Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen multisistem yang terjadi setelah infeksi streptokokus grup A pada individu yang mempunyai faktor predisposisi. Penyakit ini masih merupakan penyebab terpenting penyakit jantung didapat (acquired heart disease) pada anak dan dewasa muda di banyak negara terutama negara sedang berkembang 1 Penyakit jantung reumatik (PJR) merupakan komplikasi yang membahayakan dari demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A yang bisa menyebabkan demam reumatik. Kurang lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis 1
82

Makalah Referat DR n PJR

Dec 11, 2014

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah Referat DR n PJR

BAB I

PENDAHULUAN

Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen multisistem yang

terjadi setelah infeksi streptokokus grup A pada individu yang mempunyai faktor

predisposisi. Penyakit ini masih merupakan penyebab terpenting penyakit jantung

didapat (acquired heart disease) pada anak dan dewasa muda di banyak negara

terutama negara sedang berkembang1

Penyakit jantung reumatik (PJR) merupakan komplikasi yang

membahayakan dari demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena

proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang

disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A yang bisa

menyebabkan demam reumatik. Kurang lebih 39 % pasien dengan demam

reumatik akut bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari insufisiensi katup,

gagal jantung, perikarditis bahkan kematian. Dengan penyakit jantung reumatik

yang kronik, pada pasien bisa terjadi stenosis katup dengan derajat regurgitasi

yang berbeda-beda, dilatasi atrium, aritmia dan disfungsi ventrikel. Penyakit

jantung reumatik masih menjadi penyebab stenosis katup mitral dan penggantian

katup pada orang dewasa di Amerika Serikat.1 Menurut Hudak dan Gallo (1997),

adanya malfungsi katup dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan

beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang , seperti

stenosis katup aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban

volume yang menunjukan peningkatan volume darah ke ventrikel kiri sehingga

1

Page 2: Makalah Referat DR n PJR

sebagai produk akhir dari malfungsi katup akibat penyakit jantung reumatik

adalah gagal jantung kongestif.1

Serangan pertama demam reumatik akut terjadi paling sering antara umur

5-15 tahun. Demam reumatik jarang ditemukan pada anak di bawah umur 5

tahun.Demam reumatik akut menyertai faringitis Streptococcus beta hemolyticus

grup A yang tidak diobati. Pengobatan yang tuntas terhadap faringitis akut

hampir meniadakan resiko terjadinya demam reumatik. Diperkirakan hanya

sekitar 3 % dari individu yang belum pernah menderita demam reumatik akan

menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis streptokokus yang tidak

diobati2

Insidens demam reumatik masih tinggi di negara berkembang. Data dari

negara berkembang menunjukkan bahwa prevalensi demam reumatik masih

amat tinggi sedang mortalitas penyakit jantung reumatik sekurangnya 10 kali

lebih tinggi daripada di negara maju. Di Srilangka insidens demam reumatik

pada tahun 1976 dilaporkan lebih kurang 100-150 kasus per 100.000 penduduk.

Di India, prevalensi demam reumatik dan penyakit jantung reumatik pada tahun

1980 diperkirakan antara 6-11 per 1000 anak. Di Yemen, masalah demam

reumatik dan penyakit jantung reumatik sangat besar dan merupakan penyakit

kardiovaskular pertama yang menyerang anak-anak dan menyebabkan

morbiditas dan mortalitas yang tinggi3. Di Yogyakarta pasien dengan demam

reumatik dan penyakit jantung reumatik yang diobati di Unit Penyakit Anak

dalam periode 1980-1989 sekitar 25-35 per tahun, sedangkan di Unit Penyakit

Anak RS. Cipto Mangunkusumo tercatat rata-rata 60-80 kasus baru per tahun4.

2

Page 3: Makalah Referat DR n PJR

            Insidens penyakit ini di negara maju telah menurun dengan tajam selama 6

dekade terakhir, meskipun begitu dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi

peningkatan kasus demam reumatik yang mencolok di beberapa negara bagian

Amerika Serikat. Hal tersebut mengingatkan kita bahwa demam reumatik belum

seluruhnya terberantas, dan selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan

masalah kesehatan masyarakat baik di negara berkembang maupun negara maju1.

