Top Banner
Peran Dalam Pengambilan Keputusan Sebagai Dokter Militer Melda Erivhani 102012081/C2 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 Telp: (021) 5694-2061, Fax: 021-5631731 E-mail: [email protected] Pendahuluan Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang, Maha Esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak, dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara. Etika Profesi Kedokteran Kedokteran Internasional. IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah
52

Makalah skenario 5

Apr 13, 2016

Download

Documents

Melda Erivhani

makalah forensik
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah skenario 5

Peran Dalam Pengambilan Keputusan Sebagai Dokter Militer

Melda Erivhani

102012081/C2

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Telp: (021) 5694-2061, Fax: 021-5631731

E-mail: [email protected]

Pendahuluan

Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekat

pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang, Maha Esa. Hak-hak ini tidak dapat

diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh

karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui

dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi

manusia harus selalu menjadi titik tolak, dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara.

Etika Profesi Kedokteran

Kedokteran Internasional.

IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan

etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga

MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain

itum, di tingkat sarana kesehatan (rumahsakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di

dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan di

tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit

(Makersi).1

Pada dasarnya suatu profesi memiliki 3 syarat utama, yaitu diperoleh melalui pelatihan

yang ekstensif, memiliki kompomen intyelektual yang bermakna dalam melakukan tugasnya,

dan memberikan pelayanan yang penting kepada masyarakat.Selain itu juga memiliki 3 syarat

umum, yaitu: sertifikasi, organisasi profesi, otonomi dalam bekerja.Pemberian sertifikasi

dilakukan tidak sekali untuk selamanya, melainkan harus selalu memperoleh validasi melalui

Page 2: Makalah skenario 5

“proficiency check”.Otnomi mengakibatkan kelompok profesi menjadi “eksklusif” dan

memerlukan self regulation dalam rangka menjaga tanggung jawab moral dan tanggung jawab

porofesinya kepada masyarakat. Mereka umumnya memiliki etrika profesi dan standar profesi

serta berbagai tatanan yang menunjang adanya upaya self regulation tersebut.2

Didalam sehari-hari kita mengenal 2 jenis profesi, yaitu profesi konsultan dan profesi

scholar pada jenis profesi konsultan terdapat hubungan individual antara professional dengan

klien dan biasanya melakukan transaksi free-for-service, Etika profesi kedokteran mulai dikenal

sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang

penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul

dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam macam, tetapi

yang paling banyak dikenal ialah sumpah Hippocrates. Sumpah tersebut berisikan kewajiban

kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.1

World medical association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menelorkan sumpah

dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran Internasional

berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan

kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, kode etik kedokteran Indonesia dibuat dengan

mengacu kepada Kode Etik misalnya dokter,psikolog dan pengacara; sedangkan jenis profesi

scholar biasanya memiliki klien banyak pada satu waktu dan bekerja berdasarkan gaji dan honor

seperti guru, perawat dan tenaga kesehatan lain dirumah sakit dll. Kedua jenis profdesi tersebut

sama-sama memiliki tanggung jawab yang khas, yaitu tanggung jawab profesi.2

Prinsip Etika Kedokteran

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar-salahnya suatu sikap

dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik-buruk

dan benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etik yang cukup banyak

jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang adalah teori deontologi dan

teleologi. Deontology lebih mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi, dan budaya, sedangkan

teleology lebih kea rah penalaran (reasoning) dan pembenaran (justifikasi) kepada azas manfaat

(aliran utilitarian).3

Di dalam menentukan tindakan di bidang kesehatan atau kedokteran, selain

mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar di atas, keputusan hendaknya juga

mempertimbangkan hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan juga

2

Page 3: Makalah skenario 5

pelanggaran atas kebutuhan dasar di atas terutama kebutuhan kreatif. Etika adalah displin ilmu

yang mempelajari baik buruk atau benar salah suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu

atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik buruk dan benar salah dari sisi moral tersebut

menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika

yang paling banyak dianut orang adalah teori deontology dan teleology. Secara irngkas dapat

dikatakan bahwa, deontology mengajarkan bahwa baik buruknya suatu perbuatan harus dilihat

dari perbuatannya itu sendiri, sedangkan teleology mengajarkan untuk menilai baik buruk

tindakan dengan melihat hasil atau akibatnya. Deontology lebih mendasarkan kepada ajaran

agama, tradisi, dan budaya, sedangkan teleology lebih kea rah penalaran dan pembenaran kepada

azas manfaat.3

Beauchamp dan Childress, 1994, menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan

etik diperlukan 4 kaidah dasar moral dan beberapa rules di bawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral

tersebut adalah :

1. Prinsip otonomi yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak

otonomi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed

consent.

2. Prinsip beneficene yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan ditujukan ke

kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan

saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya lebih besar daripada sisi buruknya.

3. Prinsip non maleficence yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang

memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau

above all do no harm.

4. Prinsip justice yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam

bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.

Sedangkan rules derivatnya adalah veracity, privacy, confidentiality, dan fidelity. Selain

prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus dijadikan pedoman dalam mengambil

keputusan klinis, profesional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai panduan dalam

bersikap dan berprilaku. Perbuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik, dapat juga

dilakukan dengan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaidah dasar moral di atas.

Jonsen, Siegler, dan Winslade mengembangkan teori etik yang menggunakan 4 topik yang

esensial dalam pelayanan klinik, yaitu : 3

3

Page 4: Makalah skenario 5

1. Medical indication

2. Patient preferences

3. Quality of life

4. Contextual features

Ke dalam topik medical indication dimasukkan semua prosedur diagnostik dan terapi

yang sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi

medis ditinjau dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah beneficence dan non maleficence.

Pertanyaan etika pada topic ini adalah serupa dengan seluruh informasi yang selayaknya

disampaikan kepada pasien pada doktrin informed consent.

Pada topik patient preference kita memperhatikan nilai dan penilaian pasien tentang

manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah otonomi. Pertanyaan

etiknya meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunteer, sikap dan keputusannya,

pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien tidak kompeten, nilai dan

keyakinan yang dianut pasien.

Topik quality of life merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran, yaitu

memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insane. Apa, siapa dan bagaimana

melakukan penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang berkaitan

dengan beneficence, non maleficence dan otonomi. Dalam contextual features dibahas

pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan, seperti faktor keluarga,

ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber daya dan faktor hukum.3

Dalam peran negative gatekeeper, yaitu pada system kesehatan pra bayar atau kapitasi,

dokter diharapkan untuk membatasi akses pasien ke layanan medis. Pada peran ini jelas terjadi

konflik moral pada dokter dengan tanggungjawab tradisionalnya dalam membela kepentingan

pasien dengan tanggung jawab barunya sebagai pengawal sumber daya masyarakat / komunitas.

Meskipun demikian, peran negative gatekeeper ini secara moral mungkin masih dapat

dijustifikasi. Tidak seperti peran negative yang banyak dideskripsikan secara terbuka, peran

positive gatekeeper dokter sangat tertutup dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara moral.

