Top Banner
Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur Pihri Buhaerah Jakarta Institute for Financial Policy (JIFP) Email:[email protected]
15

Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

Feb 07, 2018

Download

Documents

lexuyen
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta (KPS)

dalam Pembangunan Infrastruktur

Pihri Buhaerah

Jakarta Institute for Financial Policy (JIFP)

Email:[email protected]

Page 2: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta (KPS)

dalam Pembangunan Infrastruktur

Abstract

This paper aims to assess financing on infrastructure development in the light of social welfare.

The assessing is needed to get a full picture of the impact of infrastructure development on

Indonesian social welfare. Some critical issues such as risk transfer, public interest, and lesson

learnt from the UK’s experience are analyzed to assess the potential impact of Public Private

Partnerships (PPP) on social welfare. The method used in this study is a descriptive analysis and

rely on secondary data through the study of literature to the works previously published

research, books, journals, and official statistics from government and international agencies.

Overall, it can be concluded that the policy direction and strategies for improving the

effectiveness and efficiency on financing infrastructure through PPP having a number of serious

problems which could potentially be a time bomb in the future due to lack of balance between

risk management and the public interest, the absence of guiding principles to protect the poor,

and mainstreaming methods VfM as a reference in the budget allocation and infrastructure

decisions.

Keywords: infrastructure, Public Private Partnerships (PPP), risk transfer, public interest,

social and environmental cost

Page 3: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

Latar Belakang

Terdapat sebuah kesepakatan umum di kalangan perumus kebijakan yang menekankan urgensi

pembangunan infrastruktur dalam memacu kemakmuran. Menurut mereka, tanpa pembangunan

infrastruktur yang memadai, kemakmuran akan sangat sulit untuk dicapai. Argumen tersebut

juga dipegang kuat oleh para pembuat kebijakan di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia. Sayangnya, sebuah laporan menarik dari International River (2012) yang bertajuk

“Infrastructure for Whom? A Critique of the Infrastructure Strategies of the Group of 20 and the

World Bank” menguraikan bagaimana dokumen resmi perencanaan pembangunan sejauh ini

gagal untuk menjelaskan secara rinci bagaimana keterkaitan antara infrastruktur, pembangunan

ekonomi, dan pengentasan kemiskinan.

Menurut laporan tersebut, dokumen pembangunan sejauh ini gagal menurunkan secara detail

desain dan mekanisme pembangunan infrastruktur seperti apa yang secara meyakinkan bisa

digunakan untuk menurunkan angka kemiskinan dan ketimpangan. Bahkan, dokumen Millenium

Development Goals (MDGs) yang telah disetujui 193 negara dan disokong lebih dari 20

organisasi internasional secara eksplisit tidak pernah menekankan pentingnya peran infrastruktur

dalam menurunkan angka kemiskinan ekstrim dan memperbaiki tingkat kesejahteraan

masyarakat pada 2015 (International River, 2012). Menariknya lagi, Laporan Infrastruktur G20

(2011) justru menyebutkan skema Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS) dalam pembangunan

infrastruktur sebanyak 184 kali, sementara kelompok miskin hanya disebutkan sebanyak 7 kali

(International River, 2012).

Di Indonesia, jika kita tengok ke belakang terutama pada masa Orde Baru, pembangunan

infrastruktur justru h mengabaikan suara masyarakat miskin dan marjinal akan kebutuhan

infrastruktur dasar yang layak. Pembangunan infrastruktur pada masa itu selain menjadi sarana

bancakan bagi pembuat kebijakan dan pengusaha, juga bertransformasi menjadi alat pemiskinan

baru. Pasca lengsernya rezim pembangunan Soeharto, mega proyek pembangunan infrastruktur

kembali diintegrasikan ke dalam suatu rencana induk yang dikenal sebagai Master Plan

Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Namun, di bawah pemerintahan Jokowi-JK, beberapa proyek dalam dokumen tersebut yang tidak

sejalan dengan semangat Nawacita dievaluasi dan direvisi. Meski demikian, sasaran dan tujuan

pembangunan infrastruktur masih tetap sama dengan pemerintahan sebelumnya yakni

menggenjot pertumbuhan ekonomi. Pembangunan infrastruktur adalah dewa penolong untuk

menjaga altar pertumbuhan ekonomi. Terlebih ketika kinerja perekonomian nasional mengalami

pelambatan seperti sekarang ini. Maka, tidaklah mengherankan jika proyek-proyek infrastruktur

sangat diandalkan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi domestik.

