Top Banner
Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI DAN DISTRIBUSI PUPUK Oleh: DR. Nizwar Syafa’at Ir. Adreng Purwoto, MS Ir. Khairina M. Noekman, MS Ir.Iwan Setiaji Anugerah, MS Ir.Erma Suryani, MSi Ir. Yuni Marisa Ir. Andi Askin M.Suryadi, SP PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2007
32

Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

Mar 08, 2019

Download

Documents

hakhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007

KAJI ULANGSISTEM SUBSIDI DAN DISTRIBUSI PUPUK

Oleh:DR. Nizwar Syafa’at

Ir. Adreng Purwoto, MSIr. Khairina M. Noekman, MSIr.Iwan Setiaji Anugerah, MS

Ir.Erma Suryani, MSiIr. Yuni MarisaIr. Andi AskinM.Suryadi, SP

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

DEPARTEMEN PERTANIAN2007

Page 2: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sampai saat ini pemerintah, DPR dan masyarakat tani belum puas dengan

sistem pelayanan pupuk bersubsidi karena, selain harganya di atas HET,

pasokannyapun sering terlambat yang menyebabkan petani tidak dapat memperoleh

pupuk tepat waktu, harga, jumlah, tempat, dosis, kualitas.

Adapun terjadinya kenaikan harga di atas HET adalah karena peningkatan biaya

distrIbusi. Sementara itu kelangkaan pupuk terjadi selain karena adanya gangguan

produksi yang disebabkan oleh tersendatnya pasokan gas, juga karena petani

menggunakan pupuk melebihi dosis yang dianjurkan, isu adanya ekspor ilegal pupuk

bersubsidi dan rembesan pupuk bersubsidi ke perkebunan besar sehingga alokasi

pupuk bersubsidi tidak mencukupi.

Kondisi yang demikian memunculkan wacana perlunya menghilangkan disparitas

harga di pasar domestik (harga pupuk bersubsidi untuk pangan vs perkebunan besar)

dan di pasar internasional (harga pupuk bersubsidi untuk pangan vs harga dunia)

melalui pemberian subsidi langsung kepada petani. Dengan pemberian subsidi

langsung kepada petani, maka petani membeli pupuk sesuai dengan harga pasar,

sehingga diharapkan tidak ada lagi disparitas harga di pasar domestik maupun pasar

internasional. .

Selain modus subsidi tersebut, pemerintah, DPR dan masyarakat masih perlu

untuk memperbaiki sistem distribusi yang ada sekarang karena belum memenuhi HET

yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu dijaki ulang seluruh kebijakan subsidi untuk

mendapatkan rancang bangun modus dan model distribusi pupuk bersubsidi ke depan

yang efesien dan efektif.

Hasil kajian ini diharapkan memberikan kontribusi pada efisiensi dan efektifitas

pemberian subsidi pupuk oleh pemerintah. Paling tidak Rp 1 trillium lebih uang petani

dapat diselematkan apabila sistem distribusi yang dihasilkan oleh kajian ini mampu

menjual pupuk bersubsidi sesuai dengan HET; modus subsidi yang efektif tidak hanya

menghemat uang subsidi yang dikeluarkan oleh negara tetapi juga mampu merubah

tingkah laku petani dalam penggunaan pupuk yang rasional sesuai dengan dosis

anjuran.

Page 3: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

2

1.2. Tujuan dan Keluaran

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan modus subsidi

dan model distribusi pupuk bersubsidi ke depan yang efektif dan efisiensi dengan kriteria

6 (enam) tepat yaitu : tepat harga, kualitas, dosis, tempat, waktu, dan jenis. Secara rinci

tujuan kajian ini dapaat dirinci sebagai berikut :

1) Melakukan review tentang evolusi kebijakan modus subsidi dan sistem distribusi

pupuk bersubsidi

2) Melakukan evaluasi modus subsidi dan sistem distribusi pupuk bersubsidi yang

berlaku saat ini.

3) Menyusun rekomendasi modus subsidi dan sistem distribusi pupuk bersubsidi.

Adapun keluaran kajian ini adalah sebagai berikut :

1) Hasil review tentang evolusi kebijakan modus subsidi dan sistem distribusi pupuk

bersubsidi.

2) Hasil evaluasi modus subsidi dan sistem distribusi pupuk bersubsidi yang

berlaku saat ini.

3) Modus subsidi dan sistem distribusi pupuk bersubsidi.

II. KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Urgensi Kaji Ulang Modus Subsidi dan Sistem Distribusi

Modus Subsidi

Perlu diketahui bahwa subsidi harga pupuk yang diberikan kepada petani selama

ini bersifat tidak langsung dimana petani membayar harga pupuk dibawah harga pasar.

Harga yang dibayar petani tersebut biasa disebut harga eceran tertinggi (HET). Selisih

harga pasar dengan HET adalah subsidi, yang dibayarkan langsung kepada produsen

pupuk. Oleh karena itu modus subsidi harga pupuk semacam itu bisa disebut sebagai

modus subsidi harga pupuk langsung ke produsen pupuk.

Hasil sejumlah penelitian (Nizwar dkk, 2006; Yusdja dkk, 2005) menunjukkan

bahwa dalam 3 (tiga) tahun terakhir ini HET pupuk adalah tidak efektif. Ketidakefektifan

HET pupuk berarti salah satu azas dalam pendistribusian pupuk bersubsidi, yaitu tepat

harga, telah dilanggar. Banyak faktor yang menyebabkan HET pupuk tidak efektif.

Page 4: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

3

Ketidakefektifan HET menyebabkan petani dirugikan karena harus membayar harga

pupuk lebih tinggi daripada HET. Disamping petani, pemerintah yang sudah

mengeluarkan subsidi juga dirugikan dalam bentuk turunnya kredibilitas pemerintah di

mata petani. Satu-satunya pihak yang tidak dirugikan sehubungan dengan

ketidakefektifan HET pupuk adalah produsen pupuk. Hal ini karena produsen pupuk

sekurang-kurangnyua masih memperoleh keuntungan normal sesuai dengan negosiasi

yang disepakati antara mereka dengan pemerintah.

Bertitik tolak dari fakta diatas muncul wacana untuk mengubah modus subsidi

harga pupuk yang semula diberikan langsung kepada produsen pupuk menjadi

diberikan langsung kepada petani. Hal ini sejalan dengan kesepakatan antara

pemerintah derngan DPR bahwa subsidi harga pupuk adalah untuk membantu petani,

bukan pabrik pupuk (Simatupang, 2004). Dengan modus subsidi harga pupuk langsung

kepada petani, petani akan membeli pupuk sesuai dengan harga pasar. Disamping itu,

akan tercipta kesamaan harga pupuk di pasar domestik dengan pasar internasional

sehingga diharapkan akan mengurangi penyelundupan pupuk untuk ekspor.

Sistem Distribusi

Perlu diketahui bahwa sistem distribusi pupuk bersubsidi yang berlaku saat ini

bersifat terbuka dan pasif. Yang dimaksud bersifat pasif adalah bahwa penyaluran

pupuk bersubsidi dilakukan oleh produsen mulai dari pabrik sampai ke tingkat pengecer

yang selanjutnya dijual di pasar secara pasif dalam arti siapapun baik petani yang

berhak maupun bukan secara sendiri-sendiri maupun berkelompok dapat membeli

pupuk dengan cara datang ke kios pengecer yang berlokasi di kecamatan atau desa.

Yang dimaksud bersifat terbuka adalah bahwa sistem distribusi hanya memiliki delivery

system (sistem distribusi dari produsen sampai pengecer (lini IV)) dan tidak memiliki

receiving system (sistem penerimaan oleh petani). Akibatnya, pengecer resmi dapat

menjual pupuk bersubsidi kepada siapa saja termasuk kepada mereka yang tidak

berhak.

Sistem distribusi pupuk bersubsidi yang bersifat terbuka dan pasif tersebut

menyebabkan petani berpeluang besar tidak mendapatkan jumlah pupuk bersubsidi

sesuai dengan yang dibutuhkan. Dengan perkataan lain sistem distribusi tersebut

seringkali menyebabkan terjadinya langka pasok. Terjadinya langka pasok berarti

sejumlah azas dalam pendistribusian pupuk bersubsidi, seperti tepat jumlah, jenis, mutu,

waktu dan tempat, akan dilanggar. Menurut Pasaribu (2006), ketersediaan pupuk

bersubsidi seringkali lebih kecil daripada kebutuhan petani (Pasaribu, 2006). Dengan

demikian, langka pasok akan semakin mengurangi ketersediaan pupuk bersubsidi dan

Page 5: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

4

pada gilirannya akan semakin memicu terjadinya peningkatan harga pupuk bersubsidi.

Akibatnya, tingkat penggunaan pupuk di tingkat usahatani menurun dan pada gilirannya

kuantitas produksi pun juga menurun.

Bertitik tolak dari fakta diatas muncul wacana untuk mengubah sistem distribusi

pupuk bersubsidi dari bersifat terbuka dan pasif menjadi bersifat tertutup dan aktif. Yang

dimaksud bersifat aktif adalah bahwa ada kewajiban secara eksplisit bagi pengecer

resmi untuk menyalurkan/menjual habis pupuk bersubsidi yang sudah diterima dari

distributor kepada petani dalam kurun waktu tertentu. Yang dimaksud bersifat tertutup

adalah bahwa sistem distribusi pupuk bersubsidi paling tidak terdiri dari delivery system

(sistem distribusi dari produsen sampai pengecer (lini IV)) dan receiving system (sistem

penerimaan oleh petani). Kedua segmen tersebut harus menyatu agar aliran pupuk dari

produsen kepada petani tidak bocor terutama dari pengecer (lini IV) ke petani.

Pengalaman kebijakan subsidi harga pupuk yang dilakukan pada era 1980 – 1990-an

menunjukkan bahwa penerapan sistem distribusi pupuk bersubsidi yang bersifat tertutup

terbukti efektif dalam mencegah langka pasok dan menjamin HET (Simatupang dkk,

2004).

