Page 1
INTERAKSI OBAT
DALAM GASTROINTESTINAL
Diajukan untuk melengkapi salah satu tugas pada mata kuliah Interaksi Obat
Disusun oleh :
Florensia kristiani 08334059
Dosen Pembimbing :Dra. Refdanita, MSi, Apt.
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA
2013
1
Page 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat rahmat serta hidayah-Nya sehingga tim penyusun dapat
menyelesaikan tugas Makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas Mata Kuliah Interaksi Obat
Dalam penyusunan makalah ini tim penyusun sudah berusaha
semaksimal mungkin untuk mengumpulkan data dan keterangan yang
diperoleh dalam penulisan makalah tersebut. Tim penyusun juga
menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan serta
kelemahan dalam menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami
sebagai tim penyusun serta bagi pembaca sekalian. Tidak lupa kami
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki kinerja kami baik dalam hal penyusunan dan pemilihan
materi untuk tugas – tugas selanjutnya.
Jakarta,13 Oktober 2013
Penyusun
2
Page 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang………………………………………………………………1
B. Tujuan………………………………………………………………………..2
C. Manfaat………………………………………………………………………2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Gastrointestinal……………………………………………………………..3
B. Interaksi
Obat………………………………………………………………..4
BAB III PEMBAHASAN
A. Interaksi Gastrointestinal…………………………………………………15
B. Interaksi antara obat dengan makanan………………………………...16
C. Contoh obat yg berinteraksi dlm saluran cerna...................................17
D. Cara mengatasi Interaksi Gastrointestinal……………………………...25
BAB IV KESIMPULAN…………………………………………………..……27
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..28
3
Page 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Peristiwa interaksi obat salah satunya terjadi sebagai akibat
penggunaan bersama-sama dua macam obat atau lebih, hal lain bisaq
terjadi karena terjadi interaksi antara obat dengan makanan. Interaksi ini
dapat menghasilakan efek yang menguntungkan tetapi sebaliknya juga
dapat menimbulkan efek yang merugikan atau membahayakan.
Meningkatnya kejadian interaksi obat dengan efek yang tidak diinginkan
adalah akibat makin banyaknya dan seringnya penggunaan kombinasi
obat, yang dinamakan “ Polypharmacy” atau Multiple Drug Theraphy”.
Sudah sangat umum dalam kehidupan sehari-hari, seorang pasien
/ penderita menerima resep dari dokter yang memuat lebih dari dua
macam obat. Belum lagi kebiasaan penderita yang pergi berobat ke
beberapa dokter untuk penyakit yang sama dan mendapat resep obat
yang baru. Kemungkinan lain terjadinya interaksi obat adalah akibat
kebiasaan beberapa penderita untuk mengobati diri sendiri dengan obat-
obat yang dapat dibeli di toko-toko obat secara bebas.
Interaksi obat sangat penting secara klinik bila berakibat
meningkatkan toksisitas dan mengurangi efektifitas obat. Oleh sebab itu
kemungkinan terjadinya peristiwa interaksi harus selalu dipertimbangkan
dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersama atau
hampir bersamaan. Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan
kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenal sehingga tidak
dapat dicegah bila kita mempunyai pengetahuan farmakologi tentang
obat-obat yang dikombinasikan..Tetapi haruslah diakui bahwa pencegahan
itu tidaklah semudah yang kita sangka, mengingat jumlah interaksi yang
mungkin terjadi pada orang penderita yang menerima pengobatan
4
Page 5
polypharmacy cukup banyak. Mekanisme interaksi obat bermacam-
macam dan kompleks.
B. Tujuan
Agar mampu mengetahui apa yang dimaksud dengan interaksi obat dalam
gastrointestinal dan memahami penggunaan obat kombinasi pada
gastrointestinal.
C. Manfaat
- Dapat mengetahui tentang gastrointestinal
- Dapat mengetahui interaksi obat yang terjadi pada gastrointestinal
- Dapat mengetahui manfaat dari penggunaan obat pada
gastrointestinal.
5
Page 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gastrointestinal
Gambar 1. Sistem Gastrointestinal
Sistem pencernaan (juga dikenal sebagai kanal alimentary) adalah
sistem organ dalam multicellular. Fungsi utama Gastrointestinal adalah
proses menelan, pencernaan, penyerapan, dan pembuangan air besar.
Pada orang dewasa sistem Gastrointestinal memiliki panjang sekitar 6,5
6
Page 7
meter (20 kaki) dan terdiri dari atas dan bawah sistem Gastrointestinal.
Bagian atas Sistem Gastrointestinal terdiri dari mulut, tekak,
kerongkongan, dan perut.
Mulut berisi buccal cavity, yang berisi bukaan yang berkenaan dgn air
liur glands; di lidah, dan gigi.
Terletak di belakang mulut tekak yaitu untuk mencegah makanan
masuk ke tabung muscular berongga.
Gerak peristaltik yang terjadi merupakan kontraksi otot yang
mendorong makanan ke bawah kerongkongan melalui dada untuk
mencapai perut.
Bagian bawah Sistem Gastrointestinal terdiri atas intestines dan dubur.
Usus kecil, yang memiliki tiga bagian:
Duodenum Usus duabelas jari
Jejunum Jejunum
Ileum Bagian usus yg paling bawah
Usus besar, yang memiliki tiga bagian:
Cecum
Colon
Dubur
B. Interaksi Obat
Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat,
Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau
diubah oleh obat lain.
Obat presipitan (precipitant drug), yakni obat yang mempengaruhi
atau mengubah aksi atau efek obat lain.
1. Obat obyek
Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya
dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi
ciri:
a. Jika terjadi perubahan sedikit saja terhadap dosis obat (kadar obat)
akan menimbulkan perubahan besar pada efek klinik. Secara
7
Page 8
farmakologi obat-obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat
dengan kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose response
curve),pengurangan kadar obat sedikit saja sudah dapat mengurangi
manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.
b. Obat-obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low
toxic:therapeutic ratio), artinya antara dosis toksik dan dosis terapetik
mempunyai perbandingan (atau perbedaan) yang tidak besar.
Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah menyebabkan
terjadinya efek toksis.
Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat
kliniknya mudah dikurangi atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh
obat presipitan, akan saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri.
Obat-obat seperti ini juga sering dikenal dengan obat-obat dengan
lingkup terapetik yang sempit (narrow therapeutic range).
Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek
interaksi dalam klinik meliputi,
antikoagulansia: warfarin,
antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,
hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid
dll,
anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,
glikosida jantung: digoksin,
antihipertensi,
kontrasepsi oral steroid,
antibiotika aminoglikosida,
obat-obat sitotoksik,
obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.
2. Obat presipitan
Obat-obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat
lain. Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan
umumnya adalah obat-obat dengan ciri sebagai berikut:
a. Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, dengan demikian akan
menggeser ikatan-ikatan protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat
8
Page 9
yang tergeser ini (displaced), kadar obat bebasnya dalam darah akan
meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya
efek toksik. Obat-obat jenis ini, misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa
dan lain lain.
b. Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau
merangsang (inducer) enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam
hati. Obat-obat yang mempunyai sifat sebagai perangsang enzim
(enzyme inducer) akan mempercepat eliminasi (metabolisme) obat-
obat yang lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat hilang,
misalnya rifampisin, karbamasepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain.
Sedangkan obat-obat yang dapat menghambat metabolisme (enzyme
inhibator) akan meningkatkan kadar obat obyek sehingga terjadi efek
toksik, termasuk kloramfenikol, fenilbutason, alopurinol, simetidin dan
lain-lain.
c. Obat-obat yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal sehingga
eliminasi obat-obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-
obat golongan diuretika dan lain-lain. Ciri-ciri obat presipitan tersebut
adalah jika kita melihat dari segi interaksi farmakokinetika, yakni
terutama pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme dan
ekskresi renal. Masih banyak obat-obat lain diluar ketiga ciri ini tadi
yang dapat bertindak sebagai obat presipitan dengan mekanisme
yang berbeda-beda.
Pada dasarnya Interaksi Obat dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu :
1. INTERAKSI FARMASETIK
9
Interaksi obat
Presipitant drug
Objec drug
• Ikatan protein yang kuat
• Inhibitor atau inducer enzim hati
• Dose-response yang curam
• Rasio toksis terapi yang ren-dah
Page 10
Interaksi ini adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat
diformulasikan / disiapkan sebelum obat digunakan oleh
penderita.Misalnya interaksi antara obat dan larutan infus IV yang
dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau
terjadi pengendapan. Bentuk interaksi ini ada 2 macam : Interaksi
secara fisik, misalnya terjadi perubahan kelarutan, Interaksi secara
kimia, misalnya terjadi reaksi satu dengan yang lain atau
terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses pembuatan ataupun
selama dalam penyimpanan.
Beberapa cara untuk menghindari interaksi farmasetik ini antara lain :
Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali jika yakin be-
tul bahwa tidak ada interaksi antar obat.
Dianjurkan menghindari pemberian obat bersama-sama melalui
infus.
Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya
(manufacturer leaflet), untuk melihat peringatan pada pencampu-
ran dan cara pemberian obat (terutama untuk obat-obat parenteral
misalnya injeks infus dan lain-lain)
Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravena atau
yang lain, perhatikan bahwa tidak ada perubahan warna,
kekeruhan, presipitasi dan lain-lain dari larutan.
Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja. Jangan menimbun
terlalu lama larutan yang sudah dicampur, kecuali untuk obat-obat
yang memang sudah tersedia dalam bentuk larutan seperti
metronidazol , lidokain dan lain-lain.
Botol infus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat-
obat yang sudah dimasukkan, termasuk dosis dan waktunya.
Jika harus memberi infus dua macam obat, berikan lewat 2 jalur
infus, kecuali jika yakin tidak ada interaksi. Jangan ragu-ragu kon-
sultasi kepada apoteker rumah sakit.
2. INTERAKSI FARMAKOKINETIKA
Interaksi ini adalah akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada
10
Page 11
absorbsi, metabolisme, distribusi dan ekskresi suatu obat oleh obat
lain. Termasuk dalam hal mempengaruhi absorbsi pada
gastrointestinal, mengganggu ikatan dengan protein plasma,
menghambat atau merangsang metabolisme dan memperlambat atau
mempercepat ekskresi.
a. Interaksi dalam proses absorpsi
Interaksi dalam proses absorpsi dapat terjadi dengan berbagai
cara, misalnya :
Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal karena obat-
obat seperti morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik da-
pat mengubah absorpsi obat-obat lain.
Pengikatan molekul obat-obat tertentu oleh senyawa logam
sehingga absorpsi akan berkurang karena terbentuk senyawa
kompleks yang tidak bias diabsorpsi. Misalnya tetrasiklin den-
gan senyawa logam berat akan menurunkan absorpsi tetrasik-
lin. Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat-obat ter-
tentu, misalnya: pada umumnya antibiotika akan menurun ab-
sorpsinya bila diberikan secara bersama dengan makanan.
b. Interaksi dalam proses distribusi
Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-obat
dengan ikatan protein yang lebih kuat menggusur obat-obat lain
dengan ikatan protein yang lebih lemah dari tempat ikatannya
pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang
tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala
konsekuensinya, terutama terjadinya peningkatan efek toksik.
