Top Banner
MAKALAH TRANSAKASI JUAL BELI DI PASAR MODERN (SUPERMARKET) MENURUT KACAMATA ISLAM Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam Dosen Pengampu : Dr. Syahidin, M.Pd. Disusun oleh: Romi Nugraha 1100461 Triantara Nugraha 1104800 Zaenal Arifin 1103641
29

Makalah Spai Xxx

Nov 25, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

MAKALAHTRANSAKASI JUAL BELI DI PASAR MODERN (SUPERMARKET) MENURUT KACAMATA ISLAMDisusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu : Dr. Syahidin, M.Pd.

Disusun oleh:Romi Nugraha1100461Triantara Nugraha1104800Zaenal Arifin1103641

FAKULTAS PENDIDIKAN MIPAUNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIABANDUNG

Islam dan Ekonomi

2014

14Transaksi Jual Beli di Pasar Modern (Supermarket) Menurut Kacamata Islam

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Nabi Besar kita yakni Nabi Muhammad saw, Kepada keluarganya, para sahabatnya, tabiin-tabiatnya, dan kepada kita semua selaku umatnya.Adapun makalah yang dibuat berjudul Transaksi Jual Beli di Pasar Modern (Swalayan) Menurut Kacamata Islam, diajukkan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam dan mudah-mudahan laporan ini bisa memberi manfaat umumnya untuk semua pembaca dan khusunya untuk saya selaku penyusun dari laporan.Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini tersusun bukan semata-mata hasil usaha sendiri, melainkan berkat bimbingan,bantuan, masukan dan motivasi dari semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:1. Dr. Syahidin, M.Pd, selaku Dosen mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam yang telah membimbing dan menugaskan melalui perkuliahan, sehingga pengetahuan dan keterampilan penulis bertambah dalam membuat sebuah makalah.2. Kepada kedua orang tua, teman-teman dan rekan-rekan seangkatan yang telah memotivasi penulis dalam menyusun makalah ini.3. semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik segi isi maupun redaksinya dikarenakan keterbatasan yang penulis miliki, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, agar dikemudian hari saya selaku penulis dapat menyusun makalah atau karya tulis kembali dengan lebih baik. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin

Bandung, April 2014

Penulis

DAFTAR ISIKATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiBAB I1PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang11.2 Judul Makalah21.3 Rumusan Masalah31.4 Tujuan Pembuatan Makalah31.5 Manfaat Pembuatan Makalah32.1 Ekonomi Dalam Islam42.2 Pengertian Jual-Beli52.3 Rukun dan Syarat Jual-Beli72.4 Perkembangan Transaksi Bisnis di Dalam Islam dan Hukum al-Muathah92.5 Pandangan Ulama terhadap Transaksi Jual Beli di Swalayan132.5.1 Pandangan Ulama Muhammadiyah133.1 Simpulan143.2 Saran14

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangIslam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Khalik (pencipta), maupun yang berhubungan dengan sesama (mahluk) manusia. Segala sesuatu diatur Allah SWT dan dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW termasuk urusan sederhana yaitu urusan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam mengatur melalui Al-Quran dan Al-Hadits sehingga hidup manusia maslahat dan berkah.Manusia yang hidup di dunia ini selalu dituntut dan diburu oleh kebutuhan-kebutuhan guna melengkapi kebutuhan hidupnya. Untuk melakukan itu semua manusia melakukan berbagai macam kegiatan. Diantaranya dengan bercocok tanam, bekerja sebagai pegawai negeri, nelayan dan lain sebagainya. Dari semua kegiatan usaha tersebut, termasuk juga jual-beli atau dalam bahasa arabnya disebut sebagai (al-bai) yang dianjurkan dalam Islam sebagaimana firman Allah subhanahu wa taala dalam surat An-Nissa ayat : 29,