2.2. Subsidi Langsung Ke Produsen Pupuk vs Subsidi Langsung Ke

Petani

Walaupun telah ada wacana untuk mengubah modus subsidi harga pupuk yang

semula diberikan langsung kepada produsen pupuk menjadi diberikan langsung kepada

petani, namun agaknya tidak mudah memilih diantara kedua modus tersebut. Hal ini

karena masing-masing modus memiliki kekuatan/kelebihan dan kelemahan/

kekurangan. Berikut akan diuraikan kekuatan/kelebihan dan kelemahan/kekurangan

dari masing-masing modus.

Page 6: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

5

Tabel 2.1. Kekuatan dan Kelemahan Modus Subsidi Langsung Kepada Produsen Pupuk dan Modus Subsidi Langsung Kepada Petani

Modus Subsidi LangsungKepada Produsen Pupuk

Modus Subsidi langsungKepada Petani

Kekuatan:1. Pengelolaan subsidi : relatif mudah 2. Identifikasi petani penerima subsidi: tidak diperlukan

3. Efektifitas dalam meningkatkan daya beli petani untuk membeli pupuk: relatif tinggi

Kelemahan:

1. Harga pupuk: terasa relatif murah2. Dualisme pasar pupuk domestik: terjadi

Kekuatan:1. Harga pupuk: terasa relatif mahal2. Dualisme pasar pupuk domestik: tidak

terjadi3. Ketepatan subsidi mencapai sasaran:

relatif tinggi4. Potensi mark-up dana subsidi: relatif

sulit

Kelemahan:

1. Pengelolaan subsidi : relatif sulit2. Dana untuk mencetak dan

mendistribusikan kupon (voucher) : relatif besar

3. Potensi konflik antara petani dengan petugas lapang: relatif tinggi

4. Efektifitas dalam meningkatkan daya beli petani untuk membeli pupuk: relatif rendah

Ada sejumlah kekuatan/kelebihan modus subsidi harga pupuk langsung kepada

produsen pupuk. Pertama, pengelolaan subsidi adalah relatif mudah (Tabel 2.1). Hal

ini karena pemerintah hanya perlu berhubungan dengan beberapa produsen pupuk saja,

yaitu Pupuk Iskandar Muda (PIM), Pupuk Sriwijaya (PUSRI), Pupuk Kujang Cikampek

(PKC), Petro Kimia Gresik (PKG), dan Pupuk Kalimantan Timur (PKT). Kedua, tidak

diperlukan identifikasi petani penerima subsidi. Hal ini karena pengecer resmi (lini

IV) dapat menjual pupuk bersubsidi kepada siapa saja baik petani yang berhak maupun

bukan Ketiga, efektivitas dalam meningkatkan daya beli petani untuk membeli

pupuk adalah relatif tinggi. Hal ini berlaku dengan syarat apabila efektivitas HET

terjamin. Apabila efektivitas HET terjamin maka garis anggaran petani untuk membeli

pupuk bergeser ke kanan yang mencerminkan daya beli petani untuk membeli pupuk

meningkat sejalan dengan diberlakukannya HET pupuk (Gambar 2.1). Karena daya beli

petani untuk membeli pupuk meningkat maka jumlah pupuk yang sanggup dibeli

meningkat dari P1 menjadi P2.

Page 7: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

6

Gambar 2.1. Dampak Subsidi Pupuk Melalui Modus Harga Terhadap Penggunaan Pupuk

Disamping kekuatan/kelebihan yang dimiliki, ada beberapa kelemahan/

kekurangan modus subsidi harga pupuk langsung kepada produsen pupuk. Pertama,

harga pupuk terasa relatif murah (Tabel 3.1). Hal ini karena HET jauh lebih rendah

daripada harga pasar bebas. Akibatnya, petani cenderung overdosis dalam

menggunakan pupuk. Kedua, terjadi dualisme pasar pupuk domestik, yaitu pasar

pupuk dengan harga bersubsidi dan pasar pupuk dengan harga tidak bersubsidi.

Hal ini membuka peluang terjadinya aliran pupuk dari pasar bersubsidi ke pasar non-

subsidi yang memicu terjadinya langka pasok.

Sementara itu kekuatan/kelebihan modus subsidi harga pupuk langsung kepada

petani adalah sebagai berikut. Pertama, harga pupuk terasa relatif mahal (Tabel 2.1).

Hal ini karena harga pupuk yang dibayar petani adalah harga pasar bebas. Akibatnya,

petani cenderung tidak overdosis dalam penggunaan pupuk. Kedua, dualisme pasar

pupuk domestik, yaitu pasar pupuk dengan harga bersubsidi dan pasar pupuk

dengan harga tidak bersubsidi, tidak terjadi. Hal ini karena hanya ada satu harga

pupuk yang berlaku di pasar yaitu harga pasar itu sendiri. Dalam hubungan ini petani

penerima subsidi membeli pupuk dengan harga pasar. Ketiga, ketepatan subsidi

mencapai sasaran adalah relatif tinggi. Hal ini karena petani penerima subsidi telah

Pupuk (P)

Page 8: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

7

melalui seleksi dengan sejumlah kriteria tertentu. Keempat, potensi mark-up dana

subsidi adalah relatif sulit. Hal ini karena besarnya dana subsidi yang dapat di-claim

oleh produsen pupuk harus sesuai dengan jumlah kupon (voucher) yang telah

digunakan untuk membeli pupuk bersubsidi tingkat pengecer resmi.

Disamping memiliki kekuatan/kelebihan, ada beberapa kelemahan/ kekurangan

modus subsidi harga pupuk langsung kepada petani. Pertama, pengelolaan subsidi

adalah relatif sulit (Tabel 2.1). Hal ini karena pemerintah perlu berhubungan dengan

puluhan juta petani. Kedua, diperlukan identifikasi petani penerima subsidi. Hal ini

sudah barang tentu membutuhkan dana yang tidak kecil khususnya pada tahun pertama

diterapkannya modus bersangkutan. Ketiga, dibutuhkan dana relatif besar untuk

mencetak dan mendistribusikan kupon (voucher). Dana ini harus tersedia setiap

tahun selama modus tersebut diterapkan. Keempat, potensi konflik antara petani dan

petugas lapangan adalah relative tinggi. Hal ini karena walaupun petani penerima

subsidi telah melalui seleksi dengan kriteria tertentu namun tetap terbuka peluang ada

petani yang tidak menerima subsidi meskipun mereka berhak berdasarkan kriteria yang

berlaku. Kelima, efektivitas dalam meningkatkan daya beli petani untuk membeli

pupuk adalah relatif rendah. Hal ini berlaku dengan syarat apabila terjadi jual beli

kupon (voucher) guna dibelikan kebutuhan pokok sehari-hari seperti beras, minyak

tanah, dsb. Fenomena semacam itu sangat mungkin terjadi dalam kondisi daya beli

masyarakat yang rendah seperti sekarang ini. Karena kupon (voucher) dijual untuk

mendapatkan uang tunai guna membeli makanan maka anggaran petani untuk membeli

makanan bergeser ke kanan sedangkan anggaran petani untuk membeli pupuk tetap

pada posisi semula (tidak bergeser) (Gambar 2.2). Ini berarti daya beli petani untuk

membeli makanan meningkat, sedangkan daya beli petani untuk membeli pupuk adalah

tetap. Karena daya beli petani untuk membeli pupuk adalah tetap maka jumlah pupuk

yang sanggup dibeli petani tidak berubah yaitu tetap sebesar P1. Akibatnya, kuantitas

produksi yang diperoleh juga tetap. Dengan demikian pemberian subsidi harga pupuk

yang dimaksudkan oleh pemerintah agar petani mampu meningkatkan penggunaan

pupuk dan sekaligus meningkatkan kuantitas produksi menjadi sia-sia.

Page 9: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

8

Gambar 2.2.Dampak Subsidi Pupuk Melalui Modus Tunai Terhadap Penggunaan Pupuk

2.3. Sistem Distribusi Terbuka vs Sistem Distribusi Tertutup

Seperti halnya dalam memilih diantara 2(dua) modus subsidi, dalam memilih

diantara 2 (dua) sistem distribusi ditemukan juga kesulitan karena masing-masing

sistem distribusi memiliki kekuatan/kelebihan maupun kelemahan/kekurangan. Berikut

akan diuraikan kekuatan/kelebihan dan kelemahan/kekurangan dari masing-masing

sistem.

Ada sejumlah kekuatan/kelebihan sistem distribusi terbuka. Pertama,

keberadaan kelompok tani adalah tidak mutlak (Tabel 2.2). Seperti telah diuraikan

sebelumnya bahwa sistem distribusi terbuka hanya memiliki delivery system (sistem

distribusi dari produsen sampai ke pengecer (lini IV)) dan tidak memiliki receiving

system (sistem penerimaan oleh petani). Komponen utama dalam receiving system

adalah kelompok tani. Hal ini karena secara ekonomi pembelian saprodi oleh kelompok

tani maupun pendistribusian saprodi lewat kelompok tani adalah efisien. Karena sistem

distribusi terbuka tidak memiliki receiving system maka keberadaan kelompok tani

adalah tidak mutlak. Perlu diketahui bahwa pada era sebelum reformasi eksistensi

Pupuk (P)

Page 10: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

9

kelompok tani terkait dengan keberadaan kredit usahatani. Sejalan dengan tidak ada

lagi kredit usahatani sejak era reformasi maka sejak itu pula eksistensi kelompok tani

surut. Kedua, keberadaan Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) adalah tidak mutlak.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tugas PPL adalah membantu kelompok tani

dalam menyusun dan mengoreksi rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) untuk

pupuk. Karena dalam sistem distribusi terbuka tidak dibutuhkan RDKK maka

keberadaan PPL adalah tidak mutlak. Ketiga, tidak ada kewajiban bagi pengecer

resmi untuk menyalurkan/menjual pupuk bersubsidi kepada petani dalam kurun

waktu tertentu. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa dalam sistem

distribusi terbuka pengecer resmi dapat menjual pupuk bersubsidi kepada siapa saja

baik petani yang berhak maupun bukan, sehingga tidak ada kewajiban bagi pengecer

resmi untuk menyalurkan/menjual pupuk bersubsidi kepada petani dalam kurun waktu

tertentu.

