KEJANG
A. Pengertian KejangKejang adalah pelepasan muatan oleh
neuron-neuron otak yang mendadak dan tidak terkontrol, yang
menyebabkan perubahan pada fungsi otak. ( Corwin, 2001)Kejang
(Konvulsi ) merupakan episode motorik, sensorik, autonomic atau
aktivitas psikis abnormal (atau kombinasi dari semua itu), sebagai
akibat dari muatan berlebihan yang tiba-tiba dari neuron serebral.
( Smeltzer & Bare,2002)Kejang merupakan malfungsi singkat pada
sistem listrik otak dan terjadi karena cetusan atau pelepasan
muatan neuron kortikal. ( Wong, 2009 )
B. Etiologi KejangGangguan kejang mempunyai berbagai penyebab
yang beragam (mis., Tumor, infeksi, neoplasma). Sebagian besar
gangguan bersifat idiopatik . gangguan kejang juga dapat merupakan
gangguan yang didapat akibat cedera otak pada masa
prenatal,perinatal, atau pascanatal. Cedera ini dapat disebabkan
oleh trauma, hipoksia, infeksi, toksin eksogen atau endogen.
Gangguan biokimia (mis., hipoglikemia,hipokalsemia, dan defisiensi
nutrisi tertentu ) dapat menimbulkan aktivitas kejang.Insidensi
factor- factor kausatif yang dikaitkan dengan kejang pada masa
kanak-kanak seringkali memiliki hubungan dengan usia anak. Kejang
lebih sering terjadi pada usia 2 tahun pertama dibandingkan dengan
periode usia kanak-kanak yang lain. Pada bayi yang sangat kecil,
penyebab tersering kejang adalah cedera lahir seperti trauma
intracranial, perdarahan, anoksia, dan defek congenital pada
otak.
C. Klasifikasi kejang1. Kejang parsial Kejang parsial disebabkan
oleh cetusan muatan listrik yang abnormal dari focus epileptogenik
yang terbatas pada satu atau lebih daerah korteks cerebri.kejang
parsial dibagi lagi menjadi:a. Kejang parsial sederhana (simple
partial seizures) memiliki gejala dasar atau sederhana dan tidak
disertai gangguan kesadaran ( disebut juga aura).b. Kejang parsial
kompleks (complex partial seizures ) meliputi gejala-gejala
kompleks dan gangguan kesadaran . kejang ini dapat dimulai dengan
aura ,yaitu kejang parsial sederhana yang biasanya berupa fenomena
sensasi atau sensorik yang mencerminkan hubungan yang rumit dan
fungsi integratif area otak tersebut.2. Kejang generalisataa.
Merupakan kejang yang dihasilkan oleh impuls listrik dari seluruh
korteks.kehilangan kesadaran sering terjadi dan merupakan
manifestasi klinis awal.pada gangguan ini tidak terdapat aura.
Episodenya dapat terjadi setiap saat,siang, atau malam hari, dengn
interval antar episode selama beberapa menit, jam, minggu , atau
bahkan tahun. Kejang generalisata dibagi menjadi :b. Kejang Tonik
Klonik (sebelumnya dikenal dengan istilah Grand Mal)c. Absans
(sebelumnya dikenal sebagai kejang Petit Mal )d. Kejang Atonik dan
Akinetik ( disebut juga dengan istilah Drop Attacks )e. Kejang
Mioklonik f. Spasme infantileg. Status epileptikus Status
epileptikus adalah serangan kejang kontinu dan berlangsung lebih
dari 30 menit,atau serangkaian serangan epilepsi yang menyebabkan
anak tidak dapat sadar kembali.
D. Manifestasi Klinis Kejang1. Kejang parsial sederhana disertai
tanda-tanda motorikDicirikan dengan gejala motorik lokal, gejala
somatosensorik, psikis.kejang aversif ( kejang motorik yang paling
sering terjadi pada anak-anak ),satu atau kedua mata dan kepala
bergerak menjauhi sisi focus. Kejang rolandi, gerakan tonik klonik
yang melibatkan wajah,terjadi salivasi,dan bicara tertahan.
