Top Banner
SITI RETNO WULANDARI B AYANGKAN seluncur berbentuk spiral, mirip dengan yang banyak di kolam renang. Namun, yang meluncur turun bukanlah orang, melainkan tanaman. Seperti itulah desain inovasi dari ma- hasiswa semester empat Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung (ITB), Brian Ivander. Spiral tersebut ditempatkan pada sebuah tiang penyangga pada posisi ver- tikal. Pada kolom spiral, nantinya akan diisi tanaman satu kali panen seperti sawi, pakcoy, dan selada. “Inovasi ini didasari pada berkurangnya lahan pertanian konvensional, apalagi di kota besar seperti Jakarta. Segala jenis sayur harus dikirim dari berbagai daerah di Tanah Air untuk kemudian dijual di pasar Jakarta,” tutur Brian kepada Media Indonesia di kampus ITB Jalan Ganesha, Bandung, Rabu (15/4). Brian terinspirasi dari desain taman vertikal dan tanaman hidroponik. Na- mun, ia menyadari kebun vertikal yang banyak sekarang ini bisa menyulitkan saat panen. Bayangkan saja jika orang harus menggeser-geser tangga untuk memanen tanaman. Karena itu, Brian menggunakan desain berbentuk spiral, dengan penerapan teknik gravitasi. Saat tanaman di bagian bawah dipanen, secara otomatis tanaman di atas bergerak turun. Untuk memutar spiral, digunakan te- naga listrik. Begitu juga untuk memompa air ke atas. “Dengan mampu berpindah sendiri, semua bisa terkontrol, lebih sederhana,” ucap pria yang mengaku memang senang dunia pertanian itu. Inovasi orisinal yang ditampilkan di pameran inovasi mahasiswa ITB, ITB In Move 2015, pada awal April 2015 itu juga dikatakan ramah tem- pat. Spiral berukuran 6x6 meter dengan tinggi 5,5 meter itu dapat dibangun di dekat apartemen, pasar, sekolah atau area publik lainnya. Dengan begitu, perkotaan dapat mengurangi keter- gantungan pangan dari wilayah perdesaan. Ha- silnya jejak karbon aki- bat distribusi sayuran dari desa ke kota juga bisa dikurangi. Dalam presentasi- nya, Brian meng- asumsikan dalam satu hari terdapat 12 ribu mobil yang masuk ke Jakarta. Sebagian dari itu merupakan rantai distribusi pangan ke Jakarta. “Kalau punya ladang sayur sendiri, meskipun tidak semua sayur, bisa sedikit mengurangi tingkat kemacetan, polusi, juga ketergantungan terhadap harga BBM (bahan bakar minyak). Sayur akan dijual mahal mengikuti penaikan harga BBM. kalau ada di dekat kita kan perjalanan menjadi lebih singkat,” ungkapnya. Masih terdapat kendala Berdasar desain yang dibuat, spiral dapat menggunakan PVC, sedangkan tiang menggunakan besi. Jika diperlukan, helixponik dapat juga dilengkapi atap agar aman dari serangan hujan. Berdasar ukurannya, he- lixponik bisa memuat 12 ribu tanaman dengan target panen 400 per hari. Namun, yang menjadi pertanyaan ialah soal intensitas sinar matahari hingga ke tanaman di tingkat bawah. Untuk soal itu, Brian menawarkan opsi penggunaan lampu penumbuh tanam- an yang sekarang banyak di pa- saran. Di sisi lain, Brian mengaku terkendala biaya untuk membuat prototipe. “Saat presentasi di acara ITB Innovators Move, komunitas Indonesia Berkebun tertarik, tetapi ingin melihat prototipenya terlebih dahulu yang akan selesai pada Juni 2015. Masih membutuhkan donatur juga sih untuk membuat prototipe,” tuturnya. Mahasiswa cemerlang itu pun meng- inginkan adanya rekan kerja yang memi- liki latar belakang di bidang pertanian. Ia ingin mengetahui bagaimana pemberian jarak yang benar dalam bertanam hidro- ponik dengan bentuk spiral. Karena, imbuh Brian, pada desainnya itu antara pot tanaman yang satu dan lainnya berdempetan. Selain itu, ia ingin mengetahui tingkat stres tanaman apabila mengikuti pola kerja alat inovasinya. Brian ingin terus mengembangkan alat inovasinya agar bisa diterapkan pada lingkungan masyarakat dan tidak seka- dar wacana. Ia pun sudah terpikirkan beberapa alternatif untuk memberikan jarak, tapi tanaman dapat tetap berpindah dengan sendirinya. Seperti penggunaan sensor, jika tanaman di bagian bawah spiral dipanen. Sensor