Page 4: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

Tabel 1. Daya Saing Infrastruktur

Kawasan 2008-2009 2014-2015 Keterangan

ASEAN Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking

Filipina 2.9 94 3.7 95 Naik Turun

Indonesia 2.8 96 4.2 72 Naik Naik

Malaysia 5.6 19 5.6 20 Tetap Turun

Thailand 4.8 35 4.1 76 Turun Turun

Singapura 6.7 2 6.3 5 Turun Turun

Vietnam 2.7 97 3.3 112 Naik Turun

BRIICS

Brasil 2.7 98 3.1 120 Naik Turun

Rusia 3.3 78 4.1 74 Naik Naik

India 2.9 90 3.7 90 Naik Tetap

Indonesia 2.8 96 4.2 72 Naik Naik

Cina 3.9 58 4.4 64 Naik Turun

Afrika Selatan 4.5 46 4.5 59 Tetap Turun

Sumber: World Economic Forum (WEF), 2015

Karenanya, tidaklah mengherankan jika komitmen pemerintah Indonesia untuk memperbaiki

daya saing infrastruktur Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu. Seperti ditunjukkan

pada Tabel 1, Indonesia merupakan negara dengan tingkat peningkatan daya saing infrastruktur

yang signifikan di kawasan ASEAN. Nilai daya saing infrastruktur melonjak dari 2,8 pada

periode 2008-2009 menjadi 4,2 pada periode 2014-2015. Alhasil, peringkat daya saing

infrastruktur Indonesia melonjak ke peringkat 72 (periode 2014-2015) dari peringkat 96 (periode

2008-2009). Kendati demikian, peringkat daya saing Indonesia berada di ranking ketiga

dibelakang Singapura dan Malaysia diantara negara-negara ASEAN.

Sementara itu, jika dibandingkan dengan negara-negara BRIICS, tren daya saing infrastruktur

Indonesia memiliki kecenderungan yang sama dengan Rusia. Tren daya saing infrastruktur kedua

negara sama-sama menunjukkan peningkatan. Menariknya, peringkat daya saing infrastruktur

Indonesia sedikit lebih baik ketimbang Rusia. Nilai daya saing infrastruktur Indonesia sebesar

4,2 (periode 2014-2015) sementara Rusia sedikit lebih rendah dibawah Indonesia yakni sebesar

4,1. Secara umum, Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah Cina dan Afrika Selatan.

diantara negara-negara BRIICS lainnya. Hal ini tidaklah mengherankan karena rasio investasi

infrastrukur Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) jauh lebih rendah dibanding

Cina. Jika Cina memiliki rasio investasi infrastruktur dari PDB yang sudah melampaui 10 persen

sejak tahun 2005, Indonesia hingga saat ini masih tetap berada dibawah 10 persen dari PDB

(Bank Dunia, 2014).

Menurut data dari Kementerian Keuangan, total belanja pemerintah untuk pembangunan

infrastruktur meningkat sebesar sekitar 149 persen, yakni dari Rp 76.3 triliun pada 2009 menjadi

Rp 189,7 triliun pada 2015. Artinya, jika dibandingkan pada 2009, anggaran untuk pembangunan

infrastruktur pada 2015 telah mengalami peningkatan yang sangat tajam. Sementara itu, data dari

Bappenas menunjukkan bahwa total anggaran infrastruktur dalam RPJMN 2015-2019

mengalami kenaikan sebesar 74,8 persen dibandingkan dengan RPJMN 2010-2014 dimana

Page 5: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

Kementerian PU dan Perhubungan mendapatkan peningkatan alokasi anggaran yang sangat

signifikan masing-masing sebesar 64,9 persen dan162,7 persen (lihat tabel 2). Kendati anggaran

infrastruktur telah meningkat secara tajam, masih terdapat kekurangan pembiayaan

pembangunan infrastruktur untuk mencapai target dan sasaran pembangunan infrastruktur dalam

RPJMN 2015-2019.