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa : 29)Mengingat pentingnya jual-beli tersebut, maka Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan berbagai hal yang berhubungan dengan jual beli. Seperti dalam salah satu sabda Nabi berikut ini : { }Artinya: Dari Said bin Umair berjkata; bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya, usaha apakah yang paling baik? Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menjawab: yaitu pekerjaan seorang laki-laki yang di lakukan dengan tangannya sendiri dan tiap jual-beli yang mabrur (bersih) (HR. Al-Baihaqi).Dengan pesatnya perkembangan teknologi, dunia perdagangan pun semakin berkembang dan mengalami corak-corak tersendiri, hingga kepada hal-hal yang semakin praktis. Teknis pelaksanaannya tidak lagi menggunakan ijab dan qabul secara langsung, bahkan ada yang menggunakan sistem komputer dan internet, walaupun masih tetap ada sebagian masyarakat yang masih menggunakan cara tradisional dengan ijab qabul.Yang tidak menggunakan ijab qabul dalam bahasa fiqh yang disebut sebagai jual beli muathah. Kegiatan seperti inilah yang sering terjadi di zaman sekarang, transaksi online seperti pembelian tiket pesawat dan jual beli di berbagai pusat perbelanjaan modern seperti Supermarket-supermarket, Swalayan-swalayan, yang tidak ada proses tawar-menawar didalamnya. Dalam jual beli di perbelanjaan modern, pihak pembeli telah mengetahui harga barang secara tertulis dicantumkan pada barang tersebut, dan kemudian si pembeli datang ke meja kasir dengan menunjukan bahwa mereka akan melakukan transaksi jual-beli. Dalam kasus ini, sangat kecil kemungkinan terjadi ijab qabul yang berupa rukun jual beli. Apakah transaksi seperti ini sah dalam islam? Atas dasar permasalahan ini, maka makalah ini disusun.

1.2 Judul MakalahTransaksi jual beli di Supermarket Menurut Kacamata Islam1.3 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas dan agar pembahasan tidak melebar terlalu jauh, kami merumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :1. Bagaimanakah ekonomi dalam islam?2. Apa pengertian jual beli dalam pandangan islam?3. Apa saja rukun dan syarat jual beli?4. Bagaimana perkembangan transaksi jual beli pada zaman sekarang?5. Bagaimana pandangan ulama dalam hal transaksi jual beli zaman sekarang seperti transaksi di swalayan-swalayan?1.4 Tujuan Pembuatan MakalahAdapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu 1. Menegtahui bagaimana prinsip ekonomi dalam islam.2. Mengetahui pengertian jual beli dalam pandangan islam.3. Mengetahui dan mengerti rukun dan syarat jual beli.4. Mengetahui perkembangan transaksi jual beli pada zaman sekarang?5. Mengetahui pandangan ulama dalam hal transaksi jual beli zaman sekarang seperti transaksi di swalayan-swalayan.6. Menentukan sikap terhadap fenomena hal transaksi jual beli zaman sekarang seperti transaksi di swalayan-swalayan.1.5 Manfaat Pembuatan MakalahAdapun manfaat dalam pembuatan makalah ini yaitu 1. Menambah pengetahuan akan transaksi jual beli yang benar dalam islam.2. Umat islam dapat menentukan sikap terhadap fenomena hal transaksi jual beli zaman sekarang seperti transaksi di swalayan-swalayan.3. Umat islam dapat menghindari transaksi jual beli yang tidak sah sehingga barang yang didapatkan baik dan berkah.

