[email protected] Health of University Muhammadiyah
Prof. Dr. Hamka Jakartaabout.me/kurniawaty.22BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangIndonesia tidak mungkin terlepas dari adanya
gempa bumi. Gempa dapat terjadi disemua daerah. Beberapa lempeng
bumi bertemu dan beradu atau berbenturan sejak dahulu, di kepulauan
Indonesia ini. Banyak tempat rawan akan gempa dan tsunami di
Indonesia. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia secara geografis
maupun geologi merupakan negara kepulauan yang terletak pada empat
lempeng tektonik yang bertemuan, yaitu: lempeng Euroasia,
Australia, Pasifik, dan Filipina.Bencana gempa bumi dan gelombang
tsunami yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara
tanggal 26 Desember 2004 lalu sangatlah luar biasa. Hempasan ombak
yang merasuk jauh ke pantai menghancurkan daratan. Kota-kota yang
terletak di sepanjang pantai Barat Aceh dan Sumatra Utara, terutama
dari Banda Aceh hingga Meulaboh, dibuat porak poranda.Peristiwa ini
menyebabkan kerusakan yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
Hampir 230,000 orang tewas 160,000 di Provinsi Aceh kebanyakan
mereka adalah wanita dan anak-anak[footnoteRef:1]. Masyakarat
terkoyak, mata pencaharian hilang, keluarga, sekolah dan fasilitas
kesehatan hilang terbawa arus besar. Selain itu, terdapat kerusakan
skala besar dan sumber daya yang besar pula. Sehingga membutuhkan
waktu yang relatif lama dalam rehabilitasi daerah tersebut dan
memulihkan dengan lebih baik. Tidak hanya Indonesia yang mengalami
kerusakan akibat gempa 8,9 skala richter dengan episentrum di
sekitar Meulaboh itu, tetapi juga negara-negara yang terletak di
teluk Banggali dan juga jauh hingga Benua Afrika. [1: UNICEF
Indonesia]
Gempa bumi ini tergolong terbesar keempat sepanjang sejarah.
Efek dari gempa bumi dan tsunami ini bukan hanya seketika, tetapi
mendunia. Istilah tsunami begitu sering diungkapkan oleh warga.
Selain itu dampak buruk tsunami yang diakibatkan oleh gelombang
yang sangat dahsyat dengan ketinggian ketika masuk ke daratan bisa
mencapai 15 meter dan kecepatan bagai pesawat tempur.Keadaan
pesisir pantai pasca tsunami mengalami kerusakan, sebagian besar
vegetasi pelindung kawasan pesisir mati akibat hantaman gelombang.
Vegetasi yang mati meliputi hutan mangrove, hutan pantai dan hutan
hujan tropis dataran rendah. Akibatnya, hutan kawasan pesisir yang
rusak tersebut secara alami juga akan mengalami perubahan. Hal ini
disebabkan karena pusat terjadinya gempa berada di sekitar Samudera
Hindia (Suryawan dan Mahmud, 2005). Secara fisik hutan mangrove
berfungsi sebagai peredam hempasan gelombang.Banyak orang menjadi
sangat takut dengan tsunami, seperti semua gempa yang terjadi
segera dianggap dan dihubungkan dengan akan terjadinya gelombang
tsunami. Dari hal ini menjadi penting agar segera melakukan
kegiatan edukasi dan sosialisasi mengenai bencana alam yang benar
kepada masyarakat. Masyarakat dipersiapkan dan diwaspadai terhadap
setiap ancaman yang akan terjadi. Akan tetapi, sikap ini harus
disertai dengan pemahaman yang benar. Saatnya secara sadar
diberikan pengajaran kepada seluruh masyarakat tentang apa-apa yang
harus dilakukan apabila terjadi bencana, karena pemahaman yang
keliru bukan hanya merugikan, tetapi dapat membahayakan diri
sendiri.Bencana berlalu, namun masih menyisahkan duka yang mendalam
menyelimuti Indonesia. Banyaknya korban jiwa, yang telah
terindetifikasi maupun hanyut dilaut luas. Bukan hanya itu,
kehancuran sendi-sendi perekonomian di Aceh serta permasalan
lingkungan yang sangat kompleks. Upaya pemulihan meliputi
rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya rehabilitasi bertujuan
mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak
menentu ke kondisi normal yang lebih baik. Upaya rekonstruksi
bertujuan membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat
bencana secara lebih baik.1.2 Rumusan MasalahKarya ilmiah ini akan
dibagi beberapa pokok masalah berdasarkan uraian latar belakang di
atas, yaitu: Siklus tsunami Kerusakan pasca tsunami Upaya-upaya
penanggulangan pasca tsunami Upaya perencanan tata ruang pasca
tsunami1.3 Tujuan Berdasarkan pada latar belakang, maka makalah ini
bertujuan untuk dapat memahami bagaimana siklus tsunami, bagaimana
karusakan pasca tsunami yang berdampak pada kesehatan lingkungan
serta kesehatan korban. Selain itu memberikan informasi upaya-upaya
penanggulangan pasca tsunami dan mengetahui upaya perencanan tata
ruang pasca tsunami .Dengan demikian kita sebagai warga negara
Indonesia dapat paham ataupun mengenal kriteria bencana dalam
negaranya sendiri. Selain itu, kita juga dapat menilai dan
menganalisis bagaimana perkembangan serta pengawasan akan bencana
yang akan terjadi maupun yang telah terjadi.
