Top Banner
Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi Posted: 07 Jan 2012 06:08 AM PST Setelah sharing tentang artikelk3 pertambangan sekarang artikelk3 konstruksi. Industri konstruksi notabenya sangat sulit mengatur program k3 dikarenakan para pekerjanya yang terus berganti. Nah artikelk3.com mau bagi lagi artikel k3 hasil browsing dan dipastikan sangat bermanfaat buat sahabat artikelk3. Pendahuluan Perusahaan Jasa Konstruksi Menurut Porter (1980) perusahaan adalah sekumpulan kegiatan yang dilaksanakan untuk merancang, memasarkan, mengantarkan, dan mendukung produknya. Tujuan suatu perusahaan adalah mempertahankan kelangsungan hidup, melakukan pertumbuhan, serta meningkatkan profitabilitas. Tiga tujuan tersebut merupakan pedoman arah strategis semua organisasi bisnis. Perusahaan yang tidak mampu bertahan hidup tidak akan mampu memberi harapan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Perusahaan yang kompetitif diindikasikan dengan adanya sumber daya manusia yang mempunyai keterampilan dan kecakapan kerja yang baik dan inovatif, sehingga perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam persaingan bebas. Selain itu harus mempertimbangkan kualitas kerja, memiliki kecepatan, menghasilkan produk yang efisien serta memperhatikan kepuasan pelanggan. Industri konstruksi merupakan suatu jenis Industri yang dapat dijadikan indikasi pergerakan roda ekonomi bersama dengan industry-industri yang lain. Industri konstruksi mempunyai sifat-sifat antara lain : 1.Berorientasi pada tenaga kerja 2.Cenderung komplek, banyak pihak yang terlibat 3.Jangka waktu pendek 4.Setiap proyek adalah unik 5.Dibangun dilapangan dan banyak dipengaruhi lingkungan sekitar
26

Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

Dec 01, 2015

Download

Documents

Dedi Mulyadi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

Posted: 07 Jan 2012 06:08 AM PST

Setelah sharing tentang artikelk3 pertambangan sekarang artikelk3 konstruksi.

Industri konstruksi notabenya sangat sulit mengatur program k3 dikarenakan para

pekerjanya yang terus berganti. Nah artikelk3.com mau bagi lagi artikel k3 hasil

browsing dan dipastikan sangat bermanfaat buat sahabat artikelk3.

Pendahuluan

Perusahaan Jasa Konstruksi Menurut Porter (1980) perusahaan adalah sekumpulan

kegiatan yang dilaksanakan untuk merancang, memasarkan, mengantarkan, dan

mendukung produknya. Tujuan suatu perusahaan adalah mempertahankan

kelangsungan hidup, melakukan pertumbuhan, serta meningkatkan profitabilitas.

Tiga tujuan tersebut merupakan pedoman arah strategis semua organisasi bisnis.

Perusahaan yang tidak mampu bertahan hidup tidak akan mampu memberi harapan

kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Perusahaan yang kompetitif diindikasikan dengan adanya sumber daya manusia

yang mempunyai keterampilan dan kecakapan kerja yang baik dan inovatif,

sehingga perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam persaingan bebas. Selain itu

harus mempertimbangkan kualitas kerja, memiliki kecepatan, menghasilkan produk

yang efisien serta memperhatikan kepuasan pelanggan.

Industri konstruksi merupakan suatu jenis Industri yang dapat dijadikan indikasi

pergerakan roda ekonomi bersama dengan industry-industri yang lain. Industri

konstruksi mempunyai sifat-sifat antara lain :

1.Berorientasi pada tenaga kerja

2.Cenderung komplek, banyak pihak yang terlibat

3.Jangka waktu pendek

4.Setiap proyek adalah unik

5.Dibangun dilapangan dan banyak dipengaruhi lingkungan sekitar

6.Banyak dipengaruhi oleh lokasi dan budaya setempat

7.Sering terjadi permintaan perubahan

Selain itu industri konstruksi mempunyai karakteristik yang membedakannya

dengan industri lain, yaitu :

1.Orang – orang yang terlibat dalam proyek seringkali bekerja secara sementara

2.Tiap proyek adalah unik dan perubahan kondisi mengurangi hasil yang ingin

dicapai dari factor-faktor pendukung yang ada.

