MEI 2017
MEI
2017
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara
Jalan Yos Sudarso No. 1, 97711, Ternate, Maluku Utara
Telepon: 0921 – 3121217 / 3121219
Faksimili: 0921 – 3124017
Email: [email protected]; [email protected]; [email protected]
KATA PENGANTAR
Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran. Pelaksanaan tugas pokok tersebut ditujukan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah.
Sejalan dengan undang-undang tersebut, keberadaan Kantor Bank Indonesia di
daerah merupakan bagian dari jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia yang berperan
sebagai pelaksana kebijakan Bank Indonesia dan tugas-tugas pendukung lainnya di daerah.
Sebagai jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia di bidang ekonomi dan moneter,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara berperan memberikan masukan
dengan menyusun dan menerbitkan suatu produk yaitu Kajian Ekonomi Regional yang pokok
bahasannya terdiri atas Perkembangan Ekonomi, Perkembangan Inflasi Regional, Kinerja
Perbankan dan Sistem Pembayaran Provinsi Maluku Utara dan Prospek Ekonomi. Kajian ini
diolah berdasarkan data dan informasi di daerah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan
kebijakan moneter Bank Indonesia dan diharapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi
bagi penentu kebijakan di daerah.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih menemui beberapa
kendala. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami senantiasa mengharapkan
kritik dan saran serta kerjasama dari semua pihak agar kualitas dan manfaat laporan ini
menjadi lebih baik di waktu yang akan datang.
Akhirnya, kepada pihak-pihak yang membantu tersusunnya laporan ini, kami
sampaikan penghargaan dan ucapkan terima kasih.
Ternate, 23 Mei 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI MALUKU UTARA
Dwi Tugas Waluyanto Kepala Perwakilan
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR GRAFIK v INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI MALUKU UTARA ix RINGKASAN EKSEKUTIF xi BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH 1 1.1 Kondisi Umum 2 1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan 3 1.3 Perkembangan Ekonomi dari Sisi Penawaran 9 BOKS Potensi dan Daya Saing Industri Perikanan Maluku Utara dalam
Menghadapi MEA 19
A. Peta Potensi dan Daya Saing Perikanan 19 B. Tantangan dan Posisi dalam Global Value Chain (GVC) 27 C. Dampak Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN 29 BAB II KEUANGAN PEMERINTAH 33 2.1 Struktur APBD 34 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 36 2.3 Realisasi Belanja APBD 38 2.4 Rekening Pemerintah 40 BAB III INFLASI DAERAH 43 3.1 Perkembangan Inflasi Triwulan I 2017 44 3.2 Tracking Perkembangan Inflasi Triwulan Berjalan 48 3.3 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara 50 BAB IV ANALISIS STABILITAS KEUANGAN DAERAH 53 4.1 Asesmen Sektor Rumah Tangga 54 4.2 Asesmen Sektor Korporasi 59 4.3 Asesmen Institusi Keuangan (Perbankan) 62 4.4 Pengembangan Akses Keuangan 68 BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 69 5.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 70 5.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai 72 BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 75 6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan 76 6.2 Tingkat Kesejahteraan Daerah 78 BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN 81 7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi 82 7.2 Outlook Inflasi Daerah 85
iv
DAFTAR TABEL
1
Tabel 1.1 Pertumbuhan dan Andil PDRB Sisi Penggunaan 4
BOKS
1 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 menurut Lapangan Usaha di Provinsi Maluku Utara
20
2 Produksi Perikanan Tangkap 21
3 Hasil Perhitungan Shift-Share Maluku Utara (dalam miliar rupiah) 23
4 Variabel yang digunakan dalam menentukan level kompetitif dari pada perusahaan perikanan di Provinsi Maluku Utara
25
5 Ekspansi Bisnis Perusahaan Perikanan di Provinsi Maluku Utara 26
6 Persepsi Perusahaan terhadap Dampak MEA 30
7 Strategi untuk Menghadapi MEA 31
2
Tabel 2.1 APBD Maluku Utara 2017 34
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan I 2017
38
Tabel 2.3 Realisasi Belanja APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan IV 2016
40
3
Tabel 3.1 Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Komoditas 44
4
Tabel 4.1 Alokasi Pendapatan Masyarakat per Kategori berdasarkan Penggunaan 57
Tabel 4.2 Jumlah Rekening Perbankan Masyarakat berdasarkan Kelompok Nilai 58
Tabel 4.3 Kondisi Likuiditas Korporasi 60
5
Tabel 5.1 Kegiatan Kas Keliling di Maluku Utara 71
Tabel 5.2 Perkembangan Cek BG Kosong di Maluku Utara 72
6
Tabel 6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara Agustus (ribu jiwa) 77
Tabel 6.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua 79
DAFTAR GAMBAR
Boks 1 Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia 22
DAFTAR GRAFIK
1 Grafik 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan pada Triwulan I 2017 4 Grafik 1.2 Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga 5 Grafik 1.3 Perkembangan Kredit Konsumsi Lokasi Proyek 5 Grafik 1.4 Perkembangan Indeks Keadaan Ekonomi Saat Ini 6 Grafik 1.5 Perkembangan Realisasi Pendapatan dan Belanja
Pemerintah Provinsi Maluku Utara per Triwulan 7
Grafik 1.6 Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri 8 Grafik 1.7 Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri 8 Grafik 1.8 Perkembangan Volume Impor Luar Negeri 8 Grafik 1.9 Perkembangan Nilai Impor Luar Negeri 8 Grafik 1.10 Perkembangan Ekspor Antar Provinsi Maluku Utara 9 Grafik 1.11 Perkembangan Impor Antar Provinsi Maluku Utara 9 Grafik 1.12 Andil Pertumbuhan Sektoral PDRB Sisi Penawaran Triwulan I 2017 10 Grafik 1.13 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran 10 Grafik 1.14 Struktur PDRB Sisi Penawaran 12 Grafik 1.15 Jumlah Tangkapan Ikan 13 Grafik 1.16 Perkembangan NTP Perikanan 13 Grafik 1.17 Indeks Pendapatan Rumah Tangga 14 Grafik 1.18 Tingkat Konsumsi Komoditi Makanan dan Non Makanan 14 Grafik 1.19 Saldo Bersih Realisasi Kinerja Pelaku Usaha Sektor Industri
Pengolahan
16 Grafik 1.20 Perkembangan Ekspor Maluku Utara 17 Grafik 1.21 Perkembangan APBD Provinsi Maluku Utara sisi Pendapatan 17 2 Grafik 2.1 Perubahan Struktur APBD Akun Pendapatan Tahun 2016 dan 2017 35 Grafik 2.2 Perubahan Struktur APBD Akun Belanja Tahun 2016 dan 2017 35 Grafik 2.3 Perkembangan Realisasi Pendapatan Tiap Triwulan 36 Grafik 2.4 Perbandingan Persentase Realisasi Pendapatan APBD Tahun
2016 dan Tahun 2017
37 Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Belanja Tiap Triwulan 38 Grafik 2.6 Perbandingan Persentase Realisasi Belanja APBD Tahun 2016 dan
Tahun 2017
39 Grafik 2.7 Perkembangan DPK Pemda di Perbankan Maluku Utara (dalam
miliar rupiah)
41
3 Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate dan Nasional 44 Grafik 3.2 Disagregasi Inflasi Maluku Utara 45 Grafik 3.3 Perkembangan Inflasi Rokok (yoy) 46 Grafik 3.4 Perkembangan Inflasi Tarif Listrik (yoy) 46 Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Angkutan Laut dan Udara 46 Grafik 3.6 Perkembangan Biaya Sandang 47 Grafik 3.7 Perkembangan Harga Makanan Jadi, Ikan Diawetkan, dan Bahan
Makanan Lainnya
47 Grafik 3.8 Perkembangan Harga Ikan Cakalang dan Ikan Ekor Kuning 47 Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Terkini Ternate 49
vi
Grafik 3.10 Perkembangan Harga Tarif Listrik 49 Grafik 3.11 Perkembangan Harga Cakalang/Sisik dan Cakalang Asap 49
4 Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga pada PDRB Maluku Utara 54
Grafik 4.2 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga pada PDRB Maluku Utara 55 Grafik 4.3 Ekspektasi Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi 6 Bulan
Mendatang
55 Grafik 4.4 Perkiraan Perkembangan Perubahan Harga dan Proyeksi Inflasi di
Maluku Utara
55 Grafik 4.5 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga di Maluku Utara 56 Grafik 4.6 Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan di Maluku
Utara
56 Grafik 4.7 Komposisi DPK Perseorangan di Maluku Utara 56
Grafik 4.8 Pangsa Kredit Perseorangan Berdasarkan Jenis Penggunaan 58
Grafik 4.9 Perkembangan Dunia Usaha per Sektor Ekonomi 59
Grafik 4.10 Perkembangan Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan 60
Grafik 4.11 NPL Kredit Korporasi 61
Grafik 4.12 NPL Kredit Korporasi per Kategori Debitur 61
Grafik 4.13 Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah) 62
Grafik 4.14 Perkembangan DPK (miliar rupiah) 63
Grafik 4.15 Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah) 64
Grafik 4.16 Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara 65
Grafik 4.17 Perkembangan NPL Perbankan di Malut 65
Grafik 4.18 Perkembangan Perbankan Syariah 66
Grafik 4.19 Perkembangan BPR/BPRS (juta rupiah) 67
5
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai di Maluku Utara 70
Grafik 5.2 Perkembangan Kliring di Maluku Utara 72
Grafik 5.3 Perkembangan Jumlah Agen LKD di Maluku Utara 73
6
Grafik 6.1 Perkembangan TPT dan TPAK Maluku Utara 76 Grafik 6.2 Jumlah Tenaga Kerja pada Lapangan Pekerjaan Utama di Maluku
Utara (ribu jiwa)
77 Grafik 6.3 Perkembangan NTP Maluku Utara 78 Grafik 6.4 NTP per Subsektor di Maluku Utara 78 Grafik 6.5 Perbandingan Gini Ratio Nasional 80 Grafik 6.6 Tingkat Kemiskinan Maluku Utara 80 7
Grafik 7.1 Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya 82
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN
PROVINSI MALUKU UTARA
A. Inflasi dan PDRB
Tw.1 % yoy Tw.2 % yoy Tw.3 % yoy Tw.4 % yoy Tw.1 % yoy
Indeks Harga Konsumen (Kota Ternate) 127,64 128,46 129,78 130,27 130,72
Laju Inflasi Tahunan (yoy %) 5,45 3,87 4,05 1,91 2,41
PDRB - harga konstan (juta Rp) 5176,39 5,17 5340,98 5,72 5478,46 5,61 5560,49 6,54 5566,50 7,54
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1190,82 1,09 1233,92 2,97 1265,61 5,40 1252,22 7,65 1266,50 6,36
Pertambangan dan Penggalian 489,14 -4,27 484,06 -9,85 519,82 0,95 530,49 7,60 545,80 11,58
Industri Pengolahan 301,81 9,88 304,86 10,61 334,22 23,04 320,59 17,11 346,10 14,67
Pengadaan Listrik dan Gas 5,70 31,98 6,11 29,90 5,73 24,99 5,81 3,29 5,90 3,54
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 4,76 7,17 4,97 8,63 4,90 4,48 5,01 3,09 5,10 7,04
Konstruksi 347,98 12,71 353,17 9,70 357,28 4,26 378,02 6,03 371,80 6,85
Perdagangan Besar dan Eceran, dan
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 944,43 6,30 971,30 6,89 1003,57 7,29 997,15 7,61 1012,00 7,15
Transportasi dan Pergudangan 297,15 7,79 308,53 7,59 321,31 9,90 322,72 10,07 325,60 9,57
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 24,57 16,59 24,17 11,34 24,92 14,12 25,46 9,12 26,60 8,24
Informasi dan Komunikasi 236,08 9,25 235,42 7,44 245,85 9,60 246,75 8,30 248,40 5,22
Jasa Keuangan dan Asuransi 161,29 10,25 167,68 19,82 166,77 10,96 175,84 11,21 167,80 4,04
Real Estate 6,33 9,68 6,40 9,76 6,52 8,05 6,60 4,97 6,80 7,35
Jasa Perusahaan 17,99 8,18 18,22 8,32 18,75 8,43 18,78 5,17 18,90 5,09
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 813,85 7,02 878,41 10,89 846,75 -1,79 914,57 -1,01 864,20 6,19
Jasa Pendidikan 179,37 8,35 182,20 6,58 191,07 4,38 193,34 3,31 190,20 6,04
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 110,55 5,22 116,45 8,80 119,23 5,62 120,67 5,12 118,50 7,19
Jasa lainnya 44,56 11,35 45,12 10,47 46,16 8,55 46,47 7,13 46,30 3,91
Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 6,90 436,85 0,15 -94,75 13,26 223,60 14,82 405,78 31,51 356,83
Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 11,31 331,42 0,01 -99,83 19,16 132,72 15,59 179,39 27,89 146,55
Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 69,91 235,93 64,33 540,20 71,79 2259,48 34,95 25,70 11,13 -84,07
Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 109,52 671,84 54,87 2306,36 164,69 889,10 57,93 34,22 16,87 -84,60
INDIKATOR2016 2017
B. Perbankan
C. Sistem Pembayaran
Tw.1 % yoy Tw.2 % yoy Tw.3 % yoy Tw.4 % yoy Tw.1 % yoy
PERBANKAN (berdasarkan lokasi bank)
Bank Umum:
Total Aset (Rp miliar) 8078,51 13,70 8252,50 10,92 8224,07 6,41 8461,06 4,20 8452,56 4,63
DPK (Rp miliar) 6501,46 13,20 6511,80 4,42 6248,34 -4,20 6306,79 1,24 6346,12 -2,39
- Tabungan 3425,44 14,13 3570,97 16,20 3531,98 4,75 3774,69 0,87 3569,27 4,20
- Giro 1671,90 12,55 1555,70 -15,30 1383,65 -19,09 989,57 -19,07 1323,88 -20,82
- Deposito 1404,12 11,76 1385,14 4,41 1332,71 -7,48 1542,53 21,99 1452,96 3,48
Kredit (Rp miliar) 5833,12 12,11 6094,95 12,29 6197,49 12,19 6405,98 12,67 6687,33 14,64
- Modal Kerja 1493,41 8,97 1614,79 10,81 1652,11 13,69 1663,31 12,91 1737,46 16,34
- Konsumsi 3867,20 14,77 4003,24 14,32 4074,35 13,02 4286,91 14,68 4467,70 15,53
- Investasi 472,50 2,09 476,91 1,69 471,03 1,11 455,77 -3,97 482,17 2,05
LDR 89,72 93,60 99,19 101,57 105,38
Kredit UMKM (Rp miliar) 1599,55 12,03 1714,24 12,80 1744,43 11,54 1751,19 8,47 1742,49 8,94
Kredit Mikro (Rp miliar) 463,05 30,27 496,82 34,04 494,31 32,86 491,42 17,65 883,49 90,80
Kredit Kecil (Rp miliar) 788,71 8,29 826,18 8,38 847,24 6,16 872,92 9,96 376,74 -52,23
Kredit Menengah (Rp miliar) 347,78 1,11 391,22 1,15 402,88 2,31 386,85 -4,00 358,29 3,02
NPL 1,91 1,86 1,97 1,66 1,77
INDIKATOR2016 2017
Tw.1 % yoy Tw.2 % yoy Tw.3 % yoy Tw.4 % yoy Tw.4 % yoy
SISTEM PEMBAYARAN
Inflow (Rp miliar) 351,77 5,96 187,12 15,66 486,62 25,38 237,28 90,39 307,28 -12,65
Outflow (Rp miliar) 160,92 -23,30 895,74 74,55 456,47 -45,11 737,04 -12,51 248,19 54,23
Volume Kliring (lembar) 5.190 1,15 5.160 0,58 4.676 -0,89 4.879 -4,93 4.722 -9,02
Nominal Kliring (Rp miliar) 260,46 13,07 246,12 3,99 244,49 3,05 245,41 -7,45 234,92 -9,81
Cek/BG Kosong (lembar) 23 -25,81 36 33,33 32 14,29 44 41,94 40 73,91
INDIKATOR2016 2017
xi
Ringkasan Eksekutif
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Ekonomi Maluku Utara pada triwulan I 2017 meningkat dibandingkan triwulan
IV 2016. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 7,54% (yoy) lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,54% (yoy). Dari sisi permintaan, akselerasi
pertumbuhan ekonomi triwulan I 2017 terutama didorong oleh membaiknya tingkat konsumsi
yang berasal dari dana pemerintah. Dari sisi penawaran, akselerasi pertumbuhan sektor
pertambangan, sektor konstruksi, dan sektor administrasi pemerintahan menjadi motor utama
penggerak pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017.
Memasuki triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara diperkirakan
melambat menjadi 6,2% – 6,6% (yoy). Dari sisi penawaran, perlambatan kinerja sektor
industri pengolahan, konstruksi, dan administrasi pemerintahan menjadi penyebab utamanya.
Adapun perekonomian Maluku Utara pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada
kisaran 6,6% - 7,0% (yoy) dengan kecenderungan bias ke atas.
Boks Daya Saing Perikanan
Potensi perikanan di Maluku Utara sudah terkenal sejak lama, hal ini dapat dilihat
dari banyaknya nelayan yang berasal dari luar Provinsi Maluku Utara, misalnya: nelayan
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Pulau Jawa, bahkan ada yang dari Filipina yang
menangkap hasil laut di provinsi ini. Namun, secara umum, daya saing perusahan
perikanan di Provinsi Maluku Utara masih rendah untuk keseluruhan aspek (market
share, profit, penggunaan teknologi, kualitas produk, pelayanan setelah penjualan, pendidikan
manajer, kesinambungan bahan baku, fasilitas pendukung di lokasi perusahaan, dan pekerja
profesional). Aspek kualitas produk dan pelayanan setelah penjualan merupakan dua aspek
yang memiliki nilai daya saing yang tinggi.
Keuangan Pemerintah
Pada triwulan I 2017, realisasi pendapatan pemerintah tumbuh 1,23% (yoy)
dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hal ini didorong oleh nilai realisasi
PAD yang mengalami peningkatan cukup signifikan.
xii
Sementara itu, dari sisi pengeluaran, terjadi penurunan realisasi belanja APBD
triwulan I 2017 yang hanya terealisasi sebesar 12,01%, dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya yang mampu mencapai 13,10%. Kendati demikian, nominal belanja
triwulan I 2017 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Inflasi Daerah
Inflasi Maluku Utara yang diwakili oleh inflasi Kota Ternate pada triwulan I 2017
tercatat sebesar 2,41% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi pada triwulan IV 2016
sebesar 1,91% (yoy). Dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, pencapaian
inflasi tercatat lebih rendah. Pada triwulan I 2016, inflasi tercatat sebesar 5,45% (yoy), jauh
lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan I 2017. Tekanan inflasi diperkirakan meningkat pada akhir triwulan berjalan. Pola musiman
cuaca yang diakibatkan oleh La Nina sedikit banyak akan mempengaruhi pasokan bahan
pangan. Selain itu, adanya bulan Ramadan dan hari raya Idul Fitri yang terjadi pada triwulan
II 2017 akan meningkatkan permintaan masyarakat. Dengan demikian, inflasi hingga akhir
triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 3,50% - 3,90% (yoy).
Analisis Stabilitas Keuangan Daerah
Meskipun konsumsi rumah tangga tumbuh melambat, ketahanan sektor rumah tangga
masih dalam level yang terjaga. Namun terdapa indikasi penurunan pendapatan masyarakat
sehingga menyebabkan pengurangan alokasi untuk tabungan. Adapun untuk Risiko kredit
dari sektor rumah tangga tercatat pada level yang rendah walaupun tidak sebaik kinerja
triwulan sebelumnya. Kinerja NPL pada sektor tersebut tercatat sebesar 0,64% lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,47%.
Sementara itu, stabilitas keuangan sektor korporasi masih tetap terjaga di tengah
melambatnya sektor UMKM. Risiko kredit sektor korporasi menunjukan penurunan kinerja
baik UMKM maupun non-UMKM namun masih dalam batas wajar. Namun demikian, terdapat
perbaikan kinerja di sektor perbankan syariah yang didorong oleh penambahan asset dan
pertumbuhan giro yang cukup signifikan. NPL sektor korporasi tercatat mengalami
penurunan dari 4,06% menjadi 4,35%.
xiii
Perkembangan Sistem Pembayaran
Dari sisi sistem pembayaran tunai, aliran uang kartal pada triwulan I 2017 di Maluku
Utara menunjukkan net-inflow (uang yang masuk lebih besar daripada jumlah uang yang
keluar dari khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara). Pada
triwulan I 2017, aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp307,28 miliar, sementara aliran
uang keluar (outflow) sebesar Rp248,19 miliar sehingga menghasilkan net-inflow sebesar
Rp59,10 miliar. Sementara itu, fasilitas kliring pada periode triwulan I 2017 tercatat
mengalami kontraksi 9,81% (yoy).
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kesejahteraan masyarakat Provinsi Maluku Utara terindikasi mengalami
peningkatan. Seiring perbaikan kondisi ekonomi Maluku Utara, penyerapan tenaga kerja juga
mengalami perbaikan. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya TPAK Februari 2017
menjadi 69,48%, dibanding periode Februari 2016 yang hanya sebesar 67,83%.
Pada triwulan laporan, juga tercatat bahwa NTP Maluku Utara lebih tinggi
daripada NTP Nasional, meski mengalami penurunan dibanding dengan NTP triwulan
sebelumnya. Namun demikian, NTP Maluku Utara masih terjaga di angka lebih besar dari
100, sehingga meskipun mengalami koreksi, kesejahteraan petani di Maluku Utara masih
terjaga.
Prospek Perekonomian
Perekonomian Maluku Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh
meningkat dari triwulan berjalan dan berada pada kisaran 6,9% - 7,3% (yoy) dengan
kecenderungan bias ke bawah. Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih akan
menjadi penggerak utama ekonomi Provinsi Maluku Utara pada triwulan mendatang, diikuti
oleh realisasi konsumsi pemerintah yang juga akan semakin meningkat. Sementara itu,
perbaikan produksi sektor meningkatnya produksi nikel yang disertai dengan rencana
relaksasi UU Minerba yang telah diimplementasi pada triwulan II 2017. Hal ini diperkirakan
akan berdampak pada meningkatnya ekspor baik antar daerah maupun luar negeri. Dengan
memperhatikan perkembangan terkini dan faktor-faktor risiko, diperkirakan
perekonomian Maluku Utara pada tahun 2017 akan tumbuh pada kisaran 6,6% - 7,0%
(yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada tahun 2016.
xiv
Tekanan inflasi kota Ternate pada triwulan III 2017 diperkirakan akan mengalami
peningkatan dibanding inflasi triwulan berjalan. Tren peningkatan harga minyak dunia
yang tengah berlangsung, ditengarai akan mendorong adanya penyesuian lanjutan terhadap
harga BBM di Indonesia. Pertamina dan Pemerintah akan melaksanakan evaluasi harga BBM
setiap tiga bulan sekali, dan diperkirakan evaluasi selanjutnya akan dilaksanakan pada
triwulan III 2017 mendatang. Dengan memperhatikan risiko-risiko tersebut, inflasi pada
triwulan III 2017 diperkirakan berada pada kisaran 3,6% - 4,0%. (yoy).
