MEMBANGUN SEKOLAH BERKUALITAS DENGAN BUDAYA SEKOLAH DAN MENINGKATKAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Belajar dan mengajar tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa. Berbagai kegiatan seperti bagaimana membiasakan seluruh warga sekolah disiplin dan patuh terhadap peraturan yang berlaku di sekolah, saling menghormati, membiasakan hidup bersih dan sehat serta memiliki semangat berkompetisi secara fair dan sejenisnya merupakan kebiasaan yang harus ditumbuhkan di lingkungan sekolah sehari-hari. Zamroni (2003:149) mengatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma, ritual, mitos yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah disebut budaya sekolah. Budaya sekolah dipegang bersama oleh kepala sekolah, guru, staf aministrasi, dan siswa sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah. Sekolah menjadi wadah utama dalam transmisi kultural antar generasi. 1
31
Embed
Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MEMBANGUN SEKOLAH BERKUALITAS DENGAN BUDAYA SEKOLAH DAN MENINGKATKAN PERAN SERTA
MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
Belajar dan mengajar tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan transfer ilmu
pengetahuan dari guru ke siswa. Berbagai kegiatan seperti bagaimana
membiasakan seluruh warga sekolah disiplin dan patuh terhadap peraturan yang
berlaku di sekolah, saling menghormati, membiasakan hidup bersih dan sehat
serta memiliki semangat berkompetisi secara fair dan sejenisnya merupakan
kebiasaan yang harus ditumbuhkan di lingkungan sekolah sehari-hari. Zamroni
(2003:149) mengatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma, ritual,
mitos yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah disebut budaya sekolah.
Budaya sekolah dipegang bersama oleh kepala sekolah, guru, staf aministrasi, dan
siswa sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai
persoalan yang muncul di sekolah. Sekolah menjadi wadah utama dalam transmisi
kultural antar generasi.
Penelitian di Amerika serikat membuktikan bahwa kultur sekolah
berpengaruh terhadap peningkatan prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi,
sikap dan motivasi guru serta produktivitas dan kepuasan kerja guru. Untuk
menciptakan kultur sekolah yang positif dibutuhkan adanya kesadaran dan
motivasi terutama dari diri masing-masing warga sekolah. Guru sebagai ujung
tombak di lapangan harus mampu memberikan motivasi dan inspirasi bagi siswa
khususnya. Kebiasaan guru yang datang tepat waktu dan melaksanakan tugas
mengajar dengan baik, sikap dan cara berbicara saat berkomunikasi dengan siswa
dan unsur sekolah lainnya, disiplin dalam melaksanakan tugas merupakan
kebiasaan, nilai dan teladan yang harus senantiasa dijaga dalam kehidupan
1
sekolah. Agar kebiasaan-kebiasaan positif tersebut terpelihara dan mendarah
daging dalam diri seluruh warga sekolah yang selanjutnya diwujudkan dalam
perilaku sehari-hari, dibutuhkan adanya “ sense of belonging” atau rasa memiliki
terhadap sekolah.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah sekolah supaya tetap diminati oleh masyarakat dan menjadi
harapan dari masyarakat ?
Bagaimanakah meningkatkan peran serta masyarakat dalam meningkatkan
kualitas pendidikan di sekolah ?
C. Tujuan
Membangun sekolah yang berbudaya dan mempunyai nilai lebih sehingga
menjadi sekolah yang menjadi tumpuan dan harapan dari masyarakat sekitar.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam meningkatkan kualitas
pendidkan di sekolah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Budaya Sekolah
Salah satu keunikan dan keunggulan sebuah sekolah adalah memiliki
budaya sekolah (school culture) yang kokoh dan tetap eksis. Sebuah sekolah
harus mempunyai misi menciptakan budaya sekolah yang menantang dan
menyenangkan, adil, kreatif, terintegratif, dan dedikatif terhadap pencapaian visi,
menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dalam perkembangan
intelektualnya dan mempunyai karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi
teladan, bekerja keras, toleran dan cakap dalam memimpin, serta menjawab
tantangan akan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia yang dapat
berperan dalam perkembangan IPTEK dan berlandaskan IMTAQ.
