A. Mekanisme Pembekuan Darah
Hemostasis normal dapat dibagi menjadi dua tahap: yaitu
hemostasis primer dan hemostasis sekunder. Pada hemostasis primer
yang berperan adalah komponen vaskuler dan komponen trombosit.
Disini terbentuk sumbat trombosit (trombosit plug) yang berfungsi
segera menutup kerusakan dinding pembuluh darah. Sedangkan pada
hemostasis sekunder yang berperan adalah protein pembekuan darah,
juga dibantu oleh trombosit. Disini terjadi deposisi fibrin pada
sumbat trombosit sehingga sumbat ini menjadi lebih kuat yang
disebut sebagai stable fibrin plug. Proses koagulasi pada
hemostasis sekunder merupakan suatu rangkaian reaksi dimana terjadi
pengaktifan suatu prekursor protein (zymogen) menjadi bentuk aktif.
Bentuk aktif ini sebagian besar merupakan serine protease yang
memecah protein pada asam amino tertentu sehingga protein pembeku
tersebut menjadi aktif. Sebagai hasil akhir adalah pemecahan
fibrinogen menjadi fibrin yang akhirnya membentuk cross linked
fibrin. Proses ini jika dilihat secara skematik tampak sebagai
suatu air terjun (waterfall) atau sebagai suatu tangga(cascade).
Proses koagulasi dapat dimulai melalui dua jalur, yaitu jalur
ekstrinsik (extrinsic pathway) dan jalur intrinsik (intrinsic
pathway). Jalur ekstrinsik dimulai jika terjadi kerusakan vaskuler
sehingga faktor jaringan (tissue factor) mengalami pemaparan
terhadap komponen darah dalam sirkulasi. Faktor jaringan dengan
bantuan kalsium menyebabkan aktivasi faktor VII menjadi FVIIa.
Kompleks FVIIa, tissue factor dan kalsium (disebut sebagai
extrinsic tenase complex) mengaktifkan faktor X menjadi FXa dan
faktor IX menjadi FIXa. Jalur ekstrinsik berlangsung pendek karena
dihambat oleh tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Jadi jalur
ekstrinsik hanya memulai proses koagulasi, begitu terbentuk sedikit
thrombin, maka thrombin akan mengaktifkan faktor IX menjadi FIXa
lebih lanjut, sehingga proses koagulasi dilanjutkan oleh jalur
intrinsik. Jalur intrinsik dimulai dengan adanya contact activation
yang melibatkan faktor XII, prekalikrein dan high molecular weigth
kinninogen (HMWK) yang kemudian mengaktifkan faktor IX menjadi
FIXa. Akhir-akhir ini peran faktor XII, HMWK dan prekalikrein dalam
proses koagulasi dipertanyakan. Proses selanjutnya adalah
pembentukan intrinsic tenase complex yang melibatkan FIXa, FVIIIa,
posfolipid dari PF3 (trombosit factor 3) dan kalsium. Intrinsic
tenase complex akan mengaktifkan faktor X menjadi FXa. Langkah
berikutnya adalah pembentukan kompleks yang terdiri dari FXa, FVa,
posfolipid dari PF3 serta kalsium yang disebut sebagai
prothrombinase complex yang mengubah prothrombin menjadi thrombin
yang selanjutnya memecah fibrinogen menjadi fibrin.Hemostasis
merupakan pristiwa penghentian perdarahan akibat putusnya atau
robeknya pembuluh darah, sedangkan thrombosis terjadi ketika
endothelium yang melapisi pembuluh darah rusak atau hilang. Proses
ini mencakup pembekuan darah (koagulasi ) dan melibatkan pembuluh
darah, agregasi trombosit serta protein plasma baik yang
menyebabkan pembekuan maupun yang melarutkan bekuan.Pada hemostasis
terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang cedera
sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Kemudian
hemostasis dan thrombosis memiliki 3 fase yang sama:1.Pembekuan
agregat trombosit yang longgar dan sementara pada tempatluka.
Trombosit akan mengikat kolagen pada tempat luka pembuluh darah dan
diaktifkan oleh thrombin yang terbentuk dalam kaskade pristiwa
koagulasi pada tempat yang sama, atau oleh ADP yang dilepaskan
trombosit aktif lainnya. Pada pengaktifan, trombosit akan berubah
bentuk dan dengan adanya fibrinogen, trombosit kemudian mengadakan
agregasi terbentuk sumbat hemostatik ataupun trombos.2.Pembentukan
jarring fibrin yang terikat dengan agregat trombosit sehingga
terbentuk sumbat hemostatik atau trombos yang lebih
stabil.3.Pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau
trombos oleh plasminTipe trombos :1.Trombos putih tersusun dari
trombosit serta fibrin dan relative kurang mengandung eritrosit
(pada tempat luka atau dinding pembuluh darah yang abnormal,
khususnya didaerah dengan aliran yang cepat[arteri].2.Trombos merah
terutama terdiri atas erotrosit dan fibrin. Terbentuk pada daerah
dengan perlambatan atau stasis aliran darah dengan atau tanpa
cedera vascular, atau bentuk trombos ini dapat terjadi pada tempat
luka atau didalam pembuluh darah yang abnormal bersama dengan
sumbat trombosit yang mengawali pembentukannya.3.Endapan fibrin
yang tersebar luas dalam kapiler/p.darah yang amat kecil.Ada dua
lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan instrinsik
dan ekstrinsik. Kedua lintasan ini tidak bersifat independen walau
ada perbedaan artificial yang dipertahankan.
Faktor faktor pembekuan darahDalam pembekuan darah ada 13 faktor
yang berperan yaitu :1.Faktor IFibrinogen: sebuah faktor koagulasi
yang tinggi berat molekul protein plasma dan diubah menjadi fibrin
melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini menyebabkan masalah
pembekuan darah afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia.2.Faktor
IIProthrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein
plasma dan diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh
pembelahan dengan mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari
pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian memotong ke bentuk aktif
fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan hypoprothrombinemia.
3.Faktor IIIJaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang
berasal dari beberapa sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak
dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting dalam pembentukan
prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi
ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.4.Faktor IVKalsium: sebuah
faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan
darah.5.Faktor VProaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan
yang relatif labil dan panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak
dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik koagulasi
jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin
yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal,
mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang disebut
parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga
akselerator globulin.
6.Faktor VISebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu
bentuk aktif faktor V, tetapi tidak lagi dianggap dalam skema
hemostasis.
7. Faktor VIIProconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan
yang relatif stabil dan panas dan berpartisipasi dalam Jalur
koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan
kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X.
Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal
resesif) atau diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin
K), hasil dalam kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum
prothrombin konversi faktor akselerator dan stabil.8. Faktor
VIIIAntihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan
yangrelatif labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari
koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor von Willebrand)
sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah
resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga
antihemophilic globulin dan faktor antihemophilicA.
9. Faktor IXTromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor
koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur
intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi
faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan
faktor antihemophilic B.
10. Faktor XStuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan
yang relatif stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsik dan
ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur
umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan
kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal
ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk trombin.
Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi
sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan
disebut juga thrombokinase.
11. Faktor XITromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi
yang stabil yang terlibat dalam jalur intrinsik dari koagulasi;
sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat juga
kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
12. Faktor XIIHageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang
diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan
memulai jalur intrinsik dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor
XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan trombosis.
13. Faktor XIIIFibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor
koagulasi yang merubah fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka
menjadi stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang memungkinkan
untuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor ini memberikan
kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan
protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut
transglutaminase.
Unsur unsur dalam pembekuan darahAdapun unsur unsur yang
berperan dalam pembekuan darah yaitu :trombosit(keping-keping
darah),yg sangat menentukan. Sel ini merupakan unsur terpenting di
balik pembekuan darah. Dia berjalan2 diseluruh tubuh kita dalam
aliran darah. Didalam trombosit ada Protein yang disebutfaktor Von
Willebrandyg bertugas memastikan, agar dalam perondaannya yang
terus-menerus itu, trombosit ini tidak membiarkan tempat luka
terlewati. Bila kulit tersayat, Trombosit/ keping darah akan
berhenti.(jalannya terputus,lewat mana coba)Keping-keping yang
terjerat di tempat terjadinya luka mengeluarkan suatu zat yang
mengumpulkan keping-keping lain yang tak terhingga banyaknya di
tempat yang sama. Sel-sel tersebut akhirnya menopang luka terbuka
itu.So,keping-keping tersebut mati setelah menjalankan tugasnya
menemukan luka. Pengorbanan diri ini hanyalah satu bagian dari
sistem pembekuan dalam darah.Trombinadalah protein lain yang
membantu proses pembekuan darah. Zat ini hanya dihasilkan di tempat
yang terluka.Jumlahnya tidak boleh melebihi atau pun kurang dari
yang diperlukan, dan juga harus dimulai dan berakhir tepat pada
waktu yang diperlukan.Lebih dari dua puluh jenis zat kimia tubuh
yang disebutenzimberperan dalam pembentukan trombin.Enzim-enzim
tersebut dapat merangsang perbanyakan trombin maupun
menghentikannya. Proses ini terjadi melalui pengawasan yang begitu
ketat sehingga trombin hanya terbentuk saat benar-benar ada luka
sesungguhnya pada jaringan. Segera setelah enzim-enzim pembekuan
darah tersebut mencapai jumlah yang memadai di dalam tubuh, Dalam
waktu singkat sekumpulan serat membentuk jaring, was called
fibrinogen yang terbuat dari protein-protein tadi.Sementara itu,
keping-keping darah yang sedang berjaga, terus-menerus terperangkap
dan menumpuk di tempat yang sama. Apa yang disebut Gumpalan darah
beku adalah Penyumbat luka yang terbentuk akibat penumpukan ini.
Ketika luka telah sembuh sama sekali, gumpalan tersebut akan
hilang.