Perekonomian Maluku Utara pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 7,54% (yoy),
terakselerasi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang
sebesar 6,54% (yoy). Akselerasi pertumbuhan Maluku Utara dari sisi permintaan
terutama didorong oleh konsumsi yang berasal dari dana pemerintah.
Sementara pada triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara diperkirakan
hanya sebesar 6,6% (yoy), melambat dibanding triwulan I 2017. Perlambatan
ditengarai disebabkan oleh realisasi belanja pemerintah yang terhambat, yang
kemudian akan memberikan dampak ke melambatnya pertumbuhan beberapa
sektor antara lain sektor konstruksi, sektor jasa keuangan, serta administrasi
pemerintahan.
Pertumbuhan yoy
Triwulan I 2017
7,54%
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH
“Perekonomian Maluku Utara Tumbuh
Meningkat”
Pertumbuhan qtq
Triwulan I 2017
0,11%
2
1.1 Kondisi Umum
Ekonomi Maluku Utara pada triwulan I 2017 meningkat dibandingkan triwulan IV
2016. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 7,54% (yoy) lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,54% (yoy). Dari sisi permintaan,
akselerasi pertumbuhan ekonomi triwulan I 2017 terutama didorong oleh membaiknya tingkat
konsumsi yang berasal dari dana pemerintah.
Dari sisi penawaran, akselerasi pertumbuhan sektor pertambangan, sektor konstruksi,
dan sektor administrasi pemerintahan menjadi motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi
pada triwulan I 2017. Pada sektor pertambangan, dengan bertambahnya satu smelter
pengolahan nikel yang beroperasi di Maluku Utara dan rencana relaksasi UU Minerba,
khususnya terkait pemberian izin terbatas ekspor mineral mentah, mendorong perusahaan-
perusahaan tambang untuk meningkatkan target produksinya di triwulan I 2017. Berdasarkan
informasi dari hasil liaison, salah satu perusahaan tambang di Malut meningkatkan target
produksinya dari 1,6 juta ton/tahun menjadi hampir 10 juta ton/tahun. Sementara, pada sektor
konstruksi, pembangunan smelter di Pulau Obi yang terus berlangsung dan pembukaan akses
jalan baru di Pulau Halmahera, mendorong pertumbuhan pada sektor ini. Selanjutnya,
penyaluran dana BOS dan meningkatnya belanja rutin pemerintah daerah memberikan andil
yang cukup signifikan terhadap peningkatan pada sektor administrasi pemerintahan.
Memasuki triwulan II 2017, perekonomian Maluku Utara diperkirakan akan tumbuh lebih
lambat dibanding triwulan sebelumnya. Pertumbuhan perekonomian Maluku Utara diperkirakan
akan tumbuh pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Dari sisi penawaran, perlambatan kinerja sektor
industri pengolahan, konstruksi, dan administrasi pemerintahan menjadi penyebab utamanya.
Cuaca yang masih tak menentu, memberikan pengaruh terhadap perlambatan produksi industri
makanan dan minuman yang sangat mendominasi sektor industri pengolahan Maluku Utara.
Selain itu, tertundanya realisasi proyek pemerintah berdampak pada melambatnya
pertumbuhan sektor konstruksi. Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan konsumsi
masyarakat dan konsumsi pemerintah diperkirakan menjadi faktor penghambat akselerasi
pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada triwulan II 2017.
Di tengah tingginya pertumbuhan yang berlangsung, sampai dengan triwulan IV 2017,
Maluku Utara masih memiliki potensi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonominya.
Diberikannya izin ekspor nikel mentah, mulai beroperasinya dua pabrik smelter, peningkatan
rencana proyek pemerintah pusat di Maluku Utara, dan tren perbaikan perdagangan antar
3
daerah diperkirakan menjadi pendorong utama akselerasi pertumbuhan Maluku Utara.
Berdasarkan perkembangan ekonomi tersebut diatas, maka perekonomian Maluku Utara pada
tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,6% - 7,0% (yoy) dengan kecenderungan bias
ke atas.
1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan, akselerasi pertumbuhan ekonomi triwulan I 2017 bersumber dari
pertumbuhan ekspor luar negeri yang masih sangat tinggi serta meningkatnya konsumsi
pemerintah daerah Maluku Utara pada triwulan tersebut. Realisasi Konsumsi Pemerintah pada
triwulan I 2017 tercatat tumbuh 10,76% (yoy). Pertumbuhan ini terbilang cukup tinggi mengingat
pada triwulan sebelumnya sektor ini terkontraksi 0,76% (yoy).
Sementara itu, perdagangan luar negeri di Maluku Utara juga menunjukkan kinerja yang
semakin baik. Seiring dengan terus terjaganya produksi pabrik smelter di Maluku Utara, ekspor
Maluku Utara berada pada kondisi baik. Meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan pada
triwulan I 2017 ini, namun masih berada di tingkat yang sangat tinggi. Sedangkan, dari sisi
impor luar negeri terjadi kontraksi sebesar 76,70% (yoy). Perbaikan ini secara tidak langsung
mendorong pendapatan masyarakat yang kemudian menjadikan konsumsi masyarakat masih
berada pada tingkat pertumbuhan yang terjaga, yakni 4,50% (yoy).
Sejalan dengan tingkat pertumbuhan ekspor yang terjaga pada level yang tinggi, ekspor
luar negeri menjadi komponen dengan andil pertumbuhan yang paling besar di triwulan I 2017,
yakni 4,97% (yoy). Diikuti oleh pengeluaran konsumsi pemerintah yang tercatat 3,12% (yoy).
Kendati melambat dibandingkan triwulan IV-2016, konsumsi rumah tangga memberikan andil
sebesar 2,68% (yoy) dari pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada triwulan I 2017.
4
Tabel 1.1 Pertumbuhan dan Andil PDRB Sisi Penggunaan
Tw IV 2016 Tw I 2017 Tw IV 2016 Tw I 2017
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 4.82 4.50 2.82 2.68
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 3.08 6.96 0.04 0.09
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah -0.76 10.76 (0.29) 3.12
Pembentukan Modal Tetap Bruto 4.63 4.55 1.35 1.34
Perubahan Inventori -103.34 -111.03 2.66 (1.20)
Ekspor Luar Negeri 309.68 264.99 2.50 4.97
Impor Luar Negeri 20.32 -76.70 1.24 (8.49)
Net Ekspor Antar Daerah 6.58 107.81 (1.30) (11.95)
P D R B 6.54 7.54
KomponenPertumbuhan (%) Andil (%)
Struktur perekonomian Maluku Utara dari sisi permintaan pada triwulan I 2017 masih
didominasi oleh konsumsi, khususnya konsumsi rumah tangga yang mengalami peningkatan
pangsa dari 57,57% menjadi 58.24%. Pangsa terbesar kedua berasal dari konsumsi pemerintah
yang menunjukkan penurunan dari 38,68% menjadi 31,74% dari keseluruhan PDRB Maluku
Utara. Sementara itu pangsa komponen investasi (PMTB) adalah sebesar 27,86%, tidak
banyak berubah dari pangsanya pada triwulan IV-2016 yang sebesar 27,78%. Selanjutnya,
pangsa ekspor luar negeri Maluku Utara meningkat dari 2,77% pada triwulan IV 2016 menjadi
5,68% di triwulan I 2017. Sementara, pangsa impor luar negeri menunjukkan penurunan
pangsa dari 6,36% pada triwulan sebelumnya, menjadi 2,24% pada triwulan I 2017. Lebih jauh
lagi, net impor antar daerah tercatat meningkat pangsanya menjadi 22,35%, yang menjadi
pangsa negatif bagi struktur perekonomian Maluku Utara.
Grafik 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan pada Triwulan I 2017
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
5
1.2.1 Konsumsi Masyarakat dan LNPRT
Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2017 tercatat masih cukup tinggi meski
melambat, dari 4,82% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,50% (yoy) pada triwulan I 2017.
Sementara itu, konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) pada
triwulan I 2017 tumbuh 6,96% (yoy), terakselerasi dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 3,08% (yoy). Dengan kondisi pertumbuhan yang demikian, konsumsi masyarakat
memberikan andil sebesar 2,77% pada pertumbuhan ekonomi Maluku Utara.
Grafik 1.2 Perkembangan Pendapatan Rumah
Tangga
Grafik 1.3 Perkembangan Kredit Konsumsi Lokasi
Proyek
Konsumsi rumah tangga yang melambat dari triwulan IV 2016 sejalan dengan
menurunnya indeks pendapatan rumah tangga. Berdasarkan rilis BPS Provinsi Maluku Utara,
pendapatan rumah tangga terkoreksi dari 105,14 pada triwulan sebelumnya, menjadi 93,67
pada triwulan I 2017. Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, Indeks
Keadaan Ekonomi Saat Ini (IKE) pada triwulan I 2017 menunjukkan adanya penurunan dari
117,0 pada triwulan IV 2016 menjadi 114,4 di triwulan I 2017. Pelemahan kondisi ekonomi
masyarakat merupakan dampak dari turunnya indeks penghasilan dari 137,0 di triwulan IV 2016
menjadi 133,3 di triwulan I 2017.
Meski menurun, indeks keadaan ekonomi saat ini pada triwulan I 2017 masih
menunjukkan optimisme masyarakat yang tinggi dengan indeks jauh di atas 100 yakni 114,4.
Hal ini juga sejalan dengan perkembangan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang
pertumbuhannya masih cukup terjaga di tingkat 4,50% (yoy). Terjaganya ekspor pada tingkat
yang tinggi dan juga didorong tumbuhnya beberapa sektor pendukung lain diperkirakan akan
mendorong kegiatan ekonomi di tengah masyarakat ke depannya.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : LBU, diolah
6
Grafik 1.4 Perkembangan Indeks Keadaan Ekonomi Saat Ini
Pada triwulan berjalan, konsumsi masyarakat diperkirakan akan meningkat. Datangnya
bulan Ramadhan dan perayaan Hari Raya Idul Fitri di triwulan II 2017 akan mendorong
konsumsi masyarakat. Hal ini sejalan dengan indeks tendensi konsumen mendatang yang
meningkat menjadi 112,42, didorong oleh optimisme pendapatan mendatang dan rencana
pembelian barang tahan lama yang masing-masing memiliki indeks 115,18 dan 107,58.
1.2.2 Pengeluaran Pemerintah
Pertumbuhan pada sektor konsumsi pemerintah tercatat mengalami peningkatan
dibanding triwulan sebelumnya. Pengeluaran konsumsi pemerintah tumbuh 10,76% (yoy) atau
memberikan andil pertumbuhan pada triwulan I 2017 sebesar 3,12% (yoy). Angka ini
menunjukkan pertumbuhan signifikan setelah pada triwulan IV 2016 terkontraksi sebesar 0,76%
(yoy). Terlambatnya pengesahan APBD 2017 di Pemerintah Provinsi Maluku Utara serta
adanya baseline effect dari tingginya realisasi anggaran pada triwulan I 2016 merupakan faktor
penghambat dalam realisasi anggaran sehingga pertumbuhannya tidak setinggi periode yang
sama di tahun sebelumnya. Namun demikian, lebih cepatnya penyaluran dana perimbangan
dari Pemerintah Pusat serta gencarnya realisasi belanja pada triwulan I 2017, utamanya belanja
operasional dan belanja hibah, menjadi pendorong tingginya realisasi konsumsi pemerintah.
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia
7
Pada triwulan berjalan, diperkirakan pertumbuhan konsumsi pemerintah akan melambat.
Kegiatan pemerintah daerah yang cenderung dikurangi selama bulan Ramadhan dan beberapa
waktu setelah Lebaran, ditengarai akan memicu perlambatan tersebut. Akselerasi belanja
pemerintah akan kembali meningkat pada periode triwulan III dan IV 2017.
1.2.3 Kegiatan Ekspor – Impor
Komponen ekspor luar negeri dalam PDRB tercatat masih memiliki pertumbuhan yang
cukup tinggi meskipun mengalami perlambatan. Ekspor luar negeri tercatat sebesar 264,99%
(yoy) pada triwulan I 2017, lebih rendah dibanding triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar
309,68% (yoy). Perlambatan disebabkan oleh produksi ferronickel pada triwulan I 2017 lebih
rendah dibanding periode sebelumnya, sehingga volume ekspor pada triwulan I 2017 ini
berkurang. Namun demikian, pangsa ekspor luar negeri dalam PDRB tercatat semakin
meningkat dari 2,77% menjadi 5,68% pada triwulan I 2017. Hal tersebut menyebabkan
komponen ekspor memiliki andil paling tinggi dalam pertumbuhan ekonomi Maluku Utara dari
sisi permintaan, yakni 4,97% (yoy).
Di lain sisi, impor luar negeri tercatat terkontraksi sebesar 76,70% (yoy) setelah pada
triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 20,32% (yoy). Berdasarkan data BPS Provinsi Maluku
Utara, komoditas impor luar negeri masih didominasi oleh barang modal/bahan baku yang
terutama digunakan untuk penyelesaian pembangunan smelter dan pembangkit listrik. Proyek
pembangunan smelter di Pulau Obi, dan pembangunan pembangkit listrik di Pulau Morotai dan
Grafik 1.5 Perkembangan Realisasi Pendapatan dan Belanja
Pemerintah Provinsi Maluku Utara per Triwulan
8
Pulau Halmahera yang sudah memasuki tahap finalisasi menyebabkan terkontraksinya impor
barang modal/bahan baku proyek tersebut.
Grafik 1.6 Perkembangan Volume Ekspor Luar
Negeri
Grafik 1.7 Perkembangan Nilai Ekspor Luar
Negeri
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.8 Perkembangan Volume Impor Luar
Negeri
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.9 Perkembangan Nilai Impor Luar Negeri
Ditilik dari sisi perdagangan antar daerah, seiring dengan turunnya produksi sektor
pertanian dan sektor industri pengolahan untuk memenuhi permintaan masyarakat yang
cenderung meningkat, pertumbuhan impor antar daerah cenderung mengalami peningkatan.
Pada triwulan I 2017 tercatat impor antar provinsi mengalami peningkatan pertumbuhan.
Kondisi yang demikian, menyebabkan secara keseluruhan Maluku Utara tercatat mengalami
net-impor antar daerah. Net-impor tercatat tumbuh 107,81% (yoy) pada triwulan I 2017, setelah
sebelumnya tumbuh 6,58% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
9
Grafik 1.10 Perkembangan Ekspor Antar Provinsi
Maluku Utara Grafik 1.11 Perkembangan Impor Antar Provinsi
Maluku Utara
Dengan demikian, neraca perdagangan Maluku Utara secara keseluruhan (antar daerah
dan luar negeri) pada triwulan I 2017 mengalami net-impor sebesar Rp971,76 juta. Secara
tahunan, net-impor mengalami kontraksi sebesar 7,44% (yoy).
Pada triwulan berjalan, net impor diperkirakan semakin melambat, seiring implementasi
relaksasi UU Minerba dan peningkatan produksi smelter yang diperkirakan akan meningkatkan
ekspor Maluku Utara secara cukup signifikan. Selain itu, peningkatan produksi tanaman pangan
lokal dan penguatan kerjasama antar daerah di wilayah Maluku Utara, diperkirakan akan
semakin mengurangi ketergantungan provinsi ini terhadap produk impor dari provinsi lain.
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran
Pada triwulan I 2017, akselerasi pertumbuhan perekonomian Maluku Utara, dari sisi
penawaran, terutama didorong oleh tingginya andil pertumbuhan pada sektor pertanian, sektor
pertambangan, dan sektor perdagangan. Sektor-sektor utama tersebut tercatat mengalami
pertumbuhan yang cukup signifikan, sektor pertanian sebagai sektor dengan pangsa terbesar
tercatat tumbuh 6,36% (yoy) pada triwulan I 2017. Selain itu, peningkatan produksi perusahaan-
perusahaan tambang juga mendorong peningkatan pertumbuhan sektor pertambangan secara
cukup signifikan, yakni menjadi 11,58% (yoy) pada triwulan I 2017. Lebih jauh lagi, sektor
perdagangan menunjukkan kinerja yang baik seiring tumbuhnya konsumsi masyarakat, sektor
ini tumbuh 7,15% (yoy) pada triwulan I 2017.
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
10
Grafik 1.12 Andil Pertumbuhan Sektoral PDRB Sisi Penawaran Triwulan I 2017
Grafik 1.13 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran
Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada triwulan I 2017 ini terbilang tinggi dibanding
dengan periode-periode sebelumnya. Berdasarkan andilnya, pada triwulan I 2017 ini, sektor
pertanian memberikan andil sebesar 1,46% (yoy) pada pertumbuhan ekonomi Maluku Utara
yang tercatat 7,54% (yoy), atau pangsa andilnya sebesar 19,41% dari pertumbuhan Maluku
Utara. Selanjutnya, sektor perdagangan besar dan eceran memberikan andil kedua terbesar
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
11
dengan nilai sebesar 1,30% (yoy) atau 17,31% dari total pertumbuhan. Andil terbesar ketiga
diberikan oleh sektor pertambangan yang mulai aktif kembali, yakni sebesar 1,09% (yoy).
Pada sektor pertanian, dominasi sektor ini yang masih besar secara langsung
memberikan dampak terhadap andilnya. Meskipun secara mengalami perlambatan, namun
pertumbuhannya masih cukup tinggi. Pertumbuhan tersebut disumbang oleh terjaganya
produksi rempah-rempah, kakao, dan kopra. Disamping itu, produksi komoditas hortikultura
seperti cabai dan bawang juga masih terjaga hingga masih dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat di Maluku Utara. Sementara pada sektor perdagangan besar dan eceran,
pertumbuhannya juga masih terjaga tinggi. Tingkat konsumsi masyarakat Maluku Utara yang
terus berada pada level yang tinggi dan permintaan terhadap barang-barang baru pada awal
tahun lalu ditengarai yang menyebabkan terjaganya pertumbuhan sektor ini pada tingkat yang
tinggi.
Sementara pada sektor pertambangan, pertumbuhannya juga tercatat cukup signifikan
dan memiliki andil yang jauh lebih tinggi dibanding periode-periode sebelumnya. Hal ini
ditengarai didorong oleh mulai beroperasinya smelter di Pulau Obi dan lokasi lainnya di Maluku
Utara sehingga mampu mendorong naiknya sektor pertambangan yang memiliki multiplier effect
cukup luas di Maluku Utara. Namun demikian, sebagaimana yang terjadi pada saat
implementasi UU Minerba di awal tahun 2014, tidak aktifnya sektor pertambangan
menyebabkan aktivitas ekonomi di Maluku Utara menjadi sedikit menurun. Untuk memitigasi
risiko kerentanan tersebut, pemerintah daerah perlu merancang strategi pembangunan ekonomi
Maluku Utara yang lebih berkesinambungan
Di luar sektor-sektor utama yang memiliki pangsa besar, sektor lain yang juga cukup
berdampak signifikan di Maluku Utara juga mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Sektor
administrasi pemerintahan menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 6,19% (yoy) pada
triwulan I 2017 setelah pada triwulan sebelumnya terkontraksi 1,01% (yoy) akibat permasalahan
fiskal yang terjadi secara nasional. Sektor konstruksi juga tercatat tumbuh semakin tinggi dari
6,03% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 6,84% (yoy) pada triwulan I 2017, seiring dengan
tingginya kinerja konsumsi pemerintah. Sementara itu, sektor industri pengolahan tumbuh
melambat dari 17,11% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 14,68% (yoy) di triwulan pertama
2017.
Seiring peningkatan promosi pariwisata Maluku Utara dan penetapan Morotai sebagai
10 Destinasi Pariwisata Prioritas, sektor transportasi dan sektor akomodasi dan makanan
12
minuman memiliki potensi untuk terus dioptimalkan pertumbuhannya. Invetasi di sektor ini
tercatat sedang dalam tren meningkat, adanya pembangunan beberapa resort di Pulau Morotai,
Pulau Widi, dan rencana pembukaan beberapa rute penerbangan baru, dapat menjadi pemicu
awal akselerasi sektor ini. Selain itu, sektor industri pengolahan juga perlu untuk terus didorong
melalu promosi-promosi investasi, pada tahun 2016 lalu sudah ada investasi dari untuk pabrik
pengepakan semen, pabrik smelter, dan pabrik pengolahan bijih besi. Pada tahun 2017,
diharapkan adanya promosi investasi yang lebih gencar dan dibarengi dengan peningkatan
efisiensi pengurusan izin investasi akan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Maluku
Utara secara lebih baik dan lebih stabil.
Di tengah pembangunan ekonomi yang terus berlangsung di Maluku Utara yang disertai
berbagai fluktuasi pertumbuhan sektoral, secara umum struktur perekonomian Maluku Utara
pada triwulan I 2017 tidak banyak mengalami perubahan. Sektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan masih mendominasi dengan pangsa sebesar 24,64% dari total PDRB. Disusul oleh
sektor perdagangan besar dan eceran dengan pangsa sebesar 17,70% dari total PDRB.
Sementara itu, sektor administrasi pemerintah yang triwulan I 2017 tumbuh signifikan memiliki
pangsa sebesar 15,62%. Sedangkan sektor pertambangan yang menunjukkan pertumbuhan
yang positif selama beberapa triwulan terakhir memiliki pangsa sebesar 9,08%, lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang hanya 8,72%. Sementara akumulasi dari sektor-sektor lainnya
pangsanya hanya sebesar 32,97% dengan struktur yang juga tidak banyak bergeser.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.14 Struktur PDRB Sisi Penawaran
13
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pada triwulan I 2017, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh sebesar
6,36% (yoy) sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,65%
(yoy). Perlambatan ini ditengarai didorong oleh masih berlangsungnya efek dari fenomena La
Nina sehingga hasil panen ikan, hortikultura, dan perkebunan rakyat sedikit terganggu. Namun
demikian, secara jumlah masih menunjukkan hasil yang baik sehingga pertumbuhan pada
sektor ini masih terbilang tinggi. Masih tingginya pertumbuhan sektor ini tidak lepas dari
penjadwalan masa tanam yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang menyebabkan masa
panen yang tidak bersamaan di tiap daerah sehingga petani dari masing-masing daerah dapat
menikmati harga yang optimal dan masyarakat mendapat pasokan dan harga yang lebih stabil.