secara otomatis akan mengirim- kan sinyal kepada sekat yang ada untuk membuka celah pembatas. Sensor juga bisa menghitung jumlah panen yang nanti- nya data akan tersimpan dan bisa dibuka melalui komputer. Brian juga sudah menyiapkan sistem pendataan panen. Dengan begitu, peng- guna bisa menyesuaikan panen dengan permintaan yang ada. (M-3) [email protected] ANTARA/SAHLAN KURNIAWAN Pangan Perkotaan: Untuk membantu perkotaan memenuhi kebutuhan sayur sendiri, mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Brian Ivander memadukan konsep hidroponik (atas) dengan taman vertikal (kanan). Dengan inovasi yang dinamakan Helixponik itu diharapkan pula jejak karbon dari distrubusi pangan bisa berkurang. MINGGU, 19 APRIL 2015 7 J EJAK HIJAU PROSES rehabilitasi terumbu karang di Taman Laut Pulau Pombo, Kabupaten Maluku Tengah, berjalan baik dan mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 87%. “Prosesnya berjalan sangat baik, terakhir kami periksa pada Oktober 2014, tingkat pertumbuhan terumbu karang yang kami sebarkan mencapai 87%. Dalam waktu dekat ini akan dicek lagi keberlang- sungannya sudah seperti apa,” kata peneliti Pusat Penelitian Laut Dalam (P2LD) Daniel Pelasula, di Ambon, Maluku. Pemeriksaan berikutnya, jelas Daniel, akan meng- ukur diameter tinggi dan lebar koloni terumbu karang serta perkembangan cabang sekitar 400 anakan karang yang telah disebarkan dalam dua tahap, yakni pada 14 Maret-19 Maret 2014 dan 16 April-17 April 2014. “Anakan yang kami sebarkan ada dua macam, ada karang bercabang dan karang masif, khusus untuk karang bercabang pertumbuhannya juga diukur dari pertumbuhan cabang-cabangnya,” katanya. Rehabilitasi terumbu karang di pulau itu, tambah dia, dilakukan untuk mengganti karang-karang yang rusak akibat terjangan ombak dan aktivitas penang- kapan ikan oleh masyarakat yang bermukim di seki- tarnya. Proses pertumbuhan terumbu karang yang disebarkan di bagian timur, barat, dan utara pulau seluas 1.000 hektare itu akan terus dipantau secara intensif oleh tim peneliti (P2LD) LIPI Ambon, hingga dipastikan telah menjadi karang dewasa. (Ant/M-3) MAKIN banyaknya hewan laut yang terdampar me- rupakan dampak aktivitas manusia. Direktur Kon- servasi Kawasan dan Jenis Ikan Ditjen Kelautan, Pe- sisir, Pulau-Pulau Kecil (KP3K) KKP Agus Dermawan mengatakan salah satu penyebab terdamparnya paus ialah adanya gangguan polusi suara. Polusi itu terjadi akibat peledakan bahan dinamit, pelayaran kapal selam dengan menggunakan sonar dan navigasi sehingga menyebabkan disorientasi pada hewan mamalia tersebut. Salah satu wilayah yang kini ikut disoroti akibat polusi lautnya ialah Sunda Kecil (Lesser Sunda). Wilayah perairan itu mencapai luas 35.802.039 hektare (ha) dan 10,886 kilometer (km) garis pantai yang membentang dari wilayah perairan Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, hingga Timor Leste menjadi salah satu ekoregion kaya di wilayah timur Indonesia. Di wilayah tersebut banyak perusahaan minyak dan gas dengan aktivitas yang dapat memicu po- lusi suara di laut. Salah satu upaya untuk menjaga ekosistem laut ialah dengan penetapan kawasan konservasi laut (KKL). Menurut Agus, sudah ada 36 KKL di ekoregion Lesser Sunda, dengan luas sekitar 4.826.569 ha. Berdasarkan kajian TNC, menurut Lesser Sunda Portofolio Manager TNC Glaudy Perdanahardja, ada 100 area di ekoregion tersebut yang potensial untuk dijadikan jejaring KKL, dengan total luas kawasan mencapai lebih kurang 9.864.045 ha. Indonesia menargetkan penetapan 20 juta ha KKL di 2020 sebagai upaya penyelamatan Segitiga Terumbu Karang. (Ant/M-3) Mahasiswa ITB Brian Ivander menciptakan alat helixponik yang berangkat dari paduan konsep hidroponik dan taman vertikal. MI/ROMMY PUJIANTO INFO HIJAU Karang di Pulau Pombo Tumbuh Pesat Polusi Suara Ganggu Biota Laut ANTARA/JIMMY AYAL Brian Ivander Hidroponik dengan Panen Praktis MI/IMMANUEL ANTONIUS DOK. BRIAN IVANDER
1