Jacksonian march ( jarang terjadi pada anak-anak ),gerakan klonik
yang terjadi secara teratur dan berurutan dimulai dari kaki,tangan
atau wajah, dan kemudian bergerak atau menjalar ke bagian bagian
tubuh di sekitarnya.2. Kejang parsial sederhana di sertai tanda-
tanda sensorikDicirikan dengan berbagai sensasi : mati rasa,
kesemutan, perasaan di tusuk-tusuk , parastesia , atau nyeri yang
berasal dari satu area ( mis., wajah atau ekstremitas ) dan
menyebar ke bagian tubuh yang lain.sensasi visual atau terbentuk
bayangan.3. Kejang parsial kompleks ( kejang psikomotor )Di cirikan
dengan amnesia kejadian, ketidakmampuan berespon terhadap
lingkungan, gangguan kesadaran selama kejadian, secara tiba tiba
dapat menghentikan aktivitas , tampak termenung, memandang kosong
ke satu tempat, bingung serta apatis.menjadi lumpuh atau kaku.4.
Kejang Tonik Klonik ( Grand Mal )Fase tonik berlangsung 10 sampai
20 detik,manifestasi : bola mata membalik ke atas ,segera mengalami
kehilangan kesadaran.seluruh otot tubuh menjadi kaku dengan
kontraksi yang menyeluruh dan simetris. Kedua lengan biasanya dalam
keadaan fleksi , tungkai, kepala, dan leher dalam keaadan
ekstensi,apnea , salivasi meningkat, dan dapat menjadi
sianosis.Fase klonik berlangsung sekitar 30 detik tetapi biasa
bervariasi dari hanya beberapa detik sampai setengah jam atau
lebih. Manifestasi : gerakan tersentak- sentak yang keras karena
batang tubuh dan ekstremitas mengalami kontraksi dan relaksasi yang
berirama,mulut berbusa,incontinentia feses dan urin. Pada saat
serangan berakhir , intensitas gerakan mejadi berkurang, gerakan
terjadi dengan interval yang lebih panjang,dan kemudian berhenti
sama sekali.5. Absans ( Petit Mal )Hilang kesadaran berlangsung
singkat , muncul tanpa peringatan atau aura, biasanya serangan
berlangsung sekitar 5 10 detik,kehilangan tonus otot ringan dapat
menyebabkan anak menjatuhkan benda yang dipegangnya.jarang
terjatuh, gerakan kecil seperti mengecap ngecap bibir, kedutan pada
wajah atau kelopak mata, tidak disertai dengan
inkontinensia,amnesia selama episode.6. Kejang atonik dan Akinetik
( Drop Attacks )Kehilangan tonus otot menyebabkan anak terjerembab
ke lantai,tidak dapat menahan gerakan jatuh dengan menggunakan
tangan,dapat mengalami cedera serius pada wajah,kepala, atau bahu.
Hilang kesadaran hanya sesaat.7. Kejang MioklonikKontraktur otot
atau kelompok otot yang berlangsung mendadak dan singkat,dapat
simetris atau asimetris,dapat disertai atau tanpa disertai hilang
kesadaran.8. Spasme infantileAnak dapat mengalami sejumlah kejang
sepanjang hari tanpa rasa mengantuk atau tertidur setelah serangan.
Kemungkinan terjadi serangkaian kontraksi otot yang mendadak,
singkat dan smetris.kepala dalam keadaan fleksi, kedua lengan
ekstensi dan kedua tungkai ditarik ke atas. Kedua bola mata dapat
membalik ke atas atau ke dalam .dapat di dahului atau dilanjutkan
dengan tangisan. Dapat disertai atau tanpa disertai hilang
kesadaran. Kadang kadang terjadi kemerahan, pucat atau sianosis.
Pada bayi yang sudah duduk tapi belum bisa berdiri mendadak kepala
dan leher jatuh kedepan dengan batang tubuh mengalami fleksi ke
depan sementara kedua lutut ditarik ke atas. ( kejang salaam atau
jack knife ,serangan epilepsi dengan posisi tubuh mirip pisau lipat
). Spasme otot otot ekstensor dan bukan fleksi lengan atau tungkai
, dan batang tubuh serta kepala tampak mengangguk angguk.