Disamping kekuatan/kelebihan yang dimiliki, ada beberapa kelemahan/

kekurangan sistem distribusi terbuka. Pertama, peluang petani menggunakan pupuk

secara overdosis adalah relatif tinggi (Tabel 2.2). Hal ini karena dalam sistem

distribusi terbuka volume pembelian pupuk oleh petani di tingkat pengecer resmi tidak

dibatasi. Kedua, ketepatan pupuk bersubsidi mencapai sasaran adalah relatif

rendah. Hal ini karena dalam sistem distribusi terbuka pengecer resmi dapat menjual

pupuk bersubsidi kepada siapa saja baik petani yang berhak maupun bukan. Ketiga,

keakuratan data volume pupuk bersubsidi yang telah disalurkan adalah relatif

rendah. Hal ini karena yang mencatat realisasi penyaluran pupuk bersubsidi dari

produsen ke pengecer resmi adalah produsen itu sendiri, sehingga potensi terjadi

penyimpangan khususnya terhadap besaran penyaluran adalah relatif tinggi.

Sementara itu kekuatan/kelebihan sistem distribusi tertutup adalah sebagai

berikut. Pertama, peluang petani menggunakan pupuk secara overdosis adalah

relatif rendah (Tabel 2.2). Hal ini karena dalam sistem distribusi tertutup volume pupuk

yang dibutuhkan masing-masing petani dituangkan dalam RDKK dan RDKK ini dikoreksi

oleh PPL guna menyesuaikan kebutuhan pupuk setiap petani dengan dosis

rekomendasi. Kedua, ketepatan pupuk bersubsidi mencapai sasaran adalah relatif

tinggi. Hal ini karena dalam sistem distribusi tertutup kelompok tani-kelompok tani

kemana pengecer resmi harus menyalurkan/menjual pupuk bersubsidi sudah

ditentukan.

Page 11: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

10

Tabel 2.2. Kekuatan dan Kelemahan Sistem Distribusi Terbuka dan Sistem Distribusi Tertutup

Sistem Distribusi Terbuka Sistem Distribusi Tertutup

Kekuatan:1. Keberadaan kelompok tani: tidak mutlak 2. Keberadaan PPL: tidak mutlak3. Kewajiban bagi pengecer resmi untuk

menyalurkan/menjual pupuk bersubsidi kepada petani dalam kurun waktu tertentu: tidak ada

Kelemahan:

1. Peluang petani menggunakan pupuk secara overdosis: relatif tinggi2. Ketepatan pupuk bersubsidi mencapai

sasaran: relatif rendah

3. Keakuratan data volume pupuk bersubsidi yang telah disalurkan : relatif rendah

Kekuatan:1. Peluang petani menggunakan pupuk

secara overdosis: relatif rendah2. Ketepatan pupuk bersubsidi mencapai

sasaran: relatif tinggi

Kelemahan:

1. Keberadaan kelompok tani: mutlak 2. Keberadaan PPL: mutlak

1. Kewajiban bagi pengecer resmi untuk menyalurkan/menjual pupuk bersubsidi kepada petani dalam kurun waktu tertentu: ada

Disamping memiliki kekuatan/kelebihan, ada beberapa kelemahan/ kekurangan

sistem distribusi tertutup. Pertama, keberadaan kelompok tani adalah mutlak (Tabel

2.2). . Hal ini karena dalam sistem distribusi tertutup selain delivery system (sistem

distribusi dari produsen sampai ke pengecer (lini IV)), harus ada receiving system

(sistem penerimaan oleh petani). Komponen utama dalam receiving system adalah

kelompok tani, sehingga keberadaan kelompok tani adalah mutlak. Kedua,

keberadaan Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) adalah mutlak. Hal ini karena dalam

sistem distribusi tertutup kebutuhan pupuk setiap petani harus tertuang dalam rencana

definitif kebutuhan kelompok (RDKK) untuk pupuk. Dalam hubungan ini PPL bertugas

membantu kelompok tani dalam menyusun dan mengoreksi RDKK, sehingga

keberadaan PPL adalah mutlak. Ketiga, ada kewajiban bagi pengecer resmi untuk

menyalurkan/menjual pupuk bersubsidi kepada petani dalam kurun waktu

tertentu. Sebagaimana disebutkan diatas bahwa dalam sistem distribusi tertutup

kelompok tani-kelompok tani kemana pengecer resmi harus menyalurkan/menjual pupuk

bersubsidi sudah ditentukan, sehingga ada kewajiban bagi pengecer resmi untuk

menyalurkan/menjual pupuk bersubsidi kepada kelompok tani dalam kurun waktu

tertentu.

Page 12: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

11

II. METODA PENELITIAN

3.1. Perencanaan Sampling

Lokasi

Sesuai dengan tujuan penelitian, pemilihan provinsi lokasi penelitian ditentukan

secara purposive dengan kriteria sebagai daerah sentra produksi padi di pulau

bersangkutan. Provinsi-provinsi yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah Sumatera

Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi

Selatan.

Responden

Sesuai dengan tujuan penelitian, dalam penelitian ini akan digunakan baik data primer

maupun data sekunder. Data primer akan dikumpulkan dari pelaku distribusi pupuk

bersubsidi, pengguna pupuk bersubsidi dalam hal ini petani padi, dan Penyuluh

Pertanian Lapang (PPL). Pelaku distribusi pupuk bersubsidi terdiri dari produsen pupuk,

distributor, pengecer resmi, dan kelompok tani. Dengan demikian ada 6 (lima) jenis

responden yang merupakan sumber data primer, yaitu (a) produsen pupuk, (b)

distributor, (c) pengecer resmi, (d) kelompok tani, (e) petani padi, dan PPL. Agar

diperoleh informasi berkesinambungan dan konsisten maka pelaku distribusi pupuk

bersubsidi yang dipilih sebagai responden adalah mereka yang berada dalam satu

rantai pemasaran. Data sekunder akan dikumpulkan dari sejumlah instansi pemerintah

yang terkait dengan kebijaksanaan subsidi pupuk, yaitu (a) Departemen Pertanian baik

di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten, (b) Departemen Perdagangan baik di

tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten, dan (c) BUMN produsen pupuk (PT Pupuk

Sriwijaya, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang

Cikampek, dan PT Petrokimia Gresik).

Data dan Cara Pengumpulannya

Pengumpulan informasi dari responden-responden yang merupakan sumber

data primer (produsen pupuk, distributor, pengecer resmi, kelompok tani, petani padi,

dan PPL) dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur.

Sementara itu pengumpulan informasi dari responden-responden yang merupakan

sumber data sekunder (sejumlah instansi pemerintah dan produsen pupuk) dilakukan

Page 13: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

12

lewat wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang berisi pokok-pokok

informasi yang hendak digali.

3.2. Analisa Data

Review tentang evolusi kebijakan modus subsidi dan sistem distribusi pupuk

bersubsidi akan dilakukan secara deskriptif. Evaluasi modus subsidi dan sistem

distribusi pupuk bersubsidi yang berlaku saat ini juga akan dilakukan secara deskriptif

dengan mempergunakan tabulasi.

IV. HASIL PENELITIAN.

4.1. Review Evolusi Kebijakan Modus Subsidi dan Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi

4.1.1.Modus Subsidi: Tunai Ke Produsen vs Tunai Ke Petani

Subsidi pupuk pertama kali diberikan kepada petani Indonesia pada tahun 19791

dengan modus subsidi harga yang diberikan langsung kepada produsen. Selama

periode tahun 1979-1998, subsidi pupuk diberikan dalam bentuk subsidi harga dengan

menetapkan harga eceran tertinggi (HET) di tingkat petani yang lebih rendah dari harga

pasar dan selisih HET dengan harga pasar ditanggung oleh pemerintah dan diberikan

kepada produsen karena produsen menjual sesuai dengan HET dibawah harga pasar.

Pupuk bersubsidi disalurkan melalui Koperasi Unit Desa (KUD) di bawah koordinasi dan

tanggung jawab PT. Pusri. Pembelian pupuk oleh petani dilakukan dengan sistem kredit

bersubsidi yang disalurkan melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI).