Proses pembekuan darah ( koagulasi )Bila terjadi
luka,trombositakan pecah mengeluarkantrombokinase atau
tromboplastin. Trombokinase akan mengubahprotrombin
menjaditrombin.Trombin mengubahfibrinogenmenjadifibrinyang
berbentuk benang-benang yang menjerat sel darah merah dan membentuk
gumpalan sehingga darah membeku.Pembentukan Aktivator
Protrombin:Mekanisme ini dimulai bila terjadi trauma pada dinding
pembuluh darah dan jaringan yang berdekatan pada darah, pada setiap
kejadian tersebut, mekanisme ini akan menyebabkan pembentukan
aktivator protrombin.Protrombin adalah senyawa globulin yang larut
dan dihasilkan di hatidengan bantuan vitamin K (perubahan
protrombin yang belum aktifmenjadi trombin yang aktif dipercepat
oleh ion kalsium (Ca)). Fibrinogen adalah protein yang larut dalam
plasma darah.Aktivator protrombin ini dibentuk melalui 2 cara,
yaitu jalur ekstrinsik yang dimulai dengan terjadinya trauma pada
dinding pembuluh dan jalur intrinsik yang berawal di dalam darah
itu sendiri.
a.Langkah-langkah jalur ekstrinsikyaitu pelepasan faktor
jaringan atau tromboplastin jaringan, selanjutnya mengaktifasi
faktor X, yaitu( Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan
yang relatif stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsik dan
ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur
umum dari pembekuan)yang dibentuk oleh kompleks lipoprotein dari
faktor jaringan dan bergabung dengan faktor VII,
yaitu(Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang
relatif stabil dan panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi
ekstrinsik),kemudian dengan hadirnya ion Ca2+ akan membentuk faktor
X yang teraktivasi. Selanjutnya faktor X yang teraktivasi tersebut
akan segera berikatan dengan fosfolipid jaringan, juga dengan
faktor V untuk membenuk senyawa yang disebut aktivator
protrombin.
b.Langkah-langkah jalur intrinsikyaitu pengaktifan faktor XII
yaitu factor Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang
diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan
memulai jalur intrinsik dari koagulasi dan pelepasan fosfolipid
trombosit oleh darah yang terkena trauma, kemudian faktor XII yang
teraktivasi ini akan mengaktifkan faktor XI, yaitu
factorTromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil
yang terlibat dalam jalur intrinsik dari koagulasi,kemudian faktor
XI yang teraktivasi ini akan mengaktifkan faktor IX, faktor IX yang
teraktivasi bekerja sama dengan faktor VIII terakivasi dan dengan
fosfolipid trombosit dan faktor 3 dari trombosit yang rusak, akan
mengkatifkan faktor X. Disini jelas bahwa bila faktor VIII atau
trombosit kurang maka langkah ini akan terhambat. Faktor VIII
adalah faktor yang tidak dimiliki oleh penderita hemofilia.
Trombosit tidak dimiliki oleh penderita trombositopenia. Faktor X
yang teraktivasi akan bergabung dengan faktor V dan trombosit untuk
membentuk suatu kompleks yang disebut aktivator protrombin.
Perubahan Trombin Menjadi Trombin:Setelah aktivator protrombin
terbentuk akibat pecahnya pembuluh darah maka dengan adanya ion
Ca2+ dalam jumlah yang mencukupi, akan menyebabkan perubahan
protrombin menjadi trombin. Trombosit juga berperan dalam
pengubahan protrombin menjadi trombin, karena banyak protrombin
mula-mula melekat pada reseptor protrombin pada trombosit yang
telah berikatan pada jaringan yang rusak. Pengikatan ini akan
mempercepat pembentukan trombin dan protrombin yag terjadi dalam
jaringan dimana pembekuan diperlukan.Protrombin adalah protein
plasma yang tidak stabil dan dengan mudah pecah menjadi
senyawa-senyawa yang lebih kecil, salah satu diantaranya trombin.
Vitamin K juga sangat berperan dalam pembekuan darah karena
kurangnya vitamin K akan menurunkan kadar protrombin sampai
sedemikian rendahnya hingga timbul pendarahan.
Perubahan Fibrinogen Menjadi Fibrin:Trombin adalah enzim protein
dengan kemampuan proteolitik yang bekerja terhadap fibrinogen
dengan cara melepaskan empat peptida yang berberat molekul rendah
dari setiap molekul fibrinogen sehingga membentuk molekul fibrin
monomer yang memiliki kemampuan untuk berpolimerisasi dengan
molekul fibrin monomer yang lain. Dengan cara demikian, dalam
beberapa detik banyak molekul fibrin monomer berpolimerisasi
menjadi benang-benang fibrin yang panjang, sehingga terbentuk
retikulum bekuan.Namun benang-benang fibrin ini ikatannya tidak
kuat dan mudah diceraiberaikan, maka dalam beberapa menit
berikutnya akan terjadi proses yang akan memperkuat jalinan/ikatan
tersebut. Proses ini melibatkan zat yang disebut faktor stabilisasi
fibrin. Trombin yang tadi berperan dalam membentuk fibrin, juga
mengaktifkan faktor stabilisasi fibrin yang kemudian akan membentuk
ikatan kovalen antara molekul fibrin monomer, sehingga saling
keterkaitan antara benang-benang fibrin yang berdekatan sehingga
menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.Bekuan darah
yang terdiri dari jaringan benang fibrin yang berjalan dari segala
arah dan menjerat sel-sel darah, trombosit, dan plasma.
Benang-benang fibrin juga melekat pada pembuluh darah yang rusak;
oleh karena itu bekuan darah menempel pada lubang di pembuluh darah
dan dengan demikian mencegah kebocoran darah.B. Pemeriksaan Lab
DarahBleeding TimeBleeding time (BT) menilai kemampuan darah untuk
membeku setelah adanya luka atau trauma, dimana trombosit
berinteraksi dengan dinding pembuluh darah untuk membentuk bekuan.
Prinsip pemeriksaannya adalah mengukur lamanya waktu perdarahan
setelah insisi standart pada lengan bawah atau cuping telinga.
Bleeding time digunakan untuk pemeriksaan penyaring hemostasis
primer atau interaksi antara trombosit dan pembuluh darah dalam
membentuk sumbat hemostatik, pasien dengan perdarahan yang
memanjang setelah luka, pasien dengan riwayat keluarga gangguan
perdarahan.Pemeriksaan BT dapat dilakukan dengan metoda Ivy , yaitu
dilakukan insisi dengan lanset sepanjang 10 mm dan kedalaman 1 mm
di lengan bawah kemudian setiap 30 detik darah dihapus dengan
kertas filter sampai perdarahan berhenti, atau dengan metoda Duke
dengan cara yang sama insisi di lokasi cuping telinga sedalam 3-4
mm.BT memanjang pada gangguan fungsi trombosit atau jumlah
trombosit dibawah 100.000/ mm3. Pemanjangan BT menunjukkan adanya
defek hemostasis, termasuk didalamnya trombositopenia (biasanya
dibawah 100.000/ mm3), gangguan fungsi trombosit heriditer, defek
vaskuler kegagalan vasokonstriksi), Von Willebrands disease,
disseminated intravascular coagulation (DIC), defek fungsi
trombosit (Bernard-Soulier disease dan Glanzmanns thrombasthenia) ,
obat-obatan (aspirin/ ASA, inhibitor siklooksigenase, warfarin,
heparin, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID),
beta-blockers, alkohol, antibiotika) dan hipofibrinogenemia.
Trombositopenia akibat defek produksi oleh sumsum tulang
menyebabkan pemanjangan BT lebih berat dibandingkan trombositopenia
akibat destruksi berlebih trombosit. Pasien dengan von Willebrands
disease hasil BT memanjang karena faktor von Willebrand merupakan
trombosit agglutination protein. BT normal tidak menyingkirkan
kemungkinan terjadinya perdarahan hebat pada tindakan
invasif.Activated Clotting Time (ACT)ACT pertama kali ditemukan
oleh Hatterseley pada tahun 1966, adalah pemeriksaan waktu
pembekuan untuk monitoring terapi antikoagulasi Heparin, digunakan
terutama pada kateterisasi jantung dan bedah jantung terbuka CABG.
Heparin adalah polisakarida, suatu inhibitor pembekuan darah yang
diberikan secara intravena karena tidak efektif diabsorbsi dari
traktus digestivus, digunakan sebagai pencegahan dan terapi
tromboemboli. Heparin memerlukan kofaktor AT III (anti trombin
III), suatu antikoagulan alami pada jalur intrinsik, untuk dapat
bertindak sebagai antikoagulan. AT III bersama Heparin mengikat
faktor koagulasi yang teraktivasi dan trombin sehingga menghambat
terbentuknya fibrin. Sensitivitas pasien terhadap Heparin sangat
bervariasi dipengaruhi oleh obat-obatan seperti nitrogliserin.
Resistensi Heparin dapat disebabkan oleh penurunan kemampuan dan
fungsi AT III, trombositopenia, trombositosis, umur pasien,
konsentrasi hemoglobin, nitrogliserin, antikoagulan oral
(memperpanjang waktu pembekuan). Hipotermia akan memperlambat
pembentukan bekuan darah.Monitoring sangat penting pada terapi
Heparin ok bila dosis tidak mencukupi untuk menghambat koagulasi
akan terbentuk bekuan darah di sepanjang pembuluh darah dan bila
dosis heparin berlebihan akan terjadi komplikasi perdarahan yang
mangancam jiwa. Heparin dosis tinggi diberikan sebelum, selama dan
beberapa saat setelah operasi jantung Selama operasi berlangsung,
darah difiltrasi dan dioksigenasi diluar tubuh menggunakan mesin
jantung paru, dimana kontak darah dengan permukaan artifisial mesin
akan memacu koagulasi membentuk bekuan darah, dengan dosis tinggi
Heparin akan mencegah terbentuknya bekuan darah.Indikasi
pemeriksaan ACT adalah setelah pemberian dosis awal bolus Heparin,
bedah jantung terbuka (sebelum, selama dan beberapa saat
setelahnya), tindakan kateterisasi jantung, tindakan lain yang
memerlukan antikoagulan dosis tinggi, pemeriksaan biasanya
dilakukan secara serial. ACT mengukur efek inhibisi Heparin
terhadap koagulasi bukan konsentrasi Heparin dalam darah.Prinsip
pemeriksaan ACT adalah mengukur waktu terbentuknya fibrin dengan
cara interaksi sampel darah dengan activating agent Kaolin pada
alat, kemudian secara elektronik diukur waktu terbentuknya serabut
fibrin. Sampel darah dapat berupa whole blood atau darah
sitrat.Beberapa keadaan yang dapat mempengaruhi hasil ACT adalah :
Tidak dilakukannya pemanasan alat hingga 37 C Hipotermia Bahan
kateter jantung dan clearing heparin flush Hemodilusi Jumlah dan
fungsi trombosit. Trombosit yang teraktivasi selama operasi
biasanya menjadi disfungsional Pemberian Protamine sulfate Keadaan
tertentu misalnya antibodi lupus dan defisiensi faktor pembekuan
darahACT diukur dalam satuan detik. Makin tinggi hasil ACT maka
makin tinggi derajat inhibisi pembekuan darah. Clotting time
memanjang bila terdapat defisiensi berat faktor pembekuan pada
jalur intrinsik dan jalur bersama, misalnya pada hemofilia
(defisiensi F VIIc dan F Ixc), terapi antikoagulan sistemik
(Heparin). Selama operasi CABG, ACT dipertahankan pada batas bawah
dimana pasien diharapkan tidak dapat membentuk bekuan darah.
