Top Banner
TUGAS MATA KULIAH SISTEM PENUNJANG PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN RISIKO PADA PAKET PENINGKATAN JALAN DEMAK-TRENGGULI (KBK) Oleh Andhika Ajengtyas Setorini NIM. 21010113420055 Carlina Nurul Fithria Raymond B. Munthe NIM. 21010113420048 NIM. 21010113420049
32

Manaj risiko kbk

Jul 30, 2015

Download

Education

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Manaj risiko kbk

TUGAS MATA KULIAH

SISTEM PENUNJANG PENGAMBILAN KEPUTUSAN

MANAJEMEN RISIKO PADA PAKETPENINGKATAN JALAN DEMAK-TRENGGULI (KBK)

Oleh

Andhika Ajengtyas Setorini NIM. 21010113420055Carlina Nurul FithriaRaymond B. Munthe

NIM. 21010113420048NIM. 21010113420049

PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

Page 2: Manaj risiko kbk

DESEMBER 2014

Page 3: Manaj risiko kbk

1. Latar Belakang

Sangat banyak literatur dan dokumen yang menyebutkan tentang keuntungan yang

diperoleh suatu organisasi dengan menerapkan manajemen risiko. Beberapa keuntungan

yang bisa diperoleh organisasi penyelenggara jalan dengan menerapkan manajemen risiko

yang baik antara lain mencakup perlindungan terhadap kesehatan publik, perlindungan

terhadap aset publik, pencapaian tujuan publik, kesesuaian dengan peraturan, peningkatan

kepercayaan publik, identifikasi peluang, dan perbaikan proses pengambilan keputusan

(FHWA, 2012a). Sebagaimana infrastruktur lain pada umumnya, penyelenggaraan jalan

memberikan manfaat langsung kepada masyarakat pada umumnya, dan pengguna jalan

pada khususnya, sehingga keuntungan yang dialami organisasi terkait dengan keuntungan

yang diterima masyarakat.

Menurut FHWA (2012a), manajemen risiko jika diterapkan pada manajemen aset

dan manajemen kinerja organisasi akan membantu organisasi mencapai tujuan

strategisnya. Hubungan komplementer manajemen risiko dengan manajemen aset dan

manajemen kinerja organisasi menurut FHWA digambarkan sebagaimana pada Gambar 1

berikut.

Gambar 1

Hubungan Manajemen Risiko dengan Manajemen Aset dan Kinerja

Manajemen kinerja sendiri dapat didefinisikan sebagai proses menjalankan prioritas

kebijakan strategis yang sedang berlangsung untuk pengembangan modal dan akitivitas

1

Page 4: Manaj risiko kbk

operasional. Dalam organisasi penyelenggara jalan, salah satu aktivitas operasional yang

dilaksanakan dalam manajemen kinerja adalah pelaksanaan kegiatan atau proyek.

Di Indonesia, organisasi penyelenggara jalan untuk jalan nasional adalah Direktorat

Jenderal Bina Marga (Ditjen Bina Marga) di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat (Kementerian PU-Pera). Dalam penerapan manajemen kinerja, Ditjen

Bina Marga melakukan manajemen risiko sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan

Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

Pasal 3 PP 60/2008 menyebutkan bahwa salah satu dari 5 (lima) unsur SPIP adalah unsur

penilaian risiko. Pasal 13 PP tersebut mewajibkan bahwa pimpinan instansi Pemerintah

wajib melakukan penilaian risiko, dimana penilaian risiko mencakup (1) identifikasi risiko

dan (2) analisis risiko. Dalam pasal 16 disebutkan bahwa identifikasi risiko sekurang-

kurangnya dilaksanakan dengan (a) menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan

instansi pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif; (b)

menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan

faktor internal; (c) dan menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko. Sedangkan

dalam pasal 17 disebutkan bahwa analisis risiko dilaksanakan untuk menentukan dampak

dari risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan instansi pemerintah. Dalam

menentukan tingkat risiko yang dapat diterima, pimpinan instansi diminta untuk

menerapkan prinsip kehati-hatian. Selain analisis risiko, unsur SPIP yang lain menurut PP

60/2008 adalah kegiatan pengendalian. Dalam PP tersebut disebutkan bahwa kegiatan

pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dapat membantu memastikan

dilaksanakannya arahan pimpinan instansi untuk mengurangi risiko yang telah

diidentifikasi selama proses penilaian risiko. Sehingga dapat dikatakan aspek pengelolaan

risiko sudah terintegrasi dalam pengaturan kegiatan pengendalian.

Hingga saat ini, implementasi manajemen risiko masih belum berjalan optimal. Hal

ini diindikasikan dengan kurangnya panduan di tingkat kegiatan terkait dengan manajemen

risiko. Panduan mengenai manajemen risiko di tingkat kegiatan konteksnya berupa bahaya,

yang diatur dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 9 Tahun 2008 tentang

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Bidang Pekerjaan Umum.

Bahaya terkait keselamatan dan kesehatan kerja memang menjadi salah satu risiko

kegiatan, namun bukan satu-satunya risiko yang dihadapi oleh Pejabat Pembuat Komitmen

(PPK) dalam menjalankan kegiatannya. Sehingga perlu dilakukan manajemen risiko yang

lebih luas agar kegiatan dapat mencapai tujuannya.

