Top Banner
1 Tugas Pengelolaan Ekosistem Hutan dan DAS Medan, April 2013 MEKANISME SUBSIDI HULU-HILIR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) Dosen Pembimbing: Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D. Oleh: Marisi Intan Retno W 101201096 Riston Sitindaon 101201107 Ijon Dearma Saragih 101201117 Sukma Gika Fergina 101201123 Bungaran Naibaho 101201131 Jonyal Sitanggang 101201137
43

Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

Dec 31, 2014

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

1

Tugas Pengelolaan Ekosistem Hutan dan DAS Medan, April 2013

MEKANISME SUBSIDI HULU-HILIR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

Dosen Pembimbing:Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D.

Oleh:Marisi Intan Retno W 101201096Riston Sitindaon 101201107Ijon Dearma Saragih 101201117Sukma Gika Fergina 101201123Bungaran Naibaho 101201131Jonyal Sitanggang 101201137

PROGRAM STUDI KEHUTANANFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA2013

Page 2: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan berkat dan rahmat kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul

“Mekanisme Subsidi Hulu-Hilir Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)”.

Makalah ini ditulis sebagai salah satu syarat mengikuti mata kuliah Pengelolaan

Hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Program Studi Kehutanan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen

pembimbing Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D. yang telah memberikan materi

pembelajaran sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis juga menyadari masih banyak terdapat kekurangan di dalam

makalah ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang

bersifat membangun guna penyempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, April 2013

Penulis

Page 3: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

3

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) dapat dipandang sebagai sistem alami yang

menjadi tempat berlangsungnya proses-proses biofisik-hidrologis maupun

kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks. DAS dapat

dibagi ke dalam tiga komponen yaitu: bagian hulu, tengah dan hilir. Ekosistem

bagian hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran.

Ekosistem tengah sebagai daerah distributor dan pengatur air, sedangkan

ekosistem hilir merupakan pemakai air. Hubungan antara ekosistem-ekosistem ini

menjadikan DAS sebagai satu  kesatuan hidrologis. Di dalam DAS terintegrasi

berbagai faktor yang dapat mengarah kepada kelestarian atau degradasi tergantung

bagaimana suatu DAS dikelola.

Kerusakan kondisi hidrologis DAS sebagai dampak perluasan lahan

kawasan budidaya dan pemukiman yang tidak terkendali, tanpa memperhatikan

kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali menjadi penyebab peningkatan

erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas lahan, percepatan degradasi lahan,

dan banjir.

Kondisi hutan, dilihat dari penutupan lahan/vegetasi, mengalami

perubahan yang cepat dan dinamis, sesuai perkembangan pembangunan dan

perjalanan waktu. Faktor yang mengakibatkan perubahan tersebut antara lain

pertambahan penduduk dan pembangunan di luar sektor kehutanan yang sangat

pesat memberi pengaruh besar terhadap meningkatnya kebutuhan lahan hutan dan

produk-produk dari hutan. Kondisi demikian diperparah dengan adanya

perambahan hutan dan terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan semakin

luasnya kerusakan hutan alam tropika di Indonesia. Sejak tahun 1970-an

degradasi DAS berupa lahan gundul, tanah kritis, erosi pada lereng-lereng curam

baik yang digunakan untuk pertanian maupun untuk penggunaan lain seperti

pemukiman dan pertambangan, sebenarnya telah memperoleh perhatian

pemerintah. Namun proses degradasi tersebut terus berlanjut, karena tidak adanya

keterpaduan tindak dan upaya yang dilakukan dari sektor atau pihak-pihak yang

berkepentingan dengan DAS.

Page 4: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

4

Kerusakan hutan tersebut, menjadi penyebab terjadinya penurunan kualitas

DAS. Sebagai akibatnya, kestabilan ekosistem terganggu dan menimbulkan

dampak negatif terhadap peran hutan sebagai penyangga kehidupan termasuk

dalam menjaga stabilitas tata air. Penerapan pendekatan one river - one plan - one

management tidak mudah diwujudkan mengingat banyak pihak yang terkait dan

berkepentingan dalam pengelolaan DAS. Rehabilitasi DAS terutama yang

kondisinya kritis dengan pendekatan pengelolaan DAS terpadu menjadi kunci

penting untuk memperbaiki kondisi DAS.

Di dalam pengelolaan DAS, bagian hulu hingga hilir menjadi satu

kesatuan yang tak terpisahkan. DAS mampu menjadi sumber pendapatan

masyarakat hilir dan menjadi sumber ketersediaan ikan dan bahan makanan

ataupun bahan lainnya yang harganya dapat dijangkau. Di dalam pengelolaan

DAS terpadu, perlu adanya mekanisme subsidi hulu-hilir, sebagai salah satu solusi

atas perbedaan distribusi spasial sebagai akibat dari kesenjangan pendapatan di

daerah hulu DAS dengan hilirnya.

Tujuan

Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis

mekanisme subsidi hulu-hilir sebagai salah satu solusi atas perbedaan distribusi

spasial sebagai akibat dari kesenjangan pendapatan di daerah hulu DAS dengan

hilirnya.

Page 5: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

5

PEMBAHASAN

Definisi DAS

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan ruang di mana sumberdaya alam,

terutama vegetasi, tanah dan air, berada dan tersimpan serta tempat hidup manusia

dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Sebagai wilayah, DAS juga dipandang sebagai ekosistem dari daur air,

sehingga DAS didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,

menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke

laut secara alami. Batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut

sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan

(UU No. 7 Tahun 2004). Dengan demikian DAS merupakan satuan wilayah alami

yang memberikan manfaat produksi serta memberikan pasokan air melalui sungai,

air tanah, dan atau mata air, untuk memenuhi berbagai kepentingan hidup, baik

untuk manusia, flora maupun fauna.

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu

hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung

bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta

mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut

atau danau. Linsley (1980) menyebut DAS sebagai “A river of drainage basin in

the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all

stream flow originating in the area discharged through a single outlet”.

Sementara itu IFPRI (2002) menyebutkan bahwa “A watershed is a geographic

area that drains to a common point, which makes it an attractive unit for

technical efforts to conserve soil and maximize the utilization of surface and

subsurface water for crop production, and a watershed is also an area with

administrative and property regimes, and farmers whose actions may affect each

other’s interests”.

Dari defenisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan

ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia

berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan

Page 6: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

6

outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan

merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai

suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk

mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum

dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminimum

mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata

sepanjang tahun (Bappenas, 2012).

Konsep daur hidrologi DAS menjelaskan bahwa air hujan langsung

sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi

dan air infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran.

