Lampiran Materia. Anatomi dan Fisiologi
Konjungtiva adalah membran mukosa tipis yang membatasi permukaan
dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus
permukaan depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di
tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh
darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva
merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang,
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin
bersifat membasahi bola mata terutama korena (Ilyas, 2005).
Konjungtiva terdiri dari tiga bagian sebagai berikut.1. Konjungtiva
palpebralis: menutupi permukaan posterior dari palpebra dan dapat
dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva.a)
Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai
sekitar 2 mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal,
sulkus subtarsalis, merupakan zona transisi antara kulit dan
konjungtiva sesungguhnya.b) Tarsal konjungtiva bersifat tipis,
transparan, dan sangat vaskuler. Menempel ketat pada seluruh tarsal
plate pada kelopak mata atas. Pada kelopak mata bawah, hanya
menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar tarsal terlihat lewat
struktur ini sebagai garis kuning.c) Orbital konjungtiva berada
diantara tarsal plate dan forniks.2. Konjungtiva bulbaris: menutupi
sebagian permukaan anterior bola mata. Konjungtiva bulbar sangat
tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah
melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat
dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel
goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air
mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.3.
Konjungtiva forniks: bagian transisi yang membentuk hubungan antara
bagian posterior palpebra dan bola mata, banyak ditemukan pembuluh
darah sehingga mudah terjadi pembengkakan apabila terjadi
peradangan mata.
Gambar 1. Anatomi konjungtiva
b. PengertianKonjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum
di dunia. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan
dengan mata berair sampai berat dengan banyak sekret purulen
kental. Penyebab umumnya eksogen tetapi juga bisa karena endogen
(Vaughan, 2010). Konjungtivitis adalah radang konjungtiva atau
radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti konjungtivitis
gonokok, virus, klamidia, alergi toksik, dan molluscum contagiosum
(Ilyas, 2010). Menurut Smeltzer & Bare (2002), konjungtivitis
adalah inflamasi konjungtiva yang ditandai dengan pembengkakan dan
eksudat. Pada konjungtiva nampak merah, sehingga sering disebut
mata merah.
Gambar 2. Konjungtivitisc. Klasifikasi1. Konjungtivitis
infeksiPenyebab konjungtivitis infeksi biasanya eksogen, antara
lain virus, bakteri, fungi, dan parasit. a) Konjungtivitis
bakteri
Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang
disebabkan oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien
datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata, dan iritasi
mata. Organisme penyebab tersering adalah Staphylococccus,
Streptococcus, Pneumococcus, dan Haeophilus. Kondisi ini biasanya
sembuh sendiri meski obat tetes mata antibiotik spektrum luas akan
mempercepat kesembuhan. Apusan konjungtiva untuk kultur
diindikasikan bila keadaan ini tidak menyembuh (James dkk,
2005:63). Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk,
yaitu hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri
hiperakut biasanya disebabkan oleh N. gonnorhoeae, Neisseria kochii
dan N. meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang
paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H.
influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling
sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan
obstruksi duktus nasolakrimalis. Konjungtivitis bakterial biasanya
mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui
tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya
terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita,
sinusitis dan keadaan imunodefisiensi.b) Konjungtivitis virus
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang disebabkan oleh
berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat
menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri
dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri
(Vaughan, 2010). Konjungtivitis ini dibedakan dari konjungtivitis
bakteri berdasarkan: sekret berair dan purulen terbatas;
adanya folikel konjungtiva dan pembesaran kelenjar getah bening
preaurikular;
selain itu mungkin juga tedapat edema kelopak dan lakrimasi
berlebih.Konjungtivitis ini merupakan penyakit yang sembuh sendiri
namun sangat menular. Organisme penyebab tersering adalah
adenovirus, dan yang lebih jarang, Coxsackie dan pikornavirus.
Adenovirus juga dapat menyebabkan konjungtivitis yang berhubungan
dengan pembentukan pseudomembran pada konjungtiva. Serotipe
adenovirus tertentu juga menyebabkan keratitis pungtata yang
menyulitkan (James dkk, 2005:64). Penyakit ini sering terjadi pada
orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalui
droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan
virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi
(Ilyas, 2010). c) Konjungtivitis jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida
albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini
ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien
diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu.
Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh
Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides
immitis walaupun jarang (Vaughan, 2010).
d) Konjungtivitis parasitKonjungtivitis parasit dapat disebabkan
oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa, Ascaris
lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia
solium dan Pthirus pubis walaupun jarang (Vaughan, 2010).2.