Pada tahun 1994, diperkirakan bahwa 12 juta orang menderita RF dan

RHD di seluruh dunia dan setidaknya 3 juta orang mengalami gagal jantung

kongestif (CHF) yang harus dirawat inap berulang .Tingkat kematian bervariasi

RHD dari 0,5 per 100 000 populasi di Denmark, menjadi 8,2 per 100 000

penduduk di Cina , dan jumlah tahunan diperkirakan kematian akibat RHD untuk

tahun 2000 adalah 332000 di seluruh dunia. Data dari negara-negara berkembang

menunjukkan bahwa angka kematian akibat RF dan RHD tetap menjadi masalah

karena anak-anak dan dewasa muda memiliki angka kematian yang tinggi dari

RF akut 2

Prevalensi DR di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun

beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi PJR

berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, secara kasar

dapat diperkirakan bahwa prevalensi DR di Indonesia pasti lebih tinggi dan angka

tersebut, mengingat PJR merupakan akibat dari DR2

Dengan data perkembangan seperti ini, penyakit jantung kongestif oleh

kelainan katup yang disebabkan penyakit reumatik akan menyebabkan

permasalahan yang signifikan bagi mayarakat global dan bukan tidak mungkin

3

Page 4: Makalah Referat DR n PJR

dalam kurun beberapa tahun kedepan angka statistik ini akan bergerak naik jika

para praktisi medis khususnya tidak segera memperhatikan faktor risiko utama

yang menjadi awal mula penyakit ini. Dengan demikian perlu adanya penanganan

dari segala aspek baik secara biomedik maupun biopsikososial sehingga dapat

menurunkan kejadian, kecacatan dan kematian akibat penyakit ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEMAM REUMATIK Dan JANTUNG REUMATIK

4

Page 5: Makalah Referat DR n PJR

1. DEFINISI

Demam reumatik merupakan komplikasi non-supurative dari Streptococcal

beta hemolyticus grup A.5.Demam reumatik dapt juga didefinisikan sebagai

penyakit inflamasi akut yang timbul setelah infeksi tenggorokan

Streptococcocus beta hemoliticus grup A, cenderung kambuh, dan dapat

menyebabkan gejala sisa pada katup jantung6

Penyakit jantung rematik (PJR) atau biasa juga disebut dengan Rheumatic

Heart Desease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada

katup jantung yang disebabkan oleh penyakit demam reumatik berulang. Katup

yang mengalami jantung reumatik termasuk mitral regurgitasi, ,stenosis mitral,

regurgitasi aorta, dan stenosis aorta7

2. Epidemiologi

Demam rematik (DR) masih sering didapati pada anak di negara sedang

berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun.Pada tahun

1944 diperkirakan diseluruh dunia terdapat 12 juta penderita DR dan PJR dan

sekitar 3 juta mengalami gagal jantung dan memerlukan rawat inap berulang

di rumah sakit. Prevalensinya dinegara sedang berkembang berkisar antara 7,9

sampai 12,6 per 1000 anak sekolah dan relatif stabil. Data terakhir mengenai

prevalensi demam rematik di Indonesia untuk tahun 1981 – 1990 didapati 0,3-

0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding negara

berkembang lainnya 5,13. Statistik rumah sakit di negara sedang berkembang

menunjukkan sekitar 10 – 35 persen dari penderita penyakit jantung yang

masuk kerumah sakit adalah penderita DR dan PJR. Data yang berasal dari

5

Page 6: Makalah Referat DR n PJR

negara berkembang memperlihatkan mortalitas karena DR dan PJR masih

merupakan problem dan kematian karena DR akut terdapat pada anak dan

dewasa muda.8

3. ETIOLOGI

            Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan

akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Infeksi

Streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului

terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan

ulangan. .Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, Streptokokus grup A

harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial.

