Top Banner
LAPORAN TUTORIAL MAKALAH THT (Pneumatisasi mastoid, Fistula Test dan Tobe ayer test) Disusun Oleh: Kelompok 8 Bianti Nuraini 1118011023 Diah Anis Naomi 1118011032 Ferina Dwi Marinda 1118011044 Intan Mayang Sari 1118011059 Maradewi Maksum 1180111072 Nordiansyah Putra 1118011086 Prianggara Rostu 1118011100 Rifka Humaida 1118011110 Sakinah 1118011120 Taufiqurrohman 1118011132
35
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah Tht

LAPORAN TUTORIALMAKALAH THT

(Pneumatisasi mastoid, Fistula Test dan Tobe ayer test)

Disusun Oleh:Kelompok 8

Bianti Nuraini 1118011023

Diah Anis Naomi 1118011032

Ferina Dwi Marinda 1118011044

Intan Mayang Sari 1118011059

Maradewi Maksum 1180111072

Nordiansyah Putra 1118011086

Prianggara Rostu 1118011100

Rifka Humaida 1118011110

Sakinah 1118011120

Taufiqurrohman 1118011132

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG2012

Page 2: Makalah Tht

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun Makalah tentang “Pneumatisasi mastoid,

Fistula Test dan Tobe ayer test” ini yang Insya Allah baik dan tepat waktu.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas perkuliahan THT. Kepada Dosen

pembimbing mata kuliah THT penulis ucapkan terima kasih atas segala pengarahannya sehingga

Makalah ini dapat kami susun dengan baik.

Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan, agar ke depan penulis dapat

menulis Makalah dengan lebih baik lagi karena penulis menyadari banyak kekurangan dalam

penulisan Makalah ini, baik dari segi isi, bahasa, analisis, dan lain sebagainya. Oleh karena itu,

penulis meminta maaf atas segala kekurangan dalam penyajian makalah, hal ini disebabkan

karena masih terbatasnya pengetahuan, wawasan, dan keterampilan penulis.

Insya Allah Makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa ilmu

pengetahuan untuk kita semua.

Bandar Lampung, 12 November 2012

Penulis

Page 3: Makalah Tht

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB II ISI

2.1 Pneumatisasi mastoid

2.2 Fistula Test

2.3 Tobe Ayer Test

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Makalah Tht

BAB 1

PENDAHULUAN

Pneumatisasi mastoid mulai setelah bayi lahir dan hampir lengkap pada usia 3 dan 4 tahun,

kemudian berlangsung terus sampai usia dewasa. Proses pneumatisasi ini bervariasi pada

individu, sehingga terdapat tiga tipe pneumatisasi, yaitu pneumatik, diploik dan sklerotik. Pada

tipe pneumatik, hampir seluruh prosesus mastoid terisi oleh pneumatisasi. Sklerotik tidak

terdapat pneumatisasi sama sekali dan tipe diploik pneumatisasi kurang berkembang. Sel mastoid

dapat meluas ke daerah sekitarnya, dapat sampai ke arkus zigomatikus dan ke pars skuamosa

tulang temporal.

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan

keseimbangan). Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas

kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan

kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan

mendengar.

Indra pengindraan dan keseimbangan serta penghantar suara terletak dalam tulang temporal,

yang ikut membentuk kubah tengkorak dan tulang pipi. Tulang temporal terdiri dari bagian

skuamosa, bagian timpani, bagian mastoid, dan pars petrosa. Bagian skuamosa os temporal

sebagian besar tipis dan cembung kearah luar sebagai tempat perlengketan muskulus temporalis.

Bagian timpani berbentuk suatu silinder yang tidak sempurna, bersama-sama dengan bagian

skuama membentuk liang telinga luar bagian tulang. Bagian terbesar os temporal dibentuk oleh

bagian mastoid. Bagian mastoid mengalami pneumatisasi yang luas. Pars petrosa yang disebut

sebagai pyramid petrosa yang berisi labirin telinga. Bagian superior tulang ini membentuk

permukaan inferior fossa kraniimedia.

1. Anatomi Telinga Luar

Telinga luar ialah bagian telinga yang terdapat sebelah luar membrane timpani. Bagian ini terdiri

dari daun telinga dan liang telinga. Da un telinga merupakan suatu lempeng tulang rawan yang

ditutupi oleh kulit dan dipertahankan pada tempatnya oleh otot dan ligamentum. Sepertiga liang

telinga luar dibentuk oleh perluasan tulang rawan daun telinga dan dua per tiga bagian dalam

dibentuk oleh pars timpani dan pars skuamosa os temporal.1,2

Page 5: Makalah Tht

2. Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, prosesus mastoideus dan tuba

eustachius.

a. Membran Timpani

Membran timpani merupakan dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar

dari kavum timpani. Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi

miring yang arahnya dari belakang luar ke depan dalam dan membuat sudut 450 dari dataran

sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari

kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo ke depan

bawah tampak refleks cahaya ( cone of light).1

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau

seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter

transversal 2-6 mm.

b. Tuba Eustachius

Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya seperti huruf S.

Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring.1,2

Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan

udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum timpani ke

nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.1,2

c. Prosesus Mastoideus

Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid

adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus

sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat

aditus ad antrum.1

1. Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran

(koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan

VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea

dan kanalis semisirkularis bersama menyusun struktur labirin. Ketiga kanalis semisirkularis

posterior, superior dan lateral terletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain yang berisi

Page 6: Makalah Tht

organ keseimbangan. Organ ahkir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah

gerakan seseorang.1,2.

BAB II

ISI

Page 7: Makalah Tht

2.1 Pneumatisasi Mastoid

2.1.1 Tulang Temporal

Tulang temporal terbagi atas 3 bagian, yaitu pars skuamosa, pars petromastoid dan

pars timpani. Pars petromastoid adalah bagian yang paling berperan dalam mekanisme

terjadinya mastoiditis. Prosesus mastoid sering disebut juga ujung mastoid (mastoid tip)

merupakan suatu tonjolan di bagian bawah tulang temporal yang dibentuk oleh prosesus

zigomatikus pada bagian anterior dan lateralnya serta pars petrosa tulang temporal di

bagian ujung dan posteriornya.

Bagian-bagiannya : terdiri dari pars mastoid, pars squamosa, pars timpanika dan

pars petrosa. Sutura yang sering kali tidak menutup secra sempurna adalah sutura

petrosquamosa , letaknya di posterosuperior aurikula, sehingga kejadian ini sering

terdapat pada mastoiditis anak.

Yang perlu dicermati pada tulang temporal adalah :

1. Processus Zigomaticus, terdapat sebuah tonjolan yang disebut spina supra meatus Henle

yang letaknya pada fosa mastoidea sedikit ke belakang atas liang telinga. Pada bagian ini

juga terletak segitiga imajiner MacEwen yang berbatas ke superior dengan linea

temporalis, ke anterior pada tepi posterior liang telinga dan sisi posterior adalah garis

imajiner yang tegak lurus pada linea temporalis dan menyinggung dinding paling

posterior liang telinga.

2. Tulang Timpani , membentuk sebagin besar dinding liang telinga.

3. Processus mastoid/ Tip Mastoid

4. Pneumatisasi tulang mastoid. Pneumatisasi terbentuk hampir lengkap pada usia 4-6 th.

Terdapat 3 tipe pneumatisasi : pneumatik, diploik, sklerotik. Bila proses Pneumatisasi

sempurna disebut tipe pneumatik, bila Pneumatisasi sebagian disebut tipe diploik dan bila

tidak terjadi Pneumatisasi disebut tipe sklerotik

Page 8: Makalah Tht

Pneumatisasi mastoid dimulai setelah bayi lahir dan hampir lengkap pada usia 3

atau 4 tahun, kemudian berlangsung terus sampai usia dewasa. Pneumatisasi

tersebut saling berhubungan dan drainasenya menuju aditus ad antrum. Proses pneumatisasi

ini bervariasi dari orang ke orang sehingga terdapat tiga tipe pneumatisasi yaitu tipe

pneumatik, diploik dan sklerotik. Pada tipe pneumatik, hampir seluruh prosesus mastoid

terisi oleh pnematisasi, pada tpe sklerotik tidak terdapat pneumatisasi sama sekali dan pada

tipe diploik, hampir seluruh prosesus mastoid terisi oleh pneumatisasi .

Sel mastoid dapat meluas ke daerah sekitarnya, dapat sampai ke arkus zigomatikus

dan ke pars skuamosa tulang temporal. Sel pneumatisasi hipotimpanik adalah pneumatisasi

pada lempeng tulang yang memisahkan cavum timpani dengan bulbus jugularis. Sel

pneumatisasi epitimpanik adalah pneumatisasi pada atap kavum timpani. Pneumatisasi ke

Page 9: Makalah Tht

apeks petrosus biasanya merupakan perluasan dari kavum timpani, drainasenya langsung

ke kavum timpani.

Mukosa yang melapisi air cell pada tulang temporal terhubung dengan cavum

timpani. Struktur ini bersama dengan struktur di telinga tengah lainnya mendapatkan

oksigenasi melalui tuba eustachius. Derajat pneumatisasi pada tulang mastoid bervariasi,

dan sebagian dipengaruhi oleh ventilasi pada cavum timpani, fungsi tuba eustachius dan

riwayat peradangan pada telinga tengah. Sebagai contoh, tampak beberapa pneumatisasi air

cell pada anak yang memiliki riwayat otitis media kronik. Namun penumatisasi normal

juga memiliki gambaran yang sangat bervariasi dan dianalogikan seperti sinus paranasal.

Pada pneumatisasi yang ekstensif, air cells dapat dijumpai di arkus zigomatikus, pars

skuamosa dan apeks petrosus.

Adapun fungsi dari air cells pada tulang temporal manusia belum diketahui.