Dalam peran ini dokter diberdayakan untuk menggunakan fasilitas medis dan jenis layanan hi-

tech demi kepentingan profit. Bagi mereka yang mampu membayar disediakan fasilitas

diagnostik dan terapi yang paling mahal dan muktahir, layanan didasarkan pada keinginan pasar

dan bukan kepada kebutuhan medis. Upaya meningkatkan demand atas layanan yang

4

Page 5: Makalah skenario 5

sophisticated dijadikan tujuan yang implicit dan dokter jadi salesmannya. Mereka berbagi profit

secara langsung apabila mereka pemilik atau investor layanan tersebut, atau mereka memperoleh

penghargaan berupa kenaikan honorarium atau tunjangan apabila mereka hanya berstatus

pegawai atau pelaksana.3

Sifat hubungan antara dokter dengan pasien berkembang dari sifat paternalistic hingga ke

sifat kontraktual dan fiduciary. Pada masa sebelum tahun 1950-an paternalistik dianggap sebagai

sifat hubungan yang paling tepat, dimana dokter menentukan apa yang akan dilakukan terhadap

pasien berdasarkan prinsip beneficence (semua yang terbaik untuk kepentingan pasien,

dipandang dari kedokteran). Prinsip ini telah mengabaikan hak pasien untuk turut menentukan

keputusan. Sampai kemudian tahun 1970-an dikembangkan sifat hubungan kontraktual antara

dokter dengan pasien yang menitikberatkan kepada hak otonomi pasien dalam menentukan apa-

apa yang boleh dilakukan terhadapnya. Kemudian hubungan dokter-pasien tersebut dikoreksi

oleh para ahli etika kedokteran menjadi hubungan ficuiary (atas niat baik dan kepercayaan), yaitu

hubungan yang menitikberatkan nilai-nilai keutamaan (virtue ethics). Sifat hubungan kontraktual

dianggap meminimalkan mutu hubungan karena hanya melihatnya dari sisi hukum dan peraturan

saja, dan disebut sebagai bottom line ethics.

Otonomi pasien dianggap sebagai cerminan konsep self governance, liberty rights, dan

individual choices. Immanuel Kant mengatakan bahwa setiap orang memiliki kapasitas untuk

memutuskan nasibnya sendiri, sedangkan Johns S. Mills berkata bahwa kontrol sosial atas

seorang individu hanya sah apabila dilakukan karena terpaksa untuk melindungi hak orang lain.

Salah satu hak pasien yang disahkan dalam Declaration of Lisbon dari World Medical

Association (WMA) adalah “the rights to accept or to refuse treatment after receiving aduquate

information”. Secara implicit amandemen UUD 45 pasal 28G ayat (1) juga menyebutkan

demikian “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,....dst”. Selanjutnya UU No 23 /

1992 tentang Kesehatan juga memberikan persetujuan atas tindakan medis yang akan dilakukan

terhadapnya. Hak ini kemudian diuraikan di dalam Permenkes tentang Persetujuan Tindakan

Medis. Suatu tindakan medis terhadap seseorang pasien tanpa memperoleh persetujuan terlebih

dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai penyerangan atas hak orang lain atau

perbuatan melanggar hukum (tort).4

Prinsip otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent.

Tindakan medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien tersebut,

5

Page 6: Makalah skenario 5

setelah ia menerima dan memahami informasi yang diperlukan. Informed consent dapat

dianggap sebagai “a patient with substantial understanding and ini substantial absence control by

others, intentionally authorizes a professional to do something.”3,4

Kaidah Dasar Bioetik

a. Autonomy

The principle of autonomy recognizes the rights of individuals to self

determination.Prinsip autonomi mengakui hak-hak individu untuk menentukan nasib sendiri.

This is rooted in society's respect for individuals' ability to make informed decisions about

personal matters.Hal ini berakar pada masyarakat hormat untuk kemampuan individu untuk

membuat keputusan tentang hal-hal pribadi. Autonomy has become more important as social

values have shifted to define medical quality in terms of outcomes that are important to the

patient rather than medical professionals.Autonomi telah menjadi lebih penting sebagai nilai-

nilai sosial telah bergeser untuk mendefinisikan kualitas medis dalam hal hasil yang penting bagi

pasien daripada medis profesional. The increasing importance of autonomy can be seen as a

social reaction to a “ ” tradition within healthcare. [ ] Some have questioned whether the

backlash against historically excessive paternalism in favor of patient autonomy has inhibited the

proper use of to the detriment of outcomes for some patients . Menghormati otonomi adalah

dasar informed consent dan petunjuk terlebih dahulu.3

Autonomy is a general indicator of health.By considering Autonomy as a gauge

parameter for (self) health care, the medical and ethical perspective both benefit from the implied

reference to Health.Dengan mempertimbangkan autonomi sebagai parameter gauge untuk (diri)

perawatan kesehatan, perspektif medis dan etika baik manfaat dari referensi tersirat untuk

Kesehatan. Psychiatrists are often asked to evaluate a patient's competency for making life-and-

death decisions at the end of life. Psikiater sering diminta untuk mengevaluasi kemampuan

pasien untuk membuat keputusan hidup dan mati pada akhir kehidupan. Persons with a

psychiatric condition such as delirium or clinical depression may not have the capacity to make

end-of-life decisions. Orang dengan kondisi jiwa seperti depresi klinis delirium atau mungkin

tidak memiliki kapasitas untuk membuat keputusan akhir-kehidupan. Therefore, for these

persons, a request to refuse treatment may be ignored. Oleh karena itu, untuk orang-orang ini,

permintaan untuk menolak pengobatan mungkin diabaikan. Unless there is a clear advance

6

Page 7: Makalah skenario 5

directive to the contrary, persons who lack mental capacity are generally treated according to

their best interests. Kecuali ada advance directive jelas sebaliknya, orang-orang yang tidak

memiliki kapasitas mental umumnya diperlakukan sesuai dengan kepentingan terbaik mereka.

On the other hand, persons who have the mental capacity to make end-of-life decisions have the

right to refuse treatment and choose an early death if that is what they truly want. Di sisi lain,

orang yang memiliki kapasitas mental untuk membuat akhir-keputusan hidup memiliki hak

untuk menolak perawatan dan memilih kematian dini jika itu yang mereka inginkan. In such

cases, psychiatrists should be a part of protecting that right. Dalam kasus tersebut, psikiater

harus menjadi bagian dari melindungi hak itu. 3

b. BeneficenceBeneficence merupakan tindakan dokter yang mengutamakanThe

term beneficence refers to actions that promote the wellbeing of

others.Beneficence merupakan tindakan dokter yang mengutamakanThe term

beneficence refers to actions that promote the wellbeing of others.

Beneficence merupakan tindakan dokter yang mengutamakan Beneficence merupakan

tindakan dokter yang mengutamakanThe term beneficence refers to actions that promote the

wellbeing of others.Beneficence merupakan tindakan dokter yang mengutamakanThe term

beneficence refers to actions that promote the wellbeing of others.Beneficence merupakan

tindakan dokter yang mengutamakanThe term beneficence refers to actions that promote the

wellbeing of others.kebaikan kepada pasien dibandingkan kepentingan sendiri. Beneficence

merujuk pada tindakan yang mempromosikan kesejahteraan orang lain. In the medical context,

this means taking actions that serve the best interests of patients. Dalam konteks medis, ini

berarti mengambil tindakan yang melayani kepentingan terbaik pasien. However, uncertainty

surrounds the precise definition of which practices do in fact help patients. Namun,

ketidakpastian mengelilingi definisi yang tepat yang praktek lakukan dalam membantu pasien

sebenarnya. and in Principle of Biomedical Ethics (1978) identify beneficence as one of the

core values of health care ethics.James Childress dan Tom Beauchamp dalam Prinsip Etika

Biomedis mengidentifikasi kebaikan sebagai salah satu nilai inti dari etika pelayanan kesehatan.

