Top Banner
Tugas Mata Kuliah Farmakoterapi TUBERCULOSIS Disusun oleh : Elise Sevtywati 90709309 Esther Maria Anne Sebayang 90709310 Wulan Setya Yustini 90710325 PROGRAM PROFESI APOTEKER
72

Makalah Tuberculosis

Nov 21, 2015

Download

Documents

j
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Tugas Mata Kuliah FarmakoterapiTUBERCULOSIS

Disusun oleh :Elise Sevtywati 90709309Esther Maria Anne Sebayang 90709310Wulan Setya Yustini 90710325

PROGRAM PROFESI APOTEKERSEKOLAH FARMASIINSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG2010TUBERCULOSISDefinisi penyakitTuberculosis merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis disingkat sebagai TB. Tuberculosis (TB) berasal dari dua kata yaitu tubercles yang artinya nodul (seperti nodul alveolar) dan bacillus yang artinya batang.M. tuberculosis adalah suatu basilus aerob non-motile yang berukuran kecil. Kandungan lipid tinggi patogen ini diperhitungkan sebagai karakteristik klinis yang unik. Bakteri ini membelah diri setiap 16-20 jam, suatu kecepatan yang rendah jika dibandingkan dengan bakteri lain yang umumnya membelah diri dalam waktu kurang dari 1 jam (contohnya E. coli yang dapat membelah diri setiap 20 menit). Karena M. tuberculosis (MTB) memiliki dinding sel tapi tanpa membran fosfolipid luar maka dikelompokkan dalam bakteri gram positif. Akan tetapi jika dilakukan pewarnaan gram, warna MTB yang gram positif sangat lemah atau tidak menahan pewarna karena kandungan lipid tinggi dan asam mikolat pada dinding selnya.MTB dapat bertahan pada desinfektan kadar rendah dan di daerah kering selama beberapa minggu. Di alam bakteri ini dapat bertumbuh hanya dapat berkembang di dalam sel inang, namun MTB dapat ditumbuhkan secara in vitro.

Sejarah penyakitTB sebenarnya merupakan suatu penyakit yang sudah lama berkembang atau mewabah. Pada zaman kuno penyakit ini sudah ada, terbukti dengan adanya penulisan mengenai penyakit ini pada tulisan kuno. TB umumnya dikenal sebagai sakit yang menghabiskan atau secara medis disebut sakit paru-paru karena penyakit ini ditunjukkan dengan penurunan berat badan. Nama lainnya yang umum adalah penyakit pemborosan dan wabah putih. Wabah putih menyiratkan bahwa TB memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sejarah manusia, terutama di wilayah Eropa.Tulang jenazah dari suatu perkampungan neolitik di wilayah Mediterania bagian timur merujuk pada manusia prasejarah (tahun 7000 sebelum masehi) yang terinfeksi TB, dan tubercular busuk ditemukan di dalam tulang belakang mummi dari tahun 3000-2400 sebelum masehi. Phthisis adalah istilah Yunani untuk TB, yang juga berarti sakit paru-paru; sekitar tahun 460 sebelum masehi. Hippocrates menyatakan bahwa phthisis adalah penyakit yang paling tersebar luas sepanjang masa dengan batuk darah dan demam, yang hamper selalu berakibat fatal. Di wilayah Amerika selatan kejadian TB dilihat dari budaya Paracas-Caverna (sekitar tahun 750-100 sebelum masehi).Sebelum revolusi industri, TB seringkali disebut vampirisme. Ketika salah satu anggota keluarga mati karena TB, anggota keluarga yang lain yang juga terinfeksi (karena tertular) akan melemah kesehatannya. Orang-orang percaya bahwa hal tersebut dikarenakan penderita yang sudah mati menghabiskan hidup anggota keluarga lain. Lagipula, penderita TB memperlihatkan gejala yang sama dengan apa yang orang pikirkan tentang cirri vampir. Penderita TB seringkali memiliki gejala seperti mata yang merah dan bengkak (yang juga sensitif terhadap cahaya), kulit pucat, suhu tubuh yang sangat rendah, jantung yang lemah dan batuk darah, dan memberikan pemikiran bahwa dengan kehilangan darah tersebut mereka harus menghisap darah.Basilus yang menyebabkan TB yaitu M. tuberculosis diidentifikasi dan diuraikan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Dia mendapatkan hadiah Nobel dalam bidang Kedokteran atau Obat-obatan pada tahun 1905 untuk penemuannya tersebut. Untuk mengenang jasanya, bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). Koch mengumumkan ekstrak gliserin basilus tubercle sebagai obat untuk TB pada tahun 1980, yang disebut tuberkulin. Hal tersebut tidak efektif, tetapi kemudian digunakan sebagai uji untuk Tb yang asimptomatis.

Prevalensi penyakitPenyakit TB terus berkembang dan menyebabkan kematian dalam jumlah yang besar, terutama pada daerah urban di negara-negara yang berkembang, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, pada tahun 1993 WHO menyatakan TB sebagai suatu global emergency. Kemudian pada tahun 2004 WHO meluncurkan dan merekomendasikan strategi DOTS untuk pengendalian TB. DOTS banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia dan berhasil dalam menurunkan kecepatan penyebaran infeksi TB dan menurunkan tingkat kematian akibat TB. Kasus infeksi di wilayah Asia Tenggara dan Afrika masih terus bertambah walau hanya dalam jumlah yang kecil seiring dengan pertambahan populasi.Data terbaru tahun 2010 menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara peringkat kelima jumlah penderita TB di dunia. Untuk data yang spesifik belum dipublikasikan. Data terbaru yang spesifik yang sudah terpublikasikan adalah data WHO Maret 2010 untuk prevalensi TB di dunia tahun 2008 dan Indonesia tahun 2007.

Wilayah WHOInsidenPrevalensiKematian

Jumlah dlm ribuan% dari total globalKecepatan per 100.000 populasiJumlah dlm ribuanKecepatan per 100.000 populasiJumlah dlm ribuanKecepatan per 100.000 populasi

Afrika282830 %351380947338548

Amerika2823 %3122124293

Mediterania Timur6757 %11592915911520

Eropa4255 %4832236556

Asia Tenggara321334 %183380521647727

Pasifik Barat194621 %109200711226115

Global Total9369100 %13911093164132220

Tabel 1. Perkiraan jumlah insiden, prevalensi, dan kematian pada tahun 2008(World Health Organization)Parameter Jumlah