Diperkirakan adanya volume udara yang besar berperan dalam menyeimbangkan

perbedaan tekanan sehingga dapat melindungi telinga tengah. Pada manusia volume

udara dibalik membran timpani tidak berperan dalam transmisi suara.

2.1.2 Patogenesa Mastoiditis pada Anak

Pada bayi baru lahir, mastoid tersusun dari satu sel tunggal (antrum) terhubung

dengan telinga tengah oleh sebuah saluran sempit, yaitu aditus ad antrum. Seiring dengan

pertumbuhan, tulang mastois akan mengalami pneumatisasi ekstensif sehingga terbentuk

air cells yang saling berhubungan. Keseluruhan struktur ini dilapisi oleh epitel respiratori

yang termodifikasi.

Ketika OMA timbul sebagai akibat dari adanya disfungsi tuba, terjadi suatu respon

inflamasi akut pada mukosa yang melapisi telinga tengah dan pada sebagian besar kasus

juga dijumpai pada mukosa yang melapisi sel-sel mastoid. Sebagian besar kasus

memberikan respon klinis yang berarti terhadap pemberian antibiotika, dimana terjadi

perbaikan fungsi tuba dan penyembuhan mukosa telinga tengah. Pada beberapa kasus

OMA yang tidak tertangani dengan baik atau tidak mendapat pengobatan yang adekuat,

Page 10: Makalah Tht

proses inflamasi tetap terjadi pada mukosa telinga tengah. Kemudian terjadi akumulasi

cairan serosa di cavitas mastoid, yang kemudian menjadi purulen. Kondisi ini

menyebabkan peningkatan tekanan yang kemudian merusak septum atau pembatas antara

air cells, yang disebut mastoiditis koalesen akut. Proses ini diikuti dengan pembentukan

abses dan penyebaran pus ke area disekitarnya.

Perkembangan tulang temporal mempengaruhi patogenesa dari penyakit ini.

Derajat pneumatisasi tulang temporal bervariasi, dan dipengaruhi oleh faktor infeksi,

herediter, ventilasi, lingkungan dan nutrisi. Proses peradangan akan menyebar dengan

mudah dalam air cells mastoid dan area di sekitarnya melalui pneumatisasi.

Pada mastoiditis akut, proses dimulai dari mukosa yang melapisi air

cells/pneumatisasi yang kemudian mengalami peradangan dan memproduksi eksudat.

Perforasi spontan membran timpani atau miringotomi dapat menjadi proses akhir. Namun

pada 1-5% kasus, proses ini terus berlanjut pada fase berikutnya, yaitu terjadi

demineralisasi dinding sel pneumatisasi. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya aktivitas

osteoklastik, penekanan septa oleh eksudat purulen dan iskemia septa akibat berkurangnya

aliran darah. Jika septa ini rusak, maka akan terbentuk abses, kemudian akan membentuk

empiema (pus akan mengalami tekanan) dan menyebar ke jaringan sekitar.

Mastoiditis dapat juga disebabkan oleh kolesteatom, yaitu kumpulan epitel

skuamous dengan keratinisasi yang terperangkap di dalam telinga tengah, yang terbentuk

akibat adanya infeksi yang berulang. Jika tidak diobati, maka kolesteatom akan mengikis

prosesus mastoid dan menimbulkan mastoiditis

OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan

kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman

gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:

1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.

2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit

3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi

sebelumnya.

Page 11: Makalah Tht

4. Pneumatisasi mastoid

OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir

terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis

media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terusberlanjut,

mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang.

2.1.3 Pneumatisasi mastoid

Proses pneumatisasi mastoid di dalam prosesus mastoid terjadi setelah bayi lahir.

Berdasar pertumbuhan dan bentuknya dikenal 4 jenis pneumatisasi,yaitu (a) Infantil,

selula yang terjadi akibat proses pneumatisasi sangat sedikit jumlahnya. Akibatnya

bagian korteks di prosesus maastoid menjadi sangat tebal sehingga jika terjadi perluasan

abses lebih mudah ke arah endokranium. (b) Normal, selula yang terjadi meluas

sedemikian rupa sehingga hampir meliputi seluruh prosesus mastoid. Akibatnya bagian

korteks di prosesus mastoid menjadi sangat tipis dan abses mudah pecah keluar sehingga

timbul fistel retroaurikuler. (c) Hiperpneumatisasi, selula yang terjadi tidak hanya

terbatas pada prosesus mastoid saja, akan tetapi juga meluas sampai os zigomatikum dan

bahkan sampai pada apeks piramidalis. Akibatnya keradangan pada mastoid dapat meluas

sampai menimbulkan abses preaurikularis da bahkan sampai abses supraurikularis. (d)

Sklerotik, berbentuk seperti pneumatisasi tipe infantil. Tipe sklerotik ini terjadi akibat

adanya keradangan kronik dalam kavum timpani dan kavum mastoid (otitis media

kronika dan mastoiditis). Akibatnya keradangan lebih mudah meluas ke arah tegmen

antri, masuk ke fosa kranii media dan timbul meningitis atau abses otak.