Sumber: PPN Ternate, diolah
Sumber: BPS Maluku Utara
Grafik 1.15 Jumlah Tangkapan Ikan Grafik 1.16 Perkembangan NTP Subsektor
Perikanan
Berdasarkan data PPN Ternate, hasil tangkapan ikan selama triwulan I 2017 masih
menunjukkan perbaikan pasca terkontraksi cukup dalam pertumbuhannya. Pada triwulan I 2017
tercatat hasil tangkapan ikan sebanyak 2.070 ton atau tumbuh 11,93% (yoy), jauh membaik dari
triwulan sebelumnya yang kontraksi sebesar 8,19% (yoy). Sehingga subsektor ini memberikan
sumbangan yang cukup besar pada pertumbuhan sektor pertanian. Selain itu, perkembangan
NTP subsektor Perikanan juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pendapatan nelayan pada triwulan I 2017 ini mengalami peningkatan,
yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah tangkapan atau meningkatnya harga jual ikan yang
diperoleh.
14
Pada triwulan berjalan, pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan akan cenderung
meningkat. Hal ini seiring dengan keadaan cuaca yang semakin membaik dan mulai memasuki
masa panen menjelang bulan Ramadhan.
1.3.2 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh
sebesar 7,15% (yoy) pada triwulan I 2017, sedikit melambat dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang mencapai 7,61% (yoy). Berakhirnya periode liburan akhir tahun memberikan
dampak pada perlambatan pertumbuhan sektor ini dibanding periode sebelumnya. Namun
demikian, pola kebiasaan masyarakat untuk memperbaharui perabot rumah tangga dan
beberapa barang rumah tangga dengan barang baru di awal tahun ditengarai menjadi penahan
perlambatan pertumbuhan sektor ini. Di samping itu, adanya peningkatan produksi komoditas
ekspor dari sektor pertambangan juga memacu aktivitas perdagangan sehingga pertumbuhan
di sektor ini tetap terjaga.
Sumber: BPS Maluku Utara, diolah
Sumber: BPS Maluku Utara, diolah
Grafik 1.17 Indeks Pendapatan Rumah Tangga Grafik 1.18 Tingkat Konsumsi Komoditi Makanan
dan Bukan Makanan
Pada triwulan I 2017, pendapatan masyarakat relatif menurun. Hal ini terpantau dari
indeks pendapatan rumah tangga yang tercatat menurun dari 105,14 di triwulan IV 2016
menjadi 93,67 di triwulan I 2017. Meski begitu, tingkat konsumsi rumah tangga tetap
menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari tingkat konsumsi komoditi makanan dan bukan
makan yang meningkat menjadi 112,26 pada triwulan I 2017. Tingginya konsumsi masyarakat
mampu menopang pertumbuhan sektor perdagangan sehingga tetap tinggi pada triwulan I
2017.
15
Sektor perdagangan besar dan eceran, menjadi salah satu sektor yang terus
berkembang di Maluku Utara. Peningkatan pendapatan masyarakat secara umum dan semakin
meningkatnya masyarakat berpendapatan menengah mendorong tumbuhnya pusat-pusat
perbelanjaan baru dan memicu peningkatan penjualan para pelaku usaha di sektor ini. Selain
itu, produktivitas perkebunan rakyat yang menghasilkan kelapa, cengkih, dan pala juga masih
terjaga dengan baik, sehingga perdagangan antar wilayah tumbuh dengan baik. Terlebih lagi
sektor pertambangan yang pernah memberikan sumbangsih besar pada ekonomi Maluku Utara
kembali bangkit sehingga konsumsi masyarakat akan semakin tinggi dan mampu mendorong
pertumbuhan sektor perdagangan.
Sektor perdagangan diperkirakan akan meningkat pada triwulan II 2017, seiring dengan
meningkatnya kegiatan ekonomi masyarakat pada bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Hasil survei konsumen menunjukkan memperkuat perkiraan tersebut, dimana indeks ekspektasi
pengeluaran 3 bulan mendatang tercatat sebesar 155,0, dapat dibilang sangat optimis.
1.3.3 Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan pada triwulan I 2017 tumbuh semakin tinggi menjadi sebesar
11,58% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 7,60% (yoy). Pertumbuhan utamanya
didorong oleh peningkatan produksi nikel salah satu perusahaan tambang terbesar di Maluku
Utara sebagai respon dari membaiknya harga nikel global dan penyerapan nikel dalam negeri
yang cukup tinggi. Selain itu, relaksasi UU Minerba memungkinkan dilakukannya ekspor nikel
mentah dalam jumlah terbatas. Salah satu perusahaan tambang terbesar di Maluku Utara telah
mendapatkan izin untuk melakukan ekspor nikel ke luar negeri.
Perkembangan harga komoditas dunia dan relaksasi UU Minerba, utamanya pada
komoditas nikel, mendorong optimalisasi produksi perusahaan tambang di Maluku Utara. Pada
triwulan I 2017, tercatat Maluku Utara melakukan dua kali ekspor, yakni pada bulan Januari dan
Maret, dimana komoditas utama yang diekspor adalah hasil olahan nikel, yakni nickel pig iron
dan ferronickel. Pada triwulan II 2017, produksi perusahaan tambang diperkirakan akan
cenderung meningkat pertumbuhannya, meski tidak setinggi pada triwulan I 2017.
Perlambatannya diperkirakan akan sangat tipis, sebab perusahaan tambang juga masih
melakukan produksi untuk memenuhi target yang akan dipergunakan untuk ekspor konsentrat
mentah juga untuk diolah di pabrik smelter.
16
1.3.4 Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Lainnya
Sektor industri pengolahan tercatat semakin melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan I 2017, sektor ini tercatat tumbuh sebesar 14,68% (yoy), lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-2016 sebesar 17,11% (yoy). Perlambatan yang
terjadi selama dua triwulan ke belakang disebabkan oleh adanya relaksasi UU Minerba
sehingga nikel yang diproduksi oleh perusahaan tambang diekspor dengan izin khusus dalam
bentuk mentah sehingga pengolahan nikel di smelter yang telah dibangun di Pulau Gebe
menurun.
Hal tersebut menyebabkan perusahaan tambang menahan persediaan bahan galian
mereka untuk tidak segera diolah, mesti secara kapasitas produksi mereka mengalami
peningkatan. Hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) juga menunjukan hasil yang searah,
saldo bersih kinerja usaha sektor industri pengolahan tercatat mengalami penurunan dari 4,23%
di triwulan IV 2016 menjadi -6,04% di triwulan I 2017.
Sumber: SKDU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.19 Saldo Bersih Realisasi Kinerja Pelaku Usaha Sektor Industri Pengolahan
Pada triwulan berjalan, sektor industri pengolahan diperkirakan akan mengalami
perlambatan. Pasca dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang
Perubahan Keempat Atas PP No.23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara pada awal Januari 2017, diperkirakan produksi bijih nikel dari perusahaa-
perusahaan tambang akan cenderung langsung diekspor guna memanfaatkan peluang yang
ada dan mengejar peningkatan pendapatan ditengah prediksi adanya peningkatan konsumsi
nikel dunia. Hal ini juga sejalan dengan hasil SKDU Bank Indonesia yang menunjukkan
perkiraan usaha pada industri pengolahan tercatat -3,02%.
17
Menilik progress pembangunan smelter di Maluku Utara yang total mencapai 9
perusahaan yang telah mengantongi izin. Diperkirakan multiplier effect dari operasionalisasi
smelter tersebut baru akan dapat semakin dirasakan pada tahun 2017 dan setelahnya. Hal
tersebut mempertimbangkan pula rencana beroperasinya smelter di Pulau Obi selambatnya
pada triwulan II 2017.
Sumber: BPS Prov. Maluku Utara, diolah
Sumber: Biro Keuangan Prov. Maluku Utara, diolah
Grafik 1.20 Perkembangan Ekspor Maluku Utara Grafik 1.21 Perkembangan APBD Provinsi Maluku
Utara sisi Pendapatan
Sektor administrasi pemerintahan menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, yakni
6,19% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya sempat terkontraksi 1,01% (yoy). Realisasi
PAD dan penerimaan dana perimbangan yang sesuai dengan target menyebabkan APBD
Provinsi berada dalam posisi yang positif. Selain itu, adanya dana bagi hasil dari perusahaan
tambang yang beroperasi dengan normal juga mendorong tumbuhnya sektor ini.
Di lain sisi, sektor transportasi dan pergudangan menunjukkan perlambatan dari 10,07%
(yoy) di triwulan IV-2016 menjadi 9,58% (yoy) pada triwulan pertama 2017. Melambatnya
pertumbuhan sektor transportasi dikarenakan berakhirnya liburan akhir tahun pada awal
triwulan pertama 2017. Dibukanya beberapa rute penerbangan baru baik menuju maupun
keluar Ternate dan penambahan armada penyeberangan, mendorong peningkatan
pertumbuhan sektor ini.
18
19
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
Potensi dan Daya Saing Industri Perikanan
Maluku Utara dalam Menghadapi MEA
A. PETA POTENSI DAN DAYA SAING PERIKANAN
1. Potensi
Maluku Utara merupakan salah satu provinsi kepulauan di Indonesia yang memiliki
luas daratan 31.982,50 km2 yang terdiri dari delapan kabupaten (Halmahera Barat,
Halmahera Tengah, Halmahera Selatan, Halmahera Utara, Halmahera Timur, Kepulauan
Sula, Pulau Morotai, Pulau Taliabu) dan dua kota (Kota Ternate dan Kota Tidore
Kepulauan). Halmahera Selatan merupakan wilayah terluas (25,48%) dan Kota Ternate
merupakan wilayah dengan luasan yang terkecil (0,35%).
Tahun 2015, jumlah penduduk di Provinsi Maluku Utara mencapai 1.162.345 dengan
tingkat kepadatan penduduk sebesar 36 jiwa/km2. Kota Ternate adalah kota terpadat di
provinsi ini dengan tingkat kepadatan sebesar 1.912 jiwa/km2. Sedangkan Kabupaten
Halmahera Timur memiliki tingkat kepadatan terendah yaitu 12,96 jiwa/km2. Kabupaten
Halmahera Selatan merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 219.836
jiwa. Sedangkan wilayah dengan penduduk yang paling sedikit adalah Kabupaten
Halmahera Tengah sebanyak 49.807 jiwa.
Lapangan pekerjaan utama penduduk di Provinsi Maluku Utara adalah sektor
pertanian (pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan) yang mencapai 50,23%.
Sektor jasa merupakan sektor kedua yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar, yaitu
17,56%. Berdasarkan kabupaten/kota, Halmahera Selatan merupakan wilayah tertinggi
dengan persentase jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja, yaitu 95,97%
dari total angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja terbesar berada di Halmahera Tengah yaitu
95.761 orang atau 18,65% dari total angkatan kerja di Provinsi Maluku Utara. Rata-rata
pendidikan tertinggi dari tenaga kerja adalah sekolah dasar atau sederajat (26,01%).
Ditilik dari sisi pertumbuhan ekonominya, selama tiga tahun terakhir Provinsi Maluku
Utara mengalami peningkatan sebesar 5,00% dari 5,48% pada tahun 2014 menjadi 5,77%
pada tahun 2016. Faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi di provinsi ini
yaitu peningkatan pengeluaran konsumsi rumah tangga (5,35%). Kondisi ini memperlihatkan
bahwa kebijakan makro ekonomi yang diambil oleh pemerintah harus memperhatikan
secara terperinci pola konsumsi rumah tangga di provinsi ini. Pada sisi lain, sisi konsumsi
merupakan penyumbang terbesar dalam peningkatan inflasi di wilayah ini terutama pada
saat bulan terang (waktu di mana suplai ikan di pasar menjadi berkurang) dan pada waktu
hari raya (Idul Fitri).
20
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
Kecenderungan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara dalam kurun waktu
lima tahun terakhir (2012-2016) menunjukkan penurunan. Hal ini disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain: (1) proses produksi sektor pertanian yang masih tradisional; dan (2) masih
tergantung pada komoditas mentah termasuk bahan tambang. Proses pengolahan bahan
mentah menjadi bahan setengah jadi dan bahan jadi untuk semua sektor, terutama sektor
perikanan, belum tersedia di wilayah ini. Kondisi ini menyebabkan nilai tambah yang
diterima dari siklus produksi suatu komoditas adalah yang terendah. Selain itu, penggunaan
teknologi yang sifatnya tradisional dalam proses pengambilan bahan baku (misalnya sektor
perikanan) menyebabkan produktivitas tenaga kerja menjadi rendah.
Tabel 1. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 menurut Lapangan
Usaha di Provinsi Maluku Utara
Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015 2016
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,47% 3,54% 3,02% 1,67% 4,27%
Pertambangan dan Penggalian 3,13% 2,80% -12,82% 6,38% -1,57%
Industri Pengolahan 3,25% 6,48% 10,20% 3,91% 15,14%
Pengadaan Listrik dan Gas 9,51% 4,15% 30,73% 23,39% 21,41%
Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah dan Daur Ulang
6,43% 5,18% 13,19% 6,93% 5,78%
Konstruksi 14,04% 3,88% 6,07% 10,15% 8,01%
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
9,83% 12,81% 12,25% 8,39% 7,03%
Transportasi dan Pergudangan 7,69% 6,44% 9,47% 7,52% 8,86%
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,15% 4,80% 9,92% 3,54% 12,70%
Informasi dan Komunikasi 8,38% 9,21% 12,24% 9,13% 8,65%
Jasa Keuangan dan Asuransi 13,65% 8,51% 4,64% 10,38% 12,94%
Real Estate 7,24% 4,69% 6,92% 7,31% 8,05%
Jasa Perusahaan 6,60% 9,12% 6,45% 5,34% 7,49%
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
5,59% 7,26% 10,65% 6,83% 3,44%
Jasa Pendidikan 5,64% 4,42% 6,97% 7,19% 5,56%
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6,70% 10,41% 9,32% 6,35% 6,17%
Jasa lainnya 6,16% 5,24% 6,71% 8,99% 9,33%
PDRB 6,98% 6,36% 5,49% 6,10% 5,77%
Pembangunan ekonomi di provinsi ini sebagian besar ditopang oleh sektor pertanian.
Hal ini dapat dilihat dari dua indikator utama, yaitu: jumlah tenaga kerja yang bekerja per
sektor dan sumbangan sektor terhadap PDRB. Aspek tenaga kerja menunjukkan bahwa
sektor pertanian menguasai lebih dari setengah pangsa pasar tenaga kerja di provinsi ini.
Sedangkan pada aspek sumbangsih sektor terhadap PDRB menunjukkan bahwa sektor
pertanian mampu memberikan sumbangan sebesar 24,84%. Namun, distribusi persentase
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
21
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
PDRB menurut lapangan usaha menunjukkan bahwa pangsa sektor pertanian terus
mengalami penurunan dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2012-2016) sebesar 1,12%.
Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu provinsi kepulauan dimana persentase
luas laut (69,08%) lebih besar dari luas daratan (30,92%). Walaupun demikian, provinsi ini
dikenal dengan komoditas yang ada di daratannya yaitu kopra dan cengkih sejak
pemerintahan Hindia Belanda. Potensi sumberdaya ikan (standing stock) mencapai
1.035.230 ton per tahun dengan potensi lestari (maximum sustainable yield) sebesar
517.000 ton per tahun. Pemanfaatan terhadap potensi perikanan yang ada di provinsi
ini baru mencapai 29,31% pada tahun 2014.
Perairan Maluku Utara merupakan alur migrasi ikan pelagis besar, misalnya:
cakalang, tuna mata besar, tuna sirip biru, tongkol, dan tuna skipjack. Potensi per tahun dari
ikan pelagis besar adalah 106.510 ton dengan produksi saat ini 37.460 ton, artinya,
pemanfaatan potensi hanya 35,17%. Selain ikan pelagis besar, perairan Maluku Utara juga
memproduksi ikan pelagis kecil dan demersal. Pemanfaatan ikan pelagis kecil baru
mencapai 31,48% sedangkan demersal mencapai 38,33%. Kondisi ini menunjukkan bahwa
potensi pengembangan sektor perikanan laut di kawasan ini masih sangat besar.
Peningkatan teknologi tangkap dan jumlah armada tangkap merupakan solusi yang dapat
dikembangkan dalam mengoptimalkan potensi perikanan yang ada. Sebagian besar
nelayan di wilayah ini masih menggunakan teknologi tangkap tradisional, misalnya:
menggunakan armada tangkap yang berukuran kecil (<5 GT). Jumlah armada perikanan
yang saat ini ada sebanyak 3.245 unit dengan distribusi: 37 kapal yang berukuran di atas 30
GT, 10-30 GT sebanyak 124 kapal, dan sisanya kurang dari 10 GT.
Tabel 2. Produksi Perikanan Tangkap
Jenis Ikan Volume Produksi
Lokasi
Tuna, Tongkol, Cakalang
110.069,20 ton Halmahera Selatan, Halmahera Utara, Ternate, Tidore, Halmahera Barat, Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Sula, dan Morotai
Kerapu 5.773,70 ton Halmahera Selatan, Halmahera Utara, Ternate, Tidore, Halmahera Barat, Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Sula, dan Morotai
Ekor Kuning, Lolosi, dan Selar
12.541,10 ton Halmahera Selatan, Halmahera Utara, Ternate, Tidore, Halmahera Barat, Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Sula, dan Morotai
Ikan Ekonomis lainnya 89.052,40 Halmahera Selatan, Halmahera Utara, Ternate, Tidore, Halmahera Barat, Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Sula, dan Morotai
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.18/Men/14 tentang
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan PER.01/Men/09 tentang
Sumber : DKP Provinsi Maluku Utara, diolah
22
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) disebutkan bahwa wilayah pengelolaan perikanan di
laut Indonesia dibagi menjadi 11 WPP. Provinsi Maluku Utara berada dalam empat WPP,
yaitu: (1) WPP-RI 714 (Teluk Tolo dan Laut Banda); (2) WPP-RI 715 (Teluk Tomini, Laut
Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau); (3) WPP-RI 716 (Laut Sulawesi dan
Sebelah Utara Pulau Halmahera); dan (4) WPP-RI 717 (Teluk Cendrawasih dan Samudera
Pasifik). Statistik produksi perikanan tangkap di empat wilayah WPP tahun 2005-2013
menunjukkan bahwa kenaikan rata-rata produksi sebesar 4,56% per tahun, di mana WPP-RI
716 memberikan sumbangsih terbesar 17,73% dan terkecil (2,84%) di WPP-RI 714.
Gambar 1. Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
2. Analisis Shift-Share
Hasil perhitungan Shift-Share hanya menunjukkan sektor dan subsektor terkait
dengan perikanan pada PDRB. Secara keseluruhan semua komponen menunjukkan
nilai positif, yang dapat diintepretasikan bahwa pengaruh perekonomian nasional
selama kurun waktu pengamatan memberikan dampak total (Dij) positif bagi
perekonomian Maluku Utara sebanyak Rp1,4 triliun. Komponen Nij menunjukkan nilai
positif yang menunjukkan bahwa jika perekonomian Maluku Utara tumbuh sebesar
perekonomian nasional, maka dampak yang ditimbulkan adalah sebesar Rp1 triliun. Sebagai
catatan, rata-rata pertumbuhan ekonomi Maluku Utara (6,3%) lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional (5,3%) selama periode pengamatan.
Tabel 3. Hasil Perhitungan Shift-Share Maluku Utara (dalam miliar rupiah)
Lapangan Usaha Komponen
Nij Mij Cij Dij
23
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
Perikanan 74.5262 -46.7050 -71.8931 -44.0720
Perdagangan Besar dan Eceran 160.3911 137.7443 133.2141 431.3495
Transportasi dan Pergudangan (S) 54.6866 17.8373 0.2616 72.7854
Penyediaan Akomodasi 2.5909 0.7940 -0.7773 2.6077
Penyediaan Makan Minum 1.7560 -0.2591 -0.2365 1.2603
Informasi dan Komunikasi (S) 40.8153 30.3312 -7.0662 64.0802
Jasa Perantara Keuangan 28.0139 45.9432 34.8616 108.8188
PDB 1002.7935 181.7175 283.8706 1468.3816
Komponen industrial mix (Mij) juga menunjukkan angka yang positif meskipun
besarannya lebih kecil dibandingkan komponen Nij, yang berarti pengaruh perubahan
sektoral (diukur melalui selisih antara pertumbuhan sektor dengan pertumbuhan PDB atau
Rin – Rn) memiliki pengaruh positif terhadap perekonomian Maluku Utara sebesar Rp0,18
triliun. Kinerja sektoral di Maluku Utara maupun di tingkat nasional, yang diukur dari rata-rata
pertumbuhan sektoral menunjukkan variasi untuk masing-masing sektornya, pada beberapa
sektor memiliki nilai positif dan negatif. Secara keseluruhan komponen competitive share
(Cij) menunjukkan nilai positif yang dapat diartikan adanya peningkatan daya saing pada
perekonomian Maluku Utara dan memiliki nilai sebesar Rp0,28 triliun. Berbeda dengan
komponen lainnya, komponen Cij menunjukkan nilai positif dan negatif. Adanya perbedaan
nilai rata-rata sektoral Maluku Utara dan Nasional yang menjadi penyebab mengapa nilai-
nilai ini menjadi positif dan negatif.
3. Daya Saing
Industri perikanan dapat diklasifikasikan ke dalam industri yang kompetitif atau tidak
kompetitif dapat dilihat dari berbagai aspek: (1) share penjualan terhadap total penjualan di
pasar (Mathis et al., 1988); (2) tingkat pengembalian usaha (business returns) (Jacobson,
1988); (3) intangible assets (Markides & Williamson, 1996); dan (4) skala multi-dimensional
(Molina et al., 2004). Penelitian ini menggunakan pengukuran yang dikemukakan oleh
Molina et al. (2004) yang mengombinasikan pengukuran kuantitatif dan kualitatif dalam
menentukan apakah suatu industri berada dalam kategori kompetitif atau tidak.
Secara umum, hasil analisis menunjukkan bahwa perusahaan perikanan yang
bergerak pada bidang produksi dan pengolahan di Provinsi Maluku Utara berada
dalam kategori tidak kompetitif. Sedangkan perusahaan yang bergerak pada bidang
eksportir berada dalam kategori kompetitif. Beberapa aspek yang menyebabkan kurang
kompetitifnya perusahaan produksi dan pengolahan, antara lain: (1) ketersediaan fasilitas
penunjang yang minim (terutama listrik); (2) alat tangkap yang masih tradisional; (3) proses
pengolahan produk memiliki nilai tambah yang rendah; (4) produktivitas tenaga kerja yang
Sumber: hasil perhitungan tim peneliti UGM
24
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
rendah; (5) regulasi yang belum mendukung; dan (6) suplai bahan baku tergantung pada
musim.