Sebagai contoh, misalnya meningkatnya efek toksik dari
antikoagulan warfarin atau obat-obat hipoglikemik (tolbutamid,
kolrpropamid) karena pemberian bersamaan dengan fenilbutason,
sulfa atau aspirin. Sama halnya pada pemakaian obat-obat
dengan ikatan protein yang tinggi pada keadaan malnutrisi
(hipoproteinemia), karena kadar protein rendah, maka obat-obat
dengan ikatan protein yang tinggi akan lebih banyak dalam
keadaan bebas karena kekurangan protein untuk mengikat obat
sehingga dengan dosis yang sama akan memberikan kadar obat
11
Page 12
bebas yang lebih tinggi dan meningkatnya efek toksik. Disamping
itu interaksi dalam proses distribusi dapat terjadi bila ada
perubahan kemampuan transport atau uptake seluler suatu obat
oleh karena obat-obat lain. Misalnya obat-obat antidepresan
trisiklik atau fenotiasin akan menghambat transport aktif ke
akhiran saraf simpatis dari obat-obat antihipertensif (guanetidin,
debrisokuin), sehingga mengurangi/menghilangkan efek
antihipertensi.
Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi dengan dua
kemungkinan, yaitu :
1) Pemacuan enzim (enzyme induction)
Suatu obat (presipitan) dapat memacu metabolisme obat lain
(obat obyek) sehingga mempercepat eliminasi obat tersebut.
Kenaikan kecepatan eliminasi (pembuangan atau inaktivasi)
akan diikuti dengan menurunnya kadar obat dalam darah
dengan segala konsekuensinya. Obat-obat yang dapat
memacu enzim metabolisme obat disebut sebagai enzyme
inducer.
Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim
ini yakni:
Rifampisin,
Antiepileptika: fenitoin, karbamasepin, fenobarbital.
Dari berbagai reaksi metabolisme obat, maka reaksi oksidasi
fase I yang dikatalisir oleh enzim sitokrom P-450 dalam
mikrosom hepar yang paling banyak dan paling mudah dipicu.
2) Penghambatan enzim (enzyme inhibitor).
Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain.
Obat-obat yang mempunyai kemampuan untuk menghambat
enzim yang memetabolisir obat lain dikenal sebagai
penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat dari
penghambatan metabolisme obat ini adalah meningkatnya
kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya, oleh
karena terhambatnya proses eliminasi obat. Obat-obat yang
dikenal dapat menghambat aktifitas enzim metabolisme obat
12
Page 13
adalah:
kloramfenikol
isoniazid
simetidin
propanolol
eritromisin
fenilbutason
alopurinol, dll.
Tergantung dari jenis obat obyek yang mengalami interaksi,
yakni terutama obat dengan lingkup terapi yang sempit, maka
interaksi metabolisme dapat membawa dampak merugikan.
Umumnya secara ringkas dapat dikatakan bahwa :
Pemacuan enzim akan berakibat kegagalan terapi, karena
kadar optimal tidak tercapai.
Penghambatan enzim akan berakibat meningkatnya kadar
obat melampaui ambang toksik.
c. Interaksi dalam proses ekskresi
Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi terutama
ginjal dapat dipengaruhi oleh obat-obat lain. Yang paling dikenal
adalah interaksi antara probenesid dengan penisilin melalui
kompetisi sekresi tubuli sehinggan proses sekresi penisilin
terhambat, maka kadar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh.
Interaksi probenisid dan penisilin adalah contoh interaksi yang
menguntungkan secara terapetik. Klinidin juga menghambat sekresi
aktif digoksin dengan akibat peningkatan kadar digoksin dalam
darah, kira-kira sampai 2 kali, sehingga terjadi peningkatan kejadian
efek toksik digoksin. Salisilat menghambat sekresi aktif metotreksat.
Obat-obat diuretika menyebabkan retensi lithium karena hambatan
pada proses ekskresinya. Furosemid juga dapat meningkatkan efek
toksik ginjal dari aminoglikosida, kemungkinan oleh karena
perubahan ekskresi aminoglkosida.
3. INTERAKSI FARMAKODINAMIK.
Interaksi ini terjadi bila suatu obat secara langsung merubah aksi
13
Page 14
molekuler atau kerja fisiologis obat lain. Kemungkinan yang dapat
terjadi :
a. Obat-obat tersebut menghasilkan kerja yang sama pada satu or-
gan sinergisme).
b. Obat-obat tersebut kerjanya saling bertentangan ( antagonisme ).
c. Obat-obat tersebut bekerja independen pada dua tempat terpisah.
Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi farmakokinetik.
Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek
karena perubahan pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi obat. Pada interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan
kadar obat obyek dalam darah. Tetapi yang terjadi adalah perubahan
efek obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan karena
pengaruhnya pada tempat kerja obat. Interaksi farmakodinamik dapat
dibedakan menjadi, \ Interaksi langsung (direct interaction) \ Interaksi
tidak langsung (indirect interaction)
a. Interaksi langsung
Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada
tempat atau reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang
berbeda tetapi dengan hasil efek akhir yang sama atau hampir
sama. Interaksi dua obat pada tempat yang sama dapat tampil
sebagai antagonisme atau sinergisme. Interaksi langsung ini
dapat terbagi lebih lanjut sebagai berikut.
1) Antagonisme pada tempat yang sama
Antagonisme adalah keadaan dimana efek dua obat pada
tempat yang sama saling berlawanan atau menetralkan.
Banyak contoh interaksi seperti ini, misalnya:
Pembalikan (penetralan) efek opiat oleh obat nalokson.
Pengobatan aritma yang disebabkan intoksikasi antidepre-
san triklisik dengan obat fisotigmin.
Pengobatan keracunan pestisida organofosfat dengan sul-
fas atropin untuk menetralisir efek-efek kolinergik yang ter-
jadi.
2) Sinergisme pada tempat yang sama
Sinergisme adalah interkasi di mana efek dua obat yang
14
Page 15
bekerja pada tempat yang sama saling memperkuat.