2.2 Fistula Test

Tujuan dari tes ini adalah untuk mendeteksi fistula perilymphic . Jika sensitivitas

tekanan ditemukan, kemungkinan fistula.

Page 12: Makalah Tht

Tekanan diterapkan ke setiap telinga bergilir, dan gerakan mata direkam dengan

alat perekam sensitif inframerah. Uji Fistula di laboratorium sekitar 10 kali lebih sensitif

dari rekaman konvensional berbasis EOG. Gambar di bawah menunjukkan penggunaan

otososcope Brunnings untuk memberikan tekanan.

Pengujian Fistula juga bisa dilakukan di samping tempat tidur. Tekanan

diterapkan ke telinga melalui salah satu perangkat:

1. Lampu senter dengan ujung typanometer

2. Brunnings otoscope

3. Tympanometer

Gerakan mata yang baik secara langsung diamati atau diukur dengan perangkat

goggle video Frenzel.

Page 13: Makalah Tht

Tes Fistula telah terbukti memberikan hasil positif pada pasien dengan fistula

perilymphatic (PLF). Penerapan tekanan positif ke membran timpani dalam telinga

dengan fistula diketahui kemungkinan menghasilkan nystagmus. Produksi nystagmus

sekunder untuk tekanan positif disebut sebagai hasil fistula tes positif. Definisi

sebenarnya membutuhkan kehadiran nystagmus terdokumentasi.

Catatan objektif dari tes fistula dapat dibuat dengan menggunakan

electronystagmogram (ENG) dan jembatan impedansi. Untuk mencapai hal ini, daya

pancar ditempatkan ke satu telinga pertama dan kemudian yang lain. Tekanan di saluran

pendengaran eksternal bervariasi antara +200 dan -200 mmHg.  ENG dipakai untuk

nystagmus induksi. Setiap telinga diuji secara terpisah. Sebuah hasil fistula positif

diidentifikasi oleh produksi nystagmus dikaitkan dengan perubahan tekanan pada

membran timpani. Dalam beberapa kasus, nystagmus dapat dilihat untuk mengubah arah

sebagai perubahan tekanan dari positif ke negatif. Salah satu akan berharap bahwa gejala

subyektif pasien vertigo, dengan atau tanpa mual, akan diinduksi selama keberadaan

gerakan mata nystagmoid dalam hasil tes positif. Hasil dari tes fistula ENG kemudian

dapat dibandingkan dengan hasil uji platform fistula.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI TELINGA

Pemeriksaan radiologi merupakan alat penunjang diagnostik yang penting dalam

diagnosis penyakit telinga. Setelah memperoleh riwayat lengkap dan pemeriksaan telinga tengah

dan mastoid yang cermat dengan otoskop, maka dapat diputuskan perlu tidaknya pemeriksaan

radiologis.4 Pemeriksaan radiologi pada telinga berfungsi untuk menentukan5:

Page 14: Makalah Tht

a. Struktur anatomi tulang mastoid, meliputi sel udara mastoid, diploe dan sklerotik mastoid.

b. Mendeteksi adanya perubahan patologis seperti perselubungan pada sel mastoid, erosi pada

tulang dan pembentukan kavitas.

c. Keadaan telinga dalam, kanalis auditorius interna, kanalis semisirkularis dan nervus fasialis.

d. Keadaan tulang-tulang pendengaran pada telinga tengah.

Pemeriksaan radiologi yang penting adalah pemeriksaan tulang temporal. Oleh karena, tulang

temporal mempunyai struktur anatomi yang overlapped dengan beberapa struktur tulang

tengkorak lainnya. Tulang temporal merupakan struktur yang unik karena ukurannya yang kecil

yang dikelilingi oleh sistem sel pneumatisasi yang ekstensif. Oleh karena densitas berlainan dari

komponen tulangnya dan ruang yang berisi udara dan cairan disekeliling dan didalamnya, tulang

temporal memperlihatkan gambaran radiografi yang akurat. Hal ini dapat dibuat dengan

pemeriksaan radiografi konvensional atau dengan teknik tomografi yang khas.6,7

1. Pemeriksaan Rontgen

Pemeriksaan radiologi konvensional pada tulang temporal mempunyai nilai penyaring serta

dapat menentukan status pneumatisasi mastoid dan pyramid tulang petrosa. Dengan pemeriksaan

radiologi konvensional ini dapat dinilai besar dan perluasan suatu lesi besar yang berasal dari

tulang temporal atau yang merupakan perluasan dari lesi-lesi struktur sekitar tulang temporal

kearah tulang temporal.8 Hal ini bermanfaat untuk mempelajari mastoid, telinga tengah, labirin

dan kanalis akustikus internus.4

Beberapa proyeksi radiologik meliputi 6,7,8:

1. Posisi Schuller

Posisi ini menggambarkan penampakan lateral mastoid. Proyeksi foto dibuat dengan bidang

sagital kepala terletak sejajar meja pemeriksaan dan sinar-X ditujukan dengan membentuk sudut

30o cephalo-caudad. Pada posisi ini perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi

dapat tampak dengan jelas. Posisi ini juga memberikan informasi dasar tentang besarnya kanalis

auditorius eksterna dan hubungannya dengan sinus lateralis.