Gambar 1. Daur hidrologi DAS

Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah

hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS

bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti

penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya

kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk

perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam

sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu

mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini

antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu

Page 7: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

7

seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan

hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Chay Asdak, 2002).

Definisi DAS Berdasarkan Fungsi

Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh

dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai

DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi

konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar

tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan

vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah

hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai

yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan

ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air,

kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada

prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Ketiga DAS

bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk

dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang

diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,

ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta

pengelolaan air limbah. Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang

terkelola dengan baik dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh

prasarana dan sarana di bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan

manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun

untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya

rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara administrasi maupun tata

ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya koordinasi berbagai pihak

terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik.

Untuk memperoleh manfaat yang optimal dan berkelanjutan perlu disusun

sistem perencanaan pengelolaan DAS yang obyektif dan rasional. Perencanaan

pengelolaan DAS bersifat dinamis karena dinamika proses yang terjadi di dalam

DAS, baik proses alam, politik, sosial ekonomi kelembagaan, maupun teknologi

yang terus berkembang. Pemanfaatan air bagi kehidupan antara lain untuk

Page 8: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

8

kebutuhan irigasi, pertanian, industri, konsumsi rumah tangga, wisata, transportasi

sungai, dan kebutuhan lainnya. Namun, air yang dihasilkan dari DAS juga bisa

merupakan ancaman bencana seperti banjir dan sedimentasi hasil angkutan

partikel tanah oleh aliran air. Potensi air yang dihasilkan dari suatu DAS perlu

dikendalikan melalui serangkaian pengelolaan sehingga ancaman bencana banjir

pada musim penghujan dapat ditekan sekecil mungkin dan jaminan pasokan air

pada musim langka hujan (kemarau) tercukupi secara berkelanjutan. Sejalan

dengan prinsip tersebut maka salah satu tujuan penyelenggaraan kehutanan adalah

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan

dengan meningkatkan daya dukung DAS (UU No. 41 Tahun 1999). Pengelolaan

lahan yang produktif dengan memperhatikan asas konservasi dan ekologi tata air

perlu disusun dalam suatu sistem perencanaan dalam satuan pengelolaan DAS.

Perkembangan penduduk seiring dengan waktu menjadikan pengelolaan

DAS sepertinya tanpa akhir. Pengelolaan DAS merupakan suatu usaha yang terus

berjalan, karena faktor alam maupun faktor buatan manusia selalu ada dan

berubah setiap waktu (Sheng, 1986 dan 1990). Pertambahan penduduk

mengakibatkan peningkatan penyediaan kebutuhan pangan, termasuk air, dan

papan. Sementara itu lapangan kerja masih terbatas sehingga jumlah masyarakat

petani semakin bertambah dan belum bisa beranjak dari lapangan kerja pertanian.

Dengan demikian pemilikan dan luas lahan garapan semakin sempit, sehingga

tekanan penduduk terhadap lahan untuk pertanian semakin berat. Tekanan berat

tercermin dari pemanfaatan lahan yang melampaui batas kemampuannya serta

penyerobotan lahan non pertanian. Akibat lanjut adalah pendapatan dari bidang

pertanian semakin rendah.

Pengelolaan DAS dalam pelaksanaannya melibatkan banyak stakeholders

(para pihak) dan pengambil keputusan, khususnya dalam pemanfaatan

sumberdaya alam dengan berbagai tujuannya, sehingga pendekatan multidisiplin

merupakan keharusan esensial. Kegiatan dalam pengelolaan DAS harus

melibatkan institusi pemerintah dari berbagai bidang atau sektor serta berbagai

kelompok masyarakat. Akan tetapi terlalu banyak pelibatan unsur atau elemen

dalam perencanaan dan pengambilan keputusan menjadikan hasil akhir yang

kurang efisien/optimal dan kurang memuaskan. Partisipasi kelembagaan dalam

Page 9: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

9

pengelolaan DAS perlu dibatasi pada komunitas yang secara langsung

berpengaruh dan berkaitan. Sistem pembangunan nasional yang telah diatur dalam

sistem peraturan perundangan dapat diacu sebagai dasar penyusunan perencanaan

pengelolaan DAS, yaitu dengan melibatkan berbagai unsur kelembagaan secara

efisien.

Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu

Daerah aliran sungai (DAS), yang dipandang sebagai ekosistem tata air

dan digunakan sebagai unit pengelolaan sumberdaya alam vegetasi, tanah dan air

yang rasional, merupakan wilayah daratan dengan batas alam berupa punggung-

punggung bukit sehingga tidak selalu bisa berhimpitan dengan batas administrasi

pemerintahan. Dengan demikian perbedaan batas wilayah tersebut tidak perlu

dipertentangkan tetapi perlu ditata keselarasannya, agar keterkaitan antar wilayah

administrasi dalam satuan DAS bisa terhubung secara serasi melalui jalinan daur

hidrologi. Penggunaan DAS sebagai satuan wilayah pengelolaan adalah untuk

memberikan pemahaman secara rasional dan obyektif bahwa setiap kegiatan yang

dilakukan di suatu tempat (on site) di bagian hulu DAS memiliki dampak atau

implikasi di tempat lain (off site) di bagian hilir DAS; atau sebaliknya bahwa

pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah hilir merupakan hasil dari daerah hulu

yang secara daerah otonomi atau administrasi berbeda wilayah pengelolaannya.

Jumlah DAS di Indonesia sangat banyak dengan luasan yang sangat beragam dan

terletak pada hamparan wilayah administrasi yang berada dalam satu kabupaten,

lintas kabupaten maupun lintas provinsi, bahkan lintas negara. Dalam Keputusan

Menteri Kehutanan No. 511/Menhut- V/2011 tentang Penetapan Peta Daerah

Aliran Sungai disebutkan bahwa jumlah DAS di Indonesia meliputi 17.088 DAS

dengan ukuran luas sangat beragam mulai kurang dari 100 ha hingga lebih dari

empat juta hektar. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

Tahun 2009 – 2014 ditetapkan DAS yang berada dalam kondisi kritis dan

memerlukan prioritas penanganan mencakup 108 DAS (Keputusan Menteri

Kehutanan No. SK. 328/Menhut-II/2009). Wilayah DAS tidak selalu dan bahkan

tidak pernah berhimpitan dengan batas wilayah administrasi pemerintahan, akan

tetapi sistem perencanaan pengelolaan DAS harus memiliki kompatibilitas atau

Page 10: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

10

keselarasan dengan sistem pemerintahan daerah otonomi, sistem perencanaan

pembangunan nasional, dan sistem tata ruang wilayah yang menggunakan satuan

wilayah administrasi. Dengan penselarasan ini akan bisa dicapai 2 (dua) tujuan

pengelolaan DAS, dari aspek ekonomi (produksi) dan aspek lingkungan

(perlindungan) secara terintegrasi (Brooks, et al., 1990).