Walaupun banyak contoh interaksi yang merugikan dengan
mekanisme ini tetapi banyak pula interaksi yang
menguntungkan secara terapetik.
Contoh-contoh interaksi ini, misalnya:
Efek obat pelemas otot depolarisasi (depolarizing muscle
relaxants) akan diperkuat/ diperberat oleh antibiotika
aminoglikosida, kolistin dan polimiksin karena keduanya
bekerja pada tempat yang sama yakni pada motor end
plate otot seran lintang.
Kombinasi obat beta-blocker dan Ca ++-channel blocker
seperti verapamil dapat menyebabkan aritmia/asistole. Ke-
duanya bekerja pada jaringan konduksi otot jantung yang
sama.
3) Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama
atau hampir sama.
Obat-obat dengan efek akhir yang sama atau hampir sama,
walaupun tempat kerja ata reseptornya berlainan, kalau
diberikan bersamaan akan memberikan efek yang saling
memperkuat. Misalnya :
Alkohol dan obat-obat yang berpengaruh terhadap
susunan saraf pusat,
Antara berbagai obat yang mempunyai efek yang sama
terhadap susunan saraf pusat, misalnya depresi susunan
saraf pusat.
Kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan aminog-
likosida
Kombinasi beberapa obat antihipertensi
b. Interaksi tidak langsung
Interaksi tidak langsung terjadi bila obat presipitan mempunyai
efek yang berbeda dengan obat obyek, tetapi efek obat presipitan
tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat obyek. Beberapa
contoh antara lain :
15
Page 16
Interaksi antara obat-obat yang mengganggu agregasi trom-
bosit (salisilat, fenilbutason, ibuprofen, dipiridamol, asam
mefenamat, dll.) dengan obat-obat antikoagolan seperti war-
farin sehingga kemungkinan perdarahan lebih besar oleh
karena gangguan proses hemostasis.
Obat-obat yang menyebabkan perlukaan gastrointestinal
seperti aspirin, fenilbutason, indometasin, dan obat – obat an-
tiinflamasi non-steroid yang lain, bila diberikan pada pasien-
pasien yang sedang mendapatkan antikoagulansia seperti
warfarin, maka dapat terjadi perdarahan yang masif dari per-
lukaan tadi.
Obat-obat yang menurunkan kadar kalium akan menyebabkan
peningkatan efek toksik glikosida jantung digoksin. Efek toksik
glikosida jantung ini lebih besar pada keadaan hipokalemia.
Tetapi sebaliknya hipokalemia akan mengurangi efek klinik
obat-obat antiaritmia seperti lidokain, prokainamid, kinidin, dan
fenitoin. Obat presipitan yang mengurangi kadar kalium
terutama adalah diuretika.
Efek diuresis obat-obat diuretika tertentu seperti furosemid
akan berkurang bila diberikan bersama dengan obat – obat
antiinflamasi non-steroid seperti aspirin, fenilbutason, ibupro-
fen, indometasin, dll. Kemungkinan oleh karena pengham-
batan simtesis prostaglandin oleh obat-obat presipitan terse-
but, yang sebenarnya diperlukan untuk menimbulkan efek di-
uretika furosemid.
Interaksi obat cukup penting untuk diperhatikan namun cenderung
terlupakan karena terlalu fokus pada penyakit yang kompleks sehingga
melupakan obat-obat tersebut yang dapat berinteraksi satu dengan yang
lain. Interaksi obat kerap terjadi akibat penggunaan banyak obat, sehingga
membahayakan nyawa pasien itu sendiri.
Interaksi yang kerap terjadi biasanya adalah interaksi
farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Farmakodinamik dapat
diartikan efek obat terhadap tubuh sedangkan farmakokinetik adalah nasib
16
Page 17
obat dalam tubuh.
Contoh interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara 2 atau lebih obat
yang mengakibatkan adanya kompetisi dalam pendudukan reseptor
sehingga meniadakan salah satu efek dari obat yang digunakan.
Sedangkan contoh dari interaksi farmakokinetik adalah interaksi
antara 2 obat atau lebih yang mengakibatkan obat tertentu cepat dibuang
dalam tubuh atau lambat dibuang dalam tubuh, akibatnya waktu paruh
obat menjadi berbeda dari biasanya.
Akibat dari interaksi obat :
Efek Sinergis : 1 + 1 = 10
Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek
yang berlipat ganda.
Efek Antagonis : 1 + 1 = 1
Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek
meniadakan salah satu dari efek obat.
Efek Additif : 1 + 1 = 2
Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek
ganda.
Dalam menyikapi interaksi obat ini, hal2 yang perlu diakali adalah
cara pencegahan terjadinya interaksi dengan "memainkan" waktu
pemberian obat, misal Obat A diberikan pada jam 8 dan obat B diberikan
pada jam 12.
Ada juga teknik-teknik lain dalam mengakali adalah meningkatkan /
menurunkan dosis pemberian obat ketika waktu pemberian obat tidak
dapat diubah. Misal dosis obat A karena dapat dinetralkan oleh obat B
maka dosis obat A diberikan berlebih.
BAB III
PEMBAHASAN
A.Interaksi Gastrointestinal
17
Page 18
Interaksi gastrointestinal adalah interaksi dua/lebih obat yang
diberikan secara bersamaan yang terjadi di dalam saluran pencernaan. In-
teraksi gastrointestinal umumnya mempengaruhi proses absorpsi obat, se-
hingga dapat digolongkan dalam interaksi absorpsi yang merupakan
bagian dari interaksi farmakokinetik. Seperti halnya interaksi obat lainnya,
interaksi gastrointestinal juga ada yang menguntungkan dan ada yang
membahayakan.
Secara garis besar interaksi ini dapat menjadi 2 golongan yaitu:
Interaksi antara obat-obat
Interaksi antara obat – makanan
Faktor atau kerja terjadinya interaksi obat dalam gastrointertinal
1. Interaksi Langsung
Yaitu interaksi secara fisik / kimia antara obat dalam lumen saluran
cerna sebelum diabsorpsi,sehingga mengganggu proses absopsi.