3.Keorganisasian bersifat sementara dan sebagai akibatnya tidak ada komitmen

Page 2: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

antara klien dan penyedia jasa untuk membangun ketrampilan tenaga kerja dan

proyek.

Industri konstruksi adalah industri yang mencakup semua pihak yang terkait

dengan proses konstruksi termasuk tenaga profesi, pelaksana konstruksi dan juga

para pemasok yang bersama-sama memenuhi kebutuhan pelaku dalam industri

(Hillebrandt 1985). Dibandingkan dengan industri lain, misalnya industri pabrikan

(manufacture), maka bidang konstruksi mempunyai karakteristik yang sangat

spesifik, bahkan unik. Karakteristik usaha jasa konstruksi terdiri dari :

1. Produk jual sebelum proses produksi dimulai

2. Produk bersifat ”custom-made”

3. Lokasi produk berpindah-pindah

4. Proses produk berlangsung dialam terbuka

5. Penjualan produk dilakukan dialam terbuka

6. Proses produk melibatkan berbagai jenis peralatan berbagai klasifikasi dan

kualifikasi tenaga kerja, serta berbagai tingkatan teknologi

7. Penawaran suatu pekerjaan konstruksi umumnya berdasarkan pengalaman

melaksanakan pekerjaan sejenis

Kata jasa konstruksi bermakna sangat luas, pada umumnya bidang-bidang jasa

konstruksi meliputi :

1. Bidang perencanaan (design)

2. Bidang pelaksanaan (construction)

3. Bidang pengawasan (supervision/construction management)

4. Bidang pengelolaan lahan (property management

5. Bidang pengembangan lahan (developer)

Identifikasi Bahaya

Pelaksanaan konstruksi mempunyai risiko untung atau rugi yang sangat divergen

yang semua baru dapat diketahui pada saat proyek selesai dilaksanakan secara

tuntas.

Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di

Indonesia proyek konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat tiga kali lipat

tingkat kematian dibandingkan dengan di negara-negara maju.

Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan konstruksi.

Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga

kerja di seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa

konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja,

Page 3: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan

pertambangan.

identifikasi risiko tersebut dapat dilihat berdasarkan fakta bahwa :

1.Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi yang mencapai sekitar 4.5 juta orang,

2.Sebanyak 53% di antaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat

Sekolah Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah

mendapatkan pendidikan formal apapun.

3.Sebagai besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas atau

borongan yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan.

Kenyataan ini tentunya mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya

dilakukan dengan metoda pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai Sistem

Manajemen K3 yang diterapkan pada perusahaan konstruksi

4.Sumber daya manusia yang bersifat sementara selama proyek berlangsung,

5.Proyek bersifat unik karena tidak ada proyek yang sama satu dengan yang lain,

6.Keorganisasian proyek bersifat sementara.

Sifat – sifat dalam proyek konstruksi ini berpotensi mengakibatkan terjadinya hal –

hal yang tidak diinginkan menjadi resiko. Resiko tersebut ada dalam semua aspek

yang membutuhkan perencanaan dan pengaturan , akan tetapi kompleksitas dan

tingkat risiko dalam tiap-tiap pekerjaan sangat variatif tergantung seberapa besar

pekerjaan dan bidang yang dijalankan. Resiko dan ketidak pastian ada dalam semua

aspek pekerjaan konstruksi tanpa melihat ukuran , kompleksitas, lokasi, sumber

daya , maupun kecepatan konstruksi suatu proyek . Hal yang terpenting bahwa

persepsi terhadap resiko adalah factor kunci dalam membuat keputusan dan harus

diperhitungkan dalam semua prosedur penilaian resiko yang harus dikelola.

Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi

Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko

kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penilaian dapat dilakukan dalam hal

penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah :

1.Karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik,

2.Lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca,

3.Waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang

tinggi,

4.Banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih.

5.Manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja

dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi.

Page 4: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi

Pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada

ketinggian dan pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja

yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan

kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada

pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya

kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut

kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan

penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya

telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi.

Jenis-jenis kecelakaan kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa tertimbun tanah,

tersengat aliran listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain. Bahaya

tertimbun adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah sampai

sebatas dada saja dapat berakibat kematian. Di samping itu, bahaya longsor dinding

galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba, terutama apabila hujan terjadi pada

malam sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi keesokan harinya. Data

kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia, namun sebagai

perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di Amerika

Serikat yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun akibat

tertimbun longsor dinding galian serta kecelakaan-kecelakaan lainnya dalam

pekerjaan galian.

Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup

signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian.

Di samping dapat mengakibatkan korban jiwa.

Pengelolaan risiko

Sumber daya manusia didalam organisasi harus dikelola dengan baik, Pengelolaan

sumber daya manusia dalam organisasi terdiri dari :

1.Pengadaan personil

2.Pengembangan personil melalui pelatihan dan pendidikan

3.Pemberian imbalan

4.Integrasi personil kedalam organisasi

5.Pemeliharaan terhadap personil yang ada

6.Pemberhentian personil

Langkah-langkah yang dapat di tempuh dalam menanggulangi kecelakaan kerja di

industri :

Page 5: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

1. Peraturan Perundang-undangan.

Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejaka awal tahun 1980an pemerintah

telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor

konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

Per-01/Men/1980. Adanya ketentuan dan syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja

yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi.

Penerapan semua ketentuan dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku semenjak tahap perencanaan.

Penyelenggaraan pengawasan pelaksanaan K3 langsung di tempat kerja.

2. Standarisasi.

Penyusunan standar tertentu yang bertalian dengan konstruksi dan keadaan yang

aman dari peralatan industri, Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau alat pelindung

diri. Dengan adanya standar K3 yang baik dan maju akan menentukan tingkat

kemajuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3. Inspeksi / Pengawasan.

Pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemeriksaan dan

pengujian terhadap keadaan tempat kerja, mesin, pesawat, alat dan instalasi, sejauh

mana masalah ini masih memenuhi ketentuan dan persyaratan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3).

4. R i s e t.

Riset dapat meliputi antara lain : teknis, medis, psychologis dan statistik, yang

dimaksudkan untuk menunjang tingkat kemajuan bidang Keselamatan dan

Kesehatan Kerja sesuai perkembangan ilmu pengetahuan teknik dan teknologi.

5. Pendidikan dan Latihan.

Dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran akan arti pentingnya Keselamatan

dan Kesehatan Kerja, disamping meningkatkan kualitas pengetahuan dan

ketrampilan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

6. P e r s u a s i.

Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara pribadi dengan tidak

menerapkan dan memaksakan melalui sangsi – sangsi.

7. A s u r a n s i.

Dapat diterapkan misalnya dengan cara premi yang lebih rendah terhadap

perusahaan yang memenuhi syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai

tingkat kekerapan (FR) dan Keparahan kecelakaan (SR) yang rendah di

perusahaannya. Penanganan masalah kecelakaan kerja juga didukung oleh adanya

UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan UU ini, jaminan

sosial tenaga kerja (jamsostek) adalah perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk

santunan uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang

dan pelayanan sebagai akibat dari suatu peristiwa atau keadaan yang dialami oleh

Page 6: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, tua dan meninggal

dunia.

Jamsostek kemudian diatur lebih lanjut melalui PP No. 14/1993 mengenai

penyelenggaraan jamsostek di Indonesia. Kemudian, PP ini diperjelas lagi dengan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER-05/MEN/1993, yang menunjuk PT.