DAS merupakan prosesor dari setiap masukan yang berupa hujan dan

intervensi manusia (manajemen) untuk menghasilkan luaran yang berupa

produksi, limpasan dan sedimen. Daerah aliran sungai juga dapat dipandang

sebagai suatu sistem ekologi yang terdiri dari komponen-komponen biotik dan

abiotik yang saling berintegrasi dalam suatu kesatuan. Hubungan antara berbagai

komponen berlangsung dinamis untuk memperoleh keseimbangan secara alami.

Dinamika keseimbangan tersebut bisa menuju ke arah baik atau ke arah buruk,

yang kondisinya sangat dipengaruhi oleh besarnya intervensi manusia terhadap

sumberdaya alam dan proses interaksi alam sendiri. Oleh karena itu, dalam daerah

tangkapan air atau DAS terjadi hubungan timbal balik antara sumberdaya manusia

dengan sumberdaya alam yang mempengaruhi kelestarian sumberdaya alam

tersebut. Hubungan timbal balik ini tidak hanya setempat (onsite) tetapi juga di

tempat lain (offsite), sehingga diperlukan sistem pengelolaan menyeluruh dari

hulu sampai hilir.

Menurut Dixon (1986), pengelolaan DAS didefinisikan sebagai proses

formulasi dan implementasi dari suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut

sumberdaya alam dan manusia dalam suatu DAS dengan memperhitungkan

kondisi sosial, politik, ekonomi dan faktor-faktor institusi yang ada di DAS dan di

sekitarnya untuk mencapai tujuan sosial yang spesifik. Sedang dalam Peraturan

Pemerintah No. 37 tahun 2012, pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam

mengatur hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di

dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian

ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara

berkelanjutan.

Pengelolaan DAS bukan hanya hubungan antar biofisik, tetapi juga

merupakan pertalian dengan faktor ekonomi dan kelembagaan. Dengan demikian

perencanaan pengelolaan DAS perlu mengintegrasikan faktor-faktor biofisik,

Page 11: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

11

sosial ekonomi dan kelembagaan untuk mencapai kelestarian berbagai macam

penggunaan lahan di dalam DAS yang secara teknis aman dan tepat, secara

lingkungan sehat, secara ekonomi layak, dan secara sosial dapat diterima

masyarakat (Brooks, et al., 1990). Selain itu pengelolaan DAS juga bertujuan

untuk mencegah kerusakan (mempertahankan daya dukung) dan memperbaiki

yang rusak (pemulihan daya dukung).

Perencanaan pengelolaan DAS dengan ciri-ciri DAS yang masih alami dan

kondisi seperti hutan masih dominan, satwa masih baik, lahan pertanian masih

kecil, belum ada pencatat hidrometri, dan HPH disiapkan untuk beroperasi

memerlukan asas legalitas yang kuat dan mengikat bagi instansi terkait dalam

berkoordinasi dan merencanakan kebijakan pengelolaan DAS. Pentingnya posisi

DAS sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk

menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah dan air. Kurang

tepatnya perencanaan dapat menimbulkan adanya degradasi DAS yang buruk.

Dalam upaya menciptakan pendekatan pengelolaan DAS secara terpadu,

diperlukan perencanaan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan DAS sebagai suatu unit

pengelolaan.

Pendekatan menyeluruh pengelolaan DAS secara terpadu menuntut suatu

manajemen terbuka yang menjamin keberlangsungan proses koordinasi antara

lembaga terkait. Pendekatan terpadu juga memandang pentingnya peranan

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS, mulai dari perencanaan,

perumusan kebijakan, pelaksanaan dan pemungutan manfaat.

Pengelolaan DAS terpadu meliputi :

a. Keterpaduan dalam proses perencanaan, yang mencakup keterpaduan

dalam penyusunan dan penetapan rencana kegiatan di daerah aliran sungai.

b. Keterpaduan dalam program pelaksanaan, yang meliputi keterpaduan

penyusunan program-program kegiatan di daerah aliran sungai, termasuk

memadukan waktu pelaksanaan, lokasi dan pendanaan serta

mekanismenya.

Page 12: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

12

c. Keterpaduan program-program kegiatan pemerintah pusat dan daerah yang

berkaitan dengan daerah aliran sungai, sejalan dengan adanya perundangan

otonomi daerah.

d. Keterpaduan dalam pengendalian pelaksanaan program kegiatan yang

meliputi proses evaluasi dan monitoring.

e. Keterpaduan dalam pengendalian dan penanggulangan erosi, banjir dan

kekeringan.

Pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang

menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang

secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan

kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan

kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari

DAS dapat merata sepanjang tahun.

Pengelolaan DAS melibatkan berbagai ragam penggunaan lahan dengan

berbagai pemangku dan pihak terkait serta pengambil keputusan dalam

pemanfaatan sumberdaya alam. Oleh karena itu pengelolaan DAS dengan

menggunakan pendekatan multi-disiplin merupakan keharusan. Kegiatan harus

melibatkan institusi pemerintah dari berbagai disiplin atau sektor dan melibatkan

berbagai kelompok masyarakat serta pelaku pasar. Mengingat wilayah DAS tidak

selalu sama dengan wilayah administrasi, sering ditemukan kendala dalam

pelaksanaan pengelolaan DAS baik bentuk kegiatannya maupun penentuan

lokasinya. Hal ini terjadi karena di dalam wilayah DAS terdapat berbagai

sumberdaya alam (vegetasi, tanah, dan air), sehingga ada beberapa sektor dan

kepentingan yang masuk.

Di samping itu, ada perbedaan prioritas pengelolaan dari masing-masing

daerah administrasi. Oleh karena itu, sistem perencanaan pengelolaan DAS yang

dibangun harus kompatibel dengan sistem perencanaan nasional/daerah dan

selaras dengan kelembagaan terkait. Mengingat pengelolaan DAS bersifat multi-

sektor, maka dalam perencanaannya akan melibatkan seluruh parapihak terkait

(stakeholders). Istilah stakeholder sudah sangat populer, yang secara sederhana

sering dinyatakan sebagai para pihak atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu

rencana atau kegiatan. Berdasarkan kekuatan, posisi dan pengaruh para pihak

Page 13: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

13

terhadap suatu rencana, para pihak dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok

(ODA, 1995) sebagai berikut:

a. Stakeholder utama (primer), yaitu yang memiliki kaitan kepentingan

secara langsung dengan suatu kebijakan, program dan proyek, sehingga

harus ditempatkan sebagai penentu dalam proses pengambilan keputusan.

