Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah masalah kesehatan terbesar karena merupakan penyebab utama kematian dengan jumlah mencapai 12,4% dari total kematian di seluruh dunia (WHO, 2008). Di Amerika Serikat, PJK berada di peringkat pertama kematian. Laporan Asosiasi Jantung Amerika Serikat di Eropa menyatakan bahwa PJK tetap menjadi penyebab utama kematian pada pria yang berusia 45 tahun ke atas dan pada wanita yang berusia di atas 55 tahun. Sekitar 425,425 kematian terjadi akibat PJK di Amerika Serikat pada tahun 2006 atau 1 dari enam kematian terjadi akibat PJK. (berdasarkan pada the National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES, 2003–06), National Center for Health Statistics dan NHLBI) Selain itu, Asosiasi Jantung Amerika Serikat di Eropa (AHA) menyatakan bahwa insidensi, morbiditas, dan mortalitas PJK dipengaruhi oleh berbaga faktor resiko. Ada faktor resiko yang dapat diubah, dikontrol, dan diobati, tetapi ada pula faktor resiko yang tidak dapat diubah. Semakin banyak faktor resiko yang dipunyai seseorang, semakin besar pula orang tersebut berisiko 1
50

MASTER Laporan Epidemiologi.doc

Dec 07, 2015

Download

Documents

Abang Suprianto
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah masalah kesehatan terbesar

karena merupakan penyebab utama kematian dengan jumlah mencapai 12,4%

dari total kematian di seluruh dunia (WHO, 2008). Di Amerika Serikat, PJK berada

di peringkat pertama kematian. Laporan Asosiasi Jantung Amerika Serikat di

Eropa menyatakan bahwa PJK tetap menjadi penyebab utama kematian pada

pria yang berusia 45 tahun ke atas dan pada wanita yang berusia di atas 55

tahun. Sekitar 425,425 kematian terjadi akibat PJK di Amerika Serikat pada tahun

2006 atau 1 dari enam kematian terjadi akibat PJK. (berdasarkan pada the

National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES, 2003–06), National

Center for Health Statistics dan NHLBI)

Selain itu, Asosiasi Jantung Amerika Serikat di Eropa (AHA) menyatakan

bahwa insidensi, morbiditas, dan mortalitas PJK dipengaruhi oleh berbaga faktor

resiko. Ada faktor resiko yang dapat diubah, dikontrol, dan diobati, tetapi ada

pula faktor resiko yang tidak dapat diubah. Semakin banyak faktor resiko yang

dipunyai seseorang, semakin besar pula orang tersebut berisiko menderita PJK.

Karena itulah, dengan mengurangi faktor resiko, diharapkan insidensi PJK dapat

berkurang.

Salah satu faktor resiko PJK yang dapat diubah dan dikontrol adalah

merokok. Perokok memiliki resiko 2-4 kali lebih besar dari yang bukan perokok

untuk menderita PJK. Selain itu, rokok juga memilik kandungan yang tidak hanya

menyebabkan gangguan kardiovaskular,tetapi juga bagi sistem-sistem vital tubuh

lainnya.

Dari data WHO tahun 2008, Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan

konsumsi rokok terbesar nomor 3 setelah China dan India dan di atas Rusia dan

1

Page 2: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

Amerika Serikat. Indonesia memiliki 65 juta perokok atau sekitar 28 % per

penduduk (225 miliar batang per tahun). Dalam 9 tahun terakhir, jumlah

perokok di Indonesia terus bertambah. Pertumbuhan rokok Indonesia pada

periode 2000-2008 adalah 0.9 % per tahun.

Jika digabungkan antara perokok kalangan anak, remaja, dan dewasa,

maka jumlah perokok Indonesia sekitar 27.6%. Artinya, setiap 4 orang Indonesia,

terdapat seorang perokok. Angka persentase ini jauh lebih besar daripada

Amerika yakni hanya sekitar 19% atau hanya ada seorang perokok dari tiap 5

orang Amerika. Perlu diketahui bahwa pada tahun 1965, jumlah perokok

Amerika Serikat adalah 42% dari penduduknya. Melalui program edukasi dan

meningkatkan kesadaran untuk hidup sehat tanpa rokok ( ditambah pelarangan

iklan rokok di TV dan radio nasional), selama 40 tahun lebih Amerika berhasil

mengurangi jumlah perokok dari 42% hingga kurang dari 20% di tahun 2008.

Dari survai secara nasional juga ditemukan bahwa laki-laki remaja banyak

yang menjadi perokok dan hampir 2/3 dari kelompok umur produktif adalah

perokok. Pada pria prevalensi perokok tertinggi adalah umur 25-29 tahun. Hal ini

terjadi karena jumlah perokok pemula jauh lebih banyak dari perokok yang

berhasil berhenti merokok dalam satu rentan populasi penduduk. Sebagian

perokok mulai merokok pada umur < 20 tahun dan separuh dari laki-laki umur 40

tahun ke atas telah merokok tiga puluh tahun atau lebih, lebih dari perokok

menghisap minimal 10 batang perhari, hampir 70% perokok di Indonesia mulai

merokok sebelum mereka berusia 19 tahun (Pdpersi, 2003).

Peningkatan jumlah perokok di Indonesia menyebabkan bertambah

buruknya status kesehatan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, peningkatan

ini harus dicegah dan upaya perbaikan harus dilakukan. Untuk menurunkan

jumlah perokok, kita harus mengetahui penyebab mendasar yang

mengakibatkan seseorang merokok. Rata- rata merokok yang dilakukan oleh

kebanyakan laki-laki dipengaruhi oleh faktor psikologis meliputi rangsangan

sosial melalui mulut, ritual masyarakat, menunjukkan kejantanan, mengalihkan

2

Page 3: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

diri dari kecemasan, kebanggaan diri. Selain faktor psikologis juga dipengaruhi

oleh faktor fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap bahan yang dikandung rokok

seperti nikotin atau juga disebut kecanduan terhadap nikotin (Mangku Sitepoe,

1997:13).

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana pengaruh rokok terhadap Penyakit Jantung Koroner?

2) Apa solusi yang dapat dilakukan untuk menekan jumlah perokok di

Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

1) Mengurangi jumlah perokok

2) Mengurangi insidensi PJK

1.4 Manfaat Penulisan

1) Mengetahui peran rokok dalam perkembangan PJK

2) Memberikan informasi tentang bahaya merokok

3) Memberikan solusi dalam menekan jumlah perokok di Indonesia

3

Page 4: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Jantung Koroner

2.1.1 Definisi

Penyakit jantung koroner (PJK) atau penyakit jantung iskemik adalah

penyakit jantung yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria.

(Siregar, Abdullah Afif., Lubis, Ellya Nova. 2000).

2.1.2 Etiologi

Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima

bermula berupa bercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi

ulserasi, pendarahan, kalsifikasi dan trombosis. Perjalanan dalam kejadian

aterosklerosis tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal, akan tetapi

diberati juga banyak faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid, rokok, kadar

gula darah yang abnormal (Djohan T Bahri Anwar, 2004).