E. Evaluasi diagnostikProses diagnosis pada anak yang mengalami
gangguan kejang memiliki dua fokus utama :1. Memastikan tipe kejang
yang dialami anak 2. Berupaya memahami penyebab seranganSelama
proses pengkajian jarang sekali anak tampak mengalami kejang ,oleh
karena itu riwayat kejang yang lengkap, akurat , dan rinci harus
didapat dari informan yang mengetahui dan dapat dipercaya. Riwayat
ini meliputi periode prenatal, perinatal dan neonatal yang mencakup
setiap kejadian infeksi , apnea, serta informasi mengenai setiap
trauma atau penyakit serius sebelumnya.Setiap faktor yang dapat
memicu kejang akan menjadi informasi penting termasuk keadaan
demam, infeksi,kejadian jatuh yang menyebabkan trauma
kepala,ansietas dan keadaan lingkungan sekitar ( terpajan dengan
stimulus yang kuat seperti cahaya terang yang menyilaukan atau
suara berisik ).durasi dan progesitivitas kejang dan perasaan serta
perilaku postikal, seperti kebingungan,ketidakmampuan
berbicara,amnesia, sakit kepala, harus dicatat.Kemampuan
mengidentifikasi tipe kejang secara akurat dihasilkan oleh kemajuan
teknologi dalam perekaman video dan pemantauan EEG jangka
panjang.Pemeriksaan fisik dan neurologi yang lengkap, termasuk
pengkajian perkembangan kemampuan bahasa,belajar, perilaku dan
motorik,seringkali menunjukkan adanya gangguan
neurologic.Pemeriksaan laboratorium yang dapat bermanfaat meliputi
hitung sel darah lengkap,dan hitung sel darah putih ( untuk tanda
tanda infeksi). pemeriksaan kadar gula dalam darah dan CSS dapat
membuktikan adanya episode hipoglikemik dan infeksi.pemeriksaan
elektrolit serum , BUN , kalsium serta pemeriksaan darah lainnya
dapat menunjukkan adanya gangguan metabolic.pungsi lumbal dapat
memastikan diagnosis suspek infeksi serebrospinal.Foto ronsen,CT
scan , dan pemeriksaan tulang tengkorak lainnya dapat membantu
mengenali abnormalitas pada cranial.kejang fokal pada anak anak
berusia di bawah 1 tahun merupakan indikasi pemeriksaan MRI untuk
menyingkirkan kemungkinan tumor supratentorial.EEG harus dilakukan
pada semua anak yang mengalami kejang.EEG merupakan alat yang
paling berguna untuk mengevaluasi gangguan kejang tersebut.
F. Penatalaksanaan terapeutikTujuan terapi gangguan kejang
adalah :1. Mengendalikan kejang atau mengurangi frekuensi serangan
2. Menemukan dan mengoreksi penyebab jika memungkinkan3. Membantu
anak yang mengalami kejang berulang untuk hidup senormal
mungkinSejumlah obat telah tersedia untuk mengendalikan kejang.
Obat obat utama yang diresepkan untuk mengendalikan kejang parsial
atau kejang tonik klonik generalisata adalah karbamazepin ,
fenitoin, fosfenitoin, dan asam valproat. Beberapa obat baru juga
telah meningkatkan pengendalian kejang pada anak. Obat obat
tersebut meliputi gabapentin,lamotrigin, dan felbamat.Apabila
aktivitas kejang dipastikan terjadi karena hematoma, tumor, atau
lesi progresif serebral lainnya ,maka terapi berupa operasi
pengangkatan lesi.Terapi awal untuk status epileptikus diarahkan
untuk menunjang dan mempertahankan fungsi fungsi vital ,meliputi
mempertahankan jalan nafas yang adekuat, pemberian oksigen, dan
terapi hidrasi,sera dilanjutkan dengan pemberian diazepam ( valium
) atau fenobarbital per IV. Lorazepam ( Ativan ) dapat meggantikan
diazepam IV sebagai obat pilihan. Preparat ini memiliki masa kerja
yang lebih panjang dan lebih sedikit menyebabkan gawat napas pada
anak anak di atas usia 2 tahun.Anak anak harus dipantau dengan
ketat selama pemberian obat untuk mendeteksi lebih awal terjadinya
perubahan tanda tanda vital yang dapat menunjukkan ancaman henti
jantung atau gawat napas.
KEJANG DEMAM
A. PendahuluanKejang demam pada anak merupakan suatu peristiwa
yang menakutkan pada kebanyakan orang tua karena kejadiannya yang
mendadak dan kebanyakan orang tua tidak tahu harus berbuat apa.
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal > 380 C ) yang disebabkan oleh suatu proses di luar
otak. Tidak jarang orang tua khawatir jika anaknya panas, apakah
nanti akan kejang atau tidak. Dari penelitian, kejadian kejang
demam itu sendiri tidaklah terlalu besar yaitu sekitar 2 4 %,
artinya dari 100 anak dengan demam ada sekitar 2 4 anak yang
mengalami kejang. Kejang demam terjadi pada usia 6 bulan 5 tahun
dan terbanyak terjadi pada usia 17 23 bulan.