Setelah operasi, ACT dipertahankan dalam batas 175-225 detik sampai
keadaan pasien stabil. >br>Masa Protrombin Plasma
(PT)Protrombin disintesis oleh hati dan merupakan prekursor tidak
aktif dalam proses pembekuan. Protrombin (F II) dikonversi menjadi
thrombin oleh tromboplastin untuk membentuk bekuan
darah.Pemeriksaan PT digunakan untuk menilai kemampuan faktor
koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur bersama, yaitu : faktor I
(fibrinogen), faktor II (prothrombin), faktor V (proakselerin),
faktor VII (prokonvertin), dan faktor X (faktor Stuart). Perubahan
faktor V dan VII akan memperpanjang PT selama 2 detik atau 10% dari
nilai normal.PT diukur dalam detik. Dilakukan dengan cara
menambahkan campuran kalsium dan tromboplastin pada plasma.
Tromboplastin dapat dibuat dengan berbagai metoda sehingga
menimbulkan variasi kepekaan terhadap penurunan faktor pembekuan
yang bergantung pada vitamin K dan menyebabkan pengukuran waktu
protrombin yang sama sering mencerminkan ambang efek antikoagulan
yang berbeda. Usaha untuk mengatasi variasi kepekaan ini dilakukan
dengan menggunakan sistem INR (International Normalized Ratio).
International Committee for Standardization in Hematology (ICSH)
menganjurkan tromboplastin jaringan yang digunakan harus
distandardisasi dengan tromboplastin rujukan dari WHO dimana
tromboplastin yang digunakan dikalibrasi terhadap sediaan baku atas
dasar hubungan linier antara log rasio waktu protrombin dari
sediaan baku dengan dari tromboplastin lokal.INR didapatkan dengan
membagi nilai PT yang didapat dengan nilai PT normal kemudian
dipangkatkan dengan ISI di mana ISI adalah International
Sensitivity Index. Jadi INR adalah rasio PT yang mencerminkan hasil
yang akan diperoleh bila tromboplastin baku WHO yang digunakan,
sedangkan ISI merupakan ukuran kepekaan sediaan tromboplastin
terhadap penurunan faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K.
Sediaan baku yang pertama mempunyai ISI = 1,0 ( tromboplastin yang
kurang peka mempunyai ISI > 1,0). Dengan demikian cara paling
efektif untuk standardisasi pelaporan PT adalah kombinasi sistim
INR dengan pemakaian konsisten tromboplastin yang peka yang
mempunyai nilai ISI sama.INR digunakan untuk monitoring terapi
warfarin (Coumadin) pada pasien jantung, stroke, deep vein
thrombosis (DVT), katup jantung buatan, terapi jangka pendek
setelah operasi misal knee replacements. INR hanya boleh digunakan
setelah respons pasien stabil terhadap warfarin, yaitu minimal satu
minggu terapi. Standar INR tidak boleh digunakan jika pasien baru
memulai terapi warfarin untuk menghindari hasil yang salah pada
uji. Pasien dalam terapi antikoagulan diharapkan nilai INR nya 2-3
, bila terdapat resiko tinggi terbentuk bekuan, iperluakn INR
sekitar 2,5 3,5.Bahan pemeriksaan PT adalah plasma sitrat yang
diperoleh dari sampel darah vena dengan antikoagulan trisodium
sitrat 3.2% (0.109 M) dengan perbandingan 9:1. Darah sitrat harus
diperiksa dalam waktu selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan.
Sampel disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 2.500 g.
Penyimpanan sampel plasma pada suhu 2-8 oC menyebabkan
teraktivasinya F VII (prokonvertin) oleh sistem kalikrein.PT dapat
diukur secara manual (visual), foto-optik atau elektromekanik.
Teknik manual memiliki bias individu yang sangat besar sehingga
tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar fibrinogen
sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis,
metode ini masih dapat digunakan. Metode otomatis dapat memeriksa
sampel dalam jumlah besar dengan cepat dan teliti.Prinsip
pengukuran PT adalah menilai terbentuknya bekuan bila ke dalam
plasma yang telah diinkubasi ditambahkan campuran tromboplastin
jaringan dan ion kalsium. Reagen yang digunakan adalah kalsium
tromboplastin, yaitu tromboplastin jaringan dalam larutan
CaCl2.Beberapa jenis tromboplastin yang dapat dipergunakan misalnya
: Tromboplastin jaringan berasal dari emulsi ekstrak organ otak,
paru atau otak dan paru dari kelinci dalam larutan CaCl2 dengan
pengawet sodium azida (misalnya Neoplastine CI plus) Tromboplastin
jaringan dari plasenta manusia dalam larutan CaCl2 dan pengawet
(misalnya Thromborel S).PT memanjang karena defisiensi faktor
koagulasi ekstrinsik dan bersama jika kadarnya br>Masa
Tromboplastin Parsial Teraktivasi Tromboplastin parsial adalah
fosfolipid yang berfungsi sebagai pengganti trombosit factor 3
(PF3), dapat berasal dari manusia, tumbuhan dan hewan, dengan
aktivator seperti kaolin, ellagic acid, micronized silica atau
celite. Reagen komersil yang dipakai misalnya CK Prest 2 yang
berasal dari jaringan otak kelinci dengan kaolin sebagai aktivator.
Reagen Patrhrombin SL menggunakan fosfolipid dari tumbuhan dengan
aktivator micronized silica.Masa tromboplastin parsial teraktivasi
(activated partial thromboplastin time, APTT) adalah uji
laboratorium untuk menilai aktifitas faktor koagulasi jalur
intrinsik dan jalur bersama, yaitu faktor XII (faktor Hagemen),
pre-kalikrein, kininogen, faktor XI (plasma tromboplastin
antecendent, PTA), faktor IX (factor Christmas), faktor VIII
(antihemophilic factor, AHF), faktor X (faktor Stuart), faktor V
(proakselerin), faktor II (protrombin) dan faktor I (fibrinogen).
Tes ini untuk monitoring terapi heparin atau adanya circulating
anticoagulant. APTT memanjang karena defisiensi faktor koagulasi
instrinsik dan bersama jika kadarnya lebih dari 7 detik dari nilai
normal, maka hasil pemeriksaan itu dianggap abnormal.Pemeriksaan
APTT dapat dilakukan dengan cara manual (visual) atau dengan alat
otomatis (koagulometer), yang menggunakan metode foto-optik dan
elektro-mekanik. Teknik manual memiliki bias individu yang sangat
besar sehingga tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana
kadar fibrinogen sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan
alat otomatis, metode ini masih dapat digunakan. Metode otomatis
dapat memeriksa sampel dalam jumlah besar dengan cepat dan
teliti.Prinsip dari pemeriksaan APTT adalah menginkubasikan plasma
sitrat yang mengandung semua faktor koagulasi intrinsik kecuali
kalsium dan trombosit dengan tromboplastin parsial (fosfolipid)
dengan bahan pengaktif (mis. kaolin, ellagic acid, mikronized
silica atau celite koloidal). Penambahan kalsium akan memulai
proses pembekuan (bekuan fibrin) dan waktu yang diperlukan untuk
membentuk bekuan fibrin dicatat sebagai APTT.Bahan pemeriksaan yang
digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat
3.2% (0.109 M) dengan perbandingan 9:1. Gunakan tabung plastik atau
gelas yang dilapisi silikon. Sampel disentrifus selama 15 menit
dengan kecepatan 2.500 g. Plasma dipisahkan dalam tabung plastik
tahan 4 jam pada suhu 20 5 oC. Jika dalam terapi heparin, plasma
masih stabil dalam 2 jam pada suhu 20 5 oC kalau sampling dengan
antikoagulan citrate.Nilai normal uji APTT adalah 20 35 detik,
bervariasi untuk tiap laboratorium tergantung pada peralatan dan
reagen yang digunakan.Faktor yang dapat mempengaruhi hasil APTT
adalah : Bekuan pada sampel darah Sampel darah hemolisis atau
berbusa akibat dikocok-kocok Pengambilan sampel darah pada jalur
intravena misal pada infus Heparin.APTT memanjang dijumpai pada :1.
Defisiensi bawaan Jika PT normal, kemungkinan kekurangan Faktor
VIII, Faktor IX, Faktor XI , Faktor XII Jika faktor koagulasi
tersebut normal, kemungkinan kekurangan HMW kininogen Defisiensi
vitamin K, defisiensi protrombin, hipofibrinogenemia.2. Defisiensi
didapat dan kondisi abnormal seperti : Penyakit hati (sirosis hati)
Leukemia (mielositik, monositik) Penyakit von Willebrand
(hemophilia vaskular) Malaria Koagulopati konsumtif, seperti pada
DIC Circulating anticoagulant (antiprothrombinase atau circulating
anticoagulant terhadap suatu faktor koagulasi) Selama terapi
antikoagulan oral atau HeparinPasien dengan APTT panjang dan PT
normal memiliki kelainan dalam jalur koagulasi intrinsik karena
semua komponen uji aPTT kecuali koalin bersifat intrinsik terhadap
plasma, sedangkan pada PT panjang dan aPTT normal terjadi kelainan
dalam jalur koagulasi ekstrinsik terhadap plasma.D- DimerD-Dimer
adalah produk degradasi cross linked yang merupakan hasil akhir
dari pemecahan bekuan fibrin oleh plasmin dalam sistem
fibrinolitik. Pada proses pembentukan bekuan normal, bekuan fibrin
terbentuk sebagai langkah akhir dari proses koagulasi yaitu dari
hasil katalisis oleh trombin yang memecah fibrinogen menjadi fibrin
monomer dengan melepaskan fibrinopeptida A dan fibrinopeptida B (
FPA dan FPB ). Fibrin monomer akan mengalami polimerisasi membentuk
fibrin polimer yang selanjutnya oleh pengaruh faktor XIII akan
terjadi ikatan silang, sehingga terbentuk cross-linked fibrin.
