Top Banner
BAB II: IKATAN DALAM SENYAWA KOORDINASI May 18, 2010 Leave a comment II.1 Struktur Lewis Struktur Lewis suatu atom : lambang atom tersebut dikelilingi dengan sejumlah dot (sesuai dengan elektron valensinya). Struktur Lewis 6 C, 7 N, 8 O, dan 9 F adalah : . . . .. . C . . N : : O : : F : . . . . Struktur Lewis suatu molekul : menggambarkan ikatan-ikatan antar atom dalam molekul tersebut, setiap ikatan (pasangan elektron) digambarkan dengan 2 dot. Struktur Lewis CH 4 , NH 3 , H 2 O dan HF adalah : H H .. .. .. .. H : C : H H : N : H H : O : H H : F : .. .. . . .. H Pada ikatan C-H, N-H, O-H, dan H-F tersebut masing-masing atom saling menerima dan memberi elektron, disebut ikatan kovalen. Jika kedua elektron yang digunakan bersama berasal dari salah
44

materi presentasi termokimia

Oct 24, 2015

Download

Documents

Ayu C. Rahma

termokimia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: materi presentasi termokimia

BAB II: IKATAN DALAM SENYAWA KOORDINASIMay 18, 2010 Leave a comment

II.1 Struktur Lewis

Struktur Lewis suatu atom : lambang atom tersebut dikelilingi dengan sejumlah dot

(sesuai dengan elektron valensinya). Struktur Lewis 6C, 7N, 8O, dan 9F adalah :

.                      .                       .                     ..

. C  . . N : : O  : : F :

.                      .                       .                     .

Struktur Lewis suatu molekul : menggambarkan ikatan-ikatan antar atom dalam molekul tersebut,  setiap ikatan (pasangan elektron) digambarkan dengan 2 dot. Struktur Lewis CH4, NH3, H2O dan HF adalah :

H                           H

..                       ..                      ..                     ..

H : C  : H             H : N : H            H : O : H           H : F :

..                       ..                      ..                     ..

H

Pada ikatan C-H, N-H, O-H, dan H-F tersebut masing-masing atom saling menerima dan memberi elektron, disebut ikatan kovalen. Jika kedua elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom, disebut ikatan kovalen koordinasi (ikatan koordinasi).

II.2 Sifat kemagnetan

Diamagnetik (jika semua elektron berpasangan) : ditolak (amat lemah) oleh medan magnet

Paramagnetik (jika ada elektron yang tak berpasangan) : ditarik oleh medan magnet

Feromagnetik (pada Fe, Co, Ni): ditarik (sangat kuat) oleh medan magnet.

Secara kuantitatif ditunjukkan oleh momen magnetik (µ) :

µ  =   √[n(n+2)] BM

Page 2: materi presentasi termokimia

dengan  n = jumlah elektron tak berpasangan

BM= Bohr Magneton (satuan untuk momenmagnetik)

II.3 Teori Ikatan Valensi

Ikatan antara ion pusat dengan ligan merupakan ikatan koordinasi Struktur  kompleks ditentukan oleh hibridisasi yang terjadi pada ion pusatnya.

sp        → linier

sp2 → trigonal planar

sp3 → tetrahedral

sp3d     → bipiramida segitiga

sp3d2 → oktahedral

dsp2 → bujur sangkar

Contoh :

a. [CoF6]3- →    eksperimen : oktahedral, paramagnetik

27Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0

27Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0

Karena  [CoF6]3- paramagnetik, maka harus ada elektron tak berpasangan dalam hal ini pada sub kulit 3d.

Enam orbital kosong yaitu 4s, 4px, 4py, 4pz, 4dx2-y2, dan 4dz2 mengalami hibridisasi sp3d2

menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari F-

Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari luar (4d), maka disebut komplek orbital luar.

hibridisasi sp3d2

b. [Co(NH3)6]3+ →     Eksperimen : oktahedral, diamagnetik

27Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0

27Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0

Karena [Co(NH3)6]3+ diamagnetik, maka semua elektron (pada sub kulit 3d) berpasangan, sehingga terdapat orbital koson pada sub kulit 3d yaitu orbital 3dx2-y2 dan 3dz2.

Page 3: materi presentasi termokimia

Enam orbital kosong yaitu 3dx2-y2, 3dz2, 4s, 4px, 4py, 4pz, mengalami hibridisasi d2sp3

menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari NH3.

Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari dalam (3d), maka disebut komplek orbital dalam.

hibridisasi d2sp3

II.4 Teori Medan Kristal

Dimulai dari struktur kompleks yang sudah pasti Ikatan antara ion pusat degan logam bersifat ionik Ligan berpengaruh terhadap tingkat energi orbital d

Pengaruh ligan terhadap tingkat energi orbital d

ü  Orbital d dapat dibedakan menjadi 2 : orbital yang terdapat pada  sumbu atom, yaitu dx2-y2 dan dz2 disebut orbital eg ; dan orbital yang berada di antara sumbu atom, yaitu dxy, dxz dan dyz

disebut orbital t2g.

ü  Dalam struktur oktahedral, 6 ligan menempati titik-titik sudut bangun oktahedral yang terdapat pada  sumbu atom.

ü  Secara keseluruhan 5 orbital pada subkulit d mengalami tolakan oleh ligan-ligan sehingga tingkat energinya naik.

ü  Orbital eg karena jaraknya lebih dekat mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g, sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g).

ü  Perbedaan tingkat energi antara eg dengan t2g disebut ∆o (10 Dq), yang besar kecilnya dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Jika medan ligan kuat maka ∆o besar, sedang jika medan ligan lemah ∆o kecil.

ü  Jika ∆o besar, maka orbital eg tidak terisi elektron sebelum orbital t2g terisi penuh, keadaan ini disebut spin rendah.

ü  Jika ∆o kecil, maka tingkat energi eg dan t2g dianggap sama elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron, keadaan ini disebut spin tinggi.

Contoh :

1. [CoF6]3- →    eksperimen : oktahedral, paramagnetik

F- merupakan ligan lemah (∆o kecil), maka 6 elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron. Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [CoF6]3- bersifat paramagnetik.

1. [Co(NH3)6]3+ →     Eksperimen : oktahedral, diamagnetik

Page 4: materi presentasi termokimia

NH3 merupakan ligan kuat (∆o besar), maka keenam elektron memenuhi orbital t2g (semuanya berpasangan). Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [Co(NH3)6]3+ bersifat diamagnetik.

II.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi ∆o

Sebanding dengan besarnya muatan ion pusat : Fe3+ > Fe2+

Sebanding dengan ukuran orbital d : 5d > 4d > 3d Jumlah dan geometri ligan : 6 ligab oktahedral > 4 ligan tetrahedral/bujur sangkar Berbanding terbalik dengan ukuran ligan

Deret spektrokimia :

Ligan kuat                            Ligan sedang                            Ligan lemah

CO, CN- > phen > NO2- > en > NH3 > NCS- > H2O > F- > RCOO- > OH- > Cl- > Br- > I-

II.6 Energi Penstabilan Medan Kristal

Persamaan energi potensial klasik :  E ≈ Q1Q2/R Persamaan tersebut cocok untuk ikatan pada senyawa ionik yang melibatkan logam-

logam alkali, akan tetapi tidak cocok (terlalu kecil) jika dibanding dengan data eksperimen pada ikatan senyawa kompleks, seolah-olah di sini ada energi penstabilan tambahan. Energi penstabilan ini terkait dengan terjadinya splitting orbital d sehingga  disebut  Energi Penstabilan Medan Kristal (Crystallin Field Stabilization Energy, CFSE).

CFSE dihitung dengan pedoman : penambahan CFSE sebesar 0,4∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital t2g dan pengurangan CFSE sebesar 0,6∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital eg.

Sistem Konfigurasi

(spin tinggi)

CFSE Konfigurasi

(spin rendah)

CFSE

d1

d2

d3

d4

d5

d6

d7

d8

t2g1

t2g2

t2g3

t2g3 eg

1

t2g3 eg

2

t2g4 eg

2

t2g5 eg

2

t2g6 eg

2

0,4∆o

0,8∆o

1,2∆o

0,6∆o

0

0,4∆o

0,8∆o

1,2∆o

t2g4

t2g5

t2g6

t2g6 eg

1

1,6∆o

2,0∆o

2,4∆o

1,8∆o

Page 5: materi presentasi termokimia

d9

d10

t2g6 eg

3

t2g6 eg

4

0,6∆o

0

LL.7 Pola Pembelahan Orbital d Pada Berbagai Struktur Kompleks

1. Kompleks Oktahedral

Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g).