Berikut adalah sejumlah kendala penting yang ditemukan berdasarkan wawancara
dengan para nelayan, yang terkait dengan peningkatan daya saing perikanan Maluku Utara:
1. Kelompok perusahaan produksi.
a. Para nelayan metode pole and line khusus jenis ikan cakalang, utamanya
memperoleh ikan dari rumpon milik warga di sekitar Pulau Ternate. Namun, jumlah
rumpon yang tersedia dibandingkan jumlah nelayan tidak seimbang, sehingga
persaingan meningkat. Ketika ketersediaan ikan di rumpon tidak mencukupi, para
nelayan harus mendapatkan ikan dari luar wilayah Ternate, misalnya, sampai ke
perairan Pulau Bacan, Halmahera Selatan atau ke perairan Bitung, Sulawesi Utara
yang jaraknya cukup jauh. Nelayan membutuhkan bahan bakar dan logistik lain yang
lebih besar sehingga biaya operasional meningkat, di lain pihak, harga jual ikan ke
penampung tetap. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi para nelayan tangkap.
Nelayan berharap bisa memperoleh bantuan rumpon tambahan dari pemerintah,
untuk memastikan ketersediaan ikan mencukupi.
b. Bantuan armada kapal tangkap pole and line yang berasal dari pemerintah
dianggap belum mampu memberikan peningkatan signifikan pada hasil
tangkapan. Nelayan justru berpendapat hal ini menambah besar jumlah pesaing
dalam memperoleh hasil tangkapan. Contoh: setelah adanya bantuan kapal tangkap
Inka Mina dan Mina Maritim, hasil tangkapan yang sebelumnya berkisar dari 5-8
ton/trip menurun menjadi rata-rata kurang dari 2 ton/trip. Nelayan berharap
peningkatan jumlah armada juga disertai dengan peningkatan sejumlah fasilitas
penangkapan.
c. Pemanfaatan teknologi penangkapan juga masih sangat terbatas. Misalnya,
untuk peningkatan penangkapan ikan, nelayan belum memiliki alat fish-finder yang
sangat membantu mengetahui lokasi ikan. Ketersediaan teknologi perikanan seperti
ini diharapkan membantu peningkatan hasil penangkapan.
d. Produksi ikan semakin menurun dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh
semakin sedikitnya ikan-ikan pelagis yang digunakan sebagai umpan.
2. Kelompok perusahaan pengolahan.
a. Pemanfaatan teknologi: industri pengolahan perikanan Maluku Utara umumnya
masih terbatas pada produk kasar (raw material) atau hanya pada proses
pengawetan bahan baku industri, belum berkembang sampai pada pengolahan
produk ikan. Untuk media pengawetan ikan, beberapa pengusaha memiliki fasilitas
tetapi dengan energi listrik yang tidak mendukung, sehingga media tidak dapat
25
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
dimanfaatkan. Pada saat jumlah ikan meningkat, media pengawetan terbatas,
pengusaha terpaksa membuang ikan yang tidak bisa diawetkan. Kapasitas pasar
penjualan ikan juga tidak bisa menampung hasil ikan yang melimpah.
b. Harga ikan di Provinsi Maluku Utara sangat berfluktuasi, sehingga
mempengaruhi siklus bisnis perusahaan.
c. Minimnya ketersediaan pasokan listrik yang berdampak pada keterbatasan
penggunaan ABF (Air Blast Freezing) dan cold storage. Akibatnya, jumlah
tangkapan nelayan pada saat musim ikan tidak dapat di tampung oleh para
pengusaha pengumpul ikan di Kota Ternate sehingga banyak ikan yang terbuang.
3. Kelompok Eksportir.
a. Regulasi pemerintah daerah dianggap cenderung memperberat usaha, mulai
dari izin usaha sampai pada retribusi pelabuhan untuk pengiriman. Pengurusan
izin dan retribusi yang berbelit-belit menyebabkan kontainer yang memuat hasil ikan
sulit keluar dari wilayah pelabuhan.
b. Tenaga kerja umumnya belum terlatih dan tersertifikasi, sebatas buruh kasar
sehingga hasil proses pengawetan yang dipasarkan hanya terbatas dalam negeri.
Beberapa usaha pengolahan memanfaatkan tenaga kerja asing dari Filipina untuk
pengolahan dan pengawetan ikan. Namun, pemasaran lanjutan hanya didistribusikan
ke wilayah Bitung yang untuk selanjutnya diolah dan/atau diekspor ke luar negeri.
Tabel 4. Variabel yang digunakan dalam menentukan level kompetitif dari pada perusahaan
perikanan di Provinsi Maluku Utara
Variable
Kelompok Perusahaan
Produksi
Kelompok Perusahaan
Pengolahan
Kelompok Perusahaan
Eksportir
Rerata Kategori
Rerata Kategori
Rerata Kateogri
C NC C NC C NC
Market Share 2,5 √ 2,8 √ 3,5 √ Profit 3,5 √ 3,33 √ 4 √ Penggunaan Teknologi 1,2 √ 2 √ 1,8 √ Kualitas dari produk 4,28 √ 4,33 √ 4,67 √ Pelayanan setelah penjualan
4,43 √ 3,67 √ 4,25 √
Pendidikan manager 3 √ 3,8 √ 3,8 √
Kesinambungan Bahan Baku
3,7 √ 3,2 √ 3 √
Fasilias pendukung di lokasi perusahaan
2,8 √ 2,2 √ 1,8 √
Pekerja professional 1,3 √ 1,33 √ 1,23 √
Rerata 2.97 √ 2,96 √ 3,11 √
Peningkatan daya saing sangat erat kaitannya dengan rencana ekspansi yang akan
dilakukan oleh perusahaan. Ekspansi perusahaan akan mengindikasikan seberapa besar
Keterangan: C=competitive dan NC=Non-Competitive Sumber: Data primer diolah, 2016.
26
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
pangsa pasar yang akan dikuasai oleh perusahaan. Semakin besar pangsa pasar yang
mampu direbut oleh perusahaan maka semakin besar pula peranan perusahaan dalam
perdagangan suatu komoditas. Hasil analisis menunjukkan bahwa 60,00% perusahaan
perikanan di Provinsi Maluku Utara berencana untuk meningkatkan usaha melalui ekspansi
bisnis (pengembangan pasar dan/atau pengembangan produk baru). Perusahaan yang
bergerak di bidang pengolahan dan eksportir merupakan dua kelompok perusahaan yang
hampir seluruh pelaku usahanya ingin mengembangkan usaha yang dimiliki saat ini. Hal ini
sangat erat kaitan dengan potensi perikanan di kawasan ini yang belum terkelola secara
optimal. Kondisi ini tidak terjadi pada industri yang bergerak dibidang produksi, di mana
mereka cenderung mengoptimalkan apa yang mereka miliki saat ini dan hanya sedikit
(30,00%) yang berniat untuk melakukan ekspansi bisnis.
Secara umum, perusahaan perikanan yang ingin melakukan ekspansi bisnis akan
memilih model pengembangan pasar yang dilayani saat ini dan produk yang diproduksi saat
ini. Artinya, perusahaan perikanan cenderung untuk mengambil strategi bertahan pada
pasar yang ada saat ini untuk memastikan bahwa pesaing tidak mengambil pangsa pasar
yang dimiliki. Selain itu, terdapat beberapa perusahaan yang akan mencoba untuk
mengembangkan produk baru (fillet ikan, tuna loin, dan kerajinan dari rumput laut) dalam
rangka ekspansi bisnis merek pada masa yang akan datang.
Tabel 5. Ekspansi Bisnis Perusahaan Perikanan di Provinsi Maluku Utara
Kelompok Usaha
Ekspansi Bisnis
Model Ekspansi Bisnis
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Produksi 30,00 70,00 100,00 0,00 33,33 66,67 33,33 66,67 33,33 66,67
Pengolahan 100,00 0,00 100,00 0,00 0,00 100,00 50,00 50,00 0,00 100,00
Eksportir 80,00 20,00 50,00 50,00 0,00 100,00 20,00 80,00 0,00 100,00
Ket: Model 1 (pengembangan pasar yang dilayani saat ini dan produk yang diproduksi saat ini)
Model 2 (pengembangan produk baru untuk pasar yang dilayani saat ini)
Model 3 (pengembangan ke pasar baru yang belum dilayani saat ini dengan menggunakan produk yang dimilik i sekarang)
Model 4 (pengembangan produk baru dan pengembangan pasar baru)
Pengembangan yang dilakukan perusahaan erat kaitannya dengan investasi yang
akan dilakukan oleh perusahaan. Sebagian besar perusahaan (55,56%) berencana
melakukan pembangunan fasilitas produksi baru, terutama bagi perusahaan yang bergerak
pada bidang pengolahan. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya bahan baku yang
tidak dapat ditampung oleh perusahaan pengolahan. Pada sisi lain, semakin banyak
27
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
permintaan ikan dari pasar. Selain itu, perusahaan perikanan juga akan melakukan
peremajaan terhadap fasilitas yang dimiliki (22,22%) dan riset pasar (22,22%). Inovasi
teknologi berupa pemanfaatan teknologi informasi untuk memenangi persaingan dalam
pasar juga dilakukan oleh perusahaan perikanan di wilayah ini (75,00%).
B. TANTANGAN DAN POSISI DALAM GLOBAL VALUE
CHAIN (GVC)
GVC merupakan salah satu indikator yang menunjukkan bagaimana peranan sebuah
perusahaan dalam persaingan global. Peranan perusahaan dalam GVC akan terkait dengan
market share dari perusahaan. Artinya, jika peranan perusahaan semakin besar maka
market share yang dimasuki oleh perusahaan akan semakin besar pula, dan sebaliknya.
Selain itu, GVC juga sangat erat kaitannya dengan ekspansi perusahaan di berbagai
negara. Artinya, semakin banyak anak perusahaan yang berdiri di berbagai negara maka
posisi perusahaan dalam GVC akan semakin besar. Pada sub bab ini akan membahas
bagaimana posisi perusahaan perikanan di Provinsi Maluku Utara dalam GVC yang ditinjau
dari dua aspek, yaitu: market share dan ekspansi perusahaan.
Saat ini, perusahaan perikanan di Provinsi Maluku Utara yang bergerak pada
bidang produksi dan pengolahan masih berfokus pada pemenuhan kebutuhan lokal
(dalam provinsi) dan nasional (antar provinsi di Indonesia). Sedangkan perusahaan
perikanan yang bergerak di bidang eksportir berusaha untuk memasuki pasar ASEAN, Asia,
Timur Tengah dan Eropa. Perusahaan-perusahaan pengekspor cenderung tidak langsung
melakukan ekspor ke berbagai negara tujuan tetapi melalui perusahaan afiliasi yang berada
di Pulau Sulawesi dan Pulau Jawa. Jika dilihat dari kapasitas produksi per tahun yang
baru mencapai 95,57 ton (kelompok produksi), 284,1 ton (kelompok pengolahan), dan
275 ton untuk (kelompok eksportir), maka dapat dikatakan bahwa market share
perusahaan perikanan di provinsi ini masih sangat kecil (<1%). Hal ini berbanding
terbalik dengan potensi yang dimiliki, di mana provinsi ini adalah salah satu provinsi dengan
potensi perikanan terbesar di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan di Indonesia.
Indikator lainnya yang digunakan untuk melihat posisi perusahaan perikanan di
Provinsi Maluku Utara dalam GVC adalah ekspansi perusahaan. Seluruh perusahaan
perikanan di provinsi ini belum melakukan ekspansi perusahaan di negara lain, namun ada
beberapa perusahaan yang telah melakukan ekspansi pada tingkat nasional. Skala usaha
yang kecil, struktur modal yang kecil, teknologi yang digunakan masih berskala tradisional
dan pemasaran yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan lokal (dalam dan luar
provinsi) merupakan faktor yang menyebabkan perusahaan perikanan belum melakukan
28
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
ekspansi perusahaan. Khusus untuk perusahaan eksportir, mereka mencoba untuk
melakukan memenuhi Mutual Recognition Agreement dalam memasarkan produk perikanan
yang dimiliki. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa perusahaan perikanan yang
bergerak dalam bidang eksportir telah mengikuti standar internasional dalam penyediaan
produknya.
Untuk mengidentifikasi dimensi apa saja dalam usaha bisnis yang mempengaruhi
kualitas perusahaan perikanan di Provinsi Maluku Utara dalam GVC maka digunakan
Importance Performance Analysis. Analisis ini membagi pandangan perusahaan terhadap
dua kondisi, yaitu: tingkat kepentingan (importance) dan tingkat kinerja (performance).
Kedua tingkatan tersebut digunakan untuk menilai tujuh dimensi, yaitu: infrastruktur, bahan
baku, tenaga kerja, energi, modal dan perbankan, regulasi dan kebijakan, serta kinerja
makro. Masing-masing dimensi memiliki variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat
kepentingan dan kinerja dari setiap dimensi.
Secara umum, hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kepentingan terendah
berada pada dimensi kondisi ekonomi makro (4,04) dan tertinggi adalah energi (4,61).
Sedangkan untuk tingkat kinerja, dimensi bahan baku (3,57) merupakan dimensi tertinggi
dan energi (2,71) adalah dimensi yang terendah. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
yang bergerak pada bidang perikanan sangat tergantung pada suplai energi sebagai bahan
bakar dalam pengoperasian perusahaan. Namun, pada kenyataannya, suplai energi di
Provinsi Maluku Utara menurut para pengusaha masih sangat rendah. Hal ini ditunjukkan
dengan pengajuan penambahan daya listrik dalam rangka pembangunan ABF (Air Blast
Freezing) dan cold storage yang tidak disetujui oleh PLN. Keterbatasan ini menyebabkan
produktivitas perusahaan menjadi rendah.
Masalah utama dari setiap kelompok usaha dalam GVC berbeda-beda. Untuk
kelompok produksi, masalah utama yang dihadapi adalah rendahnya modal untuk
mengembangkan usaha. Walaupun akses terhadap kredit telah disediakan dengan baik
oleh pihak perbankan. Namun menurut pengusaha yang bergerak di bidang produksi
menyatakan bahwa untuk mengakses kredit sangat sulit (terkait dengan jaminan) dan bunga
yang tinggi. Sedangkan untuk bidang pengolahan dan eksportir terkendala pada aspek
asupan sumber energi listrik yang rendah.
Untuk kelompok produksi, dimensi regulasi merupakan dimensi yang menjadi
perhatian serius dari pemerintah untuk dilakukan perbaikan dalam rangka meningkatkan
peranan industri ini dalam GVC. Sedangkan dimensi energi (ketersediaan bahan bakar
minyak/solar) dan bahan baku (kualitas dan kuantitas bahan baku) perlu untuk tetap
dipertahankan. Namun yang menjadi perhatian adalah jarak tangkapan nelayan yang
29
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
semakin jauh dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan semakin sedikitnya ikan pelagis yang
digunakan sebagai umpan. Solusi yang digunakan oleh masyarakat yaitu membuat rumpon-
rumpon tetapi dalam jumlah yang terbatas. Dimensi infrastruktur dan tenaga kerja
menempati kuadran di mana tingkat kepentingan di bawah rata-rata tetapi tingkat kinerja di
atas rata-rata. Perusahaan perikanan yang bergerak pada bidang produksi sebagian besar
tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah, karena
selain biaya tenaga kerja yang murah, tenaga kerja berpendidikan rendah di provinsi ini
mudah diperoleh. Sedangkan dimensi modal dan perbankan serta kondisi makro berada
pada low priority. Artinya, kedua dimensi ini dalam jangka pendek tidak secara langsung
berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas perusahaan tetapi perlu melakukan
perbaikan.
Kelompok industri pengolahan memberikan penilaian terhadap dimensi energi yaitu
dengan tingkat kepentingan di bawah rata-rata dan tingkat kinerja di bawah rata-rata.
Kondisi ini merupakan akumulasi dari keresahan yang dirasakan oleh industri pengolahan
karena sudah bertahun-tahun masalah energi terus disuarakan dalam berbagai kesempatan
baik secara individu maupun kelompok. Namun, hingga saat ini perbaikan terhadap dimensi
ini tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dimensi energi disarankan harus menjadi
prioritas dari pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan produktivitas sektor industri
pengolahan perikanan di Provinsi Maluku Utara. Kondisi ini sama dengan yang dirasakan
oleh kelompok eksportir, di mana dimensi energi merupakan prioritas utama yang perlu
segera untuk dibenahi oleh pemerintah daerah.
Perbedaan utama antara kelompok perusahaan pengolahan dan perusahaan
eksportir terletak pada dimensi regulasi. Menurut kelompok pengolahan, regulasi saat ini
telah memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dan tingkat kinerja yang tinggi. Namun, pada
kelompok eksportir menunjukkan hal yang berbeda bahwa dimensi regulasi memiliki tingkat
kepentingan di bawah rata-rata dan tingkat kinerja di bawah rata-rata. Artinya, regulasi untuk
perdagangan antar provinsi telah baik dan perlu dipertahankan sedangkan regulasi untuk
komoditas ekspor perlu untuk ditingkatkan kualitas pelayanannya.
C. DAMPAK PENERAPAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
Untuk menunjang road map perikanan dan kelautan yang terkait dengan MEA, maka
pemahaman masyarakat terhadap MEA perlu untuk diketahui. Hasil analisis menunjukkan
bahwa sebagian besar perusahaan perikanan di Provinsi Maluku Utara (55,00%) telah
mengetahui MEA terutama mereka yang berada pada kelompok pengolahan dan eksportir.
Sedangkan persentase perusahaan yang belum mengetahui MEA pada kelompok produksi
30
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
sebesar 80,00%. Kondisi ini memperlihatkan bahwa penyebaran informasi terkait dengan
MEA belum sampai pada aktivitas ekonomi terendah. Hal ini akan memberikan dampak
pada manfaat yang diterima dari adanya MEA. Kelompok perusahaan yang mengetahui
adanya MEA berpendapat bahwa MEA belum memberikan manfaat (72,73%) dan
cenderung menghambat (27,27%). Fakta ini menunjukkan bahwa dampak MEA di provinsi
ini belum terasa untuk sektor perikanan. Walaupun perusahaan perikanan di provinsi ini
belum merasakan dampak dari adanya MEA, namun mereka telah mempersiapkan diri
untuk menghadapi MEA. Persiapan tersebut dapat dilihat dari strategi yang dilakukan, di
mana 81,82% pengusaha akan memperluas pangsa pasar mereka dan 18,18% akan tetap
menjaga pangsa pasar yang ada saat ini.
Tabel 6. Persepsi Perusahaan terhadap Dampak MEA
Variabel
Dampak
menurun >20%
menurun <20%
tidak berubah
meningkat <20%
meningkat >20%
Pejualan N/A N/A 50,00% 33,33% 16,67%
Harga bahan baku N/A 16,67% 16,67% 33,33% 33,33%
Lebih Sulit Tidak
Berubah Lebih Mudah
Akses permodalan dalam negeri N/A 16,67% 16,67% 66,67% N/A
Akses permodalan luar negeri N/A N/A 50,00% 50,00% N/A
Ketenagakerjaan N/A N/A 66,67% 33,33% N/A
Lebih Mahal Tidak
Berubah Lebih Murah
Biaya Energi N/A N/A 50,00% 50,00% N/A
Biaya tenga kerja N/A N/A 66,67% 33,33% N/A
Hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan
perikanan di Provinsi Maluku Utara merasa bahwa MEA tidak akan memberikan
perubahan terhadap aktivitas usaha mereka. Pada aspek penjualan, saat ini kelompok
usaha produksi dan pengolahan hanya melayani pasar dalam negeri sehingga dampak MEA
tidak akan mengubah pangsa pasar mereka. Sedangkan untuk eksportir, dengan adanya
MEA maka diharapkan pangsa pasar mereka akan meningkat. Harga bahan baku di provinsi
ini setiap tahunnya mengalami peningkatan dan sepanjang tahun mengalami fluktuasi yang
sangat tinggi tergantung pada musim. Pada saat musim teduh dan bulan gelap, harga ikan
akan menjadi sangat murah sedangkan pada musim gelombang dan bulan terang, harga
ikan akan mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Sehingga dengan adanya MEA tidak
akan mengubah harga bahan baku di provinsi ini.
Sumber: Data primer diolah, 2016.
31
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
Menurut persepsi kelompok pengusaha perikanan di Provinsi Maluku Utara, bahwa
MEA akan memberikan manfaat bagi kemudahan akses permodalan dalam negeri dan luar
negeri. Hambatan perdagangan yang dirasakan oleh para eksportir selama ini akan mulai
dihilangkan sehingga akan banyak investor asing yang akan tertarik untuk berinvestasi pada
bidang perikanan di provinsi ini. Selain itu, kelompok produksi akan lebih mudah
memperoleh modal karena adanya skim kredit yang lebih baik yang ditawarkan oleh
pemerintah (daerah dan/atau pusat). Untuk aspek ketenagakerjaan, dengan adanya MEA
tidak akan mengubah struktur tenaga kerja yang ada saat ini, di mana sebagian besar
tenaga kerja memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Selain itu, tenaga kerja dengan low
skill sangat dibutuhkan dalam industri perikanan.
Aspek biaya, baik biaya energi dan biaya tenaga kerja, menunjukkan bahwa sebagian
besar perusahaan perikanan belum meyakini bahwa akan terjadi perubahan dalam kedua
struktur biaya tersebut. Biaya energi akan sangat tergantung pada pasar dunia, sehingga
naik dan turunnya harga energi akan sangat tergantung pada faktor eksternal yang tidak
dapat dikontrol oleh pengusaha. Sedangkan untuk biaya tenaga kerja tidak akan mengalami
perubahan karena tenaga kerja asing tidak akan mungkin bersaing pada pasar tenaga kerja
yang low skill.
Tabel 7. Strategi untuk Menghadapi MEA
Stategi Tidak
Melakukan Mungkin tidak
melakukan Netral
Mungkin Melakukan
Melakukan
Akses pasar N/A 40.00 20.00 40.00 N/A
Organisasi dan Kapabilitas 60.00 20.00 0.00 20.00 N/A
Talent N/A 20.00 40.00 20.00 N/A
Operasional 20.00 20.00 N/A 60.00 N/A
Secara umum, perusahaan perikanan di Provinsi Maluku Utara berada dalam
posisi ragu apakah akan melakukan suatu strategi atau tidak melakukannya.
Pemahaman pengusaha perikanan terhadap kehadiran MEA yang rendah merupakan faktor
utama yang menyebabkan para pengusaha ragu dalam menentukan strategi yang akan
dipilih dalam menghadapi MEA. Namun, sebagian besar pengusaha perikanan tidak akan
memiliki strategi organisasi dan kapabilitas (peningkatan merger, akuisisi dan joint venture di
antara perusahaan di ASEAN) dalam menghadapi MEA.
Sumber: Data primer diolah, 2016.