B. PengertianIstilah kejang demam digunakan untuk bangkitan
kejang yg timbul akibat kenaikan suhu tubuh. Kejang demam ialah
bangkitan kejang yg terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Hasan,
1995).Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam,
salah satu diantaranya adalah : Kejang demam adalah suatu kejadian
pada bayi atau anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah
kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak
termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer, 2000).Demam
Kejang atau febril convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38 o C) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium. (Ngatsiyah, 1997 )Demam
Kejang merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai
pada anak tertama pada golongan anak yang berumur 6 bulan sampai 4
tahun.. Pada demam kejang terjadi pembahasan sekelompok neuron
secara tiba-tiba yang menyebabkan suatu gangguan kesadaran, gerak,
sensori atau memori yang bersifat sementara. ( Aesceulaplus, 2000
)a. Kejang demam Febrile Seizures Kejang yang terjadi akibat
kenaikan suhu tubuh di atas 38,40 C tanpa adanya infeksi SSP atau
gangguan elektrolit pada anak di atas usia 1 bulan tanpa riwayat
kejang tanpa demam sebelumnya Umumnya berusia 6 bulan 5 tahunb.
Febrile Seizures Plus (FS+)FS di atas usia 6 tahun dengan atau
tidak adanya kejang tanpa demam (GTC)
C. EtiologiPenyebab kejang demam masih belum dapat dipastikan.
Pada sebagian besar anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan
kenaikan suhu, menjadi factor pencetus serangan kejang demam.
Biasanya suhu demam lebih dari 38,80 C dan terjadi padasaat suhu
tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu
yang lama. Kadang-kadang kejadian ini menjadi petunjuk awal
terjadinya sakit yang dramatis. Kejang demam biasanya menyertai
infeksi saluran napas atau infeksi gastrointestinal. Walaupun
vaksin pertusis tidak menyebabkan kejang demam, imunisasi ini
merupakan factor pencetus serangan awal kejang demam pada anak-anak
yang mudah menderita kejang demam. (Cherry dkk, 1993)D.
PatofisiologiEnergy diperlukan oleh otak untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya, di mana energy ini didapat dari metabolisme.
Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa.
Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantara pungsi paru-paru
dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Berdasarkan
hal di atas bahwa energy otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi, dan dipecah menjadi karbondioksida dan air. Sel
dikelilingi oleh membrane sel. Yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal
membrane selneuron dapat dilalui oleh ion NA+ dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida.Proses itumengakibatkan konsentrasi
K+dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan di
dalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya, karena itu perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel. Maka terdapat
perbedaan membrane yang disebut potensial membrane dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energy
dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan
sel.Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah dengan
perubahan konsentrasi ion di ruang ekstra selular, rangsangan yang
datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik
dari sekitarnya.. perubahan dari patofisiologis membrane sendiri
karena penyakit / keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15
%. Dan karena itu pada anak, tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membrane sel neuron dengan singkat terjadi difusi di ion K+ maupun
ion NA+ melalui membrane tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya
muatan listrik.Muatan listrik yang lepas sedemikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membrane sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga
mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang berlangsung singkat
pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala
sisa.Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya
disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energy untuk
kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksia dan
menimbulkan terjadinya asidosis.
E. Manifestasi klinikCiri-ciri Kejang dan Bukan Kejang
KeadaanKejangBukan Kejang
OnsetTiba-tibaGradual
KesadaranTergangguTidak terganggu
Gerakan ekstremitasSinkronAsinkron
SianosisSeringJarang
Gerakan abnormal mataSelaluJarang
Serangan khasSeringJarang
Lamadetik menitBeberapa menit
Dapat diprovokasiJarangHampir selalu
Ictal EEG abnormalSelaluTidak pernah
F. Klasifikasi KejangKejang demam ada 2 bentuk yaitu kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks.1. Kejang demam sederhana
adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang 15 menit dan
umumnya dapat berhenti sendiri. Kejangnya bersifat umum artinya
melibatkan seluruh tubuh. Kejang tidak berulang dalam 24 jam
pertama. Kejang demam tipe ini merupakan 80 % dari seluruh kasus
kejang demam. Ciri-ciri singkat, tonik klonik, tidak berulang.2.
Kejang demam kompleks adalahkejang dengan satu ciri sebagai berikut
:a. Kejang lama > 15 menitb. Kejang fokal atau parsial menjadi
umumc. Berulang dalam 24 jamKejang yang merupakan pergerakan
abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat
diklasifikasikan juga menjadi 3 bagian yaitu : kejang tonik, kejang
klonik, dan kejang mioklonik.1. Kejang TonikKejang ini biasanya
terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa
kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal
berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu
ekstremitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan
tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan
fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik
yang menyerupai deserebrasi harus dibedakan dengan sikap
epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi
selaput otakatau kernikterus.2. Kejang KlonikKejang klonik dapat
berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan permulaan fokal dan
multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal
berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai
gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik.
Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati
metabolic.3. Kejang MioklonikGambaran klinis yang terlihat adalah
gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang
berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai refleks
moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat
yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi
tidak spesifik.
G. PenatalaksanaanBeberapa hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut : 1. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar
dengan posisi menyamping bukan terlentang, untuk menghindari bahaya
tersedak.2. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak
seperti sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat
menyumbat jalan napas.3. Jangan memegangi anak untuk melawan
kejang4. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak
memerlukan penanganan khusus5. Jika kejang terus berlanjut selama
10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat.
Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan
jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang
menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin
tanpa menyatakan batasan menit.
H. Pemeriksaan fisik dan laboratorium1. Pemeriksaan
fisikPemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatric dan
neurologic, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan
berurutan seperti berikut :a) Manifestasi kejang yang terjadi,
misalnya pada kejang multifocal yang berpindah-pindah atau kejang
tonik yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.b)
Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti napas, kejang tonik, posisi deserebrasi,
reaksi pupil terhadap cahaya negative, dan terdapatnya
kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan
intraventrikular.c) Pada kepala, apakah terdapat fraktur, depresi,
atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma.
Ubun-ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya
peninggian tekanan intracranial yang dapat disebabkan oleh
pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan
kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin di
kepala atau fontanel anterior yang disebabkan karena kesalahan
penyuntikan obat anestesi pada ibu.d) Terdapatnya stigma berupa
jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin
disertai gangguan perkembangan korteks serebri.e) Pemeriksaan
fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau
subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma
subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada
toksoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda statis
vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok-kelok di retina
terlihat pada sindrom hiperviskositas.f) Transluminasi kepala yang
positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau
kelainan bawaan seperti parensefali atau hydrocephalus.g)
Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis
dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
2. Pemeriksaan LaboratoriumPerlu diadakan pemeriksaan
laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx
dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap
pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.Selain itu,
pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu :a) Pemeriksaan darah rutin;
Hb, Ht, dan trombosit. Pemeriksaan rutin secara berkala penting
untuk memantau pendarahan intraventrikuler.b) Pemeriksaan gula
darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia, dan
analisis gas darah.c) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan,
peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebrospinal berdarah,
sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna
kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya
trauma pada fungsi lumbal dapat dikerjakan hitung butir darah merah
pada ketiga tabung yang diisi cairan serebrospinal.d) Pemeriksaan
EKG dapat mendeteksi adanya hipokalsemia.e) Pemeriksaan EEG penting
untuk menegakkan diagnose kejang. EEG juga diperlukan untuk
menentukan prognosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan
EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifocal
atau dengan brust suppression atau bentuk isoelektrik. Mempunyai
prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai /
menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga
digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi
premature dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.f) Bila
terdapat indikasi, pemeriksaan lab dilanjutkan untuk mendapatkan
diagnosis yang pasti yaitu mencakup :1) Pemeriksaan urin untuk asam
amino dan asam organic2) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk
toxoplasmosis rubella, cytomegalovirus, dan virus herpes.3) Foto
rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih
besar dari aturan baku.4) USG kepala untuk mendeteksi adanya
perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular.5) Penataan
kepalauntuk mengetahui adanya infark, perdarahan intracranial,
klasifikasi dan kelainan bawaan otak.6) Top coba subdural,
dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan
ubun-ubun besar tegang, membenjol, dan kepala membesar.
I. Asuhan Keperawatan1. PengkajianYang paling penting peran
perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan
gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai
karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor
efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus
didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya
kejang.Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk
mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian
sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh
kejang.a. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum,
perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunterb. Sirkulasi :
peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi
dengan penurunan nadi dan pernafasanc. Integritas ego : stressor
eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan, peka rangsangan.d. Eliminasi : inkontinensia episodik,
peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinktere. Makanan /
cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak /
gigif. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma
kepala dan infeksi serebrag. Riwayat jatuh / trauma
2. Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan yang mungkin muncul
:a. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan
kesadaran, kehilangan koordinasi otot.b. Resiko tinggi terhadap
inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskularc.