Budaya sekolah (school culture) merupakan kata kunci (key word) yang
perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari para pengelola
pendidikan .Budaya sekolah perlu dibangun berdasarkan kekuatan karakteristik
budaya lokal masyarakat tempat sekolah itu berada. Budaya sekolah adalah detak
jantung sekolah itu sendiri, perumusannya harus dilakukan dengan sebuah
komitmen yang jelas dan terukur oleh komunitas sekolah yakni guru, siswa,
manajemen sekolah, dan masyarakat. Untuk membangun atmosfer budaya
sekolah yang kondusif, maka ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu apakah
yang dimaksud dengan budaya sekolah, bagaimana penciptaannya, bagaimana
peran kepala sekola selaku leader dalam mendisain budaya sekolahnya,
bagaimana budaya sekolah SD Hang Tuah 6 Surabaya dan bagaimana hasil dari
budaya sekolah kontribusinya terhadap keberhasilan sekolah baik dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia maupun prestasi sekolahnya.
Menurut Zamroni budaya sekolah ( kultur sekolah ) sangat mempengaruhi
prestasi dan perilaku peserta didik dari sekolah tersebut. Budaya sekolah
merupakan jiwa dan kekuatan sekolah yang memungkinkan sekolah dapat
3
tumbuh berkembang dan melakukan adaptasi dengan berbagai lingkungan yang
ada.
Selanjutnya, dalam analisis tentang budaya sekolah dikemukakan bahwa
untuk mewujudkan budaya sekolah yang akrab-dinamis, dan positif-aktif perlu
ada rekayasa social. Dalam mengembangkan budaya baru sekolah perlu
diperhatikan dua level kehidupan sekolah: yaitu level individu dan level
organisasi atau level sekolah. Level individu, merupakan perilaku siswa selaku
individu yang tidak lepas dari budaya sekolah yang ada. Perubahan budaya
sekolah memerlukan perubahan perilaku individu. Perilaku individu siswa sangat
terkait dengan perilaku pemimpin sekolah.
B. Pengertian Budaya Sekolah
Secara etimologis, budaya berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata
culture. Marvin Harris (1987) mendefinisikan culture atau budaya sebagai
serangkaian aturan yang dibuat oleh masyarakat sehingga menjadi milik bersama,
dapat diterima oleh masyarakat, dan bertingkah laku sesuai dengan aturan. Dalam
istilah lain, Denis Lawton (1975) mendefinisikan bahwa culture is everything that
exists in a society. Culture includes every thing that is man made : technological
artifacts, skills, attitudes, and values.
Secara implisit, kesimpulan dari kedua definisi di atas menyatakan bahwa
kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai yang telah diterapkan di suatu sekolah
merupakan budaya sekolah. Secara eksplisit, Deal dan Peterson (1999)
mendefinisikan budaya sekolah sebagai sekumpulan nilai yang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh
kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar
sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra
sekolah tersebut di masyarakat luas.
Budaya sekolah adalah keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang
menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai warga suatu masyarakat. Jika
definisi ini diterapkan di sekolah, sekolah dapat saja memiliki sejumlah kultur
dengan satu kultur dominan dan kultur lain sebagai subordinasi.( Kennedy,1991 )
4
Pendapat lain tentang budaya sekolah juga dikemukakan oleh Schein,
bahwa budaya sekolah adalah suatu pola asumsi dasar hasil invensi, penemuan
atau pengembangan oleh suatu kelompok tertentu saat ia belajar mengatasi
masalah-masalah yang telah berhasil baik serta dianggap valid, dan akhirnya
diajarkan ke warga baru sebagai cara-cara yang benar dalam memandang,
memikirkan, dan merasakan masalah-masalah tersebut. ( Schein , 2010 )
Pandangan lain tentang budaya sekolah dikemukakan oleh Zamroni (2011)
bahwa budaya sekolah adalah merupakan suatu pola asumsi-asumsi dasar, nilai-
nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan yang dipegang bersama
oleh seluruh warga sekolah, yang diyakini dan telah terbukti dapat dipergunakan
untuk menghadapi berbagai problem dalam beradaptasi dengan lingkungan yang
baru dan melakukan integrasi internal, sehingga pola nilai dan asumsi tersebut
dapat diajarkan kepada anggota dan generasi baru agar mereka memiliki
pandangan yang tepat bagaimana seharusnya mereka memahami, berpikir,
merasakan dan bertindak menghadapi berbagai situasi dan lingkungan yang ada
( Zamroni, 2011: 297 ).