Media Indonesia 19 April 2015

Apr 13, 2017

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Media Indonesia 19 April 2015

SITI RETNO WULANDARI

BAYANGKAN seluncur berbentuk spiral, mirip dengan yang banyak di kolam renang. Namun, yang meluncur turun bukanlah orang,

melainkan tanaman.Seperti itulah desain inovasi dari ma-

hasiswa semester empat Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung (ITB), Brian Ivander.

Spiral tersebut ditempatkan pada sebuah tiang penyangga pada posisi ver-tikal. Pada kolom spiral, nantinya akan diisi tanaman satu kali panen seperti sawi, pakcoy, dan selada.

“Inovasi ini didasari pada berkurangnya lahan pertanian konvensional, apalagi di kota besar seperti Jakarta. Segala jenis sayur harus dikirim dari berbagai daerah di Tanah Air untuk kemudian dijual di pasar Jakarta,” tutur Brian kepada Media Indonesia di kampus ITB Jalan Ganesha, Bandung, Rabu (15/4).

Brian terinspirasi dari desain taman vertikal dan tanaman hidroponik. Na-mun, ia menyadari kebun vertikal yang banyak sekarang ini bisa menyulitkan saat panen. Bayangkan saja jika orang harus menggeser-geser tangga untuk memanen tanaman.

Karena itu, Brian menggunakan desain berbentuk spiral, dengan penerapan teknik gravitasi. Saat tanaman di bagian bawah dipanen, secara otomatis tanaman di atas bergerak turun.

Untuk memutar spiral, digunakan te-naga listrik. Begitu juga untuk memompa air ke atas.

“Dengan mampu berpindah sendiri, semua bisa terkontrol, lebih sederhana,” ucap pria yang mengaku memang senang dunia pertanian itu.

Inovasi orisinal yang ditampilkan di pameran inovasi mahasiswa ITB, ITB In Move 2015, pada awal April 2015 itu juga dikatakan ramah tem-pat. Spiral berukuran 6x6 meter dengan tinggi 5,5 meter itu dapat dibangun di dekat apartemen, pasar, sekolah atau area publik lainnya.

Dengan begitu, perkotaan dapat mengurangi keter-gantungan pangan dari wilayah perdesaan. Ha-silnya jejak karbon aki-bat distribusi sayuran dari desa ke kota juga bisa dikurangi.

Dalam presentasi-nya, Brian meng-asumsikan dalam satu hari terdapat 12 ribu mobil yang masuk

ke Jakarta. Sebagian dari itu merupakan rantai distribusi pangan ke Jakarta.

“Kalau punya ladang sayur sendiri, meskipun tidak semua sayur, bisa sedikit mengurangi tingkat kemacetan, polusi, juga ketergantungan terhadap harga BBM (bahan bakar minyak). Sayur akan dijual mahal mengikuti penaikan harga BBM. kalau ada di dekat kita kan perjalanan menjadi lebih singkat,” ungkapnya.

Masih terdapat kendalaBerdasar desain yang dibuat, spiral

dapat menggunakan PVC, sedangkan tiang menggunakan besi. Jika diperlukan,

helixponik dapat juga dilengkapi atap agar aman dari serangan hujan.

Berdasar ukurannya, he-lixponik bisa memuat 12 ribu tanaman dengan target panen 400 per hari. Namun, yang menjadi pertanyaan

ialah soal intensitas sinar matahari hingga ke tanaman di

tingkat bawah.Untuk soal itu, Brian

menawarkan opsi penggunaan lampu penumbuh tanam-an yang sekarang b a ny a k d i p a -saran. Di sisi lain, Brian mengaku ter kendala biaya

untuk membuat prototipe.

“Saat presentasi

di acara ITB Innovators Move, komunitas Indonesia Berkebun tertarik, tetapi ingin melihat prototipenya terlebih dahulu yang akan selesai pada Juni 2015. Masih membutuhkan donatur juga sih untuk membuat prototipe,” tuturnya.

Mahasiswa cemerlang itu pun meng-inginkan adanya rekan kerja yang memi-liki latar belakang di bidang pertanian. Ia ingin mengetahui bagaimana pemberian jarak yang benar dalam bertanam hidro-ponik dengan bentuk spiral.

Karena, imbuh Brian, pada desainnya itu antara pot tanaman yang satu dan lainnya berdempetan. Selain itu, ia ingin mengetahui tingkat stres tanaman apabila mengikuti pola kerja alat inovasinya.

Brian ingin terus mengembangkan alat inovasinya agar bisa diterapkan pada lingkungan masyarakat dan tidak seka-dar wacana. Ia pun sudah terpikirkan beberapa alternatif untuk memberikan jarak, tapi tanaman dapat tetap berpindah dengan sendirinya. Seperti penggunaan sensor, jika tanaman di bagian bawah spiral dipanen.