BAB IIISI DAN PEMBAHASAN2.1 Ekonomi Dalam IslamIslam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk masalah ekonomi yang merupakan persoalan yang berkaitan dengan upaya manusia baik secara perorangan atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas, yang dihadapkan pada sumber yang terbatas. Ekonomi islam adalah kumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Quran dan As-Sunah yang berkaitan dengan kegiatan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi sebagai upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang bahagia di dunia dan akhirat.Kegiatan ekonomi dalam islam termasuk dari kegiatan muamalah, yang didalam nya terdapat kaidah hukum asal muamalah itu boleh sampai ada dalil yang melarang . Sehingga menurut islam kegiatan ekonomi tidak dibatasi ragam dan jenisnya karena segala bentuk kegiatan ekonomi hukum asalnya boleh yang terpenting tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Al-Hadits.Secara umum, kegiatan ekonomi dalam islam harus terhindar dari beberapa hal berikut :1. Maksiat yang berarti setiap usaha/ kegiatan ekonomi yang dilakukan harus terhindar dari hal-hal yang merusak aqidah, social, moralitas, dan alam sekitar.2. Aniaya yang berarti setiap usaha/ kegiatan ekonomi yang dilakukan harus terhindar dari bentuk bentuk kedzaliman. Seperti keterpaksaan, penggelapan, curang, dan lainya.3. Gharar yang berarti setiap usaha/ kegiatan ekonomi yang dilakukan harus terhindar dari kesamaran atau ketidakjelasan baik dari segi benda yang diperjualbelikan maupun dari segi transaksinya.4. Riba yang berarti setiap usaha/ kegiatan ekonomi yang dilakukan harus terhindar dari riba yaitu pengambilan keuntungan yang ditetapkan dalam transaksi utang piutang dengan mengeksploitasi kesulitan dan kelemahan orang lain dalam pengadaan harta.5. Bathil yang berarti setiap usaha/ kegiatan ekonomi yang dilakukan harus mengacu pada rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh syarI yakni memenuhi rukun dan syarat dalam suatu transaksi sebagaimana yang dirumuskan ulama dalam kitab fiqih.2.2 Pengertian Jual-BeliJual-beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar (pertukaran). Dan kata al-bai (jual) dan asy-syira (beli) dipergunakan biasanya dalam pengertian yang sama. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua yang satu sama lainnya bertolak belakang. Pada dasarnya ada beberapa definisi jual-beli yang dikemukakan ulama fiqh. Dikalangan ulama Madzhab Hanafi terdapat dua definis. Pertama, saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu. Kedua, tukar menukar sesuatu yang diingin dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Unsur-unsur definisi ini mengandung pengertian bahwa cara yang khusus dimaksud oleh ulama Maszhab Hanafi adalah melalui ijab (ungkapana membeli dari pembeli) dan qabul (pernyataan jual dari penjual) atau juga melalui saling memberikan barang dan harga antara penjual dan pembeli. Definisi lain dikemukakan ulama Madzhab Maliki, Syafii, dan Hambali. Menurut mereka, jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan pemilik dan kepemilikan, karena ada juga tukar menukar harta tersebut yang sifatnya bukan pemilikan, seperti sewa-menyewa (ijarah). Zainuddin Ali menyebutkan bahwa jual beli adalah, suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak penjual dengan phak pembeli terhadap sesuatu barang dengan harga yang disepakati. Dan jual beli ini harus terdapat lima unsur, yakni:a. Penjual. Yakni pemilik harta yang menjual hartanya atau orang yang diberi kuasa untuk menjual harta orang lain. Penjual harus cakap melakukan penjualan (mukallaf)b. Pembeli. Yakni orang yang cakap yang dapat membelanjakan hartanya (uangnya).c. Barang jualan. Yakni sesuatu yang dibolehkan olehsyarauntuk dijual dan diketahui sifatnya oleh pembeli.d. Transaksi jual beli yang berbentuk serah terima.e. Persetujuan kedua belah pihak. Yakni penjual dan pihak pembeli setuju untuk melakukan transaksi jual beli.Unsur-unsur jual beli diatas, menunjukan terjadinya transaksi jual beli. Dengan demikian, bila ada unsur yang tidak terpenuhi maka jual beli tidaklah sah. Dari pemaparan jual-beli diatas, maka penulis mendapatkan pengertian yang sangat lengkap, sebagaimana yang dipaparkan oleh Moch. Faisal Salam, yang menyebutkan bahwa pengertian jual-beli adalah, suatu perjanjian timbal-balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas nama barang, sedangkan pihak lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut [5]. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat difahami bahwa perkataan jual-beli menunjukan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Barang yang menjadi objek perjanjian jual-beli harus cukup tersedia dan tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli. Dengan demikian maka dapat dirumuskan bahwa jual beli hanya akan saha apabila dilakukan dengan akad yang sah. Adapun pengertian akad adalah: [6]Artinya: Ikatan, yakni mengumpulkan dua tepi dan mengikat salah satunya dengan yang lainnya hingga tergabung, dan menjadilah ia seperti sepotong benda.Sedangkan akan muathah adalah: Artinya: Al-Muathah adalah (suatu akad jual-beli dengan cara) mengambil dan memberikan sesuatu tanpa harus berbicara.[7]2.3 Rukun dan Syarat Jual-BeliRukun jual-beli menurut ulama Madzhab hanafi hanya satu, yaitu ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dari penjual). Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual-beli itu hanyalah kerelaan (ridha / taradhi) kedua belah pihak untuk berjual beli. Hal ini berbeda dengan pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa rukun jual-beli itu ada empat, yaitu: pertama, orang yang berakad (penjual dan pembeli). Kedua, sighat (lafal ijab dan qabul). Ketiga, ada barang yang dibeli. Keempat, ada nilai tukar pengganti barang [8].Mengenai hal ini, sesungguhnya Allah subhanahu wa taala telah berfirman:Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-nisa : 29)Adapun syarat melakukan jual-beli diantaranya adalah:a. Syarat orang yang berakad. Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan akad-akad jual-beli harus memenuhi syarat, yakni berakal dan yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda.b. Syarat yang terkait dengan ijab qabul. Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual-beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan ini bisa dilihat dari ijab qabul yang dilangsungkan. Ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul itu adalah sebagai berikut:1) Orang yang berijab-kabul telah baligh dan berakal menurut jumhur ulama, atau telah berakal, menurut ulama Madzhab Hanafi, sesuai dengan perbedaan mereka dalam syarat-syarat orang yang melakukan akad seperti disebut diatas.2) Qabul sesuai dengan ijab.3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis.c. Syarat barang yang diperjual belikan, adalah sebagai berikut:1) Barang itu ada, atau tidak ada ditempat tetapi penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.3) Milik seseorang.4) Bisa diserahkan pada saat akad berlangsung.d. Syarat nilai tukar (harga barang). Termasuk unsur tepenting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang dijual (untuk jaman sekarang adalah uang). Harga yang dapat dipermainkan para pedagang adalah Al-tsamn. Ulama fiqh mengemukakan syarat Al-tsamn sebagai berikut:1) Harga yang disepakati oleh kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.2) Bisa diserahkan pada waktu akad, meskipun secara hukum seperti pembayaran cek dan kartu kredit.3) Apabila jual-beli dilakukan secara barter (Al-muqayadah), maka brang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara.2.4 Perkembangan Transaksi Bisnis di Dalam Islam dan Hukum al-MuathahDalam melaksanakan transaksi (perikatan atau al-aqdu) terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Pendapat mengenai rukun aqad dalam hukum islam ini beraneka ragam dikalangan para ahli fiqh. Di kalangan madzhab Hanafi berpendapat bahwa rukun akan hanya sighat al-aqdu, yakni ijab dan qabul. Sedangkan syaratnya al-aqidain (subjek akad) dan mahal al-aqdi (objek akad). Berbeda halnya dengan pendapat dari kalangan madzhab Asy-Syafii termasuk Imam Al-Ghazali dan kalangan madzhab Maliki termasuk Syihab Al-Karakhi bahwa al-aqidain dan mahal al-aqdi termasuk rukun akan karena kedua hal tersebut merupakan satu pilar utama dalam tegaknya akad [9]. Namun jumhur ulama berpendapat, bahwa rukun akan adalah al-aqidaini, mahal al-aqdi, dan sighat al-aqdi [10]. Adapun dalam perkembangannya didunia modern, menurut Ahmad Rajafi dalam tesisnya, transaksi (ijab dan qabul) dari setiap kegiatan bisnis dapat dilakukan dengan lima cara berikut ini:a. Lisan. Para pihak mengungkapkan kehendaknya dalam bentuk perkataan secara jelas.b. Tulisan. Hal ini dilakukan oleh para pihak yang tidak dapat bertemu langsung dalam melakukan transaksi, atau untuk transaksi-transaksi yang sifatnya lebih sulit, seperti yang dilakukan oleh badan hukum.c. Isyarat. Suatu transaksi tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang normal, orang yang cacat pun dapat melakukan transaksi (al-aqdu). Dan tuna wicara boleh berakad isyarat, asalkan terdapat sepemahan bersama/d. Perbuatan. Seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, kini transaksi dapat pula dilakukan dengan cara perbuatan saja, tanpa secara lisan, tulisan maupun isyarat. Hal ini dapat disebut dengan taati atau muatah (saling memberi dan menerima). Adanya perbuatan ini dari pihak yang telah saling memahami perbuatan transaksi tersebut dengan segala akibat hukumnya. Hal ini sering terjadi di supermarket yang tidak ada proses tawar menawar. Pihak pembeli telah mengetahui harga barang yang secara tertulis dicantumkan pada barang tersebut. Pada saat pembeli datang ke meja kasir menunjukan bahwa diantara mereka akan melakukan transaksi jual-beli.e. Elektrik. Selain dengan cara lisan, tulisan, isyarat dan perbuatan, maka transaksi dapat pula dilakukan dengan jalan elektrik. Yakni, kegiatan transaksi bisnis melalui internet dan SMS (electronics transaction). Dimana seseorang cukup mengetik apa yang diinginkan dengan memasukan nomor kartu kredit ke jumlah harga yang sudah ditentukan oleh penjual, maka transaksipun berjalan, kemudian barang akan dikirimkan ke alamat yang telah dimasukkan, dalam beberapa hari [11].Melalui penjelasan di atas maka dapat difahami bahwa transaksial-muathahdan elektrik merupakan transaksi dengan jalan perbuatan, di mana adanya perbuatan ini adalah dari pihak yang telah saling memahami perbuatan transaksi tersebut dengan segala akibat hukumnya. Hal ini menunjukkan bahwa esensi dari akad sesungguhnya bukanlah pada bentuklafazhatau perkataan dari ijab dan kabul, akan tetapi lebih pada maksud dari transaksi itu sendiri. Ini sesuai dengan isi ungkapan kaidah fiqh yang berbunyi : Artinya : yang dinggap di dalam akad adalah maksud-maksud dan makna-makna, bukan lafazh-lafazh dan bentuk-bentuk perkataan.[12]Dalam kaidah lain disebutkan bahwa hukum itu berubah sesuai dengan perubahan keadaaan : Artinya : Tidak dapat dipungkiri bahwa berubahnya hukum karena perubahan waktu.[13]Nabi Muhammadshallallahu alaihi wa sallamjuga pernah menyampaikan bahwa dalam halmuamalahmaka berikanlah kemudahan dan jangan mempersulit : : : { }Artinya : Dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda; mudahkanlah mereka jangan dipersulit, berilah kabar gembira jangan kau membuat jadi mereka lari.[14]Teori di atas menunjukkan bahwa hukum Islam pada dasarnya membolehkan segala praktek bisnis yang dapat memberikan manfaat. Tiga prinsip dasarnya adalah:a. Kaidah hukum Islam. Artinya : Dasar pada setiap sesuatu pekerjaan adalah boleh sampai ada dalil yang yang mengaharamkannya. Artinya : Kebiasaan adalah bagian dari hukum.[15]b. Hadits Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam. { }Artinya : Kaum muslimin bertransaksi sesuai dengan syarat-syaratnya selama tidak mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.[16]Berdasarkan penjelasan di atas, sungguh tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pada perkembangannya dunia teknologi pada zaman ini yang sungguh sangat pesat, maka terdapat pula kegiatan transaksi bisnis yang marak melalui internet dan SMS (electronics transaction; transaksi elektronik). Di mana seseorang cukup mengetik apa yang diinginkan dengan memasukkan nomor kartu kredit ke jumlah harga yang sudah ditentukan oleh penjual, maka transaksipun selesai, kemudian barang akan dikirimkan ke alamat yang masukkan, dalam beberapa hari.Mengenai hal ini, Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan bahwa tidak ada ketentuan transaksi harus berbentuk tulisan. Denganijab-qabul(serah-terima) melalui perkataan pun cukup mewakili untuk dikatakan suatu transaksi[17]. Dan ketika ada transaksi dengan jalan apapun yang memudahkan konsumen seperti dengan jalan elektrik, maka hal tersebut juga diperbolehkan, asalkan terdapat unsur kebenaran (lurus), menepati amanah, dan jujur (setia). Dengan demikian, maka sesungguhnya perlu diadakan penambahan di dalam cara bertransaksi (ijab-kabul) zaman ini, di mana selain dengan cara lisan, tulisan, isyarat dan perbuatan, maka dilakukan pula dengan jalan elektrik. Dengan jalan seperti ini maka hukum Islam akan terusshalih likulli zaman wa makan.Adapun penjelasan Imam asy-Syafii dan Imam Abu Hanifah tentangal-muathahadalah sebagai berikut :a. Menurut Imam asy-Syafii.Dalam pandangan atau hasil ijtihad Imam asy-Syafiirahimahullah taalamenyebutkan, bahwa ia tidak membolehkan akad atau transasksi seperti ini karena menurutnya, kehendak kedua belah pihak yang berakad harus dinyatakan secara jelas melalui perkataan dalam ijab dan kabul.[18]Ungkapan Imam asy-Syafii tidak membenarkan pernyataan kehendak untuk membuat akad secarataathi(al-muathah) ini disebabkan karena pemikirannya yang sangat formal dan tenggelam dalam verbalisme (lafzhiyah). Asy-Syirazi mengatakan, adapun perbuatan diam-diam (taathi/al-muathah) tidak dapat melahirkan akad jual-beli, karena sebutan jual-beli itu tidak mencakup perbuatan secara diam-diam.[19]b. Menurut Imam Abu Hanifah.Dalam hal ini, Imam Abu Hanifah, jumhur ulama fiqh termasuk di dalamnya ada ulama dari madzhab asy-Syafii dari generasi belakangan, yakni Imam al-Nawawi, secara jelas dan tegas membolehkan kegiatan transaksi seperti ini karena cara transaksi jual beli seperti ini telah menjadi kebiasaan masyarakat di berbagai wilayah Islam. Menurut Imam Abu Hanifah, akad seperti ini dinyatakan sah. Hanya saja keabsahan ini dicapai melalui perkembangan. Mula-mula akadtaathi(diam-diam) hanya dianggap sah dalam transaksi kecil dan dianggap tidak sah untuk transaksi jumlah besar. Kemudian imam madzhab ini mengakui keabsahan akadtaathidalam partai besar juga. Demikian pula, mula-mula akadtaathihanya sah apabila pembayaran dilakukan secara tunai dari kedua belah pihak, kemudian dipandang cukup tunai dari satu pihak saja.[20]