32
BOKS DAYA SAING PERIKANAN
33
Pada triwulan I 2017, realisasi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Maluku
Utara pada triwulan I 2017 sebesar Rp549,532 miliar atau sebesar 19,19% lebih
rendah dibanding triwulan I 2016 yang terealisasi sebesar 25,11%.
Dari sisi pengeluaran, juga terjadi penurunan realisasi belanja APBD triwulan I 2017
yang hanya terealisasi sebesar 12,01%, dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya yang mampu mencapai 13,10%. Kendati demikian, nominal belanja
triwulan I 2017 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
BAB II KEUANGAN PEMERINTAH
“Kinerja realisasi belanja Pemerintah Provinsi
Maluku Utara pada triwulan I 2017 tumbuh
melambat dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya”
Realisasi Pendapatan
Triwulan I 2017
Rp549,532
miliar
Realisasi Belanja
Triwulan I 2017
Rp318,27 miliar
34
2.1 Struktur APBD
Anggaran pendapatan Pemprov Maluku Utara dalam APBD 2017 adalah sebesar
Rp2,86 triliun atau meningkat 32,48% dari anggaran pendapatan pada APBD 2016. Sementara
itu, anggaran belanja pada APBD 2016 tercatat sebesar Rp2,65 triliun atau hanya meningkat
sebesar 0,05% dari anggaran belanja tahun sebelumnya. Berdasarkan penetapan dari DPRD
Maluku Utara tanggal 12 Januari 2017, APBD Provinsi Maluku Utara ditetapkan defisit Rp44,34
miliar. APBD tersebut mengalami penyesuaian dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2.1 APBD Maluku Utara 2017
Pada anggaran pendapatan, kenaikan anggaran terutama bersumber dari pengingkatan
target PAD yang mencapai 99,17% (yoy) dan peningkatan pendapatan transfer sebesar 30,43%
(yoy). Pendapatan transfer adalah pendapatan yang didapatkan dari pemerintah pusat sesuai
dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Secara struktur pendapatan transfer ini
masih menjadi sumber pendapatan terbesar pemerintah Maluku Utara yaitu sebesar 66,61%
pada APBD 2017, meskipun demikian pada tahun 2017 ini Pemprov Maluku Utara berupaya
meningkatkan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan cara mengoptimalkan penyerapan
pajak melalui elektronifikasi transaksi, mendorong pembayaran bagi hasil pertambangan yang
selama ini tertunda, serta peningkatan pemasukan dari sektor perikanan.
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Asset Daerah (BPKPAD) Provinsi Maluku Utara
35
Grafik 2.1 Perubahan Struktur APBD Akun Pendapatan Tahun 2016 dan 2017
Kenaikan juga terjadi pada anggaran belanja seiring adanya kenaikan pada anggaran
pendapatan. Kenaikan terjadi pada belanja operasional yaitu sebesar 16,53% (yoy). Kenaikan
pada nominal belanja operasional tersebut terjadi utamanya karena terdapat peningkatan cukup
signifikan pada pos belanja pegawai sebab adanya pengangkatan pegawai honorer menjadi
pegawai tetap, timbulnya pos belanja bunga untuk pelunasan kewajiban kepada pihak ketiga,
serta peningkatan pada pos belanja bagi hasil kepada pemerintah kabupaten/kota. Secara
struktural, pangsa dari anggaran belanja mengalami perubahan yang cukup signifikan, dimana
pos belanja operasional meningkat pangsanya menjadi sebesar 73,56%, sementara pos
belanja modal turun pangsanya menjadi sebesar 26,03%.
Grafik 2.2 Perubahan Struktur APBD Akun Belanja Tahun 2016 dan 2017
Sumber : BPKPAD Provinsi Maluku Utara
Sumber : BPKPAD Provinsi Maluku Utara
36
2.2 Realisasi Pendapatan APBD
Jumlah total realisasi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada
triwulan I 2017 sebesar Rp549,532 miliar atau sebesar 19,19% lebih rendah dibanding triwulan
I 2016 yang terealisasi sebesar 25,11%. Rendahnya realisasi pendapatan triwulan I 2017
dibandingkan dengan triwulan I 2016, akibat rendahnya realisasi dana perimbangan.
Sementara itu hampir seluruh komponen pendapatan lainnya terealisasi lebih tinggi.
Grafik 2.3 Perkembangan Realisasi Pendapatan Tiap Triwulan
Terlambatnya pengesahan APBD Provinsi Maluku Utara tahun 2017 akibat adanya
perubahan nomenklatur organisasi perangkat daerah (OPD) menyebabkan terhambatnya
realisasi dana perimbangan pada triwulan I 2017. Berdasarkan komponen pembentuknya, Dana
Perimbangan tercatat tumbuh lebih rendah, hanya sebesar 25,31% pada triwulan I 2017
padahal pada triwulan I 2016 lalu mencapai 35,79%. Sementara itu, Pendapatan Asli Daerah
telah terealisasi sebesar 10,72% lebih tinggi dibanding triwulan I 2016 yang terealisasi sebesar
6,61%.
Masih terbatasnya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Provinsi Maluku Utara,
menyebabkan struktur APBD Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Kota di Maluku
Utara, khususnya di sisi pendapatan, masih didominasi oleh Dana Perimbangan dari
Pemerintah Pusat.
Sumber : BPKPAD Provinsi Maluku Utara
37
Grafik 2.4 Perbandingan Persentase Realisasi Pendapatan APBD Tahun 2016 dan Tahun 2017
Meski secara umum realisasi komponen pendapatan pada triwulan I 2017 lebih rendah
dibandingkan dengan dengan tahun sebelumnya, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Pendapatan Lain-lain mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan periode yang sama
di tahun 2016.
Realisasi PAD hingga akhir triwulan I 2017 telah mencapai 10,72%, pencapaian tersebut
jauh lebih tinggi dari realisasi periode yang sama di tahun 2016 yang belum terealisasi sama
sekali. Peningkatan tersebut didorong oleh realisasi pendapatan yang berasal dari pajak
kendaraan bermotor, pajak BBM, dan pajak air permukaan yang terealisasi cukup tinggi pasca
penerapan transaksi non tunai, sehingga risiko kebocoran dapat semakin diminimalisir. Selain
itu, pemasukan dari retribusi daerah juga terealisasi cukup tinggi, terutama yang berasal dari
retribusi pelayanan RSUD, pengelolaan parkir, dan retribusi pemberian izin usaha.
Sementara itu, realisasi komponen pendapatan transfer meski masih menunjukkan
kinerja tinggi pada triwulan I 2017, namun persentasenya mengalami penurunan. Komponen
pendapatan yang kini menguasai 66,61% dari keseluruhan anggaran pendapatan ini,
mencatatkan realisasi sebesar 25,31%, lebih rendah dari pencapaian pada periode yang sama
di tahun 2016 sebesar 35,79%. Secara nominal realisasi pendapatan transfer meningkat 9,44%
(yoy).
Sumber : BPKPAD Provinsi Maluku Utara
38
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan I 2017
2.3 Realisasi Belanja APBD
Total realisasi belanja daerah pada triwulan I 2017 mencapai Rp318,27 miliar atau
terkontraksi sebesar 8,23% (yoy), mengalami penurunan realisasi, setelah pada triwulan I 2016
lalu realisasinya tumbuh sebesar 80,90% (yoy). Perlambatan ini terutama disumbang oleh
komponen Belanja Operasional dan Transfer yang menurun dari 34,22% (yoy) pada triwulan I
2016 menjadi terkontraksi sebesar 10,59% (yoy) pada triwulan I 2017. Perlambatan ditengarai
disebabkan oleh pengesahan APBD yang mengalami keterlambatan, sehingga bulan tersisa di
triwulan I 2017 untuk melakukan belanja menjadi berkurang.
Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Belanja Tiap Triwulan
Sumber : BPKPAD Provinsi Maluku Utara
Sumber : BPKPAD Provinsi Maluku Utara
39
Pada komponen Belanja Operasi, sumbangan realisasi khususnya bersumber dari
Belanja Pegawai yang sudah terealisasi sebesar Rp97,03 miliar atau 12,28% dari anggaran,
Belanja Hibah yang terealisasi sebesar Rp47 miliar atau 14,03% dari anggaran, serta Belanja
Barang dan Jasa yang telah terealisasi sebesar Rp64,17 miliar atau 9,28% dari anggarannya.
Belanja hibah tersebut, secara spesifik merupakan realisasi alokasi Dana BOS ke seluruh
sekolah di Maluku Utara. Serta realisasi belanja barang dan jasa berupa pembelian barang
untuk diserahkan kepada masyarakat.
Perlambatan belanja pemerintah ditahan oleh naiknya pertumbuhan realisasi belanja
modal. Namun demikian, realisasi belanja modal naik 12,81% (yoy) dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya 10,31% (yoy). Realisasi Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan
memberikan sumbangan realisasi Belanja Modal terbesar, disusul Belanja Bangunan dan
Gedung, dan Belanja Peralatan dan Mesin. Secara pola musiman realisasi belanja pemerintah
di awal tahun akan berada pada level rendah, kemudian akan mulai digenjot di triwulan II dan
III. Namun demikian, realisasi pada triwulan I 2017 yang sudah cukup ekspansif, diharapkan
memberikan multiplier effect pada pertumbuhan ekonomi daerah secara lebih awal, yang saat
ini pengaruh proyek-proyek pemerintah masih cukup besar pada struktur ekonomi Maluku Utara
Grafik 2.6 Perbandingan Persentase Realisasi Belanja APBD Tahun 2016 dan Tahun 2017
Sumber : BPKPAD Provinsi Maluku Utara
40
Tabel 2.3 Realisasi Belanja APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan I 2017
2.4 Rekening Pemerintah
Dana pemerintah daerah yang tersimpan di perbankan hingga akhir triwulan I 2017
tercatat sebesar Rp990,83 miliar. Sesuai dengan siklusnya jumlah tersebut meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp265,98 miliar. Peningkatan terjadi seiring
meningkatnya realisasi pendapatan pemerintah daerah yang bersumber dari transfer
pemerintah pusat. Secara tahunan, dana milik pemerintah daerah tersebut terkontraksi sebesar
11,81% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 58,71% (yoy). Kontraksi yang
cukup signifikan ini disebabkan karena lebih awalnya realisasi penggunaan dana pemerintah
daerah.
Dana pemerintah daerah yang tersimpan dalam bentuk giro tercatat terkontraksi 30,66%
(yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 44,39% (yoy). Sementara itu,
simpanan likuid lainnya yakni tabungan tercatat tumbuh sebesar 12,23% (yoy) dan simpanan
dalam bentuk deposito tumbuh sebesar 58,36% (yoy).
Meski mengalami perlambatan apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
realisasi keuangan Pemerintah menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Bahkan, jumlah realisasi belanja Pemerintah di triwulan I 2017 cukup besar, baik pada
komponen belanja operasi maupun belanja modal. Perbaikan ini mampu mendorong sektor
konstruksi yang bergantung pada keuangan Pemerintah sehingga tumbuh sebesar 6,84% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah juga tumbuh
Sumber : BPKPAD Provinsi Maluku Utara
41
cukup tinggi, dari kontraksi 0,76% (yoy) pada triwulan IV-2016 menjadi 10,76% (yoy) pada
triwulan I 2017
Grafik 2.7 Perkembangan DPK Pemda di Perbankan Maluku Utara (dalam miliar rupiah)
Sumber : Data Perbankan
42
Kondisi cuaca yang tidak menentu selama triwulan I 2017 memicu peningkatan
tekanan inflasi, namun demikian dengan terjaganya pasokan pangan serta didorong
adanya kerjasama strategis antar wilayah di dalam provinsi, inflasi Maluku Utara
yang diwakili Kota Ternate terjaga pada level 2,41% (yoy).
Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri yang jatuh di triwulan II 2017 ini,
diperkirakan akan mendorong tekanan inflasi pada triwulan selanjutnya.
BAB III INFLASI
“Tekanan Inflasi pada Triwulan I 2017 Terjaga”
Inflasi yoy
Triwulan I 2017
2,41%
Inflasi yoy
Triwulan IV 2016
1,91%
44
3.1 Perkembangan Inflasi Triwulan I 2017
Inflasi Maluku Utara yang diwakili oleh inflasi Kota Ternate pada triwulan I 2017 tercatat
sebesar 2,41% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi pada triwulan IV 2016 yang sebesar
1,91% (yoy). Dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, pencapaian inflasi
tercatat lebih rendah. Pada triwulan I 2016, inflasi tercatat sebesar 5,45% (yoy), jauh lebih tinggi
dibandingkan inflasi triwulan I 2017.
Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate dan Nasional
Tabel 3.1 Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Komoditas
Secara bulanan, pada triwulan I 2017, Kota Ternate mengalami dua kali inflasi dan satu
kali deflasi. Pada bulan Januari 2017, Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 0,63% (mtm) dan
dilanjutkan pada bulan Februari 2017 dengan inflasi sebesar 0,03% (mtm). Selanjutnya, pada
Maret 2017 Kota Ternate mengalami deflasi sebesar 0,31% (mtm). Masih terjaganya pasokan
bahan pangan di Kota Ternate dapat menekan inflasi sehingga berada di bawah Nasional yang
tercatat sebesar 3,82% (yoy).
2017
I II III IV I II III IV I II III IV IBahan Makanan 3.66 10.16 4.06 6.75 9.00 7.62 5.75 11.72 4.13 3.56 4.38 -4.27 4.06 0.85
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 5.68 8.07 12.31 12.45 8.73 6.92 4.10 4.69 6 7.54 8.25 8.33 6.95 1.00
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 10.20 9.36 3.07 7.34 5.53 4.89 4.62 2.80 6.2 5.23 4.39 3.43 0.39 0.14
Sandang 10.03 12.93 17.41 -5.87 20.1 22.40 15.24 12.63 6.9 4.20 3.85 3.60 2.14 0.12
Kesehatan 11.19 11.44 10.17 18.34 10.51 10.62 7.38 1.30 1.7 1.61 2.26 3.95 3.22 0.11
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 10.98 11.36 7.2 -21.72 5.85 5.42 5.29 4.00 4.5 4.34 3.55 3.77 3.57 0.16
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 14.38 9.73 1.71 18.60 7.52 14.20 12.32 -2.90 5.6 -1.86 -0,36 0.05 0.50 0.07
Inflasi Tahunan (yoy ) 8.80 9.75 5.40 9.34 7.92 8.22 6.60 4.52 5.45 3.87 4.05 1.91 2.41 2.41
Kelompok Barang dan Jasa2014
Andil20162015
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
45
Kelompok administered prices merupakan kelompok yang mengalami tekanan inflasi
paling tinggi pada triwulan I 2017, tercatat sebesar 6,34% (yoy). Adanya kenaikan cukai rokok
pada awal tahun 2017 dan penyesuaian tarif dasar listrik yang dilakukan bertahap pada Januari
dan Maret 2017 mendongkrak inflasi pada kelompok ini. Pada kelompok volatile food, inflasi
tercatat sebesar 3,58% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya yang deflasi 4,07% (yoy).
Sementara itu, kelompok core inflation mengalami inflasi sebesar 1,44% (yoy) atau tercatat
turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,79% (yoy).
Grafik 3.2 Disagregasi Inflasi Maluku Utara
Berdasarkan disagregasinya, kelompok volatile food menunjukkan adanya peningkatan
tekanan inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Komoditas penyumbang inflasi rutin Maluku
Utara seperti bawang, cabai, tomat, dan ikan cakalang yang pada triwulan IV 2016 mengalami
deflasi mulai menunjukkan adanya peningkatan harga. Adanya fenomena la nina yang terjadi
pada awal hingga pertengahan tahun sehingga mengurangi pasokan bahan pangan sedikit
banyak mempengaruhi tekanan inflasi pada kelompok ini. Namun demikian, upaya pemerintah
daerah untuk meningkatkan produktivitas pertanian lokal masih menunjukkan dampak positif
sehingga tekanan inflasi pada kelompok ini dapat ditekan.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
46
Grafik 3.3 Perkembangan Inflasi Rokok (yoy) Grafik 3.4 Perkembangan Inflasi Tarif Listrik (yoy)
Tekanan inflasi juga bearasal dari kelompok administered prices (AP). Inflasi AP naik
dari 5,92% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 6,34% (yoy) pada triwulan I 2017. Tekanan
terutama berasal dari penyesuaian tarif dasar listrik dan kenaikan cukai rokok. Penyesuaian
cukai rokok yang dilakukan pada Januari 2017 sudah mendorong pedagang untuk
meningkatkan harga rokok sejak triwulan IV 2016. Pada triwulan I 2017, komoditas rokok putih,
rokok kretek, dan rokok kretek filter tercatat masih menunjukkan tekanan inflasi yang lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu masih tingginya inflasi
angkutan udara juga mendorong inflasi kelompok AP.
Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Angkutan Laut dan Udara
Pada kelompok inflasi inti, tekanan inflasi turun menjadi sebesar 1,44% (yoy) setelah
pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar 2,79% (yoy). Sementara untuk komoditas bahan
makanan dan makanan jadi pada inflasi inti, relatif masih terjaga stabilitas pasokannya, sebagai
dampak dari upaya pemerintah daerah untuk menjaga pasokan bahan makanan di Maluku
Utara.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
47
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 3.6 Perkembangan Biaya Sandang Grafik 3.7 Perkembangan Harga Makanan Jadi, Ikan Diawetkan, dan Bahan Makanan Lainnya
Sementara itu, tekanan inflasi kelompok volatile food pada triwulan I 2017 menunjukkan
inflasi sebesar 3,58% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tercatat deflasi 4,07% (yoy).
Inflasi paling besar terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan, lemak dan minyak, dan buah-
buahan. Subkelompok bumbu-bumbuan inflasi 19,10% (yoy) setelah inflasi 21,76% (yoy) pada
triwulan IV 2016. Sementara, subkelompok lemak dan minyak inflasi semakin tinggi dari 4,36%
(yoy) menjadi 6,97% (yoy). Selanjutnya, untuk subkelompok buah-buahan mengalami inflasi
sebesar 6,21% (yoy) setelah pada triwulan IV 2016 mengalami deflasi 11,82% (yoy). Keadaan
cuaca banyak dipengaruhi oleh dampak lanjutan dari fenomena La Nina mempengaruhi
komoditas pada subkelompok ikan segar sehingga tercatat mengalami inflasi sebesar 4,39%
(yoy) pada triwulan I 2017. Ikan cakalang mengalami inflasi 2,53% (yoy) setelah pada triwulan
IV 2016 deflasi 24,94 (yoy). Kemudian, ikan ekor kuning inflasi semakin tinggi dari 5,88% (yoy)
pada triwulan IV 2016 menjadi 7,63% (yoy) pada triwulan I 2017.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 3.8 Perkembangan Harga Ikan Cakalang dan Ikan Ekor Kuning
48
3.2 Tracking Perkembangan Inflasi Triwulan Berjalan
Tekanan inflasi pada triwulan II 2017 diestimasikan terus meningkat. Pada bulan April
2017 Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 0,63% (mtm), meningkat dibandingkan bulan
Maret 2017 yang mengalami deflasi sebesar 0,31% (mtm). Secara tahunan, inflasi Maluku
Utara tercatat sebesar 2,72% (yoy) lebih tinggi dibandingkan Maret 2017 sebesar 2,41% (yoy).
Dengan inflasi tersebut, secara akumulatif hingga bulan April 2017 inflasi Maluku Utara menjadi
0,71% (ytd).
Meningkatnya tekanan inflasi pada bulan April 2017 terutama disebabkan oleh inflasi
pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, kelompok pendidikan, rekreasi,
dan olahraga, serta kelompok kesehatan. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan
tembakau tercatat mengalami inflasi sebesar 8,87% (yoy) atau menyumbang andil sebesar
1,30% pada inflasi tahunan April 2017. Kemudian, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga
mengalami inflasi sebesar 3,56% (yoy), menyumbang andil sebesar 0,16% pada keseluruhan
inflasi. Sementara, untuk kelompok kesehatan tercatat mengalami inflasi sebesar 3,22% (yoy),
atau menyumbang andil sebesar 0,11% pada total inflasi tahunan April 2017.
Berdasarkan disagregasinya, kelompok volatile food dan inflasi administered prices
tercatat meningkat, sementara inflasi inti tercatat menurun dibanding bulan sebelumnya. Inflasi
administered prices meningkat dari 5,30% (yoy) menjadi 8,93% (yoy), sementara inflasi volatile
food mengalami peningkatan tekanan inflasi dari 3,58% (yoy) menjadi sebesar 4,05% (yoy).
Meningkatnya tekanan pada inflasi volatile food ditengarai karena harga komoditas bahan
makanan sudah kembali meningkat karena stok dari panen yang terjadi pada triwulan III dan IV
2016 sudah menipis serta tren kenaikan harga pada bulan Ramadan. Inflasi inti tercatat
mengalami penurunan inflasi sebesar 0,90% (yoy), setelah pada bulan sebelumnya inflasi
sebesar 1,44% (yoy).
49
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Terkini Ternate
Inflasi administered prices bulan April tercatat mengalami peningkatan dari inflasi 5,30%
(yoy) menjadi inflasi 8,93% (yoy). Hal ini merupakan dampak terusan kenaikan cukai rokok
yang dilakukan pada awal tahun 2017, serta dampak kenaikan penyesuaian harga listrik pada
Maret 2017. Kenaikan tarif dasar listrik yang direncanakan akan dilakukan pada bulan Mei 2017
diperkirakan akan kembali menjadi pendorong tekanan inflasi di triwulan II 2017.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 3.10 Perkembangan Harga Tarif Listrik
Grafik 3.11 Perkembangan Harga Cakalang/Sisik
dan Cakalang Asap
Tekanan inflasi diperkirakan meningkat pada akhir triwulan II 2017. Kebiasaan
masyarakat yang justru meningkat konsumsinya pada bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri
50
diperkirakan akan menjadi pemicu utama peningkatan inflasi. Dengan demikian, inflasi hingga
akhir triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 3,6% - 4,0% (yoy).
3.3 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara
Sejak dimulainya tahun 2017, TPID Kota Ternate secara aktif melakukan rapat
koordinasi yang dilakukan setiap bulan. Pada rapat yang dilakukan tidak jauh setelah rilis berita
resmi statistik itu, dilakukan pembahasan terkait komoditas apa saja yang memberikan tekanan
inflasi pada bulan sebelumnya dan bulan berjalan. Rapat koordinasi Kota Ternate selalu
dipimpin oleh Sekretaris Kota Ternate selaku ketua TPID Kota Ternate. Pada rapat koordinasi
dimaksud, setiap pihak yang diundang menyampaikan permasalahan dan langkah apa saja
yang dapat diambil untuk menekan kenaikan harga dari komoditas penyumbang inflasi.