Berbeda dengan glumeronefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus

di kulit maupun di saluran napas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan

dengan infeksi Streptococcus di kulit8

Penyakit jantung rematik adalah komplikasi yang paling serius dari demam

rematik. Demam rematik akut berikut 0,3% dari kasus grup A beta-hemolitik

streptokokus faringitis pada anak-anak. Sebanyak 39% dari pasien dengan demam

rematik akut dapat mengembangkan berbagai tingkat pancarditis dengan katup

terkait insufisiensi, gagal jantung, perikarditis, dan bahkan kematian. Dengan

penyakit jantung kronis rematik, pasien menderita stenosis katup dengan berbagai

derajat regurgitasi, dilatasi atrium, aritmia, dan disfungsi ventrikel. Penyakit

jantung rematik kronis tetap menjadi penyebab utama stenosis katup mitral dan

penggantian katup pada orang dewasa di Amerika Serikat.9

4. Morfologi dan identifikasi

6

Page 7: Makalah Referat DR n PJR

Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun

berderet seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan

oleh faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada

media padat. Pada pertumbuhan tua atau kuman yang mati sifat gram positifnya

akan hilang dan menjadi gram negatif Streptococcus terdiri dari kokus yang

berdiameter 0,5-1 μm. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang

pada arah sumbu rantai. Streptococcus yang menimbulkan infeksi pada manusia

adalah gram positif, tetapi varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan

jaringan binatang ada yang gram negatif. Geraknya negatif. Strain yang virulen

membuat selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type specific

protein.7

Gambar 1.1 Streptococcus

5. Faktor Predisposisi

Faktor Individu7

1.      Faktor Genetik

Banyak demam reumatik/penyakit jantung reumatik yang terjadi pada satu

keluarga maupun pada anak-anak kembar. Karenanya diduga variasi genetik

7

Page 8: Makalah Referat DR n PJR

merupakan alasan penting mengapa hanya sebagian pasien yang terkena

infeksi Streptococcus menderita demam reumatik, sedangkan cara

penurunannya belum dapat dipastikan7.

2.      Jenis Kelamin

Tidak didapatkan perbedaan insidens demam reumatik pada lelaki dan

wanita.Meskipun begitu, manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan

pada salah satu jenis kelamin, misalnya gejala korea jauh lebih sering

ditemukan pada wanita daripada laki-laki. Kelainan katub sebagai gejala sisa

penyakit jantung reumatik juga menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada

orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral lebih sering ditemukan pada

wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki

3.      Golongan Etnik dan Ras

Belum bisa dipastikan dengan jelas karena mungkin berbagai faktor

lingkungan yang berbeda pada golongan etnik dan ras tertentu ikut berperan

atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya. Yang telah dicatat dengan

jelas ialah terjadinya stenosis mitral. Di negara-negara barat umumnya

stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah serangan penyakit jantung

reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa stenosis mitral

organik yang berat seringkali sudah terjadi dalam waktu yang relatif singkat,

hanya 6 bulan-3 tahun setelah serangan pertama7.

4.      Umur

Paling sering pada umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8

tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat

8

Page 9: Makalah Referat DR n PJR

jarang sebelum umur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini

dikatakan sesuai dengan insidens infeksi Streptococcus pada anak usia

sekolah7.

5.      Keadaan Gizi dan adanya penyakit lain

Belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi. Hanya sudah

diketahui bahwa penderita sickle cell anemia jarang yang menderita demam

reumatik/penyakit jantung reumatik7.

Faktor-faktor Lingkungan

     Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai

predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Termasuk dalam keadaan

sosial ekonomi yang buruk ialah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-

rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian

untuk segera mengobati anak yang sakit sangat kurang, pendapatan yang

rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain7.

2.      Iklim dan Geografi

Penyakit ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang, tetapi data akhir-

akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang

tinggi, lebih tinggi daripada yang diduga semula. Di daerah yang letaknya

tinggi agaknya insidens lebih tinggi daripada di dataran rendah7.

3.      Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi

saluran nafas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat7.

9

Page 10: Makalah Referat DR n PJR

6. Patogenesis demam reumatik dan jantung reumatik

Hubungan antara infeksi Streptococcus beta hemoliticus grup A dengan

terjadinya DR telah lama diketahui. Demam rematik merupakan respons auto

imun terhadap infeksi Streptococcus beta hemoliticus grup A pada tenggorokan.

Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh

kepekaaan genetik dari host, keganasan organisme dan lingkungan yang kondusif.

Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran

antigen histokompatibiliti mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibodi

yang berkembang segera setelah infeksi Streptoccocus telah diteliti sebagai faktor

resiko yang potensial dalam patogenesis penyakit ini. Terbukti sel limfosit T

memegang peranan dalam patogenesis penyakit ini dan ternyata tipe M dari

Streptococcus beta hemoliticus grup A mempunyai potensi rheumatogenik.

Beberapa serotipe biasanya mempunyai kapsul, berbentuk besar, koloni mukoid

yang kaya dengan M-protein7

M-protein adalah salah satu determinan virulensi bakteri, strukturnya

homolog dengan myosin kardiak dan molecul alpha-helical coiled coil, seperti

tropomyosin, keratin dan laminin. Laminin adalah matriks protein ekstraseluler

yang disekresikan oleh sel endothelial katup jantung dan bagian integral dari

struktur katup jantung. Lebih dari 130 M protein sudah teridentifikasi dan tipe 1,

3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24 berhubungan dengan terjadinya demam rematik 7

Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh

bakteri dan virus yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex

molecules dengan nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors. Pada kasus

10

Page 11: Makalah Referat DR n PJR

Streptoccocus banyak penelitian yang difokuskan pada peranan superantigen-like

activity dari fragmen M protein dan juga streptococcal pyrogenic exotoxin, dalam

patogenesis demam rematik. Terdapat bukti kuat bahwa respons autoimmune

terhadap antigen Streptoccocus memegang peranan dalam terjadinya demam

rematik dan penyakit jantung rematik pada orang yang rentan. Sekitar 0,3 – 3

persen individu yang rentan terhadap infeksi faringitis Streptoccocus berlanjut

menjadi demam rematik. Data terakhir menunjukkan bahwa gen yang mengontrol

low level respons antigen Streptoccocus berhubungan dengan Class II human

leukocyte antigen, HLA. Infeksi Streptoccocus dimulai dengan ikatan permukaan

bakteri dengan reseptor spesifik sel host dan melibatkan proses spesifik seperti

pelekatan,kolonisasi dan invasi. Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan

reseptor host adalah kejadian yang penting dalam kolonisasi dan dimulai oleh

fibronektin dan oleh streptococcal fibronectin-binding proteins. Faktor lingkungan

seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses

kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi

penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya

infeksi Streptoccocus untuk terjadi demam rematik.10

Infeksi DR sering terjadi secara berulang dan dikenal sebagai reaktivasi

rematik.8 Walaupun penyakit ini merupakan suatu inflamasi sistemik, tetapi PJR

merupakan satu-satunya komplikasi demam reumatik yang paling permanen

sifatnya dan merugikan masa depan seseorang. Tampaknya komplikasi ini

ditentukan oleh beratnya infeksi DR yang pertama kali dan seringnya terjadi

reaktivasi rematik di kemudian hari. Itu sebabnya, tidak semua DR akan

11

Page 12: Makalah Referat DR n PJR

berkembng menjadi PJR. Sebaliknya, tidak semua PJR mempunyai riwayat DR

yang jelas sebelumnya. Hal ini mungkin karena gejala-gejala DR pada fase dini

memang tak mudah dikenali, atau DR memang tak jarang hanya bersifat silent

attack, tanpa disertai gejala-gejala klinis yang nyata.8

Demam reumatik biasanya menyerang jaringan otot miokard, endokard

dan perikard, terutama pada katup mitral dan katup aorta.8Meskipun karditis pada

DR dapat mengenai perikardium, miokardium dan endokardium, tetapi kelainan

yang menetap hanya ditemukan pada endokardium terutama katup.8,9,10 Katup

yang paling sering terkena adalah katup mitral dan aorta. Kelainan pada katup

trikuspid jarang disebabkan oleh infeksi rematik, sedangkan kelainan pada katup

pulmonal biasanya bersifat kongenital dan sangat jarang pula disebabkan oleh

infeksi rematik.10,11Kelainan dapat berupa insufusiensi, tetapi bila penyakit

berjalan sudah lama berupa stenosis.11

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa streptolisin bersifat toksik pada sel

