Top Banner
MATERI PENDIDIKAN KESEHATAN A. Permasalahan Chikungunya di Indonesia Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat pada tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta, Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh (2000), Jawa Barat ( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang menyerang secara bersamaan pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa ). Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada beberapa provinsi dengan 149.526 kasus tanpa kematian. Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis Demam Berdarah Dengue. Banyaknya
25

materi Chikungunya

Jan 01, 2016

Download

Documents

Fika Kharisma
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: materi Chikungunya

MATERI PENDIDIKAN KESEHATAN

A. Permasalahan Chikungunya di Indonesia

Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan

tercatat pada tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan

di DKI Jakarta, Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983

di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan

sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh (2000), Jawa Barat

( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang menyerang secara bersamaan

pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa ).

Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya

seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten,

Jawa Timur dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di

beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan

2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun

2007 sampai tahun 2012 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada

beberapa provinsi dengan 149.526 kasus tanpa kematian.

Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis

Demam Berdarah Dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering

berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit Chikungunya. Saat ini

hampir seluruh provinsi di Indonesia potensial untuk terjadinya KLB

Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Penyakit

Chikungunya sering terjadi di daerah sub urban.

B. Etiologi

Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh

beberapa spesies nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji

Komplemen Fiksasi, virus ini termasuk genus alphavirus ( “Group A”

Arthropod-borne viruses) dan famili Togaviridae. Sedangkan DBD

disebabkan oleh “Group B” arthrophod-borne viruses (flavivirus).

Page 2: materi Chikungunya

C. Vektor Penular Chikungunya

Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti

dan Aedes albopictus. Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor

namun perlu penelitian lebih lanjut.

Nyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami

metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk. Stadium

telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas

menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium

jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)

berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa

selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

Gambar 2.1. Siklus hidup nyamuk Aedes spp

1. Habitat Perkembangbiakan

Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat

menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat

umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:

drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:

tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol

Page 3: materi Chikungunya

pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-

barang bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).

c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu,

pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu

dan tempurung coklat/karet, dll.

2. Perilaku Nyamuk Dewasa

Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk

sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi

kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk

Aedes sp jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk

keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk

betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat

antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat

menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan

telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan,

waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan

siklus gonotropik.

Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang

hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -

17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali

dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah.

Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.

Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang gelap

dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat

perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses

pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur

selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air,

kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat

perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi

Page 4: materi Chikungunya

jentik/larva dalam waktu ±2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat

menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di tempat yang kering

(tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian

tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih

cepat.

Gambar 2. 2. Siklus gono tropic

3. Penyebaran

Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun

secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat

berpindah lebih jauh. Aedes spp tersebar luas di daerah tropis dan sub-

tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di

tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan berkembang biak

sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ± 1.000 m

dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk

berkembangbiak.

4. Variasi Musiman

Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur

yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat

perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah)

mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi

nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit

Demam Chikungunya.

D. Faktor Resiko

Page 5: materi Chikungunya

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit

Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara.

Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya adalah:

1. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi

2. Sanitasi lingkungan yang buruk.

3. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan

yang buruk)

Ada gelombang epidemi 20 tahunan mungkin terkait perubahan iklim dan

cuaca. Anti bodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal

terhadap serangan virus selanjutnya. Oleh karena itu perlu waktu panjang bagi

penyakit ini untuk merebak kembali.

E. Mekanisme Penularan

Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

SPP Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu

penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus

Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,

yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Kemudian

virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari

(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada

manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan

waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan

penyakit.

Gambar 2. 3. Mekanisme Penularan

Page 6: materi Chikungunya

F. Definisi Kasus

Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod –

borne virus/ mosquito-borne virus). Virus Chikungunya termasuk genus

Alphavirus, famili Togaviridae.

Diagnosis kasus Demam Chikungunya ditegakkan berdasarkan kriteria

sebagai berikut: (Modifikasi Klasifikasi WHO SEARO,2009)

Kriteria Klinis: Demam mendadak > 38,5ºC dan nyeri persendian hebat

(severe athralgia) dan atau dapat disertai ruam (rash).