Konjungtivitis alergiKonjungtivitis alergi dapat dibagi menjadi
akut dan kronis.
a) Akut (konjungtivitis demam hay)Merupakan suatu bentuk reaksi
akut yang diperantai IgE terhadap alergen yang tersebar di udara
(biasanya serbuk sari). Gejala dan tanda antara lain rasa gatal,
injeksi dan pembengkakan konjungtiva (kemosis), lakrimasi.b)
Konjungtivitis vernal (kataral musim semi)Konjungtivitis ini juga
diperantarai oleh IgE. Sering mengenai anak laki-laki dengan
riwayat atopi. Dapat timbul sepanjang tahun. Gejala dan tanda
antara lain rasa gatal, fotofobia, lakrimasi, konjungtivitis
papilar pada lempeng tarsal atas (papila dapat bersatu untuk
membentuk cobblestone raksasa) (lihat gambar 3), folikel, dan
bintik putih limbus, lesi pungtata pada epitel kornea, plak oval
opak yang pada penyakit parah plak ini menggantikan zona bagian
atas epitel kornea.
Gambar 3. Tampilan papila raksasa (cobblestone) pada
konjungtivitis vernal
Pengguna lensa kontak dapat mengalami reaksi alergi terhadap
lensa yang digunakan atau bahan pembersih lensa yang menyebabkan
konjungtivitis papilar raksasa (giant papillary conjunctivitis,
GPC) dengan sekret mukoid. Walaupun hal ini memberikan repons
terhadap terapi topikal dengan penstabil sel mast, seringkali
penggunaan lensa kontak harus dihentikan sementara waktu atau
permanen. Beberapa pasien tidak bisa meneruskan penggunaan lensa
kontak karena kambuhnya gejala (James dkk, 2005:65-66).3.
Konjungtivitis iritan
Konjungtivitis iritan adalah konjungtivitis yang terjadi oleh
pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis.
Substansi-substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan
dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan
angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit
ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka
panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain
dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi.
Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi
penyebab dan pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010).4. Infeksi
klamidia
Berbagai serotipe Chlamydia trachomatisi yang merupakan
organisme intraselular obligat menyebabkan dua bentuk infeksi
mata.
a) Keratokonjungtivitis inklusi
Penyakit ini merupakan penyakit yang ditularkan secara seksual
dan dapat berlangsung kronis (hingga 18 bulan) kecuali diterapi
dengan adekuat. Pasien datang dengan konjungtivitis folikular
mukopurulen dan terjadi mikropanus (vaskularisasi dan parut kornea
superfisial perifer) yang berhubungan dengan parut subepitel.
Uretritis dan servisitis sering terjadi. Diagnosis dikonfirmasi
dengan deteksi antigen klamidia, menggunakan imunofluoresensi atau
dengan identifikasi badan inklusi khas dari apusan konjungtiva atau
spesimen keroka dengan pewarnaan Giemsa. Konjungtivitis inklusi
diobati dengan tetrasiklin topikal dan sistemik. Pasien harus
dirujuk ke klinik penyakit menular seksual.b) Trakoma
Trakoma merupakan penyebab infektif kebutaan tersering di dunia
meski tidak sering terjadi di negara maju. Lalat rumah merupakan
vektor penyakit ini dan penyakit mudah berkembang dengan higiene
yang buruk dan penduduk yang padat di iklim kering dan panas. Tanda
penting penyakit ini adalah fibrosis subkonjungtiva yang disebabkan
oleh reinfeksi yang sering terjadi pada kondisi tidak higienis.
Kebutaan dapat terjadi karena parut kornea akibat keratitis dan
trikiasis berulang. Trakoma diobati dengan tetrasiklin atau
eritromisin oral atau topikal. Azitromisin, sebagai alteratif,
hanya memerlukan sekali pemakaian. Entropion dan trikiasis
membutuhkan koreksi bedah.
Gambar 4. Parut pada (a) kelopak atas (dieversikan) dan (b)
kornea pada trakomad. Gejala KlinisMenurut James dkk (2005:61),
pasien dengan konjungtivitis dapat mengeluhkan:
1. Nyeri dan iritasi. Konjungtivitis jarang dikaitkan dengan
apapun selain sedikit rasa tidak nyaman. Nyeri menandakan sesuatu
yang lebih serius seperti cedera atau infeksi kornea. Gejala ini
membantu membedakan antara konjungtivitis dengan penyakit
kornea.
2. Kemerahan. Pada konjungtivitis seluruh permukaan konjungtiva
termasuk yang melapisi lempeng tarsal ikut terlibat. Jika kemerahan
ini terlokalisasi pada injeksi siliar limbus siliaris,
pertimbangkan hal berikut:a) keratitis (suatu inflamasi
kornea);
b) uveitis;
c) glaukoma akut.
3. Sekret. Sekret purulen menandakan konjungtivitis bakteri.
Konjungtivitis virus terutama dikaitkan dengan sekret berair.
4. Hilangnya penglihatan. Hal ini terjadi jika kornea sentral
terkena. Kehilangan penglihatan merupakan gejala penting dan
membutuhkan tindakan segera.