2.1.3 Faktor-faktor resiko PJK

Faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner dikenal sejak lama

berupa:

1) Hipertensi

2) Kolesterol darah

3 )Merokok

4) Diet

5) Usia

6) Jenis Kelamin

7) Kurang latihan.

4

Page 5: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

2.1.4 Tanda dan Gejala

Gejala yang biasanya timbul adalah :

1) Rasa tertekan (seperti ditimpa beban, nyeri, terjepit, diperas,

terbakar) didada, dan dapat menjalar ke lengan kiri, leher, dan

punggung.

2) Tercekik atau sesak selama lebih dari 20 menit.

3) Keringat dingin, lemah, jantung berdebar, dan pingsan.

4) Semakin kurang istirahat, tetapi bertambah berat dengan

aktivitas.vSelain gejala nyeri dada, juga terdapat tanda-tanda

seperti jantung berdebar (denyut nadi cepat), keringat dingin,

sesak nafas, cemas dan gelisah.

Penyebab serangan jantung dan kematian mendadak berawal dari

kerusakan endotel yang faktor risiko utamanya adalah karena merokok,

penyakit kencing manis (diabetes melitus), tekanan darah tinggi,

kolesterol tinggi (dislipidemia), keturunan (Siregar, Abdullah Afif., Lubis,

Ellya Nova. 2000).

2.2 Merokok

Ogawa (2006), mendefinisikan kebiasaan merokok sebagai perilaku

penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah bungkus

rokok per hari, dengan tambahan adanya distres yang disebabkan oleh

kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang. Kebiasaan merokok

menganggu kesehatan, kenyataan ini tidak bisa kita pungkiri. Banyak penyakit

telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan bagi perokok sendiri

tapi juga bagi orang disekitarnya. Kebiasaan merokok yang melanda dunia telah

menimbulkan berbagai masalah kesehatan.

Merokok sebagai ketagihan merupakan fakta yang telah diterima. Dalam

periode beberapa tahun saja, dengan merokok setiap hari seseorang itu akan

5

Page 6: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

bergantung (dependent) kepada rokok secara fisik ataupun mental. Menurut

Piccittio, (1998) terdapat reseptor nikotin di bagian hipokampus otak yang

terlibat dengan pembelajaran dan ingatan, juga di bagian otak yang berperan

dalam emosi.

2.3 Kategori Perokok

2.3.1 Berdasarkan Keaktifannya

a. Perokok Aktif

Perokok pasif dalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang

yang tidak merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan

polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih

berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap

rokok sigaret kemungkinan besar berbahaya terhadap mereka yang

bukan perokok, terutama di tempat tertutup. Asap rokok yang

dihembusan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif,

lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali

lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Wardoyo, 1996:43).

b. Perokok Pasif

Perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung

menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan

diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Seorang perokok aktif hanya

akan menghisap 1/3 bagian saja, yaitu arus yang tengah atau mid-

stream, sedangkan arus pinggir (side - stream) akan tetap berada

diluar. Sesudah itu ia tidak akan menelan semua asap tetapi

disemburkan lagi keluar (Kusmana, 2009).

6

Page 7: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

2.3.2 Berdasarkan Jumlah Rokok yang Dihisap

a. Perokok Ringan

Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang

per hari.

b. Perokok Sedang

Disebut perokok sedang jika menghisap 10 – 20 batang per

hari.

c. Perokok Berat

Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang.

2.4 Bahan – Bahan yang Terkandung dalam Rokok

Tabel Bahan-bahan yang terkandung dalam rokok

Komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok terdiri dari bagian gas

(85%) dan bagian partikel. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200

diantaranya bersifat racun antara lain Karbon Monoksida (CO) dan Polycylic

Aromatic hydrocarbon yang mngandung zat – zat pemicu terjadinya kanker

7

Page 8: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

(seperti tar, byntopyrenes, vinylchlorida dan nitrosonornicotine) (Pdpersi,

2003).

Partikel yang dibebaskan selama merokok sebanyak 5 x 109 pp.

Komponen gas terdiri dari karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen

sianida, amoniak, oksida dari nitrogen dan senyawa hidrokarbon. Adapun

komponen partikel terdiri dari tar, nikotin, benzopiren, fenol, dan kadmium

(Sirait, 2001).

2.4.1 Nikotin

Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok, nikotin

bersifat toksik terhadap saraf dengan stimulasi atau depresi. Nikotin

merupakan aikaloid yang bersifat stimulan dan pada dosis tinggi

beracun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat aktif dan

mempengaruhi otak/susunan saraf. Dalam jangka panjang, nikotin

akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan,

sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang

semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan ketagihannya.

Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan jarang adanya jumlah

perokok yang ingin berhenti merokok dan jumlah yang berhasil

berhenti (Pdpersi, 2003).

Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat

dalam Nicotoana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya

yang sintesisnya bersifat adiktif yang dapat mengakibatkan

ketergantungan. Nikotin ini dapat meracuni syaraf tubuh,

meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer dan

menyebabkan ketagihan serta ketergantungan pada pemakainya.

Jumlah nikotin yang dihisap dipengaruhi oleh berbagai faktor kualitas

rokok, jumlah tembakau setiap batang rokok, dalamnya isapan ,

lamanya isapan, dan menggunakan filter rokok atau tidak.

8

Page 9: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0.5 - 3 ng,

dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan darah atau plasma

antara 40 - 50 ng/ml. Efek nikotin menyebabkan perangsangan

terhadap hormon kathekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu

jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan kesempatan

istirahat dan tekanan darah akan semakin meninggi, berakibat

timbulnya hipertensi. Efek lain merangsang berkelompoknya

trombosit (sel pembekuan darah), trombosit akan menggumpal dan

akhirnya akan menyumbat pembuluh darah yang sudah sempit akibat

asap yang mengandung CO yang berasal dari rokok (Kusmana, Dede.,

2009).

2.4.2 Karbon Monoksida

Karbon monoksida yang dihisap oleh perokok tidak akan

menyebabkan keracunan CO, sebab pengaruh CO yang dihirup oleh

perokok dengan sedikit demi sedikit, dengan lamban namun pasti

akan berpengaruh negatif pada jalan nafas.

Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan

dengan oksigen dalam transpor maupun penggunaannya. Dalam

rokok terdapat CO sejumlah 2%- 6% pada saat merokok, sedangkan

CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm (parts

per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi haemoglobin

dalam darah sejumlah 2-16% (Mangku Sitepoe, 1997:21).

Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin (Hb)

yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibanding

oksigen, sehingga setiap ada asap rokok disamping kadar oksigen

udara yang sudah berkurang, ditambah lagi sel darah merah akan

semakin kekurangan oksigen, oleh karena yang diangkut adalah CO

dan bukan O2 (oksigen). Sel tubuh yang menderita kekurangan

9

Page 10: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

oksigen akan berusaha meningkatkan yaitu melalui kompensasi

pembuluh darah dengan jalan menciut atau spasme. Bila proses

spasme berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh darah

akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis

(penyempitan). Penyempitan pembuluh darah akan terjadi dimana-

mana. Di otak, di jantung, di paru, di ginjal, di kaki, di saluran

peranakan, di ari-ari pada wanita hamil.