Selanjutnya disebut sebagai pengguna jasa lingkungan meliputi

masyarakat umum, pedagang, pengusaha pariwisata, PDAM, Industri hilir,

petani/pengusaha perkanan, petani/pekebun, peternak, perusahaan pulp,

perusahaan pembangkit tenaga listrik.

b. Stakeholder pendukung (sekunder), yaitu yang tidak memiliki kaitan

kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program dan

proyek, tetapi memiliki kepedulian sehingga turut berpengaruh terhadap

sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah. Selanjutnya disebut

sebagai penyedia jasa lingkungan seperti perusahaan pembangkit tenaga

listrik, kegiatan industri hilir, perkebunan, PDAM, dsb.

c. Stakeholder kunci, yaitu yang memiliki kewenangan secara legal dalam

hal pengambilan keputusan. Stakeholder yang dimaksud adalah unsur

eksekutif dan legislatif. Selanjutnya disebut sebagai pengatur jasa

lingkungan meliputi Pemda Provinsi, Pemda Kabupaten, Bappenas,

Kementrian Kehutanan, Kementrian Pekerjaan Umum, Kementrian Energi

dan Sumberdaya Mineral, Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian

Kebudayaan dan Pariwisata.

Page 14: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

14

Dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS yang kompatibel dengan

RPJM/D, maka ada 4 (empat) kelompok pihak yang terlibat dalam penyusunan

rencana yakni pemerintah, masyarakat, swasta, dan relawan yang secara ringkas

diilustrasikan pada Gambar 2.

Masyarakat

Swasta/Pelaku Bisnis Pemerintah

Gambar 2. Para pihak terkait perencanaan pengelolaan DAS

Pihak masyarakat dan swasta sebagai pihak utama karena memiliki kaitan

kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, sehingga harus ditempatkan

sebagai penentu dalam proses pengambilan keputusan. Dengan keterlibatan

masyarakat dan swasta dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS

menunjukkan bahwa rencana pengelolaan ada kombinasi antara rencana yang

bersifat top-down dan bottom-up. Untuk itu, keterlibatan masyarakat dan swasta di

sini lebih mengarah pada rencana kegiatan yang bersifat operasional. Pihak

sukarelawan (LSM, perguruan tinggi, media dll) sebagai pihak pendukung karena

meskipun tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu

kebijakan, tetapi memiliki kepedulian sehingga turut berpengaruh terhadap sikap

masyarakat dan keputusan legal pemerintah.

Mekanisme Subsidi Hulu-Hilir

Dalam ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah

dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir

merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting

Relawan: LSM, PT, Media, dll

Page 15: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

15

terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya

kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk

perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam

sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu

mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini

antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu

seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan

hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Contoh keterkaitan

antara bagian hulu dengan hilir diantaranya adalah : (a). bagian hulu mengatur

aliran air yang dimanfaatkan oleh penduduk di bagian hilir, (b). erosi yang terjadi

di bagian hulu menyebabkan sedimentasi dan banjir di hilir, dan (c). bagian hilir

umumnya menyediakan pasar bagi hasil pertanian dari bagian hulu. Bagian hulu

DAS seringkali mengalami konflik kepentingan dalam penggunaan lahan,

terutama untuk kegiatan pertanian, pariwisata, pertambangan, serta permukiman.

Mengingat DAS bagian hulu mempunyai keterbatasan kemampuan, maka setiap

kesalahan pemanfaatan akan berdampak negatif pada bagian hilirnya. Pada

prinsipnya, DAS bagian hulu dapat dilakukan usaha konservasi dengan mencakup

aspek aspek yang berhubungan dengan suplai air. Secara ekologis, hal tersebut

berkaitan dengan ekosistem tangkapan air (catchment ecosystem) yang merupakan

rangkaian proses alami daur hidrologi.

Permasalahan pengelolaan DAS dapat dilakukan melalui suatu pengkajian

komponen komponen DAS dan penelusuran hubungan antar komponen yang

saling berkaitan, sehingga tindakan pengelolaan dan pengendalian yang dilakukan

tidak hanya bersifat parsial dan sektoral, tetapi sudah terarah pada penyebab

utama kerusakan dan akibat yang ditimbulkan, serta dilakukan secara terpadu.

Salah satu persoalan pengelolaan DAS dalam konteks wilayah adalah letak hulu

sungai yang biasanya berada pada suatu kabupaten tertentu dan melewati

beberapa kabupaten serta daerah hilirnya berada di kabupaten lainnya. Oleh

karena itu, daerah daerah yang dilalui harus memandang DAS sebagai suatu

sistem terintegrasi, serta menjadi tanggung jawab bersama. Dengan demikian bila

ada bencana, apakah itu banjir maupun kekeringan, penanggulangannya dapat

Page 16: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

16

dilakukan secara menyeluruh yang meliputi DAS mulai dari daerah hulu sampai

hilir.

Menurut Asdak (1999), dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu-hilir suatu

DAS, perlu adanya beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu sebagai berikut :

1. Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan

lingkungan biofisik dan sosial ekonomi dimana lembaga tersebut

beroperasi. Apabila aktifitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan

menimbulkan dampak yang nyata pada lingkungan biofisik dan/atau sosial

ekonomi di bagian hilir dari DAS yang sama, maka perlu adanya

desentralisasi pengelolaan DAS yang melibatkan bagian hulu dan hilir

sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan.

2. Eksternalities, adalah dampak (positif/negatif) suatu aktifitas/program dan

atau kebijakan yang dialami/dirasakan di luar daerah dimana

program/kebijakan dilaksanakan. Dampak tersebut seringkali tidak

terinternalisir dalam perencanaan kegiatan. Dapat dikemukakan bahwa

negative externalities dapat mengganggu tercapainya keberlanjutan

pengelolaan DAS bagi : (a) masyarakat di luar wilayah kegiatan (spatial

externalities), (b) masyarakat yang tinggal pada periode waktu tertentu

setelah kegiatan berakhir (temporal externalities), dan (c) kepentingan

berbagai sektor ekonomi yang berada di luar lokasi kegiatan (sectoral

externalities).

3. Dalam kerangka konsep “externalities”, maka pengelolaan sumberdaya

alam dapat dikatakan baik apabila keseluruhan biaya dan keuntungan yang

timbul oleh adanya kegiatan pengelolaan tersebut dapat ditanggung secara

proporsional oleh para aktor (organisasi pemerintah, kelompok masyarakat

atau perorangan) yang melaksanakan kegiatan pengelolaan sumberdaya

alam (DAS) dan para aktor yang akan mendapatkan keuntungan dari

adanya kegiatan tersebut.

