Kusta Endemis dalam Keluarga
Assyifa Azizah Fernendes
102012523
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
[email protected]
PENDAHULUANPenyakit HansenatauPenyakit Morbus Hansenyang dahulu
dikenal sebagai penyakit kusta atau lepra adalah sebuahpenyakit
infeksikronisyang sebelumnya, diketahui hanya disebabkan
olehbakteriMycobacterium leprae 1 ,hingga ditemukan
bakteriMycobacterium lepromatosisolehUniversitas Texaspada tahun
2008, yang menyebabkanendemiksejenis kusta diMeksikodanKaribia,
yang dikenal lebih khusus dengan sebutandiffuse lepromatous
leprosy.Sedangkan bakteriMycobacterium lepraeditemukan oleh seorang
ilmuwanNorwegiabernamaGerhard Henrik Armauer Hansenpada tahun 1873
sebagaipatogenyang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal
sebagai lepra.2Penyakit kusta pada umumnya terdapat di
Negara-negara yang sedang berkembang termasuk salah satunya
Indonesia sebagai akibat keterbatasan kemampuan Negara tersebut
dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan,
pendidikan, dan kesejahteraan sosial pada masyarakat.3Menurut WHO
(2012) jumlah kasus kusta di dunia tahun 2011 adalah sekitar
219.075. Dari jumlah tersebut paling banyak terdapat didaerah Asia
Tenggara (160.132). Kemudian tahun 2012 Indonesia merupakan tiga
Negara penyumbang terbesar kasus kusta terbaru sebanyak 18.994
kasus.4Dengan kemajuan teknologi dibidang promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitative dibidang kusta, maka penyakit kusta di
masyarakat dapat teratasi. Dengan kompleksnya masalah kusta yang
terjadi di masyarakat maka diperlukan program pengendalian secara
terpadu dan menyeluruh melalui strategi byang sesuai dengan
endemisitas penyakit kusta. Lalu perlu diperhatikan juga terkait
rehabilitas medis dan ekonomi untuk meningkatkan kualutas hidup
orang yang mengalami kusta.SKENARIO
Seorang bapak (45 tahun) membawa anaknya laki laki bernama yang
berumur 14 tahun ke puskesmas untuk berobat. Di punggung dan lengan
anaknya terdapat bercak bercak keputihan. Dokter menduga ini
terkena kusta karena ia berasal dari suatu wilayah yang memang
endemis kusta. Dokter melakukan kunjungan rumah untuk memeriksa
seluruh anggota keluarga dan memeriksa kondisi rumahnya. Keluarga
bapak tersebut tinggal di rumah ukuran 4 x 4 m di pemukiman padat
penduduk. Lantai rumah sebagian masih tanah. Sinar matahari sulit
masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah lembab. Di rumah dihuni oleh 5
orang yang terdiri dari bapak, ibu, dan 3 orang anaknya yang masing
masing berumur 14 tahun (laki laki), 9 tahun (perempuan), dan 6
tahun (laki laki). Ternyata ibu dari anak anak tersebut pernah
diobati kusta 3 tahun lalu tetapi tidak selesai.
SURVEILANSSurveilans adalah upaya/ sistem/ mekanisme yang
dilakukan secara terus menerus dari suatu kegiatan pengumpulan,
analisi, interpretasi,dari suatu data spesifik yang digunakan untuk
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program ( Manajemen program
kesehatan)4Istilah surveilans digunakan untuk dua hal yang
berbeda.
Pertama, surveilans dapat diartikan sebagai pengawasan secara
terus-menerus terhadap faktor penyebab kejadian dan sebaran
penyakit, dan yang berkaitan dengan keadaan sehat atau sakit.
Surveilans ini meliputi pengumpulan, analisis, penafsiran, dan
penyebaran data yang terkait, dan dianggap sangat berguna untuk
penanggulangan dan pencegahan secara efektif. Definisi yang
demikian luas itu mirip dengan surveilans pada sistem informasi
kesehatan rutin, dan karena itu keduanya dapat dianggap berperan
bersama-sama.
Keduayaitu menyangkut sistem pelaporan khusus yang diadakan
untuk menanggulangi masalah kesehatan utama atau penyakit, misalnya
penyebaran penyakit menahun suatu bencana alam. Sistem surveilans
ini sering dikelola dalam jangka waktu yang terbatas dan
terintegrasi secara erat dengan pengelolaan program intervensi
kesehatan. Bila informasi tentang insidens sangat dibutuhkan dengan
segera, sedangkan sistem informasi rutin tidak dapat diandalkan
maka sistem ini dapat digunakan. (Vaughan, 1993).
Menurut WHO Surveilans adalah pengumpulan, pengolahan, analisis
data kesehatan secara sistematis dan terus menerus, serta
desiminasi informasi tepat waktu kepada pihak pihak yang perlu
mengetahui sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.(Last, 2001
dalam Bhisma Murti, 2003 ) 5Menurut Centers for Disease Control (
CDC ), 1996 Surveilans adalah pengumpulan, analisis dan
interpretasi data kesehatan secara sistematis dan terus menerus,
yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya
kesehatan masyarakat, dipadukan dengan desiminasi data secara tepat
waktu kepada pihak pihak yang perlu mengetahuinya.5Defenisi
Surveilans epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan secara
sistematik berkesinambungan, analisa dan interprestasi data
kesehatan dalam proses menjelaskan dan memonitoring kesehatan
dengan kata lain surveilans epidemiologi merupakan kegiatan
pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek
kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik
keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk
kepentingan pencegahan dan penanggulangan. (Noor,1997). Surveilans
epidemiologi adalah pengamatan yang terus menerus atas distribusi,
dan kecenderungan suatu penyakit melalui pengumpulan data yang
sistematis agar dapat ditentukan penanggulangannya yang
secepat-cepatnya (Gunawan, 2000).
Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara
sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah
kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya
penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat
melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien
melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Ada beberapa definisi surveilans, diantaranya adalah :Menurut
The Centers for Disease Control, surveilans kesehatan masyarakat
The ongoing systematic collection, analysis and interpretation of
health data essential to the planning, implementation, and
evaluation of public health practice, closely integrated with the
timely dissemination of these data to those who need to know. The
final link of the surveillance chain is the application of these
data to prevention and control 5Menurut Karyadi (1994), surveilans
epidemiologi adalah : Pengumpulan data epidemiologi yang akan
digunakan sebagai dasar dari kegiatan-kegiatan dalam bidang
penanggulangan penyakit, yaitu :
1. Perencanaan program pemberantasan penyakit. Mengenal
epidemiologi penyakit berarti mengenal masalah yang kita hadapi.
Dengan demikian suatu perencanaan program dapat diharapkan akan
berhasil dengan baik.2. Evaluasi program pemberantasan penyakit.
Bila kita tahu keadaan penyakit sebelum ada program
pemberantasannya dan kita menentukan keadaan penyakit setelah
program ini, maka kita dapat mengukur dengan angka-angka
keberhasilan dari program pemberantasan penyakit tersebut.3.
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/ wabah. Suatu sistem
surveilans yang efektif harus peka terhadap perubahan-perubahan
pola penyakit di suatu daerah tertentu. Setiap kecenderungan
peningkatan insidens, perlu secepatnya dapat diperkirakan dan
setiap KLB secepatnya dapat diketahui. Dengan demikian suatu
peningkatan insidens atau perluasan wilayah suatu KLB dapat
dicegah.Menurut Nur Nasry Noor (1997), surveilans epidemiologi
adalah : Pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua
aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyabarannya dalam
suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan
penanggulangannya.Jadi, surveilans epidemiologi.
Merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah
kesehatan serta faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari
perubahan sifat penyakit atau perubahan jumlah orang yang menderita
sakit. Sakit dapat berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah
terpapar oleh kuman atau agen lain, misalnya orang terpapar HIV,
terpapar logam berat, radiasi dsb. Sementara masalah kesehatan
adalah masalah yang berhubungan dengan program kesehatan lain,
misalnya Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor
determinan adalah kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya
penyakit atau masalah kesehatan.
Merupakan kegiatannya yang dilakukan secara sistematis dan terus
menerus. Sistematis melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan
penyebaran informasi epidemiologi sesuai dengan kaidah-kaidah
tertentu, sementara terus menerus menunjukkan bahwa kegiatan
surveilans epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau
unit yang mendapat dukungan surveilans epidemiologi mendapat
informasi epidemiologi secara terus menerus juga.
TujuanSurveilans
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang
masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan factor risiko
dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan
kesehatandenganlebihefektif.
Tujuankhusussurveilans:
a. Memonitorkecenderungan(trends)penyakit;
b.
Mendeteksiperubahanmendadakinsidensipenyakit,untukmendeteksidinioutbreak;
c. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit
(diseaseburden) pada populasi;
d. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu
perencanaan, implementasi, monitoring,
danevaluasiprogramkesehatan;
e. Mengevaluasicakupandanefektivitasprogramkesehatan;
f.
Mengidentifikasikebutuhanriset.(Last,2001;Giesecke,2002;JHU,2002)
8JenisSurveilansDikenalbeberapajenissurveilans:
1. SurveilansIndividu
Surveilans individu (individualsurveillance) mendeteksi dan
memonitor individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius,
misalnyapes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis.
Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional
segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat
dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi
institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang orang atau
binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit
menular selamaperiodemenular. Tujuan karantina adalah mencegah
transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya
terjadiinfeksi(Last,2001).
Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul
AIDS 1980an dan SARS. Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina
total; (2) Karantina parsial. Karantina total membatasi kebebasan
gerak semua orang yang terpapar penyakit menular selama masa
inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar.
Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif,
berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmis
penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan
penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja.
Satuan
tentarayangditugaskanpadapostertentudicutikan,sedangdiposposlainnyatetapbekerja.
Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan
dengan masalah legal, politis, etika, moral, dan filosofi tentang
legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkah-langkah
pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat
(Bensimon dan Upshur, 2007).
2. SurveilansPenyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan
terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi
penyakit,melaluipengumpulansistematis, konsolidasi, evaluasi
terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan
lainnya. Jadi focus perhatian surveilans penyakit adalah penyakit,
bukanindividu. Di banyak negara, pendekatan surveilanspenyakit
biasanyadidukung melaluiprogram vertical (pusat-daerah). Contoh,
program surveilans tuberkulosis, program surveilans malaria.
Beberapa dari sistemsurveilansvertikaldapatberfungsi
efektif,tetapitidak sedikityang tidak terpelihara dengan baik dan
akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya. Banyak program
surveilans penyakit vertical yang berlangsung parallel antara satu
penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang
masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masing-masing,
dan memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan
inefisiensi.
3. SurveilansSindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala)
penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik
mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual
maupun populasi yang bias diamati sebelum konfirmasi diagnosis.
Surveilans sindromik mengamatiindikator-indikator individu sakit,
seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan
laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum
diperoleh konfirmasi laboratorium tentangsuatupenyakit.
Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal,
regional, maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans
sindromik berskala nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip
influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik
dokter di AS. Dalam surveilans tersebut, para dokter yang
berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus
sederhana (demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat
laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut
kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang
teramati. Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka
penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan
antraks, sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat
digunakan sebagai instrument untuk memonitor krisis yang
tengahberlangsung. 9Suatu system yang mengandalkan
laporansemuakasuspenyakittertentudarifasilitas kesehatan,
laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu, disebut
surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui system surveilans
sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan
dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.
(DCP2,2008;ErmedanQuade,2010)4. SurveilansBerbasisLaboratorium
Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan
menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang
ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah
laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu
memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan
lengkap daripada system yang
mengandalkanpelaporansindromadariklinik-klinik.(DCP2,2008)5.
SurveilansTerpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan
memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi
(negara/provinsi/kabupaten/kota) sebagai sebuah pelayanan public
bersama. Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses, dan
personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang
diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun
pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan
kebutuhan data khusus penyakit-penyakit tertentu.
3Karakteristikpendekatansurveilansterpadu:
a.
Memandangsurveilanssebagaipelayananbersama(commonservices);
b. Menggunakanpendekatansolusimajemuk;
c. Menggunakanpendekatanfungsional,bukanstruktural;
d. Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni,
pengumpulan, pelaporan,analisis data, tanggapan) dan fungsi
pendukung surveilans (yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan
laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya);
e. Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit.
Meskipun menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap
memandang penyakit yang berbeda
memilikikebutuhansurveilansyangberbeda.(WHO,2002)
6. SurveilansKesehatanMasyarakatGlobal
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi
manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit
infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi
negara-negara berkembang dan Negara maju di dunia makin serupa dan
bergayut. Timbulnya epidemic global (pandemi) khususnya menuntut
dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang
manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan
organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
surveilans yang melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka
penyakit menular merebak pada skala global,baik
penyakit-penyakitlamayangmunculkembali(re-emergingdiseases),maupunpenyakit-penyakit
yang baru muncul (newemerging diseases), seperti HIV/AIDS,
fluburung, dan SARS. Agenda surveilans global yang komprehensif
melibatkan aktor-aktor baru, termasuk pemangku kepentingan
pertahanan keamanan dan ekonomi (Calain,2006;DCP2,2008)
Prinsip,Fungsi,DanLangkahSurveilansEpidemiologi 10Prinsip
Prinsip Surveilans Epidemiologi
a. Pengumpulan data Pencatatan insidensi terhadap population at
risk.
Pencatatan insidensi berdasarkan laporan rumah sakit, puskesmas,
dan sarana pelayanan kesehatan lain, laporan petugas surveilans di
lapangan, laporan masyarakat, dan petugas kesehatan lain; Survei
khusus; dan pencatatan jumlah populasi berisiko terhadap penyakit
yang sedang diamati. Tehnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan
wawancara dan pemeriksaan. Tujuan pengumpulan data adalah
menentukan kelompok high risk; Menentukan jenis dan karakteristik
(penyebabnya); Menentukan reservoir; Transmisi; Pencatatan kejadian
penyakit; dan KLB.
b. Pengelolaan data
Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk data mentah (row
data) yang masih perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah
dianalisis. Data yang terkumpul dapat diolah dalam bentuk tabel,
bentuk grafik maupun bentuk peta atau bentuk lainnya. Kompilasi
data tersebut harus dapat memberikan keterangan yang berarti.
c. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan
Data yang telah disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis
dan dilakukan interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan
kejelasan tentang situasi yang ada dalam masyarakat.
d. Penyebarluasan data dan keterangan termasuk umpan balik
Setelah analisis dan interpretasi data serta telah memiliki
keterangan yang cukup jelas dan sudah disimpulkan dalam suatu
kesimpulan, selanjutnya dapat disebarluaskan kepada semua pihak
yang berkepentingan, agar informasi ini dapat dimanfaatkan sebagai
mana mestinya.
e. Evaluasi
Hasil evaluasi terhadap data sistem surveilans selanjutnya dapat
digunakan untuk perencanaan, penanggulangan khusus serta program
pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk
melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan
program, serta untuk kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil
kegiatan.Fungsi
Kegunaansurveilansepidemiologi
1. Mendeteksi perubahan masalah kesehatan sedini mungkin
sehingga dapat dilakukan tindakan
kontrolataupreventifterhadapperubahantersebut.
2. Deteksi perubahan lingkungan/vector yang dianggap dapat
menimbulkan penyakit pada populasi.
3. Mutlak digunakan pada program-program pemberantasan penyakit
menular sebagai dasar perencanaan,monitoringdanevaluasiprogram.
4.
Menilaikejadianpenyakitpadapopulasisepertiinsidensiatauprevalensi.
5. Data surveilans dapat digunakan untuk perencanaa dan
pelaksanaan program kesehatan.Manfaatsurveilansepidemiologi
Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada
upaya pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini
surveilans mutlak diperlukan padasetiap upaya kesehatan masyarakat
baik upaya pencegahan maupun pemberantasan penyakit menular. Secara
garis besar,tujuansurveilansepidemiologiyaitu:
1. Mengetahui distribusi geografis penyakit endemis dan penyakit
yang dapat menimbulkan epidemic.
2. Mengetahuiperioditassuatupenyakit.
3. Menentukan apakah terjadi peningkatan insidensi yang
disebabkan oleh kejadian luar biasa
ataukarenaperioditaspenyakit.
4. Mengetahuisituasisuatupenyakittertentu.
5. Memperolehgambaranepidemiologitentangpenyakittertentu.
6. Melakukanpengendalianpenyakit.
7.
Mengetahuiadanyapengulanganoutbreakyangpernahmenimbulkanendemic.
8. Pengamatan epidemiologi terhadap influenza untuk mengetahui
adanya tipe baru dari virus influenza.
Langkah
Langah-langkah dalam surveilans sangat di butuhkan agar kita
mendapatkan hasil yang diinginkan dan tepat penggunaannya. Terdapat
beberapa langkah-langkah dalam suerveilans epidemiologi, antara
lainyaitu:
1. Perencanaansurveilans
Perencanaan kegiatan surveilans dimulai membuat kerangka
kegiatan surveilans yaitudengan penetapan tujuan surveilans,
dilanjutkan dengan penentuan definisi kasus, perencanaan perolehan
data, teknik pengumpulan data, teknik analisis dan mekanisme
penyebarluasan informasi.
2. Pengumpulandata
Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk
memproses data selanjutnya. Data yang dikumpulkan memuat informasi
epidemiologi yang dilaksanakan secara teratur dan terus-menerus dan
dikumpulkan tepat waktu. Pengumpulan data dapat bersifat pasif yang
bersumber dari Rumah sakit, Puskesmas dan lain-lain, maupun aktif
yang diperoleh darikegiatansurvey.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan
insidensi terhadap orang-orang yang dianggap penderita malaria atau
population at risk melalui kunjungan rumah (active surveillance)
atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan sarana pelayanan
kesehatan yaitu dari laporan rutin poli umum setiap hari, laporan
bulanan Puskesmas desa dan Puskesmas pembantu, laporan petugas
surveilans di lapangan, laporan harian dari laboratorium dan
laporan dari masyarakat serta petugas kesehatan lain (passive
surveillance). Atau dengan kata lain, data dikumpulkan dari unit
kesehatan sendiri dan dari unit kesehatan yang paling rendah,
misalnyalaporandariPustu,Posyandu,Barkesra,Poskesdes.
Proses pengumpulan data diperlukan system pencatatan dan
pelaporan yang baik. Secara umum pencatatan di Puskesmas adalah
hasil kegiatan kunjungan pasien dan kegiatan luar gedung. Sedangkan
pelaporan dibuat dengan merekapitulasi data hasil pencatatan dengan
menggunakan formulir tertentu, misalnya form W1 Kejadian Luar Biasa
(KLB), form W2 (laporanmingguan) dan lain-lain.
3. Pengolahandanpenyajiandata
Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan
dalam bentuk tabel, grafik (histogram, polygon frekuensi), chart
(bar chart, peta/map area). Penggunaan computer sangat diperlukan
untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan
menggunakan program(software).
4. Analisisdata
Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi
karena akan dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi
serta tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini
menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi,
rasiodanlain-lainuntukmengetahuisituasi,estimasidanprediksipenyakit.
Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan
membandingkan data bulanan atau tahun-tahun sebelumnya, sehingga
diketahui ada peningkatan atau penurunan, dan mencari hubungan
penyebab penyakit malaria dengan factor resiko yang berhubungan
dengan kejadianmalaria.
5. Penyebarluasaninformasi
Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ketingkat atas maupun
ke bawah. Dalam rangka kerja sama lintas sektoral instansi-instansi
lain yang terkait dan masyarakat juga menjadi sasaran kegiatan ini.
Untuk diperlukan informasi yang informative agar mudah dipahami
terutamabagiinstansidiluarbidangkesehatan.
