Top Banner
MEMBANGUN SEKOLAH BERKUALITAS DENGAN BUDAYA SEKOLAH DAN MENINGKATKAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Belajar dan mengajar tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa. Berbagai kegiatan seperti bagaimana membiasakan seluruh warga sekolah disiplin dan patuh terhadap peraturan yang berlaku di sekolah, saling menghormati, membiasakan hidup bersih dan sehat serta memiliki semangat berkompetisi secara fair dan sejenisnya merupakan kebiasaan yang harus ditumbuhkan di lingkungan sekolah sehari-hari. Zamroni (2003:149) mengatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma, ritual, mitos yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah disebut budaya sekolah. Budaya sekolah dipegang bersama oleh kepala sekolah, guru, staf aministrasi, dan siswa sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah. Sekolah menjadi wadah utama dalam transmisi kultural antar generasi. 1
31

Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

Aug 04, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

MEMBANGUN SEKOLAH BERKUALITAS DENGAN BUDAYA SEKOLAH DAN MENINGKATKAN PERAN SERTA

MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.

Belajar dan mengajar tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan transfer ilmu

pengetahuan dari guru ke siswa. Berbagai kegiatan seperti bagaimana

membiasakan seluruh warga sekolah disiplin dan patuh terhadap peraturan yang

berlaku di sekolah, saling menghormati, membiasakan hidup bersih dan sehat

serta memiliki semangat berkompetisi secara fair dan sejenisnya merupakan

kebiasaan yang harus ditumbuhkan di lingkungan sekolah sehari-hari. Zamroni

(2003:149) mengatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma, ritual,

mitos yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah disebut budaya sekolah.

Budaya sekolah dipegang bersama oleh kepala sekolah, guru, staf aministrasi, dan

siswa sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai

persoalan yang muncul di sekolah. Sekolah menjadi wadah utama dalam transmisi

kultural antar generasi.

Penelitian di Amerika serikat membuktikan bahwa kultur sekolah

berpengaruh terhadap peningkatan prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi,

sikap dan motivasi guru serta produktivitas dan kepuasan kerja guru. Untuk

menciptakan kultur sekolah yang positif dibutuhkan adanya kesadaran dan

motivasi  terutama dari diri masing-masing warga sekolah. Guru sebagai ujung

tombak di lapangan harus mampu memberikan motivasi dan inspirasi bagi siswa

khususnya. Kebiasaan guru yang datang tepat waktu dan melaksanakan tugas

mengajar dengan baik, sikap dan cara berbicara saat berkomunikasi dengan siswa

dan unsur sekolah lainnya, disiplin dalam melaksanakan tugas merupakan

kebiasaan, nilai dan teladan yang harus senantiasa dijaga dalam kehidupan

1

Page 2: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

sekolah. Agar kebiasaan-kebiasaan positif tersebut terpelihara dan mendarah

daging dalam diri seluruh warga sekolah yang selanjutnya diwujudkan dalam

perilaku sehari-hari, dibutuhkan adanya “ sense of belonging” atau rasa memiliki 

terhadap sekolah.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah sekolah supaya tetap diminati oleh masyarakat dan menjadi

harapan dari masyarakat ?

Bagaimanakah meningkatkan peran serta masyarakat dalam meningkatkan

kualitas pendidikan di sekolah ?

C. Tujuan

Membangun sekolah yang berbudaya dan mempunyai nilai lebih sehingga

menjadi sekolah yang menjadi tumpuan dan harapan dari masyarakat sekitar.

Meningkatkan peran serta masyarakat dalam meningkatkan kualitas

pendidkan di sekolah.

2

Page 3: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Budaya Sekolah

Salah satu keunikan dan keunggulan sebuah sekolah adalah memiliki

budaya sekolah (school culture) yang kokoh dan tetap eksis. Sebuah sekolah

harus mempunyai misi menciptakan budaya sekolah yang menantang dan

menyenangkan, adil, kreatif, terintegratif, dan dedikatif terhadap pencapaian visi,

menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dalam perkembangan

intelektualnya dan mempunyai karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi

teladan, bekerja keras, toleran dan cakap dalam memimpin, serta menjawab

tantangan akan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia yang dapat

berperan dalam perkembangan IPTEK dan berlandaskan IMTAQ.