Diagram 1. Anggaran Infrastruktur 2009-2015 (Triliun Rp)

Sumber: Kementerian Keuangan, 2015

Tabel 2. Perbandingan Anggaran Infrastruktur dalam RPJMN

No Kementerian/ Lembaga RPJMN

2005 -2009

RPJMN

2010 -2014

RPJMN

2015 -2019

(Indikatif)

Kenaikan

2010 - 2019

1 Pekerjaan Umum 123.006,0 398.784,61 657.733,80 64,9%

2 Perhubungan *) 57.123,0 188.046,94 494.045,00 162,7%

3 Perumahan Rakyat 2.585,0 22.622,92 0,00 -100,0%

4 ESDM 27.990,0 83.991,35 97.306,10 15,9%

5 Kominfo 9.529,0 21.795,20 23.696,40 8,7%

6 BPLS 2.294,0 8.054,20 4.523,80 -43,8%

7 Basarnas - 9.116,51 10.339,10 13,4%

8 BPWS - 1568,8 1437,8 -8,4%

9 LPP RRI - 2872,7 1511,7 -47,4%

10 LPP TVRI - 2806,3 2350,6 -16,2%

Total Infrastruktur 221.929,0 739.659,53 1.292.944,30 74,8%

Sumber: Bappenas, 2015

Page 6: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

Terkait hal itu, data Bappenas (2015) menunjukkan bahwa besarnya kebutuhan pendanaan

infrastruktur dalam RPJMN 2015-2019 mencapai Rp 5519,4 trilun. Kemampuan Pemerintah

Pusat dan Daerah dalam membiayai proyek-proyek infrastruktur dalam RPJMN 2015-2019

kurang lebih hanya 50 persen. Sementara itu, porsi peran BUMN dalam pembiyaan infrastruktur

hanya menyumbang sekitar 19 persen. Artinya, pemerintah belum mampu untuk membiayai

kebutuhan pembangunan infrastruktur nasional sepenuhnya. Masih terdapat kebutuhan

pendanaan yang cukup besar sekitar Rp 1.692 triliun atau 31 persen dari total kebutuhan

pendanaan infrastruktur dalam RPJMN 2015-2019 (lihat Tabel 2). Karenanya, terdapat peluang

bagi pihak swasta untuk mengisi celah pembiayaan tersebut melalui skema Kemitraan

Pemerintah-Swasta (KPS).

Tabel 3. Kebutuhan Pendanaan Infrastruktur RPJMN 2015-2019

(dalam Rp triliun)

Sumber: Bappenas, 2015

Skema PPP sejatinya telah dioperasikan di banyak negara baik negara-negara maju maupun

negara-negara berkembang. Bahkan, skema tersebut sangat dianjurkan oleh lembaga

pembangunan internasional seperti IMF, Bank Dunia, Bank Investasi Eropa, dan Bank

Pembangunan Asia ditengah keterbatasan fiskal yang menghimpit negara-negara berkembang

dalam membiayai pembangunan infrastrukturnya. Karena itu, pembangunan infrastruktur dalam

skema Public Private Partneship (PPP/KPS) penting untuk dikaji dan dikritisi dengan

mengaitkannya beban sosial ekonomi yang akan ditanggung masyarakat terutama mereka yang

berpenghasilan rendah.

Sektor APBN APBD BUMN Swasta Total

Jalan 340 200 65 200 805

Kereta Api 150 0 11 122 283

Perhubungan Laut 498 0 238.2 163.8 900

Perhubungan Udara 85 5 50 25 165

Darat (termasuk ASDP) 50 0 10 0 60

Transportasi Perkotaan 90 15 5 5 115

Ketenagalistrikan 100 0 445 435 980

Energi (Migas) 3.6 0 151.5 351.5 506.6

Teknologi Komunikasi & Informatika 12.5 15.3 27 223 277.8

Sumber Daya Air 275.5 68 7 50 400.5

Air Minum dan Limbah 227 198 44 30 499

Perumahan 384 44 12.5 87 527.5

TOTAL INFRASTRUKTUR 2215.6 545.3 1066.2 1692.3 5519.4

PERSENTASE (%) 40.1 9.9 19.3 30.7 100.0

Page 7: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

Definisi dan Konsep KPS

Secara umum, KPS bisa didefinisikan sebagai sebuah skema kerjasama yang saling

menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan infrastruktur dan layanan

publik dengan durasi kontrak berbentuk jangka panjang. Durasi kontrak rata-rata berada pada

kisaran 15-25 tahun. Bentuk kerjasama dalam skema KPS biasanya mencakup pembagian

investasi, risiko, tanggung jawab dan imbal hasil antara pihak pemerintah dan swasta. Skema

tersebut didasari atas pemikiran bahwa sektor pemerintah dan swasta masing-masing memiliki

kelebihan yang bersifat saling melengkapi dalam pelayanan publik.