1. Kompleks Tetragonal

Tetragonal merupakan oktahedral cacat (terdistorsi) dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z berjarak lebih jauh dibanding 4 ligan lainnya. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2,  dxz dan dyz tingkat energinya turun, sedang orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya naik.

1. Kompleks bujur sangkar

Kompleks bujur sangkar dapat dipandang sebagai distorsi ekstrim dari kompleks oktahedral, dimana  2 ligan yang berada pada sumbu z ditarik semakin jauh dari ion pusat. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2,  dxz dan dyz tingkat energinya semakin turun, sebaliknya orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya semakin naik.

1. Kompleks tetrahedral

Pada kompleks tetrahedral keempat ligan menempati titik-titik sudut tetrahedral yang berada di antara sumbu atom. Akibatnya  Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih lemah (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibanding t2g).

Pola pembelahan orbital d pada keempat struktur kompleks tersebut disajikan pada Gambar berikut :

II.8 Warna Senyawa Kompleks

Warna pada senyawa kompleks disebabkan oleh terjadinya perpindahan elektron pada orbital d, yaitu dari orbital yang tingkat energinya lebih rendah ke orbital yang tingkat energinya lebih tinggi ; misalnya dari t2g ke eg (pada kompleks oktahedral) atau dari eg ke t2g (pada kompleks tetrahedral). Perpindahan elektron tersebut dimungkinkan karena hanya memerlukan sedikit energi, yaitu bagian dari sinar tampak (pada panjang gelombang tertentu). Warna yang muncul sebagai warna senyawa kompleks tersebut adalah warna komplemen dari warna yang diserap dalam proses eksitasi tersebut. Misalnya larutan Ti(H2O)6

3+ bewarna violet, hal ini disebabkan oleh karena untuk proses eksitasi elektron pada orbital d (dari t2g ke eg) memerlukan energi pada panjang gelombang 5000 Ao yaitu warna

Page 6: materi presentasi termokimia

kuning. Karena komplemen warna kuning adalah violet, maka larutan Ti(H2O)63+ bewarna

violet. Spektra absorpsi larutan Ti(H2O)63+ disajikan pada gambar berkut :

II.9 Teori Orbital Molekul

Ikatan kimia terbentuk melalui kombinasi linier yaitu penembahan dan pengurangan orbital-orbital atom (Linear Combination of Atomic Orbital, LCAO).

2 orbital atom yang berkombinasi linier akan menghasilkan orbital molekul, yaitu 1 orbital ikatan yang tingkat energinya lebih rendah dan  1 orbital anti ikatan yang tingkat energinya lebih tinggi.

Awan elektron pada orbital ikatan terdapat pada ruang antara dua inti atom yang berikatan sehingga ditarik oleh kedua inti atoom tersebut, sedang untuk orbital anti ikatan, awan elektron terdapat di sebelah kanan dan kiri molekul yang terbentuk sehingga hanya ditarik oleh salah satu atom.

Orbital ikatan menghasilkan pembentukan ikatan, sedang orbital anti ikatan menentang terjadinya ikatan.

Jika orbital yang berkombinasi linier sejajar dengan sumbu antar inti dihasilkan ikatan σ, sedang jika tegak lurus dihasilkan ikatan π.

Kombinasi linier antara 2 orbital s dan antara 2 orbital p disajikan pada diagram berikut:

Jumlah pasangan elektron pada orbital ikatan dikurangi jumlah pasangan elektron pada orbital anti ikatan disebut orde ikatan.

Syarat terbentuknya ikatan adalah : orde ikatan > 0. Unsur-unsur gas mulia tidak stabil sebagai molekul diatomik karena orde ikatannya 0.

Perbedaan tingkat energi antara orbital anti ikatan dengan orbital ikatan tergantung pada seberapa banyak overlapping orbital terjadi.

Diagram orbital molekul untuk H2 dab He2+ disajikan pada gambar berikut:

Untuk ikatan antara atom yang berbeda (heteronuklir), unsur yang lebih elektronegatif memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Besarnya perbedaan tingkat energi antara kedua atom sebanding dengan karakter ionik ikatan yang tebentuk, sedang besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul sebanding dengan karakter kovalennya. Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul juga mencerminkan sebarapa besar overlapping yang terjadi antara kedua atom.

Diagram tingkat energi orbital molekul heteronuklir AB dissjikan pada diagram berikut :

Diagram tingkat energi orbital molekul pada [CoF6]3- dan [Co(NH3)6]3+ disajikan pada gambar berikut. Orbital-orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami overlapping dengan ligan (membentuk orbital ikatan dan anti ikatan) karena posisinya dekat dengan ligan, sedang orbital-orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) tidak mengalami overlapping (orbital tan-ikatan) karena posisinya yang jauh dari ligan. Overlapping antara orbital 4s dengan ligan lebih sempurna sehingga tingkat energi σs paling rendah kemudian diikuti σp dan σd.

Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital σd* dengan orbital t2g disebut ∆o. Jika ∆o

kecil (misal pada [CoF6]3-) maka pengisian elektron mengikuti aturan Hund, tetapi jika ∆o besar (misal pada [Co(NH3)6]3+) maka orbital t2g harus terisi penuh terlebih dulu sebelum

Page 7: materi presentasi termokimia

pengisian orbital σd*. Berbeda dengan teori medan kristal yang menyatakan bahwa splitting

orbital d disebabkan oleh interaksi ionik antara orbital d dengan ligan, dalam teori orbital molekul splitting disebabkan oleh interaksi kovalen (overlapping) antara orbital eg dengan ligan. Semakin sempurna overlapping tersebut tingkat energi orbital σd

* semakin besar yang berarti juga se makin besarnya  ∆o.

II.10 Pengaruh ikatan π terhadap stabilitas kompleks

Ligan-ligan tertentu seperti CO, NO2-, RNC dan CN- memiliki medan ligan yang kuat

sehingga dapat membentuk kompleks yang stabil dengan ∆o yang besar. Hal ini disebabkan oleh keterlibatan  ikatan π seperti ditunjukkan pada diagram berikut dengan mengambil sebagai kompleks Fe(CN)6

4- sebagai contoh.

Fe2+ memiliki orbital dπ (t2g) yang terisi elektron, sedang  CN- memiliki orbital anti ikatan (π*) yang kosong dan orientasinya bersesuaian dengan orbital t2g. Dengan demikian interaksi antara Fe2+ dengan CN- selain terjadi melalui ikatan σ dimana CN- berperan sebagai basa Lewis, juga terjadi melalui ikatan π dimana CN- berperan sebagai asam  Lewis. Dalam hal ini terjadi sinergi. Ikatan σ akan efektif jika CN- memiliki kerapatan elektron yang besar, hal ini terpenuhi karena adanya aliran elektron dari Fe2+ ke CN- melalui ikatan π. Aliran elektron tersebut juga berakibat rendahnya kerapatan elektron pada Fe2+, dan hal ini juga menambah efektifitas ikatan σ tersebut. Jadi adanya ikatan π menyebabkan ikatan σ lebih efektif, sebaliknya adanya ikatan σ mengakibatkan ikatan π lebih efektif. Dengan demikian ikatan π dalam hal ini memperbesar ∆o dan menambah kestabilan kompleks. Ikatan semacam ini juga dapat terjadi jika ligan memiliki orbital dπ kosong (misalnya pada R3P, R3As dan R2S).

Dalam kasus yang lain keterlibatan ikatan π justru memperkecil atau mengurangi kestabilan kompleks, hal ini terjadi jika ligan berperan sebagai basa Lewis baik melalui ikatan σ maupun ikatan π, seperti yang terjadi pada ligan-ligan : F-, Cl-, Br-, I-, RO-, RS-, dll. Ligan-ligan tersebut memiliki pasagan elektron pada orbital pπ yang dapat didonasikan kepada orbital kosong dπ pada ion pusat.

Pengaruh ikatan π terhadap ∆o diilustrasikan dengan diagram berikut :

BAB 1

PENDAHULUAN

A.             LATAR BELAKANG

Model VSEPR yang sebagian besar didasarkan pada struktur Lewis,

memang dapat menjelaskan dengan baik mengenai geometri molekul, namun teori lewis tidak

secara jelas dapat menjelaskan mengenai mengapa terjadi ikatan kimia, misalnya ketika

menggambarkan ikatan tunggal antar atom H dalam H2 dan antar atom F dalam F2. Teori

Lewis menggambarkan ikatan-ikatan ini dengan cara yang sama sebagai perpasangan dua

elektron. Tetapi kedua molekul ini memiliki energi ikatan dan panjang ikatan yang berbeda.