miokard yang dibiakkan in vitro.9.Pemeriksaan imunologik menunjukkan antibodi

yang bereaksi dengan M protein dari mikroba penyebab. Antigen streptokokus

tersebut memiliki epitop yang sama dengan jaringan miokard jantung manusia,

sehingga antibodi terhadap streptokokus akhirnya akan akan menyerang jantung

(jaringan, katup).11

Secara histopatologis, infeksi DR ditandai dengan adanya proses Aschoff

bodies yang khas, walaupun secara klinis tidak ada tanda-tanda reaktivasi rema

yang jelas. Daun katup dan korda tendinea akan mengalami edema, proses

fibrosis, penebalan, vegetasi-vegetasi dan mungkin kalsifikasi. Proses-proses ini

12

Page 13: Makalah Referat DR n PJR

menunjukkan bahwa DR memang merupakan suatu penyakit autonium, dimana

reaksi silang yang terjadi antara streptokokus dengan jaringan tubuh tertentu dapat

menyebabkan kerusakan jaringan secara imunulogik.

Akan tetapi, peran antibodi sebagai mediator cedera jaringan belum

sepenuhnya diterima.Adanya antibodi bereaksi silang yng serupa pada serum

pasien tanpa demam reumatik mendorong penelitian mediator imun lain. Data

mutakhir menunjuk pada sitotoksisitas yang ditengahi oleh sel sebagai mekanisme

alternatif untuk cedera jaringan. Penelitian menunjukkan bahwa limfosit darah

perifer pasien dengan korditis reumatik akut adalah sitotoksik terhadap sel

miokardium yang dibiak in vitro, dan bahwa serum penderita demam reumatik

menghapuskan pengaruh sitotoksik tersebut.10

PATOLOGI

Proses patologi pada demam reumatik melibatkan jaringan ikat atau jaringan

kolagen. Meskipun proes penyakit adalah difus dan dapat mempengaruhi

kebanyakan jaringan tubuh, manifestasi klinis penyakit terutama terkait dengan

keterlibatan jantung, sendi dan otak9.

Keterlibatan jantung pada demam reumatik dapat mengenai setiap

komponen jaringannya.8 Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas

pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan miokarditis berat,

perikardium dapat juga terlibat. Dengan berlanjutnya radang, perubahan eksudatif

dan proliferatif menjadi lebih jelas. Stadium ini ditandai dengan perubahan

endomatosa jaringan, disertai oleh infiltrasi selular yang terdiri dari limfosit dan

sel plasma dengan beberapa granulosit. Fibrinoid, bahan granular eosinofil

13

Page 14: Makalah Referat DR n PJR

ditemukan tersebar di seluruh jaringan dasar. Pembentukan sel Aschoff menyertai

stadium tersebut.8

Lesi patognomis ini terdiri dari infiltrasi perivaskular sel besar dengan inti

polimorf dan sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling pusat fibrinoid

yang avaskular.8 Benda Aschoff dapat ditemukan pada setiap daerah miokardium

tetapi paling sering ditemukan dalam jaringan aurikular kiri. Sel Aschoff dapat

tampak pada fase akut; mungkin pasien ini menderita karditis kronik dengan

kumat demam reumatik. Jarang sel Aschoff ditemukan dalam jaringan jantung

pasien tanpa riwayat DR.

Reaksi radang juga mengenai lapisan endokardium yang mengakibatkan

endokarditis.8 Proses endokarditis tersebut mengenai jaringan katup serta dinding

endokardium. Yang paling sering terlibat adalah katup mitral, disusul katup aorta.

Katup trikuspid jarang terlibat, dan katup pulmonal jarang sekali terlibat.