1.4 ManfaatPenulisan makalah ini diaharapkan dapat memberikan
manfaat terhadap pembaca atas pemberikan informasi ini, serta
memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih rinci kepada pembaca
terutama dengan adanya tafsir ilmi yang dapat menambah ketaqwaan
kita kepada Sang Pencipta atas tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran
Allah SWT yang dapat dipahami oleh orang-orang yang berakal.Hal ini
telah dijelaskan pada surah li IMRN (3:190) Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,Semoga makalah
ini bermanfaat bagi penulis serta pembacanya.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
1. 2. 2.1. Definisi Bencana Bencana adalah suatu kejadian
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis.Bencana Alam ialah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah
longsor.Daerah rawan bencana yaitu Suatu daerah yang memiliki
risiko tinggi terhadap suatu bencana akibat kondisi geografis,
geologis, dan demografis serta akibat ulah manusia.Sedangkaan rawan
bencana merupakan kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik,
ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu
tertentu yang Pedoman Teknis xvi Penanggulangan Krisis Kesehatan
Akibat Bencana mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai
kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk
bahaya tertentu.2.2. Sejarah singkat bencana alam terbesar di
IndonesiaIndonesia dikenal sebagai negara kaya bencana gempa bumi,
tsunami, maupun letusan gunung berapi dll. Sejarah bencana yang
tergolong besar di Indonesia seperti, pada 27 Agustus 1983 terjadi
bencana alam berupa meletusnya gunung Krakatau di selat sunda.
Selain itu sejarah baru ditorehkan yaitu bencana alam gempa besar
di Aceh pada 26 December 2004, mengakibatkan tsunami berskala 8,7
pada skala Richter di barat Aceh dan oleh dua gempa besar di
Kepulauan Nicobar dan Andaman, India, yang terjadi dalam selang
waktu dua jam kemudian. Bencana ini menewaskan sekitar 150.000
penduduk di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan.2.3. Jenis
Kegiatan atau Upaya Penanggulangan Pasca Bencana Penanggulangan
Bencana adalah Serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Penanggulangan krisis
kesehatan akibat bencana adalah Serangkaian kegiatan bidang
kesehatan untuk mencegah, menjinakkan (mitigasi) ancaman/bahaya
yang berdampak pada aspek kesehatan masyarakat, mensiapsiagakan
sumber daya kesehatan, menanggapi kedaruratan kesehatan, dan
memulihkan (rehabilitasi), serta membangun kembali (rekonstruksi)
infrastruktur kesehatan yang rusak akibat bencana secara
lintasprogram dan lintassektor. Rehabilitasi adalah Perbaikan dan
pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai
tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara Pedoman Teknis xxiv
Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Rekonstruksi adalah Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca
bencana.2.4. Jenis-jenis kegiatan waspada bencana Kegiatan
Pencegahan Bencana adalah Serangkaian kegiatan yang dilakukan
sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman
bencana. Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya bencana dan/atau bila memungkinkan meniadakan
sebagian atau seluruh bencana yang mungkin terjadi. Mitigasi adalah
Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi bencana. Kesiapsiagaan adalah Serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Penilaian
risiko adalah Suatu evaluasi terhadap semua unsure yang berhubungan
dengan pengenalan bahaya serta dampaknya terhadap lingkungan
tertentu.
BAB IIIPEMBAHASAN3.1 Gempa besar pemicu tsunami di NAD dan Sumut
Dalam Al-Quran telah diberikan penjelasan tentang bumi yang
bergerak dan sering menimbulkan gempa bumi, Allah SWT member
beberapa isyarat dan petunjuk, misalnya dalam QS az-Zalzalah
(99:1-4)
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Apabila bumi
digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah
mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia
bertanya: "Mengapa bumi (menjadi begini)?", pada hari itu bumi
menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah
memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. Pada hari itu
manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya
diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka, Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.QS
az-Zalzalah (99:1-4)Menurut peta sejarah kegempaan Badan
Meteorologi dan Geofisika, gempa berskala kecil dan besar banyak
melanda Indonesia, mulai dari Nusa Tenggara hingga Sumatera. Pusat
gempa sebagian besar di perairan yang relatif dekat dengan
pulau-pulau tersebut. Hal ini berhubungan dengan adanya pertemuan
lempeng benua di dasar laut, dan diketahui bahwa sebagai tempat
bertemunya tiga lempeng benua terdapat di bawah perairan Indonesia.
tiga lempeng benua tersebut ialah, lempeng Hindia atau
Indo-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di utara, dan
lempeng Pasifik di timur.Gempa yang terjadi di perairan barat
Nanggroe Aceh Darussalam, Nicobar, dan Andaman, hari minggu 26
Desember lalu merupakan akibat dari interaksi lempeng Indo-Astralia
dan Eurasia. Gempa-gempa besar pada skala magnitudo 5,8 hingga 9,0
berpusat di dasar laut pada kedalaman 10 kilimeter tergolong gempa
dangkal, namun telah menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang
wilayah pantai di Asia Tenggara dan Asia Selatan, yang berada di
sekitar tiga pusat gempa tersebutGempa berskala besar, kata Dr.Prih
Haryadi kepala Pusat Sistem Data dan Informasi Geofisika Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG), menimbulkan patahan berdimensi
ratusan kilometer jaraknya dari pusat gempa hingga memicu gempa
lain. Gempa di Aceh menimbulkan dampak kegempaan hingga radius 200
kilometer. Diantaranya memicu gempa di Kepulauan Nicobar di sebelah
utara pusat gempa pada jarak 550 kilometer serta mengguncang Pulau
Andaman.Selain menimbulkan getaran yang kuat, gempa kali ini juga
menyebabkan timbulnya deformasi vertikal di sumber gempa. Deformasi
berupa penurunan permukaan dasar laut tersebut mengakibatkan
penjalaran energi kinetik menjadi gelombang tsunami di pantai.