2

Page 5: Manaj risiko kbk

Dalam mencapai tujuan organisasi, kegiatan jalan yang dikerjakan Ditjen Bina

Marga menurut jenis penanganannya dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (1) pembangunan

jalan baru, (2) peningkatan jalan, dan (3) pemeliharaan jalan. Sebagian besar kegiatan-

kegiatan tersebut dikontrakkan kepada penyedia jasa atau kontraktor, dan umumnya hanya

pekerjaan pemeliharaan jalan yang berupa pemeliharaan rutin yang dikerjakan secara

swakelola (in-house). Metode kontrak yang umum digunakan dalam pelaksanaan kegiatan

di Ditjen Bina Marga adalah kontrak design-bid-build (DBB) atau biasa disebut dengan

kontrak tradisional, dengan harga satuan (unit-price). Namun sejak tahun 2011, Ditjen

Bina Marga mencoba menerapkan metode kontrak inovatif berupa Kontrak Berbasis

Kinerja (KBK) atau Performance-Based Contract (PBC) dengan salah satu pilot project

adalah kegiatan Peningkatan Jalan Demak-Trengguli di Kabupaten Demak. Kegiatan

Peningkatan Jalan Demak-Trengguli ini mencakup kegiatan peningkatan yang diikuti

dengan kegiatan layanan pemeliharaan. Kontrak KBK ini adalah design and build (DB),

dimana kontraktor diserahkan kewajiban untuk melakukan desain dan melaksanakan

proses konstruksi berdasarkan hasil desainnya sendiri. Pada kontrak ini, kontraktor tidak

dibayar dengan berdasarkan volume pekerjaan yang dikerjakan, namun berdasarkan kinerja

jalan yang dihasilkan dengan harga fixed-price.

Pada dasarnya setiap kegiatan memiliki risiko yang unik, bahkan untuk kegiatan-

kegiatan yang serupa. Dengan metode kontrak yang berbeda dari yang biasa digunakan,

PPK kegiatan Peningkatan Jalan Demak-Trengguli menghadapi risiko yang akan berbeda

secara signifikan daripada kegiatan umumnya. Sehingga, penerapan manajemen risiko

pada kegiatan ini tentunya juga berbeda dengan penerapan manajemen risiko kegiatan pada

umumnya.

2. Maksud dan Tujuan Penulisan

Maksud dari penulisan ini adalah untuk melakukan perencanaan manajemen risiko

pada paket Peningkatan Jalan Demak-Trengguli. Sedangkan tujuan dari penulisan ini

adalah untuk (1) mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi PPK kegiatan atau proyek

Peningkatan Jalan Demak-Trengguli, (2) melakukan analisis risiko, (3) menentukan respon

risiko, dan (4) menentukan langkah pemantauan risiko.

3

Page 6: Manaj risiko kbk

3. Kajian Pustaka

Risiko dapat diartikan sebagai kombinasi dari probabilitas dari terjadinya suatu

kejadian yang belum pasti dan konsekuensinya. Konsekuensi yang bersifat positif biasa

disebut dengan peluang, sedangkan yang bersifat negatif disebut dengan ancaman

(WSDOT, 2013). Sedangkan Internatiol Standard Organization (ISO) 31000

mendefinisikan risiko sebagai dampak dari ketidakpastian terhadap tujuan. Dalam

pengertian yang lebih luas, risiko adalah segala sesuatu yang menjadi hambatan dalam

mencapai tujuan dan sasaran. Sedangkan manajemen risiko dapat diartikan sebagai proses

analisis dan akitivitas manajemen yang fokus pada identifikasi dan tindak lanjut terhadap

ketidakpastian yang melekat pada pengelolaan suatu organisasi dan asetnya (FHWA,

2012b).

Dalam suatu organisasi dengan pengelolaan risiko yang baik, umumnya risiko

dikelola di beberapa tingkatan atau level organisasi. Manajemen risiko seperti ini biasa

disebut dengan Enterprise Risk Management (ERM). Secara garis besar, risiko pada ERM

dikelola di 3 (tiga) tahap, yaitu : (1) di tingkat institusi yang dikelola oleh eksekutif, (2) di

tingkat program yang dikelola oleh manajer program, dan (3) di tingkat proyek yang

dikelola oleh manajer proyek. Jenis risiko di tingkat institusi adalah risiko yang

mempengaruhi pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan strategi penanganan risikonya

adalah dengan mengelola risiko dalam cara yang lebih mengoptimalkan kesuksesan suatu

organisasi disbanding kesuksesan suatu unit atau proyek. Di tingkat program, jenis

risikonya adalah risiko terkait kelompok atau cluster dari proyek, program, atau unit kerja.

Strategi penanganan risiko di tingkat program adalah dengan pengelolaan dana untuk

menghadapi ketidakpastian dan pengalokasian sumber daya untuk mengoptimalkan

outcome dari kelompok proyek, program, dan unit kerja. Sedangkan di tingkat proyek,

risikonya spesifik untuk proyek saja. Strategi penanganan risiko pada tingkat ini adalah

menggunakan teknik analisis, perencanaan ketidakpastian, dan rencana mitigasi risiko

yang detail, dengan perspektif di tingkat proyek saja (FHWA, 2012b).

Beberapa literatur memberikan jumlah proses yang berbeda dalam cakupan

manajemen risiko. Caltrans (2012) dan WSDOT (2013) menyebutkan manajemen risiko

mencakup 6 proses yang terdiri dari perencanaan manajemen risiko, identifikasi risiko,

analisis risiko kualitatif, analisis risiko kuantitatif, respon risiko, dan pemantauan risiko.

Sedangkan menurut COSO, dalam ERM proses manajemen risiko terdiri dari 7 proses

yaitu penetapan konteks risiko, identifikasi risiko, analisis risiko, integrasi risiko, penilaian

4

Page 7: Manaj risiko kbk

risiko, penanganan risiko, dan pemantauan (Hallowell dkk, 2013). Dari beberapa literatur,

dapat dikatakan bahwa secara garis besar manajemen risiko mencakup 4 (empat) kegiatan

utama, yaitu (1) identifikasi risiko, (2) analisis risiko, (3) respon risiko, dan (4)

pemantauan risiko.

Informasi yang dibutuhkan untuk identifikasi risiko dapat diperoleh dari beberapa

sumber seperti brainstorming dan dari referensi terkait proyek sejenis (WSDOT, 2013).