Kemudian plasmin akan memecah cross-linked fibrin yang akan
menghasilkan D-Dimer.D-dimer digunakan untuk membantu melakukan
diagnosis penyakit dan kondisi yang menyebabkan
hiperkoagulabilitas, suatu kecenderungan darah untuk membeku
melebihi ukuran normal. Paling sering ditemukan pada trombosis vena
dalam (DVT) yang berhubungan dengan pembekuan darah di vena
terutama di kaki yang menyebabkan penyumbatan alirah darah di kaki
sehingga menimbulkan nyeri dan kerusakan jaringan. Keadaan ini
dapat menimbulkan gumpalan kecil yang terpecah dan berjalan
mengikuti aliran darah menuju bagian lain di tubuh sehingga dapat
menimbulkan emboli paru (PE). sebagai positif. Pada sebagian besar
kasus, bekuan darah terjadi di pembuluh vena, tetapi dapat juga
terjadi pada arteri. Kombinasi dari dua jenis trombosis ini
diistilahkan dengan tromboembolisme vena (VTE, venous
thromboembolism). Bekuan darah pada arteri koronaria dapat berasal
dari aritmia jantung fibrilasi atrium atau kerusakan katup jantung
yang dapat berakibat heart attack. Bekuan dapat juga berasal dari
kerusakan aterosklerosis, pecahan bekuan menyebabkan emboli dan
menyumbat arteri organ lain seperti otak (stroke) dan
ginjal.Indikasi pemeriksaan D-dimer adalah pasien dengan gejala DVT
, PE yang biasanya diikuti pemeriksaan PT, APTT dan jumlah
trombosit untuk mendukung diagnosis. D-dimer juga dipakai untuk
membantu melakukan diagnosis DIC , yang dapat timbul dari berbagai
situasi seperti pembedahan, gigitan ular berbisa, penyakit hati dan
setelah melahirkan. Pada DIC, faktor-faktor pembekuan darah
diaktifkan secara bersamaan di seluruh tubuh sehingga menyebabkan
pembekuan darah di bagian tubuh yang dapat beresiko pendarahan
berlebihan.Pemeriksaan D-Dimer menggunakan metode latex
agglutination yang dimodifikasi atau menggunakan automated
coagulation analyzer (Coagulometer Sysmex CA-500) untuk mengukur
D-Dimer secara kuantitatif. Sampel darah vena dimasukan kedalam
vacutainer yang mengandung sodium citras 9:1 dan dikirim ke
laboratorium tanpa perlakuan khusus. Kemudian sampel ini
disentrifugasi untuk mendapatkan supernatan untuk dilakukan
pemeriksaan kadar D-Dimer, atau supernatan dapat disimpan pada suhu
-200C stabil sampai 1 bulan. Prinsip pemeriksaan D-dimer adalah
terbentuknya ikatan kovalen partikel polystyrene pada suatu
antibodi monoklonal terhadap cross linkage region dari D-Dimer.
Cross-linkage region tersebut memiliki struktur stereosimetrik
yaitu epitop untuk antibodi monoklonal terjadi dua kali,
konsekwensinya satu antibodi cukup untuk memacu reaksi aglutinasi
yang kemudian di deteksi secara turbidimetrik dengan adanya
peningkatan keseluruhan. Hasil metode automatik ini sebanding
metode ELISA konvensional. Satuan untuk kadar D-dimer adalah g/L .
Kadar D-dimer yang dihitung secaram otomatis dengan analyser
mempunyai Cut off point 500 ?g/L.Kadar D-Dimer dalam batas nilai
rujukan menunjukkan tidak terdapat penyakit atau keadaan akut yang
menyebabkan pembentukan dan pemecahan bekuan, karena tes ini
mengukur aktivitas fibrinolitik dalam darah. Peningkatan kadar
D-Dimer menunjukan peningkatan produksi fibrin degradation products
(FDP), terdapat pembentukan dan pemecahan trombus yang signifikan
dalam tubuh tetapi tidak menunjukkan lokasinya. D-dimer meningkat
pada post-operasi, trauma, infeksi, post-partum, eklampsia,
penyakit jantung, keganasan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan D-dimer antara lain : Hasil negatif palsu pada
terapi antikoagulan Hasil positif palsu pada usia tua, Rheumatoid
factor, trigliserid tinggi, lipemia, bilirubin, hemolisis sampel
daraFibrinogenFibrinogen (F I) adalah glikoprotein plasma terlarut
yang disintesis oleh hepatosit dan megakariosit. Fibrinogen sebagai
prekursor fibrin, diubah menjadi fibrin oleh thrombin dengan
bantuan serine protease thrombin selama proses pembekuan.
Fibrinogen dapat membentuk jembatan diantara trombosit dengan cara
berikatan dengan protein membran GpIIb/ IIIa di permukaan
trombosit. Indikasi pemeriksaan fibrinogen adalah bila dijumpai
abnormalitas PT dan APTT, kasus perdarahan yang belum diketahui
penyebabnya, monitoring progresifitas suatu penyakit (misalnya
penyakit hepar) dan monitoring terapi DIC.Fibrinogen dapat diukur
dalam darah vena menggunakan sampel darah sitrate atau whole blood
bila menggunakan metode viscoelastic methods seperti
thrombelastometry (fungsi trombosit dihambat dengan cytochalasin
D).Peningkatan fibrinogen dijumpai pada infeksi akut atau kerusakan
jaringan (perannya sebagai protein fase akut), keganasan, infark
miokard, stroke, inflamasi (arthritis rheumatoid,
glomerulonephritis), kehamilan, merokok sigaret, kontrasepsi oral,
penggunaan preparat estrogen. Hipertensi disertai peningkatan
fibrinogen meningkatkan resiko stroke. Beberapa klinisi melakukan
pemeriksaan Fibrinogen disertai dengan C-reactive protein (CRP)
untuk menentukan resiko penyakit kardiovaskuler dan sebagai
pertimbangan dalam menangani faktor resiko lainnya seperti
kolesterol dan HDL. Peningkatan fibrinogen yang berkaitan dengan
infark miokard, stroke dan penyakit arteri perifer disebabkan oleh
peningkatan viskositas, peningkatan koagulasi, peningkatan
availabilitas untuk adhesi dan agregasi trombosit.Penurunan
fibrinogen menyebabkan penurunan kemampuan tubuh membentuk bekuan
darah yang stabil. Penurunan fibrinogen kronis berkaitan dengan
penurunan produksi akibat kelainan kongenital (afibrinogenemia,
hipofibrinogenemia) atau kelainan didapat (stadium akhir penyakit
hepar, malnutrisi). Penurunan fibrinogen akut disebabkan oleh
peningkatan konsumsi fibrinogen seperti pada DIC, fibrinolisis
abnormal, tranfusi darah masif dalam waktu singkat (hemodilusi),
trauma. Dikatakan DIC bila dijumpai penurunan fibrinogen disertai
pemanjangan PT atau APTT pada sepsis atau trauma. Obat-obatan
tertentu dapat menurunkan kadar fibrinogen, antara lain steroid
anabolik, androgen, phenobarbital, streptokinase, urokinase, asam
valproat.Gangguan polimerisasi fibrin dapat diinduksi oleh infus
plasma expanders yang berakibat perdarahan hebat. Pada kasus
dysfibrinogenemia, terdapat abnormalitas fungsi fibrinogen dengan
jumlah normal, hal ini disebabkan oleh mutasi gen yang mengontrol
produksi fibrinogen oleh hepar sehingga hepar memproduksi
fibrinogen abnormal yang resisten terhadap degradasi saat
dikonversi menjadi fibrin. Dysfibrinogenemia dapat meningkatkan
resiko trombosis vena. Pasien dengan defisiensi fibrinogen atau
gangguan polimerisasi fibrinogen dysfibrinogenemia dapat mengalami
perdarahan sehingga diperlukan koreksi dengan pemberian fresh
frozen plasma (FFP), cryoprecipitate (plasma kaya fibrinogen) atau
konsentrat fibrinogen.Thrombin timeThrombin time (TT) diperoleh
dengan menambahkan reagen thrombin ke plasma sitrate, mengukur
waktu sejak ditambahkannya thrombin sampai terbentuknya bekuan
darah pada suhu 37 oC, digunakan untuk mengetahui jumlah dan
kualitas fibrinogen dan konversi fibrinogen (soluble protein)
menjadi fibrin (insoluble protein). Bila pasien dalam terapi
Heparin, digunakan reptilase sebagai pengganti thrombin (efek sama
dengan thrombin tetapi tidak dihambat oleh Heparin). Reptilase
digunakan untuk identifikasi Heparin sebagai penyebab pemanjangan
TT.Sampel darah untuk pemeriksaan menggunakan darah sitrat
(vacutainer bertutup biru), dengan pengisian darah sesuai agar
tercapai ratio antikoagulant terhadap darah adalah satu bagian
antikoagulan per sembilan bagian darah. Nilai normal tergantung
dari kadar thrombin yang dipakai, umumnya kurang dari 22 detik,
tergantung dari metode yang digunakan.Thrombin time digunakan
mendiagnosis gangguan perdarahan, mengetahui efektivitas terapi
fibrinolitik. Thrombin time memanjang pada afibrinogenemia,
hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen kurang dari 100 mg/ mL),
dysfibrinogenemia, sirosis hepatis, karsinoma hepatoseluler, bayi
baru lahir, terdapat inhibitor thrombin (Hepari, FDP, DIC),
multiple myeloma, procainamide-induced anticoagulant, amiloidosis
sistemik). Bila TT memanjang, pemeriksaan diulang dnegan
menggunakan campuran plasma penderita dengan plasma kontrol
(perbandingan 1:1) untuk mengetahui ada tidaknya inhibitor.Platelet
aggregation test (Test agregasi trombosit)Pemeriksaan agregasi
trombosit digunakan untuk mengevaluasi kemampuan trombosit untuk
membentuk agregat/ clump dan mengawali terbentuknya bekuan darah.