2.5 Pandangan Ulama terhadap Transaksi Jual Beli di Swalayan2.5.1 Pandangan Ulama MuhammadiyahMenurut pandangan Muhammadiyah, pada dasarnya hukum awal jual beli mubah (boleh) , ketika meninjau transaksi jual beli di mini market atau swalayan maka harus melihat kebermanfaatan adanya minimarket / swalayan dan meninjau apakah transaksinya mengandung riba atau tidak. Ketika melihat syarat dan rukun jual beli di supermarket maka rukun dan syaratnya telah terpenuhi, jika meninjau ijab dan qabul maka struk pembelian pun cukup menjadi ijab dan qabul karena ijab dan qabul tidak harus didefinisikan sebagai ucapan langsung (tatap muka). Masalah ijab qabul adalah masalah fiqih yang bersifta fleksibel tidak seperti masalah aqidah yang mutlak. Terkait dengan transaksi menggunakan kartu kredit, beliau berpendapat bahwa hukumnya boleh (tidak diharamkan) karena transaksinya tidak mengandung unsur riba. Yang terkena ribanya adalah pemilik kartu kredit (pengguna kartu kredit), sedangakan pemilik swalayan tidak terkena riba karena transaksi tidak berbeda seperti transaksi biasa, dimana pemilik swalayan menerima sejumlah uang seharga barang yang dijual hanya transaksinya tidak menggunakan uang secara langsung tetapi menggunakan kartu kredit.