Menurut Caltrans, selain brainstorming, identifikasi juga bisa dilakukan berdasarkan

informasi dari pengalaman personil ataupun pengalaman pemangku kepentingan lain,

konsultasi pada pihak lain yang memiliki pengetahuan mengenai proyek, ataupun asumsi

(Caltrans, 2012).

Setelah risiko-risiko diidentifikasi, maka dapat dilakukan analisis, baik kualitatif

ataupun kuantitatif. Dalam menganalisis risiko, analisis dilakukan terhadap 2 (dua)

komponen risiko, yaitu kemungkinan terjadinya risiko (probabilitas) dan dampak

terjadinya risiko. Analisis dapat berupa kualitatif ataupun kuantitatif. Analisis kualititatif

umum dilakukan, dimana probabilitas dan dampak digambarkan dalam ukuran kualitas.

Sedangkan analisis kuantitatif adalah analisis yang mengestimasi secara numerik

kemungkinan suatu proyek memenuhi tujuan proyek dari segi biaya dan waktu. Pada

analisis kuantitatif alat bantu yang umum digunakan adalah dengan Monte Carlo,

Primavera, ataupun Crystal Ball (Caltrans, 2012). Namun tidak semua ukuran dampak

dapat digambarkan dalam angka sebagaimana yang dilakukan dalam analisis kuantitatif,

dan dalam hal ini analisis kualitatif lebih tepat untuk digunakan (WSOT, 2013). Hasil dari

analisis risiko adalah tingkat risiko yang akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan

respon risiko. Dalam proses menentukan tingkat risiko, beberapa referensi

merekomendasikan untuk mengalikan probabilitas dan dampak risiko sebagai tingkat

risiko yang dipertimbangkan. Namun pendapat William (1996) yang dikutip pada

penelitian Andi (2006) berpendapat probabilitas risiko dan dampak adalah 2 dimensi yang

berbeda, sehingga harus dipertimbangkan secara terpisah.

Respon terhadap tingkat risiko menurut Hooper dkk (2009) ada 4 (empat) respon

yang bisa diberikan, yaitu (1) tolerate, yaitu menolerir atau menerima terjadinya risiko; (2)

treat, yaitu melakukan penanganan terhadap risiko atau mitigasi risiko; (3) transfer, yaitu

pemindahan risiko ke pihak lain; dan (4) terminate, yaitu menghentikan aktivitas yang

menimbulkan risiko (Hooper dkk, 2009). Namun menurut FHWA, respon risiko berupa

transfer dan terminate bukanlah respon risiko yang dapat selalu dilakukan oleh organisasi,

5

Page 8: Manaj risiko kbk

khususnya organisasi pemerintah (FHWA, 2012c). Keempat respon risiko yang diberikan

tersebut dipilih berdasarkan tingkat risikonya. Tolerate umum dipilih jika risiko yang

timbul dapat diterima yang umumnya ada pada tingkat risiko rendah. Sedangkan treat dan

transfer dilakukan jika tingkat risiko tidak dapat diterima dan umumnya mencakup risiko

pada tingkatan sedang atau tinggi. Pada tingkat risiko yang sangat tinggi yang umumnya

berarti sangat berbahaya bagi keberlangsungan proyek ataupun organisasi, maka terminate

dipilih sebagai respon risiko. WSDOT membedakan respon treat dan transfer berdasarkan

2 komponen risikonya. Jika probabilitas tinggi namun dampaknya rendah, maka opsi

transfer yang dipilih, dan pada kondisi sebaliknya maka opsi treat yang dipilih (WSDOT,

2013).

Langkah selanjutnya setelah respon risiko ditentukan dan diimplementasikan, maka

dilakukan pemantauan oleh manajer proyek dan timnya. Pemantauan dilakukan untuk

memastikan bahwa respon risiko dijalankan dan berjalan efektif. Selain itu pemantauan

juga dilakukan untuk mendeteksi jika ada risiko baru yang timbul. Pemantauan risiko

proyek dilakukan di sepanjang siklus proyek (Caltrans, 2012).

Di beberapa negara seperti Inggris, Australia, dan Selandia Baru, penerapan

manajemen risiko pada organisasi penyelenggara jalan sudah cukup mapan, baik di tingkat

proyek maupun organisasi. Di Amerika Serikat, penerapan manajemen risiko di tingkat

proyek sudah cukup mapan dan saat ini Departemen Transportasi di tiap negara bagian

sedang menuju penerapan manajemen risiko di tingkatan yang lebih tinggi. Di Ditjen Bina

Marga, penerapan manajemen risiko walaupun sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah

namun kenyataannya belum berjalan optimal terutama pada tahap pemantauan proyek.

Secara umum, Ditjen Bina Marga sudah memahami pentingnya manajemen risiko,

dan pelaksanaan kontrak berbasis kinerja (KBK) sebagaimana yang diterapkan pada

proyek Peningkatan Jalan Demak-Trengguli, adalah salah satu opsi yang dipilih Ditjen

Bina Marga sebagai salah satu cara untuk mengurangi risiko pasca konstruksi yang tidak

tertangkap dalam proses inspeksi dan serah terima pekerjaan (Rahadian, 2008). Selain itu

risiko juga mengurangi risiko pertambahan biaya proyek karena sifat harga kontrak yang

fixed-price. Menurut Hardy (2001), KBK memang memiliki keuntungan potensial dari segi

manajemen risiko, dimana pada risiko-risiko yang umumnya dikelola oleh pemilik proyek

ditransfer secara signifikan ke pihak kontraktor. Namun menurut Hardy keuntungan itu

baru bersifat potensial, karena pemindahan risiko ke kontraktor baru dapat dikatakan

sebagai suatu keuntungan jika kontraktor lebih mampu mengelola risiko tersebut

6

Page 9: Manaj risiko kbk

dibandingkan pemilik proyek. Di sisi lain, pemilik proyek juga menanggung risiko baru

yang ditimbulkan oleh pengukuran kinerja yang tidak mencakup atau melihat kekurangan

hasil pekerjaan, berkurangnya tingkat kompetisi, kenaikan biaya penawaran, hingga

mengurangi kemampuan teknis dari personil pemilik proyek (Hardy, 2001). Selain itu

pelaksanaan KBK dengan metode design and build juga memindahkan 2 risiko utama,

yaitu risiko kesalahan desain dan risiko perselisihan perencana dan pemilik proyek dengan

kontraktor yang bersumber pada desain (Tran dan Molenaar, 2014).