Some scholars, such as , argue that beneficence is the only fundamental principle of medical

ethics. Beberapa sarjana, seperti Edmund Pellegrino, berpendapat bahwa kebaikan adalah satu-

satunya prinsip fundamental etika medis. They argue that healing should be the sole purpose of

medicine, and that endeavors like , and fall beyond its purview.Mereka berpendapat

7

Page 8: Makalah skenario 5

penyembuhan yang harus menjadi tujuan tunggal obat, dan bahwa usaha-usaha seperti operasi

kosmetik , kontrasepsi dan euthanasia jatuh di luar bidang tersebut.3

c. Non-MaleficenceThe concept of non-maleficence is embodied by the phrase, "first,

do no harm," or the Latin,

.Non maleficence adalah suatu tindakan dokter yang tidak mencelakakan atau

memperburuk keadaan pasien. Banyak menganggap bahwa harus menjadi pertimbangan utama

atau primer bahwa lebih penting untuk tidak membahayakan pasien, daripada berbuat baik

kepada mereka. This is partly because enthusiastic practitioners are prone to using treatments

that they believe will do good, without first having evaluated them adequately to ensure they do

no (or only acceptable levels of) harm.Hal ini sebagian karena praktisi antusias rentan terhadap

perawatan menggunakan bahwa mereka percaya akan berbuat baik, tanpa terlebih dahulu harus

dievaluasi secara memadai untuk memastikan mereka tidak melakukan (atau hanya tingkat yang

dapat diterima dari) membahayakan. Much harm has been done to patients as a result.Banyak

yang telah dilakukan kepada pasien sebagai hasilnya. It is not only more important to do no harm

than to do good; it is also important to know how likely it is that your treatment will harm a

patient. Hal ini tidak hanya lebih penting untuk tidak membahayakan daripada berbuat baik,

namun juga penting untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan bahwa perawatan Anda akan

membahayakan pasien. 3So a physician should go further than not prescribing medications they

know to be harmful - he or she should not prescribe medications (or otherwise treat the patient)

unless s/he knows that the treatment is unlikely to be harmful; or at the very least, that patient

understands the risks and benefits, and that the likely benefits outweigh the likely risks.

In practice, however, many treatments carry some risk of harm.Dalam prakteknya,

bagaimanapun, banyak perawatan membawa beberapa risiko bahaya. In some circumstances, eg

in desperate situations where the outcome without treatment will be grave, risky treatments that

stand a high chance of harming the patient will be justified, as the risk of not treating is also very

likely to do harm. Dalam beberapa keadaan, misalnya dalam situasi putus asa mana hasil tanpa

pengobatan akan kubur, pengobatan berisiko yang memiliki kesempatan tinggi merugikan pasien

akan dibenarkan, sebagai risiko tidak memperlakukan juga sangat mungkin untuk melakukan

kejahatan. So the principle of non-maleficence is not absolute, and balances against the principle

of (doing good), as the effects of the two principles together often give rise to a double effect

(further described in next section). Jadi prinsip non-sifat mencelakakan tidak mutlak, dan saldo

8

Page 9: Makalah skenario 5

terhadap prinsip kebaikan (berbuat baik), sebagai dampak dari dua prinsip bersama sering

menimbulkan efek ganda (lebih lanjut dijelaskan dalam bagian berikutnya).3

"Non-maleficence" is defined by its cultural context."Non-maleficence" ditentukan oleh

konteks budayanya. Every culture has its own cultural collective definitions of 'good' and 'evil'.

Setiap budaya memiliki definisi sendiri kolektif budaya 'baik' dan 'jahat'. Their definitions

depend on the degree to which the culture sets its cultural values apart from nature. Definisi

mereka tergantung pada sejauh mana budaya set nilai-nilai budaya, terpisah dari alam. In some

cultures the terms "good" and "evil" are absent: for them these words lack meaning as their

experience of nature does not set them apart from nature. Dalam beberapa kebudayaan istilah

"baik" dan "jahat" tidak hadir: bagi mereka kata-kata ini kurangnya pengalaman mereka arti

sebagai alam tidak membedakan mereka dari alam. Other cultures place the humans in

interaction with nature, some even place humans in a position of dominance over nature. budaya

lain menempatkan manusia dalam interaksi dengan alam, beberapa manusia tempat bahkan di

posisi dominasi atas alam. The religions are the main means of expression of these

considerations. Agama-agama adalah sarana utama ekspresi pertimbangan.Depending on the

cultural consensus conditioning (expressed by its religious, political and legal social system) the

legal definition of Non-maleficence differs. Tergantung pada pengkondisian konsensus budaya

(dinyatakan oleh agama, politik dan hukum sistem sosial perusahaan) definisi hukum Non-

maleficence berbeda. 3

d. Justice

Justice yaitu prinsip moral yang memetingkan fairness dan keadilan dalam

mendistribusikan sumber daya (disrtributive justce). Empat prinsip bioethical yang sering

digunakan dalam analisis etika medis otonomi, kebaikan, non-sifat mencelakakan dan keadilan.

Dimana prinsip-prinsip ini dipanggil mereka harus benar digunakan dan didefinisikan.c Metode

lain analisis dapat menghasilkan pendekatan yang lebih holistik dan tiga-dimensiterhadap

masalah. Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur dan terbuka),

privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan

fidelity (loyalitas dan promise keeping).3,4

Kedokteran Kepolisian

9

Page 10: Makalah skenario 5

Sebagaimana tertulis dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No 12

Tahun 2011 pasal 1, pengertian kedokteran kepolisian yaitu, “Kedokteran Kepolisian yang

selanjutnya disingkat Dokpol adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran

beserta ilmu-ilmu pendukungnya untuk kepentingan tugas kepolisian”.5

Prinsip-prinsip dari peraturan ini diatur pada pasal 3 yaitu:

a. legalitas, yaitu pelayanan Dokpol dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

b. imparsial, yaitu pelayanan diberikan secara adil, tidak memihak dan tidak

menguntungkan salah satu pihak;

c. independen, yaitu suatu keadaan atau kualitas yang bebas dari ketergantungan atau suatu

pengaruh, dapat berpikir dan bertindak secara mandiri dan tidak dipengaruhi oleh semua

pihak;

d. ilmiah, yaitu penyelenggaraan Dokpol didasarkan pada ilmu pengetahuan yang dapat

dibuktikan dan diuji ulang serta bersifat universal;

e. objektif, penyelenggaraan Dokpol didasarkan pada fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi

oleh interpretasi dan kepentingan siapapun dan pihak manapun;

f. profesional, yaitu penyelenggaraan Dokpol mengikuti dan dilaksanakan oleh personel

yang memiliki kompetensi dan standar profesi;

g. transparan, yaitu penyelenggaraan Dokpol dilaksanakan secara terbuka sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip profesi yang berlaku;

h. akuntabel, yaitu penyelenggaraan Dokpol dilakukan secara terukur dan dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah; dan

i. efektif dan efisien, yaitu penyelenggaraan Dokpol dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan,

waktu, tenaga, biaya, dan sasaran yang ditetapkan serta memberikan manfaat sebesar-

besarnya.

