1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dalam bidang pertanian dan industri pertanian seringkali menimbulkan peningkatan limbah pertanian yang sebagian besar merupakan limbah berlignoselulosa. Secara kimia limbah berlignoselulosa kaya akan selulosa yang dapat diolah menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) terutama mengenai bahan penyerap, maka limbah lignoselulosa dapat lebih efiseien digunakan dengan modifikasi, salah satunya untuk proses produksi Na-CMC sebagai bahan baku pembuatan hidrogel. Na-CMC adalah turunan dari selulosa yang bersifat hidrofilik sehingga dapat menyerap air dan apabila direaksikan dengan akrilamide pada kondisi tertentu dapat mempunyai struktur lebih kuat sehingga dapat diproduksi dalam bentuk hidrogel. Hidrogel merupakan polimer hirofilik yang mempunyai kemampuan mengembang (swelling) dalam air, tetapi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan dalam bidang pertanian dan industri pertanian
seringkali menimbulkan peningkatan limbah pertanian yang sebagian besar
merupakan limbah berlignoselulosa. Secara kimia limbah berlignoselulosa
kaya akan selulosa yang dapat diolah menjadi produk-produk yang bernilai
ekonomi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) terutama mengenai bahan penyerap, maka limbah lignoselulosa dapat
lebih efiseien digunakan dengan modifikasi, salah satunya untuk proses
produksi Na-CMC sebagai bahan baku pembuatan hidrogel.
Na-CMC adalah turunan dari selulosa yang bersifat hidrofilik
sehingga dapat menyerap air dan apabila direaksikan dengan akrilamide
pada kondisi tertentu dapat mempunyai struktur lebih kuat sehingga dapat
diproduksi dalam bentuk hidrogel. Hidrogel merupakan polimer hirofilik
yang mempunyai kemampuan mengembang (swelling) dalam air, tetapi
tidak larut dalam air, serta mempunyai kemampuan mempertahankan bentuk
asalnya (Rosiak JM, 1991). Hidrogel bersifat biokompatible dalam darah,
cairan tubuh, dan jaringan hidup. Disamping itu, hidrogel juga memiliki
permeabilitas air yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai
matriks untuk pengendalian pelepasan obat, pembalut luka bakar, membran
hemodialisis, super absorbant, dan sebagainya (Anonim, 1989). Sifat
hidrofilik dari hidrogel dipengaruhi oleh adanya gugus hidroksil, gugus
karboksil, gugus amida, atau gugus hidrosulfit, sedangkan ketidaklarutan
dalam air dipengaruhi oleh struktur tiga dimensi dari hidrogel. Kemampuan
hidrogel untuk mengembang dalam air merupakan hasil dari keseimbangan
antara kekuatan sebar pada rantai hidrat dengan kekuatan kohesi yang tidak
2
mencegah penetrasi air ke dalam hidrogel. Derajat dan ikatan silang dari
polimer juga ikut menentukan sifat mengembang hidrogel.
Indonesia merupakan salah satu negara utama penghasil sagu di
dunia. Tanaman sagu tumbuh secara komersial untuk produksi pati sagu.
Pati sagu tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan untuk membuat
hidrogel karena sifat fungsionalnya yang tidak memungkinkan sehingga
perlu dikombinasikan terlebih dahulu. Pati merupakan suatu bahan baku
alternatif untuk bahan dasar hidrogel yang berfungsi sebagai absorber.
Sebuah campuran pati dan akrilamide mempunyai potensi untuk membentuk
biopolimer komponen unik karena dapat memproduksi gel. Limbah sagu
yang dihasilkan dari industri pengolahan pati belum banyak dimanfaatkan
secara optimal. Padahal, limbah sagu merupakan biomassa lignoselulosa.
Oleh karena itu, limbah sagu dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk
bahan penyerap dalam proses produksi hidrogel sehingga dapat mengurangi
pencemaran lingkungan dan meningkatkan pendapatan negara karena dapat
memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi bila dikembangkan secara
aplikatif.
1.2. Perumusan Masalah
Meningkatnya limbah pertanian akibat perkembangan industri
pertanian menimbulkan pengaruh pencemaran lingkungan. Limbah
pertanian merupakan hasil samping industri pengolahan pertanian. Salah
satu limbah pertanian dari hasil samping industri adalah limbah sagu.
Limbah sagu merupakan biomassa lignoselulosa yang mengandung
komponen penting, seperti pati dan selulosa. Namun, limbah sagu belum
banyak dimanfaatkan sehingga belum memiliki nilai ekonomi. Padahal,
biomassa lignoselulosa limbah sagu berpotensi sebagai bahan untuk
membuat hidrogel.