Page 8: materi presentasi termokimia

Hal ini dan berbagai fakta lainnya dapat dijelaskan dengan menggunakan teori ikatan valensi

yang menggunakan kajian mekanika kuantum.

Teori ikatan valensi mengasumsikan bahwa sebuah ikatan kimia terbentuk ketika dua

valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama oleh karena efek penurunan

energi sistem, teori ini berlaku dengan baik pada molekul diatomik. Pada teori ikatan valensi

ini, elektron-elektron dalam molekul menempati orbital-orbital atom dari masing-masing

atom.

Dalam teori Lewis, pembentukan molekul H2 dari atom H digambarkan ikatan H-H

dengan perpasangan dua elektron pada atom-atom H. Dalam kerangka teori ikatan valensi,

ikatan kovalen H-H dibentuk melalui daerah dalam ruang yang digunakan bersama oleh

kedua orbital 1s dalam atom-atom H, yang dalam konsep ini disebut tumpang tindih elektron.

Konsep elektron valensi dapat diterapkan tidak hanya dalam molekul H2, tetapi juga

dalam molekul diatomik lain, misalnya HF. Dalam setiap kasus, teori ikatan valensi

menjelaskan perubahan energi potensial ketika jarak antar atom yang bereaksi berubah.

Karena orbital-orbital yang terlibat tidak selalu sama dalam setiap kasus, maka dapat

dijelaskan mengapa energi ikatan dan panjang ikatan dalam beberapa molekul diatomik dapat

berbeda, sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori Lewis.

B.              RUMUSAN MASALAH

Penulisan makalah berjudul “ TEORI IKATAN VALENSI “ ini bertolak dari beberapa

masalah yakni:

1.      Jelaskan pengertian teori ikatan valensi !

2.      Bagaimana struktur senyawa koordinasi atau senyawa kompleks dalam teori ini?

3.      Bagaimana pembentukan senyawa kompleks?

4.      Bagaimana prinsip keelektronetralan dan ikatan balik?

5.      Apa dari kelemahan teori ikatan valensi?

C.             METODE PENULISAN

Makalah berjudul “TEORI IKATAN VALENSI” ini, disusun dan ditulis berdasarkan

beberapa tinjauan metode, yaitu review buku (meringkas kembali materi tentang struktur

atom) dan studi literatur (mencari informasi yang berkaitan dengan pokok masalah dari buku-

buku sumber) serta dengan menggunakan media internet.

Page 9: materi presentasi termokimia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN TEORI IKATAN VALENSI

Teori ikatan valensi merupakan teori mekanika kuantum pertama yang muncul pada

masa awal penelitian ikatan kimia yang didasarkan pada percobaan W. Heitler dan F. London

pada tahun 1927 mengenai pembentukkan ikatan pada molekul hidrogen. Selanjutnya, teori

ini kembali diteliti dan dikembangkan oleh Linus Pauling pada tahun 1931 sehingga

dipublikasikan dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “On the Nature of the Chemical Bond”.

Dalam jurnal ini dikupas hasil kerja Lewis dan teori ikatan valensi oleh Heitler dan London

sehingga menghasilkan teori ikatan valensi yang lebih sempurna dengan beberapa postulat

dasarnya, sebagai berikut:

1)      Ikatan valensi terjadi karena adanya gaya tarik pada elektron-elektron yang tidak

berpasangan pada atom-atom.

2)      Elektron - elektron yang berpasangan memiliki arah spin yang berlawanan.

3)      Elektron-elektron yang telah berpasangan tidak dapat membentuk ikatan lagi dengan

elektron-elektron yang lain.

4)      Kombinasi elektron dalam ikatan hanya dapat diwakili oleh satu persamaan gelombang

untuk setiap atomnya.

5)      Elektron-elektron yang berada pada tingkat energi paling rendah akan membuat pasangan

ikatan-ikatan yang paling kuat.

6)      Pada dua orbital dari sebuah atom, orbital dengan kemampuan bertumpang tindih paling

banyaklah yang akan membentuk ikatan paling kuat dan cenderung berada pada orbital yang

terkonsentrasi itu.

Keenam postulat dasar di atas disimpulkan dari sejumlah penelitian terhadap

pembentukkan ikatan pada molekul hidrogen berdasarkan persamaan fungsi gelombang

elektron pada masing-masing orbital yang berikatan.

Dalam teori ikatan valensi, yang menjadi titik tekannya yaitu fungsi gelombang

elektron-elektron yang berpasangan dibentuk dari tumpang tindih fungsi gelombang pada

masing-masing orbital dari atom-atom yang berkontribusi dan saling terpisah.

Jika terdapat satu elektron pada masing-masing dua atom H yang berlainan maka

Page 10: materi presentasi termokimia

kemungkinan fungsi gelombang pada tiap sistem adalah sebagai berikut:

Ψ=χA(1)χB(2)...

Ψ=χA(2)χB(1)...

keterangan:

χA dan χB adalah orbital-orbital 1s pada atom A dan B. Sementara angka 1 dan 2

merepresentasikan elektron yang berikatan dengan proton pada masing-masing atom A dan

B.

Ketika kedua atom H berada pada keadaan yang sangat dekat, kita tidak dapat

mengetahui apakah elektron 1 terikat pada atom A dan elektron 2 terikat pada atom B atau

justru sebaliknya, sehingga deskripsi yang paling mungkin adalah membuat dua fungsi

gelombang pada kedua sistem yang mungkin terjadi. Saat kedua kemungkinan ini disatukan

dalam gelombang superposisi maka penjelasan yang lebih baik adalah kombinasi linear dari

keduanya.

Ψ=χA(1)χB(2)+χA(2)χB(1)...

Fungsi di atas merupakan fungsi gelombang untuk ikatan H-H. Kedua fungsi ini

berinterferensi konstruktif sehingga terjadi kenaikkan amplitudo di daerah fungsi gelombang

dalam nukleus (inti). Untuk menjelaskan lebih rinci digunakan prinsip Pauli yang

menyatakan bahwa hanya elektron-elektron dengan spin berpasangan yang dapat

dideskripsikan oleh fungsi gelombang di atas. Dari penjabaran di atas, dapat disimpulkan

bahwa pada teori ikatan valensi, fungsi gelombang dibentuk oleh pasangan spin dari elektron-

elektron pada kedua orbital atom-atom yang berikatan. Ikatan yang terjadi dari tumpang

tindih ini adalah ikatan sigma (б).

Berikut merupakan contoh formasi ikatan sigma dari orbital s dan p yang saling

tumpang tindih:

Page 11: materi presentasi termokimia

2.2  Struktur Senyawa Koordinasi atau Senyawa Kompleks

Berdasarkan teori ini senyawa koordinasi dibentuk dari reaksi antara asam Lewis

(atom atau ion pusat) dengan basa Lewis (ligan) melalui ikatan kovalen koordinasi antara

keduanya. Di dalam senyawa koordinasi atau senyawa kompleks atom atau ion pusat

memiliki bilangan koordinasi tertentu. Geometri senyawa koordinasi dengan bilangan

koordinasi 2, 3, 4 dan 6 diberikan pada table di bawah ini

BK Sruktur Contoh

2 Linear [Ag(NH3)2]+, [Ag(CN)2]-

3 Segitiga datar [HgCl3]-, [AgBr(PPh3)2]

4 Tetrahedral [NiCl4]2-, [Zn(NH3)4]2+

4 Bujur sangkar [Ni(CN)4]2-, [Pt(CN)4]2-

5 Trigonal Bipiramidal [CuCl5]3-, [Fe(CO)5]

6 Oktahedral [CoF6]3-, [Fe(CN)6]3-

Tabel.1 Struktur senyawa koordinasi dengan bilangan koordinasi 2-6.

