Page 1
MATERI PENDIDIKAN KESEHATAN
A. Permasalahan Chikungunya di Indonesia
Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan
tercatat pada tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan
di DKI Jakarta, Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983
di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan
sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh (2000), Jawa Barat
( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang menyerang secara bersamaan
pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa ).
Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya
seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten,
Jawa Timur dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di
beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan
2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun
2007 sampai tahun 2012 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada
beberapa provinsi dengan 149.526 kasus tanpa kematian.
Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis
Demam Berdarah Dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering
berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit Chikungunya. Saat ini
hampir seluruh provinsi di Indonesia potensial untuk terjadinya KLB
Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Penyakit
Chikungunya sering terjadi di daerah sub urban.
B. Etiologi
Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh
beberapa spesies nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji
Komplemen Fiksasi, virus ini termasuk genus alphavirus ( “Group A”
Arthropod-borne viruses) dan famili Togaviridae. Sedangkan DBD
disebabkan oleh “Group B” arthrophod-borne viruses (flavivirus).
Page 2
C. Vektor Penular Chikungunya
Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus. Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor
namun perlu penelitian lebih lanjut.
Nyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk. Stadium
telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium
jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)
berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa
selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.
Gambar 2.1. Siklus hidup nyamuk Aedes spp
1. Habitat Perkembangbiakan
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat
menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat
umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:
drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:
tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol
Page 3
pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-
barang bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).
c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu
dan tempurung coklat/karet, dll.
2. Perilaku Nyamuk Dewasa
Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk
sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi
kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk
Aedes sp jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk
keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk
betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat
antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat
menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan
telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan,
waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan
siklus gonotropik.
Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang
hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -
17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali
dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah.
Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.
Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang gelap
dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat
perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses
pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur
selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air,
kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat
perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi
Page 4
jentik/larva dalam waktu ±2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat
menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di tempat yang kering
(tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian
tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih
cepat.
Gambar 2. 2. Siklus gono tropic
3. Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun
secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat
berpindah lebih jauh. Aedes spp tersebar luas di daerah tropis dan sub-
tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di
tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan berkembang biak
sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ± 1.000 m
dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk
berkembangbiak.
4. Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur
yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat
perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah)
mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi
nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit
Demam Chikungunya.
D. Faktor Resiko
Page 5
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit
Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara.
Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya adalah:
1. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi
2. Sanitasi lingkungan yang buruk.
3. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan
yang buruk)
Ada gelombang epidemi 20 tahunan mungkin terkait perubahan iklim dan
cuaca. Anti bodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal
terhadap serangan virus selanjutnya. Oleh karena itu perlu waktu panjang bagi
penyakit ini untuk merebak kembali.
E. Mekanisme Penularan
Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
SPP Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu
penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus
Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Kemudian
virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada
manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan
waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan
penyakit.
Gambar 2. 3. Mekanisme Penularan
Page 6
F. Definisi Kasus
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod –
borne virus/ mosquito-borne virus). Virus Chikungunya termasuk genus
Alphavirus, famili Togaviridae.
Diagnosis kasus Demam Chikungunya ditegakkan berdasarkan kriteria
sebagai berikut: (Modifikasi Klasifikasi WHO SEARO,2009)
Kriteria Klinis: Demam mendadak > 38,5ºC dan nyeri persendian hebat
(severe athralgia) dan atau dapat disertai ruam (rash).
Kriteria Epidemiologis: Bertempat tinggal atau pernah berkunjung ke wilayah
yang sedang terjangkit Chikungunya dengan sekurang-kurangnya 1 kasus
positif RDT/ pemeriksaan serologi lainnya, dalam kurun waktu 15 hari
sebelum timbulnya gejala (onset of symptoms)
Kriteria Laboratoris: sekurang-kurangnya salah satu diantara pemeriksaan
berikut:
Isolasi virus
Terdeteksinya RNA virus dengan RT-PCR
Terdeteksinya antibodi IgM spesifik virus Chik pada sampel serum
Peningkatan 4 kali lipat (four-fold) titer IgG pada pasangan sampel
yang diambil pada fase akut dan fase konvalesen (interval sekurang-
kurangnya 2-3 minggu)
Berdasarkan kriteria di atas, Diagnosis Demam Chikungunya digolongkan
dalam 3 kategori yaitu:
1. KASUS TERSANGKA (Suspected case/ Possible case)
Penderita dengan kriteria klinis.