3
1.3. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
(1) mengetengahkan kondisi limbah sagu di Indonesia,
(2) mengestimasi tingkat kebutuhan masyarakat dunia terhadap hidrogel
serta keuntungannya,
(3) memanfaatkan potensi yang terkandung pada limbah sagu sebagai bahan
baku pembuatan hidrogel,
(4) menyarankan metode dalam produksi biomassa lignoselulosa dari limbah
sagu, dan
(5) melihat keuntungan hidrogel yang dihasilkan dari limbah sagu.
1.4. Manfaat
Manfaat makalah ini adalah diperolehnya informasi mengenai
(1) kondisi limbah sagu di Indonesia,
(2) sumber-sumber bahan baku hidrogel dengan berbagai kelebihannya,
(3)kandungan limbah sagu dalam peranannya sebagai bahan baku
pembuatan hidrogel,
(4) perbandingan keuntungan hidrogel limbah sagu dibandingkan dengan
sumber lainnya, dan
(5) disosialisasikannya mengenai metode produksi biomassa lignoselulosa
dari limbah sagu.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Potensi Limbah Sagu
Indonesia merupakan negara agraris dengan kekayaan sumber daya
hayati pertanian, baik jenis maupun jumlah yang sangat melimpah. Salah
satu sumber daya hayati tersebut adalah sagu. Indonesia merupakan negara
utama penghasil sagu di dunia. Indonesia memiliki hutan sagu liar yang luas
(>700.000 ha). Beberapa daerah penghasil sagu, di antaranya Irian Jaya
terdapat sekitar 6 juta dan daerah Pidie di pantai timur Aceh memiliki 2012
ha lahan untuk produksi sagu dengan kapasitas produksi 527 ton sagu
(McClatchey et al. 2006).
Sagu (Metroxylon sagu) memiliki kandungan pati yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis Metroxylon lainnya, sehingga sagu banyak
dimanfaatkan dalam berbagai industri termasuk pertanian. Saat ini,
pemanfaatan sagu hanya terfokus pada pati yang terkandung di dalamya.
Perkembangan industri pengolahan pati menyebabkan peningkatan hasil
sampingan berupa limbah sagu, diantaranya kulit batang dan ampas sagu.
Limbah ikutan pengolahan sagu berupa kulit batang batang sagu sekitar 17-
25% dari serat batang, sedangkan ampas sekitar 75-83% . Namun, limbah
tersebut belum dimanfaatkan secara optimal (McClatchey et al. 2006).
Padahal limbah merupakan biomassa lignoselulosa yang kaya akan selulosa,
sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber karbon.
Kandungan pati dan selulosa pada limbah sagu adalah salah satu
alasan yang menjadikannya sebagai sumber karbon. Kiat (2006) meyatakan
bahwa limbah sagu berupa kulit batang biasanya dikeringkan dan digunakan
5
untuk kayu bakar, sedangkan ampas sagu dicampur dengan bahan makanan
tambahan dan digunakan sebagai makanan hewan. Hal ini disebabkan ampas
sagu mengandung karbohidrat (selulosa) yang dapat dimanfaatkan sebagai
pakan ternak sehingga menjadi sumber energi bagi ternak. Selulosa limbah
sagu dapat dimanfaatkan oleh ternak karena ternak memiliki enzim khusus
(selulase) yang dapat menguraikan selulosa menjadi komponen yang lebih
sederhana yang berguna sebagai sumber energi. Selain itu, kulit batang sagu
dan ampas sagu juga digunakan sebagai pengisi dalam pembuatan papan
partikel.
Baru-baru ini, Kiat (2006) memanfaatkan limbah sagu dengan
melakukan karakterisasi karboksimetil limbah sagu untuk dijadikan sebagai
hidrogel. Selain itu, Aziz (2002) dalam Kiat (2006) melaporkan bahwa serat
sagu digunakan sebagai ruahan fermentasi rumen dan pelepah sagu dalam
industri pulp dan kertas.
Limbah sagu dari hasil samping industri pengolahan pati berupa kulit
batang dan ampas sagu mengandung pati, serat kasar, protein kasar, lemak,
dan abu. Namun, pati terdapat dalam jumlah terbesar. Ampas mengandung
65,7% pati yang terdiri atas residu lignin sebesar 20,67%, sedangkan
kandungan selulosa di dalamnya sebesar 19,55% dan sisanya merupakan zat
ekstraktif dan abu. Di sisi lain, kulit batang sagu mengandung selulosa
(56,86%) dan lignin yang lebih banyak (37,70%) daripada ampas sagu (Kiat
2006).
2.2. Pemanfaatan Limbah Sagu
Biomassa secara sempit didefinisikan sebagai bahan (material) yang
berasal dari tumbuhan terestrial (darat). Biomassa tumbuhan sebagian besar
berupa biomassa lignoselulosa yang tersusun dari selulosa, hemiselulosa,
6
dan lignin. Selain itu pektin, protein, zat ekstraktif, dan abu juga terdapat
dalam jumlah kecil. Salah satu biomassa lignoselulosa adalah limbah sagu.