ASTEK (sekarang menjadi PT. Jamsostek), sebagai sebuah badan (satu-satunya)

penyelenggara jamsostek secara nasional. Sebagai penyelenggara asuransi

jamsostek, PT. Jamsostek juga merupakan suatu badan yang mencatat kasus-kasus

kecelakaan kerja termasuk pada proyek-proyek konstruksi melalui pelaporan klaim

asusransi setiap kecelakaan kerja terjadi. Melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja

No. KEP-196/MEN/1999, berbagai aspek penyelenggaraan program jamsostek

diatur secara khusus untuk para tenaga kerja harian lepas, borongan, Tantangan

Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia dan

perjanjian kerja waktu tertentu, pada sektor jasa konstruksi. Karena pekerja sektor

jasa konstruksi sebagian besar berstatus harian lepas dan borongan, maka KepMen

ini sangat membantu nasib mereka. Para pengguna jasa wajib mengikutsertakan

pekerja-pekerja lepas ini dalam dua jenis program jamsostek yaitu jaminan

kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Apabila mereka bekerja lebih dari 3 bulan,

pekerja lepas ini berhak untuk ikut serta dalam dua program tambahan lainnya

yaitu program jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan.

PENUTUP

Dari uraian mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada

penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, dapat diambil kesimpulan bahwa bebagai

masalah dan tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf kualitas

hidup sebagian besar masyarakat. Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi

Indonesia, lebih dari 50% di antaranya hanya mengenyam pendidikan maksimal

sampai dengan tingkat Sekolah Dasar. Mereka adalah tenaga kerja lepas harian

yang tidak meniti karir ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar

adalah para tenaga kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa

konstruksi akibat dari keterbatasan pilihan hidup.

Permaslahan K3 pada jasa konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja

berkarakteristik demikian, tentunya tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang

umum dilakukan di negara maju. Langkah pertama perlu segera diambil adalah

keteladanan pihak Pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga

“the biggest owner.” Pihak pemilik proyek lah yang memiliki peran terbesar dalam

usaha perubahan paradigma K3 konstruksi. Dalam penyelenggaraan proyek-proyek

Page 7: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

konstruksi yang didanai oleh APBN/APBD/Pinjaman Luar Negeri, Pemerintah antara

lain dapat mensyaratkan penilaian sistem K3 sebagai salah satu aspek yang

memiliki bobot yang besar dalam proses evaluasi pemilihan penyedia jasa. Di

samping itu, hal yang terpenting adalah aspek sosialisasi dan pembinaan yang terus

menerus kepada seluruh komponen Masyarakat Jasa Konstruksi, karena tanpa

program-program yang bersifat partisipatif, keberhasilan penanganan masalah K3

konstruksi tidak mungkin tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Warta Ekonomi, ”K3 Masih Dianggap Remeh,” 2 Juni 2006

Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.

Kep. 174/MEN/1986-104/KPTS/1986: ”Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja

pada Tempat Kegiatan Konstruksi.”

Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 384/KPTS/M/2004

”Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan

Konstruksi Bendungan.”

Hinze, J., and Bren, K. (1997). “The Causes of Trenching Related Fatalities and

Injuries,” Proceedings of Construction Congress V: Managing Engineered

Construction in Expanding Global Markets, ASCE, pp 389-398.

Keppres RI No.22 Tahun 1993 ”Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan

Kerja.”

King, R.W. and Hudson, R. (1985). “Construction Hazard and Safety Handbook:

Safety.” Butterworths, England.

Occupational Safety and Health Administration (Revisi 2000). “Occupational Safety

and Health Standards for the Construction Industry” (29 CFR Part 1926) – U.S.

Department of Labor.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 “Tentang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.”

Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1993 “Tentang Penyelenggaraan Program

Jaminan Sosial Tenaga Kerja.”

Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja

No.Kep.