Pada penanganan DAS bagian hulu diarahkan pada kawasan budidaya

(pertanian) karena secara potensial proses degradasi lebih banyak terjadi pada

kawasan ini. Untuk itu agar proses terpeliharanya sumberdaya tanah (lahan) akan

terjamin, maka setiap kawasan pertanian atau budidaya tersedia kelas-kelas

Page 17: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

17

kemampuan dan kelas kesesuaian lahan. Dengan tersedianya kelas kemampuan

dan kelas kesesuaian ini, pemanfaatan lahan yang melebihi kemampuannya dan

tidak sesuai jenis penggunaannya dapat dihindari. Pada salah satu bentuk model

pengelolaan DAS, pengelolaan DAS hulu-hilir yang dikaitkan dengan masalah

ekonomi-sosial-budaya, pengembangan wilayah dalam bentuk ekologis maupun

adminstratif, yang menuju pada optimalisasi penggunaan lahan dan

mengefisienkan pemanfaatan sumber daya air melalui perbaikan kelembagaan,

teknologi, serta penyediaan pendanaan, yang dapat dijabarkan oleh Gambar 3

berikut.

Gambar 3. Model Pengelolaan DAS

Selama ini metodologi perencanaan DAS secara terpadu kurang

memperhatikan aspek-aspek yang mengintegrasikan berbagai kepentingan

kegiatan pembangunan, misalnya antara kepentingan pengembangan pertanian,

kepentingan industri, kepentingan daya dukung lingkungan (ecological demands).

Perkembangan pembangunan di bidang permukiman, pertanian, perkebunan,

industri, eksploitasi SDA berupa penambangan, dan eksploitasi hutan

menyebabkan penurunan kondisi hidrologis suatu DAS yang menyebabkan

kemampuan DAS untuk berfungsi sebagai penyimpan air pada musim hujan dan

kemudian dipergunakan melepas air pada musim kemarau. Ketika air hujan turun

pada musim penghujan air akan langsung mengalir menjadi aliran permukaan

Pengelolaan Ekosistem DAS

Hulu-Hilir DAS Batas Ekologi/Administrasi

Ekonomi, Sosial, dan Budaya

Kelembagaan Teknologi Pendanaan

Page 18: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

18

yang seringkali menyebabkan banjir dan sebaliknya pada musim kemarau aliran

air menjadi sangat kecil bahkan pada beberapa kasus sungai tidak terdapat aliran

air.

Pentingnya posisi DAS sebagai unit pengelolaan yang utuh merupakan

konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan,

tanah dan air. Kurang tepatnya perencanaan dapat menimbulkan adanya degradasi

DAS yang mengakibatkan lahan menjadi gundul, tanah/lahan menjadi kritis dan

erosi pada lereng-lereng curam. Pada akhirnya proses degradasi tersebut dapat

menimbulkan banjir yang besar di musim hujan, debit sungai menjadi sangat

rendah di musim kemarau, kelembaban tanah di sekitar hutan menjadi berkurang

di musim kemarau sehingga dapat menimbulkan kebakaran hutan, terjadinya

percepatan sedimen pada waduk-waduk dan jaringan irigasi yang ada, serta

penurunan kualitas air.

Pada prinsipnya kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) secara

terpadu merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mengurangi dan

menghadapi permasalahan sumberdaya air baik dari segi kualitas dan

kuantitasnya. Kebijakan ini oleh karenanya merupakan bagian terintegrasi dari

kebijakan lingkungan yang didasarkan pada data akademis maupun teknis,

beragamnya kondisi lingkungan pada beberapa daerah dan perkembangan

ekonomi dan sosial sebagai sebagai suatu keseluruhan dimana perkembangan

daerah. Dengan beragamnya kondisi, maka beragam dan spesifik juga solusinya.

Keberagaman ini harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pengambilan

keputusan untuk memastikan bahwa perlindungan dan penggunaan DAS secara

berkelanjutan ada dalam suatu rangkaian kerangka kerja (framework).

Dalam penyusunan rencana kegiatan pengelolaan DAS perlu

mengintegrasikan dengan rencana tata ruang dan penatagunaan tanah,

mempertimbangkan hubungan daerah hulu dan daerah hilir, serta aspek

penanggungan biaya bersama (cost sharing). Seperti telah dikemukakan di muka

bahwa batas ekosistem DAS tidak selalu sama (coincided) dengan batas

administratif. Satu wilayah administratif secara geografis dapat terletak pada satu

wilayah DAS atau sebaliknya.

Page 19: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

19

Apabila hal ini terjadi, diperlukan identifikasi tentang wilayah

administratif yang termasuk/tidak termasuk dalam DAS yang menjadi kajian.

Disamping itu, adanya keterkaitan biofisik antara hulu dan hilir DAS perlu juga

dilakukan identifikasi, penentuan lokasi, kategori dan bentuk aktifitas pihak –

pihak yang berkepentingan dalam suatu DAS. Selanjutnya, dirumuskan kebijakan

pengelolaan DAS yang telah mempertimbangkan mekanisme, regulasi dan

pengaturan kelembagaan yang akan menerapkan prinsip-prinsip insentif dan

disinsentif terhadap pihak – pihak yang berkepentingan sesuai dengan kategori

dan kedudukannya dalam perspektif prinsip pembiayaan bersama (cost sharing

principle). Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air di

bagian hulu DAS dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan adanya biaya

dari pihak – pihak yang berkepentingan yang mendapat manfaat sebagai akibat

adanya kegiatan tersebut. Dalam mekanisme tersebut diperlukan kejelasan akan

bentuk jasa lingkungan, wilayah, komunitas, dan institusi di hulu DAS sebagai

produsen jasa lingkungan, dalam hal ini masyarakat pengelola sumber daya alam

dan sebagaai hilirnya adalah konsumen atau penggunan jasa lingkungan. Dengan

mekanisme ini terjadi interaksi di antara pihak – pihak yang berkepentingan di

daerah hulu, tengah dan hilir DAS. Pada kondisi belum jelasnya seluruh aspek di

tingkat hulu dan hilir, siapa, bagaimana, dimana, dan apa saja jasa lingkungan

yang diproduksi dan dikonsumsi, peran pemerintah sebagai pengguna tak

langsung atas jasa-jasa lingkungan sangatlah signifikan sehingga regulasi

pemberian insentif bagi masyarakat penyedia jasa lingkungan seharusnya menjadi

prioritas tataran pemerintah yang bersangkutan.