Radang awal pada ednokarditis dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi

katup.8 Penemuan histologis dalam endokarditis terdiri dari edema dan infiltrasi

selular jaringan katup dan korda tendinea. Lesi yang khas endokaditis reumatik

adalah ‘tambalan (patch) MacCallum’, daerah jaringan menebal yang ditemukan

dalam atrium kiri, yakni di atas dasar daun katup mitral posterior. Degenerasi

hialin pada katup yang terkena akan menyebabkan pembentukan veruka pada

tepinya dan kontraktur daun katup, yang akan menghalangi pendekatan daun-daun

katup secara total dan menghalangi penutupan ostium katup. Dengan radang yang

menetap, terjadilah fibrosis dan kalsifikasi katup.4 Kalsifikasi mikroskopis dapat

terjadi pada pasien muda dengan PJR.

14

Page 15: Makalah Referat DR n PJR

Gambar Patogenesis Demam Rematik – Penyakit Jantung Rematik

(Siregar, 2008)

7. Manifestasi Klinis

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik

dapat dibagi dalam 4 stadium4:

Stadium I

Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-

Streptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam,

batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan 15

Page 16: Makalah Referat DR n PJR

pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering

didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan

lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar.

Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa

pengobatan4.

Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran napas

bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik,

yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam

reumatik/penyakit jantung reumatik4.

Stadium II

    Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi

Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya

periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6

minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

Stadium III

Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai

manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan

umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam

reumatik/penyakit jantung reumatik4

8. Pemeriksaan Penunjang

16

Page 17: Makalah Referat DR n PJR

Ada tiga golongan uji laboratorium :

a. Reaktan fase akut.

Merupakan uji yang menggambarkan radang jantung ringan. Tiga

uji yang biasa digunakan adalah angka leukosit darah perifer, laju

endap darah (LED) dan protein C reaktif (CRP). LED naik dengan

tajam selama demam reumatik akut, dengan pengecualian pada

penderita dengan gagal jantung. CRP merupakan indikator dalam

menetukan adanya jaringan radang dan tingkat aktivitas reumatik.

LED dan CRP tersering diperiksa dan selalu meningkat atau positif

saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat-obat anti reumatik.

b. Uji bakteriologi dan serologi.

Hapusan tenggorok, Biasanya kultur Streptococcus grup A (SGA)

negatif pada fase akut. Uji streptosisilin O (ASTO) dan uji ini

secara umum dipakai untuk uji antibodi Streptococcus. Titer ASTO

positif bila besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd

pada anak-anak. Uji antidesoksiribonuklease B (anti DNAse B)

Titer pada DNAse B 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd

untuk anak-anak.

c. Pemeriksaan radiologis, elektrokardiografi dan ekhokardiografi.