Kriteria Epidemiologis: Bertempat tinggal atau pernah berkunjung ke wilayah

yang sedang terjangkit Chikungunya dengan sekurang-kurangnya 1 kasus

positif RDT/ pemeriksaan serologi lainnya, dalam kurun waktu 15 hari

sebelum timbulnya gejala (onset of symptoms)

Kriteria Laboratoris: sekurang-kurangnya salah satu diantara pemeriksaan

berikut:

Isolasi virus

Terdeteksinya RNA virus dengan RT-PCR

Terdeteksinya antibodi IgM spesifik virus Chik pada sampel serum

Peningkatan 4 kali lipat (four-fold) titer IgG pada pasangan sampel

yang diambil pada fase akut dan fase konvalesen (interval sekurang-

kurangnya 2-3 minggu)

Berdasarkan kriteria di atas, Diagnosis Demam Chikungunya digolongkan

dalam 3 kategori yaitu:

1. KASUS TERSANGKA (Suspected case/ Possible case)

Penderita dengan kriteria klinis.

2. KASUS PROBABEL (Probable case)

Penderita dengan kriteria klinis + kriteria epidemiologis

3. KASUS KONFIRM (Confirmed case)

Page 7: materi Chikungunya

Penderita dengan kriteria laboratoris.

G. Masa Inkubasi

Masa inkubasi terdiri dari masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik. Masa

inkubasi intrinsik adalah periode sejak seseorang terinfeksi virus Chik sampai

timbulnya gejala klinis, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik adalah periode

sejak nyamuk terinfeksi virus Chik sampai virus tersebut dapat menginfeksi

orang lainnya melalui gigitan nyamuk tersebut. Masa inkubasi intrinsik

Chikungunya rata-rata antara 3-7 hari (range 1-12 hari), sedangkan masa

inkubasi ekstrinsik berkisar 10 hari. (WHO PAHO, 2011).

Gambar 4.1. Masa Inkubasi

H. Gejala Klinis

1. Demam

Pada fase akut selama 2-3 hari selanjutnya dilanjutkan dengan penurunan

suhu tubuh selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk kurva “Sadle

back fever” (Bifasik). Bisa disertai menggigil dan muka kemerahan

(flushed face). Pada beberapa penderita mengeluh nyeri di belakang bola

mata dan bisa terlihat mata kemerahan (conjunctival injection).

2. Sakit persendian

Nyeri persendian ini sering merupakan keluhan yang pertama muncul

sebelum timbul demam. Nyeri sendi dapat ringan (arthralgia) sampai berat

menyerupai artritis rheumathoid, terutama di sendi – sendi pergelangan

Page 8: materi Chikungunya

kaki (dapat juga nyeri sendi tangan) sering dikeluhkan penderita. Nyeri

sendi ini merupakan gejala paling dominan, pada kasus berat terdapat

tanda-tanda radang sendi, yaitu kemerahan, kaku, dan bengkak. Sendi

yang sering dikeluhkan adalah pergelangan kaki, pergelangan tangan,

siku, jari, lutut, dan pinggul.

Gambar 4.2. Pembengkakan persendian

Pada posisi berbaring biasanya penderita miring dengan lutut tertekuk dan

berusaha mengurangi dan membatasi gerakan. Artritis ini dapat bertahan

selama beberapa minggu, bulan bahkan ada yang sampai bertahan

beberapa tahun sehingga dapat menyerupai Rheumatoid Arthritis.

3. Nyeri otot

Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada otot

penyangga berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu, dan

anggota gerak. Kadang - kadang terjadi pembengkakan pada otot sekitar

sendi pergelangan kaki (achilles) atau sekitar mata kaki.

4. Bercak kemerahan (rash) pada kulit

Kemerahan di kulit bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk makulo-

papular (viral rash), sentrifugal (mengarah ke bagian anggota gerak,

telapak tangan dan telapak kaki). Bercak kemerahan ini terjadi pada hari

pertama demam, tetapi lebih sering muncul pada hari ke 4 - 5 demam.

Lokasi kemerahan di daerah muka, badan, tangan, dan kaki.

Gambar 4. 3. Bercak kemerahan pada kaki dan telapak tangan

Page 9: materi Chikungunya

5. Kejang dan penurunan kesadaran

Kejang biasanya pada anak karena demam yang terlalu tinggi, jadi

kemungkinan bukan secara langsung oleh penyakitnya. Kadang-kadang

kejang disertai penurunan kesadaran. Pemeriksaan cairan spinal (cerebro

spinal) tidak ditemukan kelainan biokimia atau jumlah sel.