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuhd. Kerusakan
mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatane. Kurang
pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
3. Intervensia. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan,
perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.Tujuan : Cidera /
trauma tidak terjadiKriteria hasil :Faktor penyebab diketahui,
mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan
lingkunganIntervensi :1) Kaji dengan keluarga berbagai stimulus
pencetus kejang2) Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan
sesudah kejang3) Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali
terjadi4) Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah
kejang5) Lindungi klien dari trauma atau kejang6) Berikan
kenyamanan bagi klien7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
therapi anti compulsan
b. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d
kerusakan neuromuskularTujuan : Inefektifnya bersihan jalan napas
tidak terjadiKriteria hasil :Jalan napas bersih dari sumbatan,
suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas
normalIntervensi :1) Observasi tanda-tanda vital, 2) atur posisi
tidur klien fowler atau semi fowler3) Lakukan penghisapan lendir4)
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy
c. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuhTujuan :
Aktivitas kejang tidak berulangKriteria hasil :Kejang dapat
dikontrol, suhu tubuh kembali normalIntervensi :1) Kaji factor
pencetus kejang2) Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada
klien3) Observasi tanda-tanda vital4) Lindungi anak dari trauma5)
Berikan kompres dingin pada daerah dahi dan ketiak.
d. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan
kekuatanTujuan : Kerusakan mobilisasi fisik teratasiKriteria hasil
:Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien
teratasiIntervensi :1) Kaji tingkat mobilisasi klien2) Kaji tingkat
kerusakan mobilsasi klien3) Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan4)
Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien5) Libatkan
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
e. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasiTujuan :
Pengetahuan keluarga meningkatKriteria hasil :Keluarga mengerti
dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya
lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.Intervensi :1)
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien2) Kaji tingkat pengetahuan
keluarga klien3) Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit
kejang demam melalui penkes4) Beri kesempatan pada keluarga untuk
menanyakan hal yang belum dimengerti5) Libatkan keluarga dalam
setiap tindakan pada klien.
4. Evaluasia. Cidera / trauma tidak terjadib. Inefektifnya
bersihan jalan napas tidak terjadic. Aktivitas kejang tidak
berulangd. Kerusakan mobilisasi fisik teratasie. Pengetahuan
keluarga meningkat
HIDROCHEPALUS
A. PengertianHidrosephalus adalah akumulasi cairan cerebrospinal
dalam ventrikel cerebral, ruang sub arachnoid, atau ruang subdural.
B. Etiologi1. Kongenital : disebabkan gangguan perkembangan janin
dalam rahim atau infeksi intrauterin. Sehingga : a) Pada saat lahir
keadaan otak bayi terbentuk kecib) Terdesak oleh banyaknya cairan
di dalam kepala dan tingginya tekanan intracranial sehingga
pertubuhan sel otak terganggu.2. Didapat : disebabkan oleh infeksi
neoplasma atau perdarahan.
C. Patofisiologi1. Hidrosephalus terjadi karena ada gangguan
absorbs CSF dalam sub arachnoid (communicating hidrosephalus) dan
atau adanya obstruksi dalam ventrikel yang mencegah CSF masuk ke
rongga sub arachnoid karena infeksi, neoplasma, perdarahan atau
kelainan bentuk perkembangan otak janin (non communicating
hidrosephalus). 2. Cairan terakumulasi dalam ventrikel dan
mengakibatkan dilatasi ventrikel dan penekanan organ-organ yang
terdapat dalam otak.
CSS (diproduksi oleh pleksus khoroid)
Infeksi, neoplalsma, kelainan neoplasma, perdarahanVentrikel
Obstruksi aliran CSS melalui Sistem ventrikelSubarachnoid
Gangguan absrpsi CSS diruang subarachnoid
Vili Arachnoid
(Comunicting Hydosefalus) (Non Comiunicating Hidrosefalus)
Akumulasi CS diventrikel
Resiko peningkatan TIKVentrikel dilatasi dan menekan organ yg
terdapat didalm otak
Resiko Gangguan Integritas Kulit kepalaKepala membear
MRS
Cemas AP/VP Shunt
Resiko infeksi
D. Manifestasi Klinik1. Bayia) Kepala membesar , fontanel
anterior menonjol, vena pada kulit kepala diatasi dan terlihat
jelas pada saat bayi menangis, mata terlihat kebawah (tanda
setingsun), mudah terstimulasi, lemah, kemampuan makan kurang,
perubahan kesadaran, opistotonus, dan spastic pada ekstremitas
bawahb) Pada bayi dengan malformasi mengalami kesulitan menelan,
napas stridor, kesulitan bernapas, apnoeu, aspirasi, refleks
muntah.c) Peningkatan tonus otot ekstremitas.d) Tanda-tanda fisik
lainnya :1) Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan
pembuluh-pembuluh darah terlihat jelas. 2) Alis mata dan bulu mata
keatas, sehingga sclera terlihat seolah-olah diatas iris 3) Bayi
tidak dapat melihat keatas, (sunset eyes)4) Bayi sulit mengangkat
dan menahan kepalanya keatas.2. Masa Kanak-kanakSakit kepala,
muntah, pupil edema,strabismus, ataksia,mudah terstimulasi,
letargi, apatis, bingung, penglihatan ganda.