Daerah yang rawan tsunami adalah daerah yang berpantai landai dan
berupa teluk. Pada daerah teluk, energi gelombang terperangkap
hingga naik ke darat.Ancaman gempa tsunami berada sepanjang
pertemuan lempeng mulai dari timur kepulauan Maluku, selatan Nusa
Tenggara dan Jawa, hingga barat Sumatera. Umumnya, gempa subduksi
di laut yang berkekuatan minimal 6,2 pada skala Richter sudah dapat
menimbulkan gelombang tsunami. Namun, yang lebih kecil dari itupun
dapat menimbulkan gelombang pasang, bergantung pada lokasinya dan
pola subduksi serta topografi dasar laut.Gempa di Meulaboh
dilaporkan bukan saja telah menimbulkan tsunami di daerah barat
NAD, tetapi juga menerjang pulau Sabang. Gempa di Nicobar yang
berkekuatan 7,3 skala Richter ini yang dipicu oleh gempa meulaboh,
dan gempa tersebut pula menyebabkan timbulnya tsunami di Songla dan
Phuket (Thailand),menurut perkiraan Dr.Prih.Menurut Kepala Pusat
Penelitian Geoteknologi LIPI Dr. Heri Haryono, gempa yang posisinya
di dekat Pulau Simeulue (NAD) itu terjadi karena mekanisme kompresi
atau subduksi, yaitu lempeng Samudra Hindia menujam bagian bawah
lempeng Asia Tenggara (yang merupakan subduksi lempeng Benua
Eurasia). Karena hal yang terjadi adalah gempa subduksi, yang
menyebabkan menunnya permukaan dasar laut di tempat pertemuan
lempeng tersebut, maka akan timbul gelombang laut yang merambat dan
menerjang pantai di dekatnya.Sebelum penurunan permukaan dasar
laut, terjadi pecahnya batuan dibawah lempeng benua yang tidak kuat
menahan subduksi lempeng dan terjadi pergeseran. Dengan adanya
pergeseran, tiba-tiba menimbulkan guncangan tanah (gempa bumi)
disertai pelentingan batuan, terjadi di bawah pulau dan dasar laut.
Hal ini menggoyangkan air laut hingga menimbulkan gelombang laut
yang lebih akrab disebut sebagai tsunami. Tsunami biasanya ditandai
dengan air laut yang surut setelah gempa bumi. Beberapa menit
setelah pantai surut terjadilah gelombang membalik yang sangat
besar. Gambar 1 Proses Terjadinya Gempa Dan Stunami Apabila bumi
diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat, ayat pertama Surah
az-Zalzalah dengan amat jelas menyebutkan goncangan bumi akibat
gempa bumi yang dahsyat. Gempa bumi dengan magnitude sekitar 9,2
seperti terjadi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang
menimbulkan tsunami, menghancurkan dalam sekejap sebagian wilayah
NAD dan bahkan menerjang sebagian pantai dikawasan lautan hindia.
Dasar laut terkoyak dengan panjang hamper 1000 km. Pada ayat kedua
dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya,
secara ilmiah memang demikian keadaanya seperti pembahasan diatas
yang telah dijelaskan oleh para ahli mengenai pecahnya batuan bawah
lempeng akibat subduksi.Kemudian ayat ketiga, Dan manusia bertanya,
apa yang terjadi pada bumi ini?. Pertanyaan ini sering terucapkan
ketika terjadi gempa bumi. Saat gempa bumi dahsyat di Aceh, hamper
semua berfikir dan bertanya apakah ini kiamat?. Selanjutnya pada
ayat keempat Allah berfirman Pada hari itu bumi menyampaikan
beritanya. Peristiwa gempa bumi dapat terekam dalam tubuh
batuanatau ditubuh tanah (soil). Berita-berita yang tersimpan dalam
formasi geologi itu dibaca kembali oleh para ahli geologi, seperti
tubuh fosil terumbu karang ataupun tsunami yang terekam pada bentuk
endapan sendimen.Sebagian mufassir memahami ayat 1-4 QS az-Zalzalah
sebagai gambaran awal kiamat, sebagian lain berpendapat bahwa itu
merupakan gambaran yang dapat terjadi sekarang, sebelum kiamat
sebagai peringatan bagi manusia.3.2 Berbagai permasalah pada
kesehatan lingkungan pasca tsunamiPeristiwa besar yang dialami
daerah Nanggro Aceh Darussalam (NAD) 26 Desember 2004 lalu,
tetutama dalam permasalahan kesehatan. Permasalahan yang ada
sangatlah beragam, seperti terganggunya kesehatan masyarakat Aceh
maupun kesehatan lingkungan setelah terjadinya tsunami. Dalam hal
ini akan lebih banyak pembahasan mengenai kesehatan lingkungan,
karena faktor penyebab yang paling banyak mempengaruhi kesehatan
korban ialah adanya gangguan lingkungan yang diakibatkan oleh
gelombang besar tsunami. Selain itu, lingkungan sekitar harus
segera di perbaikan darurat (sementara) untuk pengungsian,
pelayanan kesehatan maupun kegiatan lainnya yang dibutuhkan bagi
para korban. Gangguan kesehatan lingkungan serta dampaknya.a.