6. Manifestasi perdarahan

Tidak ditemukan perdarahan pada saat awal perjalanan penyakit walaupun

pernah dilaporkan di India terjadi perdarahan gusi pada 5 anak dari 70

anak yang diobservasi.

7. Gejala lain

Gejala lain yang kadang-kadang dapat timbul adalah kolaps pembuluh

darah kapiler dan pembesaran kelenjar getah bening.

I. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding penyakit Chikungunya yang paling mendekati adalah

Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue

Tabel 4. 1. Manifestasi Utama yang membedakan Chikungunya dengan

Dengue (WHO SEARO, 2009)

Karakteristik yang

membedakan

Demam

Chikungunya

Demam Dengue

Tanda dan gejala klinis

1. Onset Demam Akut Gradual

Page 10: materi Chikungunya

2. Lama Demam 1-2 hari 5-7 hari

3. Ruam Makulopapular Sering Jarang

4. Timbul Syok dan

Perdarahan Masif

Tidak Lazim Lazim

5. Nyeri Sendi Sering dan bisa

lebih dari 1 bulan

Jarang dan

berlangsung singkat

Parameter Laboratorium

6. Leucopenia Sering Jarang

7. Trombositopenia Jarang Sering

J. TERAPI

Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit ini

belum ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat simtomatis dan

suportif.

1. Simtomatis

Antipiretik : Parasetamol atau asetaminofen (untuk meredakan demam)

Analgetik : Ibuprofen, naproxen dan obat Anti-inflamasi Non Steroid

(AINS) lainnya (untuk meredakan nyeri persendian/athralgia/arthritis)

Catatan: Aspirin (Asam Asetil Salisilat) tidak dianjurkan karena adanya

resiko perdarahan pada sejumlah penderita dan resiko timbulnya Reye’s

syndrome pada anak-anak dibawah 12 tahun.

2. Suportif

Tirah baring (bedrest), batasi pergerakkan

Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat

muntah, keringat dan lain-lain.

Fisioterapi

3. Pencegahan penularan

Penggunaan kelambu selama masa viremia {sejak timbul gejala (onset of

illness) sampai 7 hari

Page 11: materi Chikungunya

K. PROGNOSIS

Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan adanya

kematian. Keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada

107 kasus infeksi Chikungunya, 87,9% sembuh sempurna, 3,7% mengalami

kekakuan sendi atau mild discomfort, 2,8% mempunyai persistent residual

joint stiffness, tapi tidak nyeri, dan 5,6% mempunyai keluhan sendi yang

persistent, kaku dan sering mengalami efusi sendi.

L. KOMPLIKASI

Dalam literatur ilmiah belum pernah dilaporkan kematian, kasus neuroinvasif,

atau kasus perdarahan yang berhubungan dengan infeksi virus Chikungunya.

Pada kasus anak komplikasi dapat terjadi dalam bentuk : kolaps pembuluh

darah, renjatan, Miokarditis, Ensefalopati dsb, tapi jarang ditemukan.

M. PENGENDALIAN VEKTOR

1. Metode Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan

oleh vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor,

menurunkan kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak antara vektor

dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit.

Metode pengendalian vektor Chikungunya bersifat spesifik lokal, dengan

mempertimbangkan faktor–faktor lingkungan fisik (cuaca/iklim,

permukiman, habitat perkembangbiakan); lingkungan sosial-budaya

(Pengetahuan Sikap dan Perilaku) dan aspek vektor.

Pada dasarnya metode pengendalian vektor Chikungunya yang paling

efektif adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga

berbagai metode pengendalian vektor cara lain merupakan upaya

pelengkap untuk secara cepat memutus rantai penularan.

Berbagai metode PengendalianVektor (PV) Chikungunya yaitu:

Kimiawi

Biologi

Page 12: materi Chikungunya

Manajemen lingkungan

Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN

Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector

Management/IVM)

a. Kimiawi

Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida

merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih populer di

masyarakat dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran

insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida

adalah racun, maka penggunaannya harus mempertimbangkan dampak

terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia.

Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode aplikasi

merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan

pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan

ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.

Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian vektor adalah :

Sasaran nyamuk dewasa adalah : Organophospat (Malathion,

methyl pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-

cyhalotrine, cyflutrine, Permethrine & S-Bioalethrine). Yang

ditujukan untuk stadium dewasa yang diaplikasikan dengan

cara pengabutan panas/Fogging dan pengabutan dingin/ULV

Sasaran jentik dengan menggunakan larvasida : golongan

Organophospat (Temephos).

b. Biologi

Pengendalian vektor dengan biologi menggunakan agent biologi

seperti predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami

stadium pra dewasa vektor Jenis predator yang digunakan adalah Ikan

pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva

Capung, Toxorrhyncites, Mesocyclops dapat juga berperan sebagai

Page 13: materi Chikungunya

predator walau bukan sebagai metode yang lazim untuk pengendalian

vektor .

Jenis pengendalian vektor biologi :

Parasit : Romanomermes iyengeri

Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis

Golongan insektisida biologi untuk pengendalian vektor (Insect

Growth Regulator/IGR dan Bacillus Thuringiensis Israelensis/BTi),

ditujukan untuk stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam

habitat perkembangbiakan vektor.

Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi pertumbuhan

nyamuk di masa pra dewasa dengan cara merintangi/menghambat

proses chitin synthesis selama masa jentik berganti kulit atau

mengacaukan proses perubahan pupae dan nyamuk dewasa. IGRs

memiliki tingkat racun yang sangat rendah terhadap mamalia (nilai

LD50 untuk keracunan akut pada methoprene adalah 34.600 mg/kg ).

Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik

nyamuk/larvasida yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti

aman bagi manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis

normal. Keunggulan BTi adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa

menyerang predator entomophagus dan spesies lain. Formula BTi

cenderung secara cepat mengendap di dasar wadah, karena itu

dianjurkan pemakaian yang berulang kali. Racunnya tidak tahan sinar

dan rusak oleh sinar matahari.

c. Manajemen lingkungan

Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana

penyediaan air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap

tersedianya habitat perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor.

Nyamuk Aedes sp sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat

utama di kontainer buatan yang berada di daerah pemukiman.

Page 14: materi Chikungunya

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan

sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau

dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus (menguras, menutup

dan mengubur, dan plus: menyemprot, memelihara ikan predator,

menabur larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan vektor

(menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat

yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll)

d. Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN

Pengendalian Vektor yang paling efisien dan efektif adalah dengan

memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik.

Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui upaya

Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue PSN dalam

bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,

kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan secara serempak dan terus

menerus/berkesinambungan. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku

yang sangat beragam sering menghambat suksesnya gerakan ini.

Untuk itu sosialisasi kepada masyarakat/individu untuk melakukan

kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat untuk

mau secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus dilakukan

melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa, serta

reward bagi yang berhasil melaksanakannya.

1. Cara PSN

PSN dilakukan dengan cara ‘3M-Plus’, 3M yang dimaksud yaitu:

Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air,

seperti bak mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali

(M1).

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti

gentong air/tempayan, dan lain-lain (M2).

Page 15: materi Chikungunya

Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas

yang dapat menampung air hujan (M3).

Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:

Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau

tempat-tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali.

Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak

Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan

lain-lain (dengan tanah, dan lain-lain)

Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat

yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air

Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak

penampungan air

Memasang kawat kasa

Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar

Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang

memadai

Menggunakan kelambu

Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.

Keseluruhan cara tersebut diatas dikenal dengan istilah dengan

’3M-Plus’.

Page 16: materi Chikungunya

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. 2003. Buku Pencegahan Dan Penanggulangan Demam Dengue

dan Demam Berdarah Dengue (Terjemahan WHO Regional Publication

SEARO No.29). Jakarta

2. Depkes RI. 2005. Buku Pencegahan Dan Pemberantasan CHIKUNGUNYA;

Subdit Arbovirosis, Dit PPBB, Ditjen PP&PL. Jakarta.

3. Depkes RI. 2004. Buku Modul Entomologi, Subdit. Pengendalian Vektor.

Jakarta.

4. Depkes RI. 2007 a. Buku Pedoman Jumantik, Subdit. Arbovirosis. Jakarta.

5. Depkes RI. 2007 b. Buku Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah

Dengue,Dit PPBB, Ditjen PP & PL. Jakarta.

6. Depkes, 2007 c. Pedoman Pengendalian Chikungunya. Ditjen PP dan PL,

Depkes.