1 Sebelum tahun 1979, kebutuhan pupuk petani disediakan oleh swasta. Sejak awal berproduksi, pada

Bulan Oktober 1963 sampai dengan tahun 1967, PT Pusri hanya sebagai produsen, sedangkan PT Pertani sebagai pembeli tunggal yang memasarkan kepada konsumen. Pada tahun 1968-1969, pembayaran dari PT Pertani mengalami kemacetan, sejak itu PT Pusri mulai memasarkan sendiri dengan menggunakan jasa perusahaan-perusahaan tertentu (CV Tulus Karya, FA Taman Sari, CV Tiga Daya dan CV Toyamas). Tahun 1970, Unit Pemasaran PT Pusri dibentuk dengan fungsinya mendistribusikan dan menyalurkan sarana produksi pertanian. Tahun 1970-1971, mulai dibentuk KPW di beberapa propinsi antara lain Jatim, Jateng, Jabar, Sumsel, Sumut dan Sulsel. Pembentukan ini berhubungan denganditetapkannya PT Pusri sebagai distributor/ importir pupuk TSP dan Urea untuk memenuhi program BIMAS/INMAS tanaman pangan sesuai surat Mentan/Ketua BP.Bimas No.380/KP/UM/7/70 tanggal 17 Juli 1970 bersama-sama dengan importir/distributor lainnya yaitu PN Pertamina, PT Panca Niaga, PT Cipta Niaga, PT Intrada, PT Lamtoro Agung dan PT Jaya NIaga. PT Pusri diharuskan bertanggungjawab atas kelancaran penyediaan pupuk. Berdasarkan Keputusan Pemerintah Nomor : 56/KP/II/1979 tanggal 15 Februari 1979, PT Pusri ditunjuk sebagai Distributor Nasional untuk seluruh jenis pupuk bersubsidi (Urea, TSP, & DAP). Fungsinya mendistribusikan dan menyalurkan pupuk bersubsidi baik produksi dalam negeri maupun impor untuk kebutuhan sektor pertanian sampai Lini IV. Dalam perjalanan waktu, jenis pupuk ditambah dengan pupuk ZA, KCl, ZK, KS, KNO3 dan SP-36 (Sumber : www.pusri.co.id)

Page 14: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

13

Pada periode tahun 1999-2000, subsidi dan tataniaga pupuk dicabut, dan

distribusi pupuk dibiarkan sesuai dengan mekanisme pasar bebas. Penghentian subsidi

dan deregulasi pemasaran pupuk merupakan pelaksanaan dari (Letter of Intent) antara

Presiden Republik Indonesia dan International Monetery Fund (IMF), sebagai bagian

dari rencana aksi pemulihan ekonomi Indonesia dari terpaan krisis yang terjadi sejak

akhir tahun 1997. Pencabutan subsidi dan deregulasi pasar telah menyebabkan harga

pupuk di tingkat petani sepenuhnya tergantung pada pasar pupuk internasional. Selama

tahun 1999 harga pupuk cukup rendah dan stabil, karena harga pupuk dunia cenderung

turun, sementara nilai rupiah cenderung menguat.

Peningkatan harga pupuk dunia akibat peningkatan harga gas sejak tahun 2000

telah mendorong pemerintah kembali memberikan subsidi pupuk pada tahun 2001.

Selama periode tahun 2001-2002, subsidi pupuk diberikan dalam bentuk insentif gas

domestik (IGD) untuk produksi pupuk Urea. IGD memang tidak disebut sebagai subsidi

pupuk dan jumlahnya pun tidak begitu besar.

Peningkatan harga gas yang terus berlanjut telah mendorong pabrik pupuk Urea

menuntut subsidi yang lebih besar. Di sisi lain, peningkatan harga pupuk dunia

memaksa pemerintah untuk mengendalikan harga pupuk domestik dalam rangka

membantu petani dan mencegah dampak negatifnya terhadap kinerja sektor pertanian.

Oleh karena itu, sejak tahun 2003, pemerintah meningkatkan dan memperluas subsidi,

tidak saja subsidi gas untuk Urea, tetapi juga subsidi harga untuk pupuk lainnya (SP-36,

ZA dan NPK). Sebagai imbalannya, pabrik pupuk wajib menyalurkan pupuk setiap saat

dalam jumlah yang cukup pada HET yang ditetapkan pemerintah.

Berakhirnya masa kontrak GAS beberapa pabrik pupuk yang dimulai tahun 2005

dan memperbaharui dengan kontrak GAS baru dan harga GAS baru yang lebih tinggi

menyebabkan pabrik pupuk mengalami kerugian dengan modus subsidi harga melalui

insentif GAS. Oleh karena itu, dengan persetujuan DPR, mulai bulan November 2006,

pemerintah menerapkan subsidi harga (bukan insentif GAS) untuk pupuk urea. Dengan

demikian sejak November 2006 modus ssubsidi pupuk kembali seperti tahun 1998.

Salah satu dampak kebaijakan tersebut adalah kebutuhan dana subsidi pupuk melonjak

tajam, Kalau pada tahun 2005 sebesar Rp 2.6 trilliun, maka pada atahun 2007 dengan

volume yang sama meningkat menjadi sekitar Rp 5.8 trilliun.

Walaupun subsidi mengalami peningkatan yang sangat signifikan, namun HET

yang dijanjikan oleh produsen tidak pernah dinikmati petani. Padahal tangung jawab

distribusi pupuk bersubsidi telah diserahkan kepada produsen. Apabila terjadi

Page 15: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

14

peningkatan harga sebesar Rp 200 di atas HET, maka petani mensubsidi produsen

sebagai penanggung jawab distribusi pupuk sebesar Rp 1 trilliun lebih. Dengan

demikian, selain produsen memperoleh subsidi dari pemerintah, produsen juga

menerima subsidi dari petani. Kondisi ini menunjukkan adanya in-efisiensi dan in-

efektivitas pemberian subsisi pupuk. Oleh karena itu, perlu dilakukan kaji ulang seluruh

kebiajakn modus subsidi pupuk untuk mendapatkan rancang bangun modus subsidi

yang mampu mengefisienskan dan mengefektifkan subsidi itu sendiri.

4.1.2.Sistem Distribusi : Terbuka vs Tertutup

Periode 1070-1998

Sejak awal berproduksi, pada Bulan Oktober 1963 sampai dengan tahun 1967,

PT Pusri hanya sebagai produsen, sedangkan PT Pertani sebagai pembeli tunggal yang

memasarkan kepada konsumen. Pada tahun 1968-1969, pembayaran dari PT Pertani

mengalami kemacetan, sejak itu PT Pusri mulai memasarkan sendiri dengan

menggunakan jasa perusahaan-perusahaan tertentu (CV Tulus Karya, FA Taman Sari,

CV Tiga Daya dan CV Toyamas).

Tahun 1970, Unit Pemasaran PT Pusri dibentuk dengan fungsinya

mendistribusikan dan menyalurkan sarana produksi pertanian. Tahun 1970-1971, mulai

dibentuk KPW di beberapa propinsi antara lain Jatim, Jateng, Jabar, Sumsel, Sumut dan

Sulsel. Pembentukan ini berhubungan dengan ditetapkannya PT Pusri sebagai

distributor/ importir pupuk TSP dan Urea untuk memenuhi program BIMAS/INMAS

tanaman pangan sesuai surat Mentan/Ketua BP.Bimas No.380/KP/UM/7/70 tanggal 17

Juli 1970 bersama-sama dengan importir/distributor lainnya yaitu PN Pertamina, PT

Panca Niaga, PT Cipta Niaga, PT Intrada, PT Lamtoro Agung dan PT Jaya NIaga. PT

Pusri diharuskan bertanggungjawab atas kelancaran penyediaan pupuk.

Berdasarkan Keputusan Pemerintah Nomor : 56/KP/II/1979 tanggal 15 Februari

1979, PT Pusri ditunjuk sebagai Distributor Nasional untuk seluruh jenis pupuk

bersubsidi (Urea, TSP, & DAP). Fungsinya mendistribusikan dan menyalurkan pupuk

bersubsidi baik produksi dalam negeri maupun impor untuk kebutuhan sektor pertanian

sampai Lini IV. Dalam perjalanan waktu, jenis pupuk ditambah dengan pupuk ZA, KCl,

ZK, KS, KNO3 dan SP-36. Pelaksanaan atas SK Menteri Perdagangan dan Koperasi

Nomor : 56/KP/II/1979 diatur lebih rinci dalam Surat Keputusan No.

004/Dagri/Kp/II/1979.

Page 16: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

15

Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.91/KP/III/83 mengatur

tentang Ketentuan Pengadaan dan Penyaluran Pupuk serta Pestisida untuk Sektor

BIMAS dan non BIMAS. Penyaluran pupuk Urea, TSP, DAP, KCl, ZA yang berasal dari

produsen dalam negeri maupun impor untuk kebutuhan BIMAS/INMAS dan non BIMAS

merupakan tanggung jawab PT Pusri, sedangkan KUD/PUSKUD ditunjuk sebagai

penyalur dari Lini III ke Lini IV mulai MT 1983.

SK Menteri Perdagangan No.1075/KP/VIII/84 tentang Pengadaan dan

Penyaluran Pupuk dan Pestisida Bersubsidi. PT Pusri masih bertanggung jawab dalam

pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi. Prioritas penyalur yang ditunjuk oleh PT

Pusri adalah Koperasi, Persero Niaga, dan Swasta. Jika penyalur tersebut tidak dapat

memenuhi tanggung jawabnya, PT Pusri berkewajiban melaksanakan penyaluran

sampai ke Lini IV.

SK Menteri Perdagangan No. 61/KP/2/1988 tentang Pengadaan dan Penyaluran

Pupuk dan Pestisida Bersubsidi. Penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini III ke Lini IV

dilakukan oleh KUD Penyalur yang ditunjuk oleh PT Pusri. Keputusan Bersama Direktur

Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan Direktur Jenderal Bina Usaha Koperasi No.

03/DAGRI/KP/II/1988 dan No. 60/BUK/SKB/II/1988 tanggal 29 Februari 1988 tentang

Pelaksanaan Keputusan Menteri Perdagangan No. 61/KP/II/1988 mengenai Pengadaan

dan Penyaluran Pupuk dan Pestisida Bersubsidi. KUD penyalur untuk pupuk dan

pestisida bersubsidi adalah KUD yang telah mendapat rekomendasi dari Direktur

Jenderal Bina Usaha Koperasi/Pejabat yang ditunjuk.