By. Afis pasita, Asrif yanto, Emmi fauzianti, Irna pebrindo & Jesisca sonya

http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/17/manajemen-risiko-dalam-keselamatan-

dan-kesehatan-kerja-pada-perusahaan-konstruksi/

Page 8: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pertambangan

Posted: 07 Jan 2012 05:50 AM PST

Setelah browsing2 tentang keselamatan dan kesehatan kerja K3 di industri

pertambangan. Saya menemukan artikel ini yang saya kira bagus untuk di share

untuk sahabat artikelk3.com.

Pendahuluan

Pertambangan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional.

Pertambangan memberikan peran yang sangat signifikan dalam perekonomian

nasional, baik dalam sektor fiscal, moneter, maupun sektor riil. Peran pertambangan

terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu sumber penerimaan negara;

berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik dalam bentuk dana bagi hasil

maupun program community development atau coorporate social responsibility;

memberikan nilai surplus dalam neraca perdagangan; meningkatkan investasi;

memberikan efek berantai yang positif terhadap ketenagakerjaan; menjadi salah

satu faktor dominan dalam menentukan Indeks Harga Saham Gabungan; dan

menjadi salah satu sumber energy dan bahan baku domestik.

Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi

dan memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran

operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit

akibat kerja maka diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

pada kegiatan pertambangan.

Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi

kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian

materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang

tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian

yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak

dapat digantikan oleh teknologi apapun.

Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan

terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan penerapan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja.Secara keilmuan K3, didefinisikan

sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan kumpulan peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan keselamatan dan

kesehatan kerja.

Page 9: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat

ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-

konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh organisasi dunia

seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional.

Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan

akan menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya

tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan dapat

meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Hal

ini pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat kerja/industri

maupun tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki budaya K3 untuk

diterapkan disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya

industrial.

Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari

risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu

melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3,

diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja

yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas

perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya

meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban

manusia..

Dengan demikian untuk mewujudkan K3 diperusahaan perlu dilaksanakan dengan

perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci keberhasilannya

terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai subyek maupun obyek

perlindungan dimaksud dengan memperhatikan banyaknya risiko yang diperoleh

perusahaan, mulai diterapkan manajemen risiko, sebagai inti dan cikal bakal SMK3.

Penerapan ini sudah mulai menerapkan pola preventif terhadap kecelakaan kerja

yang akan terjadi.

Manajemen risiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi juga

komitmen manajemen dan seluruh pihak yang terkait. Pada konsep ini, bahaya

sebagai sumber kecelakaan kerja harus harus teridentifikasi, kemudian diadakan

perhitungan dan prioritas terhadap risiko dari bahaya tersebut dan terakhir adalah

pengontrolan risiko.

Ditahap pengontrolan risiko, peran manajemen sangat penting karena pengontrolan

risiko membutuhkan ketersediaan semua sumber daya yang dimiliki oleh

Page 10: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

perusahaan, karena pihak manajemen yang sanggup memenuhi ketersediaan ini.

Semua konsep-konsep utama tersebut semakin menyadarkan akan pentingnya

kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis dan mendasar

agar dapat terintegrasi dengan manajemen perusahaan yang lain. Integrasi ini

diawali dengan kebijakan dari perusahaan untuk mengelola K3 menerapkan suatu

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

B. Rumusan Masalah

1. Apa Itu Manajemen Resiko Pertambangan.

2. Apa Faktor Resiko Yang Ada Di Perusahaan Pertambangan.

3. Bagaimana Teknik Cara/Metode Pengelolaan Resiko Pada Perusahaan

Pertambangan.

4. Apa Saja Manfaat Manajemen Resiko Pada Perusahaan Pertambangan

5. Bagaimana Teknik Pencegahan Ledakan

C. Tujuan Umum

Untuk mengetahui manajemen resiko pada perusahaan pertambangan terhadap

keselamatan dan kesehatan pekerja.

D. Tujuan Khusus

1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Manajemen Resiko Pertambangan.