Kemampuan Dokpol diatur dalam pasal 6, beberapa diantaranya yaitu:5

a. Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) Aspek Medik, antara lain:

(1) pemeriksaan awal terhadap korban di TKP; dan

(2) penanganan barang bukti non medik yang menempel pada tubuh korban dan barang

bukti medik;

10

Page 11: Makalah skenario 5

b. Kesehatan Tahanan, antara lain:

(1) pemeriksaan kesehatan tahanan baru;

(2) pemeriksaan tahanan yang akan dipindahkan;

(3) penetapan status kesehatan untuk kepentingan peradilan; dan

(4) rawat jalan dan atau rawat inap;

c. Forensik Klinik, antara lain:

(1) pemeriksaan korban hidup;

(2) pemeriksaan laboratorium kedokteran forensik;

(3) pemeriksaan toksikologi kedokteran forensik; dan

(4) pemeriksaan uji kelayakan kesehatan;

d. Psikiatri Forensik, antara lain:

(1) profil kejiwaan pelaku kejahatan (criminal psychiatric profiling);

(2) pemeriksaan kepribadian pada kasus–kasus kriminal; dan

(3) pemeriksaan status kesehatan jiwa;

e. Medikolegal,antara lain:

(1) pemeriksaan berdasarkan surat permintaan visum et repertum;

(2) pemeriksaan dan pembuatan surat keterangan dokter terhadap tersangka;

(3) pembuatan visum et repertum dengan rahasia kedokteran;

(4) pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan

ahli di dalam persidangan;

(5) pemeriksaan kasus yang berkaitan dengan dugaan malpraktek;

(6) penerbitan Surat Keterangan Kematian dan Surat Keterangan Medik;

(7) kelayakan kesehatan pasien untuk menjalani pemeriksaan untuk peradilan; dan

(8) pemeriksaan mengenai kecelakaan lalu lintas;

Hukum HAM Internasional dan Nasional

A. Hukum HAM Internasional

1. Pembentukan Hukum HAM Internasional

11

Page 12: Makalah skenario 5

Secara internasional, HAM termasuk kedalam sistem hukum internasional (dibentuk oleh

masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara). Negara mempunyai peranan penting

dalam membentuk sistem hukum tersebut melalui kebiasaan, perjanjian internasional, atau

bentuk lainnya seperti deklarasi maupun petunjuk teknis. Kemudian negara menyatakan

persetujuannya dan terikat pada hukum internasional tersebut. Dalam HAM, yang dilindungi

dapat berupa individu, kelompok atau harta benda. Negara atau pejabat negara sebagai bagian

dari Negara mempunyai kewajiban dalam lingkup internasional untuk melindungi warga negara

beserta harta bendanya.6

Dalam sistem PBB, setiap perwakilan dari anggota PBB diundang untuk melakukan

persiapan dan negosiasi terkait dengan pembentukan standar HAM internasional. Hal ini

dilakukan agar semua pandangan dari berbagai negara dengan sistem hukum yang berbeda dapat

diakomodasi dalam rancangan perjanjian atau deklarasi. Dalam membahas rancangan tersebut

dilakukan penelitian yang mendalam dan perdebatan yang panjang sampi disepakati teks akhir

dari perjanjian dan deklarasi. Walaupun pada akhirnya seperti dalam perjanjian internasional

masih dibutuhak tindakan lebih lanjut dari negara-negara untuk menandatangani, mesahan atau

mengsksesi dan mentransformasikannya ke dalam hukum nasional dari perjanjian tersebut.

Beberapa Badan PBB yang terkait dengan Penegakan Hukum dan Pembentukan standar HAM

Internasional:

a. Majelis Umum PBB (United Nations General Assembly)

Majelis Umum PBB merupakan salah satu organ utama dari PBB yang setiap negara anggota

PBB terwakili di dalamnya. Kewenangan dari Majelis Umum PBB yang terkait dengan HAM

adalah membuat rekomendasi dalam bentuk resolusi, yang diantaranya menghasilkan

Resolusi A/RES/217, tentang Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan kewenangan untuk

membuat organ tambahan (subsidiary organs) yang kemudian membentuk Dewan Hak Asasi

Manusia melalui Resolusi A/RES/60/251.

b. Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (United Nations Economic and Social Council)

Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, seperti halnya Majelis Umum PBB, merupakan organ

utama dari PBB. Tugasnya adalah memberikan bantuan kepada Majelis Umum PBB untuk

peningkatan kerjasama dalam bidang ekonomi dan sosial. Salah satu badan di bawah Dewan

Ekonomi dan Sosial adalah Komisi HAM PBB (United Nations Commission for Human

Rights) yang kemudian digantikan oleh Dewan HAM PBB. 

12

Page 13: Makalah skenario 5

Sebagian besar perjanjian internasional HAM, seperti Kovenan Internasional Hak Sipil dan

Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) dan Kovenan Internasional Hak

Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social dan Cultural

Rights), merupakan perjanjian yang dihasilkan oleh organ PBB ini.

c. Dewan Hak Asasi Manusia (United Nations Human Rights Council)

Dewan HAM PBB, merupakan organ PBB yang dibentuk berdasarkan Resolusi Majelis

Umum PBB A/RES/60/251, yang menggantikan posisi dari Komisi HAM PBB. Tugas

utamanya adalah melakukan tindak lanjut terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di dunia.

Kedudukan Dewan HAM adalah sebagai badan tambahan dari Majelis Umum PBB.

d. Sub Komisi Pengenalan dan Perlindungan HAM (Sub-Commission on Promotion dan

Protection of Human Rigths)

Sub Komisi Pengenalan dan Perlindungan HAM adalah badan dibawah Dewan HAM yang

bertugas melakukan penelitian atas perlakuan yang tidak adil dan membuat rekomendasi

bahwa HAM dapat terlindungi secara hukum. Sub Komisi ini terdiri atas 26 ahli HAM.

e. Pertemuan Berkala mengenai Pencegahan Tindak Pidana dan Penanganan Pelaku Tindak

Pidana (Periodic Congresses on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders).

2. Instrumen Hukum HAM

Dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), komitmen untuk memenuhi,

melindungi HAM serta menghormati kebebasan pokok manusia secara universal ditegaskan

secara berulang-ulang, diantaranya dalam Pasal 1 (3):

”Untuk memajukan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-masalah

internasional dibidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan, dan menggalakan serta

meningkatkan penghormatan bagi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi semua

orang tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama …”

Komitmen ini kemudian ditindaklanjuti oleh PBB melalui pembentukan instrumen-

instrumen hukum yang mengatur tentang HAM sebagai berikut:

- Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) merupakan langkah besar yang

diambil oleh masyarakat internasional pada tahun 1948. Norma-norma yang terdapat

dalam DUHAM merupakan norma internasional yang disepakati dan diterima oleh

13

Page 14: Makalah skenario 5

negara-negara di dunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa. DUHAM merupakan

kerangka tujuan HAM yang dirancang dalam bentuk umum dan merupakan sumber

utama pembentukan dua instrumen HAM, yaitu: Kovenan Internasional tentang Hak

Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Hak-hak yang terdapat dalam DUHAM merupakan realisasi dari hak-hak dasar yang

terdapat dalam Piagam PBB, misalnya (yang terkait dengan penegakan hukum) Pasal 3,

5, 9, 10 dan 11. Pasal-pasal tersebut secara berturut-turut menetapkan hak untuk hidup;

hak atas kebebasan dan keamanan diri; pelarangan penyiksaan-perlakuan-penghukuman

lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia; pelarangan

penangkapan sewenang-wenang; hak atas keadilan; hak atas praduga tak bersalah

sampai terbukti bersalah; serta pelarangan hukuman berlaku surut. Secara keseluruhan,

DUHAM merupakan pedoman bagi penegak hukum dalam melakukan pekerjaannya.

- Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil

and Political Rights)

Hak-hak dalam DUHAM diatur secara lebih jelas dan rinci dalam Kovenan

Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang mulai berlaku secara internasional

sejak Maret 1976. Konvenan ini mengatur mengenai:

a. Hak hidup;

b. Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara kejam, tidak manusiawi

atau direndahkan martabat;

c. Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi;

d. Hak untuk tidak dipenjara semata-mata atas dasar ketidakmampuan memenuhi

kewajiban kontraktual;

e. Hak atas persamaan kedudukan di depan pengadilan dan badan peradilan; dan

f. Hak untuk tidak dihukum dengan hukuman yang berlaku surut dalam penerapan

hukum pidana.