Sensor secara otomatis akan mengirim-kan sinyal kepada sekat yang ada untuk membuka celah pembatas. Sensor juga bisa menghitung jumlah panen yang nanti-nya data akan tersimpan dan bisa dibuka melalui komputer.

Brian juga sudah menyiapkan sistem pendataan panen. Dengan begitu, peng-guna bisa menyesuaikan panen dengan permintaan yang ada. (M-3)

[email protected]

ANTARA/SAHLAN KURNIAWAN

Pangan Perkotaan: Untuk membantu perkotaan memenuhi kebutuhan sayur sendiri, mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Brian Ivander memadukan konsep hidroponik (atas) dengan taman vertikal (kanan). Dengan inovasi yang dinamakan Helixponik itu diharapkan pula jejak karbon dari distrubusi pangan bisa berkurang.

MINGGU, 19 APRIL 2015 7JEJAK HIJAU

PROSES rehabilitasi terumbu karang di Taman Laut Pulau Pombo, Kabupaten Maluku Tengah, berjalan baik dan mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 87%.

“Prosesnya berjalan sangat baik, terakhir kami periksa pada Oktober 2014, tingkat pertumbuhan terumbu karang yang kami sebarkan mencapai 87%. Dalam waktu dekat ini akan dicek lagi keberlang-sungannya sudah seperti apa,” kata peneliti Pusat Penelitian Laut Dalam (P2LD) Daniel Pelasula, di Ambon, Maluku.

Pemeriksaan berikutnya, jelas Daniel, akan meng-ukur diameter tinggi dan lebar koloni terumbu karang serta perkembangan cabang sekitar 400 anakan karang yang telah disebarkan dalam dua tahap, yakni pada 14 Maret-19 Maret 2014 dan 16 April-17 April 2014.

“Anakan yang kami sebarkan ada dua macam, ada karang bercabang dan karang masif, khusus untuk karang bercabang pertumbuhannya juga diukur dari pertumbuhan cabang-cabangnya,” katanya.

Rehabilitasi terumbu karang di pulau itu, tambah dia, dilakukan untuk mengganti karang-karang yang

rusak akibat terjangan ombak dan aktivitas penang-kapan ikan oleh masyarakat yang bermukim di seki-tarnya. Proses pertumbuhan terumbu karang yang disebarkan di bagian timur, barat, dan utara pulau seluas 1.000 hektare itu akan terus dipantau secara intensif oleh tim peneliti (P2LD) LIPI Ambon, hingga dipastikan telah menjadi karang dewasa. (Ant/M-3)

MAKIN banyaknya hewan laut yang terdampar me-rupakan dampak aktivitas manusia. Direktur Kon-servasi Kawasan dan Jenis Ikan Ditjen Kelautan, Pe-sisir, Pulau-Pulau Kecil (KP3K) KKP Agus Dermawan mengatakan salah satu penyebab terdamparnya paus ialah adanya gangguan polusi suara.

Polusi itu terjadi akibat peledakan bahan dinamit, pelayaran kapal selam dengan menggunakan sonar dan navigasi sehingga menyebabkan disorientasi pada hewan mamalia tersebut.

Salah satu wilayah yang kini ikut disoroti akibat polusi lautnya ialah Sunda Kecil (Lesser Sunda). Wilayah perairan itu mencapai luas 35.802.039 hektare (ha) dan 10,886 kilometer (km) garis pantai yang membentang dari wilayah perairan Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, hingga Timor Leste menjadi salah satu ekoregion kaya di wilayah timur Indonesia.

Di wilayah tersebut banyak perusahaan minyak dan gas dengan aktivitas yang dapat memicu po-lusi suara di laut. Salah satu upaya untuk menjaga ekosistem laut ialah dengan penetapan kawasan konservasi laut (KKL). Menurut Agus, sudah ada 36

KKL di ekoregion Lesser Sunda, dengan luas sekitar 4.826.569 ha.

Berdasarkan kajian TNC, menurut Lesser Sunda Portofolio Manager TNC Glaudy Perdanahardja, ada 100 area di ekoregion tersebut yang potensial untuk dijadikan jejaring KKL, dengan total luas kawasan mencapai lebih kurang 9.864.045 ha.

Indonesia menargetkan penetapan 20 juta ha KKL di 2020 sebagai upaya penyelamatan Segitiga Terumbu Karang. (Ant/M-3)

Mahasiswa ITB Brian Ivander menciptakan alat helixponik yang berangkat dari paduan konsep hidroponik dan taman vertikal.

MI/ROMMY PUJIANTO

INFO HIJAU

Karang di Pulau Pombo Tumbuh Pesat Polusi Suara Ganggu Biota Laut

ANTARA/JIMMY AYAL

Brian Ivander

Hidroponik dengan Panen Praktis

MI/IMMANUEL ANTONIUS

DOK. BRIAN IVANDER