Bertambahnya vaskularisasi paru akibat bendungan vena atau

edema pulmonum memberikan bukti adanya gagal jantung

progresif, pembesaran aurikula atrium kiri menunjukkan bahwa

17

Page 18: Makalah Referat DR n PJR

penyakitnya kronis. Pemanjangan interval PR.Aritmia : blockade

AV derajat II, disosiasi AV dan bahkan blockade AV

total.Perubahan gelombang ST non-spesifik.12. Skrinning

echocardiografi harus dipertimbangkan pada daerah geografis yang

memiliki angka prevalensi kejadian penyakit jantung rheumatic

tertinggi (misalnya rawat inap untuk Demam rheumatic, penyakit

jantung rheumatic, satua keduanya). Daerah yang memiliki angka

prevalensi tertinggi kejadian Penyakit jantung rheumatic adalah d

Asia tenggra, Africa dan Amerika tengah. 12,13,14

9. Diagnosis Banding demam reumatik dan jantung reumatik

Tidak ada satupun gejala klinis maupun kelainan laboratorium

yang khas untuk demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Banyak

penyakit lain yang mungkin memberi gejala yang sama atau hampir sama

dengan demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Yang perlu

diperhatikan ialah infeksi piogen pada sendi yang sering disertai demam

serta reaksi fase akut. Bila terdapat kenaikan yang bermakna titer ASTO

akibat infeksi Streptococcus sebelumnya (yang sebenarnya tidak

menyebabkan demam reumatik), maka seolah-olah kriteria Jones sudah

terpenuhi. Evaluasi terhadap riwayat infeksi Streptococcus serta

pemeriksaan yang teliti terhadap kelainan sendinya harus dilakukan

dengan cermat agar tidak terjadi diagnosis berlebihan4 .Reumatoid artritis

serta lupus eritrmatosus sistemik juga dapat memberi gejala yang mirip

dengan demam reumatik (Tabel 2). Diagnosis banding lainnya ialah 18

Page 19: Makalah Referat DR n PJR

purpura Henoch-Schoenlein, reaksi serum, hemoglobinopati, anemia sel

sabit, artritis pasca infeksi, artritis septik, leukimia dan endokarditis

bakterialis sub akut4

TABEL 3. DIAGNOSIS BANDING DEMAM REUMATIK3

  Demam reumatik Artritis reumatoid Lupus

eritomatosus

sistemik

Umur 5-15 tahun 5 tahun 10 tahun

Rasio kelamin sama Wanita 1,5:1 Wanita 5:1

Kelainan sendi

Sakit

Bengkak

Kelainan Ro

 

Hebat

Non spesifik

Tidak ada

 

sedang

Non spesifik

Sering (lanjut)

 

Biasanya ringan

Non spesifik

Kadang-kadang

Kelainan kulit Eritema marginatum Makular Lesi kupu-kupu

Karditis ya Jarang Lanjut

Laboratorium

Lateks

Aglutinasi sel

domba

Sediaa sel LE

 

 

-

 

± 10%

± 10%

± 5%

Kadang-kadang

Respon terhadap cepat Biasanya lambat Lambat  / -

19

Page 20: Makalah Referat DR n PJR

salisilat

10. Diagnosis

Temuan klinis, laboratorium, maupun atau tes pemeriksaan lainnya tidak

spesifik untuk menegakkan diagnosis demam rematik. Pada tahun 1944, T.

Duckett Jones merumuskan kriteria-nya untuk diagnosis demam rematik yang

kemudian dikenal sebagai Kriteria Jones. Kriteria ini masih berlaku dan telah

dimodifikasi, direvisi, diedit, dan diperbarui oleh Komite Demam reumatik,

endokarditis, dan penyakit Kawasaki (American Heart Association). Kriteria

diagnosis demam rematik meliputi kelompok kriteria mayor dan minor yang pada

dasarnya merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam rematik serta

dengan tambahan bukti adanya infeksi Streptococcus sebelumnya11

Kriteria Jones yang pertama kali dicetuskan oleh Dr. T. Duckett Jones pada

tahun 1944, sampai saat ini telah mengalami 4 kali modifikasi, dan kriteria yang

terbaru adalah kriteria yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2002-2003 (Tabel

1).1 Kriteria yang telah direvisi ini selain digunakan untuk membuat diagnosis DR

dan PJR, juga sangat membantu untuk menegakkan diagnosis serangan ulang DR

pada penderita tanpa PJR, serangan ulang DR pada penderita PJR, reumatik korea,

reumatik karditis yang terjadi secara perlahan-lahan, dan PJR kronis. Khusus pada

penderita dengan gejala korea Sydenham, pada penderita dengan gejala karditis

yang terselubung, serta kadang-kadang penderita dengan DR berulang, oleh

karena antibodi terhadap streptokokus mungkin telah kembali ke nilai normal,

20

Page 21: Makalah Referat DR n PJR

pada ketiga kondisi di atas kritieria ini dapat diabaikan. Kriteria ini telah terbukti

dapat mencegah overdiagnosis DR.8

Tabel 1. Kriteria WHO 2002-2003 untuk diagnosis DR dan PJR

(berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi).10

Kriteria Diagnostik KRITERIA

Episode pertama DR

Serangan ulang DR pada penderita tanpa PJR

Serangan ulang DR pada penderita dengan PJR

Reumatik korea

Reumatik karditis yang tiba-tiba

Lesi katup kronis pada PJR (penderita datang

pertama kali dengan murni gejala mitral stenosis

atau kombinasi kelainan katup mitral dan/atau

kelainan katup aorta)