Kovenan ini telah disahkan oleh lebih dari 100 negara di dunia. Indonesia turut

mengaksesinya atau pengesahannya melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005, sehingga

mengikat pemerintah beserta aparatnya. Pelaksanaan Kovenan ini diawasi oleh Komite Hak

Asasi Manusia.6

14

Page 15: Makalah skenario 5

- Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International

Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights)

Kovenan ini mulai berlaku pada Januari 1976. Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005

mengesahkannya. Alasan perlunya mempertimbangkan hak-hak dalam Kovenan ini

adalah :

a. Hukum berlaku tidak pada keadaan vakum. Aparat penegak hukum dalam

melaksanakan tugasnya tidak lepas dari masalah ekonomi, sosial, dan budaya

masyarakat.

b. Asumsi bahwa hak ekonomi dan hak sosial tidak penting diterapkan dalam pekerjaan

sehari-hari adalah tidak benar, karena dalam hak ekonomi terdapat prinsip non-

diskriminasi dan perlindungan terhadap penghilangan paksa.

c. Hak-hak yang dilindungi oleh dua Kovenan diakui secara universal sebagai sesuatu

yang saling terkait satu sama lain.

B. Hak Asasi Manusia dan Hukum Nasional

1. Latar Belakang  

Negara (termasuk di dalamnya Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya)

dalam melaksanakan tindakan-tindakannya harus dilandasi oleh peraturan hukum

sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Negara bertanggung jawab

terhadap keamanan, ketertiban, perlindungan hak-hak, kesejahteraan dan kecerdasan

seluruh warganya. Sifat dari negara hukum adalah dimana alat-alat perlengkapan negara

bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Negara hukum mempunyai ciri sebagai berikut :

- Pengakuan dan perlindungan HAM

- Peradilan yang bebas dan tidak memihak

- Didasarkan pada rule of law.

Dengan demikian, dalam negara hukum harus ada jaminan dan perlindungan

HAM yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum dan bukan berdasarkan kemauan

pribadi atau kelompok.6

Indonesia sebagai negara hukum mempunyai kewajiban untuk melindungi HAM

warganya, hal ini tertuan dalam Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang asli.

15

Page 16: Makalah skenario 5

Walaupun tidak secara langsung terdapat kata-kata HAM tetapi dari beberapa bagian baik

dalam pembukaannya dan batang tubuhnya dinyatakan bahwa HAM dijamin dalam UUD

1945. Hak-hak tersebut adalah hak semua bangsa untuk merdeka (linea pertama

pembukaan), hak atas persamaan di hadapan hukum dan dalam pemerintahan (Pasal 27

ayat (1)), hak atas pekerjaan (Pasal 27 ayat (2)), hak atas penghidupan yang layak (Pasal

27 ayat (2)), kebebasan berserikat dan berkumpul (pasal 28), kebebasan mengeluarkan

pendapat (pasal 28), kebebasan beragama (Pasal 29 ayat (2)), dan hak atas pendidikan

(Pasal 31 ayat (1)). 6

Dalam sejarah Indonesia, ketika Indonesia baru saja diakui sebagai negara oleh

Belanda, bentuk dari negara Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS)

selama tahun 1949-1950. Di dalam Konstitusi RIS ini setidak-tidaknya terdapat pasal-

pasal yang mengatur mengenai HAM secara eksplisit sebanyak 35 pasal dari 197 pasal

yang ada. HAM dalam Konstitusi RIS diatur dalam Bab V yang berjudul “Hak-hak dan

Kebebasan-kebebasan Dasar Manusia”. Namun hal ini hanya berlaku selama 8,5 bulan

karena Indonesia kembali kepada negara kesatuan dan ditetapkanya UUD Sementara RI.

Setidaknya kemajuan yang sama, secara konstitusional, juga terdapat dalam-Undang

Dasar Sementara RI (UUDSRI) dengan kembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan.

Terdapat 38 pasal dalam UUDSRI, 1950 (dari keseluruhan 146 pasal, atau sekitar 26

persen) yang mengatur HAM. HAM diatur dalam Bagian V tentang “Hak-hak dan

Kebebasan Dasar Manusia”. Namun hal ini hanya berlangsung dari 15 Agustus 1950 - 4

Juli 1959. Dengan Dekrit Presiden 1959 yang mengembalikan konstitusi Indonesia

kembali kepada UUD 1945 yang berlangsung sampai dengan pemerintahan Orde Baru.

Pemerintahan Orde Baru sejak 1993 mulai tampak memperhatikan masalah

HAM. Diantaranya adalah melalui GBHN maupun pelembagaan HAM melalui Komisi

Nasional Hak Asasi Manusia yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 50

tahun 1993. Pada tahun 1998 Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN HAM)

dicanangkan melalui Keputusan Presiden No. 129 tahun 1998, yang kemudian

diperbaharui dengan Keputusan Presiden No. 40 tahun 2004. Langkah-langkah ini

kemudian diikuti dengan ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan melalui UU No. 5 tahun

1998 dan Konvensi Anti Diskriminasi Ras melalui UU No. 29 tahun 1999. Langkah-

langkah yang telah diambil tersebut diperkuat dengan 

16

Page 17: Makalah skenario 5

- TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tertanggal 13 November 1998, yang disusul dengan

ditetapkannya

- UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia oleh Presiden dan DPR sebagai

undang-undang ”payung” bagi semua peraturan perundang-undangan yang telah ada

maupun peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk kemudian. Pemberlakuan

beberapa peraturan perundang-undangan dan pesahkanan beberapa konvensi

internasional mengenai HAM menunjukkan bahwa secara de jure pemerintah telah

mengakui HAM yang bersifat universal. 

- Perkembangan selanjutnya adalah diundangkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun

2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan

Budaya yang termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor

118, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557, serta 

- Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional

tentang Hak Sipil dan Politik yang termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2005 Nomor 119, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4558. Hal tersebut memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang mendambakan

penegakan hak-hak asasinya.

Dalam UU No. 39 tahun 1999 Pasal 104 ayat (1) dinyatakan bahwa perlu

dibentuk pengadilan HAM untuk mengadili para pelanggar HAM yang berat. Hal tersebut

diwujudkan dengan ditetapkannya UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi

Manusia oleh Presiden dan DPR untuk mengadili pelanggar HAM yang berat. 

Perubahan kedua UUD 1945 Bab XA juga memuat mengenai HAM yang terdiri dari 10

pasal (Pasal 28A -28J). Ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam perubahan kedua UUD

1945 tersebut merangkum ketentuan yang terdapat dalam 106 pasal UU No. 39 tahun 1999,

sehingga menjadikan HAM sebagai hak-hak konstitusional. Namun demikian, berhasil

tidaknya penegakan HAM di Indonesia sangat bergantung pada penegakan hukum,

termasuk didalamnya fungsi aparat penegak hukum.6

2. Instrumen Hukum HAM Nasional

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memberikan asas-asas

tentang pengakuan negara terhadap HAM, bahwa setiap individu dilahirkan bebas dengan

17

Page 18: Makalah skenario 5

harkat dan martabat yang sama, dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adapun HAM dan kebebasan dasar manusia

dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Hak Hidup (Pasal 9);

b. Hak untuk Berkeluarga dan melanjutkan keturunan (Pasal 10)

c. Hak Mengembangkan Diri (Pasal 11-16)

d. Hak Memperoleh keadilan (Pasal 17-19)

e. Hak Kebebasan Pribaditurut serta dalam Pemerintahan (Pasal 20-27)

f. Hak atas Rasa Aman (Pasal 28-35)

g. Hak atas Kesejahteraan (Pasal 36-42)

h. Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (Pasal 43-44)

i. Hak-hak Perempuan (Pasal 45 – 51)

j. Hak-hak Anak (Pasal 52 -66).