Berdasarkan teori ikatan valensi, struktur senyawa koordinasi atau senyawa kompleks

berhubungan erat dengan susunan dalam ruang dari orbital-orbital atom pusat yang

digunakan dalam pembentukan ikatan. Untuk ion [Ag(CN)2]- misalnya, atom pusat ion

tersebut adalah Ag+ dengan konfigurasi electron Ag+ : [Kr] 4d10 5s0 5p0. Pada pembentukan

ion [Ag(CN)2]- dua ligan CN- mendonorkan dua PEB. Dua PEB tersebut menempati dua

orbital kosong pada ion Ag+. Apabila dua PEB tersebut menempati orbital 5s dan salah satu

orbital 5p dari ion Ag+, maka dua ikatan Ag-C yang ada akan memiliki panjang ikatan

berbeda, ikatan yang menggunakan orbital 5s akan lebih pendek dibandingkan ikatan yang

menggunakan orbital 5p. apabila dua PEB tersebut menempati dua dari tiga orbital 5p pada

ion Ag+, maka dua ikatan Ag-C yang ada akan memiliki panjang yang sama dan sudut ikatan

C-Ag-C sekitar 900, sehingga bentuk [Ag(CN)2]- yang diperoleh adalah V seperti ditunjukan

pada gambar 1

Dimana :

a.       Tiga orbital 5p pada ion Ag+

b.      Ion [Ag(CN)2]- dengan huruf V bila p.ada pembentukannya menggunakan dua dari tiga

orbital 5p yang ada pada ion Ag+.

c.       Ion [Ag(Cc. [NC2]- berbentuk linear berdasarkan hasil eksperimen.

Page 12: materi presentasi termokimia

Fakta eksperimen menunjukan bahwa dua ikatan Ag-C yang terdapat pada ion

[Ag(CN)2]- adalah sama panjang, yaitu 213pm, dan sudut ikatan C-Ag-C sebesar 1800.

Hal ini menunjukan bahwa pada pembentukan ikatan antara ion Ag+ dengan ligan

CN-, ion Ag+ tidak menggunakan orbital 5s dan salah satu dari tiga orbital 5p, atau dua dari

tiga orbital 5p yang ada, melainkan menggunakan dua orbital yang sama jenis dan tingkat

energinya dan posisinya berlawanan arah.

Contoh lain adalah [NiCl4]2- dengan atom pusat Ni2- dan konfigirasi elektron Ni2+: [Ar]

3d8 4s0 4p0. Pada pembentukan kompleks ini, empat ligan Cl- mendonorkan empat PEB

menempati orbital 4s dan tiga PEB lainnya menempati orbital 4p pada ion Ni2+, maka tiga

ikatan Ni-Cl akan sama panjang dan satu ikatan Ni-Cl yang lain akan lebih pendek. Fakta

eksperimen menunjukan bahwa kompleksini berbentuk tetrahedral dengan empat ikatan Ni-

Cl yang ada sama panjang, yaitu 227 pm. Hal ini menunjukan bahwa pad pembentukan ikatan

antara ion Ni2+ Dengan empat ligan Cl-, ion Ni2+ tidak menggunakan orbital 4s dan tiga orbital

4p yang ada, melainkan menggunakan empat orbital yang sama jenis dan tingkat energinya

dan

posisinya mengarah pada pojok-pojok tetrahedral.

Pada pembentukan ikatan-ikatannya, atom pusat tidak menggunakan orbital s, p dan

d, melainkan menggunakan orbital-orbital yang sama jenisnya dengan tingkat energi yang

sama pula. Orbital-orbital ini disebut orbital-orbital hibrida (hybrid orbitals) yang diperoleh

malalui proses hibridisasi (hybridization). Hibridisasi adalah proses pembentukan orbital-

orbital hibrida dengan tingkat energi yang sama melalui kombinasi linear dari orbital-orbital

atom yang berbeda dengan dengan tingkat energi yang berbeda pula. Orbital-orbital yang

menglami hibridisasi tersebut adalah milik dari atom pusat. Gambar orbital-orbital hibrida

adalah seperti pada gambar 2(a), akan tetapi dalam penggambarannya sering kali cuping

(lobe) yang ukurannya lebih kecil (sebelah kiri) tidak digambarkan. Disamping itu, tanda

(a)Huruf V

(b)

Linear

(c)

Page 13: materi presentasi termokimia

fungsi gelombangnya (tanda + dan -) juga jarang diberikan seperti ditunjukan pada gambar

2(d).

Orbital hibrida yang terbentuk dari proses hibridisasi adalah sama dengan jumlah

orbital-orbital atom yang terlibat dalam hibridisasi. Jenis hibridisasi, orbital-orbital atom yang

terlibat dalam hibridisasi, jumlah dan jenis orbital-orbital hibrida yang terbentuk serta

susunannya dalam ruang diberikan pada tabel 2.

Tabel 2 Jenis hibridisasi, orbital-orbital atom yang terlibat, jenis orbital yang terbentuk

serta susunannya dalam ruang:

Hibridisasi Orbital atom yang

terlibat

Jumlah dan jenis

orbital anng

terbentuk

Susunan dalam

ruang

Sp 1 orbital s dan 1

orbital p (pz)

2 orbital hibrida sp Berlawanan arah

sp2 1 orbital s dan 2

orbital p (px,py)

3 orbital hibrida sp2 Mengarah pada

pojok-pojok segitiga

sama sisi

Sp3 1 orbital s dan 3

orbital p (px, py, pz)

4 orbital hibrida sp3 Mengarah pada

pojok-pojok

tetrahedral

dsp2 1 orbital d (dx2-y2),

1 orbital s dan 2

orbital p (px, py)

4 orbital hibrida

dsp2

Mengarah pada

pojok-pojok

bujursangkar

dsp3 atau sp3d 1 orbital d (dz2), 1

orbital s dan 3

orbital p (px, py, pz)

5 orbital hibrida

dsp3 atau sp3d

Mengarah pada

pojok-pojok trigonal

bipiramidal

d2sp3 atau sp3d2 2 orbital d (dx2-y2

dan dz2), 1 orbital s

dan 3 orbital p (px,

py, pz)

6 orbital hibrida

d2sp3 atau sp3d2

Mengarah pada

pojok-pojok

oktahedral

Page 14: materi presentasi termokimia

Tingkat energi orbital-orbital hibrida adalah diantara tingkat energi orbital-

orbital yang terlibat dalam hibridisasi. Untuk hibridisasi sp3, perbandigan tingkat energi

orbital sp3 dan tingkat energi orbital s dan 3 orbital p ditunjukan pada gambar.

Tingkat energi orbital-orbital hiibrida sp3 lebih rendah dibandingkan dengan

tingkat energi orbital p, akan tetapi lebih tinggi dibandingkan tingat energi orbital s.

disamping itu, tingkat energi orbital-orbital hibrida sp3 adalah lebih dekat ke tingkat energi

orbital p dibandingkan ke tingkat energi orbital s karena jumlah orbital p yang terlibat dalam

hibridisasi lebih bannyak dibandingkan orbital s.

Hubungan antara bilangan koordinasi atom pusat, jenis hibridisasi dan struktur

kompleks diberikan pada tabel 3.

Tabel 3 bilangan koordinasi (BK) atom pusat, jenis hibridisasi dan struktur kompleks

BK Hibridasasi Struktur kompleks Contoh

2 Sp, Linear [Ag(CN)2]-

3 sp2 Trigonal planar [HgCl3]-

4 sp3 Tetrahedral [NiCl4]2-

4 dsp2 Bujur sangkar [Ni(CN)4]2-

5 sp3d Trigonal bipiramidal [CuCl5]3-

5 dsp3 Trigonal bipiramidal [Fe(CO)5]

6 sp3d2 Octahedral [CoF6]3-

6 d2sp3 Octahedral [Co(CN)6]3-

Dalam pengisian electron pada orbital hibrida, orbital dan orbital hibrida dapat

dilambangkan dengan kotak, lingkaran atau garis mendatar, sedangkan electron

dilambangkan dengan tanda anak panah naik ke atas ( ) apabila memiliki spin + ½ , dan

tandah anak panah ke bawah ( ) memiliki spin -1/2.

2.3  Pembentukan Senyawa Kompleks

Pembentukan senyawa kompleks berdasarkan teori ikatan valensi ada yang tidak

melibatkan proses eksitasi dan ada yang melibatkan proses eksitasi.

  Pembentukan Senyawa Kompleks Tanpa Melibatkan Proses Eksitasi.

Pembentukan senyawa kompleks tanpa melibatkan proses eksitasi, langkah-langkah

yang diperlukan adalah :

Page 15: materi presentasi termokimia

1.      Menuliskan konfigurasi elektron dari atom pusat pada keadaan dasar.

2.      Menuliskan konfigurasai elektron dari atom pusat pada keadaan hibridisasi

3.      Menuliskan konfigurasai elektron dari atom pusat sesudah adanya donasi pasangan-

pasangan elektron bebas dari ligan-ligan.