2.4.3 Tar

Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan

nikotin dan uap air diasingkan, beberapa komponen zat kimianya

karsinogenik (pembentukan kanker).

Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat

karsinogenik. Dengan adanya kandungan bahan kimia yang beracun

sebagian dapat merusak sel paru dan menyebabkan berbagai macam

penyakit. Selain itu tar dapat menempel pada jalan nafas sehingga

dapat menyebabkan kanker.

Tar merupakan kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam

komponen padat asap rokok. Pada saat dihisap, tar masuk ke rongga

mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi

padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan

gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi

antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok

berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi rokok yang menggunakan filter

dapat mengalami penurunan 5-15 mg. Walaupun rokok diberi filter,

efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru, ketika pada saat

merokok hirupannya dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah

rokok yang digunakan bertambah banyak (Mangku Sitepoe, 1997: 25).

10

Page 11: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

2.4.4 Timah Hitam (Pb)

Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak

0,5 mikrogram. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap

dalam satu hari menghasilkan 10 mikro gram. Sementara ambang

batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh antara 20 mikro gram

per hari. Bisa dibayangkan bila seorang perokok berat menghisap

rata-rata 2 bungkus rokok perhari, berapa banyak zat berbahaya ini

masuk ke dalam tubuh (Sitepoe, 1997).

11

Page 12: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

BAB IIIMETODOLOGI PENULISAN

3.1 Prosedur Pengumpulan Sumber Pustaka

Penulisan ini bersifat deskriptif dan agar penulisan makalah ini lebih

akurat, maka penulis mencari sumber pustaka dari berbagai literatur yang

relevan dengan masalah yang dipilih untuk digunakan sebagai referensi.

Referensi yang digunakan terutama adalah jurnal ilmiah, makalah-makalah,

artikel-artikel yang dimuat di koran dan internet, serta buku-buku yang sesuai

dengan masalah penulisan.

3.2 Analisis Sumber Pustaka

Setelah mencari, mengkaji dan menelaah berbagai data, informasi dan

sumber pustaka yang ada, penulis melakukan analisa terhadap konsep dan hal-

hal yang terkait dengan perumusan masalah. Setelah melakukan analisa dan

sintesis terhadap fakta-fakta yang ada, maka penulis kemudian menarik simpulan

yang akan menjawab perumusan masalah tersebut.

12

Page 13: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

BAB IV

ANALISIS DAN SINTESIS

Epidemiologi penyakit terus berubah tergantung pada ruang dan waktu.

Abad sebelum ditemukan antibiotik, penyakit yang sering menyebabkan

kematian adalah penyakit menular, tetapi waktu terus berjalan, gaya hidup

demikian juga berubah drastis sehingga memiliki pengaruh terhadap prevalensi

atau insiden terjadinya suatu penyakit tertentu. Penyakit jantung juga demikian

terus mengalami perubahan epidemiologi, Berbagai penyakit jantung yang dapat

kita temukan saat ini. Penyakit jantung koroner adalah salah satu penyakit

jantung yang paling ditakuti oleh setiap lapisan masyarakat di dunia saat ini. PJK

identik dengan penyakit orang tua karena yang sering menderita PJK adalah

orang berusia lanjut tetapi saat ini PJK sudah merambah dalam usia muda

sehingga seiring dengan perkembangan zaman, prevalensinya terus meningkat.

PJK sangat dipengaruhi berbagai faktor resiko walaupun faktor

penyebabnya hingga saat ini belum dapat teridentifikasi. Faktor resiko tersebut

yaitu, genetik, pola hidup, hipertensi, usia, jenis kelamin laki-laki, dan

sebagainya. Walaupun pola hidup faktor resiko yang dapat diubah, tetapi pola

hidup berpengaruh besar dalam perkembangan penyakit PJK. Salah satu pola

hidup tersebut ialah kebiasaan merokok. Produksi rokok semakin bertambah

setiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena peningkatan jumlah konsumen rokok.

Di lingkungan sekitar yang tidak jauh misal di rumah, di jalan, di sekolah, atau

dimanapun tempat di belahan dunia dapat disaksikan orang yang sedang

merokok. Kenikmatan yang kita saksikan tampaknya tidak aka nada habisnya.

Padahal disetiap iklan rokok dapat telah dicantumkan bahwa rokok sangat

berbahaya bagi kesehatan. Konsumen rokok tidak hanya dikalangan dewasa

tetapi remaja juga termasuk, hingga saat ini kita lihat di televisi bahwa balitapun

sudah ada yang merokok. Tidak mengherankan bila PJK dan penyakit lain yang

13

Page 14: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

memiliki faktor resiko jumlahnya semakin meningkat dan juga terjadi perubahan

dimensi usia penderita penyakit tersebut.

4.1 Pengaruh Merokok Terhadap Arterosklerosis dan Penyakit Jantung LainnyaKonsumsi rokok sangat meningkat terutama di negara-negara dengan

pendapatan rendah. Akibatnya beban penyakit dan kematian yang berhubungan

dengan kebiasaan merokok meningkat di negara berkembang, termasuk di

Indonesia. Penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok antara lain

kanker, kardiovaskular, gangguan pernafasan, gangguan reproduksi dan

beberapa jenis penyakit lain.

Kebiasaan merokok menganggu kesehatan, kenyataan ini tidak bisa kita

pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja

merugikan bagi perokok sendiri tapi juga bagi orang disekitarnya. Kebiasaan

merokok yang melanda dunia telah menimbulkan berbagai masalah kesehatan.

Beberapa bahaya merokok bagi kesehatan manusia antara lain:

1) Penyakit Jantung

2) Kanker Paru-Paru

3) Lelah

4) Lumpuh/Angin

Ahmar

5) Berkurangnya

kecergasan dan

keceriaan

6) Kurang nafsu seks

7) Cepat nampak tua

8) Kulit muka

berkedut

9) Gigi berwarna

kuning dan

berkarat

10) Badan dan baju

berbau

14

Page 15: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

Pengaruh merokok bagi perokok pasif:

Wanita:

Melahirkan bayi yang kurang berat badan dan tidak cukup

bulan

Putus haid awal

Lebih mudah terpajan kanker (kanker leher rahim)

Mengurangkan kesuburan

Anak-anak:

Lebih mudah mendapat lelah (Asma)

Mendapat jangkitan paru-paru

Anak-anak akan meniru dan menjadi perokok.