Budaya sekolah (school culture) merupakan kata kunci (key word) yang

perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari para pengelola

pendidikan .Budaya sekolah perlu dibangun berdasarkan kekuatan karakteristik

budaya lokal masyarakat tempat sekolah itu berada. Budaya sekolah adalah detak

jantung sekolah itu sendiri, perumusannya harus dilakukan dengan sebuah

komitmen yang jelas dan terukur oleh komunitas sekolah yakni guru, siswa,

manajemen sekolah, dan masyarakat. Untuk membangun atmosfer budaya

sekolah yang kondusif, maka ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu apakah

yang dimaksud dengan budaya sekolah, bagaimana penciptaannya, bagaimana

peran kepala sekola selaku leader dalam mendisain budaya sekolahnya,

bagaimana budaya sekolah SD Hang Tuah 6 Surabaya dan bagaimana hasil dari

budaya sekolah kontribusinya terhadap keberhasilan sekolah baik dalam

meningkatkan kualitas sumber daya manusia maupun prestasi sekolahnya.

Menurut Zamroni budaya sekolah ( kultur sekolah ) sangat mempengaruhi

prestasi dan perilaku peserta didik dari sekolah tersebut. Budaya sekolah

merupakan jiwa dan kekuatan sekolah yang memungkinkan sekolah dapat

3

Page 4: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

tumbuh berkembang dan melakukan adaptasi dengan berbagai lingkungan yang

ada.

Selanjutnya, dalam analisis tentang budaya sekolah dikemukakan bahwa

untuk mewujudkan budaya sekolah yang akrab-dinamis, dan positif-aktif perlu

ada rekayasa social. Dalam mengembangkan budaya baru sekolah perlu

diperhatikan dua level kehidupan sekolah: yaitu level individu dan level

organisasi atau level sekolah. Level individu, merupakan perilaku siswa selaku

individu yang tidak lepas dari budaya sekolah yang ada. Perubahan budaya

sekolah memerlukan perubahan perilaku individu. Perilaku individu siswa sangat

terkait dengan perilaku pemimpin sekolah.

B. Pengertian Budaya Sekolah

Secara etimologis, budaya berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata

culture. Marvin Harris (1987) mendefinisikan culture atau budaya sebagai

serangkaian aturan yang dibuat oleh masyarakat sehingga menjadi milik bersama,

dapat diterima oleh masyarakat, dan bertingkah laku sesuai dengan aturan. Dalam

istilah lain, Denis Lawton (1975) mendefinisikan bahwa culture is everything that

exists in a society. Culture includes every thing that is man made : technological

artifacts, skills, attitudes, and values.

Secara implisit, kesimpulan dari kedua definisi di atas menyatakan bahwa

kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai yang telah diterapkan di suatu sekolah

merupakan budaya sekolah. Secara eksplisit, Deal dan Peterson (1999)

mendefinisikan budaya sekolah sebagai sekumpulan nilai yang melandasi

perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh

kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar

sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra

sekolah tersebut di masyarakat luas.

Budaya sekolah adalah keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang

menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai warga suatu masyarakat. Jika

definisi ini diterapkan di sekolah, sekolah dapat saja memiliki sejumlah kultur

dengan satu kultur dominan dan kultur lain sebagai subordinasi.( Kennedy,1991 )

4

Page 5: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

Pendapat lain tentang budaya sekolah juga dikemukakan oleh Schein,

bahwa budaya sekolah adalah suatu pola asumsi dasar hasil invensi, penemuan

atau pengembangan oleh suatu kelompok tertentu saat ia belajar mengatasi

masalah-masalah yang telah berhasil baik serta dianggap valid, dan akhirnya

diajarkan ke warga baru sebagai cara-cara yang benar dalam memandang,

memikirkan, dan merasakan masalah-masalah tersebut. ( Schein , 2010 )

Pandangan lain tentang budaya sekolah dikemukakan oleh Zamroni (2011)

bahwa budaya sekolah adalah merupakan suatu pola asumsi-asumsi dasar, nilai-

nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan yang dipegang bersama

oleh seluruh warga sekolah, yang diyakini dan telah terbukti dapat dipergunakan

untuk menghadapi berbagai problem dalam beradaptasi dengan lingkungan yang

baru dan melakukan integrasi internal, sehingga pola nilai dan asumsi tersebut

dapat diajarkan kepada anggota dan generasi baru agar mereka memiliki

pandangan yang tepat bagaimana seharusnya mereka memahami, berpikir,

merasakan dan bertindak menghadapi berbagai situasi dan lingkungan yang ada

( Zamroni, 2011: 297 ).

C. Pembentukan dan Pengembangan Budaya Sekolah

Budaya sekolah merupakan basis interaksi antara semua anggota

masyarakat sekolah yang meliputi: (1) nilai-nilai (kepercayaan, kejujuran, dan

transparansi, (2) norma-norma ( peraturan dan perilaku yang berlaku dan

disepakati oleh semua anggota masyarakat sekolah, serta (3) kebiasaan yang

memberikan keunikan atau kekhususan pada sekolah.