2. Untuk Mengetahui Faktor Resiko Yang Ada Di Perusahaan Pertambangan.

3. Untuk Mengetahui Cara/Metode Pengelolaan Resiko Pada Perusahaan

Pertambangan.

4. Untuk Mengetahui Manfaat Manajemen Resiko Pada Perusahaan Pertambangan.

5. Untuk Mengetahui Teknik Pencegahan Ledakan

Pengertian Manajemen Resiko Pertambangan.

Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan

oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi,mengevaluasi,dan

menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti

kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang

ekstrem,dll.Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan

secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman

bahaya di tempat kerja.

Faktor Resiko Yang Ada Di Perusahaan Pertambangan

Page 11: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan adalah

sebagai berikut :

a. Ledakan

Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan

nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam.

Ledakan merambat pada lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat

menimbulkan kerusakan yang fatal.

b. Longsor

Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang terjadi

di dalam tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa

juga disebabkan oleh tidak adanya pengaturan pembuatan terowongan untuk

tambang.

c. Kebakaran

Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah

mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti

gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga gas

itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian membentuk awan gas dalam

kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan

terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.

Cara / Metode Pengelolaan Resiko Pada Perusahaan Pertambangan

Pengelolaan Risiko menempati peran penting dalam organisasi kami karena fungsi

ini mendorong budaya risiko yang disiplin dan menciptakan transparansi dengan

menyediakan dasar manajemen yang baik untuk menetapkan profil risiko yang

sesuai. Manajemen Risiko bersifat instrumental dalam memastikan pendekatan yang

bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan risiko yang dengan demikian akan

menyeimbangkan risiko dan hasil serta mengoptimalkan alokasi modal di seluruh

korporat. Selain itu, melalui budaya manajemen risiko proaktif dan penggunaan

sarana kuantitatif dan kualitatif yang modern, kami berupaya meminimalkan potensi

terhadap kemungkinan risiko yang tidak diharapkan dalam operasional.

Pengelolaan K3 pertambangan dilakukan secara menyeluruh baik oleh pemerintah

maupun oleh perusahaan. Pengelolaan tersebut didasarkan pada peraturan sebagai

berikut:

1. UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

2. UU No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

Page 12: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

3. UU No. 27 tahun 2003 tentang Panas bumi

4. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

5. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

6. PP No. 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi

7. PP No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

Pemerintah, Pemprov dan Pemkab/Kota

8. PP No.19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan K3 di Bidang

Pertambangan

9. Permen No.06.P Tahun 1991 tentang Pemeriksaan Keselamatan Kerja atas

Instalasi, Peralatan dan Teknik Migas dan Panas Bumi

10. Permen No.02 P. Tahun 1990 tentang Keselamatan Kerja Panas Bumi

11. Kepmen No.555.K Tahun 1995 tentang K3 Pertambangan Umum

12. Kepmen.No.2555.K Tahun 1993 tentang PIT Pertambangan Umum.

Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada

di tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam

kegiatan pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri.Pendekatan ini

ditandai dengan empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen risiko adalah

sebagai berikut :

1. Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi

menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut ‘kejadian yang tidak

diinginkan’).

2. Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul dari

peristiwa yang tidak diinginkan.

3. Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk mengurangi

atau mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.

4. Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol dan

memastikan mereka efektif.

Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi bahaya

untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti sebagai

bahan untuk dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai dengan membuat

Standart Operational Procedure (SOP). Kemudian sebagai langkah analisa

dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya yang

perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai seberapa besar tingkat

resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau pengendalian resiko.

Kegiatan pengendalian resiko ini ditandai dengan menyediakan alat deteksi,

penyediaan APD, pemasangan rambu-rambu dan penunjukan personel yang

bertanggung jawab sebagai pengawas. Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk

Page 13: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

tindakan pengawasan adalah dengan melakukan monitoring dan peninjauan ulang

bahaya atau resiko.