SK Menteri Perdagangan No. 60/KP/IV/1989 tanggal 01 April 1989 tentang

Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi. Pupuk bersubsidi digunakan untuk

keperluan Intensifikasi dan Non Intensifikasi. Pengadaan dan penyaluran pupuk

bersubsidi dari dalam negeri dari Lini I maupun impor dari Lini II sampai dengan Lini IV,

menjadi tanggung jawab PT Pusri. Dalam hal penyaluran pupuk dari Lini III ke Lini IV,

dilakukan oleh KUD penyalur. Pelaksanaan dari SK No. 60/KP/IV/1989 diatur dalam

Surat Keputusan Bersama Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan Direktur

Jenderal Bina Usaha Koperasi Nomor : 02/DAGRI/KP/IV/1989 dan No

117/SKB/BUK/IV/1989. Melalui Keputusan Pemerintah No. 831/KMK.016/1993 tanggal

16 Oktober 1993 jenis pupuk KCl, KS, ZK dan KNO3 tidak disubsidi lagi oleh

Pemerintah. Melalui Keputusan No. 495/KMK.016/1994 tanggal 08 Oktober 1994,

dinyatakan bahwa jenis pupuk ZA dan TSP/SP-36 tidak disubsidi lagi oleh Pemerintah.

Page 17: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

16

SK Menteri Perdagangan No. 182/KP/VIII/95 tentang Pengadaan dan

Penyaluran Pupuk untuk Tanaman Pangan. SK ini mencabut Keputusan Menteri

Perdagangan No. 60/KP/IV/1989 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi.

Pupuk yang diatur adalah Urea, TSP/SP-36 dan ZA. PT Pusri bertanggung jawab

terhadap pengadaan dan penyaluran pupuk urea, sedangkan PT Petrokimia Gresik

bertanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk TSP/SP-36 dan ZA, mulai

dari Lini I sampai Lini IV. PT Pusri dan PT Petrokimia Gresik bekerjasama dengan

produsen/importir pupuk dalam pengadaan dan penyaluran pupuk tersebut.

SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 38/MPP/Kep/3/96 tentang

Pengadaan dan Penyaluran Pupuk untuk Sektor Pertanian. Tanggung jawab atas

pengadaan dan penyaluran pupuk Urea, SP-36/TSP dan ZA dari Lini I sampai dengan

IV untuk Sub Sektor Tanaman Pangan dilaksanakan oleh PT Pusri. KUD penyalur

ditunjuk oleh PT Pusri, sedangkan KUD pengecer dan pengecer ditunjuk oleh KUD

penyalur dengan persetujuan PT Pusri.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28/1997 tanggal 07 Agustus 1997

dibentuk holding BUMN pupuk yang terdiri dari PT Pusri, PT Pupuk Iskandar Muda (PT

PIM), PT Pupuk Kujang, PT Petrokimia Gresik dan PT Pupuk Kaltim. Kegiatan distribusi

dan pemasaran pupuk tetap dilaksanakan oleh PT Pusri.

Melalui Keputusan Pemerintah No. 207/KMK.016/1998 tanggal 09 April 1998,

disebutkan bahwa jenis pupuk ZA dan SP-36 untuk sektor pertanian disubsidi lagi oleh

pemerintah. SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 378/MPP/Kep/8/1998

tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk untuk Sektor Pertanian. Pupuk bersubsidi

(urea, SP-36, ZA dan KCl) untuk tanaman pangan, perikanan, peternakan dan

perkebunan rakyat merupakan barang dalam pengawasan. PT Pusri sebagai pelaksana

dan penanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I

sampai IV. Produsen pupuk wajib mencantumkan tulisan "Bersubsidi" pada sisi depan

kantong pupuk.

Selama periode 1970-1998, sistim distribusi pupuk bersubsidi bersifat tertutup.

Distribusi pupuk dari lini I dan lini IV menjadi tanggung jawab produsen, termasuk KUD

sebagai mitra pengecer di lini IV. Petani dalam membeli pupuk diwajibkan berkelompok

dan menebus pupuk sesuai dengan kebutuhan pupuk yang tertuang dalam RDKK

(Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Pupuk yang disalurkan oleh KUD dan mitra

swasta produsen yang menjadi pengecer tidak boleh disalurkan di luar peruntukannya.

Namun demikian karena adanya perbedaan harga antara harga pupuk bersubsidi untuk

Page 18: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

17

pangan vs harga pupuk non susbsidi untuk perkebuanan besar, dan harga pupuk

bersubsidi untuk pangan vs harga dunia, sering terjadi penjualan pupuk subsidi ke

perkebunan besar, dan penyelundupan ekspor. Inilah persoalan kebocoran distribusi

yang belum dapat diselesaikan.

Periode 1999 - 2000

Melalui media elektronik pada tanggal 01 Desember 1998, Menteri Pertanian RI

mengumumkan bahwa tata niaga pupuk tidak diatur lagi dan subsidi pupuk dihapuskan.

Namun melalui Keputusan Pemerintah No. 26/MPP/Kep/1999 tanggal 14 Januari 1999,

PT Pusri masih ditunjuk sebagai penanggung jawab pengadaan dan penyaluran serta

ketersediaan stok pupuk urea, SP-36/TSP, ZA dan KCl bagi petani tanaman pangan di

daerah-daerah yang sulit dijangkau sesuai Ketetapan Menteri Pertanian. Tambahan

biaya distribusi dimintakan kepada Menteri Keuangan. PT Pusri (holding) masih

mengambil posisi berkepihakan pada kepentingan petani.

Periode 2000- 2006

Untuk membantu pabrik pupuk urea agar dapat berproduksi secara

berkesinambungan, pemerintah memberikan fasilitas IGD (Insentif Gas Domestik)

kepada PT Pusri, PT Pupuk Kaltim, dan PT Pupuk Kujang melalui Surat Menteri

Keuangan nomor : S-588/MK.017/2000 tanggal 24 November 2000 dan Surat No. S-

650/MK.017/2000 tanggal 26 Desember 2000. Harga gas yang menjadi beban PT Pusri

(Pusri IB, II, III, dan IV), PT Pupuk Kaltim atas konsumsi gas tambahan (volume melebihi

kontrak) pada Kaltim I, II dan III serta PT Pupuk Kujang adalah sebesar US$ 1,3 per

MMBTU.

Pemerintah mengatur kembali tata niaga pupuk urea melalui keputusan

Menperindag Nomor : 93/MPP/Kep/3/2001 tanggal 14 Maret 2001 tentang pengadaan

dan penyaluran pupuk urea untuk sektor pertanian. Penyaluran pupuk urea untuk

tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan rakyat dilaksanakan oleh unit

niaga PT Pusri, produsen, distributor dan pengecer. SK ini juga memuat tentang

persyaratan sebagai distributor.

Surat Keputusan (SK) Menperindag No 70/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11 Februari

2003 telah mengatur kembali pola Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk

Sektor Pertanian, yaitu dengan pola rayonisasi distribusi pupuk bagi produsen pupuk.

Dalam hal ini, Menperindag menetapkan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) bertanggung

jawab terhadap distribusi pupuk urea ke Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan

Page 19: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

18

Sumatera Utara. PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) bertanggung jawab atas distribusi pupuk

ke Propinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau, Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka

Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY, dan Kalimantan Barat.

Sedangkan PT Pupuk Kujang mendistribusikan ke Propinsi Jawa Barat dan PT

Petrokimia Gresik (Petrogres) ke Propinsi Jawa Timur. Sementara PT Pupuk Kaltim

(PKT) mendistribusikannya ke Propinsi Bali, NTB, NTT, Kalimantan Tengah, Kalimantan

Selatan, Kalimantan timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,

Gorontalo, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara dan Papua.

Kemudian menyusul Surat Keputusan No. 306/MPP/Kep/4/2003 yang mengatur

tentang perubahan atas Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No

70/MPP/Kep/2/2003 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor

Pertanian. SK ini mengatur tentang syarat-syarat bagi importir serta tatacara pengadaan

pupuk bersubsidi dan non subsidi melalui impor.

Dalam rangka lebih meningkatkan kelancaran pengadaan dan pendistribusian

pupuk bersubsidi, maka Pemerintah menerbitkan Surat Keputusan nomor :

356/MPP/Kep/5/2004 tanggal 27 Mei 2004 yang menegaskan kembali tanggung jawab

masing-masing Produsen, Distributor, Pengecer serta pengawasan terhadap

pelaksanaannya dilapangan.

Sistem distribusi pupuk disempurnakan lagi melalui Permendag No 03/M-

DAG/PER/2/2006, tanggal 16 Pebruari 2006, dimana kelompok tani dapat membeli

langsung kepada distributor di lini III, dan kelemahan sistem distribusi ini dibanding

sistem distribusi nomor : 356/MPP/Kep/5/2004 adalah produsen tidak bertanggung

jawab penuh atas sistem distribusi dari Lni I sampai Lini IV, tetapi ditanggung bersama

distributor dan pengecer. Apabila kejadian kenaikan harga dan langkanya pasokan

terjadi di Lini II, maka yang bertanggung jawab adalah produsen, bila terjadi di Lini III

yang bertanggung jawab adalah distributor, dan bila terjadi di lini IV yang bertanggung

jawab adalah pengecer. Namun sistem distribusi berdasarkan Permendag No 03/M-

DAG/PER/2/2006 sudah bersifat semi tertutup. Dengan demikian, selama periode

2001 – 2006 sistem distribusi pupuk sedang menuju sistim tertutup.

Page 20: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

19

4.2. Evaluasi Modus Subsidi dan Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi di Tingkat Petani

4.2.1. Jenis Pupuk yang Digunakan Petani, Tingkat Partisipasi, dan Tingkat Penggunaannya per HektarJenis pupuk yang digunakan petani di provinsi-provinsi lokasi penelitian meliputi

Urea, SP-36, ZA, NPK dan KCL. Tingkat partisipasi petani dalam penggunaan pupuk

adalah bervariasi menurut jenis pupuk. Tingkat partisipasi tertinggi ditunjukkan dalam

penggunaan urea (98,60 %), selanjutnya berturut-turut diikuti oleh SP-36 (73 %), NPK

(41,10 %), ZA (33,34 %) dan tingkat partisipasi terendah ditunjukkan dalam penggunaan

KCL (28,67 %) (Tabel Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa dalam berusahatani

petani secara umum lebih mengandalkan pupuk urea dalam meningkatkan produktivitas.