Budaya sekolah juga memperhatikan ketentuan umum yang berlaku tanpa

mengabaikan kondisi lokal masyarakat. Khusus mengenai cara belajar dan cara

berperilaku siswa, perlu dikelola secara baik agar warga sekolah dalam hal ini,

siswa, guru, kepala sekolah, orang tua, dan komite sekolah dapat saling

menghargai.

Budaya sekolah yang positif muncul dari hubungan yang baik diantara

kepala sekolah, dan guru, guru dan guru, guru dan siswa, siswa dan siswa, serta

5

Page 6: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

antar semua warga sekolah. Ini merupakan cirri sekolah yang berpengaruh positif

terhadap proses belajar mengajar di sekolah.

Kepala sekolah memiliki peran kunci dalam mengembangkan budaya

sekolah yang positif. Pengembangan ini dilakukan melalui kerjasama bersama

guru-guru dan warga sekolah, dengan memberi contoh tentang nilai-nilai dan

perilaku positif sehingga terbentuk budaya mutu  di sekolah.

Budaya mutu yang baik adalah yang dikembangkan secara utuh dan

terpadu sebagai suatu sistem. Bangunan budaya mutu di sekolah yang harus

dikembangkan mengacu pada visi  dan misi yang telah ditetapkan, sedangkan visi

dan misi harus berfokus pada customer (pengguna jasa) baik internal maupun

eksternal. Visi dan misi akan bisa dicapai secara efektif  jika dibarengi dengan

keyakinan dan nilai-nilai yang dianut serta diterapkan oleh warga sekolah. Selain

itu, nilai-nilai dan keyakinan itu harus mampu meningkatkan keterlibatan warga

sekolah, stakeholder dan masyarakat. Keyakinan  dan nilai-nilai tersebut harus

mampu mendorong dan meningkatkan komitmen kerja untuk menghindari  dan

mengantisipasi aspek-aspek yang dapat mengganggu terwujudnya tujuan sekolah.

Pengembangan budaya sekolah hendaknya senantiasa merujuk pada

kemampuan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya unggul ( the culture

of execuence) di sekolah. Kepala sekolah hendaknya menekankan pentingnya

membangun budaya yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas

proses pendidikan di sekolah.

Langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh kepala sekolah dalam

pengembangan budaya sekolah menurut Ansar dan Masaong (2010) antara lain:

(1) kepala sekolah mengartikulasikan visi dan misi sekolah dalam rangka

menciptakan kesatuan ide (the unity of idea) tentang sekolah yang dicita-citakan,

(2) mengartikulasikan nilai-nilai dan keyakinan dalam organisasi sekolah, (3)

menciptakan disain dan struktur organisasi sekolah, (4) menciptakan symbol yang

dapat memperkuat keunikan sekolah, (5) membangun reward yang sesuai dengan

norma dan nilai yang ada di sekolah, (6) membangun hubungan sosial dan

emosional antara siswa, guru, dan masyarakat sesuai komitmen dan visi sekolah.

6

Page 7: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

D. Hal-hal Yang Perlu Dikembangkan Dalam Menciptakan Budaya

Sekolah. 

Dalam terminologi kebudayaan, pendidikan yang berwujud dalam bentuk

lembaga atau instansi sekolah dapat dianggap sebagai pranata sosial yang di

dalamnya berlangsung interaksi antara pendidik dan peserta didik sehingga

mewujudkan suatu sistem nilai atau keyakinan,dan juga  norma maupun kebiasaan

yang di pegang bersama. Pendidikan sendiri adalah suatu proses budaya. Masalah

yang terjadi saat ini  adalah nilai-nilai yang mana yang seharusnya dikembangkan

atau dibudayakan dalam proses pendidikan yang berbasis mutu itu. Dengan

demikian sekolah menjadi tempat dalam mensosialisasikan nilai-nilai budaya

yang tidak hanya terbatas pada nilai-nilai keilmuan saja, melainkan semua nilai-

nilai kehidupan yang memungkinkan mampu mewujudkan manusia yang

berbudaya.