C. Pembentukan dan Pengembangan Budaya Sekolah
Budaya sekolah merupakan basis interaksi antara semua anggota
masyarakat sekolah yang meliputi: (1) nilai-nilai (kepercayaan, kejujuran, dan
transparansi, (2) norma-norma ( peraturan dan perilaku yang berlaku dan
disepakati oleh semua anggota masyarakat sekolah, serta (3) kebiasaan yang
memberikan keunikan atau kekhususan pada sekolah.
Budaya sekolah juga memperhatikan ketentuan umum yang berlaku tanpa
mengabaikan kondisi lokal masyarakat. Khusus mengenai cara belajar dan cara
berperilaku siswa, perlu dikelola secara baik agar warga sekolah dalam hal ini,
siswa, guru, kepala sekolah, orang tua, dan komite sekolah dapat saling
menghargai.
Budaya sekolah yang positif muncul dari hubungan yang baik diantara
kepala sekolah, dan guru, guru dan guru, guru dan siswa, siswa dan siswa, serta
5
antar semua warga sekolah. Ini merupakan cirri sekolah yang berpengaruh positif
terhadap proses belajar mengajar di sekolah.
Kepala sekolah memiliki peran kunci dalam mengembangkan budaya
sekolah yang positif. Pengembangan ini dilakukan melalui kerjasama bersama
guru-guru dan warga sekolah, dengan memberi contoh tentang nilai-nilai dan
perilaku positif sehingga terbentuk budaya mutu di sekolah.
Budaya mutu yang baik adalah yang dikembangkan secara utuh dan
terpadu sebagai suatu sistem. Bangunan budaya mutu di sekolah yang harus
dikembangkan mengacu pada visi dan misi yang telah ditetapkan, sedangkan visi
dan misi harus berfokus pada customer (pengguna jasa) baik internal maupun
eksternal. Visi dan misi akan bisa dicapai secara efektif jika dibarengi dengan
keyakinan dan nilai-nilai yang dianut serta diterapkan oleh warga sekolah. Selain
itu, nilai-nilai dan keyakinan itu harus mampu meningkatkan keterlibatan warga
sekolah, stakeholder dan masyarakat. Keyakinan dan nilai-nilai tersebut harus
mampu mendorong dan meningkatkan komitmen kerja untuk menghindari dan
mengantisipasi aspek-aspek yang dapat mengganggu terwujudnya tujuan sekolah.
Pengembangan budaya sekolah hendaknya senantiasa merujuk pada
kemampuan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya unggul ( the culture
of execuence) di sekolah. Kepala sekolah hendaknya menekankan pentingnya
membangun budaya yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas
proses pendidikan di sekolah.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh kepala sekolah dalam
pengembangan budaya sekolah menurut Ansar dan Masaong (2010) antara lain:
(1) kepala sekolah mengartikulasikan visi dan misi sekolah dalam rangka
menciptakan kesatuan ide (the unity of idea) tentang sekolah yang dicita-citakan,
(2) mengartikulasikan nilai-nilai dan keyakinan dalam organisasi sekolah, (3)
menciptakan disain dan struktur organisasi sekolah, (4) menciptakan symbol yang
dapat memperkuat keunikan sekolah, (5) membangun reward yang sesuai dengan
norma dan nilai yang ada di sekolah, (6) membangun hubungan sosial dan
emosional antara siswa, guru, dan masyarakat sesuai komitmen dan visi sekolah.
6
D. Hal-hal Yang Perlu Dikembangkan Dalam Menciptakan Budaya
Sekolah.
Dalam terminologi kebudayaan, pendidikan yang berwujud dalam bentuk
lembaga atau instansi sekolah dapat dianggap sebagai pranata sosial yang di
dalamnya berlangsung interaksi antara pendidik dan peserta didik sehingga
mewujudkan suatu sistem nilai atau keyakinan,dan juga norma maupun kebiasaan
yang di pegang bersama. Pendidikan sendiri adalah suatu proses budaya. Masalah
yang terjadi saat ini adalah nilai-nilai yang mana yang seharusnya dikembangkan
atau dibudayakan dalam proses pendidikan yang berbasis mutu itu. Dengan
demikian sekolah menjadi tempat dalam mensosialisasikan nilai-nilai budaya
yang tidak hanya terbatas pada nilai-nilai keilmuan saja, melainkan semua nilai-
nilai kehidupan yang memungkinkan mampu mewujudkan manusia yang
berbudaya.