UU No. 39 tahun 1999 mengatur kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dalam

penegakan HAM di Indonesia, sehingga pemerintah selalu memperhatikan hak-hak masyarakat

dalam setiap pembuatan kebijakan. Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah adalah

menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM. Hal ini meliputi langkah

implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, hankam dan

lain-lain.6

Selain dari HAM yang diatur dalam UU No. 39 tahun 1999, terdapat juga pengaturan kewajiban

dasar manusia, yaitu:

1. Setiap orang wajib patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, hukum tidak

tertulis dan hukum internasional mengenai HAM

2. Kewajiban warga negara wajib turut serta dalam upaya pembelaan negara

3. Kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain

4. Kewajiban untuk tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang.7

Deklarasi Hak asasi Manusia (HAM) pada tanggal 10 Desember 1948. Deklarasi tersebut

dilatarbelakangi oleh usainya perang dunia II dan banyaknya negara-negara di Asia dan Afrika

merdeka dan bergabung dalam PBB, yang tujuan awalnya adalah untuk mencegah terjadinya

perang dunia kembali. Deklarasi HAM terdiri dari 30 pasal, antara lain sebagai berikut.6

Pasal 1

18

Page 19: Makalah skenario 5

Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama. Mereka

dikaruniai akal budi dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam

semangat persaudaraan.

Pasal 2

Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi ini tanpa

pembedaan dalam bentuk apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,

keyakinan politik atau keyakinan lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak milik, kelahiran

atau status lainnya.

Selanjutnya, pembedaan tidak dapat dilakukan atas dasar status politik, hukum atau status

internasional negara atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik dari negara merdeka,

wilayah perwalian, wilayah tanpa pemerintahan sendiri, atau wilayah yang berada di bawah batas

kedaulatan lainnya.

Pasal 3

Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan dan keamanan pribadi.

Pasal 4

Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhambakan; perbudakan dan perdagangan budak

dalam bentuk apapun wajib dilarang.

Pasal 5

Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan atau dihukum secara keji, tidak manusiawi

atau merendahkan martabat.

Pasal 6

Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai pribadi di depan hukum di mana saja ia berada.

Pasal 7

Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa

diskriminasi apapun. Semua orang berhak untuk mendapatkan perlindungan yang sama terhadap

diskriminasi apapun yang melanggar Deklarasi ini dan terhadap segala hasutan untuk melakukan

diskriminasi tersebut.

Pasal 8

Setiap orang berhak atas penyelesaian yang efektif oleh peradilan nasional yang kompeten,

terhadap tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak mendasar yang diberikan padanya oleh

konstitusi atau oleh hukum.

19

Page 20: Makalah skenario 5

Pasal 9

Tidak seorangpun yang dapat ditangkap, ditahan atau diasingkan secara sewenang-wenang.

Pasal 10

Setiap orang berhak, dalam persamaan yang penuh, atas pemeriksaan yang adil dan terbuka oleh

peradilan yang bebas dan tidak memihak, dalam penentuan atas hak dan kewajibannya serta

dalam setiap tuduhan pidana terhadapnya.

Pasal 11

1. Setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana berhak untuk dianggap tidak bersalah

sampai dibuktikan kesalahannya sesuai dengan hukum, dalam pengadilan yang terbuka, di

mana ia memperoleh semua jaminan yang dibutuhkan untuk pembelaannya.

2. Tidak seorangpun dapat dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana karena perbuatan atau

kelalaian, yang bukan merupakan pelanggaran pidana berdasarkan hukum nasional atau

internasional ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak boleh dijatuhkan hukuman yang

lebih berat daripada hukuman yang berlaku pada saat pelanggaran dilakukan.

Pasal 12

Tidak seorangpun boleh diganggu secara sewenang-wenang dalam urusan pribadi, keluarga,

rumah tangga atau hubungan surat-menyuratnya, juga tidak boleh dilakukan serangan terhadap

kehormatan dan reputasinya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap

gangguan atau penyerangan seperti itu.

Pasal 13

1. Setiap orang berhak untuk bebas bergerak dan bertempat tinggal dalam batas-batas setiap

Negara.

2. Setiap orang berhak untuk meninggalkan negaranya termasuk negaranya sendiri, dan

kembali ke negaranya.

Pasal 14

1. Setiap orang berhak untuk mencari dan menikmati suaka di negara lain untuk

menghindari penuntutan atau tindakan pengejaran sewenang-wenang (persecution).

2. Hak ini tidak berlaku dalam kasus-kasus penuntutan yang benar-benar timbul karena

kejahatan non-politik atau tindakan-tindakan yang bertentangan dengan tujuan dan

prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 15

20

Page 21: Makalah skenario 5

1. Setiap orang berhak atas kewarganegaraan.

2. Tidak seorang pun dapat dicabut kewarganegaraannya secara sewenang-wenang atau

ditolak haknya untuk mengubah kewarganegaraannya.

Pasal 16

1. Laki-laki dan perempuan dewasa, tanpa ada pembatasan apapun berdasarkan ras,

kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan membentuk keluarga. Mereka

mempunyai hak yang sama dalam hal perkawinan, dalam masa perkawinan dan pada saat

berakhirnya perkawinan.

2. Perkawinan hanya dapat dilakukan atas dasar kebebasan dan persetujuan penuh dari

pihak yang hendak melangsungkan perkawinan.

3. Keluarga merupakan satuan kelompok masyarakat yang alamiah dan mendasar dan

berhak atas perlindungan dari masyarakat dan Negara.

Pasal 17

1. Setiap orang berhak untuk memiliki harta benda baik secara pribadi maupun bersama-

sama dengan orang lain.

2. Tidak seorangpun dapat dirampas harta bendanya secara sewenang-wenang.

Pasal 18

Setiap orang berhak atas kemerdekaan berpikir, berkeyakinan dan beragama; hak ini mencakup

kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menjalankan agama

atau kepercayaannya dalam kegiatan pengajaran, peribadatan, pemujaan dan ketaatan, baik

sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun secara pribadi.

Pasal 19

Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat; hak ini mencakup

kebebasan untuk berpegang teguh pada suatu pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari,

menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan tanpa

memandang batas-batas wilayah.

Pasal 20

1. Setiap orang berhak atas kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat.

2. Tidak seorangpun dapat dipaksa untuk menjadi anggota suatu perkumpulan.

Pasal 21

21

Page 22: Makalah skenario 5

1. Setiap orang berhak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan negaranya, baik secara

langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilihnya secara bebas.

2. Setiap orang berhak atas akses yang sama untuk memperoleh pelayanan umum di

negaranya.

3. Keinginan rakyat harus dijadikan dasar kewenangan pemerintah; keinginan tersebut harus

dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilakukan secara berkala dan sungguh-sungguh,

dengan hak pilih yang bersifat universal dan sederajat, serta dilakukan melalui

pemungutan suara yang rahasia ataupun melalui prosedur pemungutan suara secara bebas

yang setara.

Pasal 22

Setiap orang sebagai anggota masyarakat berhak atas jaminan sosial dan terwujudnya hak-hak

ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan perkembangan

kepribadiannya dengan bebas, melalui usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional,

dan sesuai dengan pengaturan dan sumber daya yang ada pada setiap negara .

Pasal 23

1. Setiap orang berhak atas buruhan, untuk memilih buruhan dengan bebas, atas kondisi

buruhan yang adil dan menyenangkan, dan atas perlindungan terhadap pengangguran.

2. Setiap orang berhak atas upah yang sama untuk buruhan yang sama, tanpa diskriminasi.

3. Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan memadai, yang bisa

menjamin penghidupan yang layak bagi dirinya maupun keluarganya sesuai dengan

martabat manusia, dan apabila perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.

4. Setiap orang berhak mendirikan dan bergabung dengan serikat buruh untuk melindungi

kepentingannya.

Pasal 24

Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan jam kerja yang layak dan

liburan berkala dengan menerima upah.