Jenazah dan bangkai hewanMenurut buku terbitan Organisasi Kesehatan
Sedunia (WHO), Environmental Health in Emergencies and Disaster: a
Practical Guide, menggungkapkan bahwa jenazah umumnya tidak
menimbulkan gangguan kesehatan serius, kecuali jika mencemari
sumber air minum dengan tinja atau terinfeksi oleh tifus atau pes
yang bisa disebarkan lalat atau kutuJenazah tidak menimbulkan
ancaman kesehatan jika ditangani secara benar, dikarenakan kuman
penyakit tidak bertahan lama dalam tubuh manusia yang telah mati,
kecuali HIV yang bisa bertahan sampai enam hari. Selain itu,
petugas yang menangani jenazah berisiko tertulartuberkulosis,
penyakit yang menular lewat darah (hepatitis B dan C serta HIV)
serta infeksi pencernaan. Tuberkilosis bisa menular melalui udara
jika kuman terbang ke udara dari sisa udara di paru jenazah,
paparan penyakit melalui darah terjadi jika ada kontak langsung
dengan cairan tubuh atau darah korban.Sedangkan infeksi pencernaan
terjadi karena pada umumnya jenazah mengekuarkan tinja. Penularan
kuman bisa terjadi jika petugas tidak mencuci tangan dengan sabun
secara bersih. Mayat yang mencemari sumber air juga bisa
menyebabkan infeksi pencernaan.b. Kondisi tempat
pengungsianTerbatasnya tempat pengungsian terutama dalam hal daya
tampung korban, menjadikan banyaknya orang berkumpul dipenampungan,
keadaan yang lelah, stress ditambah cuaca dingin, berangin, dan
hujan akan memudahkan terjadinya wabah infeksi saluran pernapasan,
mulai dari pilek, bronchitis, sampai pneumonia (radang paru).
Masalah tuberkolusis juga bisa bertambah dalam jumlah dan
keparahan.c. Sanitasi airAdanya genangan air dan kotoran sisa
bencana serta kekurangan pasokan air bersih merupakan beberapa
pencemaran air yang terjadi pasca bencana tsunami. Selain itu
menurunnya kualitas kebersihan akan menimbulkan berbagai penyakit
kulit.Menurut salah satu pengajar di Department Kedokteran
Komunitas FKUI, gelombang laut yang membanjiri dan menyapu berbagai
kotoran berpotensi mencemari sumber air bersih. Karena itu, perlu
diwaspadai penyakit yang ditimbulkanoleh tercemarnya air
(waterborne disease), seperti diare atau muntaber dan kolera.d.
Pencemaran makanan dan minumanMenurut sebuah artikel mengenai
dampak tsunami terhadap hygiene sanitasi makanan dan air, terbitan
media Media Litbang Kesehatan. Terdapat laporan Kejadian Luar Biasa
(KLB), kasus keracunan makanan diderah Tanah Pasir yang menyebabkan
274 penderita mengalami keracunan makanan. Jumlah penderita yang
dirawat sebanyak 38 orang dengan tanda-tanda pusing, dan muntah.
Dari hasil penelitian dampak tsunami terhadap higiene dan sanitasi
tempat pengolahan makanan di beberapa Barak pengungsi Nanggroe Aceh
Darussalam antara lain, 166 spesimen diperiksa ternyata 35,5%
terkontaminasi kuman pathogen. Perilaku penjamah 55,1% belum
melakukan higiene sanitasi dengan benar, kemungkinan disebabkan
kondisi rumah/tempat tinggal (barok) masih dalam keadaan darurat.
kondisi barak satu dengan barak lain hanya dibatasi oleh dinding,
5-12 keluarga menggunakan dapur bersama-sama, sehingga kemungkinan
terjadi pertukaran/pinjam meminjam alat masak. Kemudian dari hasil
pemeriksa laboratorium, penyebab keracunan makanan tersebut adalah
kuman Staphylococcus aureus dan keracunan zat kimia
nitrit.[footnoteRef:2] [2: Pusat penelitian biomedis dan
farmasi]
Terjadinya keracunan dapat disebabkan oleh tercemarnya air yang
digunakan untuk mengolah ataupun mencuci bahan dan peralatan
makanan/masak atau oleh faktor lain, seperti sarana dan prasarana
tempat pengolahan makanan, pemilihan bahan, serta cara penyajian
yang tidak higienis.Gambar 2. Gangguan Kesehatan Lingkungan(
Penyebab Polusi Dan Penyakit Pascabencana)3.3 Upaya penanggulanagan
dan pencegahan permasalahan kesehatan pasca tsunamia. Penanganan
jenazahPetugas yang menangani jenazah harus memerhatikan pencegahan
universal untuk menghindari tertular penyakit dari darah dan cairan
tubuh ataupun faktor lain-lain. Pengurus jenazah sebaiknya
menggunakan alat pelindung diri, seperti baju pelindung, sarung
tangan, sepatu bot, topi, masker dan lainnya. Untuk menghindari
ancaman tertular hepatitis A, B, C, para petugas perlu mendapat
vaksinasi terhadap penyakit tersebut. Setelah mengurus maupun
mengubur jenazah serta sebelum makan, petugas perlu mencuci tangan
dengan sabun. Peralatan seperti usungan mayat dan kendaraan harus
dibersihkan dan diberi disinfektan secara rutin.Menurut panduan
teknis WHO mengenai penanganan jenazah setelah bencana, bahwa
syarat lokasi pemakaman sedikitnya 30 meter dari sumber air minum
dan dasar kuburan 1,5 meter di atas permukaan air tanah.
b. Perbaikan dan Pengawasan Kualitas Air BersihAir merupakan
kebutuhan utama bagi kehidupan, Allah SWT telah memberikan banyak
penjelasan tentang air dan peranannya sebagai zat yang vital untuk
kehidupan. Dijelaskan dalam QS Az-Zumar (39:21), peranan air.
Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah
menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber
air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman
yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu
melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur
berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. QS
Az-Zumar (39:21)Pada QS Al-Baqarah (2:29), Allah SWT juga
menjelaskan bahwa Allah telah menyediakan semua yang ada di bumi
ini untuk dimanfaatkan manusia.
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. QS Al-Baqarah
(2:29) Dengan demikian, masyarakat pengungsi harus dapat terjangkau
oleh ketersediaan air bersih yang memadai untuk memelihara
kesehatannya. Pada tahap awal kejadian bencana atau pengungsian
ketersediaan air bersih perlu mendapat perhatian, karena tanpa
adanya air bersih sangat berpengaruh terhadap kebersihan dan
meningkatkan risiko terjadinya penularan penyakit.Pada situasi
bencana dan pengungsian umumnya sulit memperoleh air bersih yang
sudah memenuhi persyaratan, oleh karena itu apabila air yang
tersedia tidak memenuhi syarat, baik dari segi fisik maupun
bakteriologis, perlu dilakukan: buang atau singkirkan bahan
pencemar; lakukan penjernihan air secara cepat apabila tingkat
kekeruhan air yang ada cukup tinggi; lakukan desinfeksi terhadap
air yang ada dengan menggunakan bahan bahan desinfektan untuk air;
periksa kadar sisa klor bilamana air dikirim dari PDAM; lakukan
pemeriksaan kualitas air secara berkala pada titiktitik
distribusi.Tujuan utama perbaikan dan pengawasan kualitas air
adalah untuk mencegah timbulnya risiko kesehatan akibat penggunaan
air yang tidak memenuhi persyaratan. Bilamana air yang tersedia
tidak memenuhi syarat, baik dari segi fisik maupun bakteriologis
dapat dilakukan upaya perbaikan kualitas air antara lain sebagai
berikut: Penjernihan air cepat, menggunakan:1) Alumunium sulfat
(tawas)Cara penggunaan: sediakan air baku yang akan dijernihkan
dalam ember 20 liter; tuangkan/campuran tawas yang sudah digerus
sebanyak sendok teh dan langsung diaduk perlahan selama 5 menit
sampai larutan merata; diamkan selama 1020 menit sampai terbentuk
gumpalan/flok dari kotoran/lumpur dan biarkan mengendap. pisahkan
bagian air yang jernih yang berada di atas endapan, atau gunakan
selang plastik untuk mendapatkan air bersih yang siap digunakan;
bila akan digunakan untuk air minum agar terlebih dahulu direbus
sampai mendidih atau didesinfeksi dengan aquatabs.2) Poly Alumunium
Chlorida (PAC)Lazim disebut penjernih air cepat yaitu polimer dari
garam alumunium chloride yang dipergunakan sebagai koagulan dalam
proses penjernihan air sebagai pengganti alumunium sulfat. Kemasan
PAC terdiri dari:a) Cairan yaitu koagulan yang berfungsi untuk
menggumpalkan kotoran/ lumpur yang ada di dalam air;b) Bubuk putih
yaitu kapur yang berfungsi untuk menetralisir pH.
Cara penggunaan: sediakan air baku yang akan dijernihkan dalam
ember sebanyak 100 liter; bila air baku tersebut ph nya rendah
(asam), tuangkan kapur (kantung bubuk putih) terlebih dahulu agar
ph air tersebut menjadi netral (pH=7). bila ph air baku sudah
netral tidak perlu digunakan lagi kapur; tuangkan larutan pac
(kantung a) kedalam ember yang berisi air lalu aduk perlahan lahan
selama 5 menit sampai larutan tersebut merata; setelah diaduk
merata biarkan selama 5 10 menit sampai terbentuk gumpalan/flok
flok dari kotoran/lumpur dan mengendap. pisahkan air yang jernih
dari endapan atau gunakan selang plastik untuk mendapatkan air
bersih yang siap digunakan; bila akan digunakan sebagai air minm
agar terlebih dahulu direbus sampai mendidih atau di desinfeksi
dengan aquatabs. c. Pengendalian kesehatan lingkungan
pengungsianPelaksanaan pengendalian vektor yang perlu mendapatkan
perhatian di lokasi pengungsi adalah pengelolaan lingkungan,
pengendalian dengan insektisida, serta pengawasan makanan dan
minuman. Pengendalian vektor penyakit menjadi prioritas dalam upaya
pengendalian penyakit karena potensi untuk menularkan penyakit
sangat besar seperti lalat, nyamuk, tikus, dan serangga lainnya.
