Aksara

28. Surabaya,

26 Juli 2006

Seminar Nasional Implementasi Undang-Undang Guru dan

Dosen Serta Implementasinya Terhadap Peningkatan Kualitas

Pendidikan. Guru (peserta)

29. Ambon.

30 – 31 Maret 2011

Seminar Nasional “Kontribusi Pendidikan Luar Sekolah

Kepulauan dan Pembentukan Karakter Anak Bangsa

(narasumber)

VIII. PENATARAN/PELATIHAN

1. 1985 : Pendidikan Latihan Dasar Resimen Mahasiswa Mahasurya Jawa Timur

Angkatan XXX (peserta)

2. 1990 : Lokakarya Penelitian Tingkat Dasar bagi Dosen PT. Negeri dan Swasta

Angkatan XII, Puslit IKIP Malang (presenter)

3. 1991 : Penataran P4, Tingkat Nasional Pola 120 Jam/Calon Penatar bagi Dosen

PTN dan PTS oleh BP-7 Pusat (peserta)

4. 1991 : Penyegaran Penatar P-4 Tingkat I (Propinsi) di bawah pembinaan

pengawasan dan pengkoordinasian BP-7 Daerah (panitia dan peserta)

5. 1993 : Penataran/Kursus Bahasa Inggris IKIP MALANG, selama 8 Bulan

(peserta)

6. 2003 : Pelatihan Pengelola dan Penyuntingan Jurnal Ilmiah (peserta)

IX. KUNJUNGAN LUAR NEGERI

WAKTU NEGARA TUJUAN NAMA KEGIATAN & SPONSOR

09-17 Juli

2011

Spanyol

(Madrid dan Barcelona

Study Visit for Benchmarking of Educational

Quality Assurance (Sponsor: Kantor Pusat

Penjaminan Mutu Pendidikan, Kemdiknas,

Jakarta)

Page 83: menggagas interkoneksi antar jalur pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar

Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas

Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

X. PENGHARGAAN

TAHUN NAMA

PENGHARGAAN NOMOR SURAT

PEJABAT

2011 SatyaLencana Karya

Satya XX Tahun

74/TK/TAHUN 2011

nomor urut 46856

Presiden Rebublik

Indonesia

Malang, September 2012

Yang membuat pernyataan

Keterangan Pribadi,

Prof. Dr. SUPRIYONO, M.Pd.