Penyebarluasan informasi yang baik harus dapat memberikan
informasi yang mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam menentukan
arah kebijakan kegiatan, upaya pengendalian serta evaluasi program
yang dilakukan. Cara penyebarluasan informasi yang dilakukan yaitu
membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada atasan,
membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan, membuat suatu
tulisan di majalah rutin,
memanfaatkanmediainternetyangsetiapsaatdapatdiaksesdenganmudah.
6. Umpanbalik
Kegiatan umpan balik dilakukan secara rutin biasanya setiap
bulan saat menerima laporan setelah diolah dan dianalisa melakukan
umpan balik kepada unit kesehatan yang melakukan laporan dengan
tujuan agar yang mengirim laporan mengetahui bahwa laporannya telah
diterima dan sekaligus mengoreksi dan member petunjuk tentang
laporan yang diterima.Kemudian mengadakan umpan baliklaporan
berikutnya akan tepat waktu dan benar pengisiannya.Cara pemberian
umpanbalik dapat melalui surat umpan balik, penjelasan pada saat
pertemuansertapadasaatmelakukanpembinaan/suvervisi.
Bentuk dari umpan balik bias berupa ringkasan dari informasi
yang dimuat dalam bulletin (news letter) atau surat yang berisi
pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan yang dilaporkan atau berupa
kunjungan ke tempat asal laporan untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya. Laporan perlu diperhatikan waktunya agar terbitnya
selalu tepat pada waktunya, selain itu bila mencantumkan laporan
yang diterima dari eselon bawahan, sebaliknya yang dicantumkan
adalahtanggalpenerimaanlaporan.
7. Investigasipenyakit
Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan maka
terlebih dahulu dilakukan investigasi/penyelidikan epidemiologi
penyakit malaria. Dengan investigator membawa ceklis/format
pengisian tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam hal ini
adalah penyakit malaria dan bahan untuk pengambilan sampel di
laboratorium. Setelah melakukan investigasi penyelidikan kemudian
disimpulkan bahwa benar-benar telah terjadi Kejadian
LuarBiasa(KLB)malariayangperlumengambiltindakanatausebaliknya.
8. Tindakanpenanggulangan
Tindakan penanggulangan yang dilakukan melalui pengobatan segera
pada penderita yang sakit, melakukan rujukan penderita yang
tergolong berat, melakukan penyuluhan mengenai penyakit malaria
kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran agar tidak tertular
penyakit atau menghindari penyakit tersebut, melakukan gerakan
kebersihan lingkungan untuk memutuskanrantaipenularan.
9. Evaluasidatasistemsurveilans
Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodic untuk dapat
dilakukan evaluasi manfaat kegiatan surveilans. Sistem dapat
berguna apabila memenuhi salah satu dari pernyataan berikut:
a. Apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan dan
mengidentifikasi perubahan dalamkejadiankasus.
b. Apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemic kejadian
kasus di wilayah tersebut.
c. Apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi tentang
besarnya morbiditas
danmortalitasyangberhubungandengankejadianpenyakitdiwilayahtersebut.
d. Apakah program surveilans dapat mengidentifikasi
faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan kasusataupenyakit.
e. Indikatorsurveilans
Indikatorsurveilansmeliputi:
Kelengkapanlaporan.
Jumlahdankualitaskajianepidemiologidanrekomendasiyangdapatdihasilkan.
Terdistribusinyaberitaepidemiologilokaldannasional.
Pemanfaataninformasiepidemiologidalammanajemenprogramkesehatan.
MeningkatnyakajianSistemKewaspadaanDini(SKD)penyakit.
Hambatan yang terjadi dalam surveilans epidemiologi
Ada beberapa hambatan surveillans epidemiologi, dintaranya:
1) Kerjasama lintas sektoral
Surveillens epidemiologi harus bekerjasama dengan berbagai
sektor yang berkaitan dengan kesehatan, kerjasama tersebut
membutuhkan partisipasi yang penuh untuk tecapainya pemecahan
masalah kesehatan, kadang kala sektor yang lain mempunyai
pertisipasi yang rendah dalam kerjasama lintas sektoral
tersebut.
2) Partisipasi masyarkat rendah
Surveillens epidemiologi yang memang menangani masalah kesehatan
masyrakat eharusnya benar-benar menggali informasi dari masyarakat
dan penanganannyapun hasrus dengan masyarakat, sering dijumpai
partsipasi masyarakat dalam pengambilan informasi dari petugas
kesehatan berbelitbelit dan cenderung enutup-nutupi.3) Sumber
daya
Hambatan yang paling menonjol dari hasil penelitian ini adalah
sumber daya manusia. Hambatan yang berhasil di identifikasi
berdasarkan persepsi renponden adlah sebagai berikut ;
Jumlah tenaga yang kurang untuk mengcover kegiatan PE
Banyaknya tugas rangkap.
Sarana Komputer, biasanya komputer bergantian untuk
menyelesaikan tugas lain.
4) Ilmu pengetahuan dan teknologi
Surveillans epidemiologi membutuhkan teknologi teknologi untuk
mempercepat deteksi din, analisis penanggulangan dan penanggulangan
masalah kesehaatan, kondisi di lapangan seringkali tenologi di
laboratorium sering lambat sehingga mengganggu tahap deteksi dini
dan penanganan kasus akan terlambat.
5) Kebijakan
Seringkali kebijakan dari pemerintah dirasa masih menghambat
dalam pelaksanaan surveilans. Contohnya saja baru ditangani apabila
memang sudah menjadi KLB. Birokrasi pemerintahan yang rumit sering
menjadi kendala dalam melakukan surveilans. Kebijakan yang belum
dipahami petugas juga menjadi kendala dalam pelaksanaan
surveilans.
6) Dana
Kegiatan surveilans ini tidak membutuhkan dana yang sedikit
juga. Sering kali permasalahan dana menjadi penghambat dalam
melakukan surveilans.7) Jarak dan Transportasi
Lokasi yang jauh dari perkotaan dan minimnya transportasi
membuat kegiatan surveilans terhambat. Sering kali jarak membuat
kegiatan surveilans berlangsung berhari-hari karena transportasi
yang minim dan jarak yang jauh. Kondisi jalan juga
mempengaruhi.
RuangLingkupSurveilansEpidemiologi
1. SurveilansEpidemiologiPenyakitMenular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap
penyakit menular dan factor risiko untuk
mendukungupayapemberantasanpenyakitmenular.
Ruanglingkupnyaantaralain:
PenyakityangDapatDicegahDenganImunisasi(PD3I)
AFP
Penyakitpotensialwabahatauklbpenyakitmenulardankeracunan
PenyakitDBD/DSS
Malaria
Penyakitzoonosis,antraks,rabies,leptospirosis,dsb.
Penyakitfilariasis
Penyakittuberkulosis
Penyakitdiare,tifusperut,kecacingan,danpenyakitperutlainnya
Penyakitkusta
PenyakitHIV/AIDS
PenyakitMenularSeksual
Penyakitpneumonia,termasukpenyakitpneumoniaakutberat(termasukSARS)
2. SurveilansEpidemiologiPenyakitTidakMenular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap
penyakit tidak menular dan factor risiko
untukmendukungupayapemberantasanpenyakittidakmenular.
Ruanglingkupnyaantaralain:
Hipertensi,StrokedanPenyakitJantungKoroner(PJK)
DiabetesMellitus
Neoplasma
PenyakitParuObstruksiKronis(PPOK)
Gangguanmental
Masalahkesehatanakibatkecelakaan
3. SurveilansEpidemiologiKesehatanLingkungandanPerilaku
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap
penyakit dan factor risiko untuk mendukung
programpenyehatanlingkungan.Ruanglingkupnyaantaralain:
SaranaAirBersih
Tempat-tempatumum
PemukimandanLingkunganPerumahan
Limbahindustri,RSdankegiatanlainnya
Vektorpenyakit
KesehatandanKeselamatanKerja
RSdansaranayankeslain,termasukInfeksiNosokomial(INOS)
4. SurveilansEpidemiologiMasalahKesehatan
Merupakan analisis terus-menerus dan sistematis terhadap masalah
kesehatan dan factor risiko
untukmendukungprogram-programkesehatantertentu.
Ruanglingkupnyaantaralain:
Surveilansgizidansistemkewaspadaanpangandangizi(SKPG)
Gizimikro(Kekuranganyodium,anemiazatBesiKVA)
Gizilebih
KesehatanIbudanAnak(KIA)termasukkesehatanreproduksi(Kespro)
Penyalahgunaannapza
Penggunaansediaanfarmasi,obat,obattradisional,bahankosmetikasertaperalatan
Kualitasmakanandanbahantambahanmakanan
5. SurveilansEpidemiologiKesehatanMatra
Merupakan analisis terus-menerus dan sistematis terhadap masalah
kesehatan dan factor risiko untuk
upayamendukungprogramkesehatanmatra.
Ruanglingkunyaantaralain:
KesehatanHaji
KesehatanPelabuhandanLintasBatasPerbatasan
Bencanadanmasalahsosial
Kesehatanmatralautdanudara
KLBPenyakitdanKeracunan
SCREENING10Screening atau penyaringan kasus adalah cara untuk
mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau
pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan
antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang
mungkin tidak menderita.3Latar belakang sehingga screening ini
dilakukan yaitu karena hal berikut ini:
1. Banyaknya kejadain penomena gunung es (Ice Berg Phenomen)
2. sebagai langkah pencegahan khususnya Early diagnosis dan
prompt treatment
3. Banyaknya penyakit yang tanpa gejala klinis
4. Penderita mencari pengobatan setelah studi lanjut
5. Penderita tanpa gjl mempunyai potensi untuk menularkan
penyakit
TUJUAN SCREENING :
1. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak
khas terhadap orang- orang yang tampak sehat, tetapi mungkin
menderita penyakit, yaitu orang yang mempunyai resiko tinggi
terkena penyakit (Population at risk).