2. Posisi Owen

Page 15: Makalah Tht

Posisi ini juga menggambarkan penampakan lateral mastoid dan proyeksi dibuat dengan kepala

terletak sejajar meja pemeriksaan atau film lalu wajah diputar 30o menjauhi film dan berkas

sinar-X ditujukan dengan sudut 30-40o cephalo-caudal. Umumnya posisi owen dibuat untuk

memperlihatkan kanalis auditorius eksternus, epitimpanikum, bagian-bagian tulang pendengaran

dan sel udara mastoid.

3. Posisi Chausse III

Posisi ini merupakan penampakan frontal mastoid dan ruang tengah telinga. Proyeksi dibuat

dengan oksiput terletak diatas meja pemeriksaan, dagu ditekuk kearah dada lalu kepala diputar

10-15o kearah sisi berlawanan dari telinga yang diperiksa.

Posisi ini merupakan posisi tambahan setelah pemeriksaan posisi lateral mastoid. Posisi Chausse

III ini merupakan posisi radiologik konvensional yang paling baik untuk pemeriksaan telinga

tengah terutama untuk pemeriksaan otitis media kronik atau kolesteatoma.

4. Posisi Law

Posisi law hampir serupa dengan posisi lateral, sangat bernilai dalam evaluasi mastoiditis akut.

Posisi ini kini sering diminta sebelum dilakukan pembedahan mastoid untuk melakukan letak

patokan-patokan utama seperti tegmen mastoid dan sinus sigmoideus, dan juga menentukan

ukuran mastoid secara keseluruhan.

5. Posisi Stenvers

Kepala terletak sejajar meja pemeriksaan atau film lalu wajah diputar 45o menjauhi film dan

berkas sinar-X Posisi Stenvers memperlihatkan sumbu panjang pyramid petrosus dengan kanalis

akustikus internus, labirin dan antrum.

Beberapa kelainan telinga dan gambaran radilogi:

a. Otitis media akut dan mastoiditis akut

Mastoiditis akut terjadi karena komplikasi atau ekstensi dari otitis media akut. Otitis

media akut ini terjadi karena infeksi yang dimulai dari traktus respiratorius bagian atas

dan nasofaring, kemudian proses ini naik keatas melalui tuba eustachius ke telinga

tengah. Jika proses ini berlanjut tanpa terapi yang adekuat akan terjadi supurasi dan

Page 16: Makalah Tht

destruksi pada sel udara mastoid dan pyramid tulang petrosus sehingga terjadinya abses.

Mastoiditis dapat menyebabkan terjadinya erosi pada dinding posterior mastoid diatas

sinus sigmoid sehingga terjadi abses ekstradural, tromboflebitis septic pada sinus sigmoid

atau dapat menyebabkan abses periosteal pada prosesus mastoid.8

Pembuatan foto radiologik untuk mastoiditis akut biasanya dipakai posisi schuller dan

Owen. Dengan posisi ini dapat dilihat dengan jelas perselubungan sel udara mastoid,

destruksi trabekulae atau erosi sinus plate. Gambaran radiologis mastoiditis akut

tergantung pada lamanya proses inflamasi dan proses pneumatisasi tulang temporal.

Biasanya mastoiditis akut tidak terjadi pada mastoid yang acellulaer.8

Gambaran dini mastoiditis akut adalah berupa perselubungan ruang telinga tengah dan sel

udara mastoid, dan bila proses infamasi terus berlangsung akan terjadi perselubungan

yang difus pada kedua daerah tersebut. Pada masa permulaan infeksi biasanya struktur

trabekulae dan sel udara mastoid masih utuh, tetapi kadang-kadang dengan adanya edem

mukosa dan penumpukan cairan seropurulen, maka terjadi kekaburan penampakan

trabekulasi sel udara mastoid. Bersamaan dengan progesivitas infeksi, maka akan terjadi

demineralisasi diikuti destruksi trabekulae dimana pada proses mastoid yang hebat akan

terjadi penyebaran kearah posterior menyebabkan tromboflebitis pada sinus lateralis.8

Jika terjadi komplikasi intracranial pada daerah fossa kranii posterior atau media, maka

pemeriksaan computerized tomography (CT Scan) merupakan pemeriksaan terpilih untuk

mendeteksi hal tersebut dimana pada pemeriksaaan CT Scan dapat ditemui defek tulang

dengan lesi intracranial.8

Kadang sulit membedakan mastoiditis akut dengan otitis media serosa, dimana pada otitis

media serosa cairan serous dapat mengisi telinga tengah dan memasuki sistem udara

mastoid. Untuk membedakan kedua hal ini dapat dibantu dengan riwayat klinis. 8

b. Otitis Media Kronik dan Mastoiditis Kronik

Otitis media kronik dan mastoiditis kronik disebabkan oleh infeksi kronis atau infeksi

akut dengan resolusi yang tidak sempurna. Gambaran radiologik pada mastoiditis kronik

terdiri atas perselubungan yang tidak homogen pada daerah antrum mastoid dan sel udara