Penulis belum banyak menemukan penelitian dan referensi terkait penerapan

manajemen risiko pada proyek di Indonesia, khususnya untuk metode kontrak design and

build ataupun KBK yang masih relatif baru di Indonesia. Salah satu referensi terkait

penerapan manajemen risiko di Indonesia menunjukkan bahwa menurut pemilik proyek

pada kontrak tradisional, risiko terbesar yang dihadapi pemilik proyek dilihat dari dampak

risikonya adalah inflasi, diikuti kegagalan finansial pemilik proyek, kompetensi kontraktor,

kualitas pekerjaan yang buruk, dan kegagalan finansial kontraktor. Sedangkan jika dilihat

dari frekuensi atau probabilitas risiko, risiko terbesar yang dihadapi pemilik proyek adalah

perubahan pekerjaan, kualitas pekerjaan yang buruk, dan kompetensi kontraktor (Andi,

2006).

4. Data dan Analisa

a. Data Kegiatan Proyek

Kegiatan Peningkatan Jalan Demak-Trengguli adalah salah satu dari 2 (dua) pilot

project kontrak berbasis kinerja yang diterapkan Ditjen Bina Marga pada tahun 2011.

Lokasi proyek berada di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, tepatnya di Jalan Batas Kota

Demak-Trengguli Km. 29+120 s/d Km. 36+800 (sepanjang 7,68 km). PPK yang

menangani adalah PPK Semarang-Demak-Trengguli, di bawah Satker Pelaksanaan Jalan

Nasional Metropolitan Semarang, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V Surabaya.

Kontraktor yang melaksanakan proyek ini adalah PT Adhi Karya (Persero) Tbk.

bekerjasama dengan PT Perentjana Djaja.

Nilai kontrak proyek ini bernilai Rp 59.400.886.000,- dimana nilai pekerjaan

perencanaan teknis dan konstruksi senilai Rp 47.412.016.000,- dan nilai pekerjaan layanan

pemeliharaan adalah RP 11.988.870.000,-. Masa pelaksanaan kontrak sejak desain hingga

masa layanan pemeliharaan berakhir dalah 1000 hari kalender. Setelah masa layanan

7

Page 10: Manaj risiko kbk

pemeliharaan, masih terdapat masa garansi sepanjang 365 hari kalender. Rincian masa

proyek adalah sebagaimana berikut:

- Masa desain dan konstruksi selama 450 hari

Pada masa ini, kontraktor berkewajiban melakukan pekerjaan desain dan melaksanakan

konstruksi sesuai hasil desain. Pada masa ini kontraktor sudah mulai diwajibkan

menjaga kinerja jalan supaya berada dalam kondisi yang disyaratkan dalam kontrak.

- Masa layanan pemeliharaan selama 550 hari

Pada masa ini, kontraktor melaksanakan pekerjaan pemeliharaan dan harus memenuhi

indikator kinerja yang disyaratkan dalam kontrak. Jika kontraktor tidak mampu

memenuhi kinerja yang disyaratkan, maka akan dilakukan pemotongan pembayaran.

- Masa garansi atau masa pemeliharaan selama 365 hari

Masa ini seperti masa pemeliharaan pada kontrak tradisional, dimana ada garansi

terhadap defect dari hasil konstruksi.

Lingkup layanan pemeliharaan jalan dan pekerjaan konstruksi dalam

mempertahankan kinerja mencakup (1) struktur perkerasan badan jalan, (2) struktur

perkerasan bahu jalan, (3) struktur drainase termasuk salulran melintang jalan dan

pembuang, (4) perlengkapan jalan, (5) stuktur bangunan pelengkap, (6) pengendalian

tanaman, (7) lereng dan tebing badan jalan, (8) pengelolaan lalu lintas, (9) pengelolaan

pengukuran berat kendaraan berjalan dengan WIM (weigh in motion), dan (10) pengkinian

basis data kondisi dan riwayat jalan.

b. Analisa

Dalam melakukan perencanaan manajemen risiko, langkah pertama yang dilakukan

tim penulis adalah melakukan identifikasi risiko dengan melakukan brainstorming

berdasarkan pengalaman tim penulis dan tinjauan literatur terkait risiko proyek, khususnya

proyek konstruksi jalan. Risiko yang diidentifikasi tim penulis terdiri dari 7 aspek risiko

dengan total 26 risiko, yang mencakup :

1) Aspek legal yang terdiri dari risiko (1) payung hukum yang belum jelas, (2)

ketidakpastian politik dan perubahan regulasi, (3) konflik terkait legalitas yang belum

dapat diselesaikan.

2) Aspek perencanaan yang terdiri dari risiko (4) kesalahan estimasi lingkup pekerjaan

dan (5) kesalahan estimasi harga.

8

Page 11: Manaj risiko kbk

3) Aspek finansial yang terdiri dari risiko (6) inflasi yang terlalu tinggi, (7) paket yang

tidak masuk dalam prioritas penanganan, (8) anggaran yang tidak tersedia, atau tersedia

namun kurang, (9) keterlambatan pembayaran, dan (10) kegagalan finansial kontraktor.

4) Aspek pengadaan yang terdiri dari risiko (11) berkurangnya kompetisi, (12) metode

pengadaan yang tidak tepat, (13) metode evaluasi yang tidak tepat, (14) kesalahan

evaluasi, (15) lemahnya pemahaman panitia pengadaan, dan (16) kenaikan harga

penawaran.