2. Dengan ditemukan penderita tanpa gejala dapat dilakukan
pengobatan secara tuntas sehingga tidak membahayakan dirinya atau
lingkungan dan tidak menjadi sumber penularan penyakit.
SASARAN
Sasaran penyaringan adalah penyakit kronis seperti :
Infeksi Bakteri (Lepra, TBC dll.
Infeksi Virus (Hepatitis
Penyakit Non-Infeksi : (Hipertensi, Diabetes mellitus, Jantung
Koroner, Ca Serviks, Ca Prostat, Glaukoma)
HIV-AIDS
PROSES PENYARINGAN
Proses pelaksanaan sceening adalah :
Tahap 1 : melalukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang
dianggap mempunyai resiko tinggi menderita penyakit.
Apabila hasil negatif, dianggap orang tersebut tidak menderita
penyakit.
Apabila hasil positif dilakukan pemeriksaan tahap 2
Tahap 2 : pemeriksaan diagnostik
Hasilnya positif maka dianggap sakit dan mendapat
pengobatan.
Hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit (dilakukan
pemeriksaan ulang secara periodik).
Pengolahan dan Pelaporan
Kegiatan perekaman, pengumpulan, pengolahan dan pelaporan data
menjadi bagian penting dari upaya memperoleh data yang dihimpun
dari berbagai sumber data surveilans. Misalnya surveilans campak,
maka tugas besar surveilans adalah merekam semua kasus campak yang
ada di Puskesmas, Rumah Sakit dan sumber data lainnya, kemudian
menghimpun dan mengolahnya menjadi kelompok-kelompok data yang
merupakan distribusi kasus-kasus campak sesuai karakteristik
epidemiologi yang diperlukan.
Sebelum menemukan dan mengimpun kasus-kasus dalam rangkaian
kegiatan surveilans, perlu jelas :
1. Apakah problem kesehatan yang mendorong perlunya surveilans
suatu penyakit ?
2. Apakah tujuan surveilans telah jelas menjawab kebutuhan
informasi untuk manajemen program ?
3. Apakah kasus-kasus yang dimaksud sesuai dengan upaya memenuhi
informasi untuk manajemen program ? atau SKD-KLB ?
4. Apakah kasus-kasus yang dimaksud terdapat pada suatu sumber
data tertentu ? Siapa dan bagaimana menemukan kasus-kasus tersebut
?
5. Apakah kasus-kasus yang dihimpun akan memperoleh data jumlah
absolut, rate secara total atau menurut karekateristik tertentu
?
Kasus campak, dan juga kasus-kasus yang lain, adalah seseorang
atau suatu obyek tertentu, yang menunjukkan ciri-ciri tertentu,
berada pada tempat tertentu dan pada waktu tertentu, sehingga ia
dinyatakan oleh seseorang yang mengumpulkan data surveilans sebagai
kasus campak atau kasus-kasus lainnya. Kasus satu dengan kasus lain
perlu ditetapkan ciri-ciri tertentu yang spesifik, sehingga dapat
dipilah berbagai jenis kasus yang ada di unit sumber data. Rumusan
ciri kasus tersebut disebut sebagai definisi operasional kasus.
Definsi operasional kasus adalah alat pemilah antara kasus dan
bukan kasus. Ketidak tepatan definisi operasional kasus A,
misalnya, dapat berakibat suatu obyek dinyatakan sebagai kasus A,
padahal sebenarnya bukan, sebaliknya, suatu obyek dinyatakan
sebagai bukan kasus A, padahal sebenarnya adalah kasus A. Apabila
terdapat 1000 obyek dinyatakan sebagai kasus A, maka bisa terdapat
900 obyek benar sebagai kasus A, tetapi terdapat 100 obyek yang
sebenarnya bukan kasus A, sehingga pengukuran besarnya angka
kesakitan menjadi tidak tepat (validitas).
Reliabilitas
Definisi operasional kasus adalah alat untuk menentukan suatu
diagnosis, baik berdasarkan gambaran klinis, dan atau dukungan
pemeriksaan lainnya. Reliabilitas adalah konsistensi suatu definisi
operasional kasus ketika digunakan untuk menetapkan kasus atau
bukan kasus, baik oleh petugas yang sama pada waktu berbeda
(konsistensi intra petugas), atau antara satu petugas dengan
petugas lain (konsistensi antar petugas) Untuk menjaga
reliabilitas, maka perlu ada pedoman, prosedur operasional standar,
pelatihan, dan monitoring-evaluasi penerapan definisi operasional
kasus.Faktor yg mempengaruhi:
1. Variabilitas alat
2. Variasi subyek
3. Variasi pemeriksa
Cara mengurangi variasi:
1. Standarisasi alat
2. Latihan intensif para pemeriksa
3. Penerangan yang jelas kepada orang yang akan diperiksa
Contoh
Definisi operasional (DO) kasus campak adalah demam, bercak
merah disertai dengan salah satu gejala diare, mata merah
conjunctivitis atau batuk Pada DO kasus campak tersebut, pengertian
demam bisa berbeda satu petugas dengan petugas lain. Pada saat
ditemukan kasus oleh petugas A di Puskesmas, dengan hasil perabaan
dahi menunjukkan demam, ditemukan bercak kemerahan dan batuk, maka
sesuai dengan DO kasus campak tersebut dimasukkan sebagai kasus
campak. Tetapi pada saat kasus yang sama tersebut datang ke petugas
B, ia menyebut bukan kasus campak, karena pada perabaan dahi
dinyatakan suhu normal, atau tidak demam. Pengukuran suhu oleh satu
petugas bisa berbeda-beda metodenya, misalnya satu saat petugas
mengukur suhu badan pada ketiak, saat lain mengukur suhu badan pada
mulut, tetapi pengukuran dengan alat yang sama bisa dihasilkan
simpulan yang berbeda, baik karena cara menggunakan alat, maupun
interpretasinya.
Validitas (sensitivitas, spesifisitas)
Validitas adalah menyatakan seberapa yakin (sahih) kasus dan
bukan kasus yang ditetapkan berdasarkan definisi operasional kasus
tersebut benar sebagai kasus atau bukan kasus. Validitas terdiri
dari 2 jenis, sensitivitas dan spesifisitas.
1. Sensitivitas pada suatu definisi operasional kasus adalah
menunjukkan kepekaan seberapa besar sejumlah kasus yang diperiksa
dinyatakan sebagai kasus berdasarkan definisi operasional
kasus.
2. Spesifisitas pada suatu definisi operasional kasus adalah
menunjukkan kepekaan seberapa besar sejumlah bukan kasus yang
diperiksa dinyatakan sebagai bukan kasus berdasarkan definisi
operasional kasus. Secara teknis, kasus yang diperiksa atau
kejadian yang diperiksa ternyata bukan kasus itu adalah
kejadian-kejadian yang ditetapkan sebagai kasus dan bukan kasus
dengan alat yang lebih canggih atau disebut gold standard
Validitas merupakan karakter definisi operasional kasus yang
sangat penting. Pembahasan lebih luas pada bahasan atribut
surveilans Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, maka suatu
definisi operasional kasus mengandung penjelasan mengenai kejadian
apa, kapan dan dimana kejadian tersebut, dan disusun sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan tujuan surveilans, dan terjawabnya
pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas. Definisi operasional kasus
disusun sedemikan rupa sesuai dengan cara menemukan obyek kasus,
cara merekamnya, cara pengolahan data, pelaporan dan desain
analisis yang akan dilakukan. Rumusan definisi operasional kasus
juga perlu memperhatikan reliabilitas dan validitas serta atribut
surveilans lainnya serta kemampuan untuk memperoleh datanya.
Contoh :
Siatuasi kasus Campak
1. Seseorang yang menderita campak, maka kemungkinan berobat,
sebagian tidak berobat. Sebagian besar berobat ke Puskesmas dan
sebagian yang lain ke Rumah Sakit.
2. Pencarian pengobatan terkendala jarak, dimana kasus-kasus
dekat Puskesmas/Rumah Sakit akan punya peluang berobat lebih besar
dibanding kasus-kasus campak yang jauh dari Puskesams/Rumah
Sakit.
3. Program pengendalian campak dengan melaksanakan imunisasi
pada anak usia 9- 11 bulan. Imunisasi juga dilakukan pada anak
Sekolah Dasar kelas 1 (booster). Imunisasi khusus juga dilaksanakan
pada anak 1-4 tahun yang dilaksanakan secara massal.
4. Program memerlukan informasi, daerah manakah yang banyak
kasus campak ? pada usia berapakah paling sering terjadi kasus
campak ? Apakah program imunisasi berhasil menurunkan angka
kesakitan campak ?
Berdasarkan kebutuhan program dan cara-cara penderita mencari
pengobatan, maka dirumuskan definisi operasional kasus campak
Definisi operasional kasus campak adalah seseorang yang berobat ke
Puskesmas/Rumah Sakit dengan gejala demam, bercak merah disertai
dengan salah satu gejala diare, mata merah conjunctivitis atau
batuk Pada kasus juga direkam variabel yang diperlukan : nama
tempat tinggal (kelurahan/desa), tanggal berobat, umur, dan status
imunisasi campak. Pada definisi operasional kasus tersebut tidak
memasukkan batasan waktu dan lokasi, tetapi untuk surveilans pada
KLB, perlu menetapkan batasan waktu dan lokasi.
Data yang diperoleh akan dianalisis dan diinformasikan pada
pengelola program :
1. Distribusi kasus menurut Puskesmas pertahun dengan populasi
berisiko penduduk diperoleh dari BPS setempat
2. Perkembangan kasus menurut umur, sehingga dapat diketahui
pola kurva bulanan kejadian campak di daerah tersebut
3. Perkembangan kasus menurut umur, sehingga dapat diketahui
pola kurva tahunan kejadian campak dan hubungannya dengan cakupan
imunisasi campak
EPIDEMIOLOGIEpidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi
frekuensi dan faktor-faktor yang menentukan kejadian penyaklit yang
berhubungan dengan masalah bkesehatan pada masyarakat dan
aplikasinya dengan pengendalian masalah tersebut.11a. Distribusi
penyakit kusta menurut tempat
Penyakit kusta menyebar di seluruh dunia mulai dari Afrika,
Amerika, Asia Tenggara, Mediterania Timur dan Pasifik Barat. Jumlah
penderita kusta di dunia pada tahun 2012 sebanyak 219.075 orang.