Seperti halnya tingkat partisipasi petani dalam penggunaan pupuk, tingkat

penggunaan pupuk per hektar juga bervariasi menurut jenis pupuk. Tingkat

pengggunaan tertinggi ditunjukkan dalam penggunaan urea (209,32 kg per hektar),

selanjutnya berturut-turut diikuti oleh NPK (111,77 kg per hektar), SP-36 (85,82 kg per

hektar), KCL (51,27 kg per hektar), dan tingkat penggunaan terendah ditunjukkan dalam

penggunaan ZA (49,41 kg per hektar) (Tabel Lampiran 1).

Dalam pembelian pupuk ada 2 (dua) cara pembayaran yang dilakukan

responden, yaitu bayar secara tunai dan bayar setelah panen (yarnen). Diantara dua

cara pembayaran ini, bayar secara tunai relatif lebih banyak dilakukan responden

daripada bayar setelah panen baik dalam pembelian pupuk urea, SP-36, ZA, NPK

maupun KCL. Proporsi cara pembayaran dalam pembelian setiap jenis pupuk adalah

sebagai berikut: urea (62,05 % tunai dan 37,95 % yarnen), SP-36 (59,91 % tunai dan

40,10 % yarnen), ZA (67,67 % tunai dan 32,26 % yarnen), NPK (64,27 % tunai dan

35,73 % yarnen), dan KCL (55,36 % tunai dan 44,04 % yarnen). Secara umum harga

beli secara yarnen relatif lebih mahal daripada harga beli secara tunai (Tabel Lampiran

1). Masih relatif tingginya proporsi responden yang melakukan pembayaran setelah

panen (yarnen) dalam pembelian pupuk mengindikasikan bahwa harga pupuk

bersubsidi masih dianggap mahal ditinjau dari segi daya beli mereka.

Secara umum pangsa nilai pupuk urea, SP-36, ZA, NPK dan KCL terhadap biaya

total tunai dengan sewa lahan adalah 16,22 persen, sedangkan terhadap biaya total

tunai tanpa sewa lahan adalah 18,24 persen. Angka pangsa ini adalah relatif tinggi.

Setiap kali HET dinaikkan atau besaran subsidi pupuk per satuan berat diturunkan maka

pangsa nilai pupuk terhadap biaya total tunai dengan maupun tanpa sewa lahan juga

akan meningkat. Dengan perkataan lain kenaikan HET atau penurunan besaran subsidi

Page 21: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

20

pupuk per satuan berat akan meningkatkan beban petani khususnya yang berskala kecil

dalam menanggung biaya usahatani.

4.2.2. Evaluasi Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi Di Tingkat Petani

Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi sistem distribusi pupuk bersubsidi di

tingkat petani adalah terpenuhi tidaknya azas 6 tepat (harga, tempat, waktu, jumlah,

kualitas, dan jenis) dalam distribusi pupuk bersubsidi di tingkat petani. Dalam hubungan

ini tepat harga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana harga pembelian pupuk oleh

petani secara kontandi tingkat pengecer/kios resmi per saknya sama dengan harga

eceran tertinggi (HET). Tepat tempat didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana pupuk

tersedia di dekat/di sekitar rumah.lahan petani yang diindikasikan dengan pembelian

pupuk oleh petani dilakukan di kios di dalam desa. Tepat waktu didefinisikan sebagai

suatu kondisi dimana pupuk secara fisik tersedia pada saat dibutuhkan oleh petani. Hal

ini didasarkan jawaban subyektif petani. Tepat jumlah/dosis didefinisikan sebagai suatu

kondisi dimana jumlah/dosis pupuk yang dibutuhkan petani terpenuhi yang diindikasikan

oleh terpenuhinya dosis rekomendasi atau terpenuhinya dosis kebiasaan petani. Tepat

jenis didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana jenis-jenis pupuk yang dibutuhkan

petani tersedia. Sementara itu tepat mutu didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana

mutu pupuk yang dukehendaki oleh petani terpenuhi.

Karena jenis-jenis pupuk yang secara resmi direkomendasikan oleh pemerintah

untuk digunakan oleh petani adalah urea, SP-36, ZA, NPK dan KCL maka apabila

responden di provinsi lokasi penelitian menggunakan jenis-jenis pupuk tersebut maka

dianggap bahwa tepat jenis dalam distribusi pupuk di tingkat petani telah terwujud.

Demikian pula karena sulit mencari variabel yang dapat digunakan untuk mengukur

kualitas pupuk yang didistribusikan ke petani, maka kita harus percaya bahwa pupuk

yang didistribusikan ke petani oleh BUMN telah memiliki kualitas sesuai dengan yang

dibutuhkan petani. Berdasarkan pertimbangan ini, dari 6 tepat hanya 4 tepat yang akan

dijadikan kriteria dalam mengevaluasi sistem distribusi pupuk di tingkat petani, yaitu:

tepat harga, tepat tempat, tepat waktu dan tepat jumlah/dosis.

Perlu diketahui bahwa sistem subsidi maupun sistem distribusi berpengaruh

terhadap terpenuhinya azas 6 tepat dalam distribusi pupuk di tingkat petani. Hal ini

secara jelas diilustrasikan pada Gambar 4.1. Sistem subsidi mencakup antara lain

modus subsidi (ke pabrik vs ke petani), penerima subsidi (semua skala usahatani vs

usahatani berskala tertentu), dan besarnya dana subsidi (terbatas vs tidak terbatas).

Page 22: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

SistemSubsidi

Modus Subsidi(ke pabrik vs ke

petani)

Penerima Subsidi

(semua skala usahatani vs

usahatani berskala tertentu

Dana Subsidi(terbatas vs

tidak terbatas)

Dampak yang muncul a.l:

Volume pupuk bersubsidi terbatas

Disparitas harga antar skala usahatani

Disparitas harga pupuk domestik dan harga pupuk internasio- nal

Azas 6 tepat dalam distribusi pupuk:

tepat harga

tepat waktu

tepat tempat

tepat jumlah

tepat jenis

tepat kualitas

Sistem Distribusi

Sifat sistem(pasif/terbuka

vs aktif/tertutup)

Perilaku Pelaku

Distribusi(menyimpang

atau tidak)

Peraturan distribusi yg

berlaku(mengandung

kelemahan atau tidak

HET yang berlaku

(realistis atau tidak)

Dampak yang muncul a.l:Semua pihak bisa beli pupuk bersubsidi

Harga beli petani diatas HET

Penjualan pupuk bersubsidi keluar wilayah kerja

Produsen tidak peduli thd penya- luran oleh distributor dari lini III ke lini IV

Gambar 4.1. Pengaruh sistem subsidi dan sistem distribusi terhadap terpenuhinya azas 6 tepat dalam distribusi pupuk

Page 23: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

22

Ketiga aspek ini akan menimbulkan dampak antara lain dalam bentuk: volume pupuk

bersubsidi terbatas, terjadi disparitas harga pupuk antar skala usahatani, dan terjadi disparitas

harga pupuk domestik dan harga pupuk internasional. Semua dampak ini akan berpengaruh

terhadap terpenuhinya azas 6 tepat dalam distribusi pupuk di tingkat petani. Sementara itu

sistem distribusi mencakup antara lain sifat sistem (pasif/terbuka vs aktif/tertutup), pelaku

distribusi (berperilaku menyimpang atau tidak), peraturan distribusi yang berlaku

(mengandung kelemahan atau tidak) dan HET yang berlaku (realistis atau tidak). Keempat

aspek ini akan menimbulkan dampak antara lain dalam bentuk: semua pihak bisa beli pupuk

bersubsidi, harga beli petani diatas HET, penjualan pupuk bersubsidi keluar wilayah kerja, dan

produsen tidak peduli terhadap penyaluran pupuk oleh distributor dari lini III ke lini IV. Semua

dampak ini akan berpengaruh terhadap terpenuhinya azas 6 tepat dalam distribusi pupuk di

tingkat petani. Jadi jelaslah bahwa baik sistem subsidi maupun sistem distribusi berpengaruh

terhadap terpenuhinya azas 6 tepat dalam distribusi pupuk ditingkat petani.

Pada kesempatan ini hasil evaluasi yang ditampilkan hanyalah hasil evaluasi di tingkat

petani. Perlu diketahui bahwa evaluasi sistem distribusi pupuk bersubsidi dapat dilakukan

baik di tingkat produsen, distributor, pengecer/kios maupun kelompok tani. Hal ini karena

pihak-pihak tersebut terlibat dalam distribusi pupuk bersubsidi sebagaimana ditunjukkan oleh

Gambar 4.2. Dari Gambar 4.2 nampak jelas bahwa kinerja 6 tepat di tingkat produsen akan

berpengaruh terhadap kinerja 6 tepat di tingkat distributor. Selanjutnya kinerja 6 tepat di

tingkat distributor akan berpengaruh terhadap kinerja 6 tepat di tingkat pengecer/kios. Dan

pada gilirannya kinerja 6 tepat di tingkat pengecer/kios akan berpengaruh terhadap kinerja 6

tepat di tingkat kelompok tani dan atau petani. Namun harus disadari bahwa apabila kinerja 6

tepat di tingkat produsen, distributor maupun pengecer/kios tidak baik maka yang paling

dirugikan adalah petani. Hal inilah yang menjadi pertimbangan mengapa hasil evaluasi yang

ditampilkan hanyalah hasil evaluasi di tingkat petani.