Keberadaan budaya sekolah di dalam sebuah sekolah merupakan urat nadi

dari segala aktivitas yang dijalankan warga sekolah mulai dari guru, karyawan,

siswa dan orang tua. Budaya sekolah yang didesain secara terstruktur, sistematis,

dan tepat sesuai dengan kondisi sosial sekolahnya, pada gilirannya bisa

memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan kualitas sumber daya

manusia sekolah dalam menuju sekolah yang berkualitas. Ada sembilan hal yang

perlu dikembangkan dalam menciptakan budaya sekolah yang berkualitas, yaitu:

1. Kerjasama Kelompok

Pada dasarnya sebuah komunitas sekolah merupakan sebuah kumpulan

individu yang bekerja sama untuk mencapai tujuan. Nilai kerja sama merupakan

suatu keharusan dan kerjasama merupakan aktivitas yang bertujuan untuk

membangun kekuatan-kekuatan atau sumber daya yang dimilki sekolah.

2. Kemampuan.

Menunjuk pada kemampuan untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawab

pada tingkat kelas atau sekolah. Dalam lingkungan pembelajaran, kemampuan

7

Page 8: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

profesional guru bukan hanya ditunjukkan dalam bidang akademik tetapi juga

dalam bersikap dan bertindak yang mencerminkan pribadi pendidik.

3. Keinginan.

Keinginan pada kemauan atau kerelaan untuk melakukan tugas dan

tanggung jawab untuk memberikan kepuasan terhadap siswa dan masyarakat.

Keinginan harus diarahkan pada usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan

kemampuan dan kompetensi diri dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab

sebagai budaya yang muncul dalam diri pribadi baik sebagai kepala sekolah, guru,

dan staf dalam memberikan pelayanan kepada siswa dan masyarakat.

4. Kegembiraan.

Nilai kegembiraan ini harus dimiliki oleh seluruh personil sekolah dengan

harapan kegembiraan yang kita miliki akan berimplikasi pada lingkungan dan

iklim sekolah yang ramah dan menumbuhkan perasaan puas, nyaman, bahagia dan

bangga sebagai bagian dari personil sekolah. Jika perlu dibuat wilayah-wilayah

yang dapat membuat suasana dan memberi nuansa yang indah, nyaman, asri dan

menyenangkan, seperti taman sekolah ditata dengan baik dan dibuat wilayah

bebas masalah atau wilayah harus senyum dan sebagainya.

5. Hormat.

Rasa hormat merupakan nilai yang memperlihatkan penghargaan kepada

siapa saja baik dalam lingkungan sekolah maupun dengan stakeholders 

pendidikan lainnya. Keluhan-keluhan yang terjadi karena perasaan tidak dihargai

atau tidak diperlakukan dengan wajar akan menjadikan sekolah kurang dipercaya.

Sikap respek dapat diungkapkan dengan cara memberi senyuman dan sapaan

kepada siapa saja yang kita temui, bisa juga dengan memberikan hadiah yang

menarik sebagai ungkapan rasa hormat dan penghargaan kita atas hasil kerja yang

dilakukan dengan baik.

8

Page 9: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

6. Jujur.

Nilai kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam lingkungan

sekolah, baik kejujuran pada diri sendiri maupun kejujuran kepada orang lain.

Nilai kejujuran tidak terbatas pada kebenaran dalam melakukan pekerjaan atau

tugas tetapi mencakup cara terbaik dalam membentuk pribadi yang obyektif.

Tanpa kejujuran, kepercayaan tidak akan diperoleh. Oleh karena itu budaya jujur

dalam setiap situasi dimanapun kita berada harus senantiasa dipertahankan. Jujur

dalam memberikan penilaian, jujur dalam mengelola keuangan, jujur dalam

penggunaan waktu serta konsisten pada tugas dan tanggung jawab merupakan

pribadi yang kuat dalam menciptakan budaya sekolah yang baik.

7. Disiplin.

Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi yang

berlaku dalam lingkungan sekolah. Disiplin yang dimaksudkan dalam asas ini

adalah sikap dan perilaku disiplin yang muncul karena kesadaran dan kerelaan

kita untuk hidup teratur dan rapi serta mampu menempatkan sesuatu sesuai pada

kondisi yang seharusnya. Jadi disiplin disini bukanlah sesuatu yang harus dan

tidak harus dilakukan karena peraturan yang menuntut kita untuk taat pada aturan

yang ada. Aturan atau tata tertib yang dipajang dimana-mana bahkan merupakan

atribut, tidak akan menjamin untuk dipatuhi apabila tidak didukung dengan

suasana atau iklim lingkungan sekolah yang disiplin. Disiplin tidak hanya berlaku

pada orang tertentu saja di sekolah tetapi untuk semua personil sekolah tidak

kecuali kepala sekolah, guru dan staf.