2. Perubahan Ph cairan saluran cerna
Perubahan Ph pada cairan saluran cerna akan mempengaruhi kelaru-
tan dan absopsi obat-obat yang bersifat asam atau basa
Misalnya : Pemberian Natrium bikarbonat bersama dengan aspirin
akan meningkatkan disolusi aspirin,sehingga absorpsinya juga
meningkat. Tetapi akan mengurangi absorpsi dari tetrasiklin.
3. Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam
usus (motilitas saluran cerna)
Umumnya obat diabsorpsi di dalam usus, dimana absorpsi di usus
jauh lebih cepat dibandingkan di lambung. Oleh karena itu makin
cepat obat sampai ke usus makin cepat juga diabsorpsi. Obat-obat
yang memperpendek waktu pengosongan lambung akan
mempercepat absorpsi obat lain yang diberikan secara bersamaan
dan begitu juga sebaliknya obat yang memperpanjang waktu
pengosongan lambung akan memperlambat absorpsi obat lain.
Contoh : Metoklopramid yang akan mempercepat absorpsi
parasetamol, diazepam dan propanolol dan obat antikolinergik,
antidepresi trisiklik, beberapa antihistamin antacid gram Al dan
analgetik narkotik akan memperlambat absorpsi obat lain.
4. Perubahan Flora usus.
18
Page 19
Secara normal flora usus berfungsi sebagai sebagai:
Sintensis vitamin K dan merupakan sumber vitamin K yang pent-
ing
Memecah sulfasalazim menjadi bagian-bagian yang aktif
Sebagai metabolism obat (misal levodova)
Hidrolisis ghukuronid yang dieksresi melalui empedu sehingga ter-
jadi sirkulasi enterohepatik yang memperpanjang kerja obat (misal
kontrasepsi oral)
Pemberian antibiotic spectrum luas (seperti : tetrasiklin, kloramfenikol,
ampisilin, sulfonamide) akan mempengaruhi flora usus sehingga
menghambat sintesa vitamin K oleh mikroorganisme usus. Apabila
antibiotic ini diberikan bersama antikoagulan oral maka efek
antikoagulan akan meningkat dan dapat terjadi pendarahan.
B. Interaksi antara obat dengan makanan
Interaski obat dengan makanan masih belum banyak diketahui, seperti
halnya dengan interaksi antara obat dengan obat lain maka interaksi ini
juga mempengaruhi absopsi obat.
Interaksi antara obat-makanan ini dapat terjadi karena beberapa hal:
1. Terjadinya perubahan Ph dalam lambung, sehingga menyebabkan
penundaan absorpsi obat.
2. Perubahan motilitas usus, missal rifampisin dan isoniazid yang ab-
sorpsinya lebih kecil pada pemakaian setelah makan dibandingkan
jika obat tersebut diminum pada waktu lambung kosong.
3. Terjadinya reaksi kimia yang membentuk kompleks sama seperti obat-
obat yang mengandung kation multivalent, tetrasiklin akan memben-
tuk khelat dengan makanan yang mengandung ion kalsium, magne-
sium atau besi sehingga susah diabsorpsi.
4. Terjadinya pembentukan senyawa N-nitroso (nitrosamine) yang dise-
but kanserogen. Ini terjadi pada zat makanan yang mengandung nitrit
(nitirit biasanya digunakan sebagai pengawet daging dan sosis) den-
gan aminofenazon.
19
Page 20
5. Kompetisi untuk mekanisme aktif, dimana absopsi obat dapat diham-
bat secara kompetititf oleh zat makanan yang bersangutan. Kompetisi
ini terjadi pada obat-obat yang merupakan analog dari zat makanan,
seperti levodopa, metildopa dan 6-merkaptopurin yang diabsorpsi aktif
melalui mekanisme yang sama dengan mekanisme bahan makanan.
Contoh : absorpsi levodopa dihambat oleh fenilalanin yang berasal
dari diet tinggi protein (2g/kg/hari) dan absorpsinya akan meningkat
dengan diet rendah protein (0,5 g/kg/hari)’
6. Selain menghambat absorpsi obat, ada juga obat-obat tertentu yang
absorpsinya lebih cepat dan sempurna jika diberikan bersama
makanan, Misal: spironolakton atau feniton absorpsinya lebih cepat
diberikan bersama makanan dan absorpsi griseofulvin (bersiafat lipofil)
akan meningkat jika diberikan bersama makanan yang banyak men-
gandung lemak.
C. Contoh obat yang berinteraksi dalam saluran cerna
NO OBAT
OBJEK
OBAT
PRECIPITA
NT
MEKANISME
INTERAKSI
EFEK PEMECAHAN
MASALAH
1 Aspirin Antasid Antasid
mengakibatkan
perubahan pH
saluran cerna
menjadi alkalis.
Dalam suasana
alkalis aspirin lebih
banyak terionisasi
sehingga absorpsi
persatuan luas area
absorpsi lebih
lambat, tetapi
karena sangat
luaasnya area
absorpsi di usus
pH cairan
saluran cerna
alkalis,
disolusi aspirin
dipercepat oleh
basa dan
mempercepat
absorpsinya.
Merupakan
interaksi yang
menguntungkan
karena aspirin
cepat diabsorbsi
diharapkan akan
cepat menimbulkan
efek terapi.
20
Page 21
halus maka
kecepatan absorpsi
secara keseluruhan
masih lebih tinggi
2 Ketokonazol Antasid Antasid
mengakibatkan
perubahan pH
saluran cerna
menjadi alkalis.
Suasana alkalis
dalam saluran
cerna mengurangi
kelarutan beberapa
obat yang bersifat
basa dalam cairan
saluran cerna.