Broadbent dan Laughlin (2003, dikutip dalam Sawyer 2009) menguraikan bahwa intisari dari

skema KPS terdiri atas tiga elemen. Pertama, secara teknis bangunan tidak dimiliki oleh sektor

publik meskipun aset tetap ditangan Pemerintah. Kedua, desain bangunan dan layanan yang

menyertainya menjadi tanggung jawab penuh pihak swasta. Ketiga, sektor publik dikunci dalam

skema kerjasama yang bersifat jangka panjang melalui kontrak hukum/legal. Pada titik inilah

kepentingan publik rawan dibelokkan oleh sektor swasta karena nilai-nilai dan kepentingannya

yang berbeda dengan Pemerintah dimana kepentingan investor lebih berorientasi pada profit dan

kepentingan para pemegang saham.

Meski demikian, skema KPS tetap menjadi tren dalam mengatasi kendala fiskal terutama dalam

pembangunan infrastruktur skala besar. Pendukung skema ini meyakini bahwa skema KPS dapat

menjadi alternatif sumber pendanaan dan pembiayaan dalam pembangunan infrastruktur. Karena

Pemerintah dan swasta memiliki karakteristik dan kelebihan yang bersifat saling melengkapi,

maka dengan skema KPS perencanaan dan pemilihan proyek yang tidak baik selama ini bisa

dihindari. Selain itu, manajemn pengelolaan dan pemeliharaan akan lebih efisien dan optimal

karena pihak swasta memiliki kelebihan pada sisi ini sehingga infrastruktur publik yang

dibangun dengan menggunakan skema KPS bisa digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama

(lihat Tabel 3).

Tabel 4. Nilai Manfaat Skema KPS

Sumber : SMI, 2014

Page 8: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

Selain itu, identifikasi risiko merupakan tahap yang fundamental yang bisa menentukan berhasil

tidaknya pembangunan infrastruktur melalui skema KPS ini. Terkait hal ini, PT. Sarana Multi

Infrastruktur/SMI (2014) telah mengelompokkan beberapa hal prinsipil dalam pembagian risiko

antara pihak-pihak yang terkait dalam proyek infrastruktur. Menurut PT. SMI, matriks alokasi

risiko dalam skema KPS secara umum dapat digambarkan sebagai berikut.

a) Pemilik modal - menanggung risiko yang terkait dengan keuangan dan kebijakan

b) Penyedia pinjaman - menanggung risiko yang terkait dengan penyediaan pinjaman

c) Pemerintah - menanggung risiko yang terkait dengan kebijakan

d) Kontraktor - menanggung risiko yang terkait dengan kegiatan konstruksi

Tabel 5. Matriks Alokasi Risiko dalam KPS

Sumber: SMI, 2014

Bom Waktu dalam Skema KPS

Arestis dan Sawyer (2012) menyatakan bahwa keistimewaan pembiayaan infrastruktur melalui

skema KPS adalah neraca keuangan pemerintah menjadi tidak terbebani karena biaya tersebut

hanya akan tercatat dalam neraca keuangan perusahaan. Implikasinya, porsi utang sektor publik

terhadap PDB dalam neraca keuangan negara akan terlihat selalu rendah. Disamping itu, pasar

keuangan dan lembaga pemeringkat kredit juga menggunakan porsi utang sektor publik atas

PDB sebagai indikator yang penting dalam pengambilan keputusan. Karena rasio utang sektor

publik atas PDB yang terlihat selalu rendah, maka skema KPS ini lebih disukai, Namun kondisi

tersebut hanya berlaku jika pasar keuangan tidak mengenakan biaya sewa tambahan atau biaya-

biaya lainnya di masa yang akan datang.

Salah satu bentuk KPS yang diadopsi di Inggris dikenal sebagai UK Private Finace Initiative

(UK PFI). Laporan Guardian (2012) menyebutkan bahawa 717 kontrak di Inggris yang

menggunakan skema PFI untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur rumah sakit, sekolah

dan fasilitas publik lainnya secara keseluruhan bernilai £ 54,7 trilliun. Laporan tersebut juga

menyebutksn bahwa biaya total yang harus dibayarkan oleh pemerintah sampai kontrak-kotrak

tersebut selesai sebesar £ 301 triliun. Artinya, biaya yang ditanggung oleh publik kian

Page 9: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

membengkak secara signifikan dari waktu ke waktu. Memang biaya sebesar itu tidak akan

tercatat sebagai utang dalam neraca keuangan pemerintah sehingga neraca keuangan pemerintah

tetap terjaga dari kemungkinan defisit. Namun, biaya yang ditanggung oleh publik dalam skema

PFI menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan jika menggunakan skema pembiayaan konvensional.