Populasi negara231.627.000

Perkiraan jumlah kasus TB baru528.063

Estimasi insiden TB (per 100.000 populasi)228

Pasien yang ditangani dengan DOTS (%)100

Kasus SS+ (sputum-spear) baru 102

Keberhasilan program DOTS tahun 2006 (%)91

Kasus TB baru pada pasien HIV (%)3

Kasus TB-MDR dari kasus yang baru (%)2

Tabel 2. Data prevalensi kasus TB di Indonesia pada tahun 2007

Patofisiologi penyakitRespon imunRespon limfosit-T yang baik penting untuk mengatasi infeksi M. tuberculosis. Respon sel T pada manusia dapat diklasifikasikan sebagai TH0 (elemen dari TH1 dan TH2). Limfosit T mengaktivasi makrofag untuk memfagositosis M. tuberculosis dan juga merusak makrofag yang mengandung M. tuberculosis (yang belum pecah) tetapi tidak mampu untuk membunuh penginfeksi. Sel CD4+ adalah sel T utama yang terlibat, dengan kontribusi sel T- dan sel T CD8+. Sel T CD4+ meghasilkan INF- dan sitokin lain, seperti IL-2 dan IL-10 yang berkoordinasi menghasilkan respon terhadap TB.Meskipun respon sel B dan produksi antibodi dapat terjadi pada pasien TB, respon humoral tersebut ditemukan tidak memiliki kontribusi yang besar dalam mengatasi TB. Sel T tanggap terhadap antigen mikobakterium tertentu, tetapi antigen yang mengaktivasi respon imun tersebut tidak ditemukan. TNF- dan TNF- adalah sitokin yang penting untuk menghasilkan respon pasien terhadap infeksi TB. Oleh karena itu, pasien yang diketahui mengalami defisiensi pada aktivitas TNF- dan TNF- harus diperiksa apakah terinfeksi TB dan harus mendapatkan pengobatan yang tepat.M. tuberculosis mempunyai beberapa cara untuk menghindar atau melawan respon imun inang. Terutama, M. tuberculosis dapat menghambat fusi lisosom ke fagosom dalam makrofag. Hal tersebut mencegah enzim destruktif yang terdapat dalam lisosom untuk mencapai basili yang terdapat dalam fagosom. Proses tersebut memungkinkan M. tuberculosis untuk terus masuk ke sitoplasma. Virulensi M. tuberculosis memungkinnya untuk memperbanyak diri dalam sitoplasma makrofag dengan demikian bakteri tersebut dapat menyebar.Pada akhirnya, lipoarabinomanan, struktur dasar polisakarida dinding sel mikobakterium, menghambat respon imun inang. Lipoarabinomanan menginduksi imunosupresan, sehingga aktivasi makrofag terhambat; lipoarabinomanan membutuhkan O2, untuk mencegah serangan anion superoksida, hydrogen peroksida, singlet oksigen, dan radikal hidroksil. Mekanisme pertahanan ini membuat M. tuberculosis menjadi organism yang sulit diatasi. Beberapa kerusakan dalam system imun membuat M. tuberculosis tidak dapatt dikendalikan dan penyakit menjdi aktif.Infeksi primerBiasanya berasal dari hirupan udara dengan partikel yang mengandung M. tuberculosis, yang disebut droplet nuclei dan sampai ke permukaan alveolar. Droplet nuclei terdiri dari 1-3 basili. Rute yang jarang adalah melalui proses pencernaan (makanan) dan inokulasi pada luka terbuka. Perkembangan menjadi penyakit klinis bergantung pada 3 faktor, yaitu : jumlah organisme M. tuberculosis yang terhirup (dosis infeksi), virulensi organisme, respon imun orang yang terinfeksi.Pada permukaan alveolar, bacili dari droplet nuklei akan dimakan oleh makrofag pulmonari. Jika makrofag tidak dapat membunuh organisme ini maka organisme ini akan terus membelah diri di dalam sitoplasma makrofag. Kemudian makrofag akan pecah dan melepaskan banyak bacilli. Bacilli ini kemudian difagositosis kembali oleh makrofag lain. Siklus ini terus berlanjut selama lebih dari beberapa minggu sampai orang terinfeksi mampu bertahan pada infeksi tersebut. Selama fase awal infeksi ini, M. tuberculosis memperbanyak diri secara logaritma.Beberapa mikroba intraselular diangkut oleh makrofag ke nodus limfa. Seringkali M. tuberculosis tersebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan dapat menginfeksi beberapa jaringan atau organ dalam tubuh. Paling umum M. tuberculosis menginfeksi paru-paru daerah posterior apical.Setelah 3 minggu infeksi, limfosit T akan terpapar antigen M. tuberculosis dan menjadi aktif. Limfosit T kemudian menghasilkan INF- dan sitokin lain, yaitu IL-2 dan IL-10. Respon imun kemudian muncul dengan aktivasi makrofag yang bersifat bakterisidal. Makrofag dihasilkan dalam jumlah besar dan membentuk daerah nekrotik yang padat (seperti keju) yang disebut tuberculous coli. Proses ini disebut imunitas yang termediasi sel.Pada saat imunitas yang termediasi sel bekerja, hipersensitivitas tipe tunda (HTT) juga terjadi seiring dengan aktivasi dan multiplikasi limfosit T. HTT mengarah pada proses imun oleh sitotoksik yang membunuh makrofag yang tidak aktif dan belum matang (yang menjadi tempat multiplikasi M. tuberculosis). Limfosit T menginisiasi apoptosis yang termediasi oleh Fas. Basili yang keluar dari makrofag non-aktif dibunuh oleh makrofag aktif.Makrofag kemudian membentuk granuloma yang mengandung mikroba. Makrofag terus bertambah di daerah granuloma tersebut dan mencegah perluasan infeksi M. tuberculosis. Kemudian replikasi basili menurun secara dramatis. Karena adanya respon inflamasi maka terjadi nekrosis jaringan. Nekrosis jaringan ini disebut komplek Ghon yang merupakan area yang terlihat pada foto toraks. Lebih dari 1-3 bulan limfosit teraktivasi cukup untuk respon imun dan hipersensitivitas jaringan dihasilkan (dengan uji tuberculin kulit).Reaktivasi penyakitSekitar 10% pasien yang telah sembuh mengalami kekambuhan. Sekitar setengah kasus terjadi dalam waktu 2 tahun setelah kesembuhan. Bagian paru merupakan tempat yang paling umum terjadi kekambuhan karena M. tuberculosis memilih daerah yang mengandung O2 tinggi dan kemungkinan karena respon imun yang tidak efektif pada daerah tersebut. Mikroba dari granuloma muncul (aktif) dan bermultiplikasi. Respon inflamasi menghasilkan granuloma yang dengan cepat mencair dan tersebar secara local dan membentuk suatu rongga di paru-paru.1. TB Ekstra paru dan miliaryTB ekstra paru tanpa penyakit paru jarang terjadi pada pasien yang normal tetapi sering terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV. karena tidak ada tanda maka diagnosis TB ini sulit dan terkadang tertunda dalam penanganan dengan sistem imun. Penyakit pada limfa dan cairan otak adalah TB paru yang paling umum, kemudian pada tulang, genitourinary, meningeal, dan bentuk lainnya. Jika tidak diobati, penyakit tersebut dapat menyebabkan penyakit.TB pada pasien HIVPada pasien yang terinfeksi HIV, CD4+ tidak ditemukan padahal sel imun tersebut sangat dibutuhkan untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi M. tuberculosis. Oleh karena itu pada pasien terinfeksi HIV, TB menjadi 100 kali lebih aktif disbanding TB pada pasien normal.Saat mikobakterium menyebar di seluruh tubuh, replikasi HIV menjadi lebih cepat dalam limfosit dan makrofag dan meningkatkan keparahan penyakit HIV. Pasien HIV yang terinfeksi TB akan memburuk lebih cepat kecuali jika diberikan kemoterapi antibiotik. Dokter umumnya mengobati penyakit TB terlebih dahulu dan setelah dapat diatasi, pengobatan HIV dilanjutkan.

f. PenyebaranM. tuberculosis ditransmisikan dari penderita melalui batuk, bersin, dan saat meludah. Kontak yang terlalu sering dengan penderita TB akan memperbesar kemungkinan penularan. Droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita dapat tersebar di udara dan terhisap oleh orang baru atau masuk ke dalam makanan yang dimakan oleh orang baru.

Gambar 1. Penyebaran Bakteri TBC

Etiologi Adapun etiologi atau pemicu penyakit tuberculosis adalah:a. Terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosisBakteri ini umumnya menyerang paru paru, tetapi dapat juga menginfeksi organ tubuh manusia lainnya (Extrapulmonary Tuberculosis).

b. Daya tahan tubuh rendah, malnutrisiDaya tahan tubuh atau imunitas yang rendah akan menyebabkan tubuh mudah untuk terinfeksi, dan menjadi penyakit tuberculosis aktif.c. Penderita HIV atau hepatitis BInfeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Mengidap penyakit ini bukanlah meningkatkan kemungkinan seseorang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, tetapi meningkatkan kemungkinan untuk menjadi pengidap penyakit tuberculosis aktif.d. Menderita penyakit tertentu, seperti: silikosis, diabetes mellitus, gagal ginjal kronis, kelainan hematologic, carcinoma pada kepala, leher atau paru paru e. Mengkonsumsi susu yang terkontaminasi Mycobacterium bovis Mycobacterium bovis menyebabkan penyakit yang sama pada hewan seperti penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis pada manusia. Infeksi oleh Mycobacterium bovis pada manusia akibat mengkonsumsi susu yang terkontaminasi sudah jarang saat ini dengan berkembangnya teknik pasteurisasi.