Contoh pembentukan kompleks dengan bilangan koordinasi 2-6 tanpa melibatkan proses

eksitasi.

Contoh 1 : [Ag(CN)2]-

Berdasarkan asas energetika, tingkat energi dari kompleks [Ag(CN)2]- adalah

paling rendah apabila tolakan antara dua ligan CN- minimal. Hal ini terjadi apabila dua ligan

CN- posisinya berlawanan, sehingga kompleks [Ag(CN)2]- memiliki struktur linear. Fakta

eksperimen membuktikan hal tersebut. Disamping itu, ion [Ag(CN)2]- bersifat diamagnetik.

Oleh karena itu pembentukan kompleks ini melibatkan hibridisasi sp.

Konfigurasi elektron :

Ion Ag+ (keadaan dasar) : [Kr]

4d 5s 5p

Ion Ag+ (hibridisasi) : [Kr]

Hibridisasi sp

Ion Ag+ dalam [Ag(CN)2]- : [Kr]

2 PEB dari 2 ligan CN-

Sifat diamagnetik dari kompleks [Ag(CN)2]- ditunjukan dengan berpasangnys

semua electron yang terdapat pada atom pusatnya.

Contoh 2 : [AgBr(PPh3)2]

Berdasarkan asas energetika, tingkat energi dari kompleks [AgBr(PPh3)2]

adalah paling rendah apabila tolakan antara dua ligan PPh3 dan sebuah ligan Br-. Hal ini

terjadi apabila tiga ligan tersebut posisinya sejauh mungkin, yaitu terletak pada pojok-pojok

trigonal planar, sehingga kompleks [AgBr(PPh3)2] memiliki struktur trigonal planar. Fakta

eksperimen membuktikan hal tersebut. Disamping itu, kompleks [AgBr(PPh3)2] bersifat

diamagnetic. Oleh karena itu pembentukan kompleks ini melibatkan hibridisasi sp2.

Konfigurasi elektron :

Page 16: materi presentasi termokimia

Ion Ag+ (keadaan dasar) : [Kr]

4d 5s 5p

Ion Ag+ (hibridisasi) : [Kr]

Hibridisasi sp2

Ion Ag+ dalam [AgBr(PPh3)2] : [Kr]

3 PEB dari 1 ligan Br- dan 2 ligan PPh3

Sifat diamagnetik dari [AgBr(PPh3)2] ditunjukan dengan telah berpasangannya semua

elektron yang terdapat pada atom pusatnyanya.

Contoh 3 : [NiCl4]2-

Berdasarkan asas energetika, tingkat energy dari kompleks [NiCl4]2- adalah

paling rendah apabila tolakan antara empat ligan Cl- minimal. Hal ini terjadi apabila empat

ligan tersebut posisinya sejauh mungkin, yaitu terletak pada pojok-pojok tetrahedral,

sehingga kompleks [NiCl4]2- adalah bersifat paramagnetic yang kemagnetikannya setara

dengan adanya dua electron yang tidak berpasangan. Oleh karena itu pembentukan kompleks

ini melibatkan hibridisasi sp3.

Konfigurasi elektron :

Ion Ni2+ (keadaan dasar) : [Ar]

3d 4s 4p

Ion Ni2+ (hibridisasi) : [Ar]

Hibridisasi sp3

Ion Ni2+ dalam [NiCl4]2- : [Ar]

4 PEB dari 4 ligan Cl-

Sifat paramagnetik dari ion [NiCl4]2- ditunjukan dengan adanya 2 elektron yang tidak

berpasangan pada orbital 3d atom pusat

Contoh 4 : [CuCl5]3-

Page 17: materi presentasi termokimia

Berdasarkan asas energetika, tingkat energy dari kompleks [CuCl5]3- adalah

paling rendah apabila tolakan antara lima ligan Cl- minimal. Hal ini terjadi apabila lima ligan

tersebut posisinya sejauh mungkin, yaitu terletak pada pojok-pojok trigonal bipiramidal,

sehingga kompleks [CuCl5]3- adalah meimiliki strruktur trigonal bipiramidal. Fakta

eksperimen membuktikan hal tersebut. Disamping itu, ion [CuCl5]3- bersifat paramagnetic

yang kemagnetikannya setara dengan adanya sebuah electron yang tidak berpasangan. Oleh

karena itu pembentukan kompleks ini melibatkan hibridisasi sp3d.

Konfigurasi electron :

Ion Cu2+ (keadaan dasar) : [Ar]

3d 4s 4p

Ion Cu2+ (hibridisasi) : [Ar]

Hibridisasi sp3

Ion Cu2+ dalam [CuCl5]3- : [Ar]

5 PEB dari 5 ligan Cl-

Sifat paramagnetik dari ion [CuCl5]3- ditunjukan dengan adanya sebuah

elektron yang tidak berpasangan pada orbital 3d atom pusatnya.

Contoh 5 : [FeCl6]3-

Berdasarkan asas energetika, tingkat energi dari kompleks [FeCl6]3- adalah

paling rendah apabila tolakan antara enam ligan Cl- minimal. Hal ini terjadi apabila enam

ligan tersebut posisinya sejauh mungkin, yaitu terletak pada pojok-pojok oktahedral. Fakta

eksperimen membuktikan hal tersebut,sehingga kompleks [FeCl6]3- memiliki struktur

octahedral. Disamping itu, ion [FeCl6]3- bersifat paramagnetic yang kemagnetikannya setara

dengan adanya lima electron yang tidak berpasangan. Oleh karena itu pembentukan kompleks

ini melibatkan hibridisasi sp3d2.

Konfigurasi elektron :

Ion Fe3+ (keadaan dasar) : [Ar]

3d 4s 4p 4d

Page 18: materi presentasi termokimia

Ion Fe3+ (hibridisasi) : [Ar]

Hibridisasi sp3d2

Ion Fe3+ dalam [FeCl6]3- : [Ar]

6 PEB dari 6 ligan Cl-

Sifat paramagnetic dari ion [FeCl6]3- ditunjukan dengan adanya lima electron yang tidak

berpasangan pada orbital 3d atom pusatnya

Contoh 6 : [CoF6]3-

Berdasarkan asas energetika, tingkat energy dari kompleks [CoF6]3- adalah

paling rendah apabila tolakan antara enam ligan F- minimal. Hal ini terjadi apabila enam

ligan tersebut posisinya sejauh mungkin, yaitu terletak pada pojok-pojok oktahedral. Fakta

eksperimen membuktikan hal tersebut,sehingga kompleks [CoF6]3- memiliki struktur

octahedral. Disamping itu, ion [CoF6]3- bersifat paramagnetic yang kemagnetikannya setara

dengan adanya empat electron yang tidak berpasangan. Oleh karena itu pembentukan

kompleks ini melibatkan hibridisasi sp3d2.

Konfigurasi elektron :

Ion Co3+ (keadaan dasar) : [Ar]

3d 4s 4p 4d

Ion Co3+ (hibridisasi) : [Ar]

Hibridisasi sp3d2

Ion Cu2+ dalam [CuCl5]3- : [Ar]

6 PEB dari 6 ligan Cl-

Sifat paramagnetic dari ion [CuCl5]3- ditunjukan dengan adanya empat electron

yang tidak berpasangan pada orbital 3d atom pusatnya.

Berdasarkan contoh-contoh 1-6 dapat disimpulkan bahwa pada pembentukan kompleks

yang tidak melibatkan proses eksitasi dihasilkan kompleks yang selalu bersifat paramagnetic

atau diamagnetic. Suatu kompleks selalu bersifat paramagnetic apabila atom pusatnya

memiliki elektron dengan jumlah ganjil.

Page 19: materi presentasi termokimia

  Pembentukan Senyawa Kompleks Dengan Melibatkan Proses Eksitasi

Dalam menjelaskan pembentukan senyawa kompleks atau kompleks yang melibatkan

proses eksitasi. Langkah-langkah yang diperlukan adalah :

1.      Menuliskan konfigurasi electron dari atom pusat pada keadaan dasar;

2.      Menuliskan konfigurasi electron dari atom pusat pada keadaan eksitasi;

3.      Menuliskan konfigurasi electron dari atom pusat pada keadaan hibridisasi;

4.      Menuliskan konfigurasi electron dari atom pusat sesudah adanya donasi pasangan-pasangan

electron bebas (PEB) dari ligan-ligan.