Pasal 25

1. Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan

kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, sandang,

papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas

keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasangannya, usia lanjut,

22

Page 23: Makalah skenario 5

atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang terjadi

diluar kekuasaannya.

2. Ibu dan anak-anak berhak mendapatkan perhatian dan bantuan khusus. Semua anak, baik

yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus menikmati perlindungan

sosial yang sama.

Pasal 26

1. Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus cuma-cuma, paling tidak pada

tahap-tahap awal dan dasar. Pendidikan dasar harus diwajibkan. Pendidikan teknis dan

profesional harus terbuka bagi semua orang, dan begitu juga pendidikan tinggi harus

terbuka untuk semua orang berdasarkan kemampuan.

2. Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan sepenuhnya kepribadian manusia, dan

untuk memperkuat penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar.

Pendidikan harus meningkatkan pengertian, toleransi dan persaudaraan di antara semua

bangsa, kelompok rasial dan agama, dan wajib untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan

Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian.

3. Orang tua mempunyai hak pertama untuk memilih jenis pendidikan yang akan diberikan

pada anaknya.

Pasal 27

1. Setiap orang berhak untuk secara bebas berpartisipasi dalam kehidupan budaya

masyarakat, menikmati seni, dan turut mengecap kemajuan ilmu pengetahuan dan

pemanfaatannya.

2. Setiap orang berhak atas perlindungan terhadap keuntungan moral dan materil yang

diperoleh dari karya ilimiah, sastra atau seni apapun yang diciptakannya.

Pasal 28

Setiap orang berhak atas ketertiban sosial dan internasional, di mana hak dan kebebasan yang

diatur dalam Deklarasi ini dapat diwujudkan sepenuhnya.

Pasal 29

1. Setiap orang mempunyai kewajiban kepada masyarakat tempat satu-satunya di mana ia

dimungkinkan untuk mengembangkan pribadinya secara bebas dan penuh.

2. Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang hanya tunduk pada batasan-

batasan yang ditentukan oleh hukum, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan

23

Page 24: Makalah skenario 5

penghormatan terhadap hak dan kebebasan orang lain, dan memenuhi persyaratan-

persyaratan moral, ketertiban umum dan kesejahteraan umum yang adil dalam

masyarakat yang demokratis.

3. Hak dan kebebasan ini dengan jalan apapun tidak dapat dilaksanakan apabila

bertentangan dengan tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 30

Tidak ada satu ketentuan pun dalam Deklarasi ini yang dapat ditafsirkan sebagai memberikan

hak pada suatu Negara, kelompok atau orang, untuk terlibat dalam aktivitas atau melakukan

suatu tindakan yang bertujuan untuk menghancurkan hak dan kebebasan apapun yang diatur di

dalam Deklarasi ini.6

Undang-undang Dasar HAM NO. 39 Tahun 1999

Dalam undang-undang ini mempunyai 10 bab dan 105 pasal secara jelas mengenai hak asasi manusia.

Pada bab 1 mengenai ketentuan umum dan pasal ini disebutkan:8

1. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan ahrkat dan martabat manusia.

2. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia.

3. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengecualian yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat, pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kuloktif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.

4. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas perbuatan yang dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan

24

Page 25: Makalah skenario 5

yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan itu ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan pejabat publik.

5. Anak adalah setiap yang berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

6. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik sengaja ataupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orangyang dijamin oleh Undang-undang ini dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

7. Komisi Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga yang mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negaralainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.

Perbincangan mengenai hak asasi manusia dilanjutkan pada pasal 3 yang berkaitan:8

Pasal 3

(1) Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan.

(2) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama didepan hukum.

(3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.

Pasal 4

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

Pasal 5

(1) Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya didepan umum.

25

Page 26: Makalah skenario 5

(2) Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang obyektif dan tidak berpihak.

(3) Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.

Pada bab 3 pasal 9 mengenai HAM dan kebebasan manusia:

(1) Setiap orang berhak untuk hidup, dan mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.

(2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.

(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Dalam bab yang sama, Pasal 17 disebut mengenai setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengajuan dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.

Bagi terdakwa pidana disebut dalam:

Pasal 18

(1) Setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang 4 pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukannya.

(3) Setiap ada perubahan peraturan perundang-undangan, maka berlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka.

(4) Setiap orang yang diperiksa berhak mendapat bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(5) Setiap orang tidak dapt dituntut untuk kedua kalinya untuk perkara yang sama atas suatu perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pasal 30

26

Page 27: Makalah skenario 5

Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Pasal 33

(1) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.

Pasal 34

Setiap orang, tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang8

Konvensi Internasional Penghapusan Penganiayaan

Pada tahun 1998 Bacharuddin Jusuf Habibie mengesahkan Undang-undang Republik

Indonesia no. 5 tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel,

Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi menentang penyiksaan dan

perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat

manusia).9

Pengesahan ini dengan menimbang :

a. bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945 adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia

serta menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum, sehingga

segala bentuk penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak

manusiawi, atau merendahkan martabat manusia harus dicegah dan dilarang;

b. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian masyarakat internasional menghormati,

menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-

Bangsa serta Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia;

c. bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, di dalam sidangnya pada tanggal 10

Desember 1984, telah menyetujui Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman

or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan

atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

27

Page 28: Makalah skenario 5

Manusia) dan Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani konvensi tersebut

pada tanggal 23 Oktober 1985;

d. bahwa konvensi tersebut pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-

Undang Dasar 1945, dan peraturan perundangundangan Republik Indonesia serta selaras

dengan keinginan bangsa Indonesia untuk secara terus-menerus menegakkan dan

memajukan pelaksanaan hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dalam huruf a, b, c, dan d dipandang perlu

mengesahkan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading

Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau

Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Manusia) dengan Undang-undang.

Tindak pidana penyiksaan merupakan jenis tindak pidana yang baru dalam hukum pidana

di Indonesia. Kemunculan pengaturan mengenai tindak pidana penyiksaan ini tidak lepas dari

kewajiban Indonesia setelah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan (Konvensi) melalui

UU Nomor 5 Tahun 1998. Dalam Konvensi tersebut disebutkan bahwa salah satu kewajiban

Negara Pihak adalah mengkriminalisasi perbuatan-perbuatan yang digolongkan sebagai

kejahatan penyiksaan.10

Dalam RUU KUHP, kejahatan penyiksaan hanya diatur dalam satu pasal, yaitu dalam

Bab IX tentang Tindak Pidana Hak Asasi Manusia, Pasal 406, yang menyebutkan:

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun setiap pejabat publik atau orang-orang yang bertindak karena digerakkan

atau sepengetahuan seorang pejabat publik, yang melakukan perbuatan yang

menimbulkan penderitaan atau rasa sakit yang berat, baik fisik maupun mental terhadap

seseorang dengan tujuan untuk memperoleh dari orang tersebut atau pihak ketiga

informasi atau pengakuan, menjatuhkan pidana terhadap perbuatan yang telah

dilakukannya atau dicurigai telah dilakukan atau dengan tujuan untuk melakukan

intimidasi atau memaksa orang-orang tersebut atau atas dasar suatu alasan diskriminasi

dalam segala bentuknya.”