Kelarutan
ketokonazol
( obat yang
bersifat basa )
menurun dan
jumlah
absorbsi
ketokonazol
menurun.
Tidak minum
antasid pada saat
sedang
mengkonsumsi
ketokonazol.
3 Penisilin G Antasid Antasid
mengakibatkan
perubahan pH
saluran cerna
menjadi alkalis.
Sehingga
menyebabkan
berkurangnya
keasaman lambung
sehingga
mengurangi
perusakan obat
yang tidak tahan
asam.
pH lambung
menjadi alkalis
sehingga
perusakan
penisilin
berkurang dan
jumlah yang
diabsorbsi
meningkat.
Merupakan
interaksi yang
menguntungkan,
sehingga dapat
dikombinasikan
apabila sedang
mengkonsumsi
obat yang tidak
tahan asam seperti
penisilin G.
4 Fe Antasid Antasid
mengakibatkan
perubahan pH
pH lambung
yang alkalis
akibat antasid
Bisa ditambahkan
obat yang bersifat
asam misalnya
21
Page 22
saluran cerna
menjadi alkalis.
Sedangkan Fe
paling baik
diabsorpsi jika
cairan lambung
sangat asam. Hal
tersebut
menyebabkan
penurunan
kelarutan dari Fe
menurunkan
kelarutan Fe
berakibat
jumlah yang
diabsorbsi
menurun.
vitamin C yang
dapat membantu
absorbsi Fe.
5 Fe Vitamin C Vitamin C
menyebabkan pH
asam lambung
menurun menjadi
lebih asam. Cairan
lambung yang
sangat asam
merupakan suasana
paling baik untuk
absorbsi Fe.
Jumlah
absorbsi Fe
meningkat.
Merupakan
interaksi yang
menguntungkan.
Banyak sediaan
multivitamin
penambah darah
yang
dikombinasikan
dengan vitamin C
yang beredar di
pasaran.
6 Parasetamol Antidepresi
trisiklik
Contoh :
Amitriptilin
,imipramin
Antidepresi
trisiklik
memperpanjang
waktu
pengosongan
lambung sehingga
akan
memperlambat
absorbsi
paracetamol tanpa
mengubah atau
Paracetamol
lambat
absorbsinya
sehingga efek
yang
ditimbulkan
juga lama.
Tidak
menggunakan
antidepresi trisiklik
pada saat
menggunakan
paracetamol karena
dapat
memperlambat
absorbsinya
terlebih jika
diharapkan efek
22
Page 23
mempengaruhi
jumlah yang
diabsorbsi
paracetamol yang
segera.
7 Diazepam Metoklopra
mid
Metoklopramid
memperpendek
waktu
pengosongan
lambung. Sehingga
makin cepat obat
yang sampai di
usus halus yang
merupakan tempat
absorbsi utama dan
lebih cepat
daripada di
lambung. Dengan
pendeknya waktu
pengosongan
lambung diazepam
cepat terabsorbsi.
Absorbsi
diazepam
cepat sehingga
efek terapi
diharapkan
cepat.
Merupakan
interaksi yang
menguntungkan.
8 Digoksin Metoklopra
mid
Metoklopramid
memperpendek
waktu
pengosongan
lambung dan
memperpendek
waktu transit suatu
obat dalam usus.
Sedangkan
digoksin merpakan
obat yang sukar
larut dalam cairan
saluran cerna yang
Bioavailabilita
s digoksin
berkurang.
Ditambahkan
Al(OH3) dalam
antasida guna
meningkatkan
bioavailabilitas
digoksin.
23
Page 24
memerlukan waktu
untuk melarut dan
diabsorbsi. Karena
metoklopramid
mempercepat
waktu transit dalam
usus menyebabkan
bioavailabilitas
digoksin
berkurang.
9 Vitamin A Neomisin Merupakan secara
interaksi langsung
dimana Neomisin
menimbulkan
sindrom
malabsorbsi yang
menyebabkan
absorbsi vitamin A
terganggu.
Jumlah ab-
sopsi obat
objek (Ab-
sorbsi vitamin A
terganggu).
Jangan
mengkonsumsi
vitamin terutama
vitamin A jika
sedang
mengkonsumsi
antibiotik
neomisin.
10 Ca2+ dalam
susu atau
Ca2+ dalam
antasida
Tetrasiklin Merupakan
interaksi secara
langsung dimana
terbentuk kelat
yang tidak
diabsorbsi.
Jumlah Ca2+
yang
diabsorbsi
berkurang.
Jangan meminum
susu bersamaan
dengan
mengkonsumsi
antibiotik
tetrasiklin.
11 Rifampisin Bentonit
(bahan
pengisi
tablet
PAS)
Interaksi obat
langsung; obat
objek diadsorpsi
oleh obat precipi-
tant
Jumlah ab-
sorpsi obat
objek
(absorbsi
rifampisin )
Tidak memakan
secara
bersamaan,di beri
selang waktu 1-2
jam
12 Digoksin, Linkomosin
Kaolin,
pectin, Mg
trisilikat,Al
Interaksi obat
langsung:objek
diadsorpsi oleh
Jumlah ab-
sopsi obat
objek
Tidak memakan
secara
bersamaan,di beri
24
Page 25
(OH)3 obat precipitant. (absorbsi
digoksin,linco
misin )
selang waktu 1-2
jam
13 Chloramphenicol
Warfarin Mempengaruhi
flora
usus,sehingga
menghambat
sintesa vit K oleh
mikroorganisme
usus
Anti koagulan
meningkat
dan dapat
terjadi
pendarahan
Jangan
mengkonsumsi
Chloramphenicol
jika sedang
mengkonsumsi
warfarin atau
meminumnya
diberi selang waktu
1-2 jam.