Berikut diberikan beberapa contoh pembentukan kompleks dengan bilangan koordinasi

empat dan enam yang melibatkan proses eksitasi

Contoh 7 : ion [Ni(CN)4]2-

Berdasarkan asas energetika tolakan antara empat ligan CN- adalah minimal

apabila empat ligan tersebut terletak pada pojok-pojok tetrahedral. Fakta eksperimen

menunjukan bahwa ion [Ni(CN)4]2- memiliki struktur bujur sangkar, bukannya tetrahedral.

Hal ini disebabkan oleh adanya penstabilan kompleks akibat terbentuknya ikatan balik (back

bonding) yang akan diuraikan pada subbab 6.6 dihalaman 120. Fakta eksperimen lainnya

adalah ion [Ni(CN)4] bersifat diamagnetic. Oleh karena itu pembentukan kompleks ini

melibatkan hibridisasi dsp2.

Konfigurasi elektron :

Ion Ni2- (keadaan dasar) : [Ar]

3d 4s 4p

Ion Ni2- (eksitasi) : [Ar]

Ion Ni2- (hibridisasi) : [Ar]

Hibridisasi dsp2

Ion Ni2- dalam [Ni(CN)4]2- : [Ar]

4 PEB dari 4 ligan CN-

Sifat diamagnetik ion [Ni(CN)4]2- ditunjukan dengan berpasangannya semua elektron

yang ada.

Page 20: materi presentasi termokimia

Tingkat energy atom pusat setelah mengalami eksitasi adalah lebih tinggi dibandingkan

tingkat energinya pada keadaan dasar. Hal ini disebabkan oleh tiga hal :

      Akibat hilangnya energy penstabilan. Pada keadaan dasar, dua electron tidak berpasangan

dengan spin yang sama pada orbital-orbital degenerate dapat melakukan tukar-menukar

tempat. Energy yang terlibat dalam proses tersebut disebut energy pertukaran (exchange

energy) yang dapat menstabilkan sisitem yang ada. Penstabilan karena pertukaran tempat ini

analog dengan penstabilan akibat adanya resonansi. Setelah dua electron tersebut

berpasangan maka pertukaran tempat antara dua electron tersebut tidak dapat terjadi.

Pestabilan hilang dan tingkat energy atom pusat menjadi lebih tinggi.

      Diperlukannya energy untuk membalik spin salah satu electron agar mereka pada waktu

berpasangan tidak melanggar larangan Pauli.

      Dua electron yang dipasangkan adalah bermuatan negative, sehingga ketika mereka

dipasangkan timbul tolakan. Untuk mengatasi tolakan ini maka dua electron itu harus dipaksa

berpasangan. Hal ini memerlukan sejumlah energy.

Contoh 8 : [Fe(NH3)6]3+

Berdasarkan asas energetika, tingkat energy dari kompleks [Fe(NH3)6]3+ adalah Paling

rendah apabila tolakan antara empat ligan NH3 adalah minimal apabila empat ligan tersebut

terletak pada pojok-pojok oktahedral. Fakta eksperimen menunjukan bahwa ion [Fe(NH3)6]3+

memiliki struktur octahedral. Fakta eksperimen menunujukan hal tersebut. Disamping itu, ion

[Fe(NH3)6]3+ bersifat paramagnetic yang kemagnetikannya setara dengan adanya sebuah

electron yang tidak berpasangan.Hal ini menunjukan bahwa pada pembentukan kompleks

tersebut terjadi eksitasi electron. Oleh karena itu pembentukan kompleks ini melibatkan

hibridisasi d2sp3.

Konfigurasi elektron : 3d 4s 4p

Ion Fe3+ (keadaan dasar) : [Ar]

Ion Fe3+ (eksitasi) : [Ar]

Ion Fe3+ (hibridisasi) : [Ar]

Hibridisasi d2sp3

Ion Fe3+ dalam [Fe(NH3)6]3+ : [Ar]

6 PEB dari 6 ligan NH3

Sifat paramagnetik ion [Fe(NH3)6]3+ ditunjukan dengan adanya sebuah elektron yang

tidak berpasangan pada orbital 3d atom pusatnya.

Page 21: materi presentasi termokimia

2.4  Prinsip Keelektronetralan Dan Ikatan Balik.

Berdasarkan teori ikatan valensi, pada pembentukan kompleks terjadi donasi

pasangan electron dari ligan- ligan ke atom pusat. Ditinjau dari konsep muatan formal, donasi

tersebut dapat menyebabkan terjadinya penimbunan muatan negative pada atom pusat yang

dapat mengakibatkan kompleks menjadi tidak stabil. Misalnya pada reaksi pembentukan iion

kompleks [CoL6]2+ dengan L merupakan ligan netral.

Secara teoritis donasi enam pasangan electron bebas dari enam ligan L pada ion Co2+

menyebabkan pada [CoL6]2+ atom Co memiliki muatan formal sebesar -4. Seandainya muatan

formal sesunguhnya dari atom Co sebesar -4 maka kompleks yang terbentuk dapat bersifat

tidak stabil. Pauling (dalam huheey et.al., 1993: 393) menyatakan bahwa Co dalam [CoL6]2+

tidak akan sampai memliki muatan formal sebesar -4 bagi kestabilan kompleks yang tidak

menguntungkan bagi kestabilan kompleks. Hal ini disebabkan atom donor yang terdapat pada

ligan, misalnya atom O, N dan halogen, merupakan atomyang keelektronegatifannya besar

jika dibandingkan dengan atom pusat. Perbedaan keeletronegatifan ini menyebabkan

pasangan electron ikatan antara atom pusat dan atom donor lebih tertarik ke ligan, sehingga

mengakibatkan timbulnya muatan persial positif pada atom Co dan muatan persial negative

pada ligan sebagai konsekoensinya muatan formal positif atom pusat berkurang, atau atom

pusat mungkin muatan formalnya menjadi nol(netral) kecendrungan atom pusat dalam

kompleks untuk memiliki muatan formal yang harganya nol atau negative rendah merupakan

petunjuk praktis untuk menerangkan penyebab kstabilan suatu kompleks, dan disebut dengan

prinsip keelektronetralan. Pauling telah melakukan perhitungan semi kuantitatifberkaitan

dengan muatan atom pusat dan kestabilan suatu kompleks. Beberapa hasilnya diberikan pada

tabel 4.

Tabel 4 muatan atom-atom pada bebera kompleks

[Be(H2O)4]2+ [Be(H2O)6]2+ [Al(H2O)6]3+ [Al(NH3)6]3+

Be=-0,08

4O=-0,24

8H=2,32

Be=-1,12

6O=-0,36

12H=3,84

Al=-0,12

6O=-0,36

12H=3,48

Al=-1,08

6N=1,20

18H=2,88

Total=+2,00 Total=+2,00 Total=+3,00 Total=+3,00

Page 22: materi presentasi termokimia

Dari beberapa kommpleks yang diberikan pada tabel 4, [Be(H2O)4]2+ dan [Al(H2O)6]3+

dapat dianggap stabil, sedangkan [Be(H2O)6]3+ dan [Al(NH3)6]3+ adalah tidak stabil. Empat

molekul air pada [Be(H2O)4]2+ dapat menetralkan muatan 2+ dari berilium, sedangkan enam

molekul air pada [Be(H2O)4]2+ menyebabkan berilium memiliki muatan formal -2. Kaidah

muatan formal menyatakan bahwa suatu spesies dengan atom-atom memiliki muatan formal

nol adalah lebih stabil dibandingkan spesies yang atom-atomnya memiliki muatan formal

dengan harga positif atau negatif. Berdasarkan kaidah tersebut maka [Be(H2O)4]2+ bersifat

stabil sedangkan [Be(H2O)6]2+ bersifat tidak stabil.

Secara teoritis atom Al pada kompleks[Al(H2O6)6]3+ dan [Al(NH3)6]3+ memiliki muatan

formal sebesar -3. Karena keelektronegatifan atom nitrogen lebih besar dibandingkan

keelektronegatifan atom aluminium maka pasangan electron ikatan lebih kuat tertarik ke

atom oksigen atau atom nitrogen dibandingkan ke atom aluminium, sehingga muatan formal

negative atom aluminium pada dua kompleks di atas berkurang. Karena keelektronegatifan

O > N maka muatan parsial positif yang timbul pada atom Al yang disebabkan oleh ligan

H2O haragnya lebih tinggi dibandingkan muatan parsial yang disebabkan oleh ligan NH3.