E. Komplikasi1. Peningkatan intra cranial2. Infeksi :
septicemia, endokarditis, infeksi luka, nefritis, meningitis,
ventrikulitis, abses otak.3. Shunt tidak berfungsi dengan baik
akibat obstruksi mekanik.4. Hematoma subdural, peritonitis, abses
abdomen, perforasi organ dalam rongga abdomen, fistula, hernia dan
ilius.5. Kematan.
F. Pemeriksaan DiagnostikPemeriksaan diagnostic yang diperlukan
pada klien dengan hydrosefalus meliputi :1. CT scan (dengan/tanpa
kontras)Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, ventrikuer, dan
perubahan jaringan otak.2. MRIDigunakan sama dengan CT scan
dengan/tanpa kontras radioaktif.3. Rontgen kepalaMendeteksi
perubahan struktur garis sutura.4. Cairan SerebrospinalisLumbal
pungsi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid. CSS dengan/tanpa kuman dengan biakan yang ditandai
dengan protein LCS normal atau menurun, lekosit meningkat atau
tetap, dan glukosa menurun atau tetap.5. Kadar elektrolit Untuk
mengoreksi keseimbangan elektrolit akibat peningkatan tekanan
intracranial.6. Analisa gas darahAnalisa gas darah adalah salah tes
diagnostic untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang
dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status
oksigenisasi dan status asam basa.
G. Penatalaksanaan Terapeutik1. Non pembedahan : pemberian
acetazolamide dan isosorbide atau furosemide untuk mengurangi
kelebihan CSF2. Pembedahan : pengangkatan penyebab obstruksi atau
hematom, pemasangan shunt bertujuan untuk mengalirkan CSF yang
berlebihan dari ventrikel ke ruang ekstrakranial misalnya rongga
peritoneum, atrium kanan dan rongga pleura.H. Asuhan Keperawatan 1.
PengkajianAnamnese1) Riwayat penyakit / keluhan utamaMuntah,
gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda,
perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.2) Riwayat
PerkembanganKelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada
waktu lahir menangis keras atau tidak.Kekejangan : Mulut dan
perubahan tingkah laku.Apakah pernah terjatuh dengan kepala
terbentur.Keluhan sakit perut.
Pemeriksaan Fisik1) Inspeksi : Anak dapat melihat keatas atau
tidak. Pembesaran kepala. Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas
pembuluh dara terlihat jelas.2) Palpasi Ukur lingkar kepala :
Kepala semakin membesar. Fontanela : Keterlamabatan penutupan
fontanela anterior sehingga fontanela tegang, keras dan sedikit
tinggi dari permukaan tengkorak.3) Pemeriksaan Mata Akomodasi.
Gerakan bola mata. Luas lapang pandang Konvergensi. Didapatkan
hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
Stabismus, nystaqmus, atropi optic.Observasi Tanda tanda
vitalDidapatkan data data sebagai berikut : Peningkatan sistole
tekanan darah. Penurunan nadi / Bradicardia. Peningkatan frekwensi
pernapasan.Diagnosa Klinis : Transimulasi kepala bayi yang akan
menunjukkan tahap dan lokalisasi dari pengumpulan cairan banormal.
( Transsimulasi terang ) Perkusi tengkorak kepala bayi akan
menghasilkan bunyi Crakedpot (Mercewens Sign) Opthalmoscopy : Edema
Pupil. CT Scan Memperlihatkan (non invasive) type hidrocephalus
dengan nalisisi komputer. Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura,
erosi tulang intra cranial.