BAB IIIKESIMPULAN3.1 SimpulanBerdasarkan analisis di atas, maka penulis mendapat kesimpulan bahwa transaksi di supermarket / swalayan hukumnya boleh. Hal ini dikarenakan hukum Islam pada dasarnya membolehkan segala praktek bisnis yang dapat memberikan manfaat, tiga prinsip dasarnya yakni; (1) kaidah hukum Islam yang berbunyidasar pada setiap sesuatu pekerjaan adalah boleh sampai ada dalil yang yang mengaharamkannya. (2) Hadits Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam. yang berbunyi kaum muslimin bertransaksi sesuai dengan syarat-syaratnya selama tidak dihalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. (3) Kaidah hukum Islam yang menyatakan bahwa kebiasaan adalah bagian dari hukum. Kesimpulan seperti ini juga sesuai dengan esensi dari akad itu sendiri yang sesungguhnya bukanlah pada bentuklafazhatau perkataan dari ijab dan kabul, akan tetapi lebih pada maksud dari transaksi itu sendiri. Ini sesuai dengan isi ungkapan kaidah fiqh yang berbunyi yang dinggap di dalam akad adalah maksud-maksud dan makna-makna, bukan lafazh-lafazh dan bentuk-bentuk perkataan.3.2 Saran Agar pembuatan makalah lebih bermanfaat lagi kedepannya, maka disarankan untuk melakukan beberapa hal seperti berikut ini, diantaranya :Disarankan untuk lebih menggali lagi mengenai dasar-dasar hukum mengenai jual beli seperti dari Alquran maupun dari Hadits Nabi Muhammad SAW.1. Disarankan mencari referensi referensi terpercaya seperti buku buku-ekonomi islam dan jurnal.2. Disarankan meminta pendapat dan pandangan ulama-ulama muslim.