Manfaat Manajemen Resiko Pada Perusahaan Pertambangan

Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah

sebagai berikut :

1. Menimalkan kerugian yang lebih besar

2. Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan

3. Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan

Teknik Pencegahan Ledakan

Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah, terutama

dalam bentuk ledakan gas perlu dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan

pencegahan ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak yang terkait dengan

pekerjaan pada tambang bawah tanah tersebut.

Beberapa hal yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan adalah :

• Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:

o Gas-gas yang mudah terbakar/meledak

o Karakteristik gas

o Sumber pemicu kebakaran/ledakan

• Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:

o Pengukuran konsentrasi gas

o Pengontrolan sistem ventilasi tambang

o Pengaliran gas (gas drainage)

o Penggunaan alat ukur gas

o Penyiraman air (sprinkling water)

o Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan

• Teknik pencegahan ledakan tambang

o Penyiraman air (water sprinkling)

o Penaburan debu batu (rock dusting)

o Pemakaian alat-alat pencegahan standar.

• Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara lain:

o Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan

o Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan

o Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan

• Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:

Page 14: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

o Pemisahan rute (jalur) ventilasi

o Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.

Sesungguhnya kebakaran tambang dan ledakan gas tidak akan terjadi jika sistem

ventilasi tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.

Penutup

Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan

oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi,mengevaluasi,dan

menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti

kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang

ekstrem,dll.Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan

secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman

bahaya di tempat kerja.

Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi

kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian

materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang

tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian

yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak

dapat digantikan oleh teknologi apapun.

Manajemen risiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi juga

komitmen manajemen dan seluruh pihak yang terkait. Pada konsep ini, bahaya

sebagai sumber kecelakaan kerja harus harus teridentifikasi, kemudian diadakan

perhitungan dan prioritas terhadap risiko dari bahaya tersebut dan terakhir adalah

pengontrolan risiko. Ditahap pengontrolan risiko, peran manajemen sangat penting

karena pengontrolan risiko membutuhkan ketersediaan semua sumber daya yang

dimiliki oleh perusahaan, karena pihak manajemen yang sanggup memenuhi

ketersediaan ini. Semua konsep-konsep utama tersebut semakin menyadarkan akan

pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis

dan mendasar agar dapat terintegrasi dengan manajemen perusahaan yang lain.

Integrasi ini diawali dengan kebijakan dari perusahaan untuk mengelola K3

menerapkan suatu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

Referensi

-Balai Diklat Tambang Bawah Tanah@ Copyright BDTBT 2004 Pusdiklat Teknologi

Mineral & Batubara

-Budiono S. Manajemen Risiko dalam Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Bunga

Page 15: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

Rampai Hiperkes dan Keselamatan. Semarang, 2005.

-Mansur M. Manajemen Risiko Kesehatan di Tempat Kerja. Maj Kedokt Indon,

Volum: 57, Nomor: 9,September2007

-Organisasi Perburuhan Internasional. “Hidup Saya, Pekerjaan Saya, Pekerjaan yang

Aman” Jakarta, Kantor Perburuhan Internasional, 2008

-World Health Organization. Deteksi dini penyakit akibat kerja. Wijaya C (Ed.)

Suyono J (Alih bahasa). Jakarta: EGC; 1993.

waridnurdiansyah.blogspot.com

-http://occmed.oxfordjournals.org

by : Andika Putra Utami; Yunike Rahmi; Dewi Permata Sari; Bismatullah; Ismadi

http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/21/manajemen-risiko-k3-di-perusahaan-

pertambangan/

K3 Laboratorium Kesehatan

Posted: 06 Jan 2012 10:57 PM PST

Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan Oleh Pusat Kesehatan

Kerja

I. PENDAHULUAN

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020

mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang

ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara

yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia.

Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat

pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran

masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan

dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan

merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya

untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran

lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan

produktivitas kerja.

Page 16: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi

pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara

menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada

masyarakat luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas

kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik.

Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara

maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan

prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran

pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak

pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat

pengaman walaupun sudah tersedia.

Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah

mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya

kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,

masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Diantara sarana kesehatan, Laboratorium Kesehatan merupakan suatu institusi

dengan jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan

laboratorium kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi

dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan laboratorium menentukan

kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya

kemajuan teknologi laboratorium, maka risiko yang dihadapi petugas laboratorium

semakin meningkat.

Petugas laboratorium merupakan orang pertama yang terpajan terhadap bahan

kimia yang merupakan bahan toksisk korosif, mudah meledak dan terbakar serta

bahan biologi. Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan alat-alat yang mudah

pecah, berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang

mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan

hewan percobaan.

Oleh karena itu penerapan budaya ?aman dan sehat dalam bekerja? hendaknya

dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor Kesehatan termasuk Laboratorium

Kesehatan.

II. FASILITAS LABORATORIUM

Page 17: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

Laboratorium Kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan

pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari

manusia atau bahan yang bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis

penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang dapat

berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat.

Disain laboratorium harus mempunyai sistem ventilasi yang memadai dengan

sirkulasi udara yang adekuat.

Disain laboratorium harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap

bahan kimia yang berbahaya yang dipakai.

Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat

pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.

Untuk menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar dan melindungi

tempat yang aman dari bahaya kebakaran dapat disediakan bendung-

bendung talam.

Dua buah jalan keluar harus disediakan untuk keluar dari kebakaran dan

terpisah sejauh mungkin.

Tempat penyimpanan di disain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko oleh

bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar.

Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K).

III. MASALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan

resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja

dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila

ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja

yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak

serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun

kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.

1. Kapasitas Kerja

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum

memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30?40%

masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%

kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak

memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal.

Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian

besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai

Page 18: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering

mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.

2. Beban Kerja

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi

8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada

laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja

yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat

terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut

memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja

yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja

tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat

menimbulkan stres.

3. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan

kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit

Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work

Related Diseases).

IV. IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

LABORATORIUM KESEHATAN DAN PENCEGAHANNYA

A. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.

Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang

paling ringan sampai kepada yang paling berat.

Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :

1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien

2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.

Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :

1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari :

o Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain

o Lingkungan kerja

Page 19: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

o Proses kerja

o Sifat pekerjaan

o Cara kerja

2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia,

yang dapat terjadi antara lain karena :

o Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana

o Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)

o Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.

o Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik.

Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :

1. Terpeleset , biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah

bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium.

Akibat :

Ringan

o memar

Berat

o fraktura, dislokasi, memar otak, dll.

Pencegahan :

Pakai sepatu anti slip

Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar

Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau

tidak rata konstruksinya.

Pemeliharaan lantai dan tangga

2. Mengangkat beban Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat,

terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.

Akibat : cedera pada punggung.

Pencegahan :

Beban jangan terlalu berat

Jangan berdiri terlalu jauh dari beban

Page 20: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah

tungkai bawah sambil berjongkok

Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.

3. Mengambil sample darah/cairan tubuh lainnya Hal ini merupakan pekerjaan

sehari-hari di laboratorium

Akibat :

Tertusuk jarum suntik

Tertular virus AIDS, Hepatitis B.

Pencegahan :

Gunakan alat suntik sekali pakai

Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi

langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan

destruction clip).

Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup

4. Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang

mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3

unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.

Akibat :

Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat

bahkan kematian.

Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.

Pencegahan :

Konstruksi bangunan yang tahan api

Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar

Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran

Sistem tanda kebakaran

o Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya

dengan segera

o Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara

otomatis

Jalan untuk menyelamatkan diri

Page 21: Manajemen Risiko K3 Perusahaan Konstruksi

Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran.

Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman.

B. Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di laboratorium

kesehatan

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau

asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen

penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di

tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai

penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika

dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya

akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).

Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK)

sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat

Hubungan Kerja adalah ?penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan

kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja.

Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta

menyebabkan kekambuh