Simtom Simtom atau gejala yang umum dari penyakit tuberculosis adalah batuk produktif selama 2 hingga 3 minggu, dapat pula disertai gejala tambahan seperti dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik (night sweats), demam meriang lebih dari satu bulan, fatigue. Akan tetapi, kebanyakan pasien tidak memberikan penanganan medis apapun dengan simtom simtom tersebut, hingga muncul gejala gejala yang lebih serius, seperti irama pernafasan melambat/abnormal, getaran yang terasa ketika dada disentuh, bahkan hingga munculnya Simtom Frank Hemoptysis, yang ditandai dengan lubang besar diparu paru.Pada tuberculosis yang menyerang organ lainnya (Extrapulmonary Tuberculosis), simtom atau gejala yang umum muncul adalah demam dan rasa sakit pada organ yang diserang, yang mana dengan waktu yang agak lambat akan menyebabkan penurunan fungsi organ yang diserang. Pada genitourinary TB, simtom yang muncul adalah pyuria (ditemukannya leukosit pada urine) dan hematuria (ditemukannya hemoglobin pada urin). Lymphadenitis ditandai dengan pembengkakan kelenjar limfe cervical dan supraclavicular serta masa leher yang tiba tiba mongering dan pertumbuhan yang abnormal. Tuberculosis arthritis dan osteomyelitis umum terjadi pada manula dan mempengaruhi bentuk tulang belakang. Tuberculosis meningitis pada anak anak, ditandai dengan tingkah laku yang abnormal, sakit kepala, kaku pada kuduk dan kejang. Nyeri dada umum terjadi pada Tuberculosis yang menyerang pleura. Selain itu, bakteri tuberculosis juga dapat menyerang kulit, peritoneum, pericardium (konstriksi otot jantung), laring dan kelenjar adrenal.

Diagnosis Apabila seorang pasien dengan gejala gejal seperti yang disebutkan diatas datang ke unit perawatan, pasien tersebut langsung dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien tuberculosis, dan langsung dites terhadap kemungkinan penyakit tuberculosis dengan pemeriksaan dahak mikroskopik, meskipun gejala-gejala tersebut dapat pula dijumpai pada penyakit paru paru selain tuberculosis, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan prevalensi tuberculosis di Indonesia saat ini masih tinggi.

Gambar 2. Bagan pemeriksaan dahak mikroskopik

Pada pemeriksaan dahak mikroskopik terhadap keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis, dilakukan terhadap 3 spesimen dahak yang diambil dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -sewaktu (SPS), sewaktu pasien datang pertama kali ke unit perawatan (S), pagi hari ketika bangun tidur (P) dan ketika pasien kembali lagi ke unit perawatan (S). Jika pada pemeriksaan terhadap tiga specimen tersebut sekurang terdapat dua specimen yang positif BTA (Basil Tahan Asam), maka pasien tersebut positif terhadap tuberculosis. Jika hanya satu yang positif, maka dilakukan pengulangan terhadap pemeriksaan dahak mikroskopik. Jika sekurang-kurangnya ada satu specimen yang positif maka dilakukan tes foto toraks, dan dokter mempertimbangkan apakah pasien tersebut menderita tuberculosis atau tidak. Jika dari ketiga specimen yang dites hasil ketiganya negative, maka pasien tersebut diterapi menggunakan antibiotic non obat anti tuberculosis, dan jika kondisi pasien membaik maka pasien tersebut bukan menderita tuberculosis, tetapi jika keadaan pasien tidak membaik maka dilakukan pengulangan seperti pada hasil tes hanya satu yang positif.Pada program Tuberkulosis nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis Tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada Tuberkulosis paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.Yang dimaksud dengan BTA positif adalah, pada specimen dahak yang diperiksa ditemukan adanya basil Mycobacterium tuberculosis. Hal ini diakibatkan terbentuknya lubang atau rongga pada paru paru, sehingga terjadi hubungan antara paru-paru dan bronkus. Pasien tuberculosis dengan BTA positif bersifat menular melalu batuk.Selain pemeriksaan dahak mikroskopik dan foto toraks, ada beberapa jenis tes lain yang dapat dilakukan sebagai penunjang, diantaranya: Tuberkulin Skin Test, Bronchoscopy, Biopsy jaringan yang terinfeksi dan kultur darah. Infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis pasif tidak memiliki simtom apapun, tapi dapat diketahui dengan Tuberculin skin test yang memberi hasil positif. Tuberkulin skin test dilakukan dengan menyuntikkan tuberculin (suatu filtrate pembiakan basil yang mengandung produk pemisahannya (protein) yang khas) secara intradermal. Reaksi positif ditunjukkan dengan kemerah-merahan setempat yang menunjukkan terdapatnya antibody terhadap basil TBC pada darah. Hal ini berarti tidak hanya pasien tuberculosis aktif saja yang positif terhadap tes ini, tetapi juga orang dengan TB pasif maupun orang yang pernah divaksinasi BCG.

Hasil Pengukuran Tuberkulin PositifKriteria

> 5 mmPasien dengan HIV positifBaru berkontak dengan pasien TBPasien dengan transplantasi organ atau menkonsumsi imunosupresan

> 10 mmImigran dari Negara dengan prevalensi TB yang tinggiStaf laboratorium mikrobiologiMenderita penyakit tertentu (silikosis, diabetes mellitus, gagal ginjal kronis, kelainan hematologic, carcinoma pada kepala, leher atau paru paru)

> 15 mm Tidak ada faktor resiko TB

Tabel 3. Kriteria tuberculin positif

Tuberkulin skin test bukanlah tes yang paling menentukan seseorang menderita tuberculosis aktif, karena terkadang kurang akurat, sehingga dikombinasikan dengan tes lain yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada Extrapulmonary Tuberculosis, diagnosis ditegakkan berdasarkan simtom yang muncul dan tes laboratorium. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Tes yang dilakukan terhadap Extrapulmonary Tuberculosis adalah biopsy jaringan yang dicurigai terinfeksi dan kultur darah.

Faktor Resiko a. LingkunganOrang orang yang tinggal didaerah urban yang padat penduduk dan tingkat sanitasi serta hygiene masih sangat rendah, kurangnya pencahayaan yang masuk kedalam rumah dan berkontak langsung dengan pasien tuberculosis aktif. memiliki resiko tinggi untuk terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. b. Lifestyle yang tidak benar (pecandu alkohol dan narkoba)c. UsiaPenyakit ini paling banyak terjadi pada kelompok usia produktif 25-44 tahun (35% dari total kasus), diikuti pada usia 45-64 tahun (28%) dan diatas 65 tahun (21%). Pada anak anak usia dibawah 5 tahun dan orang tua diatas 65 tahun, memiliki resiko menjadi TB aktif dua hingga lima kali lebih tinggi dibandingkan tingkatan usia lain, diakibatkan karena sistem kekebalan tubuh yang lebih rendah disbanding kelompok usia lainnya.d. Menderita HIVKoinfeksi bersama HIV merupakan faktor resiko tuberculosis aktif yang paling tinggi, terutama pada usia produktif 25-44 tahun.

e. Pasien dengan kondisi imun supression Pasien dengan kondisi immune suppression, seperti gagal ginjal, kanker, sedang menjalani pengobatan menggunakan obat obat imunosupresi, memiliki resiko empat hingga enam belas kali lebih besar dibanding pasien lainnya.f. Jenis KelaminPada usia diatas lima belas tahun, pria lebih berpotensi untuk menderita penyakit tuberculosis dibanding wanita, tetapi pada usia dibawah lima belas tahun pria dan wanita memiliki kecendrungan yang sama.