Page 17: Makalah Tht

mastoid, serta perubahan yang bervariasi pada struktur trabekulasi mastoid. Proses

inflamasi pada mastoid akan menyebabkan penebalan struktur trabekulasi diikuti dengan

demineralisasi trabekulae, pada saat ini yang tampak pada foto adalah perselubungan sel

udara mastoid dan jumlah sel udara yang berkurang serta struktur trabekulae yang tersisa

tampak menebal. Jika proses inflamasi ini terus berlangsung, maka akan terlihat obliterasi

sel udara mastoid dan biasanya mastoid akan terlihat sklerotik. Kadang-kadang lumen

antrum mastoidikum dan sisa sisa sel udara mastoid akan terisi jaringan granulasi

sehingga pada foto akan terlihat pula sebagai perselubungan.

c.Kolesteatoma

Kolesteatoma adalah sebuah kista epidermoid dimana secara histologis mempunyai

lapisan dalam yang terdiri atas epitel skuamosa dan lapisan luar terdiri atas jaringan

penunjang subepitelial. Lumen kista berisi debris epitel yang mengalami deskuamasi.

Kolesteatoma dapat terjadi secara congenital dan didapat. Pada jenis yang didapat

biasanya berasal dari telinga tengah yang meluas ke mastoid dan kadang-kadang masuk

ke pyramid tulang petrosa.8,9. Pada kolestestoma yang menyebar kearah mastoid akan

menyebabkan destruksi struktur trabekulae mastoid dan pembentukan kavitas besar yang

berselubung dengan dinding yang licin. Kadang-kadang kolesteatoma dapat meluas ke sel

udara mastoid tanpa merusak trabekulasi tulang dan jenis ini sering dijumpai pada anak-

anak, dimana gambaran radiologiknya berupa perselubungan pada sel udara mastoid

tanpa merusak trabekulasi tulang dan jenis ini sering dijumpai pada anak-anak dimana

gambaran radiologiknya berupa perselubungan pada sel udara mastoid dan sulit

dibedakan dengan mastoiditis biasa. Untuk melihat lesi-lesi kolesteatoma yang kecil atau

ingin melihat lesi lebih jelas perlu dibuat tomografi tulang temporal.8,9

d. Tumor Glomus Jugulare

Glomus jugulre adalah suatu struktur kelenjar kecil ( ½ x ½ x ¼ mm), yang menyerupai

badan karotis. Struktur ini terdiri dari kumpulan sel-sel non kromafin yang berkelompok

diantara saluran pembuluh darah yang tipis. Fungi struktur ini tidak diketahui,

kemungkiinan besar merupakan kemoreseptor yang sesnsitif terhadap kadar CO2 atau PH

darah. Pemeriksaan radiologik pada kasus dini kurang bermanfaat, teteapi untuk tumor

Page 18: Makalah Tht

lanjut akan terlihat pembesaran foramen jugulare dan erosi tulang. Pada kasus lanjut

angigrafi arteri karotis eksterna berguna untuk menentukan batas perluasan tumor.6,10

2. Computed Tomography

Pemeriksaan tomografi komputerisasi diperlukan untuk dapat melakukan penilaian

struktur kecil dari tulang temporal yang memerlukan ketajaman yang tinggi dan irisan

yang tipis, serta dapat menentukan detil-detil tulang yang jelas seperti osikel, fenestra

ovale dan kanalis fasialis. Adapun proyeksi CT tulang temporal adalah dengan potongan

aksial, potongan koronal dan potongan sagital.5,6,10

a. Patologi intatemporal

Dengan CT temporal dapat mendeteksi perubahan jaringan lunak dan membedakan

cairan yang mengisi ruangan dengan massa padat. Dengan penggunaan kontras gambaran

enhancement (penyangatan) dapat memperlihatkan lesi vaskuler, seperti tumor glomus

dan struktur vaskuler ektopik, seperti bulbus jugulare dan arteri karotis interna.

Penggunaan CT temporal yang lebih penting adalah untuk mengevaluasi massa jaringan

lunak yang kelihatan di bawah tegmen atau lempeng sinus. Analisis densitometrik

langsung suatu massa dapat membedakan cairan yang mengisi mengingokel atau suatu

ensefalokel dengan kolesteatoma atau tumor padat lain. CT temporal juga diperlukan

untuk mengevaluasi telinga pasca pembedahan seperti mastoidektomi dan

timpanoplasti.6

b. Patologi intra dan ekstratemporal

Kelainan yang termasuk pada kelompok ini adalah lesi yang timbul pada tulang temporal

dan menjalar ke intracranial atau ekstrakranial dan lesi yang dari struktur diluar tulang

temporal tetapi masuk ke dalam tulang temporal dengan penjalaran langsung. Beberapa

lesi yang dapat dinilai meliputi6,11,12:

- Tumor glomus jugulare, dapat terletak intratemporal, penyebaran intrakranial dan

ekstrakranial ke leher sepanjang ruang perijugular. Radiologi adalah modalitas investigasi

utama untuk glomus tumor kepala dan leher. Kombinasi contrast-enhanced CT, MRI, dan

angiografi sangat ideal untuk diagnosa yang tepat dan lokalisasi dari tumor. Angiografi

Page 19: Makalah Tht

tetap sangat penting jika diagnosis tidak jelas atau jika dibutuhkan embolisasi.