Gambaran berikut dapat terlihat pada penyakit konjungtiva (James
dkk, 2005:62-63). 1. Papila. Papila merupakan lesi meninggi pada
konjungtiva tarsal atas, dengan diameter sekitar 1 mm dan memiliki
inti vaskular sentra. Papila merupakan tanda nonspesifik inflamasi
kronis. Papila disebabkan oleh adanya septa fibrosa antara
konjungtiva dan subkonjungtiva yang memungkinkan jaringan di
antaranya membengkak dengan infiltrat inflamasi. Papila raksasa,
ditemukan pada penyakit mata alergi, terbentuk akibat bersatunya
papila (lihat gambar 3).2. Folikel. Folikel merupakan lesi
gelatinosa oval meninggi dengan diameter sekitar 1 mm yang biasanya
ditemukan pada konjungtiva tarsal bawah dan tepi tarsal atas, dan
kadang pada limbus. Tiap folikel merepresentasikan kumpulan limfoid
dengan pusat germinalnya sendiri. Tidak seperti papila, penyebab
folikel lebih spesifik (misal infeksi virus dan klamidia).
Gambar 4. Tampilan klinis folikel3. Dilatasi pembuluh darah
konjungtiva (disebut injeksi).
Gambar 5. Injeksi konjungtiva4. Perdarahan subkonjungtiva,
seringkali berwarna merah terang karena teroksigenisasi penuh oleh
udara sekeliling, melalui konjungtiva.
Gambar 6. Perdarahan subkonjungtivae. PenatalaksanaanWalaupun
penyakit ini sering sembuh sendiri, akan tetapi menimbulkan keluhan
yang memerlukan pengobatan. Pengobatan terutama dengan menghindari
pencetus, obat-obatan diberikan untuk menghilangkan keluhan
simptomatis dengan obat topikal yang mengandung antihistmain dan
steroid topikal dosis rendah. Pada kasus yang berat dapat diberikan
antihistamin dan steroid sistemik (Ilyas, 2005; Merck, 2005 dalam
Purnadi, 2009). Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme,
pasien harus diajari bagaimana cara menghindari kontaminasi mata
yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan intruksi
antara lain:
1. apabila seseorang mengalami sakit mata merah, usahakanlah
tetap berdiam diri di rumah, banyak istirahat serta jangan dulu
beraktifitas agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain;2.
pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian
menyentuh mata yang sehat;
3. mencuci tangan sebelum dan setelah memegang mata yang
sakit;
4. menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang
terpisah untuk membersihkan mata yang sakit;5. kompres dingin untuk
mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk
meredakan gejala lainnya;
6. rasa gatal pada mata bisa dikurangi dengan memercikkan air
hangat pada mata merah tersebut, serta jangan digaruk atau
dikucek;
7. bagi orang lain, usahakanlah jangan dulu melakukan kontak
langsung dengan penderita mata merah baik menyentuhnya secara
langsung maupun meminjam barang-barang bekas dipakai penderita,
agar tidak tertular penyakitnya.
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab.
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal
spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai
disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi
topical dan sistemik. Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen,
sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk
menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2010).
Terapi konjungtivitis virus tidak diperlukan kecuali terdapat
infeksi bakteri sekunder. Pasien harus diberikan instruksi higiene
untuk meminimalkan penyebaran infeksi (misal menggunakan handuk
yang berbeda). Penggunaan steroid mengurangi gejala dan menyebabkan
hilangnya opasitas kornea, namun inflamasi ulangan (rebound
inflammation) sering terjadi ketika steroid dihentikan (James dkk,
2005:64).
Terapi awal konjungtivitis alergi dengan antihistamin dan
penstabil sel mast (misal natrium kromoglikat; nedokromil;
lodoksamid). Streoid topikal dibutuhkan pada kasus-kasus berat,
namun pemakaian jangka panjang jika mungkin dihindari karena dapat
menginduksi glaukoma atau katarak (James dkk, 2005:66). Menurut
Vaughan (2010), penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan
vasokonstriktor-antihistamin topikal. Pada konjungtivitis iritan
pembilasan segera dan menyeluruh saccus konjungtiva dengan air atau
larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus
disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi.
Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit
setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri
analgetika sistemik bila perlu.DAFTAR PUSTAKA
Ilyas S. 2005. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga Cetakan ke-3.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia.Ilyas S. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kedua Cetakan
ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia. James, Bruce, Chew, Chris, dan Bron,
Anthony. 2005. Lecture Notes: Oftalmologi. Edisi Kesembilan.
Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.Purnadi, A. Ridwan. 2009. Insiden
Konjungtivitis dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Peekerja
Bagian Produksi Pabrik Keramik PT. X di Tangerang. Tidak
Diterbitkan. Tesis. Jakarta: Program Magister Ilmu Kedokteran Kerja
Kekhususan Kedokteran Tenaga Kerja, Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia.Vaughan A. 2010. Oftalmologi Umum. Edisi 17.
Jakarta: EGC.