Keberadaan budaya sekolah di dalam sebuah sekolah merupakan urat nadi
dari segala aktivitas yang dijalankan warga sekolah mulai dari guru, karyawan,
siswa dan orang tua. Budaya sekolah yang didesain secara terstruktur, sistematis,
dan tepat sesuai dengan kondisi sosial sekolahnya, pada gilirannya bisa
memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan kualitas sumber daya
manusia sekolah dalam menuju sekolah yang berkualitas. Ada sembilan hal yang
perlu dikembangkan dalam menciptakan budaya sekolah yang berkualitas, yaitu:
1. Kerjasama Kelompok
Pada dasarnya sebuah komunitas sekolah merupakan sebuah kumpulan
individu yang bekerja sama untuk mencapai tujuan. Nilai kerja sama merupakan
suatu keharusan dan kerjasama merupakan aktivitas yang bertujuan untuk
membangun kekuatan-kekuatan atau sumber daya yang dimilki sekolah.
2. Kemampuan.
Menunjuk pada kemampuan untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawab
pada tingkat kelas atau sekolah. Dalam lingkungan pembelajaran, kemampuan
7
profesional guru bukan hanya ditunjukkan dalam bidang akademik tetapi juga
dalam bersikap dan bertindak yang mencerminkan pribadi pendidik.
3. Keinginan.
Keinginan pada kemauan atau kerelaan untuk melakukan tugas dan
tanggung jawab untuk memberikan kepuasan terhadap siswa dan masyarakat.
Keinginan harus diarahkan pada usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan
kemampuan dan kompetensi diri dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
sebagai budaya yang muncul dalam diri pribadi baik sebagai kepala sekolah, guru,
dan staf dalam memberikan pelayanan kepada siswa dan masyarakat.
4. Kegembiraan.
Nilai kegembiraan ini harus dimiliki oleh seluruh personil sekolah dengan
harapan kegembiraan yang kita miliki akan berimplikasi pada lingkungan dan
iklim sekolah yang ramah dan menumbuhkan perasaan puas, nyaman, bahagia dan
bangga sebagai bagian dari personil sekolah. Jika perlu dibuat wilayah-wilayah
yang dapat membuat suasana dan memberi nuansa yang indah, nyaman, asri dan
menyenangkan, seperti taman sekolah ditata dengan baik dan dibuat wilayah
bebas masalah atau wilayah harus senyum dan sebagainya.
5. Hormat.
Rasa hormat merupakan nilai yang memperlihatkan penghargaan kepada
siapa saja baik dalam lingkungan sekolah maupun dengan stakeholders
pendidikan lainnya. Keluhan-keluhan yang terjadi karena perasaan tidak dihargai
atau tidak diperlakukan dengan wajar akan menjadikan sekolah kurang dipercaya.
Sikap respek dapat diungkapkan dengan cara memberi senyuman dan sapaan
kepada siapa saja yang kita temui, bisa juga dengan memberikan hadiah yang
menarik sebagai ungkapan rasa hormat dan penghargaan kita atas hasil kerja yang
dilakukan dengan baik.
8
6. Jujur.
Nilai kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam lingkungan
sekolah, baik kejujuran pada diri sendiri maupun kejujuran kepada orang lain.
Nilai kejujuran tidak terbatas pada kebenaran dalam melakukan pekerjaan atau
tugas tetapi mencakup cara terbaik dalam membentuk pribadi yang obyektif.
Tanpa kejujuran, kepercayaan tidak akan diperoleh. Oleh karena itu budaya jujur
dalam setiap situasi dimanapun kita berada harus senantiasa dipertahankan. Jujur
dalam memberikan penilaian, jujur dalam mengelola keuangan, jujur dalam
penggunaan waktu serta konsisten pada tugas dan tanggung jawab merupakan
pribadi yang kuat dalam menciptakan budaya sekolah yang baik.
7. Disiplin.
Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi yang
berlaku dalam lingkungan sekolah. Disiplin yang dimaksudkan dalam asas ini
adalah sikap dan perilaku disiplin yang muncul karena kesadaran dan kerelaan
kita untuk hidup teratur dan rapi serta mampu menempatkan sesuatu sesuai pada
kondisi yang seharusnya. Jadi disiplin disini bukanlah sesuatu yang harus dan
tidak harus dilakukan karena peraturan yang menuntut kita untuk taat pada aturan
yang ada. Aturan atau tata tertib yang dipajang dimana-mana bahkan merupakan
atribut, tidak akan menjamin untuk dipatuhi apabila tidak didukung dengan
suasana atau iklim lingkungan sekolah yang disiplin. Disiplin tidak hanya berlaku
pada orang tertentu saja di sekolah tetapi untuk semua personil sekolah tidak
kecuali kepala sekolah, guru dan staf.