Dari jumlah tersebut paling banyak terdapat pada regional Asia
Tenggara 160.132 orang, Amerika 36.832, Afrika 12.673.
Pada tahun 2012, di Indonesia, jumlah penderita kusta yang
terdaftar 19.805 orang. Masih terdapat di 10 propinsi memiliki
penderita kusta terbanyak diantara propinsi lainnya yaitu Jawa
Timur 4.856 orang, Jawa Barat 1.721 orang, Jawa Tengah 2.334 orang,
Sulawesi Selatan 1.779 orang, Papua 1.190 orang, Nanggroe Aceh
Darusalam 736 orang, Daerah Kota Istimewa Jakarta 1.721 orang,
Sulawesi Utara 404 orang, Maluku Utara 550 orang dan Kalimantan
Selatan 473 orang, Maluku 522, Sulawesi Utara 404 orang (Depkes RI,
2006).6b. Distribusi penyakit kusta menurut waktu
Ada 17 negara yang melaporkan 1000 atau lebih kasus baru selama
tahun 2011. Delapan belas Negara ini mempunyai kontribusi 94% dari
seluruh kasus baru di dunia. Pada tahun ini sudah terbagi dua yaitu
Sudan dan Sudan Selatan, kemudian terjadi peningkatan penemuan
kasus baru di India, Indonesia, Myanmar, Srilanka menunjukkan
penemuan deteksi baru.c. Distribusi penyakit kusta menurut
orang
1. Distribusi menurut umur
Penyakit kusta jarang sekali ditemukan pada bayi. Angka kejadian
penyakit kusta meningkat sesuai umur dengan puncak kejadian pada
umur 10-20 tahun (Depkes RI, 2006). Penyakit kusta dapat mengenai
semua umur dan terbanyak terjadi pada umur 15-29 tahun. Serangan
pertama kali pada usia di atas 70 tahun sangat jarang terjadi. Di
Brasilia terdapat peninggian prevalensi pada usia muda, sedangkan
pada penduduk imigran prevalensi meningkat di usia lanjut (Harahap,
2000). Menurut Depkes RI (2006) kebanyakan penelitian melaporkan
bahwa distribusi penyakit kusta menurut umur berdasarkan
prevalensi, hanya sedikit yang berdasarkan insiden karena pada saat
timbulnya penyakit sangat sulit diketahui.
2. Distribusi menurut jenis kelamin
Kejadian penyakit kusta pada laki-laki lebih banyak terjadi dari
pada wanita, kecuali di Afrika, wanita lebih banyak terkena
penyakit kusta dari pada laki-laki (Depkes RI, 2006). Menurut
Louhennpessy dalam Buletin Penelitian Kesehatan (2007) bahwa
perbandingan penyakit kusta pada penderita laki-laki dan perempuan
adalah 2,3 : 1,0, artinya penderita kusta pada laki-laki 2,3 kali
lebih banyak dibandingkan penderita kusta pada perempuan. Menurut
Noor dalam Buletin Penelitian Kesehatan (2007) penderita pria lebih
tinggi dari wanita dengan perbandingannya sekitar 2 :
1.6PENYAKITKUSTA
AGENT
Sifat
Virulensi : Kronik Progresif
Patogenesis : Rendah
Antigenesitas : Tinggi
Virulensi : Rendah
Invectivity : Tinggi
HOST
Gizi : Tingkat ekonomi yang lemah menyebabkan pola makan yang
kurang baik sehingga daya tahan tubuh menurun
Imunisasi : Antigen BCG (Bacil Calmette Guerin )
Perilaku hidup : Gaya hidup dan lingkungan yang kotor, perhatian
akan kebersihan lingkungan hidup kurang
LINGKUNGAN
Udara : Bisa menular lewat udara
Rumah : sanitasi yang buruk, lingkungan yang kurang, sumber air
bersih yang kurang
Cahaya Matahari : sumber cahaya matahari yang masuk kedalam
rumah dapat mengurangi efektivitas kuman
Upaya Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun
1992 adalah setiap kegiatan untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif)
yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan.12Upaya Kesehatan Wajib yang dilakukan oleh
Puskesmas dalam bentuk Usaha Pokok Puskesmas meliputi:
A. UPAYA KESEHATAN IBU, ANAK, DAN KB
Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan
yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin,
ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah.
Pemberdayaan masyarakat bidang KIA merupakan upaya memfasilitasi
masyarakat untuk membangun sistem kesiagaan masyarakat dalam upaya
mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non klinis terkait
kehamilan dan persalinan.
Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk
dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat
transportasi atau komunikasi (telepon genggam, telpon rumah),
pendanaan, pendonor darah, pencatatan-pemantaun dan informasi KB.
Dalam pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada
masyarakat, pemuka masyarakat serta menambah keterampilan para
dukun bayi serta pembinaan kesehatan di taman kanak-kanak.a. Tujuan
Umum
Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya
kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang
optimal bagi ibu dan keluarganya untuk atau mempercepat pencapaian
target Pembangunan Kesehatan Indonesia yaitu Indonesia Sehat 2010,
serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses
tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan
kualitas manusia seutuhnya.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku)
dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan
teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga, Desa
Wisma, penyelenggaraan Posyandu dan sebagainya.
2) Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak
prasekolah secara mandiri di dalam lingkungan keluarga, Desa Wisma,
Posyandu dan Karang Balita, serta di sekolah TK.
3) Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita,
ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan ibu menyusui.
4) Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita.
5) Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga
dan seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu,
balita, anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu
dalam keluarganya.
3. Kegiatan
a. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan menyusui serta bayi,
anak balita dan anak prasekolah.
b. Deteksi dini faktor resiko ibu hamil.
c. Pemantauan tumbuh kembang balita.
d. Imunisasi Tetanus Toxoid 2 kali pada ibu hamil serta BCG, DPT
3 kali, Polio 3 kali dan campak 1 kali pada bayi.
e. Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai
tujuan program KIA.
f. Pengobatan bagi ibu, bayi, anak balita dan anak pra sekolah
untuk macam-macam penyakit ringan.
g. Kunjungan rumah untuk mencari ibu dan anak yang memerlukan
pemeliharaan serta bayi-bayi yang lahir ditolong oleh dukun selama
periode neonatal (0-30 hari)
h. Pengawasan dan bimbingan kepada taman kanak-kanak dan para
dukun bayi serta kader-kader kesehatan
4. Sistem Kesiagaan di Bidang KIA di Tingkat Masyarakat
Sistem kesiagaan di bidang KIA di tingkat masyarakat terdiri
atas :
a. Sistem pencatatan-pemantauan
b. Sistem transportasi-komunikasi
c. Sistem pendanaan
d. Sistem pendonor darah
e. Sistem Informasi KB
Proses Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA ini tidak hanya proses
memfasilitasi masyarakat dalam pembentukan sistem kesiagaan itu
saja, tetapi juga merupakan proses fasilitasi yang terkait dengan
upaya perubahan perilaku, yaitu:
a. Upaya mobilisasi sosial untuk menyiagakan masyarakat saat
situasi gawat darurat, khususnya untuk membantu ibu hamil saat
bersalin.
b. Upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
menurunkan angka kematian maternal.
c. Upaya untuk menggunakan sumberdaya yang dimiliki oleh
masyarakat dalam menolong perempuan saat hamil dan persalinan.
d. Upaya untuk menciptakan perubahan perilaku sehingga
persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan profesional.
e. Upaya untuk melibatkan laki-laki dalam mengatasi masalah
kesehatan maternal.
f. Upaya untuk melibatkan semua pemangku kepentingan
(stakeholders) dalam mengatasi masalah kesehatan.
Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA ini berpijak pada
konsep-konsep berikut :
a. Revitalisasi praktek-praktek kebersamaan sosial dan
nilai-nilai tolong menolong, untuk perempuan saat hamil dan
bersalin.
b. Merubah pandangan: persalinan adalah urusan semua pihak,
tidak hanya urusan perempuan.
c. Merubah pandangan: masalah kesehatan tidak hanya tanggung
jawab pemerintah tetapi merupakan masalah dan tanggunjawab
masyarakat.
d. Melibatan semua pemangku kepentingan (stakeholders) di
masyarakat.
e. Menggunakan pendekatan partisipatif.
f. Melakukan aksi dan advokasi.
Siklus proses yang memberikan masyarakat kesempatan untuk
memahami kondisi mereka dan melakukan aksi dalam mengatasi masalah
mereka ini disebut dengan pendekatan belajar dan melakukan aksi
bersama secara partisipatif (Participatory Learning and Action
-PLA). Pendekatan ini tidak hanya memfasilitasi masyarakat untuk
menggali dan mengelola berbagai komponen, kekuatan-kekuatan dan
perbedaan-perbedaan, sehingga setiap orang memiliki pandangan yang
sama tentang penyelesaian masalah mereka, tetapi pendekatan ini
juga merupakan proses mengorganisir masyarakat sehingga mereka
mampu untuk berpikir dan menganalisa dan melakukan aksi untuk
menyelesaikan masalah mereka. Ini adalah proses pemberdayaan
masyarakat sehingga mereka mampu melakukan aksi untuk meningkatkan
kondisi mereka. Jadi, ini merupakan proses dimana masyarakat
merubah diri mereka secara individual dan secara kolektif dan
mereka menggunakan kekuatan yang mereka miliki dari energi dan
kekuatan mereka (Hartock, 1981).