Muatan formal atom Al pada kompleks [Al(H2O)6]3+ lebih mendekati nol dibandingkan

muatan formal Al pada kompleks [Al(NH3)6]3+. Akibatnya [Al(H2O)6]3+ bersifat stabil

sedangkan [Al(NH3)6]3+ bersifat tidak stabil.

Pada kompleks yang atom donornya memiliki keelektronegatifan yang rendah,

misalnya atom donor karbon pada ligan CO, penstabilan kompleks berdasarkan prinsip

keelektronegatifan yang tidak dapat diterapkan karena pasangan electron ikatan dapat

dianggap tertarik sama kuat ke atom pusat dan ke atom donor. Misalnya pada kompleks

[Ni(CO)4], secara teoritis muatan formal atom nikel adalah -4 sehingga [Ni(CO)4] seharusnya

bersifat tidak stabil. Fakta eksperimen menunjukkan bahwa kompleks tersebut bersifat stabil.

Sumber kestabilan tersebut adalah adanya kemampuan dari ligan CO untuk menerima

pasangan elektron dari atom Ni.

Pada resonansi di atas, berapa pun besarnya kontribusi struktur kanonis II terhadap

hibrida resonansi dari kompleks [Ni(CO)4], rapatan electron akan bergeser dari atom nikel ke

atom oksigen sehingga mengurangi muatan formal negative dari atom nikel. Pengurangan

muatan formal negative pada atom nikel menyebabkan kompleks [Ni(CO)4] bersifat stabil.

Elektron yang didonasikan oleh atom nikel ke atom karbon digunakan untuk

membentuk ikatan balik (back bonding ). Ikatan balik merupakan ikatan π. Ikatan balik ini

dapat terjadi karena simetri orbital d dari atom nikel adalah cocok dengan simetri orbital p

dari atom karbon atau simetri orbital π*. Dari ligan CO. Dengan perkataan lain, ikatan balik

Page 23: materi presentasi termokimia

ini dapat terjadi karena tanda fungsi gelombang orbital d dari atom nikel adalah cocok dengan

tanda fungsi gelombang orbital p dari atom karbon atau tanda fungsi gelombang orbital π*.

Dari ligan CO. Berdasarkan teori ikatan valensi pembentukan ikataan balik melibatkan

tumpang tindih antara orbital p dari atom karbon brdasarkan teori orbital molekul

pembentukan ikatan balik melibatkan tumpang tindih antara orbital d atom nikel dengan

orbital π*. Dari ligan CO.

Pembentukan ikatan balik berdasarkan teori ikatan valensi memerlukan tersedianya

orbital p dari atom karbon. Orbital p dapat disediakan apabila salah satu dari dua ikatan π

antara atom karbon dan atom oksigen putus, sehingga ikatan antara dua atom tersebut

digambarkan sbagai ikatan rangkap dua.

Pembentukan ikatan balik berdasarkan teori orbital molekul dengan tingkat energy

terendah yang tidak ditempati oleh electron dari karbon monoksida. Diagram orbital molekul

sederhana karbon monoksida. diperoleh bahwa orbital molekul dari karbon monoksida

dengan tingkat energy terendah yang tidak ditempati oleha electron adalah orbital π2p*.

Berdasarkan teori orbital molekul pada waktu membntuk ikatan balik ligan

CO menggunakan orbital π2p*. Karena diagram orbital molekul monoksida menunjukkan orde

ikatan CO adalah 3. Maka pada gambar 6.6 (b) ikatan antara atom karbon dan oksigen

digambarkan se bagai ikatan rangkap tiga.

       I.            Sifat magnetik senyawa kompleks

Electron sebagai partikel yang memiliki massa tertentu pada waktu bergerak akan

menghasilkan momentum linear (P) yang harganya merupakan hasil kali dari massa dan

kecepatan geraknya. Apabila elektron yang digambarkan dengan titik hitam mengorbit iinti

atom pada bidang xy, berlawanan arah dengan putaran jarum jam, seperti ditunjukkan pada

gambar 6.8 (a), pada waktu electron berada pada sumbu x, ia akan memiliki momentum

linear.

Py =m.vy

Dengan P, merupakan momentum linear electron yang arahnya searah dengan sumbu

y, m massa electron dan v, kecepatan gerak electron yang arahnya sejajar dengan sumbu y.

Apabila electron pada bidang xy, searah dengan putaran jarum jam, seperti ditunjukkan pada

gambar 6.8(b),pada waktu electron berada pada sumbu x, ia akan memiliki momentum linear.

P(-y) = m.v(-y)

Page 24: materi presentasi termokimia

Dengan P(-y) merupakan momentum linear electron yang arahnya searah dengan

sumbu –y, m massa electron dan v (-y) kecepatan gerak electron yang arahnya sejajar dengan

sumbu –y.

Di samping momentum linear, pergerakan electron yang mengorbit inti atom seperti

pada gambar 6.8 (a) akan menghasilkan momentum sudut (Lz) yang searah dengan sumbu z.

Lz = Py . lx = m . vy . lx

Dengan lx merupakan jarak electron ke inti atom.pergerakan electron yang mengorbit

inti atom seperti pada gambar 6.8 (b) akan menghasilkan momentum sudut (Lz) yang searah

dengan sumbu –z.

Lz = Py . lx = m . v (-y) . lx

Pergerakan elektron seperti pada gambar 6.8 (a) dan(b) menghasilkan momentum sudut yang

besarnya sama tetapi berlawanan arah.

Sebagai Partikel yang bermuatan negative, pada waktu electron mengorbit inti atom seperti

pada gambar 6.8 akan dihasilkan momen magnetic yang arahnya berlawanan dengan arah

momentum sudutnya seperti ditunjukan pada gambar 9.

Apabila dua elektron berpasangan maka satu electron mengorbit inti atomseperti pada

gambar, sedangkan electron yang lain mengorbit initi atom seperti pada gambar. Momen

magnetik yang dihasilkan adalah sama besar tetapi berlawanan arah. Akibatnya dua ekektron

yang berpasangan ini memiliki momen magnetic total yang harganya nol.

Dalam atom, selain mengorbit inti atom, elektron juga berotasi di sekitar sumbu rotasinya,

misalnya sumbu z, seperti pada gambar 6.10. Apabila dua elektron berpasangan maka sebuah

elektron melakukan rotasi barlawanan dengan putaran jarum jam, elektron yang lain

Page 25: materi presentasi termokimia

melakukan rotasi searah dengan putaran jarum jam. Rotasi yang arah putaran berlawanan

dengan putaran jarum jam akan menghasilkan momen magnetik yang arahnya kebawah.

(gambar 6.10(a)). Sedangkan rotasi yang searah dengan putaran jarum jam akan

menghasilkan momen magnetik yang arahnya ke atas (gambar 6.10b). momen magnetik yang

dihasilkan adalah sama besar tetapi arahnya berlawanan. Akibatnya dua elektron yang

berpasangan ini memiliki momen magnetik total, akibat rotasi di sekitar sumbu rotasinya,

yang harganya nol.

Momen magnetic terukur yang dimiliki oleh suatu kompleks disebut momen magnetik

efektif(µe). momen magnetik yang dimiliki oleh suatu kompleks merupakan hasil interaksi

dari momen magnetik yang ditimbulkan akibat orbital elektron-elektron disekitar inti

atomnya dengan momen magnetik yang ditimbulkan akibat rotasi elektron-elektron di sekitar

sumbu rotasinya. Suatu kompleks yang memiliki momen magnetic efektif yang harganya nol

dikatakan bersifat diamagnetic. Kompleks ini di tolak oleh medan magnetic eksternal. Suatu

kommpleks yang memiliki momen magnetic efektif yang harganya lebih besar dari nol

dikatakan bersifat paramagnetic. Kompleks ini ditarik oleh medan magnetic eksternal. Dalam

eksperiemen besarnya momen magnetic efektif suatu zat dapat diukur dengan menggunakan

neraca magnetic Gouy seperti ditunjukan pada gambar 6.11.

Sampel yang akan di ukur kemagnetannya dimasukan dalam tabung dan ditentukan

beratnya dalam keadaan medan magnet eksternal tidak bekerja seperti pada gambar 6.11a.

Kemudian medan magnet eksternal dihidupkan. Apabila sampel bersifat paramagnetic maka

ia akan ditarik oleh medan magnetic eksternal sehingga berat sampel seolah-olah bertambah

seperti pada gambar 6.11b. Dalam keadaan medan magnetic eksternal bekerja, neraca

disetimbangkan dengan menambahkan berat anak timbangan seperti pada gambar 6.11c.

selisih berat anak timbangan dapat di konversi ke harga momen magnetik yang merupakan

harga momen magnetik efektif sampel. Apabila sempel bersifat diamagnetik maka ia akan

ditolak oleh medan magnetik eksternal sehingga beratnya seolah-olah berkurang.

