I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman yang mempunyai peranan penting di Indonesia sebagai bahan baku utama pembuat gula pasir. Tanaman tebu ( Saccharum officinarum ) dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai peranan penting bukan saja dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta penambahan atau penghematan devisa, tetapi juga langsung terkait dengan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan penyediaan lapangan kerja (Farid, 2003). Produksi gula Indonesia mengalami penurunan karena perubahan iklim global yang menyebabkan anomali cuaca, antara lain musim hujan yang berkepanjangan sehingga rendemen gula menurun. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah menanam varietas-varietas tebu yang toleran terhadap kondisi iklim basah, disamping sifat lainnya yang harus dimiliki varietas unggul tebu seperti kualitas gilingan tinggi, tipe kemasakan, rendemen gula tinggi dan tahan hama penyakit. Tujuan pemuliaan tanaman tebu salah satunya untuk mendapatkan varietas, klon yag mempunyai rendemen gula tinggi. Tanaman tebu merupakan tanaman yang mempunyai tingkat heterozygous tinggi sehingga tingkat keragaman genetiknya tinggi. Keragaman genetik yang tinggi merupakan faktor utama yang diperlukan dalam merakit varietas baru.
tanaman tebu merupakan alah satu tanaman penghasil gula. tanaman ini tergolong kedalam famili rumput-rumputan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman yang mempunyai peranan
penting di Indonesia sebagai bahan baku utama pembuat gula pasir. Tanaman tebu
(Saccharum officinarum) dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam industri gula.
Pengembangan industri gula mempunyai peranan penting bukan saja dalam rangka
mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta penambahan atau penghematan
devisa, tetapi juga langsung terkait dengan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan
penyediaan lapangan kerja (Farid, 2003).
Produksi gula Indonesia mengalami penurunan karena perubahan iklim global
yang menyebabkan anomali cuaca, antara lain musim hujan yang berkepanjangan
sehingga rendemen gula menurun. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala
tersebut adalah menanam varietas-varietas tebu yang toleran terhadap kondisi iklim
basah, disamping sifat lainnya yang harus dimiliki varietas unggul tebu seperti kualitas
gilingan tinggi, tipe kemasakan, rendemen gula tinggi dan tahan hama penyakit.
Tujuan pemuliaan tanaman tebu salah satunya untuk mendapatkan varietas, klon
yag mempunyai rendemen gula tinggi. Tanaman tebu merupakan tanaman yang
mempunyai tingkat heterozygous tinggi sehingga tingkat keragaman genetiknya tinggi.
Keragaman genetik yang tinggi merupakan faktor utama yang diperlukan dalam merakit
varietas baru.
Perakitan varietas baru dapat dilakukan melalui hibridisasi, transformasi genetic
maupun kultur in vitro. Hibridisasi dilakukan dengan menyilangkan tetua 1 dengan tetua
2 yang mempunyai karakter yang diinginkan pemulia, transformasi genetic dengan
menyisipkan gen target ke dalam tanaman sehingga tanaman mempunyai sifat unggul.
Bioteknologi kultur in vitro dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas unggul dengan
karakter baru yang tidak ada dalam plasma nutfah. Salah satu metoda kultur in vitro yang
efektif dan efisien untuk merakit varietas unggul adalah seleksi in vitro, dimana sifat
baru yang diinginkan telah diarahkan sejak biakan ada dalam tabung kultur.
.
I.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pembiakan
vegetative tanaman tebu dalam aspek pemuliaan tanaman yang berguna untuk perbaikan
genetic tanaman tebu tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asal dan Sejarah Tanaman Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L merupakan anggota genus Saccharum,
family Graminae dan tribe Andropogoneae. Asal mula tanaman tebu sampai saat ini belum
didapatkan kepastiannya, dari mana asal muasal tanaman tebu. Namun sebagian besar para
ahli yang memang berkompeten dalam hal ini, berasumsi bahwa tanaman tebu ini berasal dari
Papua New Guinea. Pada 8000 SM, tanaman ini menyebar ke Kep. Solomon dan Kaledonia
Baru. Ekspansi tanaman ini ke arah timur Papua New Guinea berlangsung pada 6000 SM,
dimana tebu mulai menyebar ke Indonesia, Filipina dan India.