8. Empati.
Empati adalah kemampuan menempatkan diri atau dapat merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain namun tidak ikut larut dalam perasaan itu. Sikap
ini perlu dimiliki oleh seluruh personil sekolah agar dalam berinteraksi dengan
siapa saja dan dimana saja mereka dapat memahami penyebab dari masalah yang
mungkin dihadapai oleh orang lain dan mampu menempatkan diri sesuai dengan
harapan orang tersebut. Dengan sifat empati warga sekolah dapat menumbuhkan
9
budaya sekolah yang lebih baik karena dilandasi oleh perasaan yang saling
memahami
9. Pengetahuan dan Kesopanan.
Pengetahuan dan kesopanan para personil sekolah yang disertai dengan
kemampuan untuk memperoleh kepercayaan dari siapa saja akan memberikan
kesan yang meyakinkan bagi orang lain. Dimensi ini menuntut para guru, staf dan
kepala sekolah tarmpil, profesional dan terlatih dalam memainkan perannya
memenuhi tuntutan dan kebutuhan siswa, orang tua dan masyarakat.
10
BAB III
PERAN SERTA MASYATAKAT DALAM PENDIDIKAN
A. Pengertian Peran Serta dan Masyarakat
Resbin L. Sihite (2007:16) mengemukakan bahwa peran serta adalah
berbagai aktivitas yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam suatu
program atau kegiatan tertentu, sehingga bermakna dalam pencapaian tujuan.
Menurutnya wujud dari peran serta yang diberikan dapat berupa pemikiran,
tindakan, sumbangan dana atau barang yang berguna bagi program ataupun
pencapaian tujuan. Ia juga mengemukakan pengertian masyarakat sebagai
sekelompok orang yang hidup dalam daerah khusus.
Yusufhadi Miarso (2004:706) menggunakan istilah partisipasi untuk mengatakan
peran serta. Partisipasi menurutnya merupakan hal turut serta dalam suatu
kegiatan. Pengertian masyarakat menurutnya adalah kumpulan individu yang
menjalin kehidupan bersama sebagai suatu kesatuan yang besar, yang saling
membutuhkan, memiliki ciri-ciri yang sama sebagai kelompok.
Istilah masyarakat dalam UU No.20 Tahun 2003 diartikan sebagai kelompok
warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan
dalam bidang pendidikan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa peran
serta masyarakat dalam pendidikan adalah aktivitas yang dilakukan oleh
sekelompok orang dalam bidang pendidikan dengan tujuan untuk memajukan
pendidikan dengan cara-cara tertentu. Kelompok orang yang dimaksud dapat
berupa masyarakat yang berhubungan langsung dengan pendidikan seperti orang
tua siswa yang tergabung dalam komite sekolah, masyarakat luas yang tergabung
dalam dewan pendidikan, dunia usaha seperti badan-badan usaha yang dapat
berpartisipasi dalam program Manajemen Berbasis Sekolah, penyelenggara
pendidikan nonpemerintah, dan sebagainya.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, Dewan pendidikan adalah lembaga
mandiri yang berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan, sedangkan
11
Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua atau wali
peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
B. Ruang Lingkup Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan
Resbin L. Sihite (2007:15) mengemukakan tujuh peran serta masyarakat
dalam pendidikan yaitu:
1. Sebagai sumber pendidikan
2. Sebagai pelaku pendidikan
3. Pelaksana pendidikan
4. Pengguna hasil pendidikan
5. Perencanaan pendidikan
6. Pengawasan pendidikan
7. Evaluasi program pendidikan.
Sedangkan Umar Tirtarahardja dan La Sulo (2005:179) mengemukakan
kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu
masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, mempunyai peran dan fungsi
edukatif, dan masyarakat sebagai sumber belajar.
Dua pendapat tadi menggambarkan lingkup peran serta masyarakat secara
menyeluruh mulai dari perencanaan sampai evaluasi. Nampak bahwa masyarakat
dan pendidikan saling berkaitan dan saling topang. Sehingga keberhasilan
pendidikan bukan saja menjadi tanggung jawab penyelenggara pendidikan saja,
tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Masyarakat
dan pemerintah terjun langsung ke tengah-tengah dunia pendidikan atau dapat
dikatakan masyarakat turut berpartisipasi dalam pendidikan dan pemerintah
memberikan dorongan berupa peraturan atau perundang-undangan.