Kanker, penyakit kardiovaskuler, penyakit paru merupakan dampak

utama dari konsumsi rokok baik bagi si perokok dan perokok pasifnya. Hal

tersebut disebabkan adanya faktor resiko lain yang sangat mendukung

meningkat dan timbulnya penyakit-penyakit tersebut seperti diit tinggi kolesterol

dan kurangnya aktivitas terutama pada masyarakat yang tinggal diperkotaan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lingkungan asap rokok

adalah penyebab berbagai penyakit, dan juga dapat mengenai orang sehat yang

bukan perokok. Paparan asap rokok yang dialami terus-menerus pada orang

dewasa yang sehat dapat menambah resiko terkena penyakit paru-paru dan

penyakit jantung sebesar 20 - 30 persen. Aterosklerosis adalah suatu keadaan

dimana terdapat arteri besar dan kecil yang ditandai oleh endapan lemak,

trombosit, makrofag dan leukosit di seluruh lapisan tunika intima dan akhirnya

ke tunika media. Penumpukan plak-plak dalam dinding pembuluh darah koroner,

pada akhirnya akan mengakibatkan sumbatan aliran darah. Banyak hal yang

menyebabkan terjadinya arterosklerosis salah satunya adalah merokok (Susanna,

Hartono, Fauzan, 2003). Merokok merupakan faktor predisposisi bagi beberapa

individu dengan sindrom klinis aterosklerosis yang berbeda termasuk angina

Page 16: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

stabil, sindrom akut koronari, kematian mendadak, dan stroke. Aterosklerosis

aorta dan peripheral juga meningkat, menyebabkan “intermittent claudication”

dan aneurisma aorta abdominal. (Ambrose, 2004)

Kadar nikotin yang diukur adalah kadar nikotin dalam asap arus utama

(asap yang dihisap langsung oleh perokok) dan asap rokok arus samping (asap

rokok yang dilepaskan ke lingkungan). Asap rokok arus samping mengandung

nikotin lebih banyak dari pada dalam arus utama. Dengan kata lain bahwa kadar

nikotin yang dilepaskan ke lingkungan lebih banyak dari pada nikotin yang

dihisap oleh perokok. Perbandingan jumlah nikotin dalam asap arus samping

lebih banyak 4 – 6 kali dari pada yang terdapat dalam asap arus utama.

Perbedaan ini selain dikarenakan perbedaan dalam pembentukannya, juga

disebabkan karena asap rokok arus samping terus menerus dihasilkan selama

rokok menyala walaupun tidak sedang dihisap. Dengan demikian merokok tidak

saja membahayakan bagi si perokok saja (perokok aktif), tetapi juga bagi orang di

sekitarnya (perokok pasif). Perbedaan nikotin dalam berbagai merk rokok

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain jenis dan campuran tembakau yang

digunakan, jumlah tembakau dalam tiap batang rokok, senyawa tambahan yang

digunakan untuk meningkatkan aroma dan rasa, serta ada-tidaknya filter dalam

tiap batang rokok. Bila diasumsikan bahwa rata-rata orang merokok per hari 10

batang, dan diasumsikan semua nikotin yang terdapat dalam asap rokok terserap

seutuhnya ke dalam tubuh, maka jumlah nikotin yang masuk ke dalam tubuh per

hari dapat dihitung. Meskipun dosis yang dihisap per harinya masih di bawah

dosis toksik (0,5–1,0 mg/kg BB atau sekitar 30 –60 mg), bila ini berlangsung

dalam waktu yang lama maka akan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan

(Susanna, Hartono, Fauzan, 2003).

Pada dasarnya toksisitas suatu zat ditentukan oleh besarnya paparan

(dosis), dan lamanya pemaparan. Gas CO dalam tubuh akan mempengaruhi

kadar oksigen dalam darah yang menyebabkan terjadinya penurunan dan

meningkatkan terjadinya iskemia Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas

Page 17: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

suplai oksigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan

terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemi yang bersifat sementara akan

menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan

fungsi miokardium. Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk

mengubah metabolisme aerob menjadi metabolisme anaerob. Efeknya dapat

terjadi hipoksia dan asidosis yang cepat dan mengakibatnya berkurangnya

kontraksi, dan menyebabkan perubahan hemodinamika. Perubahan ini dapat

mneyebabkan berkurangnya curah jantung. Berkurangnya pengosongan

ventrikel akibat berkurangnya pasokan oksigen akan mengakibatkan besarnya

volume ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru2 akan meningkat. Hal

ini dapat menyebabkan terjadinya angina pektoralis. Dan efek yang lainnya dapat

berupa spasme kemudian peningkatan fibrinogen, agregasi platelet dan lipid.

Merokok juga ditemukan sebagai indikator bebas dari pembentukan lesi

koronaria baru dalam Canadian Coronary Atherosklerosis Intervention.

Disfungsi vasomotor, inflamasi, dan modifikasi lipid adalah kesatuan komponen

dari permulaan dan progresivitas aterosklerosis. Komponen-komponen ini

mendahului gambaran struktural dan manifestasi klinikopatologis dari

aterosklerosis. (Ambrose, 2004)

Disfungsi vasomotor

Kerusakan fungsi vasodilatorik adalah salah satu manifestasi terawal dari

perubahan aterosklerotik di pembuluh darah. Pada percobaan hewan dan

manusia, beberapa penelitian menunjukkan bahwa perokok aktif dan pasif

memperlihatkan penurunan fungsi vasodilatorik. Pada manusia, terjadi

kerusakan pada endothelium-dependent vasodilation (EDV) di bantalan

makrovaskuler seperti arteri koronaria dan arteri brakialis dan di bantalan

mikrovaskular pada perokok pasif. Nitrit oksida (NO), sebuah radikal bebas,

berperan utama dalam fungsi vasodilatorik endothelium. Menggunakan

ekstrak asap rokok (CSE) atau komponen yang diisolasi seperti nikotin,

Page 18: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

penelitian in-vitro multipel menemukan bahwa paparan asap rokok

berhubungan dengan penurunan ketersediaan NO.

Karena terdapat berbagai macam komponen yang diketahui dan tidak

diketahui dari asap rokok yang mana nasib metabolisme tubuh manusia tidak

diketahui, sebuah model in vitro yang sesuai bagi orang yang terekspos rokok .

Menggunakan model in – vitro dari sisa paparan asap rokok, Barua et al.

mendemonstrasikan bahwa pajanan dari serum perokok menurunkan

ketersediaan NO dari sel-sel endothelial vena umbilicus manusia / human

umbilical vein endothelial cells (HUVECs) dan sel-sel endothelial arteri

koronaria manusia dengan mengubah ekspresi dan aktivitas dari enzim

endothelial NO synthase. Sebuah hubungan yang signifikan diantara EDV arteri

brakial termediasi lambat dan ketersediaan NO dari kultur HUVECs yang

terekspos serum dari individu yang sama. Dengan cara yang sama, penelitian

lain yang menggunakan sebuah infusi in vivo L-NMMA secara tidak langsung

mendemonstrasikan pengurangan EDV yang berhubungan dengan merokok

dapat disebabkan oleh ketersediaan NO. Tidak hanya NO sebagai molekul

vasoregulator, hal itu juga memicu regulasi inflamasi, adhesi leukosit, aktivasi

platelet, dan thrombosis. Oleh sebab itu, perubahan dalam biosintesis NO

mungkin mempunyai efek primer dan sekunder dalam inisiasi dan

progresivitas dari aterosklerosis dan thrombosis. (Ambrose, 2004)

Inflamasi

Respons inflamasi adalah komponen yang penting dalam permulaan dan

perkembangan dari aterosklerosis. Beberapa penelitian telah mengindikasikan

bahwa asap rokok menyebabkan kenaikan sekitar 20% -25% jumlah leukosit

perifer. Secara in vivo, asap rokok juga berhubungan dengan peningkatan

tingkat marker multipel inflamasi termasuk protein C-reaktif, interleukin -6,

dan tumor nekrosis faktor alpha pada kedua perokok pria dan wanita.

Page 19: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

Rekruitmen lokal dari leukosit pada permukaan sel-sel endotel adalah kejadian

awal dari aterosklerosis. Elevasi dari sitokin proinflamasi yang berbagai macam

meningkatkan interaksi sel-sel leukositoendotelial menyebabkan rekruitmen

leukosit. Tentu saja, VCAM-1 larut, ICAM-1, tingkat E-selectin lebih tinggi pada

perokok. Merokok juga menyebabkan aktivasi dari molekul proaterogenik yang

menyebabkan perubahan dari interaksi sel-sel. Pejanan ekstrak rokok

berhubungan dengan peningkatan sebesar 70%-90% pelekatan diantara

monosit dan HUVECs yang dikulturkan dapat dianggap disebabkan oleh

peningkatan ekspresi dari molekul adhesi pada permukaan monosit dan

HUVECs itu sendiri. Pajanan terhadap ekstrak asap rokok (CSE) meningkatkan

migrasi transendotelial monocyte-like cells sekitar 200% melewati sebuah

lapisan HUVEC. Monosit yang diisolasi dari perokok menunjukkan peningkatan

dari integrin CD 11b/CD 18, yang memekatkan perlekatan dari monosit ke

HUVECs pada kultur. (Ambrose, 2004)

Modifikasi profil lipid

Merokok dapat menyebabkan aterosklerosis, dalam hal efeknya terhadap

profil lipid. Perokok memiliki serum kolesterol, trigliserida, dan level dari

lipoprotein densitas rendah (LDL) yang lebih tinggi secara signifikan tetapi

lipoprotein densitas tinggi (HDL) lebih rendah dari yang bukan perokok.

Mekanisme pastinya tidak begitu jelas digambarkan, dan hubungan antara

perbedaan konsuksi makanan pada perokok dan bukan perokok tidak

diketahui. Abnormalitas dari trigliserida / HDL baru-baru ini dianggap

berhubungan dengan resistensi insulin. Faktanya, resistensi insulin diusulkan

sebagai hubungan kunci antara asap rokok dan penyakit jantung.

Merokok juga meningkatkan modifikasi oksidatif LDL. Produk sirkulasi dari

lipid peroksidasi dan titer autoantibody menjadi LDL yang teroksidasi secara

signifikan meningkat pada perokok Pada tahun 1988, Yakode et al. melaporkan

bahwa pajanan CSE menyebabkan sebuah modifikasi LDL, yang secara aktif

Page 20: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

diambil oleh makrofag untuk membentuk sel busa/ foam cells pada kultur. Frei

et al mengamati bahwa pajanan plasma manusia dengan fase gas dari asap

rokok menyebabkan modifikasi oksidatif dari plasma LDL. Lebih lanjut, isolasi

HUVECs dari perokok secara signifikan meningkatkan modifikasi oksidatif LDL

jika dibandingkan dengan isolasi HUVECs dari bukan perokok. Baru-baru ini,

dengan menggunakan sampel kelinci yang hiperlipidemia, penyuntikan dari

cigarette smoke extract (CSE) mempercepat aterosklerosis lewat modifikasi

oksidatif dari LDL. (Ambrose, 2004)

Genetik

Baru-baru ini, predisposisi genetik telah ditemukan mempengaruhi

perkembangan aterogenesis terhadap individu yang terpajan asap rokok.

Variabilitas antar subjek dalam proses aterosklerosis pada perokok mungkin

secara parsial dimediasi oleh varian genetik. Baik CYP1A1 MSP polimorfisme

atau polimorfisme endothelial NO syntase intron 4 tertentu meningkatkan

kepekaan pajanan asap rokok yang berhubungan dengan penyakit

aterosklerosis termasuk Coronary Artery disease (CAD) dan Myocardial

Infarction (MI).

Bagaimanapun juga, sekarang ini, kepentingan dari varian genetik ini tidak

diketahui, karena prevalensinya terhadap keseluruhan varian genetik dari

perokok tidak dapat ditentukan. (Ambrose, 2004)

Page 21: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

Gambar Pathogenesis Rokok enyebabkan Disfungsi Jantung (Ambrose, 2004)

Page 22: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

Studi lain menunjukkan bahwa konsentrasi adiponectin pada plasma

dihubungkan dengan status merokok pasien dengan penyakit jantung koroner

tanpa melihat BMI dan HOMA-IR. Satu mekanisme yang memungkinkan pada

merokok dapat menyebabkan menurunnya konsentrasi sirkulasi adiponectin

adalah melalui meningkatnya aktivitas sistem saraf simpatik secara sekunder

akibat efek dari nikotin yang mengaktivasi saraf simpatis post ganglion. Faktanya,

dilaporkan bahwa agonis adrenergic atau analog cyclic AMP menghambat gen

pengekspresi adiponectin. Mekanisme lain yang tidak langsung, kemungkinan

konsumsi adiponectin terikat pada beberapa molekul pada pembuluh darah yang

rusak karena merokok atau komponen pada rokok. Adiponectin telah dilaporkan

memiliki kemampuan terikat pada kolagen I, III dan V yang sangat banyak

terdapat pada tunika intima pembuluh darah. Selain itu, penurunan adiponectin

yang disebabkan oleh merokok memegang peranan penting pada patofisiologi

dari aterosklerosis pembuluh darah koroner (Miyazaki, 2003).

4.2 Pathogenesis Aterosklerosis dan Hipotesis Lemak

Aterosklerosis adalah suatu bentuk ateriosklerosis yang terutama

mengenai lapisan intima dan umumnya terjadi di arteri muskuler ukuran besar

dan sedang serta merupakan kelainan yang mendasari penyakit jantung iskemik.

Lesi aterosklerosis diklasifikaiskan alas 3 tahap secara morfologik: bercak

perlemakan, plak fibrosa, dan lesi terkomplikasi. Sebelum terjadinya bercak

perlemakan sudah ada gel-gel busa. Bercak perlemakan sudah bisa ditemukan

pada usia 10 tahun dan meningkat kekerapannya pada usia 30 tahun. Flak fibrosa

adalah bentuk lesi yang khas untuk aterosklerosis yang sudah berkembang. Lesi

terkomplikasi adalah plak fibrosa yang sudah mengalami perubahan oleh

peningkatan nekrosis sel, perdarahan, deposit kalsium atau diquamasi

permukaan endotel diatasnya dan pembentukan trombus. Lesi terkomplikasi

dapat mengakibatkan gangguan aliran di lumen pembuluh darah.

Page 23: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

Faktor yang bertanggung jawab atas penumpukan lipid pada dinding

pembuluh darah dan beberapa tiorial :

1. Adanya defek pada fungsi reseptor LDL di membran gel

2. Gangguan transpor lipoprotein transeluler (endositotoktik)

3. Gangguan degrasi oleh lisosom lipoprotein

4. Perubahan permeabilitas endotel

Tahap awal yang penting pada aterogenesis adalah adanya partikel LDL

yang ada dalam sirkulasi terjebak di dalam intima. LDL ini mengalami oksidasi

atau perubahan lain dan kemudian dipindahkan oleh reseptor "Scavenger"

khusus pada makrofag dan gel -gel mural yang lain. Tidak ada pengendalian

umpan balik atas pembentukan reseptor-reseptor ini, dan ester-ester kolesterol

kemudian berakumulasi didalam gel sehingga membentuk gel busa. Set gel busa

membentuk bercak perlemakan yang bisa menyebabkan disrubsi pada

endotelium. Akhirnya faktor pertumbuhan mengakibatkan proliferasi gel dan

akhirnya lesi aterosklerosis yang lanjut. Hubungan antara Hipotesis infiltrasi lipid

dengan luka endotel pada perkembangan aterosklerosis ada pada diagram ini

(Anwar, 2004)

Aterosklerosis berat dan kronik yang menyebabkan penyempitan lumen satu

atau lebih arteri koronaria merupakan gangguan yang menyebabkan penyakit

jantung iskemia atau penyakit jantung koroner. Bila terjadi penyempitan

aterosklerosis sebesar 75% atau lebih pada satu lebih arteri koronaria besar,

setiap peningkatan aliran darah koroner besar, setiap peningkatan aliran darah

Page 24: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

koroner yang mungkin terjadi akibat vasodilatasi koroner kompensatorik akan

kurang memadai untuk memenuhi peningkatan kebutuhan ( yang moderat

sekalipun) oksigen miokardium sehingga timbul angina pectoris klasik. Namun

omsen gejala dan prognosis penyakit jantung iskemia bergantung tidak saja pada

luas dan keparahan kelainan anatomik kronis tetap ini, tetapi juga pada

perubahan dinamik dalam morfologi plak koroner. Perubahan tersebut

mencakup:

a. Perubahan plak akut,

b. Trombosis arteri koronaria,

c. Vasospasme arteri koronaria (Kumar, Cotran & Robbins, 2007).

4.3 Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner

4.3.1 Terapi Farmakologi

a. Terapi Anti-Iskemik

Tujuan terapi adalah untuk mengurangi iskemia dan

mencegah terjadinya kemungkinan yang lebih buruk, seperti infark

miokard atau kematian. Pada keadaan ini, obat-obat anti iskemik

mulai diberikan bersamaan sambil merencanakan strategi

Page 25: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

pengobatan difinitif (Direktorat Bina Farmasi dan Komunitas Klinik.

2006).

b. Nitrat

Nitrat mengurangi kebutuhan oksigen dan menigkatkan suplai

oksigen. Nitrat mempunyai efek anti-iskemik melalui berbagai

mekanisme :

1. Menurut kebutuhan oksigen miokard karena penurunan

preload dan afterload,

2. Efek vasodilatasi sedang,

3. Meningkatkan aliran darah kolateral,

4. Menurunkan kecendrungan vasospasme, serta

5. Potensial dapat menghambat agregasi trombosit.

c. Β-Blocker

Penyekat-β secara kompetitif menghambat efek katekolamin

pada reseptor beta. Penyekat beta mengurangi konsumsi oksigen

miokard melalui pengurangan kontraktilitas miokard, denyut

jantung (laju sinus), konduksi AV dan tekanan darah sistolik. Bila

tidak ada kontraindikasi, pemberian penyekat beta harus dimulai

segera. Penyekat beta tanpa aktivitas simpatomimetik lebih

disukai, seperti metoprolol, atenolol, esmolol atau bisoprolol.

Kontraindikasi penyekat beta adalah blok AV derajat 2 atau 3,

asma, gagal jantung yang dalam keadaan dekompensasi dan

penyakit arteri perifer yang berat.

d. Morfin

Morfin adalah analgetik dan anxiolitik poten yang mempunyai

efek hemodinamik. Diperlukan monitoring tekanan darah yang

Page 26: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

seksama. Obat ini direkomendasikan pada pasien dengan keluhan

menetap atau berulang setelah pemberian terapi anti-iskemik.

4.3.2. Obat Antitrombotik Oral

Terapi antitrombotik merupakan terapi yang penting untuk

memodifikasi proses dan progresifitas dari penyakit. (Direktorat

Bina Farmasi dan Komunitas Klinik. 2006)

a. Obat Penghambat Siklo-Oksigenase (COX)

Aspirin/Asam Asetil Salisilat (ASA)

Aspirin bekerja dengan cara menekan pembentukan

tromboksan A2 dengan cara menghambat siklooksigenase di

dalam platelet (trombosit) melalui asetilasi yang ireversibel.

Kejadian ini menghambat agregasi trombosit melalui jalur

tersebut dan bukan yang lainnya. Sebagian dari keuntungan ASA

dapat terjadi karena kemampuan anti inflamasinya, yang dapat

mengurangi ruptur plak.

Antagonis Reseptor Adenosin Diphospat

Obat ini bekerja berbeda dari jalur ASA-tromboksan A2

dengan menghambat adenosin diphospat (ADP), menghasilkan

penghambatan agregasi trombosit. Ticlopidin dan Klopidogrel dua

obat dari jenis Thienopyridines telah diakui dan disetujui sebagai

antitrombotik oral.

4.3.3 Obat antitrombotik lainnya

Sulfinpyrazon, dipiridamol, prostacylin, analog prostacyclin dan

antagonis GP IIb/IIIa oral belum jelas keuntungannya pada APTS/NSTEMI,

karena itu tidak direkomendasikan.

a. Terapi Antikoagulan

Unftactionated Heparin

Page 27: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

Unftactionated Heparin (selanjutnya disingkat sebagai

UFH) merupakan glikosaminoglikan yang terbentuk dari rantai

polisakarida dengan berat molekul antara 3000-30.000. rantai

polisakarida ini akan mengikat antitrombin III dan mempercepat

proses hambatan antitrombin II terhadap trombin dan faktor Xa.

UFH diberikan untuk mencapai nilai APTT 1.5 sampai 2.5 kali

kontrol. Walaupun UFH banyak dipakai untuk pengobatan SKA

terdapat variabilitas besar dalam efek terapeutiknya (dose-

response curve). Hal ini disebabkan karena UFH juga mengikat

protein plasma lain selain antitrombin. UFH tak berefek terhadap

trombin yang sudah terikat dengan bekuan darah dan UFH sensitif

terhadap faktor 4 trombosit (platelet faktor 4). Kesemuanya ini

menurunkan efek antibiotik UFH. Selain itu UFH dapat pula

menyebabkan indiosinkrasi dan trombositopenia (Direktorat Bina

Farmasi dan Komunitas Klinik. 2006).

b. Heparin dengan berat molekul rendah (LMWH)

Berbeda dengan UFH, LMWH mempunyai efek

farmakokinetik yang lebih dapat diramalkan, bioavaliabilitasnya

lebih baik, waktu paruhnya lebih lama, serta pemberian lebih

mudah.

c. Antitrombin Direk

Berbeda dengan obat antitrombin indirek (seperti UFH

atau LMWH) yang bekerja dengan cara menghambat faktor IIa dan

faktor Xa, antitrombin direk langsung menghambat pembentukan

trombin tanpa berpengaruh terhadap aktivitas antitrombin III dan

terutama menekan aktivitas trombin.Termasuk dalam golongan ini

misalnya hirudin, hirulog, argatroban, efegatran dan inogatran.

d. Antikoagulan Oral

Page 28: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

Terapi antikoagulan oral monoterapi (misalnya warfarin)

pasca-infark jantung paling tidak sama efektifnya dengan aspirin

dalam mencegah serangan infark jantung berulang dan kematian.

Akan tetapi apakah kombinasi warfarin dan aspirin dapat

memperbaiki prognosis pada SKA masih belum jelas.

e. Terapi Inhibitor Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa

Reseptor glikoprotein (GP) IIb/IIIa adalah reseptor penting

pada proses akhir agregasi trombosit, yang akan berikatan dengan

fibrinogen plasma atau faktor Von Willebrand. Ikatan ini akan

menjadi “jembatan“ antar trombosit yang berdekatan untuk saling

berikatan, dan seterusnya berikatan satu sama lain sedemikian

rupa sehingga akhirnya terbentuk “sumbat“ hemostatik.

Trombosis dapat dihambat secara efektif dengan penghambatan

reseptor ini. Penghambatan “jalur akhir“ agregasi trombosit oleh

glikoprotein IIb/IIIa ini terbukti menurunkan morbiditas dan

mortalitas pasien dengan APTS/NSTEMI. Reseptor glikoprotein

IIb/IIIa yang diaktivasi akan berikatan dengan fibrinogen dan

membentuk rantai dengan trombosit yang diaktivitasi dan dengan

demikian terjadilah trombus. Jadi berbeda dengan obat anti-

trombosit lain yang hanya bekerja pada sebagian dari berbagai

tahapan terjadinya agregasi trombosit, inhibitor glikoprotein

IIb/IIIa bekerja pada tahapan akhir adhesi, aktivitas, dan agregasi

trombosit. Tiga kelompok terpenting obat golongan ini adalah

murinehuman chimeric antibiodies (misalnya abxicimab), peptida

sintetik (misalnya eptifibatide), dan nonpeptida sintetik (misalnya

trifiban dan lamifiban).

Page 29: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

4.3.4 Terapi Jangka Panjang

a. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE-I)

Angiotensin bekerja sebagai hormon sistemik, hormon

lokal jaringan, dan sebagai neurohormonal susunan saraf pusat.

Penghambat ACE (ACE-I) bekerja dengan cara menghambat enzym

ACE secara kompetitif melalui ikatan pada active catalytic enzym

tersebut, dengan demikian akan terjadi hambatan perubahan

angiotensin I menjadi angiotensin II. Hambatan tersebut selain

terjadi pada sirkulasi sistemik juga terjadi pada ACE jaringan yang

dihasilkan oleh selsel endotel jantung, ginjal, otak dan kelenjar

adrenal. Penghambat ACE juga berperan dalam menghambat

degradasi bradikinin, yang merupakan vasodilator. Secara garis

besar obat penghambat ACE mempunyai efek kardioprotektif dan

vaskuloprotektif terhadap Jantung dan Vaskular. Pada jantung

ACE-I efeknya dapat menurunkan afterload dan preload,

menurunkan massa ventrikel kiri, menurunkan stimulasi simpatis,

serta menyeimbangkan kebutuhan dan suplai oksigen. Pada

vaskular ACE-I dapat berefek antihipertensi, memperbaiki dan

kelenturan arterial, memperbaiki fungsi endotel, antitrombogenik

langsung, antimigrasi dan antiproliferatif terhadap sel otot polos,

neutrophil dan sel mononuclear, antitrombosit, dan meningkatkan

fibrinolisis endogen. (Direktorat Bina Farmasi dan Komunitas

Klinik. 2006)

b. Statin

Statin telah menujukkan efek yang menguntungkan pada

pasien-pasien dengan APTS/NSTEMI, terutama terhadap kadar

lipid serum. Sebaiknya statin diberikan segera setelah onset

APTS/NSTEMI. Saat ini obat golongan ini mengalami kemajuan

yang sangat menakjubkan dalam terapi hipolipidemia dalam

Page 30: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

mengurangi kejadian kardiovaskular, karena relatif efektif dan

sedikit efek samping serta merupakan obat pilihan pertama.

4.3.5 Terapi Non-Farmakologi

a. Tindakan Revaskularisasi

Termasuk di sini yaitu operasi pintas koroner (coronary

artery bypass grafting, CABG) dan PCI (angioplasti koroner atau

percutaneous transluminal coronary angioplasty / PTCA) dan

tindakan terkait seperti misalnya pemasangan stent, aterektomi

rotablasi, dan aterektomi direksional) Pada era sebelum

diperkenalkan penggunaan stent dan antagonis glikoprotein

IIb/IIIa, CABG disarankan pada pasien dengan anatomi koroner

berisiko tinggi, seperti obstruksi ≥ 50% pembuluh kiri atau

penyakit 3-pembuluh (triple vessel disease) terutama bila fraksi

ejeksi rendah (< 50%) atau ditemui diabetes mellitus. Pada pasien

dengan penyakit 2-pembuluh (double vessel disease) atau penyakit

3- pembuluh di mana kelainannya masih baik untuk PCI maka

tindakan CABG atau PCI harus dipertimbangkan secara individual.

(Direktorat Bina Farmasi dan Komunitas Klinik. 2006)

4.3.6 Rehabilitasi medik

Bagi penderita yang sedang mengalami serangan jantung

tindakan yang dilakukan memang bersifat darurat dan dikerjakan

dengan cepat. Seperti melakukan rangsangan menggunakan listrik

bertegangan tinggi ketika jantung berhenti berdenyut. Pada

kondisi penanganan jantung seperti ini, tindakan yang cepat

merupakan prioritas utama. Pasien yang mengalami serangan

jantung dan pasca operasi pada umumnya mengalami gangguan

pada fungsi-fungsi organ tubuhnya. Karena itu untuk

meningkatkan kemampuan organ itu paling tidak mendekati

Page 31: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

kondisi semula dilakukan rehabilitasi medik dengan maksud untuk

mengoptimalkan fisik, fisiologi dan sosial pada pasien-pasien yang

sebelumnya menderita kejadian kardiovaskular. (Direktorat Bina

Farmasi dan Komunitas Klinik. 2006)

Di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan

Kita dilaksanakan rehabilitasi medis dengan konsep terpadu. Jenis

pelayanan rehabilitasi mencakup:

1. Tes evaluasi, dengan treadmill atau Esrocycle test

2. Pelaksanaan fisioterapi

3. Pelaksanaan monitoring telemetri

4. Program Rehabilitasi Fase II dan III

5. Rehabilitasi Pasca MCI atau Pasca Operasi di ruang rawat

6. Treadmill analyser/Ergocycle analyzer

7. Holter

8. Lead Potensial

9. Vektor (Direktorat Bina Farmasi dan Komunitas Klinik. 2006)

4.3.7 Modifikasi faktor risiko

a. Berhenti merokok

Pasien yang berhenti merokok akan menurunkan angka kematian

dan infark dalam 1 tahun pertama.

• Berat badan

Untuk mencapai dan /atau mempertahankan berat badan

optimal.

• Latihan

melakukan aktivitas sedang selama 30-60 menit 3-4x/minggu

(jalan, bersepeda, berenang atau aktivitas aerobic yang sesuai)

• Diet mengkonsumsi makanan dengan kadar kolesterol rendah

atau lemak dengan saturasi rendah

Page 32: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

• Kolesterol mengkonsumsi obat-obatan penurun kolesterol. Target

primer kolesterol LDL < 100mg/dl.

• Hipertensi target tekanan darah <130/80 mmHg.

• DM kontrol optimal hiperglikemia pada DM (Direktorat Bina

Farmasi dan Komunitas Klinik. 2006)

4.4 Komplikasi

Penyakit Jantung Koroner dapat menyebabkan terjadinya iskemi yang jika

dibiarkan akan berubah menjadi infark. Komplikasi iskemia dan infark antara

lain gagal jantung kongestif, syok kardiogenik, disfungsi otot papilaris defek

septum ventrikel, rupture jantung perdarahan masif di kantong (dinding

nekrotik yang tipis pecah tamponade jantung), aneurisme ventrikel,

tromboembolisme,pericardium perikarditis, Sindrom Dressler, dan aritmia.

(Sarumpaet, 2009)

4.5 Prognosis

Beberapa penyakit seperti Diabetes Melitus memperburuk prognosis

Penyakit Jantung Koroner. Angka kematian PJK akibatnya dapat meningkat

sampai 70%. (Sarumpaet, 2009)

Bahaya rokok sangat mencengkam jantung yang sehat maka perlu

dilakukan upaya promotif dalam pengkonsumsian merokok. Untuk melakukan

upaya tersebut senantiasa dibutuhkan media agar informasi-informasi kesehatan

mengenai bahaya merokok terhadap jantung khususnya dalam mencetuskan PJK.

Media yang mudah disebarluarkan yaitu berupa iklan dalam bentuk lembaran.

Lembaran tersebut dapat dijadikan poster yang dapat membangkitkan gairah

berhenti merokok. lembaran tersebut telah dilampirkan dalam makalah ini.

Adanya lembaran atau pamflet tersebut tujuan penulisan ini dapat tercapai.

Page 33: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

BAB V

PENUTUP

4.1 Simpulan

Merokok merupakan kebiasaan yang berbahaya bagi kesehatan,

terutama organ vital seperti jantung. Perokok pasif memiliki resiko lebih besar

untuk mendapatkan dampak negative dari merokok dari pada perokok aktif.

4.2 Saran

Kebiasaan merokok harus dihentikan sejak dini, terutama di lingkup

keluarga. Diharapkan pemerintah lebih tegas dalam menangani produksi rokok

dalam negeri. Diperlukan juga edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya

merokok. Baik upaya preventif dan rehabilitatif diperlukan untuk menangani

para perokok yang ada.

Page 34: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

DAFTAR PUSTAKA

Ambrose, A., dkk. 2004. The Pathophysiology of Cigarette smoking and Cardiovascular Disease: An Update. Journal of the American College of Cardiology vaol 43 No. 10.

Anonim. 2005. Modul Berhenti Merokok. Bagian Promosi Kesehatan Kementrian Kesehatan Malaysia.

Anonim. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner: Fokus Sindrom Koroner Akut. Direktorat Bina Farmasi dan Komunitas Klinik

Anonim. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner: Fokus Sindrom Koroner Akut. Direktorat Bina Farmasi dan Komunitas Klinik

Anwar, Djohan T Bahri. 2004. Penyakit Jantung Koroner Dan Hypertensi. Medan: FK USU.

Anwar, Djohan T Bahri. 2004. Penyakit Jantung Koroner Dan Hypertensi. Medan: FK USU.

Anwar, Djohan T. Bahri. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. Medan: FK USU.

Anwar, Djohan T. Bahri. 2004. Patofisiologi Dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner. Medan: FK USU.

Barnoya, J. & Glantz, S.A. 2005. Cardiovascular Effects of Secondhand Smoke: Nearly as Large as Smoking. Circulation 2005;111;2684-2698.

Ekawati. N, dkk. 2008. Peningkatan Pengetahuan , Sikap Dan Perilaku Terhadap Rokok Pada Siswa Smu Di Kelurahan Penatih. Bali: Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana.

Gustina, Tin. 2007. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Fungsi Paru Penderita Tuberkulosis Paru Di Kabupaten Kulon Progo Dan Kota Yogyakarta. Yogyakarta

Idham, Idris. 2007. Diagnosis & Pengobatan Penyakit jantung Koroner (PJK). Jakarta: National Cardiovascular Center Harapan Kita

Kumar V, Cotran R S, Robbins S L. 2007. Buku Ajar Patologi edisi 7. Jakarta: EGC.

Page 35: MASTER Laporan Epidemiologi.doc

Kusmal, B. dkk. 2010. Berlin's medical students' smoking habits, knowledge about smoking and attitudes toward smoking cessation counseling. Journal of Occupational Medicine and Toxicology 2010, 5:9 diakses dari http://www.occup-med.com/content/5/1/9.

Mangku, Sitepoe. 1997. Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta:Gramedia

Miyazaki, T., dkk. 2003. Adipocyte derived plasma protein, adiponectin, is associated with smoking status in patients with coronary artery disease. Heart 89:663-664.

Morrow D.A., Gers B.J, dan Braunwald E. 2005. Chronic Coronary Disease in Braunwal Heart disease a Text Book of Cardiovascular Disease: Elsevier.

Pdparsi. 2003. Ada Apa Dengan Rokok. http.// www.red-bondowoso.or.id

Sarumpaet, Nerrida S. 2009. Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Koroner Rawat Inap di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2005-2007. Medan: FK USU

Sirait, A.M., dkk. 2001. Perilaku Merokok. Diakses dari: http.//www.kompas.co.id.

Siregar, Abdullah Afif., Lubis, Ellya Nova. 2000. Penyakit Jantung Koroner pada Anak dan Pencegahannya.

Susanna D, Hartono B, dan Fauzan H. 2003. Penentuan Kadar Nikotin dalam Asap Rokok. Depok: Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Vivi, Juanita S. 2004. Merokok? Kenapa Takut?. Diakses dari: http://www.sinarharapan.co.id/iptek/2004.

Wardoyo. 1996. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Solo:Toko Buku Agency

World Health Organization (WHO). 2008. Global burden of coronary heart disease. diakses dari : http://www.who.int/cardiovascular_disease/en/cvd_atlas_13_coronaryhd.pdf.