8. Empati.

Empati adalah kemampuan menempatkan diri atau dapat merasakan apa

yang dirasakan oleh orang lain namun tidak ikut larut dalam perasaan itu. Sikap

ini perlu dimiliki oleh seluruh personil sekolah agar dalam berinteraksi dengan

siapa saja dan dimana saja mereka dapat memahami penyebab dari masalah yang

mungkin dihadapai oleh orang lain dan mampu menempatkan diri sesuai dengan

harapan orang tersebut. Dengan sifat empati warga sekolah dapat menumbuhkan

9

Page 10: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

budaya sekolah yang lebih baik karena dilandasi oleh perasaan yang saling

memahami

9. Pengetahuan dan Kesopanan.

Pengetahuan dan kesopanan para personil sekolah yang disertai dengan

kemampuan untuk memperoleh kepercayaan dari siapa saja akan memberikan

kesan yang meyakinkan bagi orang lain. Dimensi ini menuntut para guru, staf dan

kepala sekolah tarmpil, profesional dan terlatih dalam memainkan perannya

memenuhi tuntutan dan kebutuhan siswa, orang tua dan masyarakat.

10

Page 11: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

BAB III

PERAN SERTA MASYATAKAT DALAM PENDIDIKAN

A. Pengertian Peran Serta dan Masyarakat

Resbin L. Sihite (2007:16) mengemukakan bahwa peran serta adalah

berbagai aktivitas yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam suatu

program atau kegiatan tertentu, sehingga bermakna dalam pencapaian tujuan.

Menurutnya wujud dari peran serta yang diberikan dapat berupa pemikiran,

tindakan, sumbangan dana atau barang yang berguna bagi program ataupun

pencapaian tujuan. Ia juga mengemukakan pengertian masyarakat sebagai

sekelompok orang yang hidup dalam daerah khusus.

Yusufhadi Miarso (2004:706) menggunakan istilah partisipasi untuk mengatakan

peran serta. Partisipasi menurutnya merupakan hal turut serta dalam suatu

kegiatan. Pengertian masyarakat menurutnya adalah kumpulan individu yang

menjalin kehidupan bersama sebagai suatu kesatuan yang besar, yang saling

membutuhkan, memiliki ciri-ciri yang sama sebagai kelompok. 

Istilah masyarakat dalam UU No.20 Tahun 2003 diartikan sebagai kelompok

warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan

dalam bidang pendidikan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa peran

serta masyarakat dalam pendidikan adalah aktivitas yang dilakukan oleh

sekelompok orang dalam bidang pendidikan dengan tujuan untuk memajukan

pendidikan dengan cara-cara tertentu. Kelompok orang yang dimaksud dapat

berupa masyarakat yang berhubungan langsung dengan pendidikan seperti orang

tua siswa yang tergabung dalam komite sekolah, masyarakat luas yang tergabung

dalam dewan pendidikan, dunia usaha seperti badan-badan usaha yang dapat

berpartisipasi dalam program Manajemen Berbasis Sekolah, penyelenggara

pendidikan nonpemerintah, dan sebagainya.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003, Dewan pendidikan adalah lembaga

mandiri yang berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan, sedangkan

11

Page 12: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua atau wali

peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.

B. Ruang Lingkup Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan

Resbin L. Sihite (2007:15) mengemukakan tujuh peran serta masyarakat

dalam pendidikan yaitu:

1. Sebagai sumber pendidikan

2. Sebagai pelaku pendidikan

3. Pelaksana pendidikan

4. Pengguna hasil pendidikan

5. Perencanaan pendidikan

6. Pengawasan pendidikan

7. Evaluasi program pendidikan.

Sedangkan Umar Tirtarahardja dan La Sulo (2005:179) mengemukakan

kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu

masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, mempunyai peran dan fungsi

edukatif, dan masyarakat sebagai sumber belajar. 

Dua pendapat tadi menggambarkan lingkup peran serta masyarakat secara

menyeluruh mulai dari perencanaan sampai evaluasi. Nampak bahwa masyarakat

dan pendidikan saling berkaitan dan saling topang. Sehingga keberhasilan

pendidikan bukan saja menjadi tanggung jawab penyelenggara pendidikan saja,

tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Masyarakat

dan pemerintah terjun langsung ke tengah-tengah dunia pendidikan atau dapat

dikatakan masyarakat turut berpartisipasi dalam pendidikan dan pemerintah

memberikan dorongan berupa peraturan atau perundang-undangan.

Partisipasi masyarakat dalam pendidikan dikemukakan oleh Yusufhadi

Miarso (2004:709) bertujuan untuk:

1. Terbentuknya kesadaran masyarakat tentang adanya tanggung jawab

bersama dalam pendidikan.