Dalam konteks pembentukan sistem kesiagaan, pertama-tama
masyarakat perlu untuk memahami dan menganalisa kondisi kesehatan
mereka saat ini, seperti kondisi kesehatan ibu; kesehatan bayi baru
lahir, kesehatan bayi, pelayanan kesehatan, dan berbagai hubungan
dan kekuasaan yang memperngaruhi kondisi tersebut agar mereka mampu
untuk melakukan aksi guna memperbaiki kondisi tersebut berdasarkan
analisa mereka tentang potensi yang mereka miliki. Untuk
memfasilitasi mereka agar berpikir, menganalisa dan melakukan aksi,
proses fasilitasi dan warga yang berperan melakukan fasilitasi
sangat diperlukan.
Selain itu, warga yang berperan memfasilitasi masyarakatnya
membutuhkan pemahaman tidak hanya tentang konsep Pemberdayaan
Masyarakat bidang KIA tetapi juga membutuhkan pengetahuan dan
keterampilan penggunaan metode dan alat-alat partisipatif. Jadi,
pendekatan yang diaplikasikan dalam Pemberdayaan Masyarakat bidang
KIA ini akan menentukan proses dan kegiatan berikutnya dalam
keseluruhan proses Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA ini.
Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan
mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap
kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan
penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa, kejadian
bencana, kecelakaan dan lain-lain dengan memanfaatkan potensi
setempat, secara gotong royong.
Selain sebagai upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan
dasar kepada masyarakat, pengembangan Desa Siaga juga mencakup
upaya peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat
menghadapi masalah-masalah kesehatan, memandirikan masyarakat dalam
mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat. Inti dari kegiatan
Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk
hidup sehat.
Memperhatikan tujuan dan ruang lingkup pengembangan Desa Siaga
tersebut, maka Pemberdayaan Masyarakat bidang Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA) merupakan salah satu komponen yang penting dalam
pencapaian tujuan Desa Siaga dalam hal penurunan Angka Kematian Ibu
dan Bayi.
5. Manajemen Kegiatan KIA
Pemantauan kegiatan KIA dilaksanakan melalui Pemantauan Wilayah
Setempat KIA (PWS-KIA) dengan batasan :a. Pemantauan Wilayah
Setempat KIA adalah alat untuk pengelolaan kegiatan KIA serta alat
untuk motivasi dan komunikasi kepada sektor lain yang terkait dan
dipergunakan untuk pemantauan program KIA secara teknis maupun non
teknis.
b. Melalui PWS-KIA dikembangkan indikator-indikator pemantauan
teknis dan non teknis, yaitu :
1) Indikator Pemantauan Teknis :
Indikator ini digunakan oleh para pengelola program dalam
lingkungan kesehatan yang terdiri dari :
a) Indikator Akses
b) Indikator Cakupan Ibu Hamil
c) Indikator Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
d) Indikator Penjaringan Dini Faktor Resiko oleh Masyarakat
e) Indikator Penjaringan Faktor resiko oleh Tenaga Kesehatan
f) Indikator Neonatal
2) Indikator Pemantauan Non teknis :
Indikator ini dimaksudkan untuk motivasi dan komunikasi kemajuan
maupun masalah operasional kegiatan KIA kepada para penguasa di
wilayah, sehingga dimengerti dan mendapatkan bantuan sesuai
keperluan. Indikator-indikator ini dipergunakan dalam berbagai
tingkat administrasi, yaitu :
a) Indikator pemerataan pelayanan KIA
Untuk ini dipilih indikator AKSES (jangkauan) dalam pemantauan
secara teknis memodifikasinya menjadi indikator pemerataan
pelayanan yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.
b) Indikator efektivitas pelayanan KIA
Untuk ini dipilih cakupan (coverage) dalam pemantauan secara
teknis dengan memodifikasinya menjadi indikator efektivitas program
yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.Kedua indikator
tersebut harus secara rutin dijabarkan per bulan, per desa serta
dipergunakan dalam pertemuan-pertemuan lintas sektoral untuk
menunjukkan desa-desa mana yang masih ketinggalan. Pemantauan
secara lintas sektoral ini harus diikuti dengan suatu tindak lanjut
yang jelas dari para penguasa wilayah perihal : peningkatan
penggerakan masyarakat serta penggalian sumber daya setempat yang
diperlukan.
6. Sebelas Indikator Dasar Pelayanan KIA
Puskesmas melalui pelayanan kesehatan di dalam dan luar gedung,
melakukan seluruh program kesehatan Ibu dan Anak secara menyeluruh,
dengan memperhatikan beberapa indikator cakupan program KIA yang
terpadu dengan beberapa kegiatan lainnya seperti program gizi,
imunisasi dan upaya kesehatan sekolah (UKS).Cakupan Kunjungan Ibu
Hamil (K4) : 95%Cakupan Komplikasi Kebidanan : 80 %
Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan : 90%
Cakupan Pelayanan Nifas : 90%
Cakupan Pelayanan Neonatus dengan Komplikasi : 80%
Cakupan Kunjungan Bayi : 90 %
Cakupan Imunisasi Bayi (Universal Child Immunization): 100 %
Cakupan Pelayanan Anak Balita : 90 %
Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI : 100 %
Cakupan Perawatan Balita Gizi Buruk : 100 %
Cakupan Penjaringan Kesehatan Anak Sekolah Dasar : 100 %
Setiap cakupan program tersebut merupakan rincian Pelayanan
Kesehatan Dasar (PKD), yang diharapkan bisa tercapai pada kurun
waktu 2010-2015, dimana menjadi target khusus pelayanan di tingkat
puskesmas, sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pada setiap
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(Disadur dan diringkas dari Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota, Permenkes RI No.
741/Menkes/PER/VII/2008, hal.5-6)B. UPAYA PROMOSI KESEHATAN
Dalam Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dijelaskan bahwa
promosi kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui proses pembelajaran diri dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri,
serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai
sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan (Depkes RI, 2008). Saat ini, perilaku
masyarakat merupakan faktor utama yang menyebabkan masalah
kesehatan. Dalam mengantisipasi perilaku masyarakat yang belum
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), peran promosi
kesehatan sangatlah penting.
Ruang lingkup penyelenggaraan promosi kesehatan tidak hanya
berfokus pada perubahan perilaku masyarakat saja, tetapi juga
merupakan upaya membangun komitmen dan dukungan kongkrit para
pengambil kebijakan dan berbagai kelompok di masyarakat yang peduli
terhadap masalah promosi kesehatan. Promosi kesehatan juga berperan
dalam proses peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, melalui
peningkatan kapasitas petugas kesehatan agar mampu dan responsif
dalam memberdayakan kliennya dengan kata lain sebagai agen
perubahan yang bertugas menjaga dan meningkatkan kesehatan klien
untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat
merupakan sarana kesehatan yang sangat penting dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Untuk itu, peranan Puskesmas
hendaknya tidak lagi menjadi sarana pelayanan pengobatan dan
rehabilitatif saja, tetapi juga lebih ditingkatkan pada upaya
promotif dan preventif. Oleh karena itu promosi kesehatan menjadi
salah satu upaya wajib di Puskesmas (Masulili, 2007).
Menurut Depkes RI (2007), promosi kesehatan di Puskesmas adalah
upaya Puskesmas melaksanakan pemberdayaan kepada masyarakat untuk
mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan setiap individu,
keluarga serta lingkungannya secara mandiri dan mengembangkan upaya
kesehatan bersumber masyarakat. Secara operasional, upaya promosi
kesehatan di Puskesmas dilakukan agar masyarakat mampu ber Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagai bentuk pemecahan
masalah-masalah kesehatan yang diderita maupun yang berpotensi
mengancam secara mandiri. Oleh karena itu, keberadaan Puskesmas
dapat diumpamakan sebagai agen perubahan di masyarakat sehingga
masyarakat lebih berdaya dan timbul gerakan-gerakan upaya kesehatan
yang bersumber dari masyarakat (Depkes, 2007).
Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan petugas Puskesmas
merupakan upaya penggerakakan atau pengorganisasian masyarakat.
Penggerakan atau pengorganisasian masyarakat diawali dengan
membantu kelompok masyarakat mengenali masalah-masalah yang
mengganggu kesehatan dan diupayakan agar berbagai kegiatan promosi
kesehatan di Puskesmas meliputi kunjunganrumah dan pemberdayaan
berjenjang. Kunjungan rumah dilakukan petugas sebagai tindak lanjut
upaya promosi kesehatan di dalam Puskesmas, yaitu saat mereka
berkunjung ke Puskesmas. Untuk keluarga yang memiliki masalah
kesehatan cukup berat, kunjungan rumah dilakukan untuk membantu
pemecahan masalah tersebut melalui konseling di tingkat keluarga.
Tidak jarang, kunjungan rumah yang semula dimaksud untuk
menyelenggarakan konseling keluarga berkembang menjadi konseling
yang lebih luas lagi, seperti tingkat dasa wisma atau bahkan lebih
luas lagi.
Promosi kesehatan di masyarakat yang dilakukan petugas Puskesmas
sebaiknya tidak ditangani sendiri oleh petugas kesehatan Puskesmas.
Masyarakat yang begitu beragam dan luas terdiri dari berbagai
tatanan seperti tatanan:
1. Rumah tangga
2. Sarana pendidikan
3. Tempat kerja
Depkes RI (2007) menyebutkan, proses pemberdayaan berjenjang ini
umumnya diselenggarakan melalui pendekatan yang dikenal dengan
sebutan pengorganisasian masyarakat.
C. UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN
1. Definisi Kesehatan Lingkungan
Menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan
adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan
lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Menurut
HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) kesehatan
lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang
keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya
untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan
bahagia.32. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
MenurutWorld Health Organization(WHO) ada 17 ruang lingkup
kesehatan lingkungan3, yaitu :a) Penyediaan Air Minum
b) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
c) Pembuangan Sampah Padat
d) Pengendalian Vektor
e) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta
manusia
f) Higiene makanan, termasuk higiene susu
g) Pengendalian pencemaran udara
h) Pengendalian radiasi
i) Kesehatan kerja
j) Pengendalian kebisingan
k) Perumahan dan pemukiman
l) Aspek kesling dan transportasi udara
m) Perencanaan daerah dan perkotaan
n) Pencegahan kecelakaan
o) Rekreasi umum dan pariwisata
p) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan
keadaan
q) epidemi/ wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk
r) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin
lingkungan.
Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan
dalam Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling
ada 8, yaitu:
a) Penyehatan Air dan Udara
b) Pengamanan Limbah padat/sampah
c) Pengamanan Limbah cair
d) Pengamanan limbah gas
e) Pengamanan radiasi
f) Pengamanan kebisingan
g) Pengamanan vektor penyakit
h) Penyehatan dan pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca
bencana
3. Sasaran Kesehatam LingkunganMenurut Pasal 22 ayat (2) UU
23/1992, Sasaran dari pelaksanaan kesehatan lingkungan adalah
sebagai berikut :
a) Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan
usaha-usaha yang sejenis
b) Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis
c) Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang
sejenis
d) Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang
digunakan untuk umum
e) Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti
lingkungan yang berada dlm keadaan darurat, bencana perpindahan
penduduk secara besar2an, reaktor/tempat yang bersifat khusus.
4. Lima Upaya dasar Kesehatan Lingkungana) Penyehatan Sumber Air
Bersih (SAB)Secara umum Program Penyehatan SAB bertujuan untuk
meningkatkan kualitas air bersih untuk berbagai kebutuhan dan
kehidupan manusia untuk seluruh penduduk baik yang berada di
pedesaan maupun di perkotaan dan meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan masyarakat dalam memakai air bersih. Secara khusus
program penyehatan air bersih bertujuan meningkatkan cakupan air
bersih pada masyarakat dan meningkatkan kualitas air yang aman
untuk konsumsi masyarakat. Kegiatan upaya penyehatan air meliputi :
Surveilans kualitas air, Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih,
Pemeriksaan kualitas air, Pembinaan kelompok pemakai air.b)
Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Pemeriksaan Rumah)Penyelenggaraan
upaya penyehatan lingkungan permukiman, dilaksanakan dengan
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup serasi dengan
lingkungan dan dapat mewujudkan kualitas lingkungan permukiman yang
bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan pada berbagai
substansi dan komponen lingkungan. Sarana sanitasi dasar yang
dipantau, meliputi jamban keluarga (Jaga), saluran pembuangan air
limbah (SPAL), dan tempat pengelolaan sampah (TPS)
c) Penyehatan Tempat-tempat Umum (TTU)Program Penyehatan
Tempat-Tempat Umum bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan
tenpat-tempat umum dan sarana kemasyarakatan lainnya yang memenuhi
persyaratan kesehatan, sehingga dapat melindungi masyarakat dari
penularan penyakit, keracunan, kecelakaan, pencemaran lingkungan
serta gangguan kesehatan lainnya. Penyehatan Tempat Umum meliputi
hotel dan tempat penginapan lain, pasar, kolam renang dan pemandian
umum lain, sarana ibadah, sarana angkutan umum, salon kecantikan,
bar dan tempat hiburan lainnya. Dilakukan upaya pembinaan institusi
Rumah Sakit dan sarana kesehatan lain, sarana pendidikan, dan
perkantoran.d) Penyehatan Tempat Pengelola Makanan (TPM)Secara umum
penyehatan TPM bertujuan untuk melakukan pembinaan teknis dan
pengawasan terhadap tempat penyehatan makanan dan minuman,
kesiap-siagaan dan penanggulangan KLB keracunan, kewaspadaan dini
serta penyakit bawaan makanan.
e) Klinik sanitasi dan Pemeriksaan Jentik NyamukSecara umum
klinik sanitasi bertujuan untuk meningkatmya derajat kesehatan
masyarakat melalui upaya preventif, kuratif dan promotif yang
dilakukan secara terpadu, terarah dan terus menerus di puskesmas.
Pelayanan klinik sanitasi dimaksudkan untuk mencegah, memulihkan
dan memperbaiki lingkungan guna menurunkan angka penyakit berbasis
lingkungan meliputi malaria, DBD, campak, TB paru, ISPA,
kecacingan, penyakit kulit/ gatal-gatal, diare, keracunan makanan
dan keluhan akibat lingkungan buruk/ akibat kerja.Klinik sanitasi
perlu diwujudkan dan dikembangkan di puskesmas. Bersama kader juru
pengamatan jentik (jumantik), petugas sanitasi puskesmas melakukan
pemeriksaan terhadap tempat-tempat yang mungkin menjadi perindukan
nyamuk dan tumbuhnya jentik. Kemudian dihitung, berapa rumah
penduduk yang mengalami bebas jentik.D. UPAYA PERBAIKAN GIZI
MASYARAKAT
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran gizi keluarga
dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu
hamil, bayi dan anak balita. Kegiatan pokok dan kegiatan indikatif
program ini meliputi:1. Peningkatan Pendidikan Gizia. Menyiapkan
kerangka kebijakan dan menyusun strategi pendidikan gizi
masyarakatb. Mengembangkan materi KIE gizi
c. Menyebarluaskan materi pendidikan melalui institusi
pendidikan formal, non formal, dan institusi masyarakat;
d. Menyelenggarakan promosi secara berkelanjutan
e. Meningkatkan kemampuan melalui pelatihan teknis dan
manajemen
f. Pembinaan dan peningkatan kemampuan petugas dalam program
perbaikan gizi2. Penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), Anemia
Gizi Besi, Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A,
dan Kekurangan Zat Gizi Mikro Lainnya
Kegiatan ini meliputi :
a. Pemantauan dan promosi pertumbuhanb. Intervensi gizi yang
meliputi pemberian makanan tambahan suplementasi obat program, dan
fortifikasi bahan makananc. Tatalaksana kasus kelainan gizi
d. Pengembangan teknologi pencegahan dan penanggulangan masalah
gizi kurang
e. Melakukan pendampingan
3. Penanggulangan Gizi Lebih Kegiatan ini meliputi :
a. Penyusunan kebijakan penanggulangan gizi lebih
b. Konseling gizi
c. Pengembangan teknologi pencegahan dan penanggulangan masalah
gizi lebih
4. Peningkatan surveilens gizia. Melaksanakan dan mengembangkan
PSG, PKG, serta pemantauan status gizi lainnyab. Meningkatkan
sistem kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB;
c. Meningkatkan SKPG secara lintas sektor
d. Pemantauan dan evaluasi program gizi
e. Mengembangkan jejaring informasi gizi
5. Pemberdayaan Masyarakat Untuk Pencapaian Keluarga Sadar
Gizia. Fasilitasi upaya pemberdayaan keluarga antara lain melalui
kader keluarga, positif deviant (pos gizi), kelas ibu;
b. Menjalin kemitraan dengan lintas sektor, LSM, dunia usaha dan
masyarakat;
c. Mengembangkan upaya pemberdayaan ekonomi kader dan
keluarga;d. Fasilitasi revitalisasi Posyandu;
e. Advokasi program gizi;
f. Mengembangkan pemberdayaan masyarakat di bidang giziE. UPAYA
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit mempunyai tugas
merencanakan, melaksanakan pembinaan dan koordinasi serta
pengawasan dan pengendalian kegiatan pencegahan dan pemberantasan
penyakit. Upaya kesehatan yang dilakukan diantaranya :
1. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini (SKD) / pengamatan
penyakit.
2. Melaksanakan imunisasi.
3. Pencegahan dan pemberantasan penyakit Demam Berdarah
Dengue.
4. Pencegahan dan pemberantasan penyakit tuberculosis.
5. Pencegahan dan penanggulangan penyakit Pnemonia pada
Balita.
6. Pencegahan dan penanggulangan penyakit Diare pada Balita.
7. Pencegahan dan pemberantasan Penyakit Menular Seksual (PMS)
dan HIV atau AIDS.
8. Eliminasi penyakit kusta.
9. Eradikasi polio, Eliminasi Tetanus Neonnatorum dan Reduksi
Campak.
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit mempunyai fungsi :
1. Perencanaan kegiatan pengumpulan data bahan perumusan
pencegahan dan pemberantasan penyakit bersumber pada binatang,
penyakit menular langsung, penyakit menular tertentu dan penyakit
tidak menular serta kejadian luar biasa penyakit dan wabah.
2. Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, penganalisisan data dan
pelaksanaan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit
bersumber pada binatang , penyakit menular langsung, penyakit
menular tertentu dan penyakit tidak menular serta kejadian luar
biasa penyakit dan wabah
3. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi /lembaga terkait
4. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan
kegiatan
Tujuan program ini adalah menurunkan angka kesakitan, kematian
dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular.
Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi adalah malaria,
demam berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta, tuberkulosis
paru, HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Prioritas penyakit tidak menular yang
ditanggulangi adalah penyakit jantung dan gangguan sirkulasi,
diabetes mellitus, dan kanker.
Kegiatan pokok dan kegiatan indikatif program ini meliputi:
1. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko:
a. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan
perundang-undangan, dan kebijakan pencegahan dan penanggulangan
faktor risiko dan diseminasinya
b. Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan untuk
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
c. Menyediakan kebutuhan pencegahan dan penanggulangan faktor
risiko sebagai stimulant
d. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/ juknis/
pedoman pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
e. Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk
melakukan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
f. Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
g. Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja
informasi dan konsultasi teknis pencegahan dan penanggulangan
faktor risiko
h. Melakukan kajian program pencegahan dan penanggulangan faktor
risiko
i. Membina dan mengembangkan UPT dalam pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko
j. Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional
pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyakit.
2. Peningkatan imunisasi
a. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan
perundang-undangan, dan kebijakan peningkatan imunisasi, dan
diseminasinya
b. Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan
peningkatan imunisasi
c. Menyediakan kebutuhan peningkatan imunisasi sebagai stimulan
yang ditujukan terutama untuk masyarakat miskin dan kawasan khusus
sesuai dengan skala prioritas
d. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/protap
program imunisasi
e. Menyiapkan dan mendistribusikan sarana dan prasarana
imunisasi
f. Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk
melaksanakan program imunisasi
g. Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan
imunisasi
h. Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja
informasi dan konsultasi teknis peningkatan imunisasi
i. Melakukan kajian upaya peningkatan imunisasi
j. Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan
imunisasi
k. Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional
pelaksanaan imunisasi.