Kegiatan pengendalian vektor dapat berupa penyemprotan, biological
control, pemberantasan sarang nyamuk, dan perbaikan
lingkungan.Banyaknya tendatenda darurat tempat penampungan
sementara para pengungsi yang diperkirakan belum dilengkapi dengan
berbagai fasilitas sanitasi dasar yang sangat diperlukan, akibatnya
banyak kotoran dan sampah yang tidak tertangani dengan baik dan
akan menciptakan breeding site terutama untuk lalat dan serangga
pangganggu lain. Hal ini akan menambah faktor resiko terjadinya
penularan berbagai penyakit.Metode pengendalian dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:a) Pengendalian lingkungan:
breeding mengubah situs dengan mengeringkan atau mengisi situs,
pembuangan sampah secara teratur, menjaga tempat penampungan
bersih, dan kebersihan.b) Pengendalian secara mekanis: menggunakan
bednets, perangkap, penutup makananc) Pengendalian biologis:
menggunakan organisme hidup untuk pengendalian larva, seperti ikan
yang makan larva (misalnya, nila, ikan mas, guppies), Bakteri
(bacillus thuringiensis israelensis) yang menghasilkan racun
terhadap larva dan Pakis mengambang bebas yang mencegah pembiakan,
dan lainlain
d. Pengawasan dan pengamanan makanan dan minumanDalam
pengelolaan makanan dan minuman pada bencana (untuk konsumsi orang
banyak), harus memperhatikan kaedah hygiene sanitasi makanan dan
minuman (HSMM), untuk menghindari terjadinya penyakit bawaan
makanan termasuk diare, disentri, korela, hepatitis A dan tifoid,
atau keracunan makanan dan minuman, berdasarkan pedoman WHO
Ensuring food safety in the aftermath of natural disasters antara
lain yaitu:1) semua bahan makanan dan makanan yang akan
didistribusikan harus sesuai untuk konsumsi manusia baik dari segi
gizi dan budaya;2) makanan yang akan didistribusikan sebaiknya
dalam bentuk kering dan penerima mengetahui cara menyiapkan
makanan;3) stok harus dicek secara teratur dan pisahkan stok yang
rusak;4) petugas yang menyiapkan makanan harus terlatih dalam
higiene dan prinsip menyiapkan makanan secara aman;5) petugas yang
menyiapkan makanan sebaiknya tidak sedang sakit dengan gejala
berikut : sakit kuning, diare, muntah, demam, nyeri tenggorok
(dengan demam), lesi kulit terinfeksi atau keluarnya discharge dari
telinga, mata atau hidung;6) petugas kebersihan harus terlatih
dalam menjaga dapur umum dan area sekitarnya tetap bersih;7) air
dan sabun disediakan untuk kebersihan personal;8) makanan harus
disimpan dalam wadah yang melindungi dari tikus, serangga atau
hewan lainnya;9) daerah yang terkena banjir, makanan yang masih
utuh harus dipindahkan ke tempat kering;10) buanglah makanan kaleng
yang rusak, atau bocor;11) periksa semua makanan kering dari
kerusakan fisik, tumbuhnya jamur dari sayuran, buah dan sereal
kering;12) air bersih untuk menyiapkan makanan; dan13) sarana cuci
tangan dan alat makan harus disiapkan.Sebagai tambahan, WHO juga
mengeluarkan panduan kunci keamanan pangan (WHO Five Keys for Safer
Food) :1) jaga kebersihan makanan;2) pisahkan bahan mentah dan
makanan yang sudah dimasak;3) masak secara menyeluruh;4) aga
makanan pada suhu aman;5) gunakan air dan bahan mentah makanan yang
aman.Termasuk dalam hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk
mengendalikan faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya
yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan
kesehatan.3.4 Perencanaan NAD pasca tsunamiUntuk mengurangi dan
meredam timbulnya korban dan kerugian harta benda akibat proses
geologi yang tidak berhenti tersebut, perlu dilakukan mitigasi.
Upaya mitigasi itu antara lain menyiapkan data dan informasi daerah
rawan gempa dan tsunami, pemerintah menata daerah rentan tinggi
dengan menata ulang lokasi, menyosialisasi pemahaman dan bencana
gempa dan tsunami, masyarakat perlu menyadari bahwa mereka
bertempat tingal di derah rentan bencana, memehami aktivitas apa
yang harus dihindarkan sesuai dengan sifat serta jenis bencana
tersebut, dan mengetahui cara menyelamatkan diri,Beberapa dosen
dari Institut Teknologi Bandung dari departemen Teknik Geologi,
yaitu Deny Juanda, Budi Brahmantyo, dan Bandono, serta dari
Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, yaitu Johny Patta dan Andi
Oetomo, rabu (5/1) di gedung Rektorat ITB, menyampaikan sejumlah
usulan dan pemikiran yang bisa dilakukan pemerintah serta semua
pihak untuk membangun kembali Banda Aceh.Budi mengatakan, Aceh
merupakan daratan yang datar dengan tanah alluvial yang terbentuk
karena endapan. Derah yang datar menjadikannya ideal unuk
dijadikannya ibu kota karena daerah datar sangat baik untuk
dibangun dan diakses diwilayah lain cenderung terbuka. Namun, Banda
Aceh juga rawan bencana. Selain itu, menurut Deny, Aceh diapit dua
patahan. Kedua daerah patahan lebih tinggi dari Aceh. Sehingga
menjadi faktor penyebab wilayah ini rawan gempa dan rawan tsunami
karena terdapat pantai.Dengan demikian, apabila Aceh dibangun
kembali seharusnya dirancang sebagai kota yang multi bahaya.
Perencanaan kota harus dirancang sebagai alat mitigasi atau alat
memperkecil dampak bencana. Tata ruang yang baik membentu
memperkecil jumlah korban saat bencana terjadi dimasa mendatang.