Dari segi ketepatan harga, boleh dikatakan bahwa secara umum azas tepat harga

tidak terpenuhi dalam distribusi pupuk di tingkat petani. Hal ini karena lebih dari separuh

responden menyatakan bahwa harga beli mereka untuk pupuk urea, SP-36, ZA, maupun NPK

lebih tinggi daripada HET. Rata-rata persentase responden yang menyatakan bahwa harga

beli mereka lebih tinggi daripada HET untuk masing-masing jenis pupuk adalah sebagai

berikut: urea (51,35%), SP-36 (70,17%), ZA (69,99%), dan NPK (66,52%) (Tabel Lampiran

2). Dari segi ketepatan tempat, dapat dikemukakan

Page 24: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

23

LINI ILOKASI PRODUSEN PUPUK

GUDANG LINI II(KANTOR PERWAKILAN PRODUSEN

Di Provinsi Lokasi penelitian)

GUDANG LINI III(Tingkat Kabupaten)

GUDANG DISTRIBUTOR

PENGECER/KIOS

PETANI KELOMPOK TANI

Gambar2. Jalur distribusi pupuk urea bersubsidi di provinsi-provinsi lokasi penelitian

Page 25: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

24

bahwa secara umum azas tepat tempat terpenuhi dalam distribusi pupuk di tingkat petani. Hal

ini karena lebih dari separuh responden menyatakan bahwa lokasi pembelian pupuk mereka

adalah di dalam desa. Rata-rata persentase responden yang menyatakan bahwa lokasi

pembelian adalah di dalam desa untuk masing-masing jenis pupuk adalah sebagai berikut:

urea (77,72%), SP-36 (74,47%), ZA (84,17 %), dan NPK (72,79 %) (Tabel Lampiran 3).

Sementara itu, dari segi ketepatan waktu, dapat disebutkan bahwa secara umum azas tepat

waktu terpenuhi dalam distribusi pupuk di tingkat petani. Hal ini karena lebih separuh dari

responden menyatakan bahwa pupukcara fisik tersedia pada saat dibutuhkan. Rata-rata

presentase responden yang menyatakan bahwa pupuk tersedia pada saat dibutuhkan untuk

masing-masing jenis pupuk adalah sebagai berikut: urea (74,40%), SP-36 (67,07), dan ZA

(81,94%) (Tabel Lampiran 4).

Terpenuhinya azas tepat tempat dan tepat waktu dalam distribusi pupuk di tingkat

petani nampaknya membuat sebagian besar responden puas terhadap sistem distribusi

pupuk yang berlaku saat ini. Hal ini ditunjukkan oleh sekitar 78,98 persen responden

menyatakan puas terhadap distribusi pupuk yang berlaku saat ini (Tabel Lampiran 5). Data

ini sudah barang tentu dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan bahwa sistem

distribusi yang berlaku saat ini tidak perlu diganti. Alasan utama bagi sebagian besar

responden menyatakan puas terhadap distribusi pupuk yang berlaku saat ini adalah karena

pupuk mudah diperoleh pada saat dibutuhkan. Perlu dikemukakan bahwa prinsip yang dianut

sebagian besar petani adalah bahwa harga lebih tinggi daripada HET tidak masalah, yang

penting pupuk tersedia pada saat dibutuhkan.

Yang menarik untuk dikemukakan bahwa masih ada sebagian kecil petani yang tidak

mengetahui bahwa harga pupuk disubsidi. Hal ini ditunjukkan oleh sekitar 22,42 persen

responden tidak mengetahui kalau ada subsidi pupuk (Tabel Lampiran 5). Bagi responden

yang mengetahui ada subsidi pupuk, sebagian besar dari mereka hanya tahu ada subsidi

harga pupuk, tetapi mereka tidak mengetahui berapa besar subsidinya

Akhirnya dapat diungkapkan bahwa seluruh responden masih menghendaki agar

harga pupuk tetap disubsidi. Bahkan sekitar 45,18 persen responden menghendaki agar

subsidi harga untuk jenis pupuk urea, SP-36, ZA maupun NPK tetap dipertahankan (Tabel

Lampiran 6). Alasan responden tentang masih perlunya harga pupuk disubsidi adalah

beragam. Namun alasan yang paling banyak disuarakan responden adalah bahwa modal

petani terbatas.

Page 26: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

25

4.2.3. Evaluasi Modus Subsidi

Pada Tabel Lampiran 7 ditampilkan opini responden tentang modus subsidi

di provinsi-provinsi lokasi penelitian. Dari tabel lampiran tersebut dapat ditunjukkan bahwa

sebagian besar responden (85,40 persen) menyatakan cocok dengan modus subsidi yang

berlaku saat ini. Konsisten dengan pernyataan ini, sebagian besar responden (78,14 persen)

juga menyatakan memilih subsidi lewat pabrik (modus subsidi yang berlaku saat ini) daripada

memilih subsidi langsung kepada petani (modus subsidi lewat voucher). Data ini sudah barang

tentu dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk memutuskan bahwa modus

subsidi yang berlaku saat ini tidak perlu diganti.

V. KESIMPULAN

Tingkat partisipasi petani dalam penggunaan pupuk urea adalah relatif tinggi (98,60%),

sedangkan tingkat partisipasi petani dalam penggunaan pupuk non-urea adalah relatif rendah

(28,67 % - 73,04 %). Hal ini mengindikasikan bahwa dalam berusahatani padi petani secara

umum lebih mengandalkan pupuk urea dalam meningkatkan produktivitas.

Proporsi responden yang melakukan pembayaran setelah panen (yarnen) dalam

pembelian pupuk masih relatif tinggi (32,26 % - 44,04%). Hal ini mengindikasikan bahwa

harga pupuk bersubsidi yang berlaku saat ini masih dianggap mahal ditinjau dari segi daya

beli petani.

Pangsa nilai pupuk urea, SP-36, ZA, NPK dan KCL terhadap biaya total tunai dengan

maupun tanpa sewa lahan adalah relatif tinggi (16,22 % - 18,24 %). Angka yang relatif tinggi

ini ini mengindikasikan bahwa kenaikan HET atau penurunan besaran subsidi pupuk per

satuan berat akan meningkatkan beban petani padi khususnya yang berskala kecil dalam

menanggung biaya usahatani.

Sebagian besar responden (78,98 %) menyatakan puas terhadap sistem distribusi

pupuk yang berlaku saat ini. Data ini sudah barang tentu dapat dijadikan sebagai salah satu

pertimbangan bahwa sistem distribusi yang berlaku saat ini tidak perlu diganti.

Sebagian besar responden (85,40 persen) menyatakan cocok dengan modus subsidi

yang berlaku saat ini. Konsisten dengan pernyataan ini, sebagian besar responden (78,14

persen) juga menyatakan memilih subsidi lewat pabrik (modus subsidi yang berlaku saat ini)

daripada memilih subsidi langsung kepada petani (modus subsidi lewat voucher). Data ini

sudah barang tentu dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk memutuskan

bahwa modus subsidi yang berlaku saat ini tidak perlu diganti.

Page 27: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

26

DAFTAR PUSTAKA

Pasaribu, B. 2006. Sistem Distribusi Pupuk Yang Berkerakyatan. Makalah dalam Seminar Membangun Sistem Distribusi Pupuk Yang Efisien dan Berkeadilan. Jakarta, 16 Pebruari 2006.

Simatupang, P. 2004. Kembalikan Subsidi Pupuk Kepada Petani dalam Isu Kontemporer Kebijakan Pembangunan Pertanian 2000-2004: Pandangan Peneliti. PSE-KP, Bogor.

Simatupang, P., et.al. 2004. Analisis Kelayakan Pengalihan Subsidi Pupuk Menjadi Penjaminan Harga Gabah: Subsidi Input vs Output. Memorandum Pertimbangan dan Rekomendasi Kebijakan (Tidak Dipublikasikan).

Syafa’at, N., et.al. 2006. Analisis Besaran Subsidi Pupuk dan Pola Distribusinya. Laporan Penelitian. PSE-KP, Bogor.

Yusdja, Y., et. al. 2005. Kajian Sistem Distribusi Pupuk dan Usulan Penyempurnaannya: Kasus di Tiga Propinsi di Jawa. Laporan Penelitian. PSE-KP, Bogor.

Page 28: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

27

Tabel Lampiran 1. Jenis pupuk yang digunakan responden, tingkat partisipasi, tingkat penggunaan per hektar, dan pangsanya terhadap biaya total tunai di provinsi-provinsi lokasi penelitian, 2007

ResponUraian Sumatera

UtaraSumatera

BaratJawaBarat

KalimantanSelatan

SulawesiSelatan

Rata-rata

1.Tingkat partisipasi dalam penggunaan pupuk (%):

a. Ureab. SP-36c. ZAd. NPKe. KCL

93,0067,0043,0037,0040,00

100,0071,4064,3050,0028,60

100,0082,766,8934,4837,93

100,0070,37

-62,96

-

100,0073,6852,5321,0536,84

98,6073,0433,3441,1028,67

2. Tingkat penggunaan pupuk per hektar (kg):

a. Ureab. SP-36c. ZAd. NPKe. KCL

260,15106,0467,9376,2975,53

113,0076,9061,0055,4028,00

248,58116,0656,25167,1772,88

232,0063,30

-141,25

-

192,8666,7961,85

118,7579,93

209,3285,8249,41

111,7751,27

3. Cara pembayaran dalam pembelian pupuk dan harganya:

a. Urea(1)Tunai (%)/Harga(Rp/kg)(2)Yarnen (%)/Harga (Rp/kg)

b. SP-36 (1)Tunai (%)/Harga (Rp/kg) (2)Yarnen (%)/Harga (Rp/kg) c. ZA (1)Tunai (%)/Harga (Rp/kg) (2)Yarnen (%)/Harga (Rp/kg) d. NPK (1)Tunai (%)/Harga (Rp/kg) (2) Yarnen (%)/Harga Rp/kg) e. KCL (1) Tunai (%)/Harga (Rp/kg)

(2) Yarnen (%)/Harga (Rp/kg)