Partisipasi masyarakat dalam pendidikan dikemukakan oleh Yusufhadi
Miarso (2004:709) bertujuan untuk:
1. Terbentuknya kesadaran masyarakat tentang adanya tanggung jawab
bersama dalam pendidikan.
12
2. Terselenggaranya kerja sama yang saling menguntungkan (memberi dan
menerima) antara semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan.
3. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya,
meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan
seperti dana, fasilitas, dan peraturan-peraturan termasuk perundang-
undangan.
4. Meningkatkan kinerja sekolah yang berarti pula meningkatnya produktivitas,
kesempatan memperoleh pendidikan, keserasian proses dan hasil pendidikan
sesuai dengan kondisi anak didik dan lingkungan, serta komitmen dari para
pelaksana pendidikan.
Begitu pentingnya peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat ini, maka
UU No. 20 Tahun 2003 begitu banyak mengemukakan hal tersebut, yaitu sebagai
berikut.
1. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan pendidikan, logika, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. (Bab III, pasal 4
ayat 6)
2. Setiap warga Negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan. (Bab IV, pasal 6 ayat 2)
3. Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan
memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. (Bab IV,
pasal 6 ayat 7)
4. Masyarakat berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
evaluasi program pendidikan. (Bab IV, pasal 6 ayat 8)
5. Masyaraakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam
penyelenggaraan pendidikan. (Bab IV, pasal 6 ayat 9)
13
6. Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan,
kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan. (Bab XV pasal 54 ayat 1)
7. Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna
hasil pendidikan.(Bab XV pasal 54 ayat 2)
8. Ketentuan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud poin 6 dan 7 diatur
dengan peraturan pemerintah. (Bab XV pasal 54 ayat 3)
9. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada
pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama,
lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat (Bab XV
Bagian II pasal 55 ayat 1-5)
Selain peraturan atau UU seperti di atas sebetulnya peran serta masyarakat
dalam pendidikan sudah merupakan tradisi budaya. Norma adat sebetulnya lebih
kuat dari pada kebiasaan atau norma lainnya. Beberapa norma sosial yang dapat
diidentifikasi dan hidup di lingkungan masyarakat bangsa Indonesia dan dapat
dimanfaatkan oleh dunia pendidikan adalah sebagai berikut (Yusufhadi Miarso,
2004:71).
1. Musyawarah dan mufakat
2. Gotong royong
3. Kebersamaan
4. Kepatuhan
5. Tenggang rasa
6. Keterbukaan
7. Keteladanan
8. Tolong menolong
14
C. Masyarakat sebagai Sumber, Pelaku dan Pelaksana Pendidikan
Masyarakat merupakan sumber belajar, artinya banyak hal yang dapat
diambil dari masyarakat untuk kepentingan pendidikan. Walaupun suatu
masyarakat punah, tetapi peninggalan-peninggalan dari mereka masih dapat
diambil, baik ilmunya, kebudayaannya, dan sebagainya. Peninggalan-
pweninggalan tersebut tentu berguna bagi seorang sejarahwan atau arkeolog.
Masyarakat dari berbagai tingkat maupun golongan dengan berbagai profesi dan
keahlian, dengan berbagai suku, bangsa, adat istiadat dan agama, keberadaan dan
aktivitas kehidupannya merupakan fenomena yang unik yang kompleks penuh
dengan persoalan menarik yang menjadi sumber atau obyek pembelajaran bagi
siapa saja yang mau mempelajarinya (Resbin L. Sihite, 2007:17).
Masyarakat juga sebagai pelaku pendidikan, artinya baik perorangan atau
kelompok masyarakat bertindak selaku pembelajar. Pendidikan memang ditujukan
kepada masyarakat sejak seorang manusia mulai dapat belajar sampai akhir
hayatnya. Bentuk pendidikan yang dapat ditempuh oleh masyarakat dapat berupa
pendidikan formal maupun nonformal. Hal ini mereka lakukan karena mereka
memiliki rasa ingin tahu, sikap disiplin, dan memiliki daya juang yang tinggi.
Pendidikan formal yang mereka tempuh mulai dari TK sampai perguruan tinggi.
Sedangkan pendidikan nonformal yang dapat mereka tempuh seperti kursus-
kursus, lembaga pelatihan, majelis taklim, dan sebagainya.