Kontruksi tahan gempaBilamana melihat ke negara Jepang yang sering
dilanda gempa, fondasi rumah penduduknya disesuaikan dengan kondisi
alam sekitarnya. Pada umumnya rumah-rumah disana terdiri dari bahan
kayu dan kertas. Bentuj mejanya dibuat rendah sampai mendekati
lantai sehingga tidak memerlukan kursi. Lemarinya pun kebanyakan
menyatu dengan dinding dengan penutup yang dapat digeser. Penerapan
desain rumah serta isinya tersebut dibentuk sedemikian rupa agar
bila terjadi gempa, baik bahan bangunan maupun furniturnya sedapat
mungkin tidak mencederai penghuni rumah.Indonesia pun sebenernya
merupakan negara dengan berbagai intensitas genpa menengah sampai
tinggi sehingga rancangan bangunan sepatutnya memperhitungkan
kemunginan itu. Menurut Dr. Ir Iwayan Sengara, dosen Departemen
Teknik Sipil ITB, sebenarnya ada peraturan yang membahas rancang
bangun tahan gempa. Rancangan bangun sesuai ketentuan yang
dirumuskan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Peraturan
Bangunan Tahan Gempa yang ditetapkan tahun 2002. Namun, peraturan
ini relative baru sehngga sosialisasinya masih terbatas.
Penggalakkan penanaman BakauDaerah yang mengalami bencana terbesar
dari tsunami adalah Banda Aceh, Lhok Nga, dan Meulabboh. Bencana
tersebut selain diakibatkan oleh tingginya gelombang tsunami, juga
di perparah oleh tata ruang yang kurang ramah bencana dan rusaknya
lingkungan. Rumah dibangun dekat pantai. Tidak ada sabuk hijau
(green belt). Mangrove hanya tinggal sedikit yang hanya tumbuh di
beberapa tempat. Selain itu, ada beberapa fakta-fakta mengenai
keadaan gelombang pasang yang menghantam Aceh. Pertama, gelombang
tsunami akan semakin jauh masuk ke daratan jika kondisi pesisir
miskin mangrove.Peringatan Allah SWT telah banyak dijelaskan dalam
al-Quran, misalnya QS. ar-Rum(30:41) untuk tidak berbuat kerusakan
dibumi, kerusakan tersebut pada gilirannya akan berbalik pada
keberadaan manusia sendiri,
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar). ar-Rum(30:41)Kondisi gelombang bertolak pada
wilayah pesisir dengan mangrove yang intensif. ketebalan hutan
mangrove sekitar 1200 meter mampu mengurangi gelombang tsunami
sekitar dua kilometer, ujar widi. Kedua, gelombang tsunami semakin
pendek masuk ke daratan pada lahan pesisir dengan kebun ekstensif
dan masa bangunan bertingkat yang memenuhi persyaratan teknis
bencana. Oleh karena itu, sudah saatnya digalakkan penanaman bakau
di sepanjang pesisir daerah yang potensi terkena tsunami.Hutan
bakau memiliki perlindungan dan pengamanan kawasan pesisir yang
sangat baik. Setiap gelombang pasang yang dating mampu diredakan
melalui hutan yang lebat. Manfaat utama hutan mangrove di kawasan
pesisir dan estuaria adalah untuk mencegah erosi, penahan ombak,
penahan angin, perangkap sedimen dan penahan intrusi air asin dari
laut. Sistem perakarannya dapat berperan sebagai perangkap sediment
dan pemecah gelombang. Hal ini dapat terjadi apabila didukung oleh
formasi hutan mangrove yang belum terganggu atau kondisinya masih
alami. Kerapatan hutan mangrove yang cenderung menurun maka
fungsinya sebagai peredam gelombang juga akan cenderung menurun
(Tjardhana dan Purwanto, 1995).Menurut Widi A Pratikto, Direktur
Jendral Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan
Perikanan, hutan bakau (mangrove) yang memiliki ketebalan 60 meter
sampai 75 meter dari bibir pantai mampu mengurangi ketinggian
gelombang laut sekitar 3,5 meter. Jika terjadi gelombang pasang
setinggi 4,3 meter di suatu daerah yang memiliki hutan bakau dengan
lebar 65 meter dari bibir pantai, hamparan bakau itu ternyata mampu
menurunkan gelombang sehingga saat di bibir pantai, gelombang
tsunami itu semakin pendek, yakni tersisa satu meter ,
katanya.Gambar 3. Hutan bakau Sebagai Peredam Ombak
A. Rencana tata ruang ramah bencanaSetelah pemulihan korban
maupun pengobatan pasca bencana tsunami. Batulah sebaiknya
dilakukan perencanaan rehabilitasi yang komprehensif dan
terintegrasi. Artinya pemulihan itu bisa dimulai dari pemetaan,
analisis kerusakan, analisis risiko, rencana restrukturisasi, dan
perbaikan lingkungan. Maka dalam tahap rehabilitasi harus dibuat
sedemikian rupa agar mampu meredam tsunami di kemudian hari
sehingga dampaknya bisa diminimalkan.Dalam upaya rehabilitasi
diperlukan perencanan dengan mempertimbangkan faktor fisik maupun
lingkungan. Faktor fisik yang perlu diperhatikan ialah stuktur
bangunan. Sedapat mungkin, arah bangunan sejajar dengan arah
penjalaran gelimbang tsunami atau tegak lurus dengan pantai, hal
ini dimaksudkan agar tekanan air yang menghantam bangunan lebih
kecil.Upaya lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah dengan
membuat tata ruang yang ramah bencana. Ditempat-tempat yang
berpotensi terkena tsunami harus ditata ulang. Tempat-tempat
perlindungan (shelter) perlu dibangun untuk evakuasi jika tsunami
terjadi di pesisir yang penduduknya padat. Model bisa dilihat pada
gambar 4.Gambar 4. Pola Tata Ruang Rumah Bencana Tsunami
Gambar 4Dalam perencanaan wilayah pantai di NAD dan Sumut,
sebaiknya memenuhi persyaratan rencana tata ruang yang telah diatur
dalam Undang-undang Lingkungan Hidup. Dalam UU itu disebutkan 200
meter dari garis pantai harus ditetapkan sebagai jalur
hijau.Pembangunan permukiman yang terlalu dekat dengan garis pantai
harus dihindari. Untuk NAD misalnya, jarak tersebut disesuaikan
dengan jarak jauh-dekatnya penetrasi tsunami ke arah barat. Daerah
sempadan pantai juga perlu dihijaukan kembali dengan mangrove atau
hutan pantai, sesuai dengan kawasan pesisirnya. Pantai yang tidak
cocok ditanami hutan mangrove bisa dihijaukan dengan hutan pantai
(waru dan cemara). Secara keseluruhan, fungsi pantai disajikan pada
gambar 5.Gambar 5. Fungsi Hutan Pantai Untuk Meredam Tsunami
Gambar 5Kementrian Lingkungan Hidup menyiapkan desain lingkungan
kota Banda Aceh. Desain itu akan dihadikan model ideal untuk
membangun kota-kota pesisir agar terlindung dari hantaman gelombang
tsunami dan lingkungannya tetap terjaga. Hal ini dikemukakan Menreg
Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar. Kota Banda Aceh dan pemukiman
pesisir lainnya yang terkena tsunami memang harus dibangun kembali.