12

Page 13: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

2. Terselenggaranya kerja sama yang saling menguntungkan (memberi dan

menerima) antara semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan.

3. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya,

meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan

seperti dana, fasilitas, dan peraturan-peraturan termasuk perundang-

undangan.

4. Meningkatkan kinerja sekolah yang berarti pula meningkatnya produktivitas,

kesempatan memperoleh pendidikan, keserasian proses dan hasil pendidikan

sesuai dengan kondisi anak didik dan lingkungan, serta komitmen dari para

pelaksana pendidikan.

Begitu pentingnya peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat ini, maka

UU No. 20 Tahun 2003 begitu banyak mengemukakan hal tersebut, yaitu sebagai

berikut.

1. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen

masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian

mutu layanan pendidikan, logika, seni dan budaya, demi meningkatkan

kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. (Bab III, pasal 4

ayat 6)

2. Setiap warga Negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan

penyelenggaraan pendidikan. (Bab IV, pasal 6 ayat 2)

3. Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan

memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. (Bab IV,

pasal 6 ayat 7)

4. Masyarakat berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan

evaluasi program pendidikan. (Bab IV, pasal 6 ayat 8)

5. Masyaraakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam

penyelenggaraan pendidikan. (Bab IV, pasal 6 ayat 9)

13

Page 14: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

6. Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan,

kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi

kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan

pendidikan. (Bab XV pasal 54 ayat 1)

7. Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna

hasil pendidikan.(Bab XV pasal 54 ayat 2)

8. Ketentuan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud poin 6 dan 7 diatur

dengan peraturan pemerintah. (Bab XV pasal 54 ayat 3)

9. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada

pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama,

lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat (Bab XV

Bagian II pasal 55 ayat 1-5)

Selain peraturan atau UU seperti di atas sebetulnya peran serta masyarakat

dalam pendidikan sudah merupakan tradisi budaya. Norma adat sebetulnya lebih

kuat dari pada kebiasaan atau norma lainnya. Beberapa norma sosial yang dapat

diidentifikasi dan hidup di lingkungan masyarakat bangsa Indonesia dan dapat

dimanfaatkan oleh dunia pendidikan adalah sebagai berikut (Yusufhadi Miarso,

2004:71).

1. Musyawarah dan mufakat

2. Gotong royong

3. Kebersamaan

4. Kepatuhan

5. Tenggang rasa

6. Keterbukaan

7. Keteladanan

8. Tolong menolong

14

Page 15: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

C. Masyarakat sebagai Sumber, Pelaku dan Pelaksana Pendidikan

Masyarakat merupakan sumber belajar, artinya banyak hal yang dapat

diambil dari masyarakat untuk kepentingan pendidikan. Walaupun suatu

masyarakat punah, tetapi peninggalan-peninggalan dari mereka masih dapat

diambil, baik ilmunya, kebudayaannya, dan sebagainya. Peninggalan-

pweninggalan tersebut tentu berguna bagi seorang sejarahwan atau arkeolog.

Masyarakat dari berbagai tingkat maupun golongan dengan berbagai profesi dan

keahlian, dengan berbagai suku, bangsa, adat istiadat dan agama, keberadaan dan

aktivitas kehidupannya merupakan fenomena yang unik yang kompleks penuh

dengan persoalan menarik yang menjadi sumber atau obyek pembelajaran bagi

siapa saja yang mau mempelajarinya (Resbin L. Sihite, 2007:17).

Masyarakat juga sebagai pelaku pendidikan, artinya baik perorangan atau

kelompok masyarakat bertindak selaku pembelajar. Pendidikan memang ditujukan

kepada masyarakat sejak seorang manusia mulai dapat belajar sampai akhir

hayatnya. Bentuk pendidikan yang dapat ditempuh oleh masyarakat dapat berupa

pendidikan formal maupun nonformal. Hal ini mereka lakukan karena mereka

memiliki rasa ingin tahu, sikap disiplin, dan memiliki daya juang yang tinggi.

Pendidikan formal yang mereka tempuh mulai dari TK sampai perguruan tinggi.

Sedangkan pendidikan nonformal yang dapat mereka tempuh seperti kursus-

kursus, lembaga pelatihan, majelis taklim, dan sebagainya. 

Sebagai pelaksana pendidikan, masyarakat melakukan kegiatan

penyelenggara dan pembina pendidikan serta sebagai pelaksana pendidikan.