14 Tetracyclin Warfarin Mempengaruhi
flora
usus,sehingga
menghambat
sintesa vit K oleh
mikroorganisme
usus
Anti koagulan
meningkat
dan dapat
terjadi
pendarahan
Jangan
mengkonsumsi
Tetrasiklin jika
sedang
mengkonsumsi
warfarin atau
meminumnya
diberi selang waktu
1-2 jam.
15 Ampicillin Warfarin Mempengaruhi
flora
usus,sehingga
menghambat
sintesa vit K oleh
mikroorganisme
usus
Anti koagulan
meningkat
dan dapat
terjadi
pendarahan
Jangan
mengkonsumsi
Ampicillin jika
sedang
mengkonsumsi
warfarin atau
meminumnya
diberi selang waktu
1-2 jam.
Interaksi dalam gastrointestinal terjadi dalam saluran pencernaan. Sebagai
25
Page 26
contoh misalnya, aspirin merupakan obat yang bersifat asam dengan adanya
antasida, antasid mengakibatkan perubahan pH saluran cerna menjadi alkalis.
Dalam suasana alkalis aspirin lebih banyak terionisasi sehingga absorpsi persatuan
luas area absorpsi lebih lambat, tetapi karena sangat luasnya area absorpsi di usus
halus maka kecepatan absorpsi secara keseluruhan masih lebih tinggi, pH cairan
saluran cerna alkalis, disolusi aspirin dipercepat oleh basa dan mempercepat
absorpsinya dan merupakan interaksi yang menguntungkan karena aspirin cepat
diabsorbsi diharapkan akan cepat menimbulkan efek terapi.
Contoh interaksi lain dengan antacid yaitu dengan ketokonazol, dimana
antasid mengakibatkan perubahan pH saluran cerna menjadi alkalis. Suasana
alkalis dalam saluran cerna mengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat
basa dalam cairan saluran cerna. Akibatnya kelarutan ketokonazol ( obat yang
bersifat basa ) menurun dan jumlah absorbsi ketokonazol menurun. Karena
merupakan interaksi yang merugikan hendaknya tidak minum antasid pada saat
sedang mengkonsumsi ketokonazol.
Interaksi penisilin G dengan antasid, penisilin G merupakan obat yang
tidak tahan asam dan mudah rusak dalam suasana asam, sehingga akan sangat
mengganggu dalam proses terapi, maka untuk mengatasi hal tersebut dapat
dikombinasikan dengan antasid dimana antasid mengakibatkan perubahan pH
saluran cerna menjadi alkalis. Sehingga menyebabkan berkurangnya keasaman
lambung dan mengurangi perusakan obat yang tidak tahan asam. pH lambung
menjadi alkalis sehingga perusakan penisilin berkurang dan jumlah yang
diabsorbsi meningkat.
Dalam multivitamin penambah darah terdapat kandungan Fe, namun jika
dikombinasikan dengan antasid akan menimbulkan interaksi obat yang
merugikan, dimana antasid mengakibatkan perubahan pH saluran cerna menjadi
alkalis. Sedangkan Fe paling baik diabsorpsi jika cairan lambung sangat asam. Hal
tersebut menyebabkan penurunan kelarutan dari Fe, pH lambung yang alkalis
akibat antasid menurunkan kelarutan Fe berakibat jumlah yang diabsorbsi
menurun. Bisa ditambahkan obat yang bersifat asam misalnya vitamin C yang
dapat membantu absorbsi Fe.
Fe berinteraksi dengan vitamin C, dimana vitamin C menyebabkan pH
asam lambung menurun menjadi lebih asam. Cairan lambung yang sangat asam
merupakan suasana paling baik untuk absorbsi Fe, sehingga jumlah absorbsi Fe
26
Page 27
meningkat. Merupakan interaksi yang menguntungkan. Banyak sediaan
multivitamin penambah darah yang dikombinasikan dengan vitamin C yang
beredar di pasaran.
Parasetamol merupakan salah satu obat analgesik antipiretik jika
dikombinasikan dengan antidepresi trisiklik maka antidepresi trisiklik
memperpanjang waktu pengosongan lambung sehingga akan memperlambat
absorbsi paracetamol tanpa mengubah atau mempengaruhi jumlah yang
diabsorbsi. Efeknya paracetamol lambat absorbsinya sehingga efek yang
ditimbulkan juga lama. Jika masih dapat dihindari sebaiknya tidak menggunakan
antidepresi trisiklik pada saat menggunakan paracetamol karena dapat
memperlambat absorbsinya terlebih jika diharapkan efek paracetamol yang
segera.
Diazepam yang merupakan salah satu contoh obat golongan
benzodiazepine berinteraksi dengan metoklopramid dengan cara metoklopramid
memperpendek waktu pengosongan lambung. Sehingga makin cepat obat yang
sampai di usus halus yang merupakan tempat absorbsi utama dan lebih cepat
daripada di lambung. Dengan pendeknya waktu pengosongan lambung diazepam
cepat terabsorbsi. Absorbsi diazepam cepat sehingga efek terapi diharapkan cepat.
Hal tersebut merupakan interaksi yang menguntungkan.
Digoksin yang merupakan obat kardiovaskular berinteraksi dengan
metoklopramid dengan cara Metoklopramid memperpendek waktu pengosongan
lambung dan memperpendek waktu transit suatu obat dalam usus. Sedangkan
digoksin merpakan obat yang sukar larut dalam cairan saluran cerna yang
memerlukan waktu untuk melarut dan diabsorbsi. Karena metoklopramid
mempercepat waktu transit dalam usus menyebabkan bioavailabilitas digoksin
berkurang. Efeknya bioavailabilitas digoksin berkurang. Maka untuk
mengatasinya bisa ditambahkan Al(OH3) dalam antasida guna meningkatkan
bioavailabilitas digoksin.
Vitamin A yang sangat baik untuk mata berinteraksi dengan neomisin
dengan cara neomisin menimbulkan sindrom malabsorbsi yang menyebabkan
absorbsi vitamin A terganggu. Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya jangan
mengkonsumsi vitamin terutama vitamin A jika sedang mengkonsumsi antibiotik
neomisin.
Ca2+ dalam susu atau Ca2+ dalam antasida berinteraksi dengan tetrasiklin
27
Page 28
secara langsung dimana terbentuk kelat yang tidak diabsorbsi. Efeknya jumlah
Ca2+ yang diabsorbsi berkurang. Sehingga untuk menghindari terbentuknya kelat
yang tidak larut hindari minum susu atau obat antasida bersamaan dengan
mengkonsumsi antibiotik tetrasiklin.
Digoksin,Lincomycin berinteraksi dengan kaolin,pectin,Mg
trisilikat,Al(OH)3,menimbulkan absorbsi digoksin dan lincomycin
menurun.Untuk mengatasi hal tsb sebaiknya tidak mengkonsumsi secara
bersamaan diberi selang waktu 1-2 jam.
Rifampicin berinteraksi dengan bentonit,menimbulkan absorbsi rifampicin
menurun.Untuk mengatasi hal tsb sebaiknya tidak mengkonsumsi secara
bersamaan diberi selang waktu 1-2 jam.
Chloramphenicol,Tetracyclin,Ampicillin berinteraksi dengan
Warfarin,dapat mempengaruhi flora usus sehingga menghambat sintesa vit k oleh
mikroorganisme usus yang dapat menyebabkan antikoagulan meningkat sehingga
dapat terjadi pendarahan.Untuk mengatasinya Jangan mengkonsumsi
Chloramphenicol,tetracyclin dan ampicillin jika sedang mengkonsumsi warfarin.
D. Cara mengatasi Interaksi Gastrointestinal.
Interaksi obat dapat diatasi jika mengetahui farmakologi dari obat
tersebut, baik secara farmakokinetik maupun secara farmakodinamik. Se-
cara farmakokinetik: seperti bagaimana dan dimana obat diabsorpsi, didis-
tribusikan, dimetabolisme, dan diseksresikan. Sedangkan secara farmako-
dinamik: kita harus tahu mekanisme kerja dari obat serta reseptor yang
akan berikatan dengan obat tersebut. Jika kita sudah memahami tersebut,
maka kita dapat mengasumsikan nama obat yang boleh diberikan secara
bersamaan dan mana yang tidak.
Untuk interaksi yang terjadi dalam gastrointestinal dapat diatasi
dengan pemberian obat secara selang waktu tergantung mana yang lebih
dibutuhkan oleh pasien. Misalnya seorang pasien mendapat resep dari
dokter yang isinya antasida dan digoksin, maka kita lihat bahwa pasien
lebih membutuhkan digoksin dibandingkan antacid. Untuk menghidari ter-
jadinya interaksi antara antacid dengan digoksin maka digoksin diminum
terlebih dahulu, 1-2 jam berselang baru antacid diminum.
28
Page 29
BAB IV
KESIMPULAN
Interaski obat/ drugs interaction adalah peristiwa di mana aksi suatu
obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain diberikan bersamaan. Atau
dapat juga didefinisikan sebagai modifikasi efek satu obat akibat obat lain
29
Page 30
yang diberikan bersamaan: atau apabila dua atau lebih obat berinteraksi
sedemikian rupa sehingga efektivitas atau toksisitas satu obat/lebih
berubah.
Berdasarkan mekanismenya interaksi obat dibagi menjadi 3 tipe ;
yatiu interaksi farmasetik, interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodi-
namik. Interaksi gastrointestinal termasuk ke dalam interaksi far-
makokinetik yang mempengaruhi kecepatan absopsi dari suatu obat inter-
aksi ini dapat terjadi antara obat dengan obat lain atau obat dengan
makanan.
Pada interaksi gastrointestinal ada beberapa factor dan mekanisme kerja
terjadinya interaksi obat; yaitu:
Terjadinya interaksinya langsung antara obat yang satu dengan
yang lain, seperti : terbentuknya kompleks, teradsorpsinya obat
yang satu oleh obat lain, dll Contoh : tetrasiklin dengan Ca2+
Terjadinya perubahan Ph cairan cerna, sehingga menambah/ men-
gurangi kelarutan obat tertentu. Contoh:Antasida dengan aspirin.
Terjadinya perubahan flora usus, dimana obat tertentu dapat
merubah fungsi normal dari flora usus. Contoh : antibiotic spectrum
luas (chloramphenocol,Tetracyclin,Ampicillin dengan antikoagulan
oral seperti warfarin yang meningkatkan pendarahan.
Perubahan waktu pengosongan lambung, dimana obat yang mem-
percepat pengososngan lambung akan meningkatkan absorpsi obat
lain dan sebaliknya. Contoh : metoklopramid dengan diazepam dll.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganiswara G. sulistia, et al., 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi 4,
cetak ulang 2005, fakultas kedokteran universitas Indonesia, Jakarta.
Hal 800 – 810.
2. Mutschler E.1991. Dinamika Obat, farmakologi dan toksikologi, edisi 5,
penerbit ITB – Bandung. Hal 88-93.
3. Iwan darmansjah, 1997. Interaksi Obat yang Klinis Penting, jurnal
seminar interaksi obat di Pontianak dan PUKO, pusat Uji Klinik Obat
FKUI. RSUPN – CM.
30
Page 31
4. Rusjdi djamal, dkk., 1983. Interaksi Obat dari resep – resep pasien di
Sumatera Barat. Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Univer-
sitas Andalas , Padang.
5. Dr.R. Soetiono Gapar, 2003. Interaksi Obat Beta – Blocker dengan
Obat – Obat lain, jurnal penelitian, bagian Farmakologi Fakultas Ke-
dokteran, Universitas Sumatera Utara. Medan.
31