Ini kesempatan untuk menjadikan kota-kota itu lebih baik kondisi
lingkungan hidupnya. Tetapi, penerapan tetap mengacu kepada
keinginan orang-orang Aceh ujarnya.Model pembangunan pemukiman
pesisir tersebut, menurut Rachmat, dalam penerapan berdaya tangkal
terhadap gelombang tsunami. Pemukiman akan digeser ke dalam sesuai
geomorfologinya, sementara pesisir pantai ditanami mangrove sebagai
penahanan ombak. Selain buffer, aka nada green belt yang dapat
digunakan sebagai ruang terbuka dan fasilitas umum katanya.Dia
menambahkan bahwa rancangan pembangunan kembali Banda Aceh harus
diawali dengan suatu desain yang memenuhi criteria lingkungan
hidup. Jika tidak, akan terjebak kepada pembangunan yang nantinya
tidak ramah lingkungan.Gambar 6. Teknik Perancanaan Wilayah Dasar
Dalam Proyek Pengurangan Risiko Tsunami
BAB IVPENUTUP
A. KesimpulanBerdasarkan pembahasan yang telah diuraikan
tersebut dapat disimpulkan bahwa peristiwa besar yang dialami
daerah Nanggro Aceh Darussalam (NAD) 26 Desember 2004 lalu,
tetutama dalam permasalahan kesehatan. Permasalahan yang ada
sangatlah beragam, seperti terganggunya kesehatan masyarakat Aceh
maupun kesehatan lingkungan setelah terjadinya tsunami. Upaya
penanggulanagan dan pencegahan permasalahan kesehatan pasca
tsunami, yaitu penanganan jenazah yang baik, perbaikan dan
pengawasan kualitas air bersih, pengendalian kesehatan lingkungan
pengungsian, serta Pengawasan dan pengamanan makanan dan minuman.
Selain itu, Perencanaan NAD pasca tsunami sebagai upaya
meminimalkan dampak pasca tsunami maupun bencana yang akan terjadi
di masa mendatang. Misalnya penggalakkan hutan mangrove, kontruksi
tahan gempa dan perencanaan yang lainnya.
B. Saran Setelah pemulihan korban maupun pengobatan pasca
bencana tsunami. Barulah sebaiknya dilakukan perencanaan
rehabilitasi yang komprehensif dan terintegrasi. Artinya pemulihan
itu bisa dimulai dari pemetaan, analisis kerusakan, analisis
risiko, rencana restrukturisasi, dan perbaikan lingkungan. Maka
dalam tahap rehabilitasi harus dibuat sedemikian rupa agar mampu
meredam tsunami di kemudian hari sehingga dampaknya bisa
diminimalkan.Apabila Aceh dibangun kembali seharusnya dirancang
sebagai kota yang multi bahaya. Perencanaan kota harus dirancang
sebagai alat mitigasi atau alat memperkecil dampak bencana. Tata
ruang yang baik membentu memperkecil jumlah korban saat bencana
terjadi dimasa mendatang. Upaya lainnya yang tidak kalah pentingnya
adalah dengan membuat tata ruang yang ramah bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Kompas Media Nusantara. 2005. Bencana Gempa Dan Tsunami Nanggroe
Aceh Darussalam & Sumatera Utara. Jakarta : Penerbit Buku
Kompas.Kementrian Agama RI, 2012. Penciptaan Bumi Dalam Perspektif
Al-Quran dan Sains. Jakarta : Kementrian Agama RIKeanekaragaman
Vegetasi Mangrove Pasca Tsunami di Kawasan Pesisir Pantai Timur
Nangroe Aceh Darussalam, B I O D I V E R S I T A S, ISSN:
1412-033X, Volume 8, Nomor 4 Oktober 2007, Halaman: 262-265
Emergency_and_humanitarian_action_Technical_quide_for_Health_Crisis_Response_in_Disaster
( Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat
Bencana)www.unhabitat-indonesia.org Aceh Sanitation Assessment and
Assistance Program (ASAAP)
LAMPIRAN 1 Lempeng Indo-Australia dan Zona Subduksi Sumatera
LAMPIRAN 2 Rangkaian Tiga Gempa Besar
24