Indikasi pemeriksaan adalah : Membantu diagnosis gangguan fungsi
trombosit baik kongenital (Von Willebrands disease) maupun didapat,
pada pasien dengan riwayat perdarahan Dugaan peningkatan agregasi
trombosit (DM, hiperlipidemia) Monitoring terapi anti-trombosit
(aspirin, ticlopidine, clpopidogrel, abciximab) paska stroke atau
heart attack Deteksi faktor resiko trombosis arteri (PJK, stroke)
Deteksi resistensi aspirin Monitoring fungsi trombosit selama
operasi CABG (sirkulasi mekanik dengan mesin jantung-paru
mengaktifkan sejumlah besar trombosit dan menyebabkan dysfungsional
trombosit), kateterisasi jantung, transplantasi hepar. Skrining
pasien preoperasi beresiko perdarahan selama prosedur invasif,
misalnya pasien dengan riwayat perdarahan atau mengkonsumsi obat
yang mempengaruhi kemampuan darah untuk membeku seperti aspirin dan
NSAID.Persiapan pemeriksaan agregasi trombosit adalah : Darah
diambil dalam keadaan puasa 8 jam karena kadar lemak tinggi dalam
darah akan mempengaruhi hasil. Sampel darah tidak hemolisis Sampel
darah disimpan dalam penampung plastik/ gelas berlapis silikon
bertutup pada suhu kamar Dikerjakan dalam waktu tiga jam setelah
pengambilan darah karena respons PRP (trombosit rich plasma) akan
menurun dalam tiga jam. Jumlah trombosit dalam PRP lebih dari
100.000/ ULPrinsip pemeriksaan adalah perubahan transmisi cahaya
(light transmittance changes), yaitu penambahan agonist
(aggregating agents) ke dalam PRP akan menginduksi terjadinya
agregasi trombosit sehingga transmisi cahaya melalui PRP meningkat.
Agonist dapat berupa ADP (yang umumnya dipakai), epinferin,
kolagen, thrombin, ristocetin). Beberapa macam obat yang dapat
mempengaruhi hasil adalah : Aspirin, NSAID (Ibuprofen), antidepresi
tricyclic, antihistamin, beberapa antibiotika, plasma expander
Dextran, Warfarin, beta-blocker. Bila pasien mengkonsumsi obat
tersebut, dianjurkan berhenti dua minggu sebelum
pemeriksaan.Gangguan fungsi trombosit kongenital terdapat pada :
Von Willebrands disease : berhubungan dengan penurunan produksi
atau disfungsi faktor von Willebrand Glanzmans thromboasthenia :
penurunan kemampuan agregasi trombosit Bernard-Soulier syndrome :
penurunan kemampuan adhesi trombosit Storage pool disease :
penurunan kemampuan trombosit mengeluarkan substansi untuk
menginduksi agregasiGangguan fungsi trombosit didapat disebabkan
oleh penyakit kronis seperti gagal ginjal (uremia),
myeloproliferative disorders (MPDS), leukemia akut. Gangguan fungsi
trombosit yang bersifat sementara dijumpai pada konsumsi obat
aspirin dan NSAID, setelah operasi bypass jantung (CABG) yang
berkepanjangan.
C. Penatalaksanaan Perdarahan Dalam Tindakan Kedokteran Gigi
Penatalaksanaan Perdarahan perioperatifPencegahan kemungkinan
komplikasi perdarahan karena faktor-faktor sistemika. Anamnesis
yang baik dan riwayat penyakit yang lengkapKita harus mampu
menggali informasi riwayat penyakit pasien yang memiliki tendensi
perdarahan yang meliputi : bila telah diketahui sebelumnya memiliki
tendensi perdarahan mempunyai kelainan-kelainan sistemik yang
berkaitan dengan gangguan hemostasis (pembekuan darah) pernah
dirawat di RS karena perdarahan spontaneous bleeding, misalnya
haemarthrosis atau menorrhagia dari penyebab kecil riwayat keluarga
yang menderita salah satu hal yang telah disebutkan di atas,
dihubungkan dengan riwayat penyakit dari pasien itu sendiri
mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti antikoagulan atau aspirin
Penyebab sistemik seperti defisiensi faktor pembekuan
herediter,misalnya von Willebrands syndrome dan hemofiliaKita perlu
menanyakan apakah pasien pernah diekstraksi sebelumnya, dan apakah
ada riwayat prolonged bleeding (24-48 jam) pasca ekstraksi. Penting
untuk kita ketahui bagaimana penatalaksanaan perdarahan pasca
ekstraksi gigi sebelumnya. Apabila setelah diekstraksi perdarahan
langsung berhenti dengan menggigit tampon atau dengan penjahitan
dapat disimpulkan bahwa pasien tidak memiliki penyakit hemoragik.
Tetapi bila pasca ekstraksi gigi pasien sampai dirawat atau bahkan
perlu mendapat transfusi maka kita perlu berhati-hati akan adanya
penyakit hemoragik.Bila ada riwayat perdarahan dalam (deep
haemorrhage) didalam otot, persendian atau kulit dapat kita curigai
pasien memiliki defek pembekuan darah (clotting defect). Adanya
tanda dari purpura pada kulit dan mukosa mulut seperti perdarahan
spontan dari gingiva, petechiae.Apabila riwayat kesehatan
menunjukkan kecurigaan pada penyakit tertentu, sebaiknya
menghubungi dokter yang merawat sebelumnya, sebelum melakukan
perawatan. Bermacam-macam tes laboratorium bisa mengkornfirmasikan/
menyingkirkan masalah atau mengidentifikasikan bagian khusus yang
menyebabkan kegagalan mekanisme pembentukan beku darah yang
terganggu, perawatan adalah merupakan kerjasama antara dokter gigi
dan dan dokter umum.
Tabel 1 Tes KoagulasiJenis TesNilai NormalKegunaan
Waktu Perdarahan2-7 menitMengamati fungsi vascular dan platelet,
deteksi penyakit Wilebrand
Hitung Platelet150.000-400.000/mm3Deteksi trombositosis,
trombositopenia
Waktu Protrombin12-14 detikLebih lama berkaitan dengan
defisiensi factor-faktor I,II,V,VII, X. Mungkin abnormal pada
penyakit hati, defisiensi vitamin K, terapi warfarin sodium
(Coumadin), penggunaan aspirin, dan anti-radang non-steroid
lain.
Paruh waktu tromboplastin60-70 detikLebih lama, bila ada
defisiensi factor pembekuan darah kecuali factor VII
hemophilia.
b. Menghindari Pembuluh darahPengetahuan mengenai anatomi
merupakan jaminan terbaik untuk menghadapi kejadian yang tidak
diharapkan yaitu perdarahan pada arteri atau vena. Region-regio
risiko tinggi adalah palatum dengan a. palatine mayor, vestibulum
bukal molar bawah dengan a. fasialis, margo jalanan dari a.
buccalis dan region apical molar ketiga yang terletak dekat dengan
a. alveolaris inferior. Region mandibula anterior juga merupakan
sumber perdarahan karena vaskularisasinya sangat melimpah. Keadaan
patologi kadang-kadang juga mengakibatkan risiko perdarahan,
missal; hemangioma dan malformasi arterovenous adalah yang paling
berbahaya. Secara umum, adanya lesi yang tumbuh dengan cepat adalah
potensial berbahaya karena pertumbuhan tersebut memerlukan banyak
suplai darah.c. Tindakan untuk mengontrol perdarahanPenanganan awal
yang kita lakukan adalah melakukan penekanan langsung dengan tampon
kapas atau kassa pada daerah perdarahan supaya terbentuk bekuan
darah yang stabil. Sering hanya dengan melakukan penekanan, dengan
tangan atau tekanan tidak langsung dengan perban.Jika ternyata
perdarahan belum berhenti, dapat kita lakukan penekanan dengan
tampon yang telah diberi anestetik lokal yang mengandung
vasokonstriktor (adrenalin). Lakukan penekanan atau pasien diminta
menggigit tampon selama 10 menit dan periksa kembali apakah
perdarahan sudah berhenti. Bila perlu, dapat ditambahkan pemberian
bahan absorbable gelatine sponge dan Surgicel yang diletakkan di
alveolus.Perdarahan yang sangat deras misalnya pada terpotongnya
arteri, maka kita lakukan klem dengan hemostat lalu lakukan ligasi,
yaitu mengikat pembuluh darah dengan benang atau dengan
kauterisasi. Apabila tersedia, dapat digunakan elektokoagulasi dari
pembuluh yang diklem sehingga tidak perlu diikat untuk perdarahan
dari pembuluh darah yang kecil, atau rembesan. Bila perdarahan dari
jaringan keras (seperti arteri inferior dental atau vena), untuk
mengikat pembuluh darah sangat sulit. Tekanan dengan memasukkan
ribbon gauze dengan varnish Whitehead dapat dilakukan untuk
mengatasi perdarahan dari jaringan keras. Perdarahan pada pembuluh
darah kecil di jaringan keras dapat diberikan Bone Wax, dengan
kompresi alveolar dengan alat tumpul seperti bchisel atau
gauge.Bahan-bahan hemostatik: Sepon gelatin penyerap (Gelfoam) yang
menyerap darah dari aksi kapiler dan menimbulkan beku darah.
Selulosa yang dioksidasi (Surgicel), yang secara fisik mempercepat
pembentukan bekuan darah. Hemostat kolagen mikrofibrilar (Avitene,
Helistat), yang memicu agregasi platelet. Trombin hewan topical
(Trombinar, Trombostat) yang membekukan fibrinogen dengan segera.
Jangan melakukan penyuntikan. Malam tulang (malam tawon) yang
diletakkan pada daerah perdarahan di tulang.
Gambar 1: Penanganan perdarahan
2.1.2 FrakturFraktur bisa mengenai akar gigi, gigi tetangga,
atau gigi antagonis, restorasi, prosesus alveolaris, dan
kadang-kadang mandibula. Semua fraktur yang dapat dihindarkan
mempunyai etiologi yang sama; yaitu tekanan yang berlebihan atau
tidak terkontrol atau keduanya. Cara terbaik unuk menghindari
fraktur disamping tekanan terkontrol adalah dengan menggunakan
gambar sinar-X sebelum melakukan pembedahan. Akar yang mengalami
delaserasi atau getas atau yang dirawat endodontic sering
mengharuskan dilakukannya perubahan pada rencana pembedahan,
biasanya dimulai dari prosedur pencabutan dengan tang (close
prosedure) sampai melakukan pembukaan flap. Apabila sesudah
dilakukan pencabutan dengan tang menggunakan tekanan terkontrol
tidak terjadi luksasi dan dilatasi alveolus, ini menunjukkan
perlunya dilakukan pembedahan. Pengenalan adanya fraktur biasanya
secara klinik dan mudah terlihat, kecuali untuk fraktur mandibula.