Perencanaan DAS tidak dapat dilakukan melalui pendekatan sektoral saja,

keterkaitan antar sektor yang mewakili masing-masing sub-DAS, dari sub-DAS

hulu hingga ke hilir perlu menjadi fokus perhatian dengan berpegang pada prinsip

‘one river one management’. Keterkaitan antar sektor meliputi perencanaan

APBN, perencanaan sektor/program/proyek hingga pada tingkat koordinasi semua

instansi atau lembaga terkait dalam pengelolaan DAS. Sungai sebagai bagian dari

wilayah DAS merupakan sumberdaya yang mengalir (flowing resources), dimana

pemanfaatan di daerah hulu akan mengurangi manfaat di hilirnya. Sebaliknya

perbaikan di daerah hulu manfaatnya akan diterima di hilirnya. Berdasarkan hal

Page 20: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

20

tersebut diperlukan suatu perencanaan terpadu dalam pengelolaan DAS dengan

melibatkan semua sektor terkait, seluruh stakeholder dan daerah yang ada dalam

lingkup wilayah DAS dari hulu hingga ke hilir. Pendekatan dalam perencanaan

DAS dapat pula dilakukan melalui pendekatan input-proses-output. Semua input

di sub-DAS hulu akan diproses pada sub-DAS tersebut menjadi output. Output

dari sub-DAS hulu menjadi input bagi sub-DAS tengah, dan melalui proses yang

ada menjadi output dari sub-DAS ini. Selanjutnya output ini menjadi input bagi

sub-DAS hilir. Proses yang ada pada sub-DAS hilir menghasilkan output terakhir

dari DAS. Pada masa ke depan nanti bukan hal yang tidak mungkin jika output

dari sub-DAS hilir menjadi input bagi sub-DAS di hulunya. Hal ini dapat

terwujud melalui mekanisme subsidi hilir-hulu dengan penerapan ‘user pays

principle’ maupun ‘polluter pays principle’. Prinsip bahwa pengguna sumber

daya alam harus membayar harga penuh untuk sumber daya alam dan pasokan

mereka. Pengguna membayar prinsipnya adalah prinsip bahwa semua biaya yang

terkait dengan penggunaan sumber daya harus, jika memungkinkan, dimasukkan

dalam harga barang dan jasa (termasuk jasa pemerintah) yang dihasilkan dari

penggunaan.

Contoh dengan menggunakan TPA, seseorang menggunakan sumber daya.

Di bawah prinsip pengguna membayar, harga untuk membuang sampah ke TPA

harus mencakup biaya penuh terkait dengan penggunaan lahan untuk tempat

pembuangan sampah. Biaya ini mungkin termasuk, misalnya, biaya pembelian

tanah dan membangun TPA, dan biaya kesempatan untuk menggunakan tanah

sebagai tempat pembuangan sampah. Dalam menentukan apa biaya yang terkait

dengan penggunaan sumber daya, jumlah yang diterima dari pemerintah sebagai

subsidi, pembayaran insentif, hibah atau pembayaran serupa, yang lain yang akan

mengurangi biaya, harus dikesampingkan.

Dalam kondisi seperti saat ini, tersedianya mekanisme dan instrument

insentif/disinsentif yang dapat mengatur ketimpangan hubungan hulu-hilir sangat

diperlukan bagi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara

lestari. Bentuk-bentuk instrument insentif-disinsentif tersebut perlu diterjemahkan

dalam arti luas tidak dalam ukuran ekonomi saja seperti bantuan dana, subsidi,

dan permodalan. Artinya, insentif yang digunakan juga dapat berupa; kepastian

Page 21: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

21

penguasaan tanah dan sumberdaya alamnya, sarana publik seperti kesehatan,

pendidikan, serta sarana publik lainnya, fasilitas pemberdayaan kelompok

masyarakat dalam bentuk satuan masyarakat yang sesuai dengan pola

pengelolaannya, pengurangan atau pengecualian pajak, subsidi silang dsb bagi

produsen jasa lingkungan.

Dalam aliran mekanisme insentif/disinsentif, beberapa hal penting yang

harus menjadi pertimbangan dalam alokasi dan distribusi insentif/disinsentif

diantaranya adalah: (1) insentif haruslah murah terutama bagi penyedia, artinya

beban untuk menyediakan insentif jangan sampai meningkatkan harga barang dan

jasa lingkungan sehingga menyulitkan konsumen, (2) di sisi lain alokasi insentif

harus tepat sasaran, tepat wilayah dan tepat guna bagi penerima insentif, sehingga

tetap menjadi insentif bukan disinsentif bagi penyedia jasa lingkungan dalam

pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat.

Perlu disepakati secara mendasar bahwa ekosistem DAS terdiri atas

berbagai sub-ekosistem yang saling berinteraksi. Oleh karenanya, pengelolaan

salah satu sumberdaya alam atau buatan di dalam DAS secara sektoral diyakini

akan menghadapi berbagai kendala dan kegagalan. Kebijakan pengelolaan irigasi

perlu diintegrasikan dengan kebijakan pengelolaan sektor lainnya termasuk hutan

yang berfungsi hidro-orologis bagi kelangsungan pasokan air irigasi. Oleh

karenanya, tidak berlebihan jika Mekanisme Insentif-Disinsentif perlu

diaplikasikan ke dalam kebijakan pengelolaan kedua sektor tersebut dalam satu

kesatuan DAS sebagai bio-region pembangunan. Hasil yang diperoleh dari

pembangunan irigasi selayaknya juga turut dimanfaatkan oleh masyarakat dan

institusi di hulu yang turut berperan dalam menjaga kestabilan pasokan air melalui

pengelolaan ekosistem hutan yang dilakukannya.

Sebagai sebuah contoh pengelolaan DAS terpadu melalui mekanisme

subsidi hulu-hilir, disajikan sebuah Ringkasan Disertasi Doktor Maria

Ratnaningsih (www.pps.ui.ac.id) “Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Harus

Dilakukan Secara Terpadu Dengan Memperhitungkan Harga Air Sebagai Bentuk

Pembayaran Jasa Lingkungan”. Kerusakan hutan dan perubahan tata guna lahan

yang terjadi di daerah aliran sungai (DAS) merupakan akibat pengelolaan DAS

yang dilakukan berdasarkan sektor dan wilayah. Pengelolaan DAS sebagai suatu

Page 22: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

22

ekosistem belum memperhitungkan keterkaitan balas jasa lingkungan antara hulu

dan hilir. Akibatnya DAS rusak, tingkat erosi dan sedimentasi tinggi, fungsi tata

air terganggu sehingga ketersediaan air untuk berbagai kebutuhan tidak terpenuhi.