2. Diagnosa KeperawatanPre Operatif1) Perubahan perfusi jaringan
serebral sehubungan dengan meningkatnya volume CSF, meningkatnya
TIKTujuan : tidak terjadi peningkatan TIK pada klienIntervensi :
Kaji factor penyebab keadaan individu/penyebab koma/penurunan
perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK Monitor
TTV tiap 4 jam Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan
Pertahankan kepala/ leher pada posisi yang netral, ushkan dg
sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yg tinggi pada kepala
Observasi tingkat kesadaran dg GCS Kolaborasi pemberian O2
2) Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya
tekanan intrakranial .Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala,
Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesarTujuan ; Klien akan
mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurangIntervensi : Jelaskan
Penyebab nyeri. Atur posisi Klien Ajarkan tekhnik relaksasi
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian Analgesik Persapiapan
operasi
3) Kecemasan Orang tua sehubungan dengan keadaan anak yang akan
mengalami operasi.Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan
kecemasan akan keadaan anaknya.Tujuan : Kecemasan orang tua
berkurang atau dapat diatasi.Intervensi : Dorong orang tua untuk
berpartisipasi sebanyak mungkin dalam merawat anaknya. Jelaskan
pada orang tua tentang masalah anak terutama ketakutannya
menghadapi operasi otak dan ketakutan terhadap kerusakan otak.
Berikan informasi yang cukup tentang prosedur operasi dan berikan
jawaban dengan benar dan sejujurnya serta hindari kesalahpahaman.4)
Potensial Kekurangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan intake
yang kurang diserta muntah.Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang
minum.Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan dan
elektrolit.Intervensi : Kaji tanda tanda kekurangan cairan Monitor
Intake dan out put Berikan therapi cairan secara intavena. Atur
jadwal pemberian cairan dan tetesan infus. Monitor tanda tanda
vital.
Post Operatif.1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan
tekanan pada kulit yang dilakukan shunt.Data Indikasi ; adanya
keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri.Tujuan : Rasa
Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurangIntervensi : Beri kapas
secukupnya dibawa telinga yang dibalut. Aspirasi shunt (Posisi semi
fowler), bila harus memompa shunt, maka pemompaan dilakukan
perlahan lahan dengan interval yang telah ditentukan. Kolaborasi
dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt. Berikan
posisi yang nyama. Hindari posisi p[ada tempat dilakukan shunt.
Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan muka
(Pucat, dingin, berkeringat) Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan
radiasinya.
2) Resiko terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh sehubungan dengan intake yang tidak adekuat.Data Indikasi ;
Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.Tujuan : Tidak
terjadi gangguan nutrisil.Intervensi : Berikan makanan lunak tinggi
kalori tinggi protein. Berikan klien makan dengan posisi semi
fowler dan berikan waktu yang cukup untuk menelan. Ciptakan suasana
lingkungan yang nyaman dan terhindar dari bau bauan yang tidak
enak. Monitor therapi secara intravena. Timbang berta badan bila
mungkin. Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene) Berikan makanan
ringan diantara waktu makan.
3) Resiko terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi
bakteri melalui shunt.Tujuan : Tidak terjadi infeksi / Klien bebas
dari infeksi.Intervensi : Monitor terhadap tanda tanda infeksi.
Pertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan Cegah
terhadap terjadi gangguan suhu tubuh. Pertahanakan prinsiup aseptik
pada drainase dan ekspirasi shunt.
4) Resiko terjadi kerusakan integritas kulit dan kontraktur
sehubungan dengan imobilisasi.Tujuan ; Pasien bebas dari kerusakan
integritas kulit dan kontraktur.Intervensi : Mobilisasi klien (Miki
dan Mika) setiap 2 jam. Obsevasi terhadap tanda tanda kerusakan
integritas kulit dan kontrkatur. Jasgalah kebersihan dan kerapihan
tempat tidur. Berikan latihan secara pasif dan perlahan laha
DAFTAR PUSTAKA
A.H Markum,1991,Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid
1,Jakarta,Fakultas kedokteran UI
Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi
Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta
Price, S & Wilson, 2001, L, Patofisiologi Konsep Klinis
Proses Penyakit, EGC, Jakarta
Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses -
Proses Penyakit Edisi 4, Buku kedokteran EGC, Jakarta.
Wong and Whaleys (1996), Clinical Manual of Pediatrics Nursing
4th Edition, Mosby-Year Book, St.Louis, Missouri.
Tugas Kelompok
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM NEUROLOGIHIDROCHEPALUS DAN KEJANG
OLEH: KELOMPOK V
ABU BAKAR ( C12113 719)ARMANSYA (C12113 736)SLAMET ( C12113
739)JULIANTI MAMANGKEY ( C12113 722)RISMAWATI ( C12113 709)SRI
WIJIATI ( C12113 748)ERNA ( C12113 753)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS
HASANUDDINMAKASSAR2013