5) Aspek manajerial yang terdiri dari risiko (17) personil belum memahami KBK dan (18)

resistensi dari personil.

6) Aspek teknis yang terdiri dari risiko (19) inspeksi tidak dilaksanakan sesuai SOP, (20)

kurang baiknya kualitas SOP, (21) perselisihan dengan kontraktor, dan (22)

ketidaksiapan dokumen lingkungan.

7) Aspek bahaya yang terdiri dari risiko (23) banjir, (24) gempa, (25) longsor, dan (26)

kecelakaan.

Langkah selanjutnya setelah identifikasi risiko adalah melakukan analisis risiko,

dimana jenis analisis yang dilakukan tim adalah analisis kualitatif. Tingkat risiko

ditentukan berdasarkan perkalian probabilitas dan dampak risiko, sebagaimana

digambarkan pada Tabel 1. Tim membagi dampak risiko menjadi 5 tingkatan, yang terdiri

dari (1) insignificant, yaitu jika dampak sangat kecil dan proyek dapat tetap berjalan sesuai

rencana; (2) minor, jika dampak kecil dimana proyek dapat berjalan walau ada

keterlambatan, dan tidak dibutuhkan mekanisme khusus untuk menyelesaikan proyek tepat

waktu; (3) moderate, jika dampak bersifat sedang dimana proyek dapat berjalan dan ada

keterlambatan, serta dibutuhkan mekanisme khusus untuk dapat menyelesaikan proyek

tepat waktu; (4) major, jika dampak besar dimana proyek dapat berjalan dan dibutuhkan

mekanisme khusus, serta pertambahan waktu dan/atau sumber daya lain untuk

menyelesaikannya; serta (5) catastrophic, jika dampak sangat besar dimana proyek dapat

berhenti. Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko juga dibagi menjadi 5 tingkatan,

sebagaimana digambarkan pada Tabel 1. Hasil perkalian antara probabilitas dengan

dampak adalah besaran tingkat risiko yang dibagi menjadi 4 tingkatan sebagaimana

digambarkan pada Tabel 2. Tabel 2 juga menggambarkan bagaimana respon dan tingkatan

risiko sesuai tingkatan risiko.

9

Page 12: Manaj risiko kbk

Tabel 1

Peta Risiko

Probabilitas Risk Map

80% ≤ x < 100% almost certain 5 5 10 15 20 25

60% ≤ x < 80% likely 4 4 8 12 16 20

30% ≤ x < 60% possible 3 3 6 9 12 15

10% ≤ x < 30% unlikely 2 2 4 6 8 10

x < 10% rare 1 1 2 3 4 5

Dampak1 2 3 4 5

insignificant minor moderate major catastrophic

Tabel 2

Respon dan Tindakan Risiko

Besar Tingkat Risiko Jenis Tingkat Risiko Respon Risiko Tindakan Risiko

1-5 Low Risiko diterima Monitor dan Review

6-9 Moderate Risiko tidak diterima Mitigasi

10-16 Major Risiko tidak diterima Mitigasi

17-25 Extreme Risiko tidak diterima Hindari

Setelah ditentukan respon dan tindakan risiko yang akan dilakukan terhadap risiko

berdasarkan tingkat risiko, maka selanjutnya dilakukan analisis risiko untuk mengetahui

tingkat risiko pada tiap-tiap risiko dan menentukan langkah detail dari respon risiko, yaitu

menyusun strategi penanganan risikonya. Setelah strategi penanganan risiko ditentukan,

tim juga merekomendasikan penanggung jawab dalam pemantauan risiko dan pemantauan

pengelolaan risiko tersebut. Pihak-pihak penanggung jawab tersebut tidak hanya

bertanggung jawab dalam pemantauan risiko yang sudah teridentifikasi, namun juga

pemantauan risiko residual yang tersisa setelah pengelolaan dan risiko baru yang mungkin

timbul. Keseluruhan hasil penentuan dan penyusunan oleh tim penulis ditampilkan pada

Tabel 3.

5. Pembahasan dan Diskusi

Dari hasil analisis sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3, diketahui bahwa dari 26

risiko, ada 5 risiko dengan tingkat risiko low (rendah), yaitu (1) inflasi yang terlalu tinggi,

(2) anggaran tidak tersedia, atau tersedia tapi kurang, (3) kegagalan finansial kontraktor,

10

Page 13: Manaj risiko kbk

(4) metode evaluasi yang tidak tepat, dan (5) gempa. Sedangkan risiko dengan tingkat

risiko major (tinggi) ada 4, yaitu (1) konflik terkait legalitas yang belum terselesaikan, (2)

personil belum memahami tentang KBK, (3) banjir, dan (4) longsor. Sedangkan sisanya

tergolong risiko dengan tingkat moderate (sedang).

Inflasi yang terlalu tinggi (di atas 10%) sebetulnya memberikan dampak yang besar

bagi pelaksanaan proyek, karena inflasi yang tinggi akan berdampak pada kenaikan harga

bahan-bahan konstruksi yang dapat berujung ketidakmampuan kontraktor untuk

menyelesaikan proyek. Namun inflasi di atas 10% jarang terjadi, dimana pada 10 tahun

terakhir inflasi di atas 10% hanya terjadi sekali pada tahun 2004 akibat kenaikan harga

BBM. Sehingga risiko inflasi tinggi tergolong sebagai tingkat risiko yang rendah dan

penanganan risiko cukup dengan dipantau. Tidak tersedianya anggaran, kegagalan

finansial kontraktor, dan gempa juga memberikan dampak yang besar bagi pelaksanaan

proyek, namun hal tersebut jarang terjadi. Sedangkan penggunaan metode evaluasi yang

salah cukup sering terjadi, dan tim penulis merekomendasikan langkah penanganan dengan

menggunakan metode evaluasi nilai dan bukan sistem gugur. Hal ini karena KBK

memberikan insentif bagi kontraktor untuk melakukan inovasi dan beberapa literatur

menunjukkan bahwa evaluasi harga terendah bukanlah metode yang baik untuk

memberikan ruang pada kontraktor untuk melakukan inovasi.