Hal ini berpotensi menimbulkan konflik ekonomi maupun sosial. Benturan

kepentingan antar pengguna air telah menciptakan premanisme air seperti yang

terjadi di Kabupaten Indramayu.

DAS Cimanuk meliputi areal seluas 3.584 km2 mencakup wilayah

Kabupaten Garut, Sumedang, Majalengka, dan Indramayu. Luas lahan kritis di

DAS Cimanuk mencapai 131.384 hektar atau sekitar 36,6% dari luas DAS dengan

rasio debit di sungai Cimanuk mencapai 251. Tingginya rasio ini menunjukkan

tingkat kerusakan DAS yang tinggi. Tidak adanya harga jasa lingkungan

menyebabkan sistem perekonomian tidak memiliki kontrol untuk mengendalikan

pemanfaatan lingkungan yang cenderung berlebihan. Koreksi kegagalan pasar jasa

lingkungan di DAS melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan (diterapkan

dengan pendekatan kebijakan harga air) diharapkan mampu mengatasi masalah

ketersediaan air. Dana yang berasal dari pembayaran ini dialokasikan untuk

membiayai perbaikan kondisi ekosistem DAS melalui pengelolaan DAS terpadu

agar fungsi tata air berkelanjutan.

Dr. Ratna menuliskan bahwa dalam penelitiannya ini menggunakan harga

air sebagai indikator pembayaran jasa lingkungan hutan sebagai fungsi tata air.

Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menilai harga air yaitu kesediaan

membayar harga air, menilai harga air sebagai faktor produksi, dan dengan

pendekatan full cost pricing yang memasukkan unsur biaya penggunaan sumber

daya alam dan biaya lingkungan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa petani

bersedia untuk membayar harga air yang digunakan dalam produksi pertanian

padi sebesar Rp. 96,- per m3. Harga air yang dihitung berdasarkan nilai produksi

marjinal di sektor pertanian bervariasi berdasarkan pendekatan full cost pricing

antara Rp. 2.060,- hingga Rp. 3.371,- per m3. Dalam penerapannya perbedaan

harga air dapat diatasi dengan memberikan subsidi silang antara harga air di

sektor pertanian dengan harga air di sektor lain maupun dengan subsidi

pemerintah. Yang penting untuk diperhatikan adalah harga air tetap diusahakan

Page 23: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

23

sesuai dengan harga berdasarkan full cost pricing untuk menjaga efisiensi

penggunaan air.

Mengingat pengelolaan DAS Cimanuk terpadu menyangkut penerapan

pembayaran jasa lingkungan melalui mekanisme pembayaran harga air, maka

diperlukan fungsi kontrol dan transparansi yang kuat dalam pelaksanaannya.

Lembaga penelitian maupun LSM yang mempunyai kemampuan sebagai lembaga

mediasi harus dilibatkan dalam mekanisme pengelolaan ini. Keberadaan DAS

Cimanuk dan pemanfaatan harus tidak lagi dipandang hanya sebagai hak tetapi

juga sebagai kewajiban masyarakat untuk mengelola secara bersama agar fungsi

ekosistem DAS dapat berkelanjutan.

Contoh lain, dalam pengelolaan DAS Cidanau membangun kesamaan visi

dan misi dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan di DAS Cidanau secara

terintegrasi dalam kerangka pembangunan bekelanjutan yang didasarkan pada

konsep one river, one plan and one management. Upaya pelestarian lingkungan

dengan konsep ini dapat menjadi terobosan baru dalam teknik konservasi

lingkungan yang berkelanjutan berdasarkan prinsip hubungan hulu-hilir yang

saling menguntungkan antara penyedia di hulu dan pengguna jasa lingkungan di

hilir. Sebagai solusi untuk melestarikan lingkungan di DAS Cidanau, khususnya

sumber daya air, maka digagaslah model hubungan hulu-hilir dengan transaksi

Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) atau Payment for Environmental Service.

Pendekatan konsep ini merupakan suatu bentuk instrumen ekonomi berupa

pembayaran insentif yang bertujuan untuk mengendalikan dampak negatif

lingkungan melalui mekanisme pasar. Mekanisme pasar pasar tercermin pada

proses transaksi (tukar menukar jasa) antara penyedia jasa dan pengguna jasa

lingkungan dengan posisi setara dan sukarela. Konsep pembayaran jasa

lingkungan ini diharapkan dapat menjadi program alternatif dan strategis dalam

rangka mengurangi tingkat kerusakan lingkungan dan tingkat kemiskinan

masyarakat. Dengan adanya konsep dan mekanisme yang disepakati serta

didukung berbagai pihak, maka PT. Krakatau Tirta Industri (PT. KTI) sebagai

pemanfaat utama sumberdaya alam dalam bentuk air baku dari Sungai Cidanau,

bersedia membayar sejumlah uang sebagai bentuk implementasi dari konsep

pembayaran jasa lingkungan dalam bentuk kompensasi atau insentif dan kepada

Page 24: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

24

masyarakat hulu di wilayah DAS Cidanau. PT. KTI bersedia untuk melakukan

pembayaran selama 5 (lima) tahun dengan nilai Rp. 175.000.000,00/tahun untuk

dua tahun pertama dan Rp. 200.000.000,00/tahun untuk tahun-tahun berikutnya

dengan luas lahan seluas 50 ha. Nilai tersebut setara dengan Rp.

2.765.000,00/ha/tahun hingga Rp. 3.160.000,00/ha/tahun.

Penerima transaksi pembayaran jasa lingkungan adalah masyarakat hulu

yang dipilih berdasarkan kondisi lahan yang kritis dan berpengaruh terhadap

fungsi hutan dan tata air di DAS Cidanau serta kondisi sosio-kapital masyarakat

yang tepat. Berdasarkan kriteria teresebut, dipilihlah Desa Citaman dan Cibojong

kemudian menyusul Desa Kadu Agung dan Cikumbueun. Desa-desa tersebut akan

menerima pembayaran jasa lingkungan sebesar Rp. 1.200.000,00 /ha/tahun.

Ketentuannya, lahan masyarakat yang berhak menerima pembayaran jasa

lingkungan harus memiliki jumlah tanaman tidak kuang dari 500 batang poho tiap

hektar lahannya pada tahun pertama dan tidak kurang dari 200 pohon pada akhir

tahun ke-lima.