3. Penemuan dan tatalaksana penderita:
a. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan
perundangundangan, dan kebijakan penemuan dan tatalaksana penderita
dan diseminasinya
b. Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan penemuan
dan tatalaksana penderita
c. Menyediakan kebutuhan penemuan dan tatalaksana penderita
sebagai stimulant
d. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan
juklak/juknis/pedoman program penemuan dan tatalaksana
penderita
e. Meningkatkan kemampuan tenagapengendalian penyakit untuk
melaksanakan program penemuan dan tatalaksana penderita
f. Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan
penemuandan tatalaksana penderita
g. Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja
informasi dan konsultasi teknis penemuan dan tatalaksana
penderita
h. Melakukan kajian upaya penemuan dan tatalaksana penderita
i. Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya penemuan dan
tatalaksana penderita
j. Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional
pelaksanaan penemuan dan tatalaksana penderita.
4. Peningkatan surveilens epidemiologi dan penanggulangan wabah
:
a. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan
perundang-undangan, dan kebijakan peningkatan surveilans
epidemiologi dan penanggulangan KLB/ wabah dan diseminasinya
b. Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan
peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/
wabah
c. Menyediakan kebutuhan peningkatansurveilans epidemiologi dan
penanggulangan KLB/ wabah sebagai stimulan
d. Menyiapkan materi dan menyusunrancangan juklak/juknis/pedoman
program surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/ wabah
e. Meningkatkan sistem kewaspadaan dini dan menanggulangi
KLB/Wabah, termasuk dampak bencana
f. Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk
melaksanakan program surveilans epidemiologi dan penanggulangan
KLB/ wabah
g. Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan
surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/ wabah
h. Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja
informasi dan konsultasi teknis peningkatan surveilans epidemiologi
dan penanggulangan KLB/ wabah
i. Melakukan kajian upaya peningkatan surveilans epidemiologi
dan penanggulangan KLB/ wabah
j. Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan
surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah
k. Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional
pelaksanaan surveilans
l. epidemiologi dan penanggulangan KLB/ wabah.
5. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
pencegahan dan
pemberantasan penyakit:
a. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan
perundang-undangan, dan kebijakan peningkatan komunikasi informasi
dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit dan
diseminasinya
b. Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan
peningkatan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit
c. Menyediakan kebutuhan peningkatan komunikasi informasi dan
edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit sebagai
stimulant
d. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan
juklak/juknis/pedoman program komunikasi informasi dan edukasi
(KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit
e. Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk
melaksanakan program komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
pencegahan dan pemberantasan penyakit
f. Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan
komunikasi informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan
penyakit
g. Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja
informasi dan konsultasi teknis peningkatan komunikasi informasi
dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit;
h. Melakukan kajian upaya peningkatan komunikasi informasi dan
edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit; (i) Membina
dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan komunikasi informasi
dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit
i. Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional
pelaksanaan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit.
PELAPORAN PENYAKIT MENULAR
Klinisi atau petugas kesehatan harus segera melaporkan kejadian
penyakit menular kepada pejabat kesehatan setempat. Peraturan yang
mengatur penyakit apa yang harus dilaporkan dan bagaimana cara
melaporkan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini
sangat tergantung kepada situasi di tempat itu.
Tujuan dari sistem pelaporan penyakit menular adalah untuk bisa
menyediakan informasi yang diperlukan dan tepat waktu agar dapat
dilakukan investigasi serta penanggulangannya oleh pihak yang
berwenang.
Disamping itu system pelaporan penyakit menular yang seragam
dapat menjamin data kesehatan dan kematian dari satu daerah dan
daerah lain serta dari satu negara dan negara lain dapat di
bandingkan.
Sistem pelaporan penyakit menular berfungsi pada empat tingkatan
:
1. Data dasar dikumpulkan dari masyarakat dimana penyakit
menular tersebut muncul.
2. Data ini kemudian diolah di tingkat Kabupaten atau tingkat
Propinsi.
3. Data kemudian di kompilasi di tingkat Nasional.
4. Untuk penyakit-penyakit tertentu suatu negara melaporkannya
ke WHO.
Dari 4 tingkatan diatas maka tingkat pertama adalah yang paling
penting oleh karena data dasar dikumpulkan dari masyarakat yang
langsung tertimpa, merupakan tanggung jawab utama dari petugas
kesehatan ditingkat ujung tombak. UPAYA PENGOBATAN DASAR
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh
dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis
dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung keputusan
ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk
melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan
resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai
dengan melakukan pengobatan yang rasional. Pengobatan rasional
menurut WHO 1987 yaitu pengobatan yang sesuai indikasi, diagnosis,
tepat dosis obat, cara dan waktu pemberian, tersedia setiap saat
dan harga terjangkau. Salah satu perangkat untuk tercapainya
penggunaan obat rasional adalah tersedia suatu pedoman atau standar
pengobatan yang dipergunakan secara seragam pada pelayanan
kesehatan dasar atau puskesmas.
Upaya pengobatan di Puskesmas adalah segala bentuk pelayanan
pengobatan yang diberikan kepada seseorang untuk menghilangkan
penyakit atau gejalanya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan
cara dan teknologi yang khusus untuk keperluan tersebut.
1. Tujuan Upaya pengobatan diantaranya :
a. Umum : meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan
masyarakat di Indonesia
b. Khusus :
1) Terhentinya proses perjalanan penyakit yang diderita
seseorang.
2) Berkurangnya penderitaan karena sakit.
3) Tercegahnya dan berkurangnya kecacatan.
4) Merujuk penderita ke fasilitas diagnose dan pelayanan yang
lebih canggih bila perlu.
2. Kegiatannya mencakup :
a. Melakukan diagnose sedini mungkin melalui
b. Melaksanakan tindakan pengobatan
c. Melakukan rujukan bila dipandang perlu
Program ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan, pemerataan,
mutu, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan termasuk obat
tradisional, perbekalan kesehatan rumah tangga, dan kosmetika.
3. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain:
a. Peningkatan ketersediaan dan pemerataan obat dan perbekalan
kesehatan diseluruh Puskesmas dan jaringannya.
b. Peningkatan mutu penggunaan obat dan perbekalan
kesehatan.
c. Peningkatan keterjangkauan harga obat dan perbekalan
kesehatan
d. terutama untuk penduduk miskin.
e. Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah
sakit.
4. Upaya-upaya kesehatan yang dilakukan diantaranya :
a. Melaksanakan peningkatan mutu pelayanan kesehatan dasar.
b. Melaksanakan peningkatan jangkauan pelayanan kesehatan dasar,
termasuk pelayanan kesehatan terhadap keluarga miskin.
Daftar Pustaka
1. Sasaki S, Takeshita F, Okuda K, Ishii N (2001)."Mycobacterium
leprae and leprosy: a compendium".Microbiol Immunol45(11):
72936.PMID11791665.
2. (Inggris)"A new Mycobacterium species causing diffuse
lepromatous leprosy".Department of Laboratory Medicine, The
University of Texas MD Anderson Cancer Center; Han XY, Seo YH,
Sizer KC, Schoberle T, May GS, Spencer JS, Li W, Nair RG. Diakses
2010-12-13.
3. Departemen kesehatan Republik Indonesia. Buku pedoman
nasional pengendalian penyakit kusta. Jakarta, 2007.
4. Penyakit Kusta. Diunduh dari http://penyakitkusta.com/ 28
Juni 2014
5. Data Statistik Kusta. Diunduh dari http://www.who.int/en/ 28
Juni 2014
6. (Inggris)"Comparative Sequence Analysis of Mycobacterium
leprae and the New Leprosy-Causing Mycobacterium
lepromatosis".Department of Laboratory Medicine, DNA Analysis Core
Facility, School of Health Sciences, The University of Texas M. D.
Anderson Cancer Center, Institut Pasteur, Unit de Biologie des
Bactries Intracellulaires, Institut Cavanilles de Biodiversitat i
Biologia Evolutiva, Universitat de Valncia, CIBER en Epidemiologa y
Salud Pblica (CIBERESP); Xiang Y. Han, Kurt C. Sizer, Erika J.
Thompson, Juma Kabanja, Jun Li, Peter Hu, Laura Gmez-Valero, dan
Francisco J. Silva. Diakses 2010-12-13.
7. (Inggris)"Hansen's Disease".Department of Medicine,
University of California; ROBERT H. GELBER, MD. Diakses
2010-12-13.
8. (Inggris)"Comparative Sequence Analysis of Mycobacterium
leprae and the New Leprosy-Causing Mycobacterium
lepromatosis".Department of Laboratory Medicine, DNA Analysis Core
Facility, School of Health Sciences, The University of Texas M. D.
Anderson Cancer Center, Institut Pasteur, Unit de Biologie des
Bactries Intracellulaires, Institut Cavanilles de Biodiversitat i
Biologia Evolutiva, Universitat de Valncia, CIBER en Epidemiologa y
Salud Pblica (CIBERESP); Xiang Y. Han, Kurt C. Sizer, Erika J.
Thompson, Juma Kabanja, Jun Li, Peter Hu, Laura Gmez-Valero, dan
Francisco J. Silva. Diakses 2010-12-13
9. Departemen kesehatan Republik Indonesia. Buku pedoman
nasional pengendalian penyakit kusta. Jakarta, 2007.
10. Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta,
Kementerian Kesehatan Republik Indoneisa. 2013.Bakti Husada :
Jakarta
11. Rachmat H, program pemberantasan penyakit kusta di
Indonesia. Dalam: Daili SSE,
12. Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkan. Diunduh dari
http://www.academia.edu/4512478/2003_Digitized_by_USU_digital_library_1_PENYAKIT_KUSTA_DAN_MASALAH_YANG_DITIMBULKANNYA
28 Juni 2014BLOK26 Community MedicinePage 46