Berangkat dari pengalaman KPS di Inggris, skema KPS jelas menyimpan sejumlah persoalan

yang bisa menjadi bom waktu ke depannya. Arestis dan Sawyer (2012) mencatat dua titik kritis

dalam skema KPS Pertama, ongkos pembiayaan infrastruktut yang dibiayai oleh pihak swasta

cenderung lebih mahal ketimbang pemerintah lantaran pemerintah bisa meminjam dengan

tingkat bunga yang lebih rendah ketimbang pihak swasta. Alhasil, biaya sewa yang ditanggung

pihak swasta cenderung menjadi lebih tinggi. Kedua, adanya kekakuan jika pembiayaan

infrastruktur dibebankan kepada pihak swasta. Hal ini terkait dengan mahalnya biaya yang akan

ditanggung oleh perusahaan ketika melakukan perubahan setelah fase konstruksi karena

pertimbangan perubahan sosial, demografis, geografis, kemajuan teknologi dan lain-lain.

Hal senada juga dinyatakan dalam makalah Malcolm Sawyer yang bertajuk “Public Private

Partnerships, the Levels of Public Investment and the New Member States”. Sawyer (2009)

mencoba menelaah perbandingan biaya antara skema PPP dengan skema investasi publik

konvensional. Hasil penelitian Sawyer (2009) tersebut menyimpulkan bahwa skema PPP

sejatinya sebuah skema yang relatif mahal dalam melakukan investasi publik ketimbang

investasi publik konvensional karena skema PPP cenderung menciptakan investasi publik

tambahan. Dengan demikian, berangkat dari kedua analisis diatas, skema KPS ini bisa dikatakan

cenderung menyebabkan penetapan harga yang ketinggian, kaku, dan biaya yang akan

ditanggung public kian membubung dari waktu ke waktu.

Prasyarat Bekerjanya Skema KPS

Persoalan utama dalam investasi infrastruktur melalui skema KPS adalah bagaimana mekanisme

distribusi risiko dan tingkat keuntungan (distribution of risk and profitability) antara pemerintah

dengan investor swasta. Karena motivasi investor swasta adalah mendapatkan keuntungan

sebesar-besarnya, maka mekanisme dalam kontrak PPP cenderung menjadi alat untuk

memindahkan risiko dan biaya secara signifikan kepada pemerintah dan konsumen sebagai

pembayar pajak. Dengan demikian, distribusi pembagian antara risiko dan biaya menjadi tidak

seimbang. Karenanya, mekanisme manajemen risiko dan pertimbangan kepentingan publik perlu

diperhatikan secara mendalam dan hati-hati.

Selanjutnya, skema KPS pada tingkat perencanaan dan pelaksanaan seringkali mengabaikan

adanya kebutuhan tata kelola yang demokratis. Hingga saat ini, sebagian besar skema PPP masih

belum dijalankan secara transparan. Akibatnya, pemerintah harus menanggung biaya yang

berlebih sementara investor swasta menikmati laba super (super profit) karena pembagian risiko

yang tidak proporsional antara negara dengan pihak swasta. Studi kelayakan mega proyek

infrastruktur juga seringkali didorong pertimbangan dari aspek keuangan semata dan cenderung

mengabaikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan dan kebutuhan

masyarakat lokal.

Abednego dan Ogunlana (2006, dikutip dalam Liitle 2010) mencatat bahwa ketidakmampuan

untuk mengontrol semua aspek risiko dengan tepat merupakan faktor utama penyebab buruknya

kinerja sebuah manajemen proyek. Mereka juga menggarisbawahi bahwa alokasi risiko yang

Page 10: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

tepat dapat dicapai hanya jika pengambil keputusan mempertimbangkan jenis risiko (apa) yang

akan dialokasikan, pihak mana yang harus menerima risiko (siapa), kapan harus mengalokasikan

risiko, serta penerapan strategi yang tepat untuk mencegah atau meminimalkan dampaknya

(bagaimana).

Karenanya, kunci utama kesuksesan pembangunan infrastruktur dalam skema KPS adalah

bagaimana menyeimbangkan antara manajemen risiko dengan kepentingan publik. Jika risiko

proyek bisa diidentifikasi secara tepat dengan memasukkan faktor-faktor sosial dan lingkungan

dan direncanakan serta dilaksanakan secara transparan dan demokratis, maka proyek tersebut

kemungkinan besar akan berhasil. Sebaliknya, proyek tersebut akan menemui kegagalan jika

investor hanya sekadar memindahkan risiko ke pemerintah.