Biomassa secara sempit didefinisikan sebagai bahan (material) yang
berasal dari tumbuhan terestrial (darat). Biomassa tumbuhan sebagian besar
berupa biomassa lignoselulosa yang tersusun dari selulosa, hemiselulosa,
dan lignin. Selain itu pektin, protein, zat ekstraktif, dan abu juga terdapat
dalam jumlah kecil. Salah satu biomassa lignoselulosa adalah limbah sagu.
Limbah sagu merupakan hasil samping industri pengolahan pati.
Industri ekstraksi pati sagu menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu residu
selular empulur sagu berserat (ampas), kulit batang sagu, dan air buangan.
Jumlah kulit batang sagu dan ampas sagu adalah sekitar 26% dan 14%
berdasar bobot total balak sagu (Singhal et al. 2008).
Biasanya kulit batang sagu dikeringkan dan digunakan untuk kayu
bakar, sedangkan ampas sagu dicampur dengan bahan makanan tambahan
dan digunakan sebagai makanan hewan. Kulit batang sagu dan ampas sagu
juga digunakan sebagai pengisi dalam pembuatan papan partikel (Kiat
2006).
Kiat (2006) melaporkan bahwa limbah sagu mengandung komponen
penting seperti pati dan selulosa. Jumlah limbah kulit batang sagu mendekati
26%, sedangkan ampas sagu sekitar 14% dari total bobot balak sagu. Ampas
mengandung 65,7% pati dan dan sisanya merupakan serat kasar, protein
kasar, lemak, dan abu. Dari persentase tersebut ampas mengandung residu
lignin sebesar 21%, sedangkan kandungan selulosa di dalamnya sebesar
20% dan sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu. Di sisi lain, kulit batang
sagu mengandung selulosa (57%) dan lignin yang lebih banyak (38%)
daripada ampas sagu.
7
2.3. Na-CMC Sebagai Bahan Baku Pembuatan Hidrogel
Na-CMC adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam
industri pangan, atau digunakan dalam bahan makanan untuk mencegah
terjadinya retrogradasi. Pembuatan CMC adalah dengan cara mereaksikan
NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro asetat
(Fennema, Karen and Lund, 1996).
Reaksi :
R OH + NaOH → RONa + H2O
R ONa + ClCH2COONa → O CH2COONa + NaCl
Na-CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit
kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus
atau bubuk yang bersifat higroskopis (Inchem, 2002). Menurut Tranggono
dkk. (1991), CMC ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Pada
pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik
(reversible). Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, kisaran
pH Na-CMC adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan jika pH
terlalu rendah (<3), Na-CMC akan mengendap (Anonymous. 2004).
Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC
yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air
yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat
bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan
terjadi peningkatan viskositas (Fennema, Karen andLund, 1996). Hal ini
akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan
memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi.
Menurut Fardiaz, dkk. (1987), ada empat sifat fungsional yang
penting dari Na-CMC yaitu untuk pengental, stabilisator, pembentuk gel dan
beberapa hal sebagai pengemulsi. Didalam sistem emulsi hidrokoloid (Na-
8
CMC) tidak berfungsi sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai senyawa yang
memberikan kestabilan. Dengan adanya Na-CMC ini maka partikel-partikel
yang tersuspensi akan terperangkap dalam sistem tersebut atau tetap tinggal
ditempatnya dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi (Potter,
1986).
Mekanisme bahan pengental dari Na-CMC mengikuti bentuk
konformasi extended atau streched Ribbon (tipe pita). Tipe tersebut
terbentuk dari 1,4 –D glukopiranosil yaitu dari rantai selulosa. Bentuk
konformasi pita tersebut karena bergabungnya ikatan geometri zig-zag
monomer denga jembatan hydrogen dengan 1,4 -Dglukopiranosil lain,
sehingga menyebabkan susunannya menjadi stabil. Na-CMC yang
merupakan derivat dari selulosa memberikan kestabilan pada produk dengan
memerangkap air dengan membentuk jembatan hydrogen dengan molekul
Na-CMC yang lain (Belitz and Grosch, 1986).
Secara garis besar, proses pembuatan karboksi metil selulosa melalui
2 (dua) tahap reaksi, yaitu pertama reaksi alkalisasi dan kedua reaksi
eterifikasi. Pada reaksi tahap pertama, yaitu alkalisasi merupakan reaksi
antara selulosa dengan larutan soda (basa) menjadi alkali selulosa (selulosa
bersifat larut dalam larutan soda). Sedangkan tahap kedua, yaitu eterifikasi
merupakan reaksi antara alkali selulosa dengan senyawa natrium kloro asetat
menjadi natrium karboksi metil selulosa (Na-CMC) yang membentuk
larutan kental (viskous). Reaksi berlangsung dalam temperatur antara 60-
800C dan waktu operasi antara 2-3 jam dan dilakukan pengadukan (mixing).