Penanganan Non Farmakologi Pada pasien yang sudah menjadi pengidap TB aktif, wajib diterapi dengan obat obatan (farmakologi). Disamping penanganan farmakologi tersebut, harus dibarengi dengan bebapa penanganan non farmakologi, seperti memberi asupan nutrisi yang memadai, meningkatkan berat badan. Pasien dengan TB aktif harus diisolasi untuk mencegah penyebaran penyakit. Pada beberapa kasus, diperlukan pembedahan untuk membuang berbagai jaringan yang sudah rusak. Selain itu penting juga untuk memberikan vaksinasi BCG terhadap anak anakPenangan nonfarmakologi lebih ditujukan untuk pencegahan terhadap penyebaran bakteri Mycobacterium tuberculosis, mencegah penyebaran bakteri Mycobacterium tuberculosis dari area laboratorium atau rumah sakit, dengan cara menyinari udara yang keluar dari ruangan tersebut menggunakan lampu UV untuk membunuh bakteri.

10. Pengobatan tuberkulosis10.1. Tujuan PengobatanPengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (obat anti tuberculosis).10.2. Obat Anti Tuberculosis Lini PertamaJenis OATsifatDosis yang direkomendasikan (mg/kg)

harian3x seminggu

Isoniazid (H)Bakterisid5(4-6)10(8-12)

Rifampisin (R)Bakterisid10(8-12)10(8-12)

Pyrazinamide (Z)Bakterisid25(20-30)35(30-40)

Sterptomyin (S)Bakterisid15(12-18)15(12-18)

Ethambutol (E)bakteriostatik15(15-20)30(20-35)

Tabel 4. Jenis, sifat dan dosis OAT

a) Isoniazida (H)Indikasi. Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan antituberkulosis lain.

Kontraindikasi. Kontra indikasinya adalah riwayat hipersensistifitas atau reaksi adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, tiap etiologi: kehamilan (kecuali risiko terjamin).Kerja Obat. Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedangberkembang.Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid, yangdiperlukan untuk membangun dinding bakteri.Dinamika/Kinetika Obat. Pada saat dipakai Isoniazida akan mencapai kadar plasma puncak dalam 1 2 jam sesudah pemberian peroral dan lebih cepat sesudah suntikan im; kadar berkurang menjadi 50 % atau kurang dalam 6 jam. Mudah difusi kedalam jaringan tubuh, organ, atau cairan tubuh; juga terdapat dalam liur, sekresi bronkus dan cairan pleura, serobrosfina, dan cairan asitik. Metabolisme dihati, terutama oleh karena asetilasi dan dehidrazinasi(kecepatan asetilasi umumnya lebih dominan ). Waktu paro plasma 2-4 jam diperlama pada insufiensi hati, dan pada inaktivator lambat. Lebih kurang 75-95 % dosis diekskresikan di kemih dalam 24 jam sebagai metabolit, sebagian kecil diekskresikan di liur dan tinja. Melintasi plasenta dan masuk kedalam ASI.Efek Samping. Neurologi: parestesia, neuritis perifer, gangguan penglihatan, neuritis optik, atropfi optik, tinitus, vertigo, ataksia, somnolensi, mimpi berlebihan, insomnia, amnesia, euforia, psikosis toksis, perubahan tingkah laku, depresi, ingatan tak sempurna, hiperrefleksia, otot melintir, konvulsi. Hipersensitifitas demam, menggigil, eropsi kulit (bentuk morbili,mapulo papulo, purpura, urtikaria), limfadenitis, vaskulitis, keratitis. Hepatotoksik: SGOT dan SGPT meningkat, bilirubinemia, sakit kuning, hepatitis fatal. Metaboliems dan endrokrin: defisiensi Vitamin B6, pelagra, kenekomastia, hiperglikemia, glukosuria, asetonuria, asidosis metabolik, proteinurea. Hematologi: agranulositosis, anemia aplastik, atau hemolisis, anemia, trambositopenia. Eusinofilia, methemoglobinemia. Saluran cerna: mual, muntah, sakit ulu hati,s embelit. Intoksikasi lain: sakit kepala, takikardia, dispenia, mulut kering, retensi kemih (pria), hipotensi postura, sindrom seperti lupus, eritemamtosus, dan rematik.Peringatan/Perhatian Diperingatkan hati-hati jika menggunakan Isoniazid pada sakit hati kronik, disfungsi ginjal, riwayat gangguan konvulsi. Perlu dilakukan monitoring bagi peminum alkohol karena menyebabkan hepatitis, penderita yang mengalami penyakit hati kronis aktif dan gagal ginjal, penderita berusia lebih dari 35 tahun, kehamilan, pemakaian obat injeksi dan penderita dengan seropositif HIV. Disarankan menggunakan Piridoksin 10-2 mg untuk mencegah reaksi adversus.Overdosis Gejala yang timbul 30 menit sampai 3 jam setelah pemakaian berupa mual, muntah, kesulitan berbicara, gangguan penglihatan atau halusinasi, tekanan pernafasan dan SSP, kadang kadang asidosis, asetonurea, dan hiperglikemia pada pemeriksaan laboratorium.Penanganan penderita asimpatomimetik dilakukan dengan cara memberikan karbon aktif, mengosongkan lambung, dan berikan suntikan IV piridoksin sama banyak dengan isoniazid yang diminum, atau jika tidak diketahui, berikan 5 gram suntikan piridoksin selama 30-60 menit untuk dewasa, dan 80 mg / kg berat badan untuk anak anak.Sedangkan penanganan penderita simpatomimetik, ditangani dengan memastikan pernafasan yang cukup, dan berikan dukungan terhadap kerja jantung. Jika jumlah Isoniazid diketahui, berikan infus IV piridoksin dengan lambat 3 5 menit, dengan jumlah yang seimbang dengan jumlah isoniazid. Jika tidak diketahui jumlah isoniazid, berikan infus IV 5 gram piridoksin untuk dewasa dan 80 mg / kg berat badan untuk anak anak.

b) RifampisinIndikasi Di Indikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang

Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Mekanisme kerja, Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri Ribose Nukleotida Acid (RNA)-polimerase sehingga sintesis RNA terganggu.Dinamika / Kinetika Obat Obat ini akan mencapai kadar plasma puncak (berbeda beda dalam kadar) setelah 2-4 jam sesudah dosis 600 mg, masih terdeteksi selama 24 jam. Tersebar merata dalam jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrosfinal, dengan kadar paling tinggi dalam hati, dinding kandung empedu, dan ginjal. Waktu paruh plasma lebih kurang 1,5- 5 jam (lebih tinggi dan lebih lama pada disfungsi hati, dan dapat lebih rendah pada penderita terapi INH). Cepat diasetilkan dalam hati menjadi emtablit aktif dan tak aktif; masuk empedu melalui sirkulasi enterohepar. Hingga 30 % dosis diekskresikan dalam kemih, lebih kurang setengahnya sebagai obat bebas. Meransang enzim mikrosom, sehingga dapat menginaktifkan obat terentu. Melintasi plasenta dan mendifusikan obat tertentu kedalam hati.Efek Samping Saluran cerna ; rasa panas pada perut, sakit epigastrik, mual, muntah, anoreksia, kembung, kejang perut, diare, SSP: letih rasa kantuk, sakit kepala, ataksia, bingung, pening, tak mampu berfikir, baal umum, nyeri pada anggota, otot kendor, gangguan penglihatan, ketulian frekuensi rendah sementara ( jarang). Hipersensitifitas: demam, pruritis, urtikaria, erupsi kulit, sariawan mulut dan lidah, eosinofilia, hemolisis, hemoglobinuria, hematuria, insufiensi ginjal, gagal ginjal akut( reversibel). Hematologi: trombositopenia, leukopenia transien, anemia, termasuk anemia hemolisis. Intoksikasi lain: Hemoptisis, proteinurea rantai rendah, gangguan menstruasi, sindrom hematoreal.Peringatan/Perhatian Keamanan penggunaan selama kehamilan, dan pada anak anak usia kurang 5 tahun belum ditetapkan. Hati hati penggunaan pada : penyakit hati, riwayat alkoholisma, penggunaan bersamaan dengan obat hepatotoksik lain.Overdosis Gejala yang kadang kadang timbul adalah mual, muntah, sakit perut, pruritus, sakit kepala, peningkatan bilirubin, coklat merah pada air seni, kulit, air liur, air mata, buang air besar, hipotensi, aritmia ventrikular. Pemberian dosis yang berlebih pada Ibu hamil dapat menyebabkan gangguan pada kelahiran berhubungan dengan masalah tulang belakang ( spina bifida) Penanganan mual dan muntah dengan memberikan karbon aktif, dan pemberian anti emetik. Pengurangan obat dengan cepat dari tubuh diberikan diuresis dan kalau perlu hemodialisa.c) PirazinamidaIndikasi Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan antivtuberkulosis lain.KontraindikasiTerhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, hipersensitivitas.Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Mekanisme kerja, berdasarkan pengubahannya menjadi asam pyrazinamidase yang berasal dari basil tuberkulosa.Dinamika / Kinetika Obat Pirazinamid cepat terserap dari saluran cerna. Kadar plasma puncak dalam darah lebih kurang 2 jam, kemudian menurun. Waktu paro kira-kira 9 jam. Dimetabolisme di hati. Diekskresikan lambat dalam kemih, 30% dikeluarkan sebagai metabolit dan 4% tak berubah dalam 24 jam.Efek Samping Efek samping hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali, ikterus; gagal hati; mual, muntah, artralgia, anemia sideroblastik, urtikaria. Keamanan penggunaan pada anak-anak belum ditetapkan. Hati-hati penggunaan pada: penderita dengan encok atau riwayat encok keluarga atau diabetes melitus; dan penderita dengan fungsi ginjal tak sempurna; penderita dengan riwayat tukak peptik.Peringatan/Perhatian Hanya dipakai pada terapi kombinasi anti tuberculosis dengan pirazinamid, namun dapat dipakai secara tunggal mengobati penderita yang telah resisten terhadap obat kombinasi. Obat ini dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal sehingga menimbulkan hiperurikemia. Jadi penderita yang diobati pirazinamid harus dimonitor asam uratnya.Overdosis Data mengenai over dosis terbatas, namun pernah dilaporkan adanya fungsi abnormal dari hati, walaupun akan hilang jika obat dihentikan.d) EtambutolIndikasi. Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko resistensi rendah, obat ni dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual.Kontraindikasi. Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritis optik.Kerja Obat. Bersifat bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan kuman TB yang telah resisten terhadap Isoniazid dan streptomisin. Mekanisme kerja, berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada kuman yang sedang membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding sel.Dinamika/Kinetika Obat. Obat ini diserap dari saluran cerna. Kadar plasma puncak 2-4 jam; ketersediaan hayati 77+ 8%. Lebih kurang 40% terikat protein plasma. Diekskresikan terutama dalam kemih. Hanya 10% berubah menjadi metabolit tak aktif. Klearaesi 8,6% + 0,8 % ml/menit/kg BB dan waktu paro eliminasi 3.1 + 0,4 jam. Tidak penetrasi meninge secara utuh, tetapi dapat dideteksi dalam cairan serebrospina pada penderita dengan meningitis tuberkulosaEfek Samping Efek samping yang muncul antara lain gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang. Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Reaksi adversus berupa sakit kepala, disorientasi, mual, muntah dan sakit perut.Peringatan/Perhatian. Jika Etambutol dipakai, maka diperlukan pemeriksaan fungsi mata sebelum pengobatan. Turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal; usia lanjut; kehamilan; ingatkan penderita untuk melaporkan gangguan penglihatan. Etambutol tidak diberikan kepada penderita anak berumur dibawah umur 6 tahun, karena tidak dapat menyampaikan reaksi yang mungkin timbul seperti gangguan penglihatan.

e) StreptomisinIndikasi. Sebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama isoniazid, Rifampisin, dan pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontra indikasi dengan 2 atau lebih obat kombinasi tersebut.Kontraindikasi Hipersensitifitas terhadap streptomisin sulfat atau aminoglikosida lainnya.Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang sedang membelah. Mekanisme kerja berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada RNA ribosomal.Dinamika / Kinetika Obat Absorpsi dan nasib Streptomisn adalah kadar plasma dicapai sesudah suntikan im 1 2 jam, sebanyak 5 20 mcg/ml pada dosis tunggal 500 mg, dan 25 50 mcg/ml pada dosis 1. Didistribusikan kedalam jaringan tubuh dan cairan otak, dan akan dieliminasi dengan waktu paruh 2 3 jam kalau ginjal normal, namun 110 jam jika ada gangguan ginjal.Efek Samping Efek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang hanya boleh dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus.

Peringatan/Perhatian Peringatan untuk penggunaan Streptomisin : hati hati pada penderita gangguan ginjal, Lakukan pemeriksaan bakteri tahan asam, hentikan obat jika sudah negatif setelah beberapa bulan. Penggunaan intramuskuler agar diawasi kadar obat dalam plasma terutama untuk penderita dengan gangguan fungsi ginjal.

10.2. Obat anti tuberculosis lini keduaa) p-Aminosalisilic acid (PAS)Efek samping berupa gangguan pencernaan (diare) setelah terapi selama 1-2 minggu (dapat diatasi dengan opioid dosis rendah), malabsorbsi pada saat pemakaian awal, hipersensivitasb) SikloserinSikloserin hanya digunakan untuk terapi Multy Drug Resistant (MDR). Diberikan secara peroral pada saat perut kosong. Dikeluarkan melalui ginjal dengan diltrasi glomerolus sehingga dosisnya dikurangi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek samping utama berupa toksisitas CNS (lethargi, kebingungan, tingkah laku abnormal)c) EthionamidEthionamid hanya aktif untuk genus mikobarteri, bersifat bakteriostatik, karena sulit mencapai kadar serum agar dapat bersifat bakteriosid. Dosis awal sebesar 250 mg dan dinaikkan secara bertahap tiap 250 mg. namun dosis > 1000 mg jarang digunakan. Efek samping berupa penyakit gondong (dengan atau tanpa hipotiroid), ginekomastia, alopesia, impoten, menorrogia, fotodermatitis, dan jerawat. Pemberian ethionamid menjadi lebih sulit pada pasien diabetes, sehingga ethinamid diberikan jika benar-benar dibutuhkan. d) ClofaziminClofazimin memiliki aktifitas kuat terhadap Mycobacterium leprae tetapi aktifitasnya lemah terhadap M. tuberculosis dan M. avium. Dosis 100-200 mg sehari pada kasus MDR (Multy Drug Resistant) dan MAC (Mycobacterium avium complex). Efek samping yang utama adalah gastrointestinal distress dan skin discoloration.

e) KuinolonLevofloksasin, siprofloksasin dan moxifloxacin terkadang digunakan untuk penanganan MDR-TB. Kuinolon dianggap penting karena tersedia dalam bentuk oral dan intravena, sehingga dapat digunakan untuk pasien kritis.f) Kombinasi -laktam dan inhibitor -laktamaseAktivitas -laktam terbatas karena adanya enzim laktamase mikobakteri dan gagal memasuki makrofag. Penggunaan kombinasi ini dgunakan sebagai terapi penyelamatan pada pasien yang tidak memiliki pilihan terapi lainnya. g) Makrolida/azalidaAktivitas klaritromysin dan azitromisin terhadap M. tuberculosis terbatas dan tidak dapat digunakan secara terus-menerus.h) Obat dan sistem penghantaran baru.Obat baru yang memiliki aktifitas terhadap tuberculosis diantaranya nitromidazopyran, oxazolidinones, linezolid. Sistem penghantaran baru yang dianggap dapat bermanfaat untuk penanganan TB diantaranya liposom (dapat membantu penghantaran -laktam sampai pada mikrofag mikobakteri)i) KortikosteroidTerapi tambahan kortikosteroid dapat meningkatkan keuntungan pada beberapa pasien tuberculosis meningitis atau perikarditis karena dapat mengurangi infalamasi dan tekanan.