Terkait hal itu, Richard G.Little (2010) - Direktur Kinston Institute for Public Finance and

Infrastructure Policy Universitas Southern California - telah menggarisbawahi sejumlah isu

penting yang perlu dipertimbangkan secara serius supaya skema PPP bekerja dengan baik. Isu-

isu penting yang dimaksud Liitle (2010) antara lain:

a) Bagaimana penentuan biaya pemakaian? Siapa yang menentukan biayanya? Bagaimana

peningkatan biaya ditetapkan?

b) Apakah tersedia mekanisme pengembangan kapasitas masyarakat lokal untuk

membangun, melayani, dan memelihara struktur penggunaan dan jaringan distribusi?

c) Apakah ada penunjukan tanggung jawab yang jelas untuk perawatan dan pemeliharan

infrastruktur yang telah dibangun?

d) Apakah proyeksi permintaan untuk layanan infrastruktur sudah akurat?

Karena itu, guna mencegah dan meminimalkan risiko sosial dan lingkungan, dibutuhkan sebuah

prinsip-prinsip panduan (guiding principles) dalam skema PPP. Menurut Little (2010), beberapa

prinsip yang perlu dikembangkan, diadopsi, dan diimplementasikan dalam prinsip-prinsip

panduan untuk PPP adalah sebagai berikut.

a) Partisipasi, oleh semua pihak yang terlibat, perlu diinformasikan dan terorganisir.

b) "Rule of Law" harus ditempatkan secara tepat sehingga kerangka hukum yang adil dan

merata dilaksanakan secara imparsial.

c) Semua keputusan dan pelaksanaannya harus transparan kepada publik dan mematuhi

aturan dan peraturan yang ditetapkan.

d) Informasi harus tersedia secara bebas dan langsung dapat diakses oleh mereka yang akan

terpengaruh oleh keputusan tersebut.

e) Proses harus berorientasi konsensus, responsif terhadap kebutuhan semua pemangku

kepentingan dan adil.

f) Proyek harus efektif dan efisien, menghasilkan output yang memenuhi kebutuhan

masyarakat setempat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara

bertanggung jawab dan berkelanjutan.

g) Semua peserta proyek harus bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang akan terkena

dampak dari keputusan atau tindakan mereka.

Page 11: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

Celakanya, sejumlah proyek-proyek infrastruktur di Indonesia baik melalui skema KPS maupun

non KPS pada umumnya tidak memiliki prinsip-prinsip panduan seperti diatas. Bahkan,

dokumen RPJMN 2015-2019 secara gamblang menempatkan prinsip-prinsip Value for Money

(VfM) sebagai metode analisis dalam keputusan pembiyaan infrastruktur. Dokumen RPJMN

2015-2019 secara jelas menyebutkan bahwa hasil analisis VfM akan digunakan sebagai acuan

alokasi anggaran pembangunan infrastruktur beserta mekanisme pelaksanaan yang mampu

memberikan nilai terbaik dalam keseluruhan siklus hidup proyek (whole project life cycle costs).

Padahal, analisis VfM memiliki sejumlah keterbatasan terutama dalam mengukur risiko sosial

dan lingkungan. Secara umum, metode VfM belum memasukkan tujuan-tujuan sosial dan tujuan

non ekonomis lainnya meski tujuan non ekonomis tersebut merupakan persoalan-persoalan yang

mesti dipecahkan oleh pemerintah. Sebagai gambaran, jika pengurangan biaya (dan skor VfM

yang tinggi) dicapai melalui pengurangan manfaat yang dibayarkan kepada pekerja, pengurangan

subsidi untuk konsumen berpenghasilan rendah, atau penolakan untuk menjangkau komunitas

yang tinggal didaerah terpencil, maka metode ini akan menghasilkan keputusan yang sangat

tidak diinginkan dari perspektif kesejahteraan sosial (Liitle, 2010) .