28

Page 29: Makalah skenario 5

Berdasarkan rumusan tersebut, bisa dilihat elemen-elemen utamanya, yakni setiap pejabat

publik atau orang-orang yang bertindak dalam suatu kapasitas pejabat resmi atau setiap orang

yang bertindak karena digerakkan atau sepengetahuan seorang pejabat publik, melakukan

perbuatan yang menimbulkan penderitaan atau rasa sakit yang berat, baik fisik maupun mental

terhadap seseorang dengan tujuan untuk:

Memperoleh dari orang tersebut atau pihak ketiga informasi atau pengakuan

Menjatuhkan pidana terhadap perbuatan yang telah dilakukannya atau dicurigai telah

dilakukan

Atau dengan tujuan untuk melakukan intimidasi

Atau memaksa orang-orang tersebut

Atau atas dasar suatu alasan diskriminasi dalam segala bentuknya

Rumusan tindak pidana penyiksaan dalam RUU KUHP tersebut bila dilihat secara

sepintas hampir sama dengan rumusan Pasal 1 CAT (Convention Against Torture and Other

Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment), namun jika dilihat dengan cermat,

rumusan ini juga mengurangi pengertian dari Konvensi tersebut. Pasal 1 ayat (1) Konvensi, yang

menyebutkan:

“Untuk tujuan Konvensi ini, istilah “penyiksaan” berarti perbuatan yang dilakukan

dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik

jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan

dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang

telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau

mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang

didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut

ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat

publik. Hal itu tidak meliputi rasa sakit atau penderitaan yang semata-mata timbul dari,

melekat pada, atau diakibatkan oleh sanksi hukum yang berlaku.”10

Dari penjelasan pasal diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pasal ini terdapat 3 unsur

pokok didalam maksud penyiksaan, ketiga unsur tersebut adalah:

Harus adanya rasa sakit atau penderitaan terhadap jasmani dan rohani yang luar biasa

29

Page 30: Makalah skenario 5

Harus ada suatu tujuan

Harus ditimbulkan oleh dan atau hasutan atau dengan persetujuan atau sepengetahuan

dari seseorang pejabat publik atau seseorang yang bertindak di dalam kapasitas

pemerintahan2

Kejahatan penyiksaan memang harus dibedakan dari bentuk perlakuan sewenang-wenang

(ill-treatment) lainnya, karena terdapat kewajiban-kewajiban hukum pidana yang melekat secara

khusus pada penyiksaan, misalnya penerapan jurisdiksi universal. Penyiksaan dan perlakuan atau

penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia pada

umumnya dibedakan dari “tingkat kekejaman” dan “tujuan”.

Jadi, para tersangka ataupun tahanan tetap memiliki hak nya untuk diperlakukan secara

manusiawi tanpa adanya siksaan dengan suatu kekerasan dan menimbulkan rasa sakit dan

bahkan sampai menyebabkan kematian. Hal seperti inilah diperlukannya suatu pengaturan

khusus yang mengatur tentang sesuatu yang menentang adanya penyiksaan, dimana seharusnya

manusia dengan kemampuannya berpikir dan belajar serta dengan perkembangan zaman manusia

seharusnya lebih bisa mengkoreksi diri, mengembangkan pemikirannya secara rasional bahwa

tindakan penyiksaan bukanlah suatu cara yang paling tepat untuk mencapai kebenaran.

Dengan menyadarai bahwa tindakan penyiksaan merupakan tindakan yang bertentangan

dengan Hak Asasi Manusia sehingga Pemerintah mencari cara agar dalam mengungkapkan

kebenaran tidaklah harus dengan jalan penyiksaan. Dengan itu, lahirlah gerakan anti penyiksaan,

yang dituangkan dalam Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention Against Torture and

Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment/ CAT), agar tindakan-tindakan

penyiksaan dan perlakuan penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan

martabat manusia tidak terjadi lagi.10

Dampak Hukum Terhadap Keputusan Dokter

Tentunya dalam penegakkan hukum, aparat penegak hukum dan dokter diharapkan

tidak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), pelanggaran ini tidak terjadi manakali

aparat penegak hukum dan dokter memiliki pengetahuan tentang hukum, terampil dalam

melakukan tugas secara profesional dan proporsional sesuai kewenangan yang diberikan oleh

undang-undang.

30

Page 31: Makalah skenario 5

Dampak yang terjadi terhadap keputusan dokter yang menolak mengikuti perintah

atasannya adalah dapat diberikan sanksi oleh atasannya dan mungkin dipindahkan posisinya

tetapi tidak mendapat sanksi hukum karena tidak melanggar hak asasi manusia dan juga tidak

melanggar undang – undang yang berlaku. Sebaliknya yang terjadi bila dokter mengikuti

keputusan atasannya dan mengabaikan undang – undang yang berlaku maka dokter tersebut

dapat mendapat sanksi hukum.

Jalan Keluar

Dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka seharusnya dapat dilakukan

pemeriksaan yang relatif lebih aman dan tidak keras tetapi efektif, mengingat adanya perundang

– undangan yang mengatur mengenai hak asasi manusia. kita dapat melakukan test kebohongan

atau hipnotis untuk membuat tersangka mengaku atau berkata jujur. Pemeriksaan dengan

kekerasan seharusnya menjadi opsi terakhir dalam mencari kebenaran atas tersangka.

Kesimpulan

Tugas dan kewajiban dokter adalah melakukan pelayanan kedokteran yang baik dan

bertanggung jawab. Secara moral dokter diminta berpegang pada kaidah dasar moral:

beneficence, non maleficence, autonomy dan justice. Pelaksanaan penilaian kesehatan tersangka

dan pemantauan jalannya pemeriksaan secara jelas bukanlah tugas etik dan hukum dokter,

melainkan tugas seorang aparat negara dalam menciptakan keamanan bagi seluruh warganya.

Konvensi internasional tentang penghapusan penganiayaan, deklarasi umum hak asasi

manusia dan undang – undang no 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia tidak mengijinkan

adanya penyiksaan dan kegiatan lain yang membantu penyiksaan. Di sisi lain harus diingat

nyawa orang banyak ada di tangan para aparat dan sang dokter untuk memperoleh informasi

guna menentukan lokasi dan menjinakan bom. Secara hukum perintah atasan, bukan merupakan

aturan yang lebih tinggi dari undang - undang di atas. Perintah yang bertentangan dengan atasan

yang lebih tinggi dapat diabaikan.

31

Page 32: Makalah skenario 5

Daftar Pustaka

1. Etika Kedokteran Indonesia dan Penanganan Pelanggaran Etika di Indonesia Budi Sampurna.

2005. Diunduh dari: URL: Hyperlink http://www.freewebs.com/etikakedokteranindonesia.

2. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran. Cetakan ke-2. Jakarta:

Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. h.8-10; h.30-

2; h. 36-7; h. 77-85.

3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswadja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Pustaka Dwipar.

2007; h: 1-3; 53-55; 77-83.

4. Staf pengajar bagian kedokteran forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kompilasi Peraturan Perundang-undangan terkait praktik kedokteran. Bagian Kedokteran

Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014; h: 17-42.

5. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 12 Tahun 2011 tentang Kedokteran Kepolisian. Diunduh dari

32

Page 33: Makalah skenario 5

http://www.stikesbanten.ac.id/data/kepustakaan/KEDOKTERAN%20KEPOLISIAN.PDF . Diunduh tanggal 12 Januari 2016.

6. Deklarasi universal hak-hak asasi manusia. Diunduh dari

http://www.kontras.org/baru/Deklarasi%20Universal%20HAM.pdf . Diunduh tanggal 11

Januari 2016.

7. Chotib, Djazuli HM, Suharmo, HT, et al. Kewarganegaraan menuju masyarakat madani.

Jakarta: Yudhistira; 2007.h.80-4.

8. UU HAM No 39 Tahun 1999 Diunduh dari http://www.komnasham.go.id/instrumen-ham-

nasional/uu-no-39-tahun-1999-tentang-ham. Diunduh tanggal 12 Januari 2016.

9. Undang-undang No. 5 tahun 1998 tentang Konvensi menentang penyiksaan-penyiksaan dan

perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat

manusia.

10. Bernath B, Long D, Olivier A, Streater O, et al. Protokol Opsional untuk Konvensi PBB

Melawan Penyiksaan. Association for the Prevention of Torture; 2010.

33