Apabila ini terjadi pada waktu dilakukan pencabutan dengan tang,
atau pembedahan biasanya melibatkan gigi molar ke tiga. Meskipun
garis fraktur bisa dilihat pada film periapikal, ketidakberadaannya
bukan selalu nerarti tidak terjadi fraktur. Jika masih ada keraguan
bisa dilakukan panoramic, atau film ekstraoral yang lain. Kegagalan
mendapatkan gambar sinar-X dari bagian yang dicurigai, merupakan
kelalaian yang serius.a. Fraktur pada akarKomplikasi fraktur pada
akar paling sering trejadi saat dilakukan pencabutan gigi dan
kadang-kadang tidak dapat dihindarkan jika operatornya masih kurang
berpengalaman. Fraktur pada gigi dapat disebabkan karena pemberian
tekanan yang berlebihan atau gigi yang akan dicabut memiliki akar
yang divergen yang secara mekanis susah dilakukan pencabutan. Pada
gigi yang non-vital sangat rapuh dan mudah dipatahkan.Saat
komplikasi ini terjadi, keputusan harus dibuat, antara ingin
mengambil fraktur akar atau meninggalkan. Jika frakturnya sebesar
kurang dari 3 mm pada gigi yang vital dan tidak dapat dipisahkan
dengan periodontal attachment maka bisa ditinggalkan dan tidak
perlu dilakukan pengambilan fraktur akar. Sebelum keputusan ini
diambil, harus dilakukan gambar radiografi untuk memastikan ukuran
akar dan tidak berhubungan dengan secondary patologi. Pasien
diberitahu mengenai pertimbangan risiko/manfaat yang mendasari
keputusan tersebut.Pengeluaran dengan pembedahan: pendekatan yang
biasa dilakukan untuk mengeluarkan patahan ujung akar atau frakmen
adalah dengan pembedahan. Pertama-tama bisa diusahakan dahulu
dengan pendekatan konservatif dari alveolus dengan root picks,
elevator cryer atau file saluran akar. Pilihan lain adalah
pembuatan flap, tulang diambil secara konservatif untuk mendapatkan
jalan masuk ke akar.Tulang bisa dipotong dengan elevator kecil,
elevator periostel, atau instrument plastic. Elevator gigi yang
lurus dan kecil atau kadang-kadang elevator periosteal yang kecil
digunakan untuk memisahkan akar dari alveolus. Jika hal tersebut
tidak berhasil dan sulit mengarahkan tekanan secara benar, maka
dibuat suatu lubang kaitan pada akar untuk insersi elevator.
Seperti prosedur flap, operasi diikuti dengan irigasi saline steril
dan pemeriksaan bagian yang dioperasi sebelum melakukan penghalusan
tulang dan penjahitan.b. Fraktur gigi sebelahnya dan
antagonisFraktur pada gigi atau restorasi didekatnya, kebanyakan
merupakan akibat terlalu kuatnya tekanan yang dikenakan melalui
elevator. Suatu elevator yang tertumpu pada gigi atau restorasi
didekatnya bisa menggoyahkan gigi tersebut atau restorasi bisa
lepas. Pada tumpatan yang lepas selama ekstraksi dikhawatirkan
masuk ke dalam soket dan dapat menyebabkan komplikasi sekunder.
Cedera pada gigi antagonis biasanya akibat dari pencabutan
eksplosif, yaitu gigi terungkit secara tidak diperkirakan dari
alveolus akibat tekanan berlebih kearah oklusal atau sejajar.
Perawatannya bersifat individual, mulai dari replantasi gigi yang
tercabut tidak sengaja, membuat restorasi sementara atau
menyemenkan kembali mahkota prostetik atau inlai. Pencegahan
didasarkan pada penggunaan pinch grasp dan tekanan terkontrol.c.
Fraktur prosesus alveolarisFraktur minor: fraktur prosesus
alveolaris yang ringan adalah terikutnya bagian tulang bukal/fasial
maksila bersama akr pada pada waktu dilakukan pencabutan dengan
tang. Hal tersebut disebabkan oleh tekanan yang besar pada prosesus
alveolaris yang tipis. Cara penanganannya dengan menggunakan
ronguer untuk mengambil tulang-tulang tajam didekatnya dan
menggunkan bone file untuk menghaluskan tepi-tepi tulang.
Mukoperiosteum diatasnya perlu dijahit bila sangat terpisah dengan
tulangnya. Fraktur mayor: radiograf bisa membantu memperkirakan
fratur mayor pada prosesus alveolaris rahang ats. Apabila sinus
hiperareasi dan prosesus alveolar ekstrusi, jembatan tulang yang
teringgal antara lantai sinus dan puncak linger kebanyakan setipis
kertas. Kondisi ini menunjukkan perlunya pembedahan tanpa lebih
dulu mencabut menggunakan tang. Pada kasus terjelek, alveolus molar
atas mungkin fraktur total, kadang-kadang melibatkan seluruh
tuberositas dan dasar antral. Tulang yang terpisah dari periosteum
atau suplai darahnya mudah menjadi nekrosis. Karena itu, suatu
pendekatan konservatif yang dapat melindungi periosteum kalau
memungkinkan dipilih. Umumnya gerakan dari tuberositas bisa
dideteksi sebelum dikeluarkan dan pencabutan ditunda. Prosedur
ditunda dan gigi atau gigi-gigiyang terlibat displinting dan kalau
bisa dibebaskan dari oklusi. Karena sinus maksilaris cedera hingga
batas tertentu, maka kasus ini memerlukan pemberian antibiotic
spectrum yang luas dan dekongestan sistemik. Pencabutan
diselesaikan setelah beberapa saat (biasanya 6-8 minggu) melalui
pembedahan. Jika prosesus alveolaris atau tuberositas terangkat
pada waktu pencabutan, maka gigi dikeluarkan dengan pembedahan dan
tulang dikembalikan pada daerah yang fraktur sebagai graft bebas.
Jika ini dilakukan, maka penjahitan mukoperiosteum harus dilakukan,
karena sebagian besar dasar sinus maxilaris harus diganti.d.
Fraktur mandibulaDalam penelitian Arrigoni dan Lambrecht yang
menganalisis 3,980 pencabutan gigi molar tiga, ditemukan angka
komplikasi sebesar 0,29%. Insiden tertinggi terjadi pada pasien
berusia 25 tahun, dengan usia rata-rata 40 tahun. Karena memiliki
tekanan mastikasi yang lebih besar, pria cenderung mengalami late
fracture. Fraktur intraoperatif terjadi akibat instrumentasi yang
tidak tepat dan tekanan yang berlebihan pada tulang. Elevator yang
diinsersikan pada bagian mesial molar ketiga baik yang erupsi atau
impaksi, dan ditekan dengan kekuatan yang besar kearah distal atau
disto-oklusal menjadikan mandibula terancam fraktur. Mandibula
cukup lemah dibagian molar ketiga yang merupakan pertemuan badan
dan prosesus alveolar yang berat dan ramus yang
tipis.Penatalaksanaan fraktur mandibulaPendekatan tertutup dan
terbuka, ada dua cara penatalaksanaan, pada teknik tertutup,
reduksi fraktur dan immobilisasi mandibula dicapai dengan cara
menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular. Pada prosedur
terbuka bagian yang fraktur dibuka dengan pembedahan dan segmen di
reduksi dan di fiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat
atau plat.teknik terbuka dan tertutup tidaklah selalu dilakukan
sendiri-sendiri terkadang dilakukan secara kombinasi.dasar
pemikiran perawatan yang baik adalah respons fleksible, yakni
kemauan dan kemampuan untuk menggunakan teknik yang ada (alat-alat
yang diperlukan), dengan profesionalitas yang memadai.Periode
imobilisasiPeriode stabilisasi fiksasi diperlukan untuk memastikan
perbaikan fungsi sepenuhnya adalah berbeda-beda, tergantung dari
letak fraktur, ada atau tidaknya gigi yang tertinggal pada garis
fraktur, umur pasien dan ada tidaknya infeksi. Dalam lingkungan
yang menguntungkan terbentuknya persatuan secara klinis yang stabil
rata-rata secara teratur tercapai sesudah 3 miggu sehingga pada
saat itu fiksasi bisa dilepas.Pada fraktur korpus madibula suplai
darah ke tempat fraktur sangat berarti. Tempat vaskularisasi
endosteal relatif miskin seperti halnya pada rahang yang sudah
berumur, dan terutama daerah simfisis, pengobatan bertendensi jadi
lebih lama. Sebaliknya kayanya suplai darah dan aktivitas
osteoblastik yang melimpah pada mandibula yang sedang tumbuh pada
anak memastikan akan terjadi persatuan yang cepat.Sebuah fraktur
simfisis pada pasien yang sudah berumur 40 tahun yang giginya
terdapat pada garis fraktur tetap dipertahankan memerlukan waktu 6
minggu untuk imobilisasi (dasar 3 minggu + 1 minggu untuk tempat
yang kurang menguntungkan + 1 minggu untuk umur yang diijinkan + 1
minggu untuk yang ditinggalkan pada garis fraktur). Metode
ImobilisasiMetode imobilisasi pada mandibula apabila terdapat gigi
dikategorikan dalam 2 golongan, tergantung dari:a.fiksasi yang
diterapkan pada gigi-gigi1.pengawatan gigi (dental wiring)
kemugkinan dapat: a.langsung dan b. EyeletPengawatan gigi geligi
digunakan bila pasien memiliki seperangkat gigi yang mempunyai
bentuk sesuai, baik sempurna maupun hampir sempurna. Banyak
perbedaan pendapat mengenai jenis kekuatan (gauge) kawat yang
dipakai, tetapi kawat lunak anti karat berdiameter 0,45 mm efektif.
Kawat ini memerlukan tarikan sebelum dipakai atau sebaiknya di
renggangkan kira-kira 10%. Kalau hal ini tidak dilakukan maka kawat
akan menjadi kendor sesudah dipasang beberapa hari. Harus
berhati-hati agar jangan sampai regangan berlebih karena kawat
menjadi keras dikerjakan dan mudah rusakPengawatan langsung yang
paling sering digunakan adalah sistem eyelet, pada sistem ini kawat
dipilinkan satu sama lain untuk membentuk loop, kedua ujung kawat
di lewatkan ruang interproksimal, dengan loop tetap disebelah
bukal. Salah satu ujung kawat dilewatkan di sebelah distal dari
gigi distal dan kembalinya di bawah atau melalui loop, sedangkan
ujung lainnya ditelusupkan pada celah interproksimal mesial dari
gigi distal. Kedua ujung kawat dipilinkan satu sama lain, dipotong
dan dilipat pada aspek mesial gigi mesial. Akhirnya loop
dikencangkandengan cara memilinnya.Beberapa eyelet bisa di
tempatkan pada gigi posterior untuk mendapatkan tempat perlekatan
kawat atau elastik yang digunakan untuk fiksasi maksilo-mandibular.