- Karsinoma dan sarcoma, penggunaan CT Scan selain untuk menentukan lokasi tumor,

serta menentukan penyebaran ekstratemporal tumor dan bidang reseksi pembedahan.

- Infeksi akut dengan osteomielitis, seperti otitis eksterna maligna, CT temporal

merupakan prosedur pilihan untuk mendiagnosis penyebaran proses ekstratemporal

didalam sendi temporomandibular, dasar tengkorak, jaringan lunak leher, vertebra

servikal dan untuk memantau evaluasi proses. CT temporal juga harus dilakukan apabila

diduga adanya kemungkinan abses otogenik.

- Fraktur tulang temporal. Fraktur tulang temporal dibedakan menjadi dua kelompok,

yaitu fraktur longitudinal dan fraktur transversal serta fraktur campuran. Fraktur

longitudinal berawal dari foramen magnum dan berjalan keluar menuju linag telinga,

telinga berdarah dan terjadi gangguan pendengaran konduktif. Fraktur tranversal sering

menyebabkan cedera labirin dan nervus fasialis karena garis fraktur melintasi apeks

petrosus atau labirin. Oleh karena fraktur tulang temporal, terutama tipe transversal,

selalu terjadi akibat trauma kepala yang berat, maka CT harus selalu dilakukan pada

trauma kepala berat untuk menilai adanya fraktur, tempat dan bentuk fraktur serta melihat

adanya perdarahan intracranial dan komplikasi lainnya.14

- Tumor epidermoid. Lesi ini timbul dari sisa epidermis yang terletak di rongga epidural

berdampingan dengan tulang temporal, terutama diatas os petrosus superior, fosa jugular

dan sisterna serebelopontin. Gambaran patognomonik tumor epidermoid adalah setelah

pemberian kontras akan didapatkan daerah berdensitas rendah dan dikelilingi oleh kapsul

yang tipis.

- Meningioma. Pemeriksaan CT sebelum pemberian kontras terlihat gambaran

hiperostotik tulang temporal, dan setelah pemberian kontras akan terlihat masa

intrakranial yang jelas.

- Tumor ekstrakranial yang meluas ke tulang temporal, yang paling banyak ialah tumor

yang berasal dari kelenjar parotis dan nasofaring.

c. Patologi angulus serebelopontin

CT Scan dengan kontras atau kombinasi dengan pneumosisternografi merupakan

prosedur pilihan untuk mendiagnosis neuroma akustik.6

Page 20: Makalah Tht

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan teknik imaging yang tidak menggunakan radiasi, dengan keunggulan

MRI dapat menilai jaringan lunak lebih jelas. Sudut pengambilan MRI sama dengan CT

Scan, aksial dan koronal. Peran MRI untuk menunjukkan patologi di telinga tengah

sangat terbatas, namun untuk menunjukkan kolesteatom lebih baik dari pada CT Scan,

serta lebih memberikan keterangan tentang terkenanya n.fasialis. Kekurangan MRI

adalah kurang memberikan informasi tentang keadaan tulang. Pada OMSK, MRI kadang-

kadang dibutuhkan untuk membedakan kolesteatom dengan granuloma kolesterol,

dimana pada MRI kolesteatom hipointens atau isointens pada gambar T1 dan hiperintens

pada gambar T2, sedangkan pada granuloma kolesterol hiperintens pada T1 dan T2.

2.3 Tobe Ayer Test

1. Proses pneumatisasi mastoid didalam prosessus mastoid terjadi setelah bayi lahir.

Berdasarkan pertumbuhan dan bentuknya dikenal 4 jenis:

a.Infantil

Selula yang terjadi akibat proses pneumatisasi sedikit. Akibatnya bagian korteks di proc.

Mastoid menjadi sangat tebal sehingga jika terjadi perluasan abses lebih mudah kearah

endokranium

b.Normal

Selula yang terjadi meluas sedemikian rupa sehingga hampir meliputi seluruh proc.