Pada rapat di bulan Januari 2017, seluruh peserta rapat yang diundang diminta untuk
menyusun rencana aksi pengendalian harga sepanjang tahun 2017. Dengan
mempertimbangkan sebagian besar komoditas penyumbang inflasi merupakan bahan pangan,
sebagian besar rencana aksi berada pada produksi tanaman pangan. Selain itu, juga terdapat
rencana aksi yang mendorong pengembangan infrastruktur distribusi pangan.
Pada bulan Februari 2017, rapat koordinasi difokuskan untuk membahas rencana aksi
yang telah dibuat serta mendapatkan informasi terkini terkait ketersediaan pasokan komoditas
penyumbang inflasi. Adapun kesimpulan dari rapat tersebut antara lain melakukan Kunjungan
ke sentral pertanian baik di Ternate maupun di Wairoro, kabupaten Halmahera Tengah, dan
kabupaten Halmahera Timur, melakukan Kunjungan ke para distributor sembako di Kota
Ternate untuk memastikan ketersediaan stok, koordinasi dengan otoritas pelabuhan Ahmad
Yani Ternate terkait jadwal bongkar muat barang khusus barang pangan kebutuhan masyarakat
Ternate di prioritaskan, berkoordiansi dengan pemerintah provinsi untuk melakukan
pembatasan penjualan sapi ke luar Maluku Utara, Dinas Pertanian kota perlu mengeluarkan
kalender tanam bagi petani di Ternate, dan penggadan cold storage untuk untuk cabai dan
tomat.
Menindaklanjuti hasil rapat TPID Kota Ternate pada tanggal 23 Februari 2017 bahwa
untuk memastikan kebutuhan masyarakat Kota Ternate, diperlukan kunjungan ke beberapa
tempat strategis. TPID Kota Ternate dipimpin oleh Ketua TPID yang juga Sekretaris Daerah
Kota Ternate DR. M. Tauhid Soleman pada 17 Maret 2017 melakukan kunjungan ke PT Pelindo
51
cabang Ternate, lahan pertanian di Kelurahan Tubo Kec Ternate Utara, dan Gudang PT
Semarak di Kec Ternate Selatan. Adapun hasil kunjungan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Permasalahan keterlambatan bongkar muat di pelabuhan Ahmad Yani seperti yg
dikeluhkan oleh para distributor bahan pangan disebabkan karena dermaga Ahmad Yani
dalam proses pekerjaan sehingga menganggu aktivitas kapal sandar dan bongkar muat.
2. Lahan pertanian yang disiapkan oleh petani cabai binaan Dinas Pertanian Kota Ternate
khusus di kelurahanTubo kurang lebih seluas 6 HA mulai melakukan persiapan
penanaman. Diperkirakan panen dapat dilakukan menjelang bulan suci Ramadan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh selama kunjungan, beberapa petani di kelurahan
lain sudah mulai melaksanakan penanaman.
3. Berdasarkan hasil tinjauan langsung ke gudang distributor di kelurahan Ubo-ubo,
didapatkan informasi bahwa pasokan masih mampu menenuhi kebutuhan masyarakat
dua bulan. Sebagai informasi tambahan, pasokan untuk bulan-bulan berikutnya juga
sedang dalam perjalanan ke Kota Ternate.
Rapat Koordinasi TPID Kota Ternate di bulan April 2017 dilaksanakan untuk membahas
langkah apa saja yang perlu diambil utnuk menghadapi bulan Ramadan yang jaraknya hanya
satu bulan. Pada rapat tersebut, beberapa pihak seperti Pertamina, Pelindo, pemasok bahan
pangan, dan dinas terkait menyampaikan hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghadapi bulan
Ramadan.
Rapat koordinasi tersebut menghasilkan kesimpulan antara lain: melakukan koordiansi
antara wilayah untuk memastikan ketersediaan stok barito maupun daging sapi untuk
memenuhi kebetuhan masyarakat Kota Ternate di bulan Ramadan dan hari raya Idul Fitri,
koordinasi dengan semua pihak agar laju inflasi Kota Ternate tidak melebihi laju inflasi nasional,
KSOP dan Pelindo akan membentuk posko menyambut bulan suci Ramadan dan hari raya Idul
Fitri dan siap bekerjasama dgn TPID kota Ternate, kebutuhan pangan masyarakat Kota Ternate
di bulan suci Ramadan dan Idul Fitri agar dapat terpenuhi dengan harga terjangkau, Pertamina
Ternate menjamin ketersediaan BBM selama Ramadan dan Idul Fitri, serta TPID perlu
berkoordinasi dengan ASDP untuk membicarakan keluhan para penyalur komoditas pangan
dan dicarikan solusinya.
Pada bulan April juga telah dilakukan Rapat Koordinasi TPID Kota Tidore Kepulauan
untuk pertama kalinya di tahun 2017. Pada rapat tersebut, dinas terkait menyampaikan
informasi produksi komoditas pangan di Kota Tidore Kepulauan yang dapat menekan inflasi
52
Maluku Utara. Pada rapat tersebut juga direncanakan kerjasama yang dapat dilakukan untuk
menghadapi bulan Ramadan dan hari raya Idul Fitri.
Pada bulan April juga dilakukan kunjungan ke pedagang di Kota Ternate oleh Kepala
Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan didampingi Kepala Dinas Perindag
Provinsi Malut Asrul Gailea dan Kadis Perindag Kota Ternate Nuryadin Rahman serta Kepala
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara. Kunjungan yang dilakukan pemerintah pusat
ke Provinsi tujuanya untuk mengecek langsung harga sembilan bahan pokok (sembako) jelang
bulan suci Ramadan 1438 H tahun 2017. Selain kepada pedagang, kunjungan juga dilakukan
ke pelabuhan Ahmad Yani dan Bulog Subdivre Ternate.
TPID Provinsi Maluku Utara juga melaksanakan rapat koordinasi di bulan April untuk
persiapan menghadapi bulan Ramadan. Pada rapat koordinasi tersebut, turut hadir TPID Kota
Tidore Kepulauan dan TPID Kabupaten Halmahera Barat. Pada rapat tersebut lebih fokus
membahas bentuk kerjasama yang dapat dilakukan untuk memenuhi permintaan masyarakat
sehingga dapat menekan harga. Pada rapat tersebut juga diwacanakan High Level Meeting
TPID yang akan dilakukan menjelang bulan Ramadan.
53
Secara umum, meskipun konsumsi rumah tangga tumbuh melambat ketahanan
sektor rumah tangga masih terjaga. Risiko kredit dari sektor rumah tangga tercatat
pada level yang rendah.
Sementara itu, walaupun tumbuh melambat stabilitas keuangan sektor korporasi
masih terjaga. Kinerja kredit sektor korporasi menunjukan penurunan baik UMKM
maupun nonUMKM namun masih dalam batas wajar. Namun demikian, terdapat
perbaikan kinerja di sektor perbankan syariah yang didorong oleh penambahan asset
dan pertumbuhan giro yang cukup signifikan.
BAB IV ANALISIS STABILITAS KEUANGAN
DAERAH
“Stabilitas Keuangan Daerah Stabil Terjaga”
NPL Sektor
Rumah Tangga
0,64%
NPL Korporasi
4,35%
54
4.1. Asesmen Sektor Rumah Tangga
4.1.1. Kondisi Terkini dan Sumber Kerentanan Sektor Rumah Tangga
Perekonomian Maluku Utara pada sisi pengeluaran, secara konsisten didominasi oleh
Konsumsi Rumah Tangga, dengan pangsa lebih dari 55% selama setidaknya satu dekade
terakhir. Permintaan domestik menjadi penggerak utama perekonomian Maluku Utara, meski
secara perlahan mulai berkurang pangsanya seiring peningkatan pangsa dari investasi swasta
dan konsumsi pemerintah. Hal tersebut terlihat pada pangsa konsumsi rumah tangga di triwulan
I 2017 tercatat sebesar 57,87%, sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 58,48%.
Sejalan dengan penurunan pangsa rumah tangga, pertumbuhan konsumsi rumah
tangga tercatat tumbuh melambat pada triwulan I 2017 yakni sebesar 4,50% (yoy) lebih rendah
dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,35% (yoy).
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga pada PDRB Maluku Utara
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Tren penurunan pada sektor konsumsi rumah tangga tersebut sejalan dengan hasil
Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tercatat turun dari
124 menjadi 121, begitu pula dengan Indeks Ekspektasi Konsumen yang mengalami penurunan
dari 131 menjadi 129. Terdapat indikasi bahwa melambatnya konsumsi masyarakat khususnya
pada triwulan I 2017, diakibatkan oleh kondisi kegiatan usaha yang mengalami perlambatan.
Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil SK yang menunjukan indeks kegiatan usaha saat
dibandingkan 6 bulan lalu mengalami penurunan dari 131 menjadi 130, begitupula dengan
indeks konsumsi barang-barang tahan lama dari 118 menjadi 93.
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
50,0
52,0
54,0
56,0
58,0
60,0
62,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
% (yoy)Pangsa thdPDRB (%)
Pangsa g_Konsumsi RT (rhs)
55
Grafik 4.2 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga pada PDRB Maluku Utara
Melihat perkembangan konsumsi Rumah Tangga mengalami penurunan, dari hasil SK
menunjukan bahwa walaupun terjadi penurunan ekspektasi penghasilan dan ketersediaan
lapangan pekerjaan untuk 6 bulan yang akan datang, masyarakat masih optimis terhadap iklim
kondisi usaha ke depan. Dari sisi harga, tekanan terhadap kerentanan keuangan rumah tangga
sangat rendah seiring dengan tingkat inflasi yang terjaga di level rendah. Secara umum,
masyarakat menilai walaupun terjadi sedikit kenaikan harga sepanjang triwulan I 2017
dibandingkan triwulan sebelumnya dari 1,91% menjadi 2,41%, namun tidak setinggi triwulan
yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 5,45%. Hal tersebut ditunjukan bahwa indeks
perubahan harga secara umum pada 3 bulan mendatang akan mengalami sedikit penurunan
dari 162 menjadi 151.
Grafik 4.3. Ekspektasi Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi 6 Bulan Mendatang
Grafik 4.4. Perkiraan Perkembangan Perubahan Harga dan Proyeksi Inflasi di Maluku Utara
121,94
114,44
129,44
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
IKK (Keyakinan Konsumen)IKE (Kondisi Ekonomi Saat Ini)IEK (Ekspektasi Konsumen)
Optim
isP
esim
is
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Ekspektasi PenghasilanKonsumen
Ekspektasi KetersediaanLapangan Kerja
Ekspektasi KegiatanUsaha
2016 I 2016 IV 2017 I
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
180,00
200,00
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
inflasi yoy, %Indeks
Perubahan harga secara umum 3 bulan mendatang Inflasi (rhs)
56
4.1.2. Kinerja Keuangan dan Intermediasi Perbankan pada Sektor
Rumah Tangga
Walaupun terjadi perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada PDRB
Maluku Utara, terjadi kenaikan alokasi penghasilan masyarakat untuk konsumsi pada triwulan I
2017 dari 53,47% menjadi 57,17%. Terdapat indikasi terjadinya penurunan pendapatan
masyarakat Maluku Utara sehingga menyebabkan pengurangan alokasi untuk tabungan. Hal
tersebut terefleksi dari penurunan alokasi penghasilan masyarakat untuk tabungan menurun
dari 31,10% menjadi 25,98%.
Grafik 4.5. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga di Maluku Utara
Penurunan alokasi penghasilan yang digunakan untuk menabung terkonfirmasi dari
kondisi Pangsa penghimpunan Dana Pihak Ketiga perseorangan yang turut menyusut dari
84,22% pada triwulan IV 2016 menjadi 76,29% pada triwulan I 2017. Namun demikian,
tabungan masih mendominasi komposisi DPK nasabah perseorangan.
Grafik 4.6. Pangsa DPK Perseorangan dan
Bukan Perseorangan di Maluku Utara
Sumber: Laporan bank , diolah
Grafik 4.7. Komposisi DPK Perseorangan di
Maluku Utara
Sumber: Laporan bank , diolah
60,12 60,00 63,25 57,68 54,51 52,4561,85 53,47 57,17
15,19 14,25 12,8515,35
11,12 19,4917,61
17,6516,85
24,69 26,15 25,70 27,6737,31
30,27 27,53 31,10 25,98
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Konsumsi Cicilan pinjaman Tabungan
45,42% 90,89% 94,33% 84,86% 84,39% 76,29% 84,22% 76,29%
54,58% 9,11% 5,67% 15,14% 15,61% 23,71% 15,78% 23,71%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
IV I IV I IV I IV I
2016 2017 2016 2017 2016 2017 2016 2017
Giro Tabungan Deposito Total
Perseorangan Bukan Perseorangan
10,71% 13,65% 13,75% 10,28% 8,06% 9,88% 8,58% 8,46% 7,53%
63,71% 61,63% 62,27% 67,85% 66,51% 66,01% 66,92% 67,03% 67,00%
25,57% 24,72% 23,98% 21,87% 25,43% 24,11% 24,50% 24,51% 25,47%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
57
Berdasarkan kategori pendapatan, masyarakat dengan pendapatan menengah dan
tinggi (3-5 juta) cenderung mengalokasikan pendapatannya untuk konsumsi lebih tinggi
daripada rata-rata seluruh kategori (58,33%). Namun diantara kelompok nilai pendapatan
masyarakat, pembayaran cicilan hutang paling tinggi yaitu kelompok masyarakat dengan
pendapatan menengah (3-4 juta) dengan komposisi 20,83%. Sedangkan alokasi penghasilan
untuk menabung tertinggi ada pada masyarakat dengan kategori pendapatan tinggi (>4 juta)
yakni rata-rata 30,00% dari pendapatannya.
Sementara itu alokasi penghasilan untuk membayar cicilan tertinggi berada pada
masyarakat pada kategori pendapatan menengah (Rp3-4 juta) dengan komposisi 20,83%.
Namun demikian, secara umum alokasi penghasilan masyarakat untuk cicilan mengalami
kenaikan dari 16,15% menjadi 16,78%. Kenaikan cicilan umumnya didorong untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam rangka membiayai konsumsinya. Terjaganya harga di level yang
rendah serta suku bunga tabungan dan deposito yang terus mengalami penurunan,
menyebabkan preferensi masyarakat untuk menggunakan dananya sendiri dalam melakukan
konsumsi.
Penggunaan Pendapatan
Rp 1 - 2 juta Rp 2 - 3 juta Rp 3 - 4 juta Rp 4 - 5 juta > Rp 5 juta Rata-rata
Konsumsi 56,79 58,18 58,33 58,33 50,00 56,33
Cicilan pinjaman 17,33 14,09 20,83 11,67 20,00 16,78
Tabungan 25,87 27,73 20,83 30,00 30,00 26,89
Tabel 4.1. Alokasi Pendapatan Masyarakat per Kategori berdasarkan Penggunaan
Di lain sisi, walaupun nilai DPK Perseorangan tumbuh melambat dari 10,79% (yoy) di
triwulan I 2016 menjadi 3.24% (yoy) di triwulan I 2017, namun pertumbuhan jumlah rekening
masyarakat di perbankan tercatat menunjukkan adanya peningkatan dari 12,09% pada triwulan
I 2016 (yoy) menjadi 13,97% pada triwulan I 2017 (yoy). Angka tersebut juga lebih besar dari
pertumbuhan di triwulan IV 2016 sebesar 12,85% (yoy). Pertumbuhan jumlah rekening yang
mengalami peningkatan berasal dari kelompok nilai < Rp10 Juta dan >Rp20 Miliar. Sementara
itu, jumlah rekening dari kelompok nilai lainnya cenderung tumbuh melambat atau mengalami
penurunan dibanding triwulan sebelumnya.
58
Tabel 4.2. Jumlah Rekening Perbankan Masyarakat berdasarkan Kelompok Nilai
Sumber: Laporan bank , diolah
Sementara, kinerja penyaluran kredit perseorangan menunjukkan penyusutan dari
18,33% (yoy) (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 5,08% (yoy) pada triwulan I 2017. Namun
demikian, pangsa penyaluran kredit perseorangan justru mengalami sedikit kenaikan dari
93,90% pada triwulan IV 2016 menjadi 93,95% pada triwulan I 2017. Hal ini dikarenakan
adanya kenaikan kredit bukan perseorangan yang cukup signifikan pada triwulan sebelumnya di
bulan Oktober 2016 sebesar Rp719.55 Miliar.
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit perseorangan untuk keperluan konsumsi memiliki
pangsa 67,46%, sementara untuk modal kerja sebesar 20,46% dan untuk investasi sebesar
6,03%. Kredit konsumsi perseorangan tersebut, sebagian besar digunakan untuk keperluan
multiguna dengan pangsa 51,24%, sementara untuk keperluan KPR hanya sebesar 10,14%,
KKB sebesar 0,48%, dan pembelian peralatan rumah tangga sebesar 0,50%.
Grafik 4.8. Pangsa Kredit Perseorangan Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: Laporan bank , diolah
Dari sisi risiko kredit, NPL sektor rumah tangga tercatat di level yang sangat rendah
yakni hanya sebesar 0,40% namun masih lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 0,31%.
Penurunan kinerja NPL terjadi hampir pada semua jenis kredit yang digunakan sektor rumah
<10 J
T
>10 J
T
- 100 J
T
>100JT
- 5
00JT
>500JT
- 1
M
>1 M
- 2
M
>2 M
- 5
M
>5M
- 1
0M
>10M
-15M
>15M
- 2
0M
>20M
Jml 576.800 517.441 52.803 5.516 576 305 143 12 1 1 2
yoy (%) 12,09 11,87 13,55 20,62 6,08 21,51 5,15 33,33 -50,00 0,00 -71,43
Jml 638.368 570.616 58.056 8.232 722 433 239 48 11 5 6
yoy (%) 12,85 14,11 1,16 16,34 18,75 32,42 40,59 37,14 10,00 400,00 50,00
2017 Jml 657.370 593.503 55.057 7.517 665 395 179 32 4 4 14
yoy (%) 13,97 14,70 4,27 36,28 15,45 29,51 25,17 166,67 300,00 300,00 600,00I
Maluku Utara Rekening
Kelompok Nilai
2016
IV
I
6,05%
20,46%
6,03%
67,46%
93,95%
Bukan Perseorangan
Perseorangan Modal Kerja
Perseorangan Investasi
Perseorangan Konsumsi
59
tangga mulai dari kredit multiguna, kredit untuk kendaraan bermotor, dan kredit untuk
pembelian barang elektronik dan furniture.
4.2. Asesmen Sektor Korporasi
4.2.1. Kondisi Terkini dan Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Perekonomian Maluku Utara pada triwulan I 2017 mengalami akselerasi pertumbuhan.
Secara sektoral pertumbuhan sektor utama yakni sektor pertambangan, sektor pengadaan
listrik dan gas, serta sector administrasi pemerintah. Namun demikian, perlambatan terjadi pada
sektor pertanian, perkebunan dan peternakan serta sektor industri pengolahan makanan dan
minuman. Hal ini dipengarughi oleh rendahnya produksi ikan tangkap dikarenakan cuaca buruk
yang berkepanjangan.
Sementara, berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, pada
triwulan I 2017 korporasi di Maluku Utara kinerjanya jauh menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya, dengan saldo bersih tertimbang -17,49%, jauh lebih rendah dari triwulan
sebelumnya sebesar 1,58%. Penurunan utamanya didorong oleh Sektor pertanian dengan
saldo bersih tertimbang menurun dari -9,96% menjadi -11,27%.
Grafik. 4.9. Perkembangan Dunia Usaha per Sektor Ekonomi
Perlambatan dunia usaha tersebut dipengaruhi oleh penurunan kapasitas produksi. Hal
ini diindikasikan dengan adanya penurunan kapasitas produksi di sektor pertanian dari 65% di
triwulan IV 2016 menjadi 30% di triwulan I 2017. Selain faktor kapasitas produksi, perlambatan
juga dipengaruhi oleh kondisi likuiditas usaha yang cenderung mengalami hambatan. Namun
demikian, berdasarkan akses kredit, kondisi keuangan perusahaan justru mengalami perbaikan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
60
Tabel 4.3 Kondisi Likuiditas Korporasi
4.2.2. Penyaluran Kredit pada Sektor Korporasi
Kredit pada sektor korporasi hanya memiliki pangsa sebesar 32,38% atau dengan nilai
nominal Rp2,12 triliun. Penyaluran kredit korporasi pada triwulan I 2017 menunjukkan adanya
perlambatan, yakni sebesar 8,20% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya 8,79% (yoy).
Perlambatan ini salah satunya dipengaruhi oleh menurunnya kinerja kredit nonUMKM, yakni
berasal dari tidak lancarnya pembayaran permerintah daerah terhadap beberapa rekanan di
sektor konstruksi dan jasa.
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit modal kerja menguasai pangsa sektor korporasi
dengan share 78,41%, sementara kredit investasi memiliki pangsa sebesar 21,59%. Penyaluran
kredit modal kerja pada sektor korporasi di Maluku Utara mengalami perlambatan, pada
triwulan I 2017 pertumbuhannya mencapai 12,30% (yoy) melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 13,62% (yoy). Namun demikian, perlambatan pertumbuhan kredit
investasi pada triwulan I 2017 membaik menjadi -2,53 (yoy) dari -3,70% (yoy) di triwulan
sebelumnya.
Grafik 4.10. Perkembangan Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: Laporan bank , diolah
Kredit korporasi didominasi oleh penyaluran pada Sektor Perdagangan Besar dan
Eceran, dengan pangsa 71,45%, disusul oleh Sektor Konstruksi dengan pangsa 9,45%, dan
sisanya terbagi rata di seluruh sektor. Pada sektor konstruksi, penyaluran kredit pada triwulan I
Baik Cukup BurukSaldo Bersih
(%Baik-%Buruk)Baik Cukup Buruk
Saldo Bersih
(%Baik-%Buruk)
Akses Kredit 0,00% 66,67% 33,33% -33,33% 50,00% 37,50% 12,50% 37,50%
Kondisi keuangan perusahaan
berdasarkan likuiditas 52,00% 44,00% 4,00% 48,00% 43,14% 54,90% 1,96% 41,18%
Kondisi keuangan perusahaan
berdasarkan rentabilitas 52,00% 46,00% 2,00% 50,00% 66,67% 33,33% 0,00% 66,67%
Q 1 2017Q 4 2016
Kondisi Keuangan
1.667,93 78,41%
459,24 21,59%
Modal Kerja Investasi
12,30%
-2,53%-10,00%
-5,00%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Modal Kerja Investasi
61
2017 menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 17,24% (yoy), lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya sebesar 17,24% (yoy), sedangkan untuk sektor perdagangan besar dan eceran,
mengalami perlambatan pertumbuhan dari 11,97% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 8,71%
(yoy) di triwulan I 2017.