Sistem eyelet tidak rumit dan mudah dilakukan ini ideal untuk
penangan kasus dengan cepat yang membutuhkan stabilitas sementara,
atau apabila durasi anastesi harus dikurangi. Empat eyelet, dengan
fiksasi maksilomandibular yang baik sering mendapatkan hasil
immobilisasi mandibular yang memuaskan untuk merawat fraktur
subkondilar unilateral dengan pergeseran hanya sedikit.
B. fiksasi langsung pada tulang2.1.3 Perforasi sinus/ oroantral
fistula Tindakan pencabutan gigi-gigi posterior rahang atas
terutama pada gigi molar dan premolar yang tidak hati-hati dan
penggunaan elevator dengan tekanan yang berlebihan ke arah superior
dalam upaya pengambilan fragmen atau ujung akar gigi molar dan
premolar kedua atas melaui alveolus dapat menyebabkan terbentuknya
lubang antara prossesus alveolaris dengan antrum.Oroantral fistula
yang terjadi segera setelah tindakan pencabutan, apabila kecil dan
segera dilakukan perawatan dengan cepat dan benar cenderung sembuh
spontan karena adanya proses pembekuan darah yang mampu menutup
pembukaan yang terjadi.Oroantral fistula yang tidak segera
ditangani, sehingga lubang yang terbentuk bertahan lebih lama, maka
traktus akan mengalami epitelisasi, daerah rongga mulut seringkali
mengalami proliferasi jaringan granulasi atau jaringan ikat dan
jika berlanjut dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan dipercepat
pada pencabutan gigi yang mengalami infeksi periapikal. Perawatan
yang tidak benar, menyebabkan infeksi dapat menyebar ke arah sinus
melaui lubang oroantaral sehingga dapat menyebabkan terjadinya
sinusitis maksilaris.Secara umum, tindakan yang dapat dilakukan
untuk mencegah agar tidak terjadi oroantral fistula adalah dengan
melakukan foto rontgen terlebih dahulu sebelum tindakan pencabutan
gigi untuk mengetahui posisi akar gigi posterior rahang atas yang
letaknya dekat dengan antrum dan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyakit periapikal pada jaringan disekitar ujung akar gigi.
Pengontrolan tekanan yang diberikan pada instrumen dan tindakan
yang selalu berhatihati multak dilakukan sehingga terjadinya
oroantral fistula dapat dihindari.Terdapat beberapa metode yang
dapat dilakukan untuk penutupan oroantral fistula. Pemilihan metode
dibuat berdasarkan cara yang telah dilakukan dalam setiap kasus
tertentu, dengan mengobservasi prinsip dasar pembedahan yang
diperlukan.Daerah kerusakan dan adanya suatu oroantral fistula
dapat dilakukan penutupan dengan pembuatan flap. Penentuan desain
flap perlu dipertimbangkan agar suplai darah tetap memadai untuk
menghindari terjadinya nekrosis dan hilangnya jaringan oleh karena
hilangnya sirkulasi darah yang sempurna. Flap harus bebas dari
semua perlekatan periosteal agar dapat berotasi atau berubah letak
untuk menutupi kerusakan yang terjadi tanpa membuat tekanan pada
jaringan. Flap harus di desain agar garis sutura tidak diletakkan
di daerah perforasi dan semua margin yang diperlukan dapat
diperoleh dan dipertahankan dengan cara penjahitan.Beberapa
prosedur yang disarankan untuk menutup oroantral fistula yang
terjadi diantaranya adalah: Penutupan oroantral fistula yang
terletak di antara gigi dilakukan dengan insisi melibatkan
mukoperiosteum di daerah distal gigi di anterior kemudian melewati
daerah oroantral fistula dilanjutkan ke daerah mesial gigi di
posterior. Insisi juga di lakukan pada daerah palatal. Setelah itu
dilakukan pengurangan tinggi tulang alveol daerah yang mengalami
pembukaan kemudian tepi mukosa yang di insisi diangkat dan
disatukan kemudian dilakukan penjahitan. Luka pada bagian palatal
dibiarkan terbuka untuk mempercepat penyembuhan. Oroantral fistula
yang terjadi pada daerah yang tidak bergigi (kehilangan tuberositas
maksilaris) yang tidak sengaja setelah pencabutan dapat dilakukan
dengan pengurangan pada dinding bukal dan palatal agar terjadi
adaptasi flap jaringan lunak bukal dan palatal. Flap jaringan lunak
dibentuk secara konservatif agar membentuk suatu garis kemudian
flap dijahit.13 Flap bukal merupakan prosedur yang sederhana.Flap
bukal dapat dikombinasikan dengan prosedur Caldwell-luc yang
digunakan sebagai jalan masuk ke sinus maksilaris bila
diperlukan.15 Kelebihan teknik ini adalah mudah di mobilisasi,
keterampilan yang minimun dan waktu yang diperlukan lebih singkat.
Sedangkan kekurangannya adalah penyatuan jaringan pada flap bukal
tidak baik sehingga disarankan untuk penutupan oroantral fistula
yang kecil.13 Jaringan yang membentuk lingkaran perifer dari
fistula dieksisi dan sisa jaringan mukosa palatal di de-epitelisasi
untuk memberikan vaskularisasi yang baik pada daerah yang mengalami
kerusakan agar dapat memperlebar flap dan memudahkan penjahitan
kemudian dilakukan insisi divergen atau melebar melalui
mukoperiosteum dibuat pada pembukaan oroantral ke superior sampai
pada mukobukal fold, dan insisi dari flap ini diangkat untuk
pembukaan alveolus lateral dibawahnya. Melalui insisi periosteal
ini dilakukan pengurangan ketebalan untuk memperpanjang dan
mengendorkan flap dan dilakukan penjahitan. Penggunaan antibiotik
dan dekongestan diindikasikan setelah prosedur diatas untuk
mempertahankan kesehatan antrum dengan mencegah infeksi dan
memberikan drainase secara fisiologis.15 Teknik flap palatal
dilakukan dengan melibatkan insisi dan pengambilan flap
mukoperiosteal dan dijahit pada jaringan de-epitelisasi yang sudah
disiapkan. Perlu perhatian yang lebih terhadap desain flap agar
dapat terjadi rotasi dan posisi yang benar. Flap palatal yang
didesain dengan baik adalah tebal dan memiliki suplai darah yang
sempurna yang diperlukan untuk penyembuhan. Prosedur tersebut
mengakibatkan terbukanya tulang palatal dimana perlu dilakukan
dresing sampai terbentuknya jaringan granulasi. Kelebihan teknik
ini adalah lebih mudah dibentuk untuk menutup kerusakan yang
terjadi karena mukosa palatal lebih tebal dan lebih padat serta
penyatuan dari flap palatal lebih baik sehingga flap palatal lebih
dipilih untuk fistula yang kambuh dan lebih besar sedangkan
kekurangannya adalah prosedur pembedahannya lebih sulit.11 Adapun
tahapan yang dilakukan adalah melakukan eksisi lingakaran jaringan
lunak pada oroantral fistula kemudian dibuat desain flap palatal
dengan ketebalan penuh mengikutsertakan arteri palatine dalam flap
sehingga dapat ikut terotasi selanjutnya dilakukan pemutaran dan
penjahitan dari flap.
Gambar 2: Pembuatan bukal flap
Terlepas dari teknik penutupan yang digunakan, keberhasilan
penutupan oroantral fistula tergantung pada pengontrolan infeksi
sinus, pengambilan jaringan sinus yang berpenyakit dan drainase
nasal yang memadai. Infeksi sinus harus dikontrol sebelum
pembedahan melalui pemberian antibiotik spectrum luas, dekongestan
dan tetes hidung.6 Aliran antara oroantral dapat di hindari dengan
pembuatan basis akrilik yang sesuai yang dapat menutupi kerusakan
yang terjadi tanpa masuk kedalamnya.5 Jaringan sinus yang
berpenyakit seperti adanya polip dihilangkan melalui prosedur
Caldwell-Luc dan drainase melalui pembuatan jendela nasoantral pada
meatus nasalis inferior.Dapat diambil satu tindakan yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya oroantral fistula adalah dengan
pengambilan foto rontgen terlebih dahulu sebelum pencabutan gigi
dikerjakan, tindakan yang selalu berhati-hati dalam melakukan
pencabutan, melakukan tes tiup dan kumur setelah pencabutan untuk
mendeteksi apakah terjadi kecelakaan terbukanya antrum atau tidak,
sehingga bila terjadi dapat segera diketahui dan dilakukan
perawatan dengan cepat dan benar serta komplikasi yang lebih parah
dapat dihindari.2.1.4 Pergeseran ke dalam mandibulaPergeseran
mandibula biasanya hanya melibatkan gigi molar, sedangkan kanalis
mandibularis dan ruang submandibularis adalah bagian yang sering
mengalami pergeseran ini. Ujung akar molar ketiga baik yang sudah
erupsi/impaksi sering sangat dekat letaknya terhadap tulang
kortikal dari bundle neuromuscular canalis alveolar inferior,
seperti terbukti dari seringnya laserasi. Film periapikal prabedah
akan mengungkapkan kondisi ini. Apabila terdapat dilaserasi maka
diperlukan pengeluaran molar ketiga yang menjadi masalah dan
mengungkit akarnya dengan sangat hati-hati. Radiograf sangat
membantu untuk menentukan adanya ujung akar yang tergeser sangat
dalam ke ruang submandibula adalah jarang.Penatalaksanaan
pergeseran mandibula: pasien diberitahu tentang keadaan yang ada
dan dirujuk. Pada kasus pergeseran ke dalam canalis alveolaris
inferior, pengeluaran harus dilakukan segera sedangkan pada kasus
pergeseran ke dalam ruang submandibularis, pembedahan biasanya
ditunda untuk memungkinkan terjadinya fibrosis dulu, sehingga
terjadi imobilisasi frakmen akar. Pendekatan ke arah canalis adalah
dengan flap mukoperiosteal bukal yang cukupbesar dan kemudian
melalui alveolus dan dekortikasi lateral ke bukal (pengambilan
segmen datarn bukal). Dekortikasi memberikan jalan masuk yang bagus
dan memungkinkan dekompresi, atau memperbaiki saraf yang cedera.