DAFTAR PUSTAKAImam al-Baihaqi,Sunan al-Kubra li al-Baihaqi, Juz 5, h. 263, CD. al-Maktabah al-SyamilahSayyid Sabiq,Fiqh Sunnah, (Bandung: Pustaka Percetakan Offset, 1997), Cet. 11, h. 47Abdul Aziz Dahlan [et al.],Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 2006), h. 827Zainuddin Ali,Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2006), h. 143Moch. Faisal Salam,Pertumbuhan Hukum Bisnis Syariah di Indonesia, (Bandung: Penerbit Pustaka, 2006), h. 113-114TM Hasbi ash-Shiddqiey,Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),. h. 33Abdurrahman al-Jaziri,Kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arbaah, Juz III, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 236Abdul Aziz Dahlan [et al.],Ibid., h. 828Ghufron A Masadi,Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 79Faturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah dalamKompilasi Hukum Perikatan, oleh Mariam Darus Badrulzaman[et al.]., (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), h. 252-258Ahmad Rajafi, Pemikiran Yusuf al-Qaradawi dan Relevansinya dengan Pengembangan Hukum Bisnis Islam di Indonesia,Tesis Megister dalam Ilmu Syariah, (Lampung: IAIN Raden Intan, 2008), h. 133Asjmuni A Rahman,Qawaidul Fiqhiyyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 90Imam al-Bukhari,Shahih al-Bukhari Kitab al-Ilm, No. Hadits 67, CD al-BayanAsjmuni A Rahman,op.cit., h. 88Imam al-Turmudzi,Sunan al-Turmudzi Kitab al-Ahkam, No. Hadits 1272, CD al-BayanYusuf al-Qaradhawi,Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 3, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), Cet. I, h. 831Abdul Aziz Dahlan,[et al.],Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2006), h. 64Abu Ishaq Asy-Syirazi,al-Muhadzdzab, (Mesir: Isa al-Babi al-Halabi, t.th.), Juz I, h. 257Al-Imam Kamaluddin Muhammad ibn Abd al-Wahid al-Siwasi ibn al-Humam,Syarh Fath al-Qadir, (Beirut: Dar al-Fikr, 1977), Juz VI, h. 252 dan 253