Dengan demikian, memastikan adanya pelibatan masyarakat secara sunggung-sungguh

(meaningful participation) dalam iklim pembangunan infrastrukutur yang demokratis dengan

disertai prinsip-prinsip panduan yang memberikan jaminan perlindungan untuk masyarakat

marjinal merupakan sebuah keniscayaan. Tanpa itu, pembangunan infrastruktur tidak akan

menemukan titik keseimbangan antara manajemen risiko dan kepentingan publik. Hal ini penting

mengingat kebijakan pembangunan infrastruktur merupakan keputusan politik. Karena

keputusan politik, maka kepentingan dan kebutuhan masyarakat rentan seringkali tidak

terakomodasi baik dalam proses proses perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan

infrastruktur. Bahkan, beberapa diantaranya terancam tidak bisa diteruskan karena diprotes dan

diboikot oleh warga setempat sehingga risiko kegagalan proyek infrastruktur justu menjadi besar.

Simpulan

Dari keseluruhan uraian di muka, dapat ditarik kesimpulan bahwa arah kebijakan dan strategi

peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam pembiayaan infrastruktur menyimpan sejumlah

persoalan serius yang berpotensi menjadi bom waktu di masa yang akan datang dengan melihat

pada sejumlah prasyarat keberhasilan skema KPS. Pertama, tidak adanya keseimbangan antara

manajemen risiko dan kepentingan publik. Akibatnya, skema KPS pada tingkat perencanaan dan

pelaksanaan cenderung mengabaikan adanya kebutuhan tata kelola yang demokratis dan prinsip-

prinsip pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan dan kebutuhan masyarakat lokal. Kedua,

tidak adanya prinsip-prinsip panduan yang mengikat yang efektif mengangkat kesejahteraan

masyarakat yang kena dampak dari proyek infrastruktur. Ketiga, pengarusutamaan metode VfM

sebagai acuan dalam pengalokasian anggaran dan keputusan infrastruktur berpotensi

menurunkan kualitas pembangun yang digadang-gadang dalam RPJMN 2015-2019 karena

metode VfM tidak memasukkan tujuan-tujuan sosial dan non ekonomis lainnya ketika

menganalisis pendanaan pembangunan infrastruktur.

Page 12: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

Referensi

Arestis, P & Sawyer, M 2012, „The Time Bomb of Public Private Partnerships‟, Triple Crisis,

diakses pada 1 Agustus 2015, http://triplecrisis.com/the-time-bomb-of-public-private-

partnerships/

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2014, Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional 2015-2019, diakses pada 1 Agustus 2015, http://www.

jdih.ristek.go.id/?q=system/files/rencana-kebijakan/127884053403.pdf

Deputi Bidang Sarana dan Prasarana 2015, Prioritas Pembangunan Infrastruktur 2016, Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional, diakses pada 1 Agustus 2015,

http://www.pu.go.id/konreg2015/BAHAN%20KONREG%202015/Paparan%20Deputi%20Sarpras%20B

appenas%20-%20Konreg%20PU%202015.pdf

International Rivers 2012, Infrastructure for Whom? A Critique of the Infrastructure Strategies of

the Group of 20 and the World Bank, International River, diakses pada 1 Agustus 2015,

http://www.internationalrivers.org/files/attached-files/infrastructure_for_whom_report.pdf

Kementerian Keuangan 2015, Anggaran Infrastruktur 2010-2015, Kementerian Keuangan,

diakses pada 1 Agustus 2015, http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/athumbs/apbn/INFRASTRUKTUR1.pdf

Little, RG 2010, „Beyond Privatization‟, dalam Ascher, W & Krupp, C (Ed), Physical

Infrastructure Development: Balancing the Growth, Equity, and Environmental Imperatives,

New York: Palcrave Macmillan.

PT. Sarana Multi Infrastruktur 2014, Panduan Penyelenggaraan Kerjasama Pemerintah-Swasta

(KPS) dalam Penyediaan Infrastruktur, PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI), diakses pada 1

Agustus 2015, http://www.ptsmi.co.id/media/files/pdf/Panduan_KPS_PJPK.pdf

Sawyer, M 2009, Public Private Partnerships, the Levels of Public Investment and the New

Member States, Working Paper No. 2009-32, Milan European Economy Workshops June 11th

-

12th

November 2009, diakses pada 1 Agustus 2015,

http://wp.demm.unimi.it/tl_files/wp/2009/DEMM-2009_032wp.pdf

The Guardian 2012, „PFI will ultimately cost £300bn‟, Thursday 5 July 2012, diakses pada 1

Agustus 2015, http://www.theguardian.com/politics/2012/jul/05/pfi-cost-

300bn?INTCMP=SRCH

World Economic Forum 2009, Global Competitiveness Report 2008-2009, World Economic