Sebagai pelaksana pendidikan, masyarakat melakukan kegiatan
penyelenggara dan pembina pendidikan serta sebagai pelaksana pendidikan.
Penyelenggara dan pembina pendidikan bertugas membuat peraturan perundang-
undangan, merumuskan, menetapkan dan melaksanakan kebijakan pembinaan di
bidang pendidikan. Tugas ini tentunya diemban oleh Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas). Apa yang diatur oleh Depdiknas menjadi acuan bagi
penyelenggaraan pendidikan di propinsi dan kabupaten/kota di Indonesia,
walaupun ada peraturan ataupun kebijakan yang memang dilakukan oleh pihak
propinsi atau kabupaten/ kota secara sendiri-sendiri sesuai dengan
kewenangannya. Hal ini mengingat pemberlakukan otonomi daerah dan
15
desentralisasi pendidikan. Sedangkan pelaksana pendidikan melakukan tugas
penyelenggaraan kegiatan proses belajar baik pada lembaga formal atau
nonformal.Dalam dua lembaga inilah baik penyelenggara maupun pelaksana
pendidikan, masyarakat dapat terjun atau berpartisipasi mendarmabaktikan dirinya
dalam dunia pendidikan.
D. Masyarakat sebagai Pengguna, Perencana dan Pengawas, serta
Pengevaluasi Pendidikan
Lulusan pendidikan tentu akhirnya akan terjun ke masyarakat, dan
masyarakatlah yang menjadi pengguna hasil pendidikan. Mereka akan
menerapkan ilmu yang telah mereka peroleh di lembaga pendidikan itu di
masyarakat. Mereka akan memasuki dunia kerja, dan yang menjadi pengguna
tenaga kerja atau lulusan itu adalah masyarakat, baik pemerintah, pasar (industri)
ataupun masyarakat lainnya. Di pemerintahan, mereka akan memasuki bidang
pekerjaan eksekutif (menjalankan roda pemerintahan) atau legislatif (yang
mengawasi pemerintah). Di dalam perusahaan, mereka secara garis besar akan
memasuki bidang pekerjaan formal dan informal. Sedangkan di dalam dunia
industri, mereka akan terjun baik industri barang ataupun jasa. Dari uraian di atas
nampak bahwa masyarakat baik pemerintah, industri, perusahaan dan sebagainya
merupakan pengguna hasil pendidikan. Apabila hasil pendidikan tidak bermutu,
maka yang akan menerima akibatnya itu adalah masyarakat juga. Untuk itu perlu
kiranya ada kesesuaian antara program layanan pendidikan dengan kebutuhan
masyarakat. Untuk mendapatkan kesesuaian itu maka perlu pula kerja sama antara
lembaga pendidikan dan masyarakat.Yang dapat dilakukan masyarakat sebagai
perencana pendidikan adalah dalam bentuk pemberian ide atau masukan
pemikiran yang bermakna untuk mendukung bagi tersusunnya perencanaan yang
baik. Keberadaan masyarakat agar berperan aktif sangat diharapkan baik dalam
penyampaian informasi atau terlibat langsung dalam diskusi-diskusi penyusunan
perencanaan yang sangat penting, sehingga tuntutan akan kebutuhan masyarakat
dan lapangan kerja bersesuaian (link and match). Untuk melaksanakan ini,
nampaknya keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sangat
16
diperlukan. Dewan Pendidikan baik di tingkat kabupaten/kota, propinsi atau
nasional diharapkan dapat menjadi wadah untuk menyerap aspirasi masyarakat
yang menjadi bahan dalam penyusunan kebijakan strategis dan operasional.
Begitu pula kehadiran komite sekolah diharapkan akan memberikan masukan
dalam penyusunan program-program teknis di tingkat sekolah.
Pengawasan pendidikan yang dikakukan oleh masyarakat dimaksudkan untuk
pengendalian agar pelaksanaan program dapat terjamin sesuai dengan
perencanaan. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah. Permasalahannya adalah sejauh mana Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah telah bekerja sebaik-baiknya dalam menyalurkan aspirasi
masyarakat tersebut.
Evaluasi program pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat
dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana ketercapaian program dan manfaat
program bagi pencapaian tujuan pendidikan. Sehubungan dengan itu masyarakat
baik orang tua atau pengguna lulusan tersebut hendaknya memberikan masukan
dalam evaluasi tersebut. Salah satu conto pengukuran itu adalah berapa banyak
lulusan suatu sekolah diterima di perguruan tinggi atau berapa banyak yang
diterima di dunia kerja.
E. Fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Bab XV Bagian Ketiga Pasal 56 ayat 1-4
dikemukakan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah sebagai
berikut.
Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang
meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan
melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan
pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta
17
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
Komite Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan
pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta
pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud ayat 1, 2 dan 3 diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Selain itu peranan komite sekolah adalah sebagai berikut (Trimo, 2008:2).
Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan
kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial, pemikiran,
maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan,
Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan
(Kepmendiknas no. 044/U/2002
18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suasana sekolah (school atmosphere) yang kondusif merupakan
persyaratan yang mutlak untuk terjadinya suatu interaksi yang sehat dikalangan
siswa. Peningkatan suasana sekolah yang sehat akan menjamin terjadinya
kepuasan dan memacu motivasi dan kreativitas dikalangan siswa dalam
menjalankan kegiatan pembelajaran yang berkualitas. Secara operasional suasana
sekolah yang kondusif ditandai antara lain oleh terjadinya interaksi yang optimal
antara guru dan siswa, antar sesama guru serta antar sesama siswa.
Budaya sekolah (school culture) memegang peran penting dalam
menciptakan suasana sekolah yang kondusif sehingga berdampak pada
peningkatan mutu pendidikan. Budaya sekolah yang dimaksud adalah norma-
norma yang berlaku dan dilaksanakan oleh warga sekolah, yang mampu
menumbuhkembangkan kesadaran diri, watak etos kerja, disiplin, kerjasama,
sikap pluralitas dalam berbagai aspek kehidupan, kreativitas, produktivitas,
kemampuan berpikir kritis, solidaritas, toleransi, dan daya saing anak didik.
Pengembangan budaya sekolah sangat ditentukan oleh lingkungan fisik,
lingkungan sosial, nilai-nilai yang berkembang di sekolah dan keteladanan. Untuk
itu penumbuhan budaya sekolah akan diiringi dengan pengembangan lingkungan
fisik sekolah yang bersih, rapi, sejuk dan tenang, serta lingkungan fisik sosial
yang damai, saling toleran tetapi disiplin dalam menegakkan aturan dan semua itu
akan dipandu oleh keteladanan oleh pimpinan sekolah dan guru. Budaya sekolah
yang baik dengan sendirinya adalah yang juga kondusif untuk peningkatan mutu,
relevansi dan daya saing.
Penumbuhan budaya sekolah memerlukan upaya sungguh-sungguh,
jangka panjang dan konsisten. Untuk itu diperlukan dukungan pihak-pihak yang
terkait agar sekolah dapat melaksanakannya dengan baik, khususnya dari komite
sekolah, dinas pendidikan dan terutama prakarsa sekolah itu sendiri.
Budaya sekolah sebagai aspek penting dalam penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah yang meliputi nilai, norma, peraturan, ide serta berbagai perkara
19
lain yang semuanya diterima dan dilakukan di sebuah sekolah. Budaya sekolah
merupakan peraturan yang tidak tertulis serta tradisi, norma dan ekspektasi.
Budaya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak merupakan elemen-elemen
simbolik dari kehidupan sekolah.
Peran serta masyarakat dalam pendidikan adalah aktivitas yang dilakukan
oleh sekelompok orang dalam bidang pendidikan dengan tujuan untuk memajukan
pendidikan dengan cara memberikan bantuan dana, pemikiran, pengawasan,
pengevaluasi, perencana, serta pelaksana, pengguna pendidikan dan sebagai
sumber belajar. Masyarakat dapat melakukan partisipasi dalam pendidikan baik
melalui jalur organisasi perusahaan, dewan pendidikan, komite sekolah atau apa
saja asalkan dalam rangka perbaikan mutu pendidikan.
B. Saran
Untuk membangun sekolah yang berkualitas perlu adanya kesungguhan
dari para pelaku pendidkan itu sendiri, mulai dari Kepala Sekolah, guru,
karyawan, siswa dan para wali murid, serta menciptakan suasana yang
memungkinkan terjalinnya komunikasi timbal balik diantara pemangku pendidkan
tersebut.
Kepada masyarakat agar dapat memberikan sumbangsihnya terhadap
dunia pendidikan baik yang tergabung dalam organisasi perusahaan, dewan
pendidikan, komite sekolah atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan
sebagainya sehingga percepatan pertumbuhan dan perkembangan dunia
pendidikan di Indonesia akan nampak dan membuahkan hasil yang juga untuk