2. KASUS PROBABEL (Probable case)
Penderita dengan kriteria klinis + kriteria epidemiologis
3. KASUS KONFIRM (Confirmed case)
Page 7
Penderita dengan kriteria laboratoris.
G. Masa Inkubasi
Masa inkubasi terdiri dari masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik. Masa
inkubasi intrinsik adalah periode sejak seseorang terinfeksi virus Chik sampai
timbulnya gejala klinis, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik adalah periode
sejak nyamuk terinfeksi virus Chik sampai virus tersebut dapat menginfeksi
orang lainnya melalui gigitan nyamuk tersebut. Masa inkubasi intrinsik
Chikungunya rata-rata antara 3-7 hari (range 1-12 hari), sedangkan masa
inkubasi ekstrinsik berkisar 10 hari. (WHO PAHO, 2011).
Gambar 4.1. Masa Inkubasi
H. Gejala Klinis
1. Demam
Pada fase akut selama 2-3 hari selanjutnya dilanjutkan dengan penurunan
suhu tubuh selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk kurva “Sadle
back fever” (Bifasik). Bisa disertai menggigil dan muka kemerahan
(flushed face). Pada beberapa penderita mengeluh nyeri di belakang bola
mata dan bisa terlihat mata kemerahan (conjunctival injection).
2. Sakit persendian
Nyeri persendian ini sering merupakan keluhan yang pertama muncul
sebelum timbul demam. Nyeri sendi dapat ringan (arthralgia) sampai berat
menyerupai artritis rheumathoid, terutama di sendi – sendi pergelangan
Page 8
kaki (dapat juga nyeri sendi tangan) sering dikeluhkan penderita. Nyeri
sendi ini merupakan gejala paling dominan, pada kasus berat terdapat
tanda-tanda radang sendi, yaitu kemerahan, kaku, dan bengkak. Sendi
yang sering dikeluhkan adalah pergelangan kaki, pergelangan tangan,
siku, jari, lutut, dan pinggul.
Gambar 4.2. Pembengkakan persendian
Pada posisi berbaring biasanya penderita miring dengan lutut tertekuk dan
berusaha mengurangi dan membatasi gerakan. Artritis ini dapat bertahan
selama beberapa minggu, bulan bahkan ada yang sampai bertahan
beberapa tahun sehingga dapat menyerupai Rheumatoid Arthritis.
3. Nyeri otot
Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada otot
penyangga berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu, dan
anggota gerak. Kadang - kadang terjadi pembengkakan pada otot sekitar
sendi pergelangan kaki (achilles) atau sekitar mata kaki.
4. Bercak kemerahan (rash) pada kulit
Kemerahan di kulit bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk makulo-
papular (viral rash), sentrifugal (mengarah ke bagian anggota gerak,
telapak tangan dan telapak kaki). Bercak kemerahan ini terjadi pada hari
pertama demam, tetapi lebih sering muncul pada hari ke 4 - 5 demam.
Lokasi kemerahan di daerah muka, badan, tangan, dan kaki.
Gambar 4. 3. Bercak kemerahan pada kaki dan telapak tangan
Page 9
5. Kejang dan penurunan kesadaran
Kejang biasanya pada anak karena demam yang terlalu tinggi, jadi
kemungkinan bukan secara langsung oleh penyakitnya. Kadang-kadang
kejang disertai penurunan kesadaran. Pemeriksaan cairan spinal (cerebro
spinal) tidak ditemukan kelainan biokimia atau jumlah sel.
6. Manifestasi perdarahan
Tidak ditemukan perdarahan pada saat awal perjalanan penyakit walaupun
pernah dilaporkan di India terjadi perdarahan gusi pada 5 anak dari 70
anak yang diobservasi.