Pertumbuhan pada kredit sektor korporasi pada triwulan I 2017 tidak diiringi dengan
perbaikan kinerja NPL yang melambat dari 4,06% pada triwulan IV 2016 menjadi 4,35% di
triwulan I 2017. Sektor penyumbang melambatnya kinerja NPL yaitu sektor penyediaan
akomodasi dan penyediaan makan minum, sektor perantara keuangan dan sektor real estate,
usaha persewaan, dan jasa perusahaan. Ditengah perlambatan kinerja NPL tersebut, sektor
perdagangan besar dan eceran menunjukan perkembangan yang baik walaupun tidak cukup
signifikan untuk mendongkrak kinerja NPL sektor korporasi secara keseluruhan.
Grafik 4.11. NPL Kredit Korporasi
Sumber: Laporan bank , diolah
Grafik 4.12. NPL Kredit Korporasi per Kategori
Debitur
Sumber: Laporan bank , diolah
Berdasarkan kategori debiturnya, kredit korporasi didominasi oleh debitur UMKM
dengan pangsa sebesar 81,52%, sedikit menyusut dari triwulan sebelumnya yakni sebesar
82,64%. Kredit korporasi pada debitur UMKM nampak mengalami sedikit penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara nominal, pada triwulan I 2017 sebesar Rp1,74 triliun
sedikit menyusut dari triwulan sebelumnya sebesar Rp1,75 triliun. Pertumbuhan kredit korporasi
UMKM juga melambat dari 8,79% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 8,20% (yoy). Terbatasnya
kemampuan likuiditas korporasi UMKM, menyebabkan golongan ini rentan terhadap perubahan
kondisi ekonomi. Namun demikian, risiko kredit korporasi dengan skala UMKM terindikasi
menurun. NPL korporasi UMKM pada triwulan I 2017 tercatat 5,03% sedikit memburuk dari
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,80%.
4.52%4.06%
4.35%
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
5.03%
1.24%
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
NPL UMKM NPL Non-UMKM
62
4.3. Asesmen Institusi Keuangan (Perbankan)
4.3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan
Total aset bank umum di Provinsi Maluku Utara pada triwulan I 2017 tercatat sebesar
Rp8,45 triliun. Secara tahunan, aset perbankan Malut tumbuh sebesar 4,63% (yoy) sedikit
meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,20% (yoy). Faktor
pendorong percepatan pertumbuhan utamanya disumbang oleh kelompok bank swasta
nasional dari -1,52% di triwulan IV 2016 (yoy) menjadi 7,08% di triwulan I 2017 (yoy).
Sedangkan faktor penghambat pertumbuhan aktiva perbankan di Malut disebabkan oleh BPD
yang mengalami perlambatan dari 6,72% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 0,80% (yoy)
pada triwulan I 2017. Sementara itu, berdasarkan jenis operasinya, kinerja perbankan syariah
mengalami penaikan cukup signifikan dari triwulan sebelumnya dari -0,66% (yoy) di triwulan IV
2016 menjadi 22,41% (yoy) di triwulan I 2017. Namun demikian, secara umum stabilitas
keuangan daerah masih tetap terjaga. Namun sebaliknya aset perbankan konvensional pada
triwulan I 2017 tercatat hanya tumbuh 3,72% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh 4,46% (yoy).
Grafik 4.13. Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah)
Sumber : Laporan bank , diolah
4.3.2. Intermediasi Perbankan
Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan yang beroperasi di Maluku Utara
pada posisi akhir triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp 6,34 triliun, lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang sebesar Rp 6,30 triliun. Namun secara tahunan, pertumbuhan DPK
mengalami kontraksi menjadi -2,39% (yoy) semakin menyusut dari triwulan sebelumnya
sebesar 1,24% (yoy).
7.105
8.079 8.461 8.453
9,97%
13,70%
4,63%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
14,00%
16,00%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
II III IV I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Mil
iyar
Ru
pia
h
AKTIVA g AKTIVA yoy (%)
63
Jumlah simpanan tabungan pada akhir triwulan I 2017 mencapai Rp3,56 triliun, atau
menyusut -5,44% (qtq). Namun secara tahunan, tabungan tumbuh dari 0,87% (yoy) menjadi
4,20% (yoy). Melambatnya pertumbuhan tabungan salah satunya dipengaruhi oleh
meningkatnya preferensi masyarakat dalam menggunakan dana milik sendiri untuk melakukan
kegiatan konsumsi akibat meningkatnya ketidakpastian kondisi perekonomian pada periode
mendatang. Sementara itu, simpanan giro pada akhir triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp1,32
triliun. Walaupun terdapat kenaikan secara nominal, akan tetapi secara tahunan pertumbuhan
simpanan giro menyusut sebesar -20,82% (yoy) atau terkontraksi semakin dalam dibanding
triwulan sebelumnya sebesar -19,07% (yoy). Perlambatan simpanan giro ini dipengaruhi oleh
menurunnya giro sektor pemerintah. Tidak tercapainya target pendapatan pemerintah,
mendorong penggunaan giro pemerintah di perbankan untuk membiayai belanja pada triwulan I
2017.
Sama halnya dengan simpanan giro, simpanan deposito mengalami kontraksi baik
secara nominal maupun secara pertumbuhan tahunan. Pada akhir triwulan I 2017, jumlah
simpanan deposito tercatat sebesar Rp1,45 triliun. Secara tahunan deposito tumbuh melambat
menjadi 3,48% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 22,99% (yoy).
Grafik 4.14. Perkembangan DPK (miliar rupiah)
Sumber : Laporan bank , diolah
Dari sisi penyaluran kredit, secara umum jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan
di Maluku Utara mengalami kenaikan pada triwulan I 2017 yang tercatat sebesar Rp6,56 triliun.
Secara tahunan, penyaluran kredit tumbuh 12,80% (yoy), sedikit melambat dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh 12,88% (yoy). Perlambatan ini terutama terjadi pada kredit modal
kerja yang tercatat tumbuh 12,30% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
13,62% (yoy), serta kontraksi yang semakin mendalam untuk kredit investasi dari -3,70% (yoy)
menjadi -2,53% (yoy) pada triwulan I 2017. Meningkatnya aktivitas jasa keuangan dan
munculnya BPR baru maupun penyelenggaran jasa money changer baru menyebabkan kredit
13,20%
1,24%
-2,39%
-10,00%
-5,00%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
II III IV I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Mil
iyar
Ru
pia
h
Giro Tabungan Deposito g DPK yoy (%)
64
modal kerja di sektor jasa keuangan tumbuh meningkat dari -30,44% (yoy) menjadi 167.04%
(yoy). Menurunnya kinerja kredit disebabkan oleh kesunya permintaan di beberapa sektor.
Sehingga hal ini menyebabkan para pelaku usaha cenderung memilih untuk tidak mengajukan
kredit investasi baru.
Grafik 4.15. Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah)
Sumber : Laporan bank , diolah
Sementara, kredit konsumsi tercatat tumbuh 14,85%, sedikit lebih tinggi dari
pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 14,68% (yoy). Percepatan
pertumbuhan kredit konsumsi terutama dipengaruhi oleh tingginya penyaluran kredit perabot
dengan pertumbuhan sebesar 32,01% (yoy) pada triwulan I 2017 dan kredit multiguna dengan
pertumbuhan sebesar 18,63% (yoy). Di lain sisi, KPR mengalami penyusutan sebesar -988%
(yoy).
Dengan perkembangan penghimpunan dana dan penyaluran kredit tersebut, peran
intermediasi perbankan di Maluku Utara terindikasi mengalami kontraksi namun tetap
terkendali. Hal ini tercermin dari tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) masih berada di level yang
tinggi yakni 103,51%, meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 101,57%.
12,10%12,88%12,80%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
14,00%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
II III IV I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Mil
iyar
Ru
pia
hModal Kerja Investasi Konsumsi g Kredit yoy (%)
65
Grafik 4.16. Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara
Sumber : Laporan bank , diolah
Berdasarkan perkembangan intermediasi perbankan dan rendahnya risiko kredit yang
dicerminkan dengan perkembangan Non Performing Loan (NPL) pada triwulan I 2017, secara
umum, ketahanan sektor lembaga keuangan yang diwakili perbankan masih berada dalam
kondisi yang cukup baik. NPL masih berada di dalam batas aman, di bawah ambang batas
yang sebesar 5%. Pada triwulan I 2017 NPL perbankan Maluku Utara tercatat hanya sebesar
1,81%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 1,66%. Penurunan NPL terutama terjadi
pada perbaikan kredit yang disalurkan ke sektor korporasi baik UMKM maupun nonUMKM.
Grafik 4.17. Perkembangan NPL Perbankan di Malut
Sumber : Laporan bank , diolah
4.3.3. Perbankan Syariah
Perbankan syariah secara umum memiliki pangsa aset sebesar 5,71% dari total
seluruh perbankan di Maluku Utara. Aset perbankan syariah Maluku Utara pada triwulan I 2017
tercatat sebesar Rp482 miliar, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
Rp418 Miliar. Secara tahunan, aset perbankan syariah pada triwulan I 2017 mengalami
akselerasi sebesar 14,46% (yoy), setelah sebelumnya mengalami kontraksi sebesar -0,66%
(yoy) pada triwulan sebelumnya.
89,57%
101,57%103,51%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
120,00%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
II III IV I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Mil
iyar
Ru
pia
h
Kredit (Rp Miliyar) DPK (Rp Miliyar) LDR (RHS)
1,89%1,66%
1,81%
0,00%
0,50%
1,00%
1,50%
2,00%
2,50%
3,00%
3,50%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
II III IV I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Mil
iyar
Ru
pia
h
Kredit (Rp Miliyar) NPL's (RHS)
66
Sejalan dengan itu pertumbuhan DPK naik dari 7,51% (yoy) di triwulan IV 2016
menjadi 18,70% (yoy) di triwulan I 2017. Pertumbuhan terutama terjadi pada simpanan jenis
giro yang tumbuh signifikan dari sebelumnya tumbuh 38,12% (yoy) terakselerasi menjadi
sebesar 307,89% (yoy). Namun demikian, untuk tabungan dan deposito syariah justru
mengalami penurunan. Tabungan syariah tercatat tumbuh melambat sebesar 4,37% (yoy)
setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 10,47% (yoy). Sementara itu deposito syariah
mengalami kontraksi sebesar -6,56% (yoy), sedikit lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
sebesar -6,75% (yoy). Efek berkurangnya rate bagi hasil serta meningkatnya konsumsi
masyarakat menyebabkan simpanan dalam bentuk tabungan syariah dan deposito syariah
menurun, namun demikian kinerja di sektor perbankan syariah terlihat semakin membaik.
Lebih lanjut lagi, pembiayaan perbankan syariah pada triwulan laporan menunjukan
perbaikan kinerja. Penyaluran pembiayaan oleh bank syariah di Maluku Utara pada triwulan I
2017 tercatat sebesar Rp222,03 miliar, tumbuh sebesar 19,30% (yoy), terakselerasi dari
triwulan sebelumnya sebesar 3,77% (yoy). Perbaikan kinerja terutama dialami oleh pembiayaan
untuk modal kerja yang tercatat tumbuh meningkat di triwulan I 2017 menjadi 54,56% (yoy) dari
22,58% (yoy) seiring dengan kinerja sektor pertambangan yang terus meningkat selama tahun.
Sementara itu, pembiayaan konsumtif tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 14,63% (yoy)
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 2,58% (yoy). Adapun pembiayan investasi
mengalami menyusut sebesar -14707% (yoy) sedikit membaik dari triwulan sebelumnya
sebesar-17,54% (yoy).
Grafik 4.18. Perkembangan Perbankan Syariah
Sumber : Laporan bank , diolah
Dengan perkembangan tersebut, pada triwulan I 2016, FDR perbankan syariah Maluku
Utara tercatat sebesar 49,60%. Dari sisi risiko pembiayaan, non performing financing (NPF)
mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya dari 2,39% menjadi 2,64%.
53,12% 51,99%49,60%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
450.000
500.000
II III IV I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Pembiayaan (Rp Juta) DPK (Rp Juta) FDR (RHS)
67
4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat
Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
di Maluku Utara pada triwulan I 2017 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Hal tersebut terkonfirmasi dengan melambatnya pertumbuhan DPK dan
penyaluran kredit di triwulan I 2017. Namun demikian, Aset BPR/BPRS masih menunjukan
adanya kenaikan.
DPK pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp58,12 miliar atau tumbuh melambat
menjadi 41,97% (yoy), lebih rendah daripada triwulan sebelumnya yang tumbuh 43,26% (yoy).
Perlambatan terutama terjadi pada jenis simpanan berbentuk tabungan yang hanya tumbuh
25,77% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 40,11% (yoy).
Dari sisi penyaluran dana, pada triwulan I 2017 BPR/BPRS di Maluku Utara
mencatatkan kredit/pembiayaan sebesar Rp44,59 miliar, lebih rendah dari triwulan sebelumnya
sebesar Rp53,62. Secara tahunan, pertumbuhan kredit/pembiayaan menyusut menjadi -7,30%
(yoy) di triwulan I 2017, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 21,87% (yoy).
Meningkatnya jumlah kredit pegawai khususnya dari pemerintah kota Ternate menjadi salah
satu faktor pendorong kinerja penyaluran dana BPR/S pada triwulan I 2017.
Aset BPR/S tumbuh secara nominal menjadi Rp108,02 miliar, dengan pertumbuhan
dari 35,85% (yoy) pada triwulan lalu, menjadi 50,34% (yoy) pada triwulan I 2017. Hal ini
dikarenakan terdapat adanya BPR baru yaitu BPR modern dan terdapat beberapa BPR yang
melakukan ekspansi usaha dengan menambah jaringan kantor di Halmahera.
Grafik 4.19 Perkembangan BPR/BPRS (juta rupiah)
Sumber : Laporan bank , diolah
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
DPK (Juta Rp) Aset (Juta Rp) Kredit (Juta Rp)
68
4.4. Pengembangan Akses Keuangan
Kredit UMKM yang disalurkan perbankan Malut pada triwulan I 2017 tercatat Rp1,74
triliun, sedikit menyusut dari triwulan sebelumnya sebesar Rp1,75 triliun. Namun secara
tahunan, jumlah tersebut tumbuh sebesar 8,94% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 8,47% (yoy). Faktor pendorong pertumbuhan tersebut berasal dari
pertumbuhan kredit modal kerja yang disalurkan kepada debitur UMKM pada triwulan I 2017
sebesar 12,47% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,21%
(yoy). Sementara itu, kredit investasi UMKM tumbuh sebesar -1,15% (yoy) menyusut dari
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,49% (yoy).
Seiring dengan pertumbuhan kredit UMKM, jumlah debitur UMKM pada triwulan I 2017
tercatat sebesar 25.357 rekening, atau tumbuh sedikit melambat 9,31% (yoy) setelah
sebelumnya tumbuh 10,21% (yoy). Sedangkan dari sisi kualitas kredit, NPL debitur UMKM pada
triwulan I 2017 tercatat sebesar 5,03%, sedikit memburuk dari triwulan sebelumnya sebesar
4,80%. Penurunan kinerja NPL tercatat terjadi pada sektor transportasi seiring kinerja subsektor
perikanan dan perdagangan yang berkelanjutnan sehingga sektor penunjang seperti sektor
transportasi juga ikut lesu.
69
69
Secara umum, transaksi keuangan tunai di Maluku Utara pada triwulan laporan
mengalami net inflow meski melambat dikarenakan adanya peningkatan
aktivitas perekonomian di tengah masyarakat Maluku Utara.
Sementara, transaksi keuangan nontunai masih dalam tren kontraksi seiring
dengan berkurangnya kegiatan di perbankan.
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM
PEMBAYARAN
“Transaksi tunai meningkat seiring tingginya
pertumbuhan ekonomi Maluku Utara”
Net Inflow
Triwulan I 2017
Rp59,10 miliar
Nominal Transaksi
Kliring Triwulan I 2017
Rp234,92
miliar
70
5.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
Aliran uang kartal pada triwulan I 2017 di Maluku Utara menunjukkan net inlow (uang
yang masuk lebih besar daripada jumlah uang yang keluar dari khasanah Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara). Pada triwulan I 2017, aliran uang masuk (inflow)
tercatat sebesar Rp307,28 miliar, sementara aliran uang keluar (outflow) sebesar Rp248,19
miliar sehingga menghasilkan net inflow sebesar Rp59,10 miliar.
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai di Maluku Utara
Berdasarkan pola historisnya, pada triwulan I belum banyak proyek-proyek
pembangunan Pemerintah Daerah yang dimulai sehingga kebutuhan uang di masyarakat tidak
setinggi triwulan lainnya. Hal ini ditunjukkan dari terjadinya net inflow pada triwulan pertama
setiap tahun di Maluku Utara. Namun, seiring dengan tingginya pertumbuhan ekonomi Maluku
Utara di triwulan I 2017, terjadi peningkatan jumlah uang keluar yang cukup signifikan sehingga
net inflow tidak setinggi tiga tahun ke belakang yang nilainya di atas Rp100 miliar.
Pada triwulan I 2017, net inflow tercatat mengalami kontraksi sebesar 69,03% (yoy),
berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang selalu menunjukkan pertumbuhan positif.
Hal ini didorong oleh tingginya pertumbuhan uang keluar (outflow) yang tercatat sebesar
54,23% (yoy). Sementara itu, jumlah uang masuk (inflow) pertama kali terkoreksi setelah tahun-
tahun sebelumnya selalu tumbuh. Adapun kontraksi inflow tercatat sebesar 12,65% (yoy).
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang Rupiah dalam kondisi yang masih
relatif baru dan layak edar serta menjangkau masyarakat yang jauh dari wilayah perkotaan,
Sumber: Unit Pengelolaan Uang Rupiah KPw BI Maluku Utara
71
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (KPw BI Provinsi Malut)
melaksanakan layanan kas titipan bekerjasama dengan perbankan di Kota Tobelo, Kabupaten
Halmahera Utara yang telah berlangsung sejak bulan Maret 2016. Pada tahun 2017, KPw BI
Provinsi Malut juga membuka Pelayanan kas titipan di Kota Labuha Kabupaten Halmahera
Selatan, bekerjasama dengan perbankan setempat. Selain itu, KPw BI Provinsi Malut juga
melakukan kegiatan kas keliling secara rutin ke berbagai kabupaten/kota di wilayah Provinsi
Maluku Utara. Selama triwulan I 2017 Unit Pengelolaan Uang Rupiah KPw BI Provinsi Malut
telah melaksanakan 12 kali kas keliling ke luar Kota Ternate dan 25 kali kas keliling dalam kota.
Bulan Lokasi
Januari Kota Ternate, Halmahera Barat, Halmahera Timur, dan Halmahera Tengah
Februari Kota Ternate, Halmahera Selatan, dan Kepulauan Sula
Maret Kota Ternate, Halmahera Timur, Halmahera Barat, Halmahera Tengah, dan Halmahera Utara
Tabel 5.1 Kegiatan Kas Keliling di Maluku Utara
Pada triwulan I 2017, ditemukan uang palsu sebanyak 32 lembar di wilayah kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, jumlah ini meningkat jauh
dibandingkan temuan triwulan sebelumnya dimana terdapat temuan sebanyak 17 lembar.
Dalam rangka melindungi masyarakat dari tindak kriminal pemalsuan uang, Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Maluku Utara secara periodik melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang
rupiah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang keaslian uang rupiah dan
meminimalisir temuan uang palsu. Sosialisasi dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan seperti
pasar (baik modern maupun tradisional), pusat pendidikan seperti universitas dan sekolah atau
kepada Pemerintah Daerah. Selain kegiatan sosialisasi secara langsung, Bank Indonesia juga
melakukan publikasi tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah melalui media massa baik cetak
maupun elektronik.
Sumber: Unit Pengelolaan Uang Rupiah KPw BI Maluku Utara
72
5.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Nontunai
Perkembangan transaksi pembayaran nontunai di Maluku Utara yang tercermin dari
transaksi pada layanan kliring perbankan mengalami kontraksi. Secara tahunan, nominal
transaksi kliring terkontraksi 9,81% (yoy). Sementara itu, layanan keuangan digital kepada
masyarakat di Maluku Utara semakin gencar seiring dengan kebutuhan masyarakat akan akses
keuangan digital yang kian tinggi.
5.2.1 Perkembangan Kegiatan Kliring
Transaksi nontunai melalui fasilitas kliring pada periode triwulan I 2017 tercatat
sebesar Rp234,92 miliar, terkontraksi semakin dalam dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 7,45% (yoy) menjadi 9,81% (yoy). Dari jumlah transaksi pun mengalami kontraksi
sebesar 9,02% (yoy) setelah pada dua triwulan sebelumnya juga mengalami kontraksi sebesar
4,93% (yoy) dan 0,89% (yoy)
Pengurangan transaksi melalui kliring di Maluku Utara (yoy) ditengarai karena
menurunnya kegiatan masyarakat dalam menggunakan fasilitas kliring perbankan sehingga
perpindahan dana melalui kliring ikut berkurang. Hal ini juga ditengarai karena adanya
perubahan aturan dimana, transaksi pemindahbukuan senilai Rp100 juta dapat juga
dilaksanakan menggunakan fasilitas RTGS. Melambatnya sektor jasa keuangan dan beberapa
sektor usaha lainnya juga berkontribusi pada pengurangan transaksi melalui kliring.
Grafik 5.2 Perkembangan Kliring di Maluku Utara Tabel 5.2 Perkembangan Cek/ BG
Kosong di Maluku Utara
Sumber: Unit Operasional SP KPw BI Maluku Utara
Sumber: Unit Operasional SP KPw BI Maluku Utara
73
Sementara itu, rasio cek dan bilyet giro (BG) kosong masih terjaga di level yang sangat
rendah. Pada triwulan laporan, jumlah cek dan bilyet giro kosong tercatat sebesar 40 lembar
atau berkurang 9,09% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang berjumlah 44 lembar. Adapun rasio
nilai nominal cek/BG kosong terhadap cek/BG yang diserahkan pada triwulan I 2017 adalah
sebesar 0,85%, turun dari rasio triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,90%. Terdapat
transaksi ditolak yang nilainya cukup besar sehingga rasio nominal cek/BG kosong meningkat
menjadi 9,31% pada triwulan I 2017.
5.2.2 Perkembangan Keuangan Digital
Pada triwulan I 2017, jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) tercatat sebanyak
539 agen yang tersebar di seluruh daerah di Provinsi Maluku Utara. Jumlah ini tumbuh
signifikan sebesar 103% (yoy), meski masih melambat jika dibandingkan triwulan IV 2016 yang
tumbuh hingga 149% (yoy). Jika dilihat dari segi pertumbuhan antar triwulan, juga terjadi
pengurangan jumlah agen sebanyak 32 agen dari 571 agen pada triwulan IV 2016 menjadi 539
agen. Hal ini dikarenakan adanya EDC yang rusak atau ketersediaan EDC tidak sebanyak
jumlah agen sehingga terdapat agen yang dinonaktifkan
Dengan banyaknya agen LKD di Maluku Utara, diharapkan masyarakat Maluku Utara
mampu menggunakan layanan keuangan digital dalam transaksi keuangan yang dilakukan
sehari-hari sehingga mewujudkan Less Cash Society.