Page 25: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

25

KESIMPULAN

Daerah aliran sungai (DAS), yang dipandang sebagai ekosistem tata air

dan digunakan sebagai unit pengelolaan sumberdaya alam vegetasi, tanah dan air

yang rasional, merupakan wilayah daratan dengan batas alam berupa punggung-

punggung bukit sehingga tidak selalu bisa berhimpitan dengan batas administrasi

pemerintahan. Dengan demikian perbedaan batas wilayah tersebut tidak perlu

dipertentangkan tetapi perlu ditata keselarasannya, agar keterkaitan antar wilayah

administrasi dalam satuan DAS bisa terhubung secara serasi melalui jalinan daur

hidrologi. Penggunaan DAS sebagai satuan wilayah pengelolaan adalah untuk

memberikan pemahaman secara rasional dan obyektif bahwa setiap kegiatan yang

dilakukan di suatu tempat (on site) di bagian hulu DAS memiliki dampak atau

implikasi di tempat lain (off site) di bagian hilir DAS; atau sebaliknya bahwa

pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah hilir merupakan hasil dari daerah hulu

yang secara daerah otonomi atau administrasi berbeda wilayah pengelolaannya.

Permasalahan pengelolaan DAS dapat dilakukan melalui suatu pengkajian

komponen komponen DAS dan penelusuran hubungan antar komponen yang

saling berkaitan, sehingga tindakan pengelolaan dan pengendalian yang dilakukan

tidak hanya bersifat parsial dan sektoral, tetapi sudah terarah pada penyebab

utama kerusakan dan akibat yang ditimbulkan, serta dilakukan secara terpadu.

Salah satu persoalan pengelolaan DAS dalam konteks wilayah adalah letak hulu

sungai yang biasanya berada pada suatu kabupaten tertentu dan melewati

beberapa kabupaten serta daerah hilirnya berada di kabupaten lainnya. Oleh

karena itu, daerah daerah yang dilalui harus memandang DAS sebagai suatu

sistem terintegrasi, serta menjadi tanggung jawab bersama. Dengan demikian bila

ada bencana, apakah itu banjir maupun kekeringan, penanggulangannya dapat

dilakukan secara menyeluruh yang meliputi DAS mulai dari daerah hulu sampai

hilir.

Perencanaan DAS tidak dapat dilakukan melalui pendekatan sektoral saja,

keterkaitan antar sektor yang mewakili masing-masing sub-DAS, dari sub-DAS

hulu hingga ke hilir perlu menjadi fokus perhatian dengan berpegang pada prinsip

‘one river one management’. Keterkaitan antar sektor meliputi perencanaan

Page 26: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

26

APBN, perencanaan sektor/program/proyek hingga pada tingkat koordinasi semua

instansi atau lembaga terkait dalam pengelolaan DAS. Sungai sebagai bagian dari

wilayah DAS merupakan sumberdaya yang mengalir (flowing resources), dimana

pemanfaatan di daerah hulu akan mengurangi manfaat di hilirnya. Sebaliknya

perbaikan di daerah hulu manfaatnya akan diterima di hilirnya. Berdasarkan hal

tersebut diperlukan suatu perencanaan terpadu dalam pengelolaan DAS dengan

melibatkan semua sektor terkait, seluruh stakeholder dan daerah yang ada dalam

lingkup wilayah DAS dari hulu hingga ke hilir. Pendekatan dalam perencanaan

DAS dapat pula dilakukan melalui pendekatan input-proses-output. Semua input

di sub-DAS hulu akan diproses pada sub-DAS tersebut menjadi output. Output

dari sub-DAS hulu menjadi input bagi sub-DAS tengah, dan melalui proses yang

ada menjadi output dari sub-DAS ini. Selanjutnya output ini menjadi input bagi

sub-DAS hilir. Proses yang ada pada sub-DAS hilir menghasilkan output terakhir

dari DAS. Pada masa ke depan nanti bukan hal yang tidak mungkin jika output

dari sub-DAS hilir menjadi input bagi sub-DAS di hulunya. Hal ini dapat

terwujud melalui mekanisme subsidi hilir-hulu dengan penerapan ‘user pays

principle’ maupun ‘polluter pays principle’. Prinsip bahwa pengguna sumber

daya alam harus membayar harga penuh untuk sumber daya alam dan pasokan

mereka. Pengguna membayar prinsipnya adalah prinsip bahwa semua biaya yang

terkait dengan penggunaan sumber daya harus, jika memungkinkan, dimasukkan

dalam harga barang dan jasa (termasuk jasa pemerintah) yang dihasilkan dari

penggunaan.

Selanjutnya, dirumuskan kebijakan pengelolaan DAS yang telah

mempertimbangkan mekanisme, regulasi dan pengaturan kelembagaan yang akan

menerapkan prinsip-prinsip insentif dan disinsentif terhadap pihak – pihak yang

berkepentingan sesuai dengan kategori dan kedudukannya dalam perspektif

prinsip pembiayaan bersama (cost sharing principle). Dengan demikian,

pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air di bagian hulu DAS dapat

dilaksanakan secara berkelanjutan dengan adanya biaya dari pihak – pihak yang

berkepentingan yang mendapat manfaat sebagai akibat adanya kegiatan tersebut.

Dalam mekanisme tersebut diperlukan kejelasan akan bentuk jasa lingkungan,

wilayah, komunitas, dan institusi di hulu DAS sebagai produsen jasa lingkungan,

Page 27: Mekanisme Subsidi Hulu Hilir

27

dalam hal ini masyarakat pengelola sumber daya alam dan sebagaai hilirnya

adalah konsumen atau penggunan jasa lingkungan. Dengan mekanisme ini terjadi

interaksi di antara pihak – pihak yang berkepentingan di daerah hulu, tengah dan

hilir DAS. Pada kondisi belum jelasnya seluruh aspek di tingkat hulu dan hilir,

siapa, bagaimana, dimana, dan apa saja jasa lingkungan yang diproduksi dan

dikonsumsi, peran pemerintah sebagai pengguna tak langsung atas jasa-jasa

lingkungan sangatlah signifikan sehingga regulasi pemberian insentif bagi

masyarakat penyedia jasa lingkungan seharusnya menjadi prioritas tataran

pemerintah yang bersangkutan.

Dalam aliran mekanisme insentif/disinsentif, beberapa hal penting yang

harus menjadi pertimbangan dalam alokasi dan distribusi insentif/disinsentif

diantaranya adalah: (1) insentif haruslah murah terutama bagi penyedia, artinya

beban untuk menyediakan insentif jangan sampai meningkatkan harga barang dan

jasa lingkungan sehingga menyulitkan konsumen, (2) di sisi lain alokasi insentif

harus tepat sasaran, tepat wilayah dan tepat guna bagi penerima insentif, sehingga

tetap menjadi insentif bukan disinsentif bagi penyedia jasa lingkungan dalam

pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat.