Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah. Dan hal tersebut maka dapat menimbulkan suatu sengketa tanah di dalam masvarakat. Sengketa tersebut timbul akibat adanya perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang salah 1 pihak melakukan wanprestasi [1] . Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat .Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang biasa kita sebut dengan UUPA. Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas 1 [] wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 1
46

masalah pertanahan di indonesia

May 28, 2015

Download

Education

tgspcrmumumu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: masalah pertanahan di indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.

Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat

manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua

kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu

memerlukan tanah. Dan hal tersebut maka dapat menimbulkan suatu sengketa

tanah di dalam masvarakat. Sengketa tersebut timbul akibat adanya perjanjian

antara 2 pihak atau lebih yang salah 1 pihak melakukan wanprestasi[1].

Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan,

maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat .Ketentuan

mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

atau yang biasa kita sebut dengan UUPA. Timbulnya sengketa hukum yang

bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang/badan) yang berisi keberatan-

keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas,

maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian

secara administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kasus konflik pertanahan seperti sengketa tanah hampir terjadi seluruh

penjuru tanah air indonesia. Setelah diusut dan diteliti semua kasus sengketa

tanah yang terjadi menunjukkan pola sengketa yang sebangun. Berbagai

kasus pertanahan yang menyangkut nasib ribuan warga itu pun dikenal

memakan waktu lama dan terasa menggetirkan dalam proses

penyelesaiannya.

1[]wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 1

Page 2: masalah pertanahan di indonesia

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Apa pengertian Hukum Agraria?

2. Apa pengertian sengketa tanah?

3. Apa akar konflik pertanahan?

4. Bagaimana tipologi konflik pertanahan?

5. Bagaimana cara penyelesaian konflik pertanahan?

6. Apa saja kendala dalam penyelesaian konflik pertanahan?

7. Apa contoh masalah pertanahan di Indonesia?

8. Bagaimana analisis dalam masalah pertanahan tersebut?

1.3 TUJUAN

Tujuan dari disusunnya makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengertian Hukum Agraria.

2. Untuk mengetahui pengertian sengketa tanah.

3. Untuk mengetahui akar konflik pertanahan.

4. Untuk mengetahui tipologi konflik pertanahan.

5. Untuk mengetahui cara penyelesaian konflik pertanahan.

6. Untuk mengetahui kendala dalam penyelesaian konflik pertanahan.

7. Untuk mengetahui contoh masalah pertanahan di Indonesia.

8. Untuk mengetahui analisis dalam masalah pertanahan tersebut.

1.4 METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan makalan ini adalah :

a. Studi Kepustakaan, Yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca,

mengkaji dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen laporan dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan

penelitian.

b. Bahan – bahan yang didapatkan melalui Intenet.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 2

Page 3: masalah pertanahan di indonesia

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan makalah ini di bagi menjadi 3 bab, sebagai berikut :

1. BAB I : PENDAHULUAN, Pada bab ini yang merupakan pendahuluan,

terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

2. BAB II : PEMBAHASAN, Pada bab ini diuraikan menjadi 2 sub bab yaitu

kajian teori dan analisis masaah. Pada bagian kajian teori diuraikan

mengenai pengertian hukum agraria, pengertian sengketa tanah, akar

konflik pertanahan, tipologi konflik pertanahan, cara penyelesaian konflik

pertanahan, dan kendala dalam penyelesaian konflik pertanahan.

Sedangkan pada bagian analisis masalah diuraikan kronologi kasus

meruya selatan, analisis kasus meruya selatan, perspektif kasus meruya

selatan, dan penyelesaian kasus meruya selatan.

3. BAB IV : PENUTUP, Pada bab penutup ini berisikan tentang kesimpulan

dari materi penyelesaian sengketa tanah dan saran atas makalah yang

telah dibuat ini.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 3

Page 4: masalah pertanahan di indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KAJIAN TEORI

2.1.1 Pengertian Hukum Agraria

Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasa latin

agre berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti persawahan,

perladangan, pertanian. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria berarti

urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan pemilikan tanah, dalam

bahasa inggris agrarian selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha

pertanian, sedang dalam UUPA mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi bumi,

air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam

yang terkandung didalamnya.

Hukum agraria secara sempit ialah bidang hukum yang mengatur yang

mengatur mengenai hak-hak penguasaan tanah[2].

Pengertian hukum agraria secara luas adalah sekelompok bidang hukum

yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya

alam tertentu yang meliputi;

Hukum tanah, yaitu bidang hukum yang mengatur penguasaan atas tanah

(permukaan bumi),

Hukum air (hukum pengairan), yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak

penguasaan atas air,

Hukum pertambangan, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak

penguasaan atas bahan-bahan galian,

Hukum kehutanan, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak

penguasaan atas hutan dan hasil hutan,

Hukum perikanan, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak

penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air,

2[] Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang di hakinya. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolok ukur pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 4

Page 5: masalah pertanahan di indonesia

Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa,

yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan

unsur-unsur dalam ruang angkasa.

Pengertian Hukum Agraria Menurut Para Ahli :

Gouw Gioks Siong[3] : hukum agraria merupakan hukum yang identik

dengan tanah, hukum agraria dalam arti yang sempit. 

E. Utrecht [4] memberikan pengertian yang sama terhadap hukum agraria

dan hukum tanah. Dia berpendapat bahwa hukum agraria (hukum tanah)

menjadi hukum tata usaha negara.

W.L.G Lemaire membicarakan hukum agraria adalah suatu kelompok

hukum bulat yang meliputi bagian hukum privat maupun bagian hukum

tata negara dan hukum administrasi negara. 

Bachsan Mustafa, SH., memberikan pengertian bahwa hukum agraria

adalah sebagai himpunan peraturan yang mengatur bagaimana para

pejabat pemerintah menjalankan tugas di bidang keagrariaan. 

Boedi Harsono, memberikan pengertian terhadap hukum agraria bahwa

hukum agraria bukan hanya satu perangkat bidang hukum semata.

Hukum agraria merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum yang

mengatur penguasaan atas berbagai sumber daya alam tertentu yang

termasuk di dalam pengertian agraria. 

Azas-azas hukum agraria

Asas nasionalisme

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara

Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh

mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak

membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara

baik asli maupun keturunan.

Asas dikuasai oleh Negara

3[]juga dikenal dengan nama Sudargo Gautama, adalah seorang pakar hukum perdata internasional dan hukum antar golongan. Gouw adalah Guru Besar di Fakultas Hukum UI.4[]seorang politikus yang aktif. Ia menjadi anggota PNI dan duduk di DPR. Selain itu ia pernah menjadi penasehat Presiden Soekarno.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 5

Page 6: masalah pertanahan di indonesia

Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam

yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh

Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1

UUPA).

Asas hukum adat yang disaneer

Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian

adalah hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya.

Asas fungsi social

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak

boleh bertentangan dengan hak-hak orang lain dan kepentingan umum,

kesusilaan serta keagamaan(pasal 6 UUPA).

Asas kebangsaan atau (demokrasi)

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa stiap WNI  baik asli maupun

keturunan berhak memilik hak atas tanah.

Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)

Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak

membedakan antar sesama WNI baik asli maupun keturunan asing jadi

asas ini tidak membedakan-bedakan keturunan-keturunan anak artinya

bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.

Asas gotong royong

Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan

atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam

bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara

dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha

bersama dalam lapangan agraria (pasal 12 UUPA).

Asas unifikasi

Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi

seluruh WNI, ini berarti hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi

seluruh WNI yaitu UUPA.

Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)

Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah

dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.

Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical (verticale scheidings

beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan segala

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 6

Page 7: masalah pertanahan di indonesia

apa yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh

dengan kebendaan itu dianggap menjadi satu dengan benda itu artinya

dalam asas ini tidak ada pemisahan antara pemilikan hak atas tanah

dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.

2.1.2 Pengertian Sengketa Tanah

Sengketa pertanahan adalah proses interaksi antara dua orang atau lebih

atau kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atau

objek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan

tanah seperti air, tanaman, tambang juga udara yang berada di batas tanah

yang bersangkutan. Sengketa menurut kamus Bahasa Indonesia, berarti

pertentangan atau konflik, konflik dapat terjadi karena adanya pertentangan

antara orang-orang, kelompok-kelompok ataupun organisasi-organisasi.

Winardi berpendapat pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-

individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan

yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum

antara satu dengan yang lain. Adapun tujuan seseorang dalam memperkarakan

sengketa adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan.

Tanah dapat definisikan menurut ilmu pastinya adalah kumpulan tubuh

alam yang menduduki sebagian besar daratan planet bumi, yang mampu

menumbuhkan berbagai tanaman dan sebagai tempat makhluk hidup lainnya

untuk melangsungkan kehidupan. Dapat disimpulkan sengketa tanah

merupakan perebutan hak atas kepemilikan tanah yang jelas maupun karena

kepemilikan tanah yang tidak jelas, dan sengketa tanah terjadi karena ada

sebuah kepentingan dan hak.

Sengketa tanah banyak terjadi karena adanya sebuah benturan

kepentingan antara siapa dengan siapa. Sadar akan pentingnya tanah untuk

tempat tinggal atau kepentingan lainnya menyebabkan tanah yang tidak jelas

kepemilikannya diperebutkan bahkan ada yang sudah jelas kepemilikannya pun

masih ada yang diperebutkan, hal ini terjadi karena masyarakat sadar akan

kepentingan dan haknya, selain itu harga tanah yang semakin meningkat.

Menurut Rusmadi Murad timbulnya sengketa hukum yang bermula dari

pengaduan sesuatu pihak (orang atau badan) yang berisi keberatan-keberatan

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 7

Page 8: masalah pertanahan di indonesia

dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun

kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara

administrasi sesuai dengan ketentuan.

Peraturan yang berlaku kasus pertanahan itu timbul karena adanya klaim /

pengaduan / keberatan dari masyarakat (perorangan/badan hukum) yang berisi

kebenaran dan tuntutan terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang

pertanahan yang telah ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara di

lingkungan Badan Pertanahan Nasional, serta keputusan Pejabat tersebut

dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tersebut. Dengan

adanya klaim tersebut, mereka ingin mendapat penyelesaian secara

administrasi dengan apa yang disebut koreksi serta merta dari pejabat yang

berwenang untuk itu. Kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap suatu

keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan (sertifikat / Surat

Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah), ada pada Kepala Badan Pertanahan

Nasional. Kasus pertanahan dapat berupa permasalahan status tanah, masalah

kepemilikan,masalah bukti-bukti perolehan yang menjadi dasar pemberian hak

dan sebagainya.[5]

Menurut Maria S.W. Sumardjono secara garis besar peta permasalahan

tanah dikelompokkan yaitu :

1. Masalah penggarapan rakyat atas tanah areal perkebunan, kehutanan,

proyek perumahan yang ditelantarkan dan lain-lain.

2. Masalah yang berkenaan dengan pelanggaran ketentuan Landerform[6].

3. Akses-akses penyediaan tanah untuk keperluan pembangunan.

4. Sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah.

5. Masalah yang berkenaan dengan hak Ulayat[7] masyarakat Hukum

Adat.

2.1.3 Akar Konflik Pertanahan

Akar konflik pertanahan merupakan faktor mendasar yang menyebabkan

timbulnya konflik pertanahan. Akar konflik pertanahan penting untuk

5[] Lihat Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Jakarta: Prenada Media, 2005.6[]Landreform berasal dari dua kata yaitu “land” yang berarti tanah dan “reform” yang berarti perombakan, dalam hubungan dengan hukum agraria, maksud dan pengertian Landreform adalah perombakan secara mendasar terhadap sistem pemilikan tanah.7[]Hak ulayat adalah kewenangan, yang menurut hukum adat, dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, dimana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 8

Page 9: masalah pertanahan di indonesia

diidentifikasi serta diinventarisasi[8] guna mencari jalan keluar atau bentuk

penyelesaian yang akan dilakukan. Akar permasalahan konflik pertanahan

dalam garis besarnya dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut :

(1) Konflik kepentingan, yaitu adanya persaingan kepentingan yang terkait

dengan kepentingan substantif, kepentingan prosedural, maupun

kepentingan psikologis.

(2) Konflik struktural, yang disebabkan pola perilaku destruktif[9], kontrol

perilaku sumber daya yang tidak seimbang.

(3) Konflik nilai, karena perbedaan kriteria yang dipergunakan mengevaluasi

gagasan/ perilaku, perbedaan gaya hidup, ideologi atau

agama/kepercayaan.

(4) Konflik hubungan, yang disebabkan karena emosi yang berlebihan,

persepsi yang keliru, komunikasi yang buruk/salah, pengulangan

perilaku yang negatif.

(5) Konflik data, yang disebabkan karena informasi yang tidak lengkap,

informasi yang keliru, pendapat yang berbeda tentang hal-hal yang

relevan, interpretasi data yang berbeda, dan perbedaan prosedur

penilaian.

Penyebab umum timbulnya konflik pertanahan dapat dikelompokkan

dalam dua faktor, yaitu faktor hukum dan faktor non hukum.

a. Faktor Hukum.

Beberapa faktor hukum yang menjadi akar dari konflik pertanahan

belakangan ini antara lain :

1) Tumpang tindih peraturan.

UUPA sebagai induk dari peraturan di bidang sumber daya agraria

lainnya, dalam perjalanannya dibuat beberapa peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan sumber daya agraria tetapi tidak

menempatkan UUPA sebagai undang-undang induknya, bahkan justru

menempatkan UUPA sejajar dengan undang-undang agraria. UUPA

yang mulanya merupakan payung hukum bagi kebijakan pertanahan di

Indonesia menjadi tidak berfungsi dan secara substansial bertentangan

8[] Inventarisasi adalah pendataan atau pengumpulan data.9[] Perilaku destruktif adalah perilaku yang cenderung merusak.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 9

Page 10: masalah pertanahan di indonesia

dengan diterbitkannya berbagai peraturan perundangan sektoral

seperti UU Kehutanan, UU Pokok Pertambangan, UU Transmigrasi

dan lain-lain.

2) Tumpang tindih peradilan.

Pada saat ini terdapat tiga lembaga peradilan yang dapat

menangani suatu konflik pertanahan yaitu peradilan perdata, peradilan

pidana dan peradilan tata usaha negara (TUN)[10]. Dalam bentuk

konflik tertentu, salah satu pihak yang menang secara perdata belum

tentu menang secara pidana (dalam hal konflik disertai tindak pidana).

b. Faktor Non Hukum.

1) Tumpang tindih penggunaan tanah.

Sejalan dengan waktu, pertumbuhan penduduk yang cepat

mengakibatkan jumlah penduduk bertambah, sedangkan produksi

pangan tetap atau mungkin berkurang karena banyak tanah pertanian

yang beralih fungsi. Tidak dapat dihindarkan bahwa dalam sebidang

tanah yang sama dapat timbul kepentingan yang berbeda.

2) Nilai ekonomis tanah tinggi.

3) Kesadaran masyarakat meningkat

Adanya perkembangan global serta peningkatan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh pada peningkatan

kesadaran masyarakat. Pola pikir masyarakat terhadap masyarakat

pun ikut berubah. Terkait tanah sebagai aset pembangunan, maka

muncul perubahan pola pikir masyarakat terhadap penguasaan tanah,

yaitu tidak lagi menempatkan tanah sebagai sumber produksi akan

tetapi menjadikan tanah sebagai sarana untuk investasi atau komoditas

ekonomi.

4) Tanah tetap, penduduk bertambah

Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat baik melalui kelahiran

maupun migrasi serta urbanisasi, serta jumlah lahan yang tetap,

10[]Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan warga negaranya dan pembentukan lembaga tersebut bertujuan mengkontrol secara yuridis (judicial control) tindakan pemerintahan yang dinilai melanggar ketentuan administrasi (mal administrasi) ataupun perbuatan yang bertentangan dengan hukum (abuse of power).

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 10

Page 11: masalah pertanahan di indonesia

menjadikan tanah sebagai komoditas ekonomi yang nilainya sangat

tinggi, sehingga setiap jengkal tanah dipertahankan sekuatnya.

5) Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh

berbagai faktor yang saling berkaitan. Terbatasnya akses terhadap

tanah merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan dalam kaitan

terbatasnya aset dan sumber daya produktif yang dapat diakses

masyarakat miskin.

Faktor Pendorong Sengketa Tanah menurut Kepala Badan Pertanahan

Nasional (BPN) Pusat, setidaknya ada tiga hal utama yang menyebabkan

terjadinya sengketa tanah :

1) Persoalan administrasi sertifikasi tanah yang tidak jelas, akibatnya

adalah ada tanah yang dimiliki oleh dua orang dengan memiliki

sertifikat masing-masing.

2) Distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata. Ketidakseimbangan

dalam distribusi kepemilikan tanah ini baik untuk tanah pertanian

maupun bukan pertanian telah menimbulkan ketimpangan baik secara

ekonomi, politis maupun sosiologis. Dalam hal ini, masyarakat bawah,

khususnya petani/penggarap tanah memikul beban paling berat.

Ketimpangan distribusi tanah ini tidak terlepas dari kebijakan ekonomi

yang cenderung kapitalistik[11] dan liberalistik[12]. Atas nama

pembangunan tanah-tanah garapan petani atau tanah milik

masyarakat adat diambil alih oleh para pemodal dengan harga murah.

3) Legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada bukti

formal (sertifikat), tanpa memperhatikan produktivitas tanah. Akibatnya,

secara legal (de jure), boleh jadi banyak tanah bersertifikat dimiliki oleh

perusahaan atau para pemodal besar, karena mereka telah

11[] Kebijakan ekonomi kapitalistik adalah kebijkana ekonomi yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.12[] Kebijakan ekonomi liberalistik adalah kebijakan ekonomi yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalistik mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 11

Page 12: masalah pertanahan di indonesia

membelinya dari para petani/pemilik tanah, tetapi tanah tersebut lama

ditelantarkan begitu saja.

Munculnya konflik pertanahan juga diakibatkan adanya gejala-gejala

ketimpangan sosial dan ketimpangan ekonomi terlihat pada pola pemilikan tanah

yang luas oleh perorangan maupun badan hukum. Banyak para pemilik modal

yang berusaha menguasai tanah hingga luasnya jauh melebihi kadar yang

mereka perlukan. Disisi lain banyak dari masyarakat yang memiliki lebih sempit

dari yang diperlukan, atau bahkan tidak punya sama sekali. Selain itu selama

persediaan tanah masih memungkinkan untuk diperoleh/dikuasai dari penduduk

yang menjual tanahnya karena terdesak oleh kebutuhan dan harga tanah yang

diinginkannya, maka pada waktu itu juga pemilik modal menguasainya, yang

lama kelamaan akan menjadi bentuk monopoli tanah yang kian akan menjadi

mahal.

Menurut Aryanto Sutadi (Deputi V BPN-RI), dalam raker BPN-RI Bidang

PPSKP (2010), mengemukakan sumber-sumber konflik tanah meliputi :

- Perubahan status tanah paska kemerdekaan;

- Harga tanah terus meningkat;

- Ketidak adilan penguasaan tanah;

- Rendahnya pemahaman tentang hak tanah;

- Pendaftaran tanah, baru sebagian;

- Mafia pertanahan[13] (swasta/oknum pegawai).

 Dikemukakan pula pemicu timbulnya masalah/konflik tanah antara lain :

- Tanah ditelantarkan;

- Perubahan status tanah tanpa dokumen sah;

- Tindak pidana dengan obyek tanah & dokumen;

- Penyimpangan/KKN terutama sisa masa lalu.

2.1.4 Tipologi Konflik Pertanahan

Tipologi konflik pertanahan merupakan jenis sengketa, konflik dan atau

13[] Lebih familiar dengan sebutan makelar tanah.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 12

Page 13: masalah pertanahan di indonesia

perkara pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani. Tipologi

konflik pertanahan yang ditangani Badan Pertanahan Nasional RI dapat

dikelompokkan menjadi 8 (delapan), terdiri dari masalah yang berkaitan dengan

:

a. Penguasaan dan Pemilikan Tanah, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau

pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu

yang tidak atau belum dilekati hak (tanah Negara), maupun yang telah

dilekati hak oleh pihak tertentu;

b. Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, yaitu perbedaan persepsi, nilai

atau pendapat, kepentingan mengenai proses penetapan hak dan

pendaftaran tanah yang merugikan pihak lain sehingga menimbuikan

anggapan tidak sahnya penetapan atau perijinan di bidang pertanahan;

d. Batas atau letak bidang tanah, yaitu perbedaan pendapat, nilai

kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu

pihak yang teiah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas;

e. Pengadaan Tanah, yaitu perbedaan pendapat, kepentingan, persepsi atau

nilai mengenai status hak tanah yang perolehannya berasal proses

pengadaan tanah, atau mengenai keabsahan proses, pelaksanaan

pelepasan atau pengadaan tanah dan ganti rugi;

f. Tanah obyek Landreform, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,

kepentingan mengenai prosedur penegasan, status penguasaan dan

pemilikan, proses penetapan ganti rugi, penentuan subyek obyek dan

pembagian tanah obyek Landreform;

g. Tuntutan Ganti Rugi Tanah Partikelir[14], yaitu perbedaan persepsi,

pendapat, kepentingan atau nilai mengenai Keputusan tentang kesediaan

pemerintah untuk memberikan ganti kerugian atas tanah partikelir yang

dilikuidasi[15];

14[]Tanah partikelir adalah tanah yang dimiliki orang-orang swasta Belanda dan orang-orang pribumi yang mendapat hadiah tanah karena dianggap berjasa kepada Belanda. Jenis tanah partikelir ini mulai ada sejak munculnya VOC hingga keluarnya larangan yang diberlakukan oleh Van der Capellen pada tahun 1817. tanah partikelir banyak tersebar di daerah banten, karawang, cirebon, bogor, batavia, dan sebagainya.

15[]Likuidasi adalah liquidation yaitu pembubaran perusahaan oleh likuidator dan sekaligus pemberesan dengan cara melakukan penjualan harta perusahaan, penagihan piutang, pelunasan utang, dan

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 13

Page 14: masalah pertanahan di indonesia

h. Tanah Ulayat, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan

mengenai status ulayat dan masyarakat hukum adat di atas areal tertentu

baik yang telah diterbitkan hak atas tanah maupun yang belum, akan tetapi

dikuasai oleh pihak lain;

i.Pelaksanaan Putusan Pengadilan, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau

pendapat, kepentingan mengenai putusan badan peradilan yang berkaitan

dengan subyek atau obyek hak atas tanah atau mengenai prosedur

penerbitan hak atas tanah tertentu.

2.1.5 Cara Penyelesaian Konflik Pertanahan

Secara makro penyebab munculnya kasus-kasus pertanahan tersebut

adalah sangat bervariasi yang antara lain :

Harga tanah yang meningkat dengan cepat.

Kondisi masyarakat yang semakin sadar dan peduli akan

kepentingan/haknya.

Iklim keterbukaan yang digariskan pemerintah.

Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan

(conflict of interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai

contoh konkret antara perorangan dengan perorangan; perorangan dengan

badan hukum; badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, guna kepastian hukum yang

diamanatkan UUPA, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain

dapat diberikan respons/reaksi/penyelesaian kepada yang berkepentingan

(masyarakat dan pemerintah), berupa solusi melalui Badan Pertanahan Nasional

dan solusi melalui Badan Peradilan.

1) Solusi penyelesaian sengketa tanah dapat ditempuh melalui 3 cara

yaitu :

A. Solusi melalui BPN

Kasus pertanahan itu timbul karena adanya klaim / pengaduan /

keberatan dari masyarakat (perorangan/badan hukum) yang berisi

penyelesaian sisa harta atau utang di antara para pemilik.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 14

Page 15: masalah pertanahan di indonesia

kebenaran dan tuntutan terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara

di bidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha

Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional, serta keputusan

pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu

bidang tanah tersebut.

Dengan adanya klaim tersebut, mereka ingin mendapat

penyelesaian secara administrasi dengan apa yang disebut koreksi serta

merta dari Pejabat yang berwenang untuk itu. Kewenangan untuk

melakukan koreksi terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di

bidang pertanahan (sertifikat/Surat Keputusan Pemberian Hak Atas

Tanah), ada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Kasus pertanahan meliputi beberapa macam antara lain mengenai

masalah status tanah, masalah kepemilikan, masalah bukti-bukti

perolehan yang menjadi dasar pemberian hak dan sebagainya. Setelah

menerima berkas pengaduan dari masyarakat tersebut di atas, pejabat

yang berwenang menyelesaikan masalah ini akan mengadakan

penelitian dan pengumpulan data terhadap berkas yang diadukan

tersebut. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sementara apakah

pengaduan tersebut dapat diproses lebih lanjut atau tidak dapat. Apabila

data yang disampaikan secara langsung ke Badan Pertanahan Nasional

itu masih kurang jelas atau kurang lengkap, maka Badan Pertanahan

Nasional akan meminta penjelasan disertai dengan data serta saran ke

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat letak tanah yang

disengketakan.

Bilamana kelengkapan data tersebut telah dipenuhi, maka

selanjutnya diadakan pengkajian kembali terhadap masalah yang

diajukan tersebut yang meliputi segi prosedur, kewenangan dan

penerapan hukumnya. Agar kepentingan masyarakat (perorangan atau

badan hukum) yang berhak atas bidang tanah yang diklaim tersebut

mendapat perlindungan hukum, maka apabila dipandang perlu setelah

Kepala Kantor Pertanahan setempat mengadakan penelitian dan apabila

dari keyakinannya memang harus distatus quo-kan, dapat dilakukan

pemblokiran atas tanah sengketa. Kebijakan ini dituangkan dalam Surat

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 15

Page 16: masalah pertanahan di indonesia

Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 14-1-1992 No 110-

150 perihal Pencabutan Instruksi Menteri Dalam Negeri No 16 tahun

1984.

Dengan dicabutnya Instruksi Menteri Dalam Negeri No 16 Tahun

1984, maka diminta perhatian dari Pejabat Badan Pertanahan Nasional

di daerah yaitu para Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, agar

selanjutnya di dalam melakukan penetapan status quo[16] atau

pemblokiran hanya dilakukan apabila ada penetapan Sita Jaminan (CB)

dari Pengadilan. (Bandingkan dengan Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1997 Pasal

126).

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa apabila Kepala Kantor

Pertanahan setempat hendak melakukan tindakan status quo terhadap

suatu Keputusan Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan

(sertifikat/Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah), harusnya

bertindak hati-hati dan memperhatikan asas-asas umum Pemerintahan

yang baik, antara lain asas kecermatan dan ketelitian, asas keterbukaan

(fair play), asas persamaan di dalam melayani kepentingan masyarakat

dan memperhatikan pihak-pihak yang bersengketa.

Terhadap kasus pertanahan yang disampaikan ke Badan

Pertanahan Nasional untuk dimintakan penyelesaiannya, apabila dapat

dipertemukan pihak-pihak yang bersengketa, maka sangat baik jika

diselesaikan melalui cara musyawarah. Penyelesaian ini seringkali

Badan Pertanahan Nasional diminta sebagai mediator di dalam

menyelesaikan sengketa hak atas tanah secara damai saling

menghormati pihak-pihak yang bersengketa.

Berkenaan dengan itu, bilamana penyelesaian secara musyawarah

mencapai kata mufakat, maka harus pula disertai dengan bukti tertulis,

yaitu dari surat pemberitahuan untuk para pihak, berita acara rapat dan

selanjutnya sebagai bukti adanya perdamaian dituangkan dalam akta

yang bila perlu dibuat di hadapan notaris sehingga mempunyai kekuatan

pembuktian yang sempurna.

16[]Status quo adalah membiarkan keadaan yang sekarang seperti keadaan yang sebelumnya.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 16

Page 17: masalah pertanahan di indonesia

Pembatalan keputusan tata usaha negara di bidang pertanahan oleh

Kepala Badan Pertanahan Nasional berdasarkan adanya cacat

hukum/administrasi di dalam penerbitannya. Yang menjadi dasar hukum

kewenangan pembatalan keputusan tersebut antara lain :

Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria.

Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Keputusan Presiden No 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional

Di Bidang Pertanahan.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional No 3 Tahun 1999.

Dalam praktik selama ini terdapat perorangan/ badan hukum yang

merasa kepentingannya dirugikan mengajukan keberatan tersebut

langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sebagian besar

diajukan langsung oleh yang bersangkutan kepada Kepala Badan

Pertanahan Nasional dan sebagian diajukan melalui Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan diteruskan melalui Kepala

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang

bersangkutan.

B. Melalui Badan Peradilan

Apabila penyelesaian melalui musyawarah di antara para pihak

yang bersengketa tidak tercapai, demikian pula apabila penyelesaian

secara sepihak dari Kepala Badan Pertanahan Nasional tidak dapat

diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa, maka penyelesaiannya

harus melalui pengadilan.

Setelah melalui penelitian ternyata Keputusan Tata Usaha Negara

yang diterbitkan oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional sudah benar

menurut hukum dan sesuai dengan prosedur yang berlaku, maka

Kepala Badan Pertanahan Nasional dapat juga mengeluarkan suatu

keputusan yang berisi menolak tuntutan pihak ketiga yang berkeberatan

atas Keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan oleh Pejabat

Badan Pertanahan Nasional tersebut. Sebagai konsekuensi dari

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 17

Page 18: masalah pertanahan di indonesia

penolakan tersebut berarti Keputusan Tata Usaha Negara yang telah

dikeluarkan tersebut tetap benar dan sah walaupun ada pihak lain yang

mengajukan ke pengadilan setempat.

Sementara menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan

hukum tetap, dilarang bagi Pejabat Tata Usaha Negara yang terkait

mengadakan mutasi atas tanah yang bersangkutan (status quo). Oleh

karena itu untuk menghindari terjadinya masalah di kemudian hari yang

menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berperkara maupun pihak

ketiga, maka kepada Pejabat Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan

yang terkait harus menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang

baik, yaitu untuk melindungi semua pihak yang berkepentingan sambil

menunggu adanya putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap (in kracht van gewijsde).

Kemudian apabila sudah ada putusan hakim yang mempunyai

kekuatan hukum yang pasti, maka Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota setempat melalui Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi yang bersangkutan mengusulkan

permohonan pembatalan suatu Keputusan Tata Usaha Negara di bidang

Pertanahan yang telah diputuskan tersebut di atas. Permohonan

tersebut harus dilengkapi dengan laporan mengenai semua data yang

menyangkut subjek dan beban yang ada di atas tanah tersebut serta

segala permasalahan yang ada.

Kewenangan administratif permohonan pembatalan suatu Surat

Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah atau Sertifikat Hak Atas Tanah

adalah menjadi kewenangan Kepala Badan Pertanahan Nasional

termasuk langkah-langkah kebijaksanaan yang akan diambil berkenaan

dengan adanya suatu putusan hakim yang tidak dapat dilaksanakan.

Semua ini agar diserahkan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional

untuk menimbang dan mengambil keputusan lebih lanjut.

C. Solusi melalui Mediasi

Selain penyelesaian sengketa, konflik dan perkara melalui

pengadilan/litigasi, di dalam sistem hukum nasional dikenal

penyelesaian sengketa melalui lembaga di luar peradilan sebagaimana

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 18

Page 19: masalah pertanahan di indonesia

yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase[17] dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Salah satu alternatif penyelesaian sengketa (tanah) adalah melalui

upaya mediasi. Mediasi sebagai penyelesaian sengketa alternatif

menawarkan cara penyelesaian sengketa yang khas. Karena prosesnya

relatif sederhana, maka waktunya singkat dan biaya dapat ditekan.

Mediasi pada intinya adalah “a process of negotiations facilitated

by a third person who assist disputens to pursue a mutually agreeable

settlement of their conlict.” Sebagai suatu cara penyelesaian sengketa

alternatif, mediasi mempunyai ciri-ciri yakni waktunya singkat,

terstruktur, berorientasi kepada tugas, dan merupakan cara intervensi

yang melibatkan peras serta para pihak secara aktif. Keberhasilan

mediasi ditentukan itikad baik kedua belah pihak untuk bersama-sama

menemukan jalan keluar yang disepakati.

Aria S. Hutagalung (2005) menegaskan mediasi memberikan

kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya

penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan

bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan demikian, solusi yang

dihasilkan mengarah kepada win-win solution. Upaya untuk mencapai

win-win solution ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya proses

pendekatan yang obyektif terhadap sumber sengketa lebih dapat

diterima oleh pihak-pihak dan memberikan hasil yang saling

menguntungkan dengan catatan bahwa pendekatan itu harus

menitikberatkan pada kepentingan yang menjadi sumber konflik.

Selain itu, faktor kemampuan yang seimbang dalam proses

negosiasi atau musyawarah. Perbedaan kemampuan tawar menawar

akan menyebabkan adanya penekanan oleh pihak yang satu terhadap

yang lainnya.

Pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi mempunyai

kelebihan dari segi biaya, waktu, dan pikiran bila dibandingkan dengan

berperkara di muka pengadilan, di samping itu kurangnya kepercayaan

atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif yang

17[] Arbitrase adalah adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang disebut arbiter, untuk memberikan putusan.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 19

Page 20: masalah pertanahan di indonesia

melingkupinya membuat lembaga pengadilan merupakan pilihan terakhir

untuk penyelesaian sengketa.

Maria SW.Sumardjono (2005) menyatakan segi positif mediasi

sekaligus dapat menjadi segi negatif, dalam arti keberhasilan mediasi

semata-mata tergantung pada itikad baik para pihak untuk menaati

kesepakatan bersama tersebut karena hasil akhir mediasi tidak dapat

dimintakan penguatan kepada pengadilan. Supaya kesepakatan dapat

dilaksanakan (final and binding) seyogyanya para pihak mencantumkan

kesepakatan tersebut dalam bentuk perjanjian tertulis yang tunduk pada

prinsip-prinsip umum perjanjian.

Mengingat bahwa bangsa Indonesia terkenal dengan penyelesaian

masalah melalui musyawarah untuk mencapai mufakat, kiranya

pemanfaatan lembaga mediasi dapat merupakan alternatif yang

berdampak positif untuk penyelesaian sengketa pertanahan.

2) Strategi penanganan dan penyelesaian konflik pertanahan.

Agar penanganan dan penyelesaian konflik pertanahan dapat

diwujudkan dan agenda kebijakan BPN RI dapat dilaksanakan untuk

mencapai sasaran strategis yang diinginkan, maka dirumuskan strategi

sebagai berikut :

a. Memantapkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kedeputian Bidang

Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan dengan

membangun standar mekanisme dan prosedur operasional pengkajian

dan penanganan sengketa pertanahan;

b. Mengintensifkan penyelesaian sengketa, konflik dan perkara

pertanahan melalui mediasi dengan mendasarkan pada kajian akar

permasalahan;

c. Membangun sistem basis data dan sistem informasi kasus pertanahan

yang valid guna mendukung percepatan penanganan dan penyelesaian

sengketa, konflik dan perkara pertanahan secara sistematis;

d. Memprakarsai terwujudnya konsep strategis penyelesaian sengketa,

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 20

Page 21: masalah pertanahan di indonesia

konflik dan perkara pertanahan dengan melibatkan pakar, akademisi

serta Pengamat Agraria;

e. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia di

lingkungan Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa

dan Konflik Pertanahan.

3) Prinsip Win-win Solution.

Badan Pertanahan Nasional RI sebagai lembaga yang melaksanakan

tugas pemerintahan di bidang pertanahan berkewajiban untuk

menyelesaikan konflik pertanahan yang ada di Indonesia. Badan

Pertanahan Nasional dalam menyelesaikan setiap konflik pertanahan di

Indonesia berpedoman pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan

Kasus Pertanahan dengan mengedepankan prinsip win-win solution.

Win-win Solution adalah situasi di mana kedua belah pihak yang

berselisih (berkonflik) sama-sama merasa diuntungkan dalam suatu

transaksi atau kesepakatan dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan.

BPN sebagai mediator dan mencari jalan tengah yang mengakomodasi

keadilan para pihak yang bersengketa. Dalam semangat win-win solution,

penyelesaian sengketa tidak semata-mata didasarkan pada siapa yang

memiliki sertifikat. Dalam banyak kasus, misalnya, seringkali penyelesaian

sengketa mengabaikan eksistensi masyarakat lokal yang bertahun-tahun,

dari generasi ke generasi telah menempati satu wilayah dan mengolah

tanah di wilayah tersebut. Masyarakat kalah oleh investor yang baru datang

dan memiliki sertifikat atas tanah di wilayah itu.

Dalam konsep win-win solution, seandainya investor memiliki

sertifikat hak milik, mereka tidak bisa langsung menang atas rakyat karena

rakyat dilindungi oleh Pasal 33 UUD 1945, meskipun rakyat tersebut tidak

memiliki sertifikat. Pasal 33 UUD 1945 menyiratkan bahwa rakyat memiliki

hak atas tanah dan kekayaan alam di dalamnya. Konsep win-win solution

adalah cara yang membuat derajat rakyat semakin tinggi karena rakyat

dalam cara itu tidak dapat serta merta dikalahkan. Dengan konsep ini,

rakyat harus mendayagunakan kemampuannya. BPN dalam hal ini hanya

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 21

Page 22: masalah pertanahan di indonesia

hanya mediator yang dituntut untuk independen, dan tidak berpihak pada

kedua belah pihak. Namun penyelesaian konflik pertanahan dalam konsep

win-win solution tergantung pada para pihak yang berkonflik. Win-win

solution adalah upaya untuk mempermudah akomodasi[18] dari beragam

kepentingan yang bersengketa agar tidak jatuh konflik yang memakan

korban dan merugikan kedua belah pihak.

2.1.6 Kendala dalam Penyelesaian Konflik Pertanahan

Aryanto Sutadi mengungkapkan mengenai kendala penyelesaian

masalah/konflik/perkara, antara lain :

- Tumpang tindih peraturan timbulkan keraguan petugas dan berakibat

ketidakpastian hukum;

- Benturan sistem peradilan tanah : TUN –Perdata[19]-Pidana[20],

menjadikan perkara tidak selesai tuntas;

- Prosedur peraturan yang menghambat mekanisme menjadikan

petugas/pejabat ragu mengambil keputusan;

- Keraguan petugas/pejabat akibat trauma dilapor pidana dan diproses

pidana;

- IKMN [21], asset Pemerintah yang tidak ada alas hak tanah dipaksakan

dipertahankan;

- Penyimpangan oknum masa lalu yang tidak dikoreksi berakibat menjadi

sumber konflik;

- Vonis Hakim yang inkonsisten menjadi argument yang bersengketa dan

kasus bertele-tele tanpa akhir;

- Sikap Pengadilan : terima tiap gugatan, tak dapat menolak bukti meski

bukti cacat hukum.

18[] Akomodasi adalah usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan dengan tujuan tercapainya kestabilan dan keharmonisan dalam kehidupan. Akomodasi merupakan bentuk penyelesaian tanpa mengorbankan salah satu pihak. 19[] Hukum perdata (biasa dikenal dengan hukum privat )adalah hukum atau ketentuan yang mengatur hak-hak,kewajiban,serta kepentingan antar individu dalam masyarakat..Hukum perdata biasa menangani kasus yang bersifat privat atau pribadi seperti  hukum keluarga, hukum harta kekayaan, hukum benda, hukum perikatan dan hukum waris.Tujuannya adalah untuk menyelesaikan konflik yang terjadi diantara kedua individu tersebut.20[]Hukum Pidana adalah Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana.21[] Kependekan dari Inventarisasi Kekayaan Milik Negara.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 22

Page 23: masalah pertanahan di indonesia

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 23

Page 24: masalah pertanahan di indonesia

2.2 ANALISIS MASALAH

2.2.1 Kronologis Kasus

Sengketa tanah meruya selatan (jakarta barat) antara warga (H. Djuhri bin

H. Geni, Yahya bin H. Geni, dan Muh.Yatim Tugono) dengan PT.Portanigra [22]

pada tahun 1972 – 1973 dan pada putusan MA dimenangkan oleh PT.

Portanigra. Tetapi proses eksekusi tanah dilakukan baru tahun 2007 yang hak

atas tanahnya sudah milik warga sekarang tinggal di meruya yang sudah

mempunyai sertifikat tanah asli seperti girik.

Kasus sengketa tanah meruya ini tidak luput dari pemberitaan media

hingga DPR pun turun tangan dalam masalah ini. Selama ini warga meruya

yang menempati tanah meruya sekarang tidak merasa punya sengketa dengan

pihak manapun. Bahkan tidak juga membeli tanah dari PT Portanigra,namun

tiba-tiba saja kawasan itu yang ditempati hampir 5000 kepala keluarga atau

sekitar 21.000 warga akan dieksekusi berdasarkan putusan MA. Tidak hanya

tanah milik warga, tanah milk negara yang di atasnya terdapat fasilitas umum

dan fasilitas sosialpun masuk dalam rencana eksekusi. Hal ini dikarenakan

sengketa yang terjadi 30 tahun lalu, tetapi baru dilakukan eksekusinya tahun

2007, dimana warga meruya sekarang mempunyai sertifikat tanah asli yang

dikeluarkan pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Disini

terbukti adanya ketidaksinkronan dan kesemrawutan hukum pertanahan

indonesia yang dengan mudahnya mengeluarkan sertifikat tanah yang masih

bersengketa. Kasus sengketa tanah ini berawal pada kasus penjualan tanah

meruya dulu antara PT. Portanigra dan H Djuhri cs berawal dari jual beli tanah

tanah seluas 44 Ha pada 1972 dan 1973.

Ternyata H Djuhri cs ingkar janji dengan menjual lagi tanahnya kepada

pihak lain sehingga mereka dituntut secara pidana (1984) dan digugat secara

perdata (1996). Sengketa tanah yang dimulai sejak lebih dari 30 tahun yang

lampau bukanlah kurun waktu singkat. Selama itu sudah banyak yang berubah

dan berkembang, baik penghuni, lingkungan sekitar, institusi terkait yang

menangani, pasti personelnya sudah silih berganti. Warga merasa memiliki hak

dan ataupun kewenangan atas tanah Meruya tersebut. Mereka merasa telah

22[] Perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 24

Page 25: masalah pertanahan di indonesia

menjalankan tugas dengan baik seperti membayar PBB atas kepemilikannya

dan tidak mau disalahkan, tidak ingin kehilangan hak miliknya.

Situasi dan kondisi lapangan pada 1972 tentunya berbeda sama sekali

dengan sekarang. Cara-cara melakukan penilaian dan mengambil langkah-

langkah penindakan 30 tahun yang lalu pada saat ini telah banyak berubah.

Paradigma masa lalu bahwa warga banyak yang belum memiliki sertifikat akan

berhadapan dengan program sertifikasi yang memberi kemudahan dalam

memperoleh sertifikat tanah. Dalam hal ini terlihat kesemrawutan hukum

pertanahan oleh aparat pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Tanah (BPN)

yang bisa menerbitkan sertifikat pada tanah yang masih bersengketa.

Selain itu, PT. Portanigra yang tidak serius dalam kasus sengketa tanah ini.

PT. Portanigra yang menang dalam putusan MA pada tahun 1996 tidak

langsung mengeksekusi tanahnya, baru 11 tahun kemudian yakni tahun 2007

baru melaksanakan eksekusi tanahnya yang lahan sudah di tempati warga

meruya sekarang dengan sertifikat tanah asli. Dengan kata lain di sengketa

meruya ada mafia tanah yang terlibat. Penyelesaian kasus sengketa tanah

meruya : Pihak PT. Portanigra bernegoisasi dengan warga yang dihasilkan

adalah pemilik kuasa yakni PT. Portanigra mengikhlaskan tanahnya yang sudah

di warga sebelum tahun 1997 yang memiliki sertifikat tanah asli. Warga yang

menampati tanahnya tahun 1997 keatas tidak bisa diukur kecuali mereka

mempunyai surat jual-beli tanah dengan pemilik sebelumnya. Keputusan dari

pengadilan negeri Jakarta Barat bahwa PT. Portanigra hanya bisa mengelola

lahan kosong sehingga tidak menggangu warga dan kampus Mercu Buana,

sedangkan Meruya Residence lebih tenang karena sudah membeli langsung

hak kepemilikan tanah ke PortaNigra.

2.2.2 Analisis Kasus

Proses sengketa tanah untuk mencari keadilan yang berlangsung 30 tahun

lalu tidak menghasilkan keadilan yang diharapkan, bahkan justru menimbulkan

ketidakadilan baru. Sehingga tidak ada penanggung jawab tunggal untuk

disalahkan kecuali berlarut-larutnya waktu sehingga problema baru

bermunculan.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 25

Page 26: masalah pertanahan di indonesia

Putusan pengadilan seharusnya dapat dilaksanakan dengan cara-cara

mudah, sederhana, dan mengikutsertakan institusi terkait. Sistem peradilan

Indonesia memiliki asas yang menyatakan bahwa proses peradilan dilaksanakan

dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Putusan yang jelas-jelas sulit atau

tidak bisa dilaksanakan dapat mencederai kredibilitas lembaga peradilan.

Pihak ketiga yakni warga yang menempati tanah tersebut dengan sertifikat

tanah yang asli harus beriktikad baik (apalagi tidak tahu sama sekali mengenai

adanya sengketa) seharusnya memperoleh pertimbangan hukum. Jangan

sampai mereka menjadi korban atau dikorbankan sebab dapat menimbulkan

gejolak serta problem kemasyarakatan yang sifatnya bukan sekedar

keperdataan.

Perlu dilakukan penelitian apakah prosedur pembebasan tanah pada saat

itu telah sesuai ketentuan, siapakah yang membayar pajak (PBB) atas tanah

sengketa. Juga dilakukan penyelesaian atas tanah sengketa yang akan

dieksekusi apabila ternyata telah menjadi sarana umum: sekolah, lapangan bola,

perkantoran, puskesmas, ataupun kompleks pertokoan.

Pemerintah daerah dan BPN dalam pengeluaran sertifikat Hak Milik

terutama pemberian setifikat dalam jumlah massal seharusnya benar – benar

memperhatikan aspek – aspek apakah orang yang bersangkutan sudah sesuai

menerima hak untuk memiliki sertifikat Hak Milik atau belum. Hal ini berkaitan

dengan dampak pemberian sertifikat Hak Milik kepada orang yang tidak

semestinya. Dalam kasus ini, sesusai putusan MA seharusnya sertifikat Hak

Milik jatuh kepada PT. Portanigra. Mengingat pencabutan sertifikat Hak Milik

tidak mudah dan memerlukan waktu yang lama.

Banyak pelajaran yang dapat diambil dari kasus sengketa tanah di Meruya.

PT. Portanigra sebagai perusahaan developer melakukan kesalahan karena

tidak melakukan transaksi beli tanah sesuai aturan dan tidak mengurus sertifikat

pasca transaksi. Melalui kesalahan yang dilakukan PT. Portanigra dapat diambil

pelajaran bahwa sertifikat sangat penting sebagai bukti kepemilikan tanah.

Warga Meruya juga ikut melakukan kesalahan karena mereka tidak berhati-hati

dalam membeli tanah. Oleh karena itu, penting bagi kita mengetahui status

kepemilikan dan kondisi tanah secara detail. Lembaga pemerintahan seperti

BPN dan Mahkamah Agung juga melakukan kesalahan dalam mengambil

keputusan. BPN mengeluarkan sertifikat atas tanah bersengketa dan MA

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 26

Page 27: masalah pertanahan di indonesia

memenangkan gugatan PT. Portanigra tanpa mempertimbangkan kelengkapan

bukti kepemilikan tanah yang dimiliki PT. Portanigra. Dalam kondisi ini, MA

hanya memandang sisi formalitas hukum antara individu atau komunitas dengan

tanah semata sehingga putusan bertentangan dengan rasa keadilan

masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan

pembenahan di lembaga pemerintahan.

2.2.3 Perspektif Kasus Meruya

1) Perspektif Legal

Kasus Meruya sebenarnya adalah persoalan pidana antara PT

Portanigra dengan Djuhri CS. PT Portanigra yang dalam hal ini dirugikan

dengan penipuan yang dilakukan Djuhri CS dalam proses pengambil alihan

lahan di Meruya. Secara legal, tanah yang dibeli Portanigra dari Djuhri CS

belum beralih karena dasar hukum atas tanah tersebut, dalam hal ini girik [23]

dinyatakan palsu oleh pengadilan pidana dan berdasarkan putusan

pengadilan negeri dimusnahkan.

Selain itu, dalam proses peralihan hak atas tanah, Portanigra sebagai

suatu badan hukum, masih harus melakukan proses peralihan hak atas tanah

tersebut. Jadi selama proses tersebut belum selesai, maka Portanigra belum

dapat disebut sebagai pemilik secara yuridis atas tanah tersebut.

2) Perspektif Yurisdiksi

Putusan Mahkamah Agung utk melakukan eksekusi tanah di Meruya

memang patut dipertanyakan karena penerbitan sertifikat tanah adalah

putusan dari BPN (pejabat negara). jadi, yang dapat mempertanyakan

sertifikat tersebut adalah peradilan Tata Usaha Negara. Seharusnya putusan

dari MA adalah memaksa Djuhri CS utk mengganti kerugian akibat penipuan

yang dilakukannnya dan bukan menyerahkan tanah yang menjadi objek jual

beli pada awalnya. terlebih secara hukum proses peralihan hak atas tanah

tersebut belum terjadi. Atau setidaknya tidak ada dokumen hukum yang

menunjukkan hal tersebut.

3) Perspektif Politik

23[]Tanah girik adalah tanah yang diakui secara adat namun belum bersertifikat dan belum terdaftar di Badan Pertanahan Nasional ( BPN )

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 27

Page 28: masalah pertanahan di indonesia

Kasus Meruya memang cukup menarik terutama dari sisi momen

politisnya. Pertama, rencana eksekusi baru dilakukan pada masa

pemerintahan SBY karena menurut isu yang beredar, pemerintah saat ini

sudah bisa menjamin kepastian hukum. Kedua, rencana eksekusi juga terjadi

berdekatan dengan rencana pergantian gubernur DKI Jakarta. Hal ini

tentunya menjadi konsumsi politik yang menarik dari para calon gubernur.

Ketiga, disaat pembenahan korupsi menjadi sorotan publik, lembaga keadilan

kembali menjadi pembuktian bahwa uang bisa merubah keputusan.

2.2.4 Penyelesaian Kasus

Penyelesaian kasus sengketa tanah di Meruya harus dilakukan melalui

pengadilan yang berkeadilan. Keadilan diartikan sebagai suatu seimbang , tidak

berat sebelah atau tidak memihak. Berarti, azas keadilan harus terpenuhi

diantara pihak yang bersengketa yang meliputi azas quality before the law[24]  ,

azas equal protection on the law[25], dan Azas equal justice under the law[26].

Bila azas keadilan tidak terpenuhi maka penyelesaiannya akan berlarut-

larut seperti yang terjadi dalam kasus Meruya, dimana warga tidak memperolah

persamaan hak berupa pengakuan kepemilikan tanah saat Mahkamah Agung

memenangkan gugatan PT. Portanigra. Dalam kasus sengketa tanah diperlukan

peran serta pemerintah untuk menyelesaikannya dengan akal sehat dan

menggunakan kaidah berpikir tepat dan logis. Kaidah berpikir tepat dan logis

merupakan cara berpikir sesuai tahap-tahap penalaran atau kegiatan akal budi.

Prinsip akal budi secara aspek mental meliputi pengertian (concept), putusan

(judgement) dan penyimpulan (reasoning). Sebagai langkah awal, pemerintah

sebagai penengah harus mengetahui permasalahannya secara detail dengan

melekukan penelitian lebih lanjut mengenai status kepemilikan tanah. Kemudian

pemerintah mengkaitkan antara hukum dengan fakta yang ada dan

menyimpulkan kepemilikan atas tanah di Meruya. Kaidah berpikir logis sangat

penting dilakukan agar hasil keputusannya dapat diterima oleh kedua belah

pihak.

24[] Azas qulity before the law yaitu azas persamaan hak dan derajat di muka hukum.25[]Azas equal protection on the law yaitu azas yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan yang sama oleh hukum.26[]Azas equal justice under the law yaitu azas yang menyatakan bahwa tiap orang mendapat perlakuan yang sama di bawah hukum.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 28

Page 29: masalah pertanahan di indonesia

Akhirnya, pihak PT. Portanigra bernegoisasi dengan warga yang

dihasilkan adalah pemilik kuasa yakni PT. Portanigra mengikhlaskan tanahnya

yang sudah di warga sebelum tahun 1997 yang memiliki sertifikat tanah asli.

Warga yang menampati tanahnya tahun 1997 keatas tidak bisa diukur kecuali

mereka mempunyai surat jual-beli tanah dengan pemilik sebelumnya.

Keputusan dari pengadilan negeri Jakarta Barat bahwa PT. Portanigra

hanya bisa mengelola lahan kosong sehingga tidak menggangu warga dan

kampus Mercu Buana, sedangkan Meruya Residence lebih tenang karena

sudah membeli langsung hak kepemilikan tanah ke PortaNigra.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 29

Page 30: masalah pertanahan di indonesia

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sengketa tanah dan sumber-sumber agraria pada umumnya sepertinya

merupakan konflik laten dan pihak-pihak yang bersengketa pun sebagian besar

kalaupun tidak bisa disebut, hampir seluruhnya bukan hanya individual, namun

melibatkan tataran komunal maka boleh dibayangkan bagaimana hebatnya

bom waktu yang akan meledak jika kasus-kasus sengketa tanah tersebut tidak

segera mendapatkan penanganan dan penyelesaian yang layak dan yang

berpihak pada kepentingan rakyat.

Ada 3 (tiga) faktor penyebab sering munculnya masalah sengketa tanah,

diantaranya yaitu sistem administrasi pertanahan terutama dalam hal sertifikasi

tanah yang tidak beres, distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata dan

legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada bukti formal

(sertifikat) tanpa memperhatikan produktivitas tanah.

Berdasarkan Ketetapan MPR No. IX/2001 tentang Pembaharuan Agraria

dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah, dan Keppres No.34 Tahun 2003 tentang Kebijakan

Nasional di Bidang Pertanahan, pada dasarnya memberi kewenangan untuk

menjalankan reforma agraria yang besar kepada pemerintah daerah untuk

menuntaskan masalah-masalah agraria secara serius.

3.2 SARAN

Banyaknya permasalahan pertanahan yang melibatkan masyarakat

dengan masyarakat, masyarakat dengan perusahaan maupun masyarakat

dengan pemerintah yang kerap berujung pada dirugikannya salah satu pihak

dirasakan perlu dilakukan penyelesaian sengketa alternatif (PSA). Saat ini di

Indonesia belum ada langkah PSA, selama ini permasalahan sengketa

pertanahan selalu di selesaikan di pengadilan dimana biasanya dalam proses

pengadilan tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama, biaya cukup mahal

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 30

Page 31: masalah pertanahan di indonesia

dan tidak bisa langsung di eksekusi. Sehingga sebelum berkas perkara masuk

ke pengadilan perlu dibuat mekanisme PSA. Diantaranya membuat lembaga

mediasi dan membuat arbitrase pertanahan, dimana lembaga mediasi bertugas

mempertemukan pihak-pihak bersengketa, sedangkan arbitrase mempunyai

tugas untuk melakukan penyelesaian di luar pengadilan tetapi berkas berada di

pengadilan.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 31

Page 32: masalah pertanahan di indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1960, Undang Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria.

Anonim, 2011, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan

Kasus Pertanahan.

Harsono, Boedi. 2005. Hukum Agaria Indonesia; Sejarah Pembentukan Undang-

Undang Pokok Agraria,isi dan pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan.

Maria, Rita R. 2000. Sesat Pikir (Politik Hukum Agraria), Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Maria, SW Sumardjono. 2009. Mediasi Sengketa Tanah, Jakarta: Penerbit Buku

Kompas.

Sarjita., 2009, Paradigma Moral Penyelesaian Konflik dan Sengketa Pertanahan,

Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), Yogyakarta.

Sumarto, SH, M.Eng, 2012, Penanganan dan Penyelesaian Konflik Pertanahan

dengan Prinsip Win Win Solution Oleh Badan Pertanahan Nasional RI.

Disampaikan pada Diklat Penanganan Konflik Pertanahan Kementerian

Dalam Negeri di Hotel Jayakarta,Tanggal 19 September 2012.

Urip, Santoso. 2005. Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Jakarta: Prenada

Media.

Sumber Internet :

BPN Kabupaten Tasikmalaya, Luas Lingkup Penyebab timbulnya masalahtanah dan

http://kab-tasikmalaya.bpn.go.id/Propinsi/Jawa-Barat/Kabupaten-

Tasikmalaya/Artikel/Luas-Lingkup-Penyebab-Timbulnya-Masalah-Tanah-

Dan-.aspx. Diakses pada tanggal 4 Desember 2013.

Fauzie, 2012, Penenganan Sengketa Konflik Pertanahan di Indonesia.

http://fauzie6961.blog.esaunggul.ac.id/2012/05/23/penanganan-sengketa-

konflik-dan-perkara-pertanahan-di-indonesia/. Diakses pada tanggal 4

Desember 2013.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 32

Page 33: masalah pertanahan di indonesia

FIA S.AJI (KANWIL BPN GORONTALO), 2007, Penyelesaian Sengketa

Pertanahan, http://fiaji.blogspot.com/2007/09/penyelesaian-sengketa-

pertanahan-fia-s.html. Diakses pada tanggal 4 Desember 2013.

Hanifah Nurrahmi, 2012, Contoh Kasus Sengketa Tanah Meruya,

http://hanifahnurrahmi.blogspot.com/2012/04/contoh-kasus-sengketa-tanah-

meruya.html. Diakses pada tanggal 4 Desember 2013.

Masalah Pertanahan di Meruya Selatan 33