8.3 Standar Terapi TuberkulosisKategori 1 2HRZE/4H3R3 2HRZE/4HR 2HRZE/6HE

Kategori 2 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 2HRZES/HRZE/5HRE

Kategori 3 2HRZ/4H3R3 2HRZ/4HR 2HRZ/6HE

Tabel 5. Regimen standar program pengobatan TB menurut WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Diseases)

Paduan Obat Anti Tuberculosis (OAT) yang digunakan di IndonesiaPaduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3. Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Prinsip pengobatanPengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

Paduan OAT dan peruntukannya.a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif Pasien TB ekstra paru

Berat badanTahap intensiftiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275)Tahap lanjutan3 kali seminggu selama 16 mingguRH (150/150)

30 37 kg2 tablet 4KDT2 tablet 2KDT

38 54 kg3 tablet 4KDT3 tablet 2KDT

55 70 kg4 tablet 4KDT4 tablet 2KDT

71 kg5 tablet 4KDT5 tablet 2KDT

Tabel 5. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori 1

Tahap pengobatanLama pengobatanDosis per hari/kaliJumlahhari/kalimenelanobat

TabletIsoniasid@ 300 mgrKapletRifampisin@ 450 mgrTabletPirazinamid@ 500 mgrTabletEtambutol@ 250 mgr

Intensif4 bulan113356

Lanjutan2 bulan21--48

Tabel 6. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk kategori 1

b. Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Berat badanTahap Intensif tiap hariRHZE (150/75/400/275) + STahap Lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) + E(400)

Selama 56 hariSelama 28hariselama 20 minggu

30-37 kg2 tab 4KDT+ 500 mg Streptomisin inj.2 tab 4KDT2 tab 2KDT+ 2 tab Etambutol

38-54 kg3 tab 4KDT+ 750 mg Streptomisin inj.3 tab 4KDT3 tab 2KDT+ 3 tab Etambutol

55-70 kg4 tab 4KDT+ 1000 mg Streptomisin inj.4 tab 4KDT4 tab 2KDT+ 4 tab Etambutol

71 kg5 tab 4KDT+ 1000mg Streptomisin inj.5 tab 4KDT5 tab 2KDT+ 5 tab Etambutol

Tabel 7. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori 2

Tahap pengobatanLama pengobatanTabletIsoniasid@ 300mgrKapletRifampisin@ 450mgrTabletPirazinamid@ 500 mgrEtambutolStreptomisininjeksiJumlahhari/kalimenelanobat

Tablet@ 250mgrTablet@ 400mgr

Tahap intensif (dosis harian)2 bulan1 bulan11113333--0,75 gr-5628

Tahap lanjutan (dosis 3x seminggu)4 bulan21-12-60

Tabel 8. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk kategori 2

Catatan: Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

c. kategori 3 ( 2HRZ/4H3R3)Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk: Penderita baru BTA negatif dan rntgen positif sakit ringan, Penderita TB ekstra paru ringan.

Tahap PengobatanLamanya PengobatanTablet Isoniazid @300 mgKaplet Rifampisin @ 450 mgTablet Pirazinamid @ 500 mgJumlah blister harian

Tahap intensif (dosis harian)2 bulan11356

Tahap lanjutan (dosis 3 x seminggu)4 bulan21---50

Catatan: Paduan OAT Kategori 3 dalam paket kombipak Untuk penderita dengan berat badan antara 33 55 kg.

d. OAT Sisipan (HRZE)Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).Berat badanTahap intensif tiap hari selama 28 hariRHZE (150/75/400/275)

30 37 kg2 tablet 4KDT

38 54 kg3 tablet 4KDT

55 70 kg4 tablet 4KDT

71 kg5 tablet 4KDT

Tabel 9. Dosis KDT untuk sisipan

Tahap pengobatanLama pemgobatanTabletIsoniasid@ 300MgrKapletRifampisin@ 450mgrTabletPirazinamid@ 500 mgrTablet Etambutol @ 250 mgrJumlahhari/kalimenelanobat

Tahap intensif(dosis harian)1 bulan113328

Tabel 10. Dosis OAT kombipak untuk sisipan

e. Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

Jenis obatBB < 10 kgBB 10 - 19 kgBB 20 - 32 kg

Isoniasid50 mg100 mg200 mg

Rifampisin75 mg150 mg300 mg

pirazinamid150 mg300 mg600 mg

Tabel 11. Dosis OAT kombipak pada anak

Berat badan (kg)2 bulan tiap hari RHZ (75/50/150)4 bulan tiap hari RH (75/50)

5 91 tablet1 tablet

10 192 tablet2 tablet

20 324 tablet4 tablet

Tabel 12. Dosis OAT KDT pada anakKeterangan: Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet. Anak dengan BB 33 kg , dirujuk ke rumah sakit. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum.

Gambar 3. Algoritma pengobatan

8.4 Multy Drug Resistant (MDR)Peningkatan prevalensi bakeri patogen yang resisten saat ini semakin banyak, terutama karena penggunaan antibiotik yang tidak rasional baik oleh petugas kesehatan maupun penderita sendiri. Hal ini menyebabkan beberapa orang telah mulai diidentifikasi resisten terhadap obat antituberkulosis yang ada. Memang belum banyak dilakukan penelitian tentang resisensi ini, namun telah terjadi di beberapa Negara, termasuk di Indonesia. Temuan tentang resistensi terhadap INH dan Rifampisin, yang cukup tinggi seperti yang dilaporkan WHO, menuntut penggunaan obat anti tuberculosis generasi kedua ( Second lines anti-tuberculosis drugs). Terapi: paduan obat khusus yang mengandung obat antituberkulosis lini kedua. Paling tidak digunakan empat obat yang masih efektif paling sedikit 18 bulan. Paduan obat yang digunakan berdasarkan hasil tes uji resistensi kuman TB, riwayat pengobatan, pola resistensi di lingkungan tempat tinggal. WHO menganjurkan penggunaan obat obatan berikut dan diawasi langsung oleh para ahli, yaitu :

Capreomycin Serbuk untuk injeksi, 1000 mg /vial

Cycloserine kapsul atau tablet, 250 mg

Para-aminosalicylic acid (PAS) tablet 500 mg, granules, 4 g dalam sachet

Ethionamide tablet, 125 mg 250 mg

Amikacin Serbuk untuk injeksi, 1000 mg /vial

Kanamycin Serbuk untuk injeksi, 1000 mg /vial

Ciprofloxacin tablet, 250 mg, 500 mg

Ofloxacin tablet, 200 mg, 400 mg

Levofloxacin tablet, 250 mg, 500 mg

8.5 Pengobatan Tb Pada Keadaan Khususa) KehamilanPada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.b) Ibu menyusui dan bayinyaPada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.c) Pasien TB pengguna kontrasepsiRifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).d) Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDSTatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).e) Pasien TB dengan hepatitis akutPemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.f) Pasien TB dengan kelainan hati kronikBila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.g) Pasien TB dengan gagal ginjalIsoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.h) Pasien TB dengan Diabetes MelitusDiabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.i) Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroidKortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti: Meningitis TB TB milier dengan atau tanpa meningitis TB dengan Pleuritis eksudativa TB dengan Perikarditis konstriktiva.Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.j) Indikasi operasiPasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:1) Untuk TB paru: Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif. Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.2) Untuk TB ekstra paru:Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang disertai kelainan neurologik.

8.6 Interaksi obat a) Interaksi isoniazidNama obatinteraksipenangananMonitoring

AsetaminofenKonsentrasi asetaminofen ditingkatkan oleh isoniazid.Kasus hepatoksisitas pernah terjadi akibat interaksi antara asetaminofen dan isoniazidDianjurkan membatasipemakaian asetaminofen, dapat dipakai aspirin atauNSAID lainMonitorhepatotoksisitas

Antasida

Beberapa antasidaMenurunkan kadar INH dalam plasmaMinum INH 2 jam sebelum atau 6 jam sesudah antasida.Monitor INH yangMenurun responsnyakarena antasida.