Fokus utama PPK dalam manajemen risiko proyek adalah proyek-proyek yang

memiliki tingkat risiko major atau tinggi. Langkah penanganannya adalah mitigasi risiko

yang dapat berupa salah satu atau gabungan dari langkah deteksi untuk mendeteksi

bilamana risiko dapat terjadi, langkah preventif untuk mencegah risiko supaya tidak

terjadi, dan korektif jika risiko sudah terjadi. Pada proyek ini, hasil analisis tim penulis

menunjukkan ada 4 (empat) risiko yang memilik risiko tinggi. Salah satu risiko yang

termasuk dalam tingkat risiko tinggi adalah konflik terkait legalitas yang belum dapat

diselesaikan, dimana dampaknya besar bagi pelaksanaan proyek dan frekuensi terjadinya

cukup mungkin. Konflik ini bisa terkait pembebasan lahan ataupun perijinan terkait

pemindahan utilitas untuk pelaksanaan proyek. Yang mempersulit penanganan risiko ini

adalah karena pada risiko ini banyak pihak di luar organisasi yang terlibat, seperti

masyarakat ataupun institusi seperti PLN dan Telkom. Dalam mitigasi risikonya

dibutuhkan koordinasi dan bantuan pihak-pihak di luar organisasi supaya dampak risiko

tidak terjadi. Risiko lain yang memiliki tingkat risiko tinggi adalah banjir, yang memiliki

dampak yang besar serta frekuensi yang sering. Banjir dapat menghambat pekerjaan

11

Page 14: Manaj risiko kbk

konstruksi dan juga menghasilkan daya rusak terhadap jalan sehingga dapat menyebabkan

kinerja tidak tercapai. Dampak yang lebih besar diberikan oleh risiko longsor, namun

dalam frekuensi yang cukup jarang jika dibandingkan dengan banjir. Risiko banjir dan

longsor ini seringkali berada di luar kendali pemilik proyek, dan dalam penanganannya

diperlukan keterlibatan pihak lain seperti BNPB, Kepolisian dan Dinas Perhubungan.

Risiko lain yang tinggi adalah risiko personil tidak memahami tentang KBK. Dampak yang

terjadi cukup besar, dimana ketidakpahaman dapat berujung pada inspeksi yang lemah,

diterimanya pekerjaan yang tidak memenuhi syarat, hingga proses administrasi yang lama.

Frekuensi risiko ini sering terjadi dimana PPK dan staf hanya bertugas sebagai eksekutor

tanpa diberikan pendampingan yang cukup mengenai KBK. Kontraktor sebagai penyedia

jasa juga umumnya belum memiliki pengetahuan mendalam mengenai KBK. Untuk itu

perlu dilakukan pelatihan yang intensif pada PPK dan staf, serta sosialisasi yang cukup

pada kontraktor tentang proyek KBK.

Hasil identifikasi penulis tidak menemukan risiko kesalahan desain sebagaimana

yang umum ditemukan pada kontrak tradisional, karena pada proyek ini, risiko sudah

ditanggung oleh kontraktor. Literatur menyebutkan bahwa pada jenis kontrak design and

build sebagaimana yang diterapkan pada proyek ini, risiko perselisihan pemilik

proyek/perencana dengan kontraktor terkait desain juga hilang. Namun tim penulis masih

mengidentifikasi adanya risiko perselisihan, hanya saja bukan bersumber pada desain,

namun pada ketidaksepahaman dokumen kontrak yang memang masih baru. Risiko ini

berada pada tingkat risiko yang moderate (sedang). Untuk mencegah risiko ini, dapat

dilakukan dengan mengintensifkan koordinasi dengan kontraktor, dimana salah satunya

dengan pelaksanaan rapat pra-pelaksanaan kontrak dan rapat mingguan dan bulanan yang

intens. Komunikasi yang baik perlu dijaga untuk meminimalkan kemungkinan

perselisihan. Jika perselisihan tidak dapat dihindari dan tidak ada kesepakatan, maka perlu

dilaporkan pada atasan dan dilakukan proses mediasi. Selain itu, proyek ini juga memiliki

risiko yang umum dimiliki oleh proyek dengan KBK, yaitu kesalahan estimasi lingkup

pekerjaan, berkurangnya tingkat kompetisi, kenaikan biaya penawaran, hingga SOP yang

kurang baik yang semuanya memiliki tingkat risiko moderate (sedang). Kesalahan estimasi

lingkup pekerjaan dapat memberikan dampak bagi kualitas jalan jika lingkup pekerjaan

yang harus dilaksanakan kontraktor tidak cukup komprehensif. Sebagai contoh jika

lingkup drainase yang disyaratkan tidak cukup optimal, maka kinerja drainase tidak cukup

optimal untuk menjaga jalan dari kerusakan akibat air. Risiko ini dapat ditangani dengan

12

Page 15: Manaj risiko kbk

melakukan perencanaan yang matang dengan berkoordinasi dengan Direktorat Bina

Teknik sebagai pihak yang lebih memahami tentang teknis jalan. Koordinasi dengan

Direktorat Bina Teknik juga dilakukan sebagai langkah penanganan untuk meningkatkan

kualitas SOP. Berkurangnya tingkat kompetisi menjadikan pemilik proyek memiliki

jumlah pilihan kontraktor yang berkurang dan menurunkan posisi tawar pemilik proyek.