2.4. Analisis Substansi Hidrogel
Hidrogel merupakan polimer superabsorben yang mempunyai sifat
mampu menahan pengeluaran air dan mengatur penyerapan. Hidrogel juga
bersifat hidrofilik dan memiliki permeabilitas air yang tinggi. Sifat hidrofilik
9
hidrogel dipengaruhi oleh gugus -OH, -COOH, -CONH2, NH2 dan -SO3H.
Ikatan utama gugus hidrofilik karena terdiri dari gugus asam karboksilat (-
COOH) yang mudah menyerap air sehingga ketika dimasukkan dalam air
atau pelarut akan terjadi interaksi antara polimer dengan molekul air
(Herdiyanto et al., 2007). Interaksi yang terjadi adalah hidrasi. Mekanisme
hidrasi yang terjadi adalah ion dari zat terlarut dalam polimer seperti COO-
dan Na+ akan tertarik dengan molekul polar air seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Mekanisme Hidrasi Polimer Superabsorben
2.5. Kemampuan Hidrogel Menahan Air
Penggunaan hidrogel dapat dimanfaatkan sebagai bahan polimer
superabsorben. Kelebihan penggunaan hidrogel jika dibandingkan dengan
bahan absorben lain seperti kertas, selulosa dan kapas adalah kemampuan
absorpsinya beberapa kali lipat dibandingkan beratnya, tahan terhadap
tekanan dan 90 % bahannya dapat diuraikan sehingga ramah lingkungan.
Polimer superabsorben merupakan suatu bahan yang dapat mengabsorpsi
dan atau menyimpan cairan lebih dari berat bahan tersebut dan tidak
melepas cairan tersebut. Penggunaan polimer superabsorben sangat banyak
diantaranya digunakan sebagai bahan pengolahan limbah, media tumbuh
tanaman, bahan untuk mengurangi friksi dalam pipa, bahan pelapis anti
bocor, pelindung jaringan kabel bawah tanah, bahan pembuatan kemasan
barang dan bahan pemadam kebakaran.
10
Polimer superabsorben dari bahan organik memiliki beberapa
kelemahan diantaranya kapasitas absorpsi yang terbatas, karakteristik fisik
yang kurang kuat, tidak stabil terhadap perubahan suhu dan pH.
Banyak penelitian yang dilakukan untuk memodifikasi polimer
dengan bahan lain untuk meningkatkan kemampuan absorpsi dan ketahanan
sifat fisiknya dengan memanfaatkan radiasi diantaranya pembuatan polimer
superabsorben yang dimodifikasi dengan menggunakan radiasi gamma.
Polimer yang dihasilkan mempunyai kapasitas absorpsi air dan uap yang
lebih baik yaitu 200 g air/g polimer, ketahanan fisik terhadap suhu dan
keasaman yang cukup tinggi. Di samping itu, polimer yang dihasilkan dapat
mengabsorpsi larutan urea dengan kapasitas absorpsi antara 935 sampai
5212 g/g polimer serta dapat menyerap lebih dari 20 persen massa air.
2.6. Akrilamide Sebagai Campuran Na-CMC Dalam Sintesis Hidrogel
Akrilamida (atau amida akrilat) adalah senyawa organik sederhana
dengan rumus kimia C3H5N O dan berpotensi berbahaya bagi kesehatan
(menyebabkan kanker atau karsinogenik) sehingga harus hati-hati dalam
penggunaanya. Nama IUPAC-nya adalah 2-propenamida. Dalam bentuk
murni ia berwujud padatan kristal putih dan tidak berbau. Pada suhu ruang,
akrilamida larut dalam air, etanol, eter, dan kloroform. Ia tidak kompatibel
dengan asam, basa, agen pengoksidasi, dan besi (dan garamnya). Dalam
keadaan normal ia akan terdekomposisi menjadi amonia tanpa pemanasan,
atau menjadi karbon dioksida, karbon monoksida, dan oksida nitrogen
dengan pemanasan.
Akrilamida dapat membentuk rantai polimer panjang yang dikenal
sebagai poliakrilamida, yang juga karsinogenik. Polimer ini dipakai dalam
pengental karena ia akan membentuk gel bila tercampur air. Dalam
laboratorium biokimia poliakrilamida dipakai sebagai fase diam dalam
elektroforesis gel (PAGE atau SDS-PAGE). Ia dipakai pula dalam