Dari India, tebu kemudian dibawa ke China pada tahun 800 SM, dan mulai
dimanfaatkan sebagai pemanis oleh bangsa China pada tahun 475 SM. Pada tahun 510
Sebelum Masehi, ketika menguasai India, Raja Darius dari Persia menemukan ”batang
rerumputan yang menghasilkan madu tanpa lebah”. Seperti halnya pada berbagai penemuan
manusia lainnya, keberadaan tebu sangat dirahasiakan dan dijaga ketat, sedangkan produk
olahannya diekspor dan untuk menghasilkan keuntungan yang sangat besar.
Rahasia tanaman tebu akhirnya terbongkar setelah terjadi ekspansi besar-besaran oleh
orang-orang Arab pada abad ketujuh sesudah masehi. Ketika mereka menguasai Persia pada
tahun 642M , mereka menemukan keberadaan tebu yang kemudian dipelajari dan mulai
diolah menjadi gula kristal. Ketika menguasai Mesir pada 710 M, tebu ditanam secara besar-
besaran di tanah Mesir yang subur. Pada masa inilah, ditemukan teknologi kristalisasi,
klarifikasi, dan pemurnian. Dari Mesir, gula menyebar ke Maroko dan menyeberangi Laut
Mediterania ke benua Eropa, tepatnya di Spanyol (755 M) dan Sisilia (950 M).
Gula dikenal oleh orang-orang barat Eropa sebagai hasil dari Perang Salib pada abad
ke-11. Para prajurit yang pulang menceritakan keberadaan “rempah baru” yang enak ini. Gula
pertama diketahui tercatat di Inggris pada tahun 1099. Abad-abad berikutnya merupakan
periode ekspansi besar-besaran perdagangan barat Eropa dengan dunia timur, termasuk di
dalamnya adalah impor gula. Dari sebuah catatan perdagangan di Inggris, gula dihargai 2
Shilling/lb, nilai ini setara dengan beberapa bulan upah buruh rata-rata pada saat itu.Mungkin
karena merupakan sebuah temuan baru, gula pada saat itu telah menjadi sebuah simbol dari
status sosial. Orang-orang kaya menyukai pembuatan patung-patung dari gula sebagai
penghias meja-meja mereka. Bahkan ketika Henry III dari Perancis mengunjungi Venice,
sebuah pesta diadakan untuk menghormatinya dengan menampilkan piring-piring, barang-
barang perak, dan kain linen yang semuanya terbuat dari gula. Bahkan lebih “gila” nya lagi
karena merupakan barang mahal, gula seringkali dianggap sebagai obat. Banyak petunjuk
kesehatan dari abad ke-13 hingga 15 yang merekomendasikan pemberian gula kepada orang-
orang cacat untuk memperkokoh kekuatan mereka.
Pada abad ke-15, pemurnian gula Eropa umumnya dilakukan di Venice. Namun
Venice tidak bisa lagi melakukan monopoli ketika Vasco da Gama berlayar ke India pada
tahun 1498 dan mendirikan perdagangan di sana. Meskipun demikian, penemuan orang-orang
Amerika lah yang telah mengubah konsumsi gula di dunia.
Dalam salah satu perjalanan pertamanya, Columbus membawa tanaman tebu untuk
ditanam di kawasan Karibia. Iklim yang sangat menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman
tebu menyebabkan berdirinya sebuah industri dengan cepat. Kebutuhan terhadap gula yang
besar bagi Eropa menyebabkan banyak kawasan hutan di kepulauan Karibia menjadi hampir
seluruhnya hilang digantikan perkebunan tebu, seperti misalnya di Barbados, Antigua dan
separuh dari Tobago. Tanaman tebu dibudidayakan secara massal. Jutaan orang dikirim dari
Afrika dan India untuk bekerja di penggilingan tebu. Oleh karenanya, produksi gula sangat
erat kaitannya dengan perdagangan budak di dunia barat.
Secara ekonomi gula sangatlah penting sehingga seluruh kekuatan Eropa membangun
atau berusaha membangun jajahan di pulau-pulau kecil Karibia dan berbagai pertempuran
terjadi untuk menguasai pulau-pulau tersebut. Selanjutnya tanaman tebu dibudidayakan di
berbagai perkebunan besar di kawasan-kawasan lain di dunia (India, Indonesia, Filipina dan
kawasan Pasifik) untuk memenuhi kebutuhan pasar Eropa dan lokal.