Grafik 5.3 Perkembangan Jumlah Agen LKD di Maluku Utara
Sumber: Unit Pengawasan SP, PUR & KI KPw BI Maluku Utara
74
75
Tingkat ketimpangan pengeluaraan penduduk Maluku Utara adalah sebesar
0,309, meningkat dibanding kondisi Maret 2016 yang sebesar 0,286. Meskipun
terjadi pelebaran tingkat ketimpangan pengeluaran di Malut, namun distribusi
pengeluaran di antara penduduk masih cukup merata.
Seiring perbaikan kondisi ekonomi Maluku Utara, penyerapan tenaga kerja juga
mengalami perbaikan. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya TPAK
Februari 2017 menjadi 69,48%, dibanding periode Februari 2016 yang hanya
sebesar 67,83%
BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
“Kesejahteraan masyarakat Maluku Utara
masih dalam tingkat yang baik”
Gini Ratio 2016
0,309%
TPAK
69,48%
76
6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan
Perkembangan indikator ketenagakerjaan di Maluku Utara masih menunjukkan
pertumbuhan yang baik. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mengalami peningkatan
dari 67,83% pada Februari 2016 menjadi 69,48% di Februari 2017. Namun demikian, Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) justru mengalami peningkatan menjadi 4,82% dibanding periode
yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar 3,43%. Meskipun terjadi peningkatan TPT
namun, penyerapan tenaga kerja yang tercermin pada TPAK masih menunjukkan angka yang
lebih tinggi, artinya pertumbuhan perekonomian yang berlangsung di Maluku Utara masih
memberikan dampak positif pada penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Grafik 6.1 Perkembangan TPT dan TPAK Maluku Utara
Penyerapan tenaga kerja paling besar terjadi di sektor pertanian, perkebunan,
kehutanan, perburuan, dan perikanan, diikuti oleh sektor jasa kemasyarakatan, sosial, dan
perorangan, kemudian terdapat sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi yang
peningkatan penyerapannya tampak cukup signifikan. Berdasarkan data historisnya, saat ini
tengah berlangsung pergeseran penyerapan tenaga kerja dari sektor utama, yakni sektor
pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan menuju sektor-sektor sekunder
dan tersier seperti sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, dan sektor perdagangan,
rumah makan, dan jasa akomodasi.
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
77
Grafik 6.2 Jumlah Tenaga Kerja pada Lapangan Pekerjaan Utama di Maluku Utara (ribu jiwa)
Pada triwulan berjalan, diperkirakan penggunaan tenaga kerja akan mengalami
peningkatan ditandai dengan saldo bersih tertimbang (SBT) perkiraan Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) yang mencatatkan nilai positif 7,06%. Penambahan tenaga kerja diperkirakan
akan berasal dari sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan, dimana terdapat
peningkatan target produksi dan mulai beroperasinya beberapa perusahaan baru, terutama
perusahaan smelter nikel.
Tabel 6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara (ribu jiwa)
Indikator 2015 2016 2017
Feb Agsts Feb Agsts Feb
Penduduk 15 Tahun Keatas 763,3 773,18 782,4 792,5 801,9
Angkatan Kerja 519 513,6 530,7 524,5 557,1
Bekerja 490,2 482,54 512,5 503,5 530,3
Pengangguran 28,8 31,06 18,2 21 26,8
Bukan Angkatan Kerja 244,3 259,58 251,7 268 244,7
TPAK 67,99% 66,43% 67,83% 66,19% 69,48%
TPT 5,56% 6,05% 3,43% 4,01% 4,82%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
78
6.2 Tingkat Kesejahteraan Daerah
Pada akhir triwulan I 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara tercatat sebesar
101,01 terkontraksi sebesar 3,74% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya. Menurunnya NTP
pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya antara lain disebabkan oleh
peningkatan indeks harga hasil produksi pertanian lebih rendah dibanding indeks harga barang
dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian. Hal
tersebut juga tercermin dari peningkatan indeks konsumsi rumah tangga (IKRT) yang
menunjukkan bahwa pada akhir triwulan I 2017 terjadi inflasi perdesaan sebesar 0,43% (mtm).
Inflasi perdesaan tersebut terjadi karena adanya kenaikan pada enam kelompok pengeluaran,
yakni (1) bahan makanan; (2) makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; (3) perumahan;
(4) sandang; (5) kesehatan; dan (6) pendidikan, rekreasi, dan olah raga.
Grafik 6.3 Perkembangan NTP Maluku Utara Grafik 6.4 NTP per Subsektor di Maluku Utara
Menurunnya NTP Maluku Utara terjadi pada hampir seluruh sektor pertanian,
kecuali perikanan. Terjaganya permintaan masyarakat, lancarnya pasokan, dan cuaca yang
mendukung menjadi indikator masih terjaganya NTP Perikanan. Sementara, menurunnya NTP
pada subsektor lain, antara lain disebabkan oleh kenaikan harga barang dan jasa yang
dikonsumsi rumah tangga dan harga produk penunjang produksi pertanian. Namun demikian,
secara umum, kesejahteraan petani dari berbagai subsektor masih dapat terjaga.
Pada triwulan laporan, juga tercatat bahwa NTP Maluku Utara lebih tinggi daripada NTP
Nasional, meski mengalami penurunan dibanding dengan NTP triwulan sebelumnya. Namun
demikian, NTP Maluku Utara masih terjaga di angka lebih besar dari 100, dimana hal tersebut
mengindikasikan pendapatan petani masih lebih besar dibandingkan pengeluarannya.
Sehingga, meskipun mengalami koreksi NTP, namun kesejahteraan petani di Maluku Utara
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
79
masih terjaga. Pada triwulan I 2017, dari sepuluh provinsi di wilayah Sulampua, delapan
provinsi mengalami penurunan NTP. Hanya Provinsi Papua dan Papua Barat yang mengalami
peningkatan NTP.
Tabel 6.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua
Peringkat Provinsi NTP
1 Sulbar 105,44
2 Gorontalo 104,43
3 Papua Barat 101,33
4 Maluku Utara 101,01
5 Sulsel 100,74
6 Maluku 100,39
7 Sultra 96,16
8 Papua 96,07
9 Sulteng 95,36
10 Sulut 91,65
Nasional 99,95
Lebih jauh lagi ditelaah, ditengah perbaikan perekonomian hingga triwulan I 2017,
tingkat kemiskinan di Maluku Utara per September 2016 masih tercatat mengalami
peningkatan menjadi 76,40 ribu orang dari 72,65 ribu orang pada periode waktu setahun
sebelumnya. Kondisi kemiskinan tersebut diperkirakan merupakan dampak lanjutan yang
masih terasa terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2016 lalu. Namun
demikian, dengan adanya perbaikan perekonomian Malut pada triwulan IV 2016 dan triwulan I
2017, diperkirakan tingkat kemiskinan Malut pada periode Maret akan semakin menurun.
Selain itu, inflasi tahun 2017 terus terjaga pada level yang rendah, juga diperkirakan
akan mengurangi tekanan pada risiko-risiko kenaikan garis kemiskinan, seperti terjaganya
harga komoditas beras, rokok, dan perumahan. Lebih jauh lagi, Idul Fitri yang akan jatuh pada
triwulan berjalan, diperkirakan akan mampu mendorong peningkatan persepsi kesejahteraan
masyarakat pada tahun 2017, mengingat akan adanya penyairan gaji ke-13 PNS dan THR bagi
karyawan. Kondisi perekonomian global yang mulai membaik, serta kembali bergeliatnya sektor
pertambangan di Maluku Utara memberikan pengaruh positif pada ekspektasi masyarakat
terhadap terhadap kondisi kesejahteraannya pada triwulan I 2017 hingga enam bulan ke depan.
Hal tersebut tercermin pada peningkatan indeks keyakinan konsumen dari 124 pada triwulan
lalu menjadi 129,4 pada triwulan I 2017.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
80
Pada bulan September 2016, BPS Provinsi Maluku Utara juga merilis data mengenai
kondisi Gini Ratio Maluku Utara. Berdasarkan rilis BPS, tingkat ketimpangan pengeluaraan
penduduk Maluku Utara adalah sebesar 0,309, meningkat dibanding kondisi Maret 2016 yang
sebesar 0,286. Gini ratio Maluku Utara berfluktuasi dari waktu ke waktu, namun masih di bawah
0,400 yang termasuk dalam kategori ketimpangan rendah, bahkan Malut termasuk dalam tiga
terendah se-Indonesia. Meskipun terjadi pelebaran tingkat ketimpangan pengeluaran di Malut,
namun distribusi pengeluaran di antara penduduk masih cukup merata.
Grafik 6.5 Perbandingan Gini Ratio Nasional Grafik 6.6 Tingkat Kemiskinan Maluku Utara
81
Perekonomian Malut pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari
triwulan II 2017 dan berada pada kisaran 6,9% (yoy) – 7,3% (yoy) dengan
kecenderungan bias ke bawah.
Dengan mempertimbangkan kondisi terkini serta risiko lonjakan inflasi pada periode
mendatang, inflasi pada triwulan III 2017 diproyeksikan pada kisaran 3,7% ± 1%
(yoy).
a
BAB VII
PROSPEK PEREKONOMIAN
“Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan melambat,
dan akan dibayangi oleh peningkatan tekanan
inflasi”
Proyeksi Ekonomi
Triwulan III 2017
6,9% -
7,3%
Proyeksi Inflasi
Triwulan III 2017
3,6%
-
4,0%
82
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Maluku Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh meningkat
dari triwulan berjalan dan berada pada kisaran 6,9% - 7,3% (yoy) dengan kecenderungan
bias ke bawah. Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih akan menjadi penggerak
utama ekonomi Provinsi Maluku Utara pada triwulan mendatang, diikuti oleh realisasi konsumsi
pemerintah yang juga akan semakin meningkat. Sementara itu, perbaikan produksi pada sektor
pertambangan dan meningkatnya produksi nikel yang disertai dengan rencana relaksasi UU
Minerba yang telah diimplementasi pada triwulan II 2017 diperkirakan akan berdampak pada
meningkatnya ekspor baik antar daerah maupun luar negeri.
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi didorong dari membaiknya kinerja sektor
utama khususnya sektor perdagangan besar dan eceran, sektor pertambangan, dan sektor
industri pengolahan. Selanjutnya, di tengah perbaikan perekonomian global dan nasional yang
masih berlangsung lambat, para pelaku usaha di Maluku Utara masih sangat optimis terhadap
perkembangan usahanya pada tahun 2017 yang sedang berjalan. Hal tersebut dikonfimasi dari
hasil SKDU Bank Indonesia yang menghasilkan saldo bersih tertimbang ekspektasi prompt
manufactory index yang meningkat dari 48,18% menjadi 50,63%.
Secara umum diperkirakan hasil produksi pertanian dan perikanan masih akan
meningkat. Selain itu, rencana relaksasi UU Minerba diperkirakan akan memberikan ruang lebih
luas bagi peningkatan ekspor Maluku Utara, utamanya dari komoditas nikel. Relaksasi UU
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara dan Bank Indonesia, diolah
Grafik 7.1 Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya
83
Minerba menjadi sebuah antitesis dari rencana pemerintah pusat untuk melakukan hilirisasi
sektor pertambangan, namun demikian, bagi Maluku Utara pembangunan smelter yang tengah
berlangsung diperkirakan tidak akan banyak terganggu oleh relaksasi UU Minerba tersebut. Hal
tersebut disebabkan, smelter yang telah dibangun di Maluku Utara mendapatkan pasokan nikel
dari perusahaan terafiliasi yang berada dalam satu kelompok usaha dengan smelter tersebut.
Lebih jauh lagi, berdasarkan hasil liaison, pelonggaran kebijakan tersebut justru akan
memberikan dorongan lebih kepada perusahaan tambang untuk membangun smelter, sebab
izin terbatas ekspor konsentrat tersebut hanya akan diberikan kepada perusahaan yang
berkomitmen akan membangun smelter-nya. Dampak dari operasionalisasi smelter di Maluku
Utara, cukup signifikan menggerakkan sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan di
Maluku Utara. Bahkan selama proses pembangunannya, sektor konstruksi dan sektor
perdagangan juga turut terdampak.
Peningkatan sumbangan dari sektor pertanian, sektor perdagangan, dan administrasi
pemerintahan diperkirakan akan mendorong pertumbuhan perekonomian Maluku Utara pada
tahun 2017. Dengan memperhatikan perkembangan terkini dan faktor-faktor risiko, diperkirakan
perekonomian Maluku Utara pada tahun 2017 akan tumbuh pada kisaran 6,6% - 7,0% (yoy),
lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada tahun 2016.
7.1.1 Sisi Permintaan
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 terutama didorong oleh
terjaganya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada level yang tinggi, dimana terdapat akan
berlangsung Idul Adha, perayaan keberangkatan dan kepulangan haji, serta dimulainya tahun
ajaran baru sekolah. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan terjaga pada kisaran
5%-6% (yoy) seiring dengan adanya pencairan gaji ke-14 dan tunjangan daerah. Kondisi ini
juga didukung dengan kecenderungan harga komoditas nikel, cengkih, fuli, dan pala yang
diperkirakan terus membaik pada tahun 2017 sehingga berdampak positif pada pendapatan
masyarakat Maluku Utara.
Sementara itu, kegiatan ekspor baik luar negeri maupun antar daerah diprediksi masih
tetap tumbuh tinggi. Hal tersebut merupakan efek lanjutan dari mulai beroperasinya smelter di
Pulau Gebe dan smelter Pulau Obi yang ditargetkan akan beroperasi pada triwulan II 2017.
Selain itu, upaya intensif pemerintah daerah beserta beberapa pengusaha perikanan untuk
84
mendorong pelaksanaan ekpor produk perikanan langsung dari Maluku Utara juga diperkirakan
akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian Malut.
Lebih jauh lagi, penguatan kerjasama antar instansi di Maluku Utara untuk memperkuat
pengawasan pencatatan traksaksi perdagangan antar daerah dan antara negara diperkirakan
akan semakin menekan terjadinya berbagai transaksi tak tercatat yang selama ini marak terjadi.
Implementasi kerjasama antar daerah untuk perluasan dan penguatan juga terus berlangsung,
seperti kerjasama antara Halmahera Barat dengan Jawa Timur, kerjasama Tidore Kepulauan
dengan Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, dan berbagai kerjasama lainnya. Kerjasama-
kerjasama semacam itu, dapat dimanfaatkan untuk mendorong terjadinya peningkatan kualitas
dan produktivitas komoditas-komoditas di Maluku Utara sebab terjadi suatu persaingan yang
sehat.
Faktor penghambat pertumbuhan diperkirakan akan berasal dari komponen konsumsi
pemerintah. Terbatasnya ruang gerak fiskal karena pangsa APBD yang cukup banyak tergerus
oleh pembayaran kewajiban kepada pihak ketiga juga diperkirakan akan berdampak pada
berkurangnya belanja modal di Maluku Utara. Disetujuinya utang pemprov kepada bank
diperkirakan akan membayangi pertumbuhan komponen konsumsi pemerintah. Lebih jauh lagi,
target peningkatan realisasi PAD yang sebagian besar bersumber dari bagi hasil perusahaan
tambang masih disangsikan akan dapat dicairkan sepenuhnya pada tahun 2017 ini.
7.1.2 Sisi Penawaran
Ditilik dari sisi penawaran, meningkatnya pertumbuhan pada triwulan III 2017
mendatang akan didorong oleh meningkatnya kinerja sektor administrasi pemerintahan, sektor
perdagangan dan sektor konstruksi. Peningkatan anggaran pemerintah provinsi dan kabupaten
kota, rencana pembangunan beberapa proyek pembangkit listrik, serta terus berlangsungnya
pembangunan jalan lingkar Halmahera, pelabuhan-pelabuhan baru, dan pembangunan
kawasan industri Buli diperkirakan akan memberikan dampak pada peningkatan kinerja sektor
konstruksi pada triwulan III 2017 mendatang, yang biasanya juga diikuti dengan peningkatan
kinerja pada sektor perdagangan besar dan eceran. Adanya pembukaan pasar-pasar baru baik
tradisional maupun modern di berbagai wilayah di Provinsi Maluku Utara juga diperkirakan akan
meningkatkan kegiatan pada sektor perdagangan.
Sementara itu, sektor pertambangan tercatat masih tumbuh pada level yang tinggi,
seiring dengan membaiknya harga nikel, serta pelonggaran kebijakan pelarangan ekspor
85
konsentrat. Perusahaan pertambangan nikel yang masih beroperasi tercatat meningkatkan
target level produksinya setelah sebelumnya dipangkas akibat turunnya harga nikel selama
pertengahan tahun 2016 dan masih belum selesainya pabrik smelter yang ingin mereka
bangun. Selanjutnya, pada triwulan III 2017 sejalan dengan telah beroperasinya smelter-smelter
baru, baik di Maluku Utara maupun di kawasan lain, juga menjadi peluang perluasan pasar bagi
para perusahaan tambang nikel sehingga turut menjadi faktor pendorong untuk meningkatkan
level produksi.
Sektor-sektor utama diperkirakan seluruhnya mengalami akselerasi, sementara sektor-
sektor pendukung seperti sektor transportasi dan pergudangan, sektor informasi dan
komunikasi, dan sektor jasa keuangan diperkirakan akan mengalami perlambatan yang
disebabkan oleh volatilitas musiman pada sektor-sektor tersebut. Pola pertumbuhan kredit pada
triwulan III yang cenderung melambat serta rendahnya pertumbuhan simpanan dalam bentuk
giro diperkirakan masih akan menjadi penghambat kinerja sektor keuangan pada triwulan III
2017.
7.2 Outlook Inflasi Daerah
Tekanan inflasi kota Ternate pada triwulan III 2017 diperkirakan akan mengalami
peningkatan dibanding inflasi triwulan berjalan. Tren peningkatan harga minyak dunia yang
tengah berlangsung, ditengarai akan mendorong adanya penyesuian lanjutan terhadap harga
BBM di Indonesia. Pertamina dan Pemerintah akan melaksanakan evaluasi harga BBM setiap
tiga bulan sekali, dan diperkirakan evaluasi selanjutnya akan dilaksanakan pada triwulan III-
2017 mendatang. Mengingat pemerintah pusat sudah menegaskan bahwa tidak akan kenaikan
harga yang bersumber dari penetapan harga pemerintah (administered prices). Kemungkinan
kenaikan harga BBM ini perlu diantisipasi agar second round effect tidak terlalu merembet
hingga mempengaruhi harga-harga yang lain.
Selain itu, pada triwulan III 2017 mendatang akan, sesuai dengan adat istiadat di Maluku
Utara akan banyak berlangsung perayaan dalam rangka pelepasan dan penyambutan
kedatangan rombongan haji. Kebiasaan yang demikian, terindikasi akan meningkatkan
permintaan masyarakat terhadap bahan-bahan makanan untuk acara tasyakuran. Selain itu,
berdasarkan informasi dair BMKG, intensitas hujan masih akan berada di atas rata-rata.
Kejadian tersebut diperkirakan akan berlangsung di beberapa daerah yang menjadi pemasok
bahan makanan Maluku Utara, seperti Jawa Timur, Sulut, dan Sulsel. Kondisi yang demikian
ditengarai akan mempengaruhi stabilitas pasokan barang ke Maluku Utara, yang kemudian
86
akan berdampak terhadap stabilitas harga pada triwulan berjalan hingga pertengahan triwulan
selanjutnya.
Selain di daerah-daerah pemasok di luar Maluku Utara, beberapa wilayah di Maluku
Utara juga diperkirakan akan mengalami curah hujan di atas rata-rata dengan disertai angin.
BMKG memperkirakan bahwa tren jumlah maksimum hari berturut-turut hujan di Maluku Utara
akan cenderung bertambah pada paruh pertama 2017 ini. Kondisi tersebut ditengarai akan
memberikan pengaruh terhadap hasil tangkapan ikan nelayan di Maluku Utara.
Risiko-risiko tersebut diperkirakan akan mendorong peningkatan inflasi di triwulan III
2017 mendatang. Guna mengantisipasi lonjakan harga di tahun 2017, pemerintah daerah telah
menyusun beberapa rencana aksi, antara lain peningkatan konektivitas pengangkutan
komoditas bahan pangan strategis melalui penyediaan angkutan bersubsidi berupa truk dan
kapal sewa. Selain itu, peningkatan produktivitas tanaman pangan dilakukan melalui
ekstensifikasi dan pembudidayaan tanaman pangan dan tanaman hortikultura penyebab inflasi
seperti padi, aneka cabai, aneka bawang, dan sayur-sayuran. Hingga awal triwulan berjalan,
program-program tersebut telah memberikan dampak pada terjaganya level inflasi pada tingkat
yang rendah. Selain itu, dengan meningkatnya produksi komoditas tersebut ketergantungan
Kota Ternate pada pasokan dari luar provinsi juga semakin berkurang.
Hingga triwulan III 2017, risiko peningkatan tekanan inflasi diperkirakan muncul terutama
dari inflasi inti dan inflasi administered price. Dari inflasi inti, tekanan berasal dari pola tahunan
subkelompok sandang, pendidikan, peralatan pendidikan, dan perlengkapan rumah tangga
sebagai dampak lanjutan pasca Idul Fitri dan adanya tahun ajaran baru untuk berbagai level
pendidikan mulai dari TK sampai dengan SLTA. Sementara itu, dari sisi inflasi administered
price, peningkatan tekanan inflasi dipicu oleh implementasi kenaikan BBM, juga kenaikan tarif
dasar listrik di triwulan III 2017 mendatang. Tekanan juga meningkat akibat ekspektasi
masyarakat terhadap kenaikan harga TDL yang berlangsung berturut-turut, serta ekspektasi
terhadap kenaikan harga BBM. Dengan memperhatikan risiko-risiko tersebut, inflasi pada
triwulan III 2017 diperkirakan berada pada kisaran 3,6% - 4,0%. (yoy).
Peningkatan yang terjadi pada beberapa komoditas administered prices, seperti tarif
listrik, tarif PDAM, dan kemungkinan tarif BBM, diperkirakan akan menekan inflasi pada level
yang lebih tinggi pada tahun 2017 ini. Dengan memperhatikan perkembangan terkini dan faktor-
faktor risiko, diperkirakan inflasi Maluku Utara pada tahun 2017 akan tumbuh pada kisaran
4,2% - 4,6% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada tahun 2016.