56,67/130043,33/1300

66,67/156033,33/1600

64,29/110035,71/1100

64,29/170035,71/1900

60,00/240040,00/2400

90,90/12009,10/1300

90,00/155010,00/1800

66,67/105033,33/1050

88,90/180011,10/2000

50,00/300050,00/3000

36,00/123664,00/1246

26,32/178073,68/1838

100,00/1050-

16,67/200083,33/2000

40,00/190060,00/2125

74,07/122025,93/1200

73,68/159426,32/1587

--

76,47/179623,53/1800

--

52,63/120047,37/1314

42,86/147557,14/1793

40,00/110060,00/1525

75,00/175025,00/1750

71,43/170028,57/2500

62,05/123137,95/1272

59,91/159240,10/1724

67,67/107532,26/1225

64,27/180935,73/1890

55,36/157544,04/2506

4. Pangsa nilai pupuk terhadap biaya total tunai (%):

a. Dengan sewa lahanb. Tanpa sewa lahan

13,1815,50

9,4011,09

11,2116,17

20,7721,43

26,5227,00

16,2218,24

Page 29: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

28

Tabel Lampiran 2. Persepsi responden tentang tepat harga dalam distribusi pupuk di provinsi-provinsi lokasi penelitian, 2007

Respon (%)Uraian Sumatera

UtaraSumatera

BaratJawaBarat

KalimantanSelatan

SulawesiSelatan

Rata-rata

1.Urea a. Lebih tinggi daripada HET b. Sesuai dengan HET c. Lebih rendah HET

86,67

13,33-

26,40

63,60-

72,00

28,00-

33,33

66,67-

38,33

43,3318,33

51,35

42,993,67

2.SP-36 a. Lebih tinggi daripada HET b. Sesuai dengan HET c. Lebih rendah HET

85,71

14,29-

70,00

30,00-

84,00

16,00-

66,16

36,84-

45,00

55,00-

70,17

30,43-

3.ZA a. Lebih tinggi daripada HET b. Sesuai dengan HET c. Lebih rendah HET

92,86

7,14-

57,10

42,90-

-

--

-

--

60,00

40,00-

69,99

30,01-

4.NPK a. Lebih tinggi daripada HET b. Sesuai dengan HET c. Lebih rendah HET

71,43

28,57-

100,00

--

20,00

80,00-

41,18

58,82-

100,00

--

66,52

33,48-

Definisi : tepat harga dalam distribusi pupuk di tingkat petani adalah suatu kondisi dimana harga pembelian pupuk oleh petani secara kontan di tingkat pengecer/kios resmi per saknya sama dengan HET

Tabel Lampiran 3. Persepsi responden tentang tepat tempat dalam distribusi pupuk di provinsi-provinsi lokasi penelitian, 2007

Respon (%)Uraian Sumatera

UtaraSumatera

BaratJawaBarat

KalimantanSelatan

SulawesiSelatan

Rata-rata

1.Urea a. Di dalam desa b. Di luar desa

86,6713,33

100,00-

76,6723,33

77,7822,22

47,5052,50

77,7222,28

2.SP-36 a. Di dalam desa b. Di luar desa

90,909,10

100,00-

52,5047,50

78,9521,05

50,0050,00

74,4725,53

3.ZA a. Di dalam desa b. Di luar desa

86,6713,30

100,00-

100,00-

--

50,0050,00

84,1715,83

4.NPK a. Di dalam desa b. Di luar desa

85,7114,29

100,00-

40,0060,00

88,2411,76

50,0050,00

72,7927,21

Definisi: tepat tempat dalam distribusi pupuk di tingkat petani adalah suatu kondisi dimana pupuk tersedia di dekat/di sekitar rumah/lahan petani yang diindikasikan dengan pembelian pupuk oleh petani dilakukan di kios di dalam desa

Page 30: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

29

Tabel Lampiran 4. Persepsi responden tentang tepat waktu dalam distribusi pupuk di provinsi-provinsi lokasi penelitian, 2007

Respon (%)Uraian Sumatera

UtaraSumatera

BaratJawaBarat

KalimantanSelatan

SulawesiSelatan

Rata-rata

1.Urea a. Tepat b. Tidak tepat

90,489,52

64,2935,71

94,445,56

77,7822,22

55,0045,00

76,4023,60

2.SP-36 a. Tepat b. Tidak tepat

100,00-

70,0030,00

66,6733,33

73,6826,32

25,0075,00

67,0732,93

3.ZA a. Tepat b. Tidak tepat

100,00-

77,7722,22

100,00-

--

50,0050,00

81,9418,05

4.NPK a. Tepat b. Tidak tepat

--

--

--

--

--

--

Definisi:tepat waktu dalam distribusi pupuk di tingkat petani adalah suatu kondisi dimana pupuk secara fisik tersedia pada saat dibutuhkan oleh petani. Hal ini didasarkan jawaban subyektif petani

Tabel Lampiran 5. Opini responden tentang sistem distribusi pupuk yang berlaku di provinsi-provinsi lokasi penelitian, 2007.

Respon %)Uraian Sumatera

UtaraSumatera

BaratJawaBarat

KalimantanSelatan

SulawesiSelatan

Rata-rata

1.Kepuasan terhadap sistem distribusi pupuk yang berlaku:

a. Puasb. Tidak puas

86,6713,30

100,00-

86,6713,33

74,0725,93

47,5052,50

78,9821,02

2. Alasan puas terhadap sistem distribusi pupuk:

a. Pupuk sulit dicarib. Harga pupuk mahalc. Aturan penebusan rumitd. Lainnya

---

100,00

---

100,00

---

100,00

---

100,00

---

100,00

----

3. Pengetahuan tentang adanya subsidi pupuk:

a. Tahub. Tidak tahu

73,3026,67

85,7014,30

60,0040,00

88,8911,11

80,0020,00

77,5822,42

4. Pengetahuan tentang harga pupuk bersubsidi:

a. Tahu ada subsidi pupuk, tetapi tidak tahu berapa besarnya subsidi

b. Tahu berapa besarnya subsidi

c. Tahu marjin pemasaran Pupuk bersubsidi

d. Lainnya

78,26

17,39

-

4,30

80,00

20,00

-

-

57,14

28,57

-

14,29

62,50

29,17

-

8,33

65,00

20

-

15

-

-

-

-

Page 31: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

30

Tabel Lampiran 6. Opini responden tentang jenis pupuk yang masih perlu disubsidi di provinsi-provinsi lokasi penelitian, 2007.

Respon (%)Uraian Sumatera

UtaraSumatera

BaratJawaBarat

KalimantanSelatan

SulawesiSelatan

Rata-rata

1.Jenis pupuk yang masih perlu disubsidi:

a.Semua jenis pupuk (Urea, SP-36, ZA, dan NPK)b. Urea sajac.SP-36 sajad. ZA sajae.NPK sajaf. Lainnya

37,00

----

63,00

50,00

----

50,00

33,33

----

66,67

55,56

11,11---

33,33

50,00

----

50,0

45,18

2,22---

52,60

2. Alasan pupuk masih perlu disubsidi: a. Modal petani terbatas b. Harga output rendah c.Tingkat kebutuhan pupuk tinggi d.Harga input lain tinggi e. Lainnya

46,88-

31,25-

21,88

-----

52,00-

20,004,0024,00

37,0011,113,703,7048,15

55,00-

15,0010,0015,00

-----

Page 32: Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/SHP_NIZ_2007.pdf · Makalah Seminar Hasil Penelitian TA 2007 KAJI ULANG SISTEM SUBSIDI

31

Tabel Lampiran 7. Opini responden tentang modus subsidi di provinsi- provinsi lokasi penelitian, 2007.

Respon (%)Uraian Sumatera

UtaraSumatera

BaratJawaBarat

KalimantanSelatan

SulawesiSelatan

Rata-rata

1.Kecocokan terhadap modus subsidi yang berlaku:

a. Cocokb. Tidak cocok

86,6713,33

100,00-

82,7617,24

92,597,40

65,0035,00

85,4014,59

2. Alasan ketidakcocokan dengan modus subsidi yang berlaku:

a. Banyak terjadi kelangkaanb. Harga pupuk mahalc. Aturan penebusan rumitd. Hanya menguntungkan

pedagang dan produsene. Lainnya

16,67-

8,38,3

66,67

----

-

37,7012,30

--

50,00

50,00---

50,00

25,00---

75,00

----

-

3. Preferensi terhadap pilihan berikut ini:

a. Memilih subsidi lewat pabrik (modus subsidi yang berlaku)

b. Memilih subsidi langsung kepada petani (modus subsidilewat voucher)

86,67

13,33

75,00

25,00

71,43

28,57

92,59

7,40

65,00

35,00

78,1421,86

4. Alasan memilih subsidi lewat pabrik (modus subsidi yang berlaku): a.Pembagian kupon tidak adil,

potensi konflik besarb.Jumlah kupon terbatasc.Kupon bisa diperjualbelikand.Pengurusan kupon rumite.Kebutuhan pupuk tinggif.Kebutuhan pupuk rendahg.Harga lebih murahh.Harga terkesan mahali.Pupuk mudah diperolehj.Pupuk relative sulit diperolehk.Lainnya

30,00

15,0020,0015,00

-5,00

----

15,00

66,67

8,3025,00

--------

42,86

9,52-

9,524,76

-4,764,7614,29

-9,52

-

-20-------

44

55,00

-25,0020,00

-------

-

----------

5. Alasan memilih subsidi langsung lepada petani (modus subsidi lewat voucher): a.Pembagian kupon tidak adil, potensi konflik besar

b.Jumlah kupon terbatasc.Kupon bisa diperjualbelikand.Pengurusan kupon rumite.Kebutuhan pupuk tinggif.Kebutuhan pupuk rendahg.Harga lebih murahh.Harga terkesan mahali.Pupuk mudah diperolehj.Pupuk relative sulit diperoleh

k.Lainnya

-

--------

33,33-

66,67

-

--------

-100,00

-

-66,67

--------

33,33

-

--------

50,00--

-

----------

100,00

-

-----------