Pada tahun 1750 terdapat 120 pabrik pemurnian gula yang beroperasi di Britania
dengan hanya menghasilkan 30.000 ton per tahun. Pada tahap ini gula masih merupakan
sesuatu yang mewah dan memberi keuntungan yang sangat besar sehingga gula dijuluki
“emas putih”. Keadaan ini juga berlaku di negara-negara Eropa Barat lainnya.
Para pemerintah menyadari keuntungan besar yang didapat dari gula dan oleh
karenanya mengenakan pajak yang tinggi. Akibatnya gula tetap merupakan sebuah barang
mewah. Keadaan ini terus bertahan sampai dengan akhir abad ke-19 ketika kebanyakan
pemerintahan mengurangi atau menghapus pajak dan menjadikan harga gula terjangkau
untuk warga biasa.
Di Jawa, tanaman tebu diperkirakan sudah ditanam sejak zaman Aji Saka. Perantau
China yang bernama I Tsing mencatat bahwa perdagangan nira yang berasal dari gula tebu
telah di perdagangkan di Nusantara (895 M). Industri Tebu dan pabrik gula mulai
berkembang di Nusantara ketika masa penjajahan Belanda di mulai (1700-an). Pada awal
abad ke-17 industri gula berdiri di sekitar selatan Batavia, yang dikelola oleh orang-orang
China bersama pejabat VOC.
Pada pertengahan abad ke-18, telah dilakukan ekspor gula dari 130 pabri Gula
tradisional di Jawa. Dalam perkembangannya, ekspor gula yang dilakukan oleh kolonial
Belanda mengalami naik turun akibat keterbatasan modal, kekurangan lahan, dan persaingan
ekspor gula dengan India. Industri gula kolonial yang menggunakan tenaga pribumi mulai
bergeliat kembali seiring diberlakukannya Cultuurstelsel oleh van den Bosch. Liberalisasi
Industri gula di pasung. Semua sektor perekonomian gula di kuasai oleh pemerintah kolonial
belanda. Meskipun menimbulkan penderitaan bagi kaum pribumi, kebijakan ini menjadikan
Nusantara sebagai pengimpor gula terbesar dan mampu mendominasi pasar dunia. Ketika
penjajahan telah berakhir, sebagian besar dari pabrik gula yang ada di Jawa masih merupakan
bekas peninggalan Belanda.
Ada lima spesies dari genus Saccharum yang bermanfaat bagi pemuliaan tanaman
(Wrigley, 1981) yaitu :
1. Saccharum officinarum L. (2n = 180)
Merupakan spesies yang dibudidayakan (oleh sebab itu sering disebut noble cane)
dengan sifat batang berwarna terang, lunak, tebal, kandungan sukrosa tinggi,
andungan serat rebdah, daun lebar. Sangat peka terhadap penyakit-penyakit utama,
kecuali penyakit gummosis (Xanthomonas vasculorum) dan jelaga (Ustilago
citaminae). Otaheite (sinonim dengan Bourbon, Lahaina, Vellai) merupakan noble
cane yang pertama dibudidayakan secara luas, selanjutnya diiuti oleh seri Cheribon.
2. Saccharum spontaneum L. (2n = 40 – 128)
Merupakan tebu liar di daerah Pasifik dan Asia (di Pulau Jawa disebut dengan
glagah). Spesies ini merupakan sumber resistensi untuk beberapa penyakit utama
seperti “sereh, mosaic, gummosis, busuk merah (Physalospora tucumanensis), embun
tepung (Sclerospora sacchari). Spesies ini merupakan rerumputan tahunan dari mulai
ukuran yang pendek hingga tinggi, ruasnya panjang langsing dengan lubang pit di
tengah batang, batang berwarna hijau – kuning hingga putih. Rhizome membentuk
banyak anakan.
3. Saccharum barberi Jeswiet ( 2n = 40 – 128)
Merupakan tebu India. Batangnya keras dan langing dengan andungan serat yang
tinggi. Kebal terhadap penyakit gummosis dan mosaic, resisten terhadap penyakit