As. Valproat

Pernah terjadi kadar as.valproat meningkat setelah dikombinasikandengan INH, sehingga terjadi simtom toxisitasasam valproat.Penderita dengan slow acetylators lebih berisiko akibat interaksi iniMonitor perubahanrespons as.valproat bilamemulai INH (mual, sedasi) atau bila INHdihentikan (berkurangnyapengendalian kejang-kejang)

Karbamazepin

INH ternyata meningkatkan konsentrasi karbamazepin dalam plasma pada banyakpenderita; kemungkinanakan terjadi simtom toksisitas karbamazepin,terutama pemakaian INH >200mg/hari.Toksisitas karbamazepin akan terjadi pada hari 1-2 setelah terapi INH.Isoniazid dapat menurunkan kebutuhan dosis Karbamazepinpada sebagian besar penderita

Monitor simtom toksisitas karbamazepin(pusing, ngantuk, mual, muntah, ataxia, sakitkepala, nystagmus, pandangan buram.). Kalau memungkinkanmonitor konsentrasikarbamazepin yang turun apabila INH dihentikan atau dikurangi dosisnya.

Disulfiram

Kombinasi dengan INHdapat mengakibatkanefek SPP yang merugikan

Sebaiknya hindari pemakaian disulfiram bagi penderita yang sedang diobati dengan INH

Bila terpaksa kombinasi ini tetap dilakukan, monitor efek SPP yangmerugikan: perubahansuasana hati, perilaku, ataxia

Fenitoin

INH akan meningkatkankonsentrasi fenitoin dalam serumKemungkinan terjadi toksisitas fenitoin. Slowmetabolizers INH risikonya lebih besar. Kalau perlu dosis fenitoin diturunkanMonitor toksisitas fenitoin: ataxia, nystagmus, mental impairment, involuntaryMuscular movement,kejang. Bila INH dihentikan, monitor respons terhadap fenitoin, kalau perlu dosis fenitoin dinaikkansesuai kebutuhan

Makanan

Makanan akan menurunkan konsentrasi INH, dan beberapajenis keju dapat menyebabkanreaksi .Minum INH saat perut kosong

Monitor reaksi akibat keju: flushing, chills,tachycardia, sakit kepala, hipertensi.

RifampisinWalau rifampisin dapatmeningkatkanhepatotoksisitas dari INH, kombinasi ini tidak menyebabkanhepatotoksitas pada sebagian besar penderitaMonitor hepatotoksisitas terutama bagi penderita penyakit hati dan slowacetylator of INH

Teofilin

Konsentrasi teofilin akan meningkat setelahbeberapa minggu minum INH. Beberapapenderita dapat mengalami toksistas teofilin.Monitor kadar teofilin. Interaksi akan terjadi paling potensial setelahbeberapa minggu

b) Interaksi obat rifampisinCONTOHINTERAKSIMANAJEMENMONITOR

AmiodaronRifampisin menurunkankonsentarsi amiodaron dalam plasma, dapatmenurunkan efikasi terapiPakai antiaritmik alternatif. Rifampin jugaMenginduksi metabolisme quinidin,disopiramid, propafenon, verapamilMonitor amiodaron dan konsentrasi DEA

BuspironRifampisin menurunkandengan jelas konsentrasibuspiron dalam serum, dapat menurunkanefikasi terapi.Pakai antianxiety alternatif yang tidakDimetabolisme oleh CYP3A4 misalnya:lorazepam, temazepamMonitor efikasi buspiron.

Khloramfenikol

Rifampisin menurunkanKonsentrasi khloramfenikol,mengurangi efikasi antibakteriHindari kombinasi Rifampisin dankhloramfenikolMonitor konsentrasiKhloramfenikol

Obat KB

Rifampisin dapatMenyebabkan ketidakaturan menstruasi, ovulasi, dankadang kegagalan obat KB oral.

Harus diterapkan cara KB lain atau tambahan metoda lain selamaPengobatan rifampisin dan 1 siklus setelahrifampisin selesai.Monitor adanya efek turunnya estrogen seperti ketidakaturanMenstruasi

Siklosporin

Rifampisin dapatMenurunkan konsentrasi siklosporin dan dapat menyebabkankegagalan terapi

Hindarkan kecualikegunaannyamelebihi risiko

Monitor konsentrasisiklosporin dalam darah. Kombinasi dengan Rifampisin membutuhkan peningkatan konsentrasisiklosporin 2-4 x untuk menjaga konsentrasiterapinya. Berhentinyarifampisin akan menyebabkan peningkatan siklosporin dalam 5-10 hari. Dosisharus diturunkan kembali.

Diazepam

Rifampisin ternyataMenurunkan kadar diazepam dalam serum dan mungkin dengan Benzodiazepine lain.Monitor penderita akan menurunnya efekbenzodiazepam

Digitoksin

Rifampisin menurunkankonsentrasi digitoxin dan digoxin dalam serum.Harus ada penyesuaian dosis untuk glikosidadigitalis (terutama digitoxin.)Monitor menurunnyaefikasi glikosida digitalis.

Diltiazem

Rifampisin menurunkanKonsentrasi diltiazem. Dapat menurunkan efikasi (mungkin dapat terjadi juga dengan Channel blocker lainnya)Dicari alternative non Calcium Channel blocker.Bila tetap dipakaidibutuhkan dosis lebih besar.Monitor efek Ca Channel blocker apabila dikombinasi dengan rifampisin.

Fluvastatin

Rifampisin menurunkankonsentrasi fluvastatin dalam plasma.

Menurunkan efikasi fluvastatin. Cari antikolesterol yang tidakdipengaruhi oleh CYP3A4 atau CYP2C9Monitor serum kolesterol

Gliburid

Rifampisin menurunkankadar gliburid.Kemungkinan turunnya efek hipoglikemik.Kemungkinan dapat terjadi pada Sulfonylurea lain.

Perhatikan turunnya efek hipoglikemik.Penghentian rifampisin dapat mengakibatkanhipoglikemi untuk pasien yang sudah stabil pada kombinasi keduaobat di atas.

Isoniazid

Walau rifampisin dapatMeningkatkan hepatotoksisitas INH, kombinasi ini tidakMenyebabkan hepatotoksitas pada sebagian besar penderitaMonitor hepatotoksisitas terutama bagi penderita penyakit hati dan slowacetylator of INH

Itrakonazol

Rifampisin menurunkankonsentrasi itrakanazol dalam plasma. Menurunkan efikasi itrakonazolMonitor penurunanefikasi itrakonazol

Ketokonazol

Rifampisin menurunkankonsentrasi ketokonazol, dan ketokonazol menurunkan konsentrasipuncak rifampisin.Pemisahan dosis ketokonazol dan rifampisin 12 jam dapat mencegah depresiKonsentrasi rifampisin.Monitor kegagalan terapi untuk ketokonazol atau sebaliknyarifampisin.

Losartan

Rifampisin menurunkanKonsentrasi losartan dalam plasma dan metabolit aktifnya.Kemungkinan menurunnyaefikasi hipotensif.Cari alternatif obat hipotensif lain, misalnya ACE inhibitor.

Monitor penurunanefikasi hipotensif

c) Interaksi pirazinamideBereaksi dengan reagen Acetes dan Ketostix yang akan memberikan warna ungu muda sampai coklat.

d) Interaksi etambutolGaram Aluminium seperti dalam obat maag, dapat menunda dan mengurangi absorpsi etambutol. Jika dieprlukan garam alumunium agar diberikan dengan jarak beberapa jam.e) Interaksi streptomisin Interaksi dari Streptomisin adalah dengan kolistin, siklosporin, Sisplatin menaikkan risiko nefrotoksisitas, kapreomisin, dan vankomisin menaikkan ototoksisitas dan nefrotoksisitas, bifosfonat meningkatkan risiko hipokalsemia, toksin botulinum meningkatkan hambatan neuromuskuler, diuretika kuat meningkatkan risiko ototoksisitas, meningkatkan efek relaksan otot yang non depolarising, melawan efek parasimpatomimetik dari neostigmen dan piridostigmin.