Mastoid, akibatnya bagian korteks dibag mastoid menjadi sangat tipis dan abses mudah

pecah, sehingga timbul fiste retro auriculer

c. Hiper Pneumatisasi

Selula yang terjadi tidak hanya terbatas pada procesus mastoid saja, akan tetapi juga meluas

sampai os. Zygomaticum dan bahkan sampai apex piramidalis, akibatnya peradangan pada

amstoid dapat meluas sampai menimbulkan abses preaurikularis bahkan sampai abses

supraaurikularis

d. Sklerotik

Page 21: Makalah Tht

Berbentuk seperti pneumatisasi, tipe infantil. Terjadi akibat adanya peradangan kronik pada

cavum timpani dan cavum mastoid (OMK dan mastoiditis). Akibatnya peradangan lebih

meluas kearah tergmen antri, masuk ke fossa cranii media timbul meningitis atau abses otak

2. Tes fistula digunakan untuk mengetahui adanya hubungan (fistel) antara telinga tengah

dengan telinga dalam. Caranya adalah dengan memberikan tekanan udara positif ataupun negatif

pada liang telinga tengah melalui otoskop siegel dengan corong telinga yang kedap atau balon

karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang dimasukan kedalam liang telinga, bila terjadi

nistagmus setelah diberikan tekanan , maka berarti terdapat fistel. Balon karet dipencet dan udara

didalamnya akan menyebabkan perubahan tekanan udara diliang telinga, bila fistula yang terjadi

masih paten maka terjadi kompresi dan ekspansi labirin membrane.

Hasil tes fistula :

Positif : akan menimbulkan nistagmus atau vertigo

Negatif : bila fistulanya sudah tertutup oleh jaringan granulasi, apabila labirin sudah mati atau

pharesis kanal.

3. Queckenstedt test: Ini juga dikenal sebagai Tobey - Ayer uji. Hal ini dianjurkan setiap kali

pungsi lumbal untuk infeksi intrakranial yang mungkin dilakukan. Tes ini melibatkan

pengukuran tekanan CSF dan mengamati perubahan pada kompresi satu atau kedua vena

jugularis internal dengan jari pada leher. Pada manusia yang normal kompresi setiap vena

jugularis internal pada gilirannya diikuti oleh peningkatan tekanan CSF, dari sekitar 50 -

100mm di atas tingkat normal. Ketika tekanan atas vena jugularis internal yang dilepaskan

maka ada penurunan tekanan CSF yang sama besarnya. Pada pasien dengan trombosis sinus

tekanan lateral atas vena menguras penyebab sinus tersumbat baik tidak ada peningkatan, atau

naik lambat rendah tekanan CSF dari 10 - 20 mm. Kompresi vena jugularis internal yang

normal menghasilkan peningkatan tekanan yang cepat mulai dari 2 - 3 kali tingkat normal.

Tes ini juga rawan untuk hasil negatif palsu karena adanya saluran agunan menguras sinus

vena. Positif palsu dapat terjadi jika sinus lateral yang normal adalah kecil atau tidak ada yang

menciptakan kesan keliru trombosis sinus lateral.

Page 22: Makalah Tht

DAFTAR PUSTAKA

1. Austin D. Telinga dalam Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ballenger JJ

(ed). Jakarta: Binarupa Aksara,1994; 101-19.

2. Soetirto I, Hendramin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga dalam:

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok dan Kepala Leher Edisi Ke Enam.

Soepardi EA, Iskandar N(Ed). Jakarta: FKUI. 2006; 9-12.

3. Encarta. Anatomy of The Ear. http://www.encarta.msn.com/anatomy-of-the ear.html. [diakses

tanggal 11 November 2012].

Page 23: Makalah Tht

4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid dalam: Boeis

Buku Ajar Penyakit THT. Adam, Boeis, Highler (eds). Jakarta: EGC.1997;99-105.

5. Kumar De S. Fundamentals of Ear, Nose and Throat Diseases and Head-Neck Surgery.

Calcuta: The New Book Stall. 1996;537-9.

6. Valvassori, GE. Radiologi Tulang Temporal dalam: Penyakit Telinga Hidung Tenggorok

Kepala dan Leher. Ballenger JJ (ed). Jakarta: Binarupa Aksara,1994;73-97.

7. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear Nose, and Throat Disease. New York: Thieme

Medical Publishers. 1994; 38-40.

8. Makes D. Pemeriksaan Radiologi Mastoid dalam: Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Ekayuda

I (ed). Jakarta: FKUI. 2006; 447-52.

9. Dobyarta L. Cronik Purulent Otitis. http://www.fulspesialist.hu/image [diakses tanggal 11

November 2012].

10. Kim SK, Capp MP. Jugular Foramen and Early Roentgen Diagnosis of Glomus Jugulare

Tumor. Department of Radiology Duke University Medical Center, Durham California. 1966;

vol.7, No.3; 597-600.

11. Abbot DJ. CT Scan Temporal Bone. http://www.emedicine.com [diakses tanggal 11

November 2012].

12. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis, Pengetahuan Dasar, Terapi Medik, Mastoidektomi,

Timpanoplasti. Jakarta: FKUI. 2004;29-40.

13. Koenigsberg RA. Glomus Tumor Head and Neck. http://www.emedicine.com [diakses

tanggal 11 November 2012].

14. Woodcock RJ. Temporal Fracture. http://www.emedicine.com [diakses tanggal 11 November

2012].

15. Kutz JW. Skull Base, Acoustic Neuroma. http://www.emedicine.com [diakses tanggal 11

November 2012].

16. http://www.drtbalu.com/compli_om.html [diakses pada tanggal 12 November 2012].