Ruang submandibula biasanya dicapai dengan membuat flap envelope
lingual yang cukup besar direfleksikan dari secvikal gigi.
M.Mylohyoideus disisihkan sementara sambil memperhatikan n.
lingualis.2.1.5 EmpisemaEmpisema merupakan suatu keadaan
terkumpulnya udara dalam jaringan atau organ secara patologis.
Empisema yang terjadi pada daerah subkutan dapat terjadi bila udara
masuk ke daerah subkutan kemudian terperangkap di jaringan ikat
longgar. Udara yag terperangkap sering terbatas hanya pada daerah
kepala dan leher saja, namun penyebaran yang lebih luas dapat
terjadi sampai ke daerah parafaringeal dan retrofaringeal. Kondisi
ini sangat berotensi untuk meluas ke mediastinum samapai ke rongga
thorak. Etiologi: empisema pada daerah kepala dan leher dapat
terjadi karena pembedahan molar tiga atau rupturnya barier intra
oral. Pada tahun 1957 Shovelton mengklasifikasikan penyebab
empisema subkutan sebagai berikut: Udara yang dikeluarkan langsung
pada saat pengambilan tulang dan pemotongan gigi dengan bur,
pemakaian semprotan udara bertekanan, penyemprotan sinus dengan
hydrogen perioksida, banyaknya laserasi jaringan pada saat
odontektomi (kesalahan operator). Selama pembedahan pasien sering
berkumur keras, sering batuk selama atau setelah pembedahan
terutama dengan mulut tertutup, meniup terompet atau balon setelah
pembedahan/perawatan (kesalahan pasien). Banyaknya kasus empisema
yang terjadi akibat penggunaan high speed turbine.Empisema yang
terjadi dapat disertai infeksi sekunder karena masuknya flora
normal yang ada di rongga mulut ke dalam jaringan ikat longgar.
Laporan penelitian Cunliffe dan Ali dkk, mengatakan adanya bakteri
yang terdapat di dalam kompresor yaitu pseudomonas aerogenosa
15-24% dan Legionella pneumophilia. Legionella pneumophilia ini
dihubungkan dengan keberadaan amuba. Dari sejumlah sampel yang
diambil ternyata 12% ditemukan amuba. Selain udara yang dapat
menyebabkan empisema yang terjadi karena terperangkapnya udara
dalam jaringan dan infeksi sekunder disebabkan oleh dorongan udara
yang dapat menimbulkan komplikasi sekunder yang tidak
terduga.Penatalaksanaan: pada empisema subkutan, selama atau
setalah pembedahan tidak ada perawatan aktif yang diperlukan,
tetapi perlu diyakinkan pasien agar tidak takut dan gelisah. Pada
kondisi awal kita dapat memberikan pertolongan berupa: Pipi ditekan
dengan jari untuk mengeluarkan udara di jaringan. Penggunaan tampon
pada luka, dalam hal ini flap tidak dijahit dengan rapat.
Penggunaan kompres es pada muka untuk mencegah pembengkakan
berlanjut. Pengambilan udara dengan alat suntik (needle
puncture).Yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan adanya emboli
udara bahkan masuknya mikroorganisme ke dalam ruang jaringan. Bila
terjadi gangguan pernapasan dianjurkan untuk dilakukan
trakheotomi.Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan
medikamentosa berupa antibiotic, analgetik serta bed rest. Dalam 3
atau 4 hari bahkan sampai seminggu pembengkakan akan berkurang
secara menyeluruh karena udara diserap secara spontan dan terjadi
penyembuhan.2.1.6 Laserasi Gingiva dan luka bakarCedara jaringan
lunak yang paling umum adalah lecet (luka sobek) dan luka
bakae/abrasi. Lecet sering diakibatkan oleh retraksi berlebihan
dari flap yang kurang besar. Sobeknya mukosa sering terjadi pada
tempat yang tak diharapkan yaitu pada tepi tulang, atau pada tempat
penyambungan tepo-tepi flap. Komplikasi ini bisa dihindari dengan
membuat flap yang lebih besar dan menggunkanan retraksi yang ringan
saja. Lecet akibat elevator, scalpel, dan istrumen putar sangatlah
jarang terjadi. Lecet dapat dihindari dengan perhatian yang cermat
dari operator dan asistennya. Sesudah memberitahu pasien,
penjahitan dilakukan jika diindikasikan. Luka bakar/ abrasi sering
merupakan akibat dari tertekannya bibir yabg dalam keadaan
teranestesi oleh pegangan handpieces lurus. Luka pada bibir
dihindari dengan melakukan kerjasama yang baik dengan asisten pada
waktu operasi. Luka bakar labial bisa diatasi dengan aplikasi salep
antibiotic atau steroid, yaitu bacitracin, atau bethamethasone
(valisone).2.1.7 Cedera sarafKerusakan saraf sangat mungkin terjadi
pada tindakan operasi gigi molar tiga impaksi dengan frekuensi
berkisar 0,5-5% . Saraf yang sering cedera selama pencabutan dan
pembedahan gigi adalah divisi ketiga dari N. trigeminus. Pada
umumnya kerusakan saraf akan mengalami perbaikan secara spontan
terutama saraf alveolaris inferior karena terletak dalam kanalis
mandibula sehingga ujung-ujung saraf yang rusak dapat dengan lebih
baik mendekat secara spontan. Saraf alveolaris inferior : Jejas
pada saraf alveolaris inferior terjadi secara primer karena
hubungan anatominya dengan gigi molar tiga bawah. Posisi keduanya
dapat ditentukan secara radiografi dengan foto panoramik. Secara
statistik, faktor yang berhubungan dengan insidensi kerusakan saraf
alveolaris inferior pada waktu tindakan pengangkatan gigi molar
tiga adalah full bony impaction, impaksi horizontal, pengggunaan
bur, apeks gigi pada atau dibawah neurovasculer bundle, bundle
terlihat pada waktu tindakan dan perdarahan yang banyak pada waktu
waktu operasi. Faktor lain adalah umur pasien karena makin tua maka
semakin sulit tindakan. Saraf lingualis: Kerusakan saraf lingualis
lebih sulit diterangkan dan lebih mengganggu pasien karena akan
menyebabkan sensasi rasa yang abnormal dan lebih sulit mengalami
perbaikan. Diseksi anatomi menunjukan variasi posisi saraf
lingualis dan dapat melintas pada daerah retromolar pad. Dengan
demikian saraf ini dapat mengalami kerusakan oleh elevasi flap dan
retraksi, pengeluaran folikel dan penjahitan. Tidak seperti pada
saraf alveolaris inferior, maka pada kerusakan saraf lingualis
teknik operasi memegang peran penting. Flap harus didesign lebih
kearah bukal sehingga dapat menghindari retromolar pad. Flap ligual
jangan dielevasi, jangan memakai lingual bone-splitting technique,
dan jangan melakukan kuretase secara agresif serta jahitan pada
lingual harus ditempatkan superfisial. Saraf mentalis: paling
sering cedera pada pembuatan flap bukal di region premolar bawah.
Cabang n. mentalis mudah terpotong selama pembuatan flap atau
megalami cedera regangan akibat retraksi. Pada rahang tak bergigi,
kondisi atropik, yang merupakan akibat sekunder dari dehisense
tulang, n. alveolaris inferior, n. lingualis dan n. mentalis
mungkin terletak superficial, menempel pada basis
mandibula.Evaluasi kerusakan saraf Bila terjadi kerusakan saraf,
maka daerah yang mengalami sensasi abnormal harus didokumentasikan
sehingga perbaikan saraf dapat dicatat dengan akurat. Demikian pula
dengan sensasi rasa pada lidah (Manis, asin, pahit, asam). Terapi
yang dapat diberikan untuk regenerasi saraf adalah methy cobalt,
vitamin B kompleks dan fisioterapi. Follow up dilakukan secara
periodik. Perbaikan saraf dimulai 6-8 minggu dan selesai 6-9 bulan.
Terdapat pula kemungkinan terjadi perbaikan 18 bulan-24 bulan.
Follow up yang dianjurkan adalah evaluasi tiap 2 minggu selama 2
bulan, evaluasi tiap 6 minggu untuk 6 bulan berikut, evaluasi tiap
6 bulan selama 2 tahun dan evaluasi tahunan untuk tahun berikutnya.
Kerusakan saraf dapat pula disebabkan oleh hematoma dan fibrosis
akibat penyuntikan anestesi lokal.Kelanjutan dan komplikasi
pasca-PencabutanPerdarahan Perdarahan ringan dari alveolar adalah
normal apabila terjadi pada 12-24 jam pertama sesudah pencabutan
atau pembedahan gigi. Penekanan oklusal dengan menggunkan kasa
jalan terbaik untuk mengontrolnya dan dapat merangsang pembentukan
bekuan darah yang stabil. Apabila perdarahan cukup banyak, lebih
dari 1 unit (450 ml) pada 24 jam pertama pada pasien dewasa, harus
dilakukan tindakan segera untuk mengontrol perdarahan. Periksalah
pasien sesegera mungkin. Tenangkan pasien, periksalah tanda-tanda
vital (denyut nadi, pernapasan, tekanan darah). Jika pasien syok,
misalnya diaforetik (berkeringat) dengan denyut yang lemah, dan
cepat serta pernapasan yang dangkal dan cepat, disertai dengan
turunnya tekanan darah, atau kondisi pasien sedang akan menuju
syok, maka diperlukan transportasi secepatnya menuju ke rumah sakit
yang mempunyai fasilitas yang memadai untuk mengatasi hal
tersebut.Perdarahan pasca ekstraksi umumnya disebabkan oleh faktor
lokal, seperti : trauma yang berlebihan pada jaringan lunak mukosa
yang mengalami peradangan pada daerah ekstraksi tidak dipatuhinya
instruksi pasca ekstraksi oleh pasien tindakan pasien seperti
penekanan soket oleh lidah dan kebiasaan menghisap-hisap
kumur-kumur yang berlebihan memakan makanan yang keras pada daerah
ekstraksiYang pertama harus kita lakukan adalah tetap bersikap
tenang dan jangan panik. Berikan penjelasan pada pasien bahwa
segalanya akan dapat diatasi dan tidak perlu khawatir. Alveolar
oozing adalah normal pada 12-24 jam pasca ekstraksi gigi.
Penanganan awal yang kita lakukan ada