Risiko ini ditangani dengan menggunakan metode penyampaian 2 (dua) sampul, dimana

sampul pertama berisi penawaran administrasi dan teknis. Setelah sampul pertama dibuka,

baru sampul kedua yang berisi penawaran biaya dibuka. Risiko kenaikan biaya penawaran

disebabkan perpindahan risiko dari pemilik proyek ke kontraktor. Untuk mengurangi risiko

kenaikan biaya penawaran, pemilik proyek perlu melakukan identifikasi mendetail terkait

cakupan pekerjaan dalam kontrak. Hal-hal ini juga perlu dijelaskan dalam dokumen lelang

sehingga kenaikan biaya yang tidak perlu dapat dikontrol.

13

Page 16: Manaj risiko kbk

Tabel 3

Hasil Analisis Risiko dan Penentuan Strategi Respon Risiko

RISIKORISK IMPACT PROBA-

BILITAS DAMPAK SKOR RANK STRATEGIPELAKSANA(PERSON IN

CHARGE)

WAKTU PEMANTAUANBIAYA WAKTU MUTU

ASPEK LEGAL

1 Payung hukum belum jelas √ 2 4 8 moderate memberi masukan pada atasan supaya

payung hukum dapat dibentuk PPK Tahap Perencanaan

2 Ketidakpastian politik dan perubahan regulasi √ 2 4 8 moderate memberi masukan pada atasan supaya

ada penyesuaian regulasi PPK Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan

3Konflik terkait legalitas belum dapat diselesaikan

√ √ 3 4 12 majormemberikan sosialisasi pada masyarakat, meminta bantuan kepada Pemda terkait, koordinasi dengan pihak/instansi terkait

PPK Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan

ASPEK PERENCANAAN

4 Kesalahan estimasi lingkup pekerjaan √ √ 3 3 9 moderate koordinasi dengan Direktorat Bina Teknik PPK Tahap Perencanaan

5 Kesalahan estimasi harga √ √ 2 3 6 moderate

koordinasi dengan Direktorat Bina Program, survey harga pasar, bandingkan harga dengan paket sejenis dan terdekat

PPK, Asisten Perencanaan Tahap Perencanaan

ASPEK FINANSIAL

6 Inflasi yang terlalu tinggi √ √ 1 4 4 low

monitor kenaikan inflasi, jika inflasi mencapai di atas 10% maka laporkan atasan mengenai kemungkinan dampak terhadap proyek

PPK Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan

7 Paket tidak masuk prioritas penanganan √ √ 2 3 6 moderate

koordinasi dengan atasan dan mengirimkan proposal paket pada Direktorat Bina Program

PPK, Asisten Perencanaan Tahap Perencanaan

14

Page 17: Manaj risiko kbk

RISIKORISK IMPACT PROBA-

BILITAS DAMPAK SKOR RANK STRATEGIPELAKSANA(PERSON IN

CHARGE)

WAKTU PEMANTAUANBIAYA WAKTU MUTU

8Anggaran tidak tersedia, atau tersedia tapi kurang

√ 1 4 4 low

monitor ketersediaan anggaran, jika anggaran tidak ada atau kurang, laporkan atasan mengenai kemungkinan dampak terhadap proyek

PPK, Asisten Perencanaan Tahap Perencanaan

9 Keterlambatan pembayaran √ 2 3 6 moderate

memberikan pembinaan dan pengarahan pada personil dan kontraktor serta menerapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190 Tahun 2012 Pasal 41

PPK, Bendahara,

Pejabat SPMTahap Pelaksanaan

10 Kegagalan finansial kontraktor √ √ √ 1 4 4 low memantau kondisi kontraktor secara

umum PPK Tahap Pelaksanaan

ASPEK PENGADAAN

11 Berkurangnya kompetisi √ √ 3 2 6 moderate

memberikan informasi yang lebih luas tentang pengadaan (surat kabar nasional), koordinasi dengan Balai Pelaksanaan untuk melakukan sosialisasi tentang KBK, menggunakan metode penyampaian 2 sampul

PPK, Panitia Pengadaan Tahap Pelelangan

12 Metode pengadaan yang tidak tepat √ √ √ 3 3 9 moderate memberikan masukan dan informasi detail

tentang paket PPK, Panitia Pengadaan Tahap Pelelangan

13 Metode evaluasi yang tidak tepat √ √ 1 3 3 low

memberi masukan pada panitia pengadaan, menggunakan metode evaluasi nilai

PPK, Panitia Pengadaan Tahap Pelelangan

14 Kesalahan evaluasi √ √ 2 3 6 moderate memberikan masukan dan informasi detail tentang paket

PPK, Panitia Pengadaan Tahap Pelelangan

15 Lemahnya pemahaman panitia pengadaan √ √ 2 3 6 moderate memberikan masukan dan informasi detail

tentang paket PPK, Panitia Pengadaan Tahap Pelelangan

16 Kenaikan harga penawaran √ 3 2 6 moderate

melakukan identifikasi mendetail terkait cakupan pekerjaan, mendefinisikan cakupan pekerjaan secara jelas di rencana umum pengadaan

PPK, Panitia Pengadaan Tahap Pelelangan

15

Page 18: Manaj risiko kbk

RISIKORISK IMPACT PROBA-

BILITAS DAMPAK SKOR RANK STRATEGIPELAKSANA(PERSON IN

CHARGE)

WAKTU PEMANTAUANBIAYA WAKTU MUTU

ASPEK MANAJERIAL

17 Personil belum memahami tentang KBK √ 4 3 12 major

memberikan pengarahan dan pembinaan, mengirimkan personil untuk mengikuti pelatihan dan workshop terkait KBK

PPK, Asisten Umum Tahap Pelaksanaan

18 Resistensi dari personil √ 3 2 6 moderate memberikan pengarahan dan pembinaan PPK Tahap Pelaksanaan

ASPEK TEKNIS

19Inspeksi tidak dilaksanakan sesuai SOP

√ 3 3 9 moderatemelakukan pengawasan melekat, memberikan teguran kepada personil, kontraktor, dan konsultan pengawasan