Forum, diakses pada 1 Agustus 2015, http://www.weforum.org/reports

World Economic Forum 2015, Global Competitiveness Report 2014-2015, World Economic

Forum, diakses pada 1 Agustus 2015, http://www.weforum.org/reports

Page 13: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

Lampiran

Daftar Proyek Infrastruktur dengan Skema KPS

Jenis KPS Nama Proyek

KPS Siap Ditawarkan 1. Kereta Api Barang dan Penumpang Bandara Internasional Soekarno Halta-Halim

2. Light Rail Transit (LRT) Bandung, Jawa Barat

3. Kereta Api Barang dan Penumpang Tanjung Enim-Tanjung Api-Api, Sumatera Selatan

4. Air Minum Kota Semarang Barat

5. Air Minum Pondok Gede, Bekasi

6. Air Minum Kota Pekanbaru, Riau

KPS Prospektif 1. Terminal Terpadu (Kereta Api) Gedebage, Bandung

2- Pembangunan Monorel Sumatera Selatan

3. Jalan Tol Manado - Bitung

4. JalanTol Akses Tanjung Priok

5. Jalan Tol Balikpapan - Samarinda

6. Jalan Tol Cileunyi - Sumedang - Dawuan

7. Jalan Tol Pandaan - Malang

KPS Potensial 1. Pembangunan Pelabuhan Internasional Maloy, Kalimantan Timur

2. Pengembangan Pelabuhan Kabil (Terminal Tanjung Sauh), Batam, Kepulauan Riau

3. Pembangunan Pelabuhan Hub Internasional Kuala Tanjung, Sumatera Utara

4. Pembangunan Pelabuhan Hub Internasional Bitung, Sulawesi Utara

5. Pembangunan Pelabuhan Makasar New Port, Sulawesi Selatan

6. Pembangunan Pelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara

7. Pembangunan Pelabuhan Garongkong, Sulawesi Selatan

8. Pembangunan Bandar Udara Bali Baru

9. Pembangunan Bandar Udara Internasional Kulon Progo, DI Yogyakarta

10. Pengembangan Bandar Udara Mutiara, Sulawesi Tengah

11. Pengembangan Bandar Udara Komodo, Nusa Tenggara Timur

12. Pengembang an Bandar Udara Radin Inten Il, Lampung

13. Pengembang an Bandar Udara Juwata, Kalimantan Utara

14. Pengembangan Bandar Udara Sentam, Papua

Page 14: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

15. Pengembangan Bandar Udara Tjilik Riwut, Kalimantan Tengah

16. Pengembang an Bandar Udara Fatmawati Soekarno, Bengkulu

17. Pengembangan Bandar Udara H.AS. Hananjoeddin, Bangka Belitung

18. Pengembangan Bandar Udara Matahora, Sulawesi Tenggara

19. Pengembangan Bandar Udara Sultan Babullah, Maluku Utara

20. Pembangunan Kereta Api Barang dan Penumpang Batam, Kepulauan Riau

21. Pembangunan Kereta Api Barang dan Penumpang Pulau Baai-Muara Enim, Bengkulu-Sumsel

22. Jalan Tol Batu Ampar-Muka Kuning-Hang Nadim

23. Pengelolaan Air Limbah DKI Jakarta

24. PLTU Tebo 2x200 MW, Jambi

Sumber: Bappenas, 2015

Page 15: Membaca Ulang Skema Kemitraan Pemerintah - Swasta · PDF file... Swasta (KPS) dalam Pembangunan Infrastruktur ... menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan ... Bentuk

Biodata Singkat

Pihri Buhaerah lahir di Watampone Provinsi Sulawesi Selatan. Pada 1998, Pihri lolos seleksi dan

diterima di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) - Jakarta dan Fakultas Ekonomi

Universitas Padjadjaran (Unpad) - Bandung. Menyelesaikan studi S1 dalam bidang Ilmu

Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) di Unpad pada 2003. Tahun 2011, Pihri melanjutkan

studi master (S-2) Program Studi International and Development Economics di Australian

National University (ANU) dengan beasiswa dari Australian Development Scholarship (ADS).

Dalam waktu dua tahun (2011-2012), gelar Diploma dan Master of International and

Development Economics diraihnya. Bekerja sebagai staf peneliti di Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia sejak 2004. Selain menjadi Research Associate di the Indonesian Institute (TII), Pihri

juga aktif menjadi staf pengajar di Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Unpad dan Fakultas

Ekonomi Universitas Persada Indonesia – Yayasan Administrasi Indonesia (UPI YAI).