9. Studi KasusKasus:Seorang pria berusia 23 tahun dengan gejala batuk selama 4 minggu, kesulitan bernafas, dan malaise (tidak enak badan). Dia kehilangan berat badan srbanyak 4 kg, tetapi tidak memiliki riwayat berkeringat pada malam hari atau haemoptysis. Dia baru berlibur dari Pakistan 2 bulan sebelumnya. Hasil pemeriksaan: suhu badan 37,8C (demam ringan) jumlah hemoglobin dan sel darah putih CRP 231 mg/l Chest x-ray: terdapat bayangan bilateral atas dan lobus tengah, tetapi tidak ada pembesaran hilar Sputum: mengandung BTA; kultur: mengandung Mycobacterium tuberculosis Uji mantoux: positifDiagnosis: pulmonary tuberculosisTerapi: isoniazid dan rifampicin selama 6 bulan, bersama pyrazinamide dan etambutol untuk 2 bulan pertama

Pembahasan:Diagnosis: Pasien baru berlibur dari pakistan yang memiliki prevalensi 100-199 per 100.000 populasi (WHO,2004) dan 57% MDR dari kasus WHO daerah mediterania. Gejala yang dialami batuk selama 4 minggu, kesulitan bernafas, malaise (tidak enak badan), kehilangan berat badan srbanyak 4 kg merupakan gejala umum TB.UjiHasil labNilai normal

Suhu badan37,5C36-37C

hemoglobinnormal13.8 - 17.2 gm/dl

Sel darah putihnormal5000 10000 sel/dL

CRP (C-ReactiveProtein)231 mg/l< 0,8 mg/dl

Sputum (TB)positifNegatif

Chest x-rayTerdapat bayangan flekTidak ada noda

Uji mantouxpositifNegative

Terapi: Pengobatan mengunakan terapi anti tuberculosis lini pertama Menggunakan dosis kombinasi untuk mencegah resistensi Mengikuti standar terapi kategori 1Dibagi menjadi 2 tahap: Tahap intensif (2 bulan): isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol Tahap lanjutan (4 bulan): isoniazid dan rifampisin

1. Pertanyaan1. Apa maksudnya pada penanganan non farmakologi dengan peningkatan berat badan? Salah satu simtom tuberculosis adalah berat badan menurun, jadi jika berat badan meningkat dapat dikatakan bahwa pasien tersebut sudah mulai sembuh, hal ini dapat dicapai dengan asupan gizi yang cukup, yang diharapkan system imunitas menjadi lebih kuat2. Pada pemeriksaan dahak mikroskopik, bagaimana jika pasien mengalami kesulitan untuk mengeluarkan dahaknya? Apakah tes bisa dengan foto toraks saja? Pasien harus tetap menjalani pemeriksaan dahak mikroskopik. Jika kesulitan untuk mengeluarkan dahak, dapat diinduksi dengan aerosolized hypertonic saline.3. Pada studi kasus, dikatakan pasien tersebut di tes dengan tes mantoux. Bagaimana tes tersebut? Tes Mantoux merupakan nama lain dari Tuberkulin Skin Test. Tes ini dapat dilakukan dengan menyuntikkan tuberculin (suatu filtrate pembiakan basil yang mengandung produk pemisahannya (protein) yang khas) secara intradermal. Reaksi positif ditunjukkan dengan kemerah-merahan setempat yang menunjukkan terdapatnya antibody terhadap basil TBC pada darah. Hal ini berarti tidak hanya pasien tuberculosis aktif saja yang positif terhadap tes ini, tetapi juga orang dengan TB pasif maupun orang yang pernah divaksinasi BCG. 4. Jika pada suatu keluarga ada yang menderita tuberculosis apakah untuk pencegahan anggota keluarga yang lain diberikan obat juga? Jika ya, apakah sama jenisnya dengan penderita tuberculosis? Untuk pencegahan, anggota keluarga diberi isoniazid dosis terendah dan vitamin B6, untuk mencegah resiko infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Selain itu, untuk preventif, sebaiknya anak anak diberi vaksin BCG.5. Vaksin BCG itu sebenarnya untuk preventif atau kuratif? Vaksin BCG untuk preventif, karena mengandung bakteri yang dilemahkan. Malah, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada seorang pasien tuberculosis aktif, karena akan memperparah kondisinya yang dengan imunitas lemah.6. Jika ada seorang pasien tuberculosis yang sudah sembuh, tetapi kemudian kambuh, bagaimana cara pengobatannya? Jika kambuhnya pasien tersebut masih dalam jangka waktu yang relative singkat, misalnya kurang dari setahun, maka pengobatan yang diberikan langsung kekategori dua. Tetapi jika kekambuhan sudah relative lama, misalnya saja lima tahun, maka pasien tersebut terhitung pasien baru dan dicek apakah ada resistensi, jika tidak ada resistensi maka pengobatan dimulai dari kategori satu, tetapi jika ada resistensi pengobatan dimulai dari kategori dua.7. Bagaimana membedakan pemberian obat yang lini pertama dan kedua? Apa boleh langsung diberi lini kedua? Streptomisin kenapa masuk lini satu dan dua? Ketika seorang pasien didiagnosa menderita tuberculosis, maka dia langsung diberi obat lini pertama pada kategori satu, jika tidak sembuh juga masuk kategori sisipan baru dilanjutkan kategori dua. Jika pasien tidak sembuh juga, padahal pasien tersebut patuh mengkonsumsi obatnya, maka dikatakan pasien tersebut sudah resisten, maka diberi obat anti tuberculosis lini dua. Jadi tidak boleh langsung diberi obat yang lini kedua. Untuk streptomisin, pada kategori WHO, obat ini masuk lini dua, tetapi pembagian lini obat tuberculosis untuk setiap Negara berbeda beda, tergantung tingkat resistensinya. Di Indonesia, streptomisin masuk ke lini pertama yang diberikan pada kategori dua. Obat ini diberikan secara injeksi, oleh karena itu pasien harus dirawat dirumah sakit.8. Apakah obat tuberculosis boleh diracik untuk diberikan pada anak anak? Untuk anak anak, kombinasi obat tuberculosis yang diberikan tanpa ethambutol, karena ethambutol tidak boleh diberi untuk anak dengan usia dibawah lima tahun, karena dapat menyebabkan buta warna parsial terhadap warna merah dan hijau. Oleh sebab itu, selain kemasan fix dose, obat obat anti tuberculosis tersedia juga dalam sediaan yang terpisah pisah. Sediaan ini boleh diracik jika tidak bisa menggunakan fix dose, terutama untuk anak anak dengan berat badan yang rendah.9. Pada Extrapulmonary Tuberculosis bagaiman penularannya? Bakteri Mycobacterium tuberculosis ditularkan dari oranng yang satu keorang yang lainnya melalui saluran pernafasan. Jika system immune seorang yang terinfeksi tersebut memang sangat buruk, maka bakteri masuk kealiran darah dan menginvasi organ organ tubuh yang lainnya, yaitu genitourinary, kelenjar limfe, tulang belakang, selaput otak (meninges), pleura, kulit, peritoneum, pericardium, laring dan kelenjar adrenal.10. Faktor resiko tuberculosis salah satunya adalah hepatitis B, bagaiman hal tersebut dapat terjadi? Penderita hepatitis memiliki system imun yang rendah sehingga mudah terkena penyakit infeksi. Selain itu kombinasi rifampisin, isoniazid dan pirazinamid bersifat sangat hepatotoxic. Oleh karena itu, harus sering dimonitor kadar SPOGT, jika kadar sudah tinggi maka pemberian obat harus diberhentikan hingga normal kembali, dan jika sudah normal, pengobatan dimulai dari awal kembali.11. Pemberian obat antituberkulosis ada yang diberi tiga hari sekali. Bagaimana cara mengaturnya? Diberi pada pagi hai setelah sarapan agar tidak terlupa. Jika ada efek samping mual dan muntah, dapat diatasi dengan cara diberikan bersama makanan.

DiagnosisMuncul GejalaFoto Toraks & Pertimbangan DokterHasil BTA - - -Hasil BTA +++ / ++ -Hasil BTA + - -Pemeriksaan Dahak MikroskopikPemeriksaan Dahak MikroskopikBukan TBTBHasil BTA + + + / + + - / + - -Hasil BTA - - -Tidak MembaikAntibiotik Non-OATMembaik3