PPK, Asisten Pelaksanaan Tahap Pelaksanaan

20 Kurang baiknya kualitas SOP √ 3 3 9 moderate memberi masukan terhadap kekurangan

SOPPPK, Asisten Pelaksanaan Tahap Pelaksanaan

21 Perselisihan dengan kontraktor √ √ 2 4 8 moderate

melaporkan masalah pada atasan, koordinasi dengan kontraktor, konsultan, mencari mediasi

PPK Tahap Pelaksanaan

22 Ketidaksiapan dokumen lingkungan √ √ 2 3 6 moderate

mengidentifikasi kebutuhan dokumen lingkungan, melakukan pendampingan terhadap penyusunan dokumen, membina personil, mengawasi penerapan dokumen lingkungan

PPK, Asisten Umum

Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan

ASPEK BAHAYA

23 Banjir √ √ √ 3 4 12 major

meninjau potensi banjir pada lokasi proyek, membuat rencana penanggulangan bencana, melaporkan pada atasan

PPK, Asisten Perencanaan,

Asisten Pelaksanaan

Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan

16

Page 19: Manaj risiko kbk

RISIKORISK IMPACT PROBA-

BILITAS DAMPAK SKOR RANK STRATEGIPELAKSANA(PERSON IN

CHARGE)

WAKTU PEMANTAUANBIAYA WAKTU MUTU

24 Gempa √ √ √ 1 4 4 low

meninjau potensi gempa pada lokasi proyek, membuat rencana penanggulangan bencana, melaporkan pada atasan

PPK, Asisten Perencanaan,

Asisten Pelaksanaan

Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan

25 Longsor √ √ √ 2 5 10 major

meninjau potensi longsor pada lokasi proyek, membuat rencana penanggulangan bencana, melaporkan pada atasan

PPK, Asisten Perencanaan,

Asisten Pelaksanaan

Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan

26 Kecelakaan √ √ 2 3 6 moderate mengevaluasi RK3 proyek, mengawasi pelaksanaan RK3 proyek

PPK, Asisten Perencanaan,

Asisten Pelaksanaan

Tahap Pelaksanaan

17

Page 20: Manaj risiko kbk

6. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh tim penulis, diperoleh kesimpulan

sebagai berikut :

a. Hasil identifikasi risiko menunjukkan bahwa ada 26 risiko pada proyek Peningkatan

Jalan Demak-Trengguli dengan KBK, dimana 5 risiko tergolong risiko rendah, 17

risiko sedang, dan 4 risiko tinggi.

b. PPK direkomendasikan untuk fokus pada pengelolaan 4 risiko tinggi dan 17 risiko

sedang, yaitu berupa mitigasi risiko.

c. Beberapa risiko yang terdapat pada proyek dengan metode kontrak tradisional tidak

terdapat pada proyek Peningkatan Jalan Demak-Trengguli. Risiko tersebut antara lain

adalah kegagalan desain dan perselisihan kontraktor.

d. Risiko yang unik pada proyek Peningkatan Jalan Demak-Trengguli ini adalah

kesalahan estimasi lingkup pekerjaan, berkurangnya kompetisi, kenaikan harga

penawaran, personil belum memahami KBK, resistensi dari personil, dan kurang

baiknya kualitas SOP. Risiko yang unik ini disebabkan karakteristik proyek yang

berupa kontrak KBK dengan metode design and build.

e. Selain risiko unik akibat metode kontrak, pada proyek ini juga terdapat risiko yang

unik akibat kondisi lingkungan proyek yang berada di Kabupaten Demak, yaitu banjir,

longsor, dan kecelakaan.

f. Pemantauan risiko proyek Peningkatan Jalan Demak-Trengguli dilakukan pada tahap

sebelum kontrak, yaitu pada tahap perencanaan dan pelelangan, serta saat tahap

pelaksanaan kontrak.

g. Penanggungjawab pemantauan dan pengelolaan risiko pada proyek Peningkatan Jalan

Demak-Trengguli melibatkan PPK, Asisten Umum, Asisten Perencanaan, dan Asisten

Pelaksanaan.

18

Page 21: Manaj risiko kbk

DAFTAR PUSTAKA

Andi. 2006. “The Importance and Allocation of Risks in Indonesia Construction Projects:.

Construction Management and Economics, Taylor & Francis, Vol. 24, hal. 69-80.

Caltrans. 2012. Project Risk Management Handbook : A Scalable Approach. Los Angeles.

Federal Highway Administration (FHWA). 2012a. Risk-Based Asset Management :

Evaluating Threats, Capitalizing on Opportunities. Washington, DC.

Federal Highway Administration (FHWA). 2012b. Transportation Risk Management :

International Practices for Program Development and Project Delivery.

Washington, DC.

Federal Highway Administration (FHWA). (2012c). Risk-Based Asset Management :

Achieving Policy Objectives by Managing Risks. Washington, DC.

Hallowell, M. R., Molenaar, K. R., & dan Fortunato III, B. R. (2013). "Enterprise Risk

Management Strategies for State Departments of Transportation". Journal of

Management in Engineering, ASCE, Vol. 29, No. 2, hal. 114-121.

Hardy, P. (2001). Austroads Review of Performance Contracts: The Potential Benefits of

Performance Contracts. Nelson, Australia: Opus International Consultants Ltd.

Hooper, R., Armitage, R., & Gallagher, K. A. (2009). Whole-Life Infrastructure Asset

Management : Good Practice Guide for Civil Infrastructure. London: CIRIA.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah.

Rahadian, H. (2008). Langkah Awal Menuju Performance Based Contract Melalui

Extended Warranty Period. Jakarta.

Tran, D. Q. dan Molenaar, K. R. 2014. “Impact of Risk on Design-Build Selection for

Highway Design and Construction Projects”. Journal of Management in

Engineering, ASCE, Vol. 30, No. 2, hal. 153-162.

Washington State Department of Transport (WSDOT). 2013. Project Risk Management –

Guidance for WSDOT Projects. Washington, DC.