Momen magnetik yang di timbulkan akibat rotasi elektron-elektron di sekitar sumbu

rotasinya harganya lebih besar di bandingkan momen magnetik yang ditimbulkan akibat orbit

elektron-elektron di sekitar inti atomnya. Kontribusi momen magnetik yang ditimbulkan

akibat orbit elektron-elektron si sekitar inti atomnya terhadap momen magnetik efektif suatu

kompleks sering kali diabaikan, khususnya untuk kompleks dengan atom pusat unsur-unsur

transisi deret pertama. Momen magnetik yang hanya ditimbilkan akibat rotasi elektron-

elektron di sekitar sumbu rotasinya di sebut momen magnetik spin(µs). besarnya momen

magnetik spin suatu kompleks tergantung pada banyaknya elektron tidak berpasangan yang

Page 26: materi presentasi termokimia

terdapat pada atom pusat suatu kompleks. Harga momen magnetik spin dapat di hitung

berdasarkan persamaan:

µs = [n(n + 2)]1/2

dengan n merupakan jumlah elektron tak berpasangan yang terdapat pada atom pusat suatu

kompleks; harga µs dinyatakan dengan satuan Bohr Magnetons (BM). Dengan demikian

maka apabila elektron-elektron yang ada pada atom pusat suatu kompleks berpasangan

semua, momen magnetik spinnya berharga nol dan kompleks yang bersangkutan dianggap

bersifat diamagnetik. Sebaliknya, apabila pada atom pusat Ti3+ suatu kompleks ada elektron-

elektron yang tidak berpasangan maka momen magnetik spinnya harganya lebih besar dari

nol dan kompleks yang bersangkutan bersifat paramagnetik. Harga momen magnetik spin

suatu kompleks bertambah dengan semakin banyaknya elektron tak berpasangan yang

terdapat pada atom pusat suatu kompleks. Harga momen magnetic efektif dan momen

magnetic spin kompleks dengan atom pusat unsur-unsur transisi derer perrtama diberikan

pada tabel 5

Atom

pusat

J.ê.pada

atom

pusat

Kompleks dengan spin tingi Kompleks dengan spin rendah

J.e.t.b. µe(BM) µs(BM) J.e.t.b. µe(BM) µs(BM)

Page 27: materi presentasi termokimia

Ti3+

V4+

V3+

V2+

Cr3+

Mn4+

Cr2+

Mn3+

Mn2+

Fe3+

Fe2+

Co3+

Co2+

Ni3+

Ni2+

Cu2+

1

1

2

3

3

3

4

4

5

5

6

6

7

7

8

9

1

1

2

3

3

3

4

4

5

5

4

4

3

3

2

1

1,73

1,68-1,78

2,75-2,85

3,80-3,90

3,70-3,90

3,8-4,0

4,75-4,90

4,90-5,00

5,65-6,10

5,70-6,0

5,10-5,70

_

4,30-5,20

_

2,80-3,50

11,70-

2,20

1,73

1,73

2,83

3,88

3,88

3,88

4,90

4,90

5,92

5,92

4,90

4,90

3,88

3,88

2,83

1,73

_

_

_

_

_

_

2

2

1

1

_

_

1

1

_

_

_

_

_

_

_

_

3,20-3,30

3,18

2,0-2,5

_

_

1,8

1,8-2,0

_

_

_

_

_

_

_

_

2,83

2,83

1,73

1,73

_

_

1,73

1,73

_

_

Keterangan: J.e = jumlah electron; J.e.t.b = jumlah electron tak berpasangan

Harga momen magnetik efektif dan momen magnetik spin kompleks dengan atom pusat

unsur-unsur transisi deret pertama diberikan pada tabel 6.5 atas

Data pada tabel diatas menunjukan bahwa kontribusi momen magnetik yang ditimbulkan

akibat orbital elektron-elektron di sekitar inti atomnya terhadap momen magnetik efektif

suatu kompleks adalah kecil. Di samping itu, dapat dilihat bahwa momen magnetik yang

ditimbulkan akibat orbital elektron-elektron di sekitar inti atomnya dapat memperbesar atau

memperkecil harga momen magnetik efektif suatu kompleks

2.5  Kelemahan Teori Ikatan Valensi

Sebagaimana diuraikan di depan bahwa suatu kompleks dapar bersifat paramagnetik atau

diamagnetik. Suatu kompleks bersifat diamagnetik apabila memiliki harga momen magnetik

Page 28: materi presentasi termokimia

efektif nol, dan bersifat paramagnetik bila memiliki harga momen magnetikefektif lebih besar

dari nol.

Sampai sekitar tahun 1943 teori ikatan valensi merupakan satu-satunya teori yang

digunakan oleh para pakar kimia anorganik dalam menerangkan struktur dan kemagnetan

senyawa kompleks. Di samping itu, teori ini dapat digunakan untuk meramalkan

kemungkinan struktur dan kemagnetan senyawa-senyawa kompleks yang belum disintesis.

Fakta eksperimen tentang senyawa-senyawa kompleks yang baru berhasil disintesis ternyata

banyak yang cocok dengan ramalan yang didasarkan atas teori ikatan valensi. Meskipun

demikian, teori ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

1.      Tidak dapat menjelaskan gejala perubahan kemagnetan senyawa kompleks karena perubahan

temperatur.

2.      Tidak dapat menjelaskan warna atau spektra senyawa kompleks.

3.      Tidak dapat menjelaskan kestabilan senyawa kompleks.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan uraian materi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :

      Teori ikatan valensi merupakan teori mekanika kuantum pertama yang muncul pada

masa awal penelitian ikatan kimia yang didasarkan pada percobaan W. Heitler dan F. London

pada tahun 1927 mengenai pembentukkan ikatan pada molekul hidrogen. Selanjutnya, teori

ini kembali diteliti dan dikembangkan oleh Linus Pauling pada tahun 1931 sehingga

Page 29: materi presentasi termokimia

dipublikasikan dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “On the Nature of the Chemical Bond”.

Dalam jurnal ini dikupas hasil kerja Lewis dan teori ikatan valensi oleh Heitler dan London

sehingga menghasilkan teori ikatan valensi yang lebih sempurna dengan beberapa postulat

dasarnya.

      Berdasarkan teori ini senyawa koordinasi dianggap terbentuk dari reaksi antara asam

Lewis (atom pusat) dengan basa Lewis (ligan-ligan) melalui ikatan kovalen koordinasi

diantara keduannya. Didalam senyawa koordinasi atau senyawa kompleks, atom pusat

memiliki bilangan koordinasi tertentu.

      Pembentukan senyawa kompleks berdasarkan teori ikatan valensi ada yang tidak

melibatkan proses eksitasi dan ada yang melibatkan proses eksitasi.

      Senyawa Kompleks dapat dibedakan menjadi senyawa kompleks dengan orbital dalam

dan senyawa kompleks dengan orbital luar.

      Berdasarkan teori ikatan valensi, pada pembentukan kompleks terjadi donasi pasangan

electron dari ligan- ligan ke atom pusat. Ditinjau dari konsep muatan formal, donasi tersebut

dapat menyebabkan terjadinya penimbunan muatan negative pada atom pusat yang dapat

mengakibatkan kompleks menjadi tidak stabil.

      Disamping memiliki kelebihan teori ikatan valensi juga memiliki beberapa kekurangan,

diantaranya :

1.      Tidak dapat menjelaskan gejala perubahan kemagnetan senyawa kompleks karena perubahan

temperatur.

2.      Tidak dapat menjelaskan warna atau spektra senyawa kompleks.

3.      Tidak dapat menjelaskan kestabilan senyawa kompleks

DAFTAR PUSTAKA

Brady, James. 1999 . Kimia Universitas. Binarupa Aksara:Jakarta.

Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Ikatan. Erlangga:Jakarta.

Pire, Stanley. 1988. Kimia Ikatan 1. ITB:Bandung.

Respati. 1987. Pengantar Kimia Ikatan Jilid 3.Aksara Baru: Jakarta

Suminar, Hart.1990. Kimia Ikatan Suatu Kuliah Singkat. Erlangga:Jakarta.

Page 30: materi presentasi termokimia

suyantakimiafmipaugm.wordpress.com/.../bab-ii-ikatan-dalam-senyawa-