7. Gejala lain
Gejala lain yang kadang-kadang dapat timbul adalah kolaps pembuluh
darah kapiler dan pembesaran kelenjar getah bening.
I. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding penyakit Chikungunya yang paling mendekati adalah
Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue
Tabel 4. 1. Manifestasi Utama yang membedakan Chikungunya dengan
Dengue (WHO SEARO, 2009)
Karakteristik yang
membedakan
Demam
Chikungunya
Demam Dengue
Tanda dan gejala klinis
1. Onset Demam Akut Gradual
Page 10
2. Lama Demam 1-2 hari 5-7 hari
3. Ruam Makulopapular Sering Jarang
4. Timbul Syok dan
Perdarahan Masif
Tidak Lazim Lazim
5. Nyeri Sendi Sering dan bisa
lebih dari 1 bulan
Jarang dan
berlangsung singkat
Parameter Laboratorium
6. Leucopenia Sering Jarang
7. Trombositopenia Jarang Sering
J. TERAPI
Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit ini
belum ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat simtomatis dan
suportif.
1. Simtomatis
Antipiretik : Parasetamol atau asetaminofen (untuk meredakan demam)
Analgetik : Ibuprofen, naproxen dan obat Anti-inflamasi Non Steroid
(AINS) lainnya (untuk meredakan nyeri persendian/athralgia/arthritis)
Catatan: Aspirin (Asam Asetil Salisilat) tidak dianjurkan karena adanya
resiko perdarahan pada sejumlah penderita dan resiko timbulnya Reye’s
syndrome pada anak-anak dibawah 12 tahun.
2. Suportif
Tirah baring (bedrest), batasi pergerakkan
Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat
muntah, keringat dan lain-lain.
Fisioterapi
3. Pencegahan penularan
Penggunaan kelambu selama masa viremia {sejak timbul gejala (onset of
illness) sampai 7 hari
Page 11
K. PROGNOSIS
Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan adanya
kematian. Keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada
107 kasus infeksi Chikungunya, 87,9% sembuh sempurna, 3,7% mengalami
kekakuan sendi atau mild discomfort, 2,8% mempunyai persistent residual
joint stiffness, tapi tidak nyeri, dan 5,6% mempunyai keluhan sendi yang
persistent, kaku dan sering mengalami efusi sendi.
L. KOMPLIKASI
Dalam literatur ilmiah belum pernah dilaporkan kematian, kasus neuroinvasif,
atau kasus perdarahan yang berhubungan dengan infeksi virus Chikungunya.
Pada kasus anak komplikasi dapat terjadi dalam bentuk : kolaps pembuluh
darah, renjatan, Miokarditis, Ensefalopati dsb, tapi jarang ditemukan.
M. PENGENDALIAN VEKTOR
1. Metode Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan
oleh vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor,
menurunkan kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak antara vektor
dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit.
Metode pengendalian vektor Chikungunya bersifat spesifik lokal, dengan
mempertimbangkan faktor–faktor lingkungan fisik (cuaca/iklim,
permukiman, habitat perkembangbiakan); lingkungan sosial-budaya
(Pengetahuan Sikap dan Perilaku) dan aspek vektor.
Pada dasarnya metode pengendalian vektor Chikungunya yang paling
efektif adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga
berbagai metode pengendalian vektor cara lain merupakan upaya
pelengkap untuk secara cepat memutus rantai penularan.
Berbagai metode PengendalianVektor (PV) Chikungunya yaitu:
Kimiawi
Biologi
Page 12
Manajemen lingkungan
Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN
Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector
Management/IVM)
a. Kimiawi
Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida
merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih populer di
masyarakat dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran
insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida
adalah racun, maka penggunaannya harus mempertimbangkan dampak
terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia.
Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode aplikasi
merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan
pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan
ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.
Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian vektor adalah :
Sasaran nyamuk dewasa adalah : Organophospat (Malathion,
methyl pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-
cyhalotrine, cyflutrine, Permethrine & S-Bioalethrine). Yang
ditujukan untuk stadium dewasa yang diaplikasikan dengan
cara pengabutan panas/Fogging dan pengabutan dingin/ULV
Sasaran jentik dengan menggunakan larvasida : golongan
Organophospat (Temephos).
b. Biologi
Pengendalian vektor dengan biologi menggunakan agent biologi
seperti predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami
stadium pra dewasa vektor Jenis predator yang digunakan adalah Ikan
pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva
Capung, Toxorrhyncites, Mesocyclops dapat juga berperan sebagai
Page 13
predator walau bukan sebagai metode yang lazim untuk pengendalian
vektor .
Jenis pengendalian vektor biologi :
Parasit : Romanomermes iyengeri
Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis
Golongan insektisida biologi untuk pengendalian vektor (Insect
Growth Regulator/IGR dan Bacillus Thuringiensis Israelensis/BTi),
ditujukan untuk stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam
habitat perkembangbiakan vektor.
Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi pertumbuhan
nyamuk di masa pra dewasa dengan cara merintangi/menghambat
proses chitin synthesis selama masa jentik berganti kulit atau
mengacaukan proses perubahan pupae dan nyamuk dewasa. IGRs
memiliki tingkat racun yang sangat rendah terhadap mamalia (nilai
LD50 untuk keracunan akut pada methoprene adalah 34.600 mg/kg ).
Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik
nyamuk/larvasida yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti
aman bagi manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis
normal. Keunggulan BTi adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa
menyerang predator entomophagus dan spesies lain. Formula BTi
cenderung secara cepat mengendap di dasar wadah, karena itu
dianjurkan pemakaian yang berulang kali. Racunnya tidak tahan sinar
dan rusak oleh sinar matahari.
c. Manajemen lingkungan
Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana
penyediaan air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap
tersedianya habitat perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor.
Nyamuk Aedes sp sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat
utama di kontainer buatan yang berada di daerah pemukiman.
Page 14
Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan
sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau
dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus (menguras, menutup
dan mengubur, dan plus: menyemprot, memelihara ikan predator,
menabur larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan vektor
(menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat
yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll)
d. Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN
Pengendalian Vektor yang paling efisien dan efektif adalah dengan
memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik.
Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui upaya
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue PSN dalam
bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,
kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan secara serempak dan terus
menerus/berkesinambungan. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku
yang sangat beragam sering menghambat suksesnya gerakan ini.
Untuk itu sosialisasi kepada masyarakat/individu untuk melakukan
kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat untuk
mau secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus dilakukan
melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa, serta
reward bagi yang berhasil melaksanakannya.
1. Cara PSN
PSN dilakukan dengan cara ‘3M-Plus’, 3M yang dimaksud yaitu:
Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air,
seperti bak mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali
(M1).
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti
gentong air/tempayan, dan lain-lain (M2).
Page 15
Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas
yang dapat menampung air hujan (M3).
Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:
Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau
tempat-tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali.
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan
lain-lain (dengan tanah, dan lain-lain)
Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat
yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air
Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak
penampungan air
Memasang kawat kasa
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang
memadai
Menggunakan kelambu
Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.
Keseluruhan cara tersebut diatas dikenal dengan istilah dengan
’3M-Plus’.
Page 16
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue
dan Demam Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication
SEARO No.29). Jakarta
2. Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan Dan Pemberantasan CHIKUNGUNYA;
Subdit Arbovirosis, Dit PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta.
3. Depkes RI. 2004. Buku Modul Entomologi, Subdit. Pengendalian Vektor.
Jakarta.
4. Depkes RI. 2007 a. Buku Pedoman Jumantik, Subdit. Arbovirosis. Jakarta.
5. Depkes RI. 2007 b. Buku Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah
Dengue,Dit PPBB, Ditjen PP & PL. Jakarta.
6. Depkes, 2007 c. Pedoman Pengendalian Chikungunya. Ditjen PP dan PL,
Depkes.