Penyelenggara dan pembina pendidikan bertugas membuat peraturan perundang-

undangan, merumuskan, menetapkan dan melaksanakan kebijakan pembinaan di

bidang pendidikan. Tugas ini tentunya diemban oleh Departemen Pendidikan

Nasional (Depdiknas). Apa yang diatur oleh Depdiknas menjadi acuan bagi

penyelenggaraan pendidikan di propinsi dan kabupaten/kota di Indonesia,

walaupun ada peraturan ataupun kebijakan yang memang dilakukan oleh pihak

propinsi atau kabupaten/ kota secara sendiri-sendiri sesuai dengan

kewenangannya. Hal ini mengingat pemberlakukan otonomi daerah dan

15

Page 16: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

desentralisasi pendidikan. Sedangkan pelaksana pendidikan melakukan tugas

penyelenggaraan kegiatan proses belajar baik pada lembaga formal atau

nonformal.Dalam dua lembaga inilah baik penyelenggara maupun pelaksana

pendidikan, masyarakat dapat terjun atau berpartisipasi mendarmabaktikan dirinya

dalam dunia pendidikan.

D. Masyarakat sebagai Pengguna, Perencana dan Pengawas, serta

Pengevaluasi Pendidikan

Lulusan pendidikan tentu akhirnya akan terjun ke masyarakat, dan

masyarakatlah yang menjadi pengguna hasil pendidikan. Mereka akan

menerapkan ilmu yang telah mereka peroleh di lembaga pendidikan itu di

masyarakat. Mereka akan memasuki dunia kerja, dan yang menjadi pengguna

tenaga kerja atau lulusan itu adalah masyarakat, baik pemerintah, pasar (industri)

ataupun masyarakat lainnya. Di pemerintahan, mereka akan memasuki bidang

pekerjaan eksekutif (menjalankan roda pemerintahan) atau legislatif (yang

mengawasi pemerintah). Di dalam perusahaan, mereka secara garis besar akan

memasuki bidang pekerjaan formal dan informal. Sedangkan di dalam dunia

industri, mereka akan terjun baik industri barang ataupun jasa.  Dari uraian di atas

nampak bahwa masyarakat baik pemerintah, industri, perusahaan dan sebagainya

merupakan pengguna hasil pendidikan. Apabila hasil pendidikan tidak bermutu,

maka yang akan menerima akibatnya itu adalah masyarakat juga. Untuk itu perlu

kiranya ada kesesuaian antara program layanan pendidikan dengan kebutuhan

masyarakat. Untuk mendapatkan kesesuaian itu maka perlu pula kerja sama antara

lembaga pendidikan dan masyarakat.Yang dapat dilakukan masyarakat sebagai

perencana pendidikan adalah dalam bentuk pemberian ide atau masukan

pemikiran yang bermakna untuk mendukung bagi tersusunnya perencanaan yang

baik. Keberadaan masyarakat agar berperan aktif sangat diharapkan baik dalam

penyampaian informasi atau terlibat langsung dalam diskusi-diskusi penyusunan

perencanaan yang sangat penting, sehingga tuntutan akan kebutuhan masyarakat

dan lapangan kerja bersesuaian (link and match). Untuk melaksanakan ini,

nampaknya keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sangat

16

Page 17: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

diperlukan. Dewan Pendidikan baik di tingkat kabupaten/kota, propinsi atau

nasional diharapkan dapat menjadi wadah untuk menyerap aspirasi masyarakat

yang menjadi bahan dalam penyusunan kebijakan strategis dan operasional.

Begitu pula kehadiran komite sekolah diharapkan akan memberikan masukan

dalam penyusunan program-program teknis di tingkat sekolah.

Pengawasan pendidikan yang dikakukan oleh masyarakat dimaksudkan untuk

pengendalian agar pelaksanaan program dapat terjamin sesuai dengan

perencanaan. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh Dewan Pendidikan dan

Komite Sekolah. Permasalahannya adalah sejauh mana Dewan Pendidikan dan

Komite Sekolah telah bekerja sebaik-baiknya dalam menyalurkan aspirasi

masyarakat tersebut.

Evaluasi program pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat

dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana ketercapaian program dan manfaat

program bagi pencapaian tujuan pendidikan. Sehubungan dengan itu masyarakat

baik orang tua atau pengguna lulusan tersebut hendaknya memberikan masukan

dalam evaluasi tersebut. Salah satu conto pengukuran itu adalah berapa banyak

lulusan suatu sekolah diterima di perguruan tinggi atau berapa banyak yang

diterima di dunia kerja.

E. Fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Bab XV Bagian Ketiga Pasal 56 ayat 1-4

dikemukakan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah sebagai

berikut.

Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang

meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan

melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.

Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam

peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan

pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta

17

Page 18: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan

kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.

Komite Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan

berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan

pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta

pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite

sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud ayat 1, 2 dan 3 diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

Selain itu peranan komite sekolah adalah sebagai berikut (Trimo, 2008:2).

Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan

kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.

Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial, pemikiran,

maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan,

Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan

penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan

(Kepmendiknas no. 044/U/2002

18

Page 19: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Suasana sekolah (school atmosphere) yang kondusif merupakan

persyaratan yang mutlak untuk terjadinya suatu interaksi yang sehat dikalangan

siswa. Peningkatan suasana sekolah yang sehat akan menjamin terjadinya

kepuasan dan memacu motivasi dan kreativitas dikalangan siswa dalam

menjalankan kegiatan pembelajaran yang berkualitas. Secara operasional suasana

sekolah yang kondusif ditandai antara lain oleh terjadinya interaksi yang optimal

antara guru dan siswa, antar sesama guru serta antar sesama siswa.  

         Budaya sekolah (school culture) memegang peran penting dalam

menciptakan suasana sekolah yang kondusif sehingga berdampak pada 

peningkatan mutu pendidikan. Budaya sekolah yang dimaksud adalah norma-

norma yang berlaku dan dilaksanakan oleh warga sekolah, yang mampu

menumbuhkembangkan kesadaran diri, watak etos kerja, disiplin, kerjasama,

sikap pluralitas dalam berbagai aspek kehidupan, kreativitas, produktivitas,

kemampuan berpikir kritis, solidaritas, toleransi, dan daya saing anak didik.

Pengembangan budaya sekolah sangat ditentukan oleh lingkungan fisik,

lingkungan sosial, nilai-nilai yang berkembang di sekolah dan keteladanan. Untuk

itu penumbuhan budaya sekolah akan diiringi dengan pengembangan lingkungan

fisik sekolah yang bersih, rapi, sejuk dan tenang, serta lingkungan fisik sosial

yang damai, saling toleran tetapi disiplin dalam menegakkan aturan dan semua itu

akan dipandu oleh keteladanan oleh pimpinan sekolah dan guru. Budaya sekolah

yang baik dengan sendirinya adalah yang juga kondusif untuk peningkatan mutu,

relevansi dan daya saing.

Penumbuhan budaya sekolah memerlukan upaya sungguh-sungguh,

jangka panjang dan konsisten. Untuk itu diperlukan dukungan pihak-pihak yang

terkait agar sekolah dapat melaksanakannya dengan baik, khususnya dari komite

sekolah, dinas pendidikan dan terutama prakarsa sekolah itu sendiri.

Budaya sekolah sebagai aspek penting dalam penerapan Manajemen

Berbasis Sekolah yang meliputi nilai, norma, peraturan, ide serta berbagai perkara

19

Page 20: Membangun Sekolah Berkualitas Dengan Budaya Sekolah

lain yang semuanya diterima dan dilakukan di sebuah sekolah. Budaya sekolah

merupakan peraturan yang tidak tertulis serta tradisi, norma dan ekspektasi.

Budaya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak merupakan elemen-elemen

simbolik dari kehidupan sekolah.

Peran serta masyarakat dalam pendidikan adalah aktivitas yang dilakukan

oleh sekelompok orang dalam bidang pendidikan dengan tujuan untuk memajukan

pendidikan dengan cara memberikan bantuan dana, pemikiran, pengawasan,

pengevaluasi, perencana, serta pelaksana, pengguna pendidikan dan sebagai

sumber belajar. Masyarakat dapat melakukan partisipasi dalam pendidikan baik

melalui jalur organisasi perusahaan, dewan pendidikan, komite sekolah atau apa

saja asalkan dalam rangka perbaikan mutu pendidikan.

B. Saran

Untuk membangun sekolah yang berkualitas perlu adanya kesungguhan

dari para pelaku pendidkan itu sendiri, mulai dari Kepala Sekolah, guru,

karyawan, siswa dan para wali murid, serta menciptakan suasana yang

memungkinkan terjalinnya komunikasi timbal balik diantara pemangku pendidkan

tersebut.

Kepada masyarakat agar dapat memberikan sumbangsihnya terhadap

dunia pendidikan baik yang tergabung dalam organisasi perusahaan, dewan

pendidikan, komite sekolah atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan

sebagainya sehingga percepatan pertumbuhan dan perkembangan dunia

pendidikan di Indonesia akan nampak dan membuahkan hasil yang juga untuk

masyarakat itu sendiri

20