2 mayor* atau 1 mayor dan 2 minor** ditambah

bukti infeksi streptokokus grup A sebelumnya

***

2 mayor atau 1 mayor dan 2 minor ditambah

bukti infeksi streptokokus grup A sebelumnya

2 minor ditambah bukti infeksi streptokokus

grup A sebelumnya

Manifestasi mayor lainnya atau bukti Infeksi

streptokokus grup A tidak diperlukan

Untuk diagnosis tidak memerlukan kriteria lain

oleh karena telah menunjukkan gejala PJR

* Manifestasi mayor karditis

poliartitis

21

Page 22: Makalah Referat DR n PJR

** Manifestasi minor

*** Bukti penunjang infeksi streptokokus

sebelumnya dalam 45 hari terakhir

korea

eritema margintum

nodul subkutan

klinis: demam, poliartralgia

laboratorium: peningkatan

reaktan fase akut (laju endap

darah atau jumlah leukosit)

EKG: pemanjangan interval P-R

Peningkatan antistreptolisin-O

atau antibodi streptokokus

lainnya, atau

Biakan tenggorok yang +, atau

Rapid antigen test untu

streptokokus grup A, atau

Demam skarlatina sebelumnya

22

Page 23: Makalah Referat DR n PJR

Diagnosis demam rematik ditegakkan bila terdapat 2 manifestasi mayor

atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor didukung bukti

adanya infeksi streptococcus sebelumnya yaitu kultur apus tenggorok yang

positif atau kenaikan titer antibodi streptococcus (ASTO) > 200.

Terdapat pengecualian untuk gejala korea minor, diagnosis Demam

rematik dapat ditegakkan tanpa peru adanya bukti infeksi streptococcus.

Manifestasi mayor demam reumatik

1. Karditis

Karditis pada demam reumatik akut ditemukan pada sekitar 50% pasien, yang

cenderung meningkat dengan tajam pada pengamatan mutakhir1,2. Dua laporan

yang paling baru, dari Florida dan Utah, melaporkan karditis pada 75% pasien

demam reumatik akut. Angka ini didasarkan kepada diagnosis yang ditegakkan

hanya dengan auskultasi, dan bahkan lebih tinggi bila alat ekokardiografi Doppler

91% pasien menunjukkan keterlibatan jantung1. Pada literatur lain menyebutkan

yaitu sekitar 40-80% dari demam reumatik akan berkembang menjadi

pankarditis12

            Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam reumatik

akut, dan menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium akut penyakit.

Bahkan sesudah fase akut, cedera sisa pada katup dapat menyebabkan gagal

jantung yang tidak mudah ditangani, dan seringkali memerlukan intervensi bedah.

Selanjutnya mortalitas dapat terjadi akibat komplikasi bedah atau dari infeksi

berikut yang menyebabkan endokarditis bakteri12.

23

Page 24: Makalah Referat DR n PJR

            Banyak dokter memandang karditis sebagai manifestasi demam reumatik

yang paling khas. Karditis dengan insufisiensi mitral diketahui dapat berkaitan

dengan infeksi virus, riketsia, dan mikoplasma. Namun demam reumatik tetap

merupakan penyebab utama insufisiensi mitral didapat pada anak dan dewasa

muda. Meskipun laporan dari negara berkembang mengambarkan insidens

penyakit jantung reumatik yang tinggi pada anak muda, demam reumatik dan

karditis reumatik jarang ditemukan pada anak umur di bawah 5 tahun. Penyakit

ini terkait dengan gejala nonspesifik meliputi mudah lelah, anoreksia, dan kulit

pucat kekuningan. Mungkin terdapat demam ringan dan mengeluh bernapas

pendek, nyeri dada, dan artralgia. Pemeriksaan jantung mungkin menunjukkan

keterlibatan jantung, dan pada sebagian pasien dapat terjadi gagal jantung12

            Karditis dapat merupakan manifestasi tunggal atau terjadi bersamaan

dengan satu atau lebih manifestasi lain. Kadang artritis dapat mendahului karditis;

pada kasus demikian tanda karditis biasanya akan muncul dalam 1 atau 2 minggu;

jarang terjadi keterlibatan jantung yang jelas di luar interval ini.

            Seperti manifestasi yang lain, derajat keterlibatan jantung sangat

bervariasi. Karditis dapat sangat tidak kentara, seperti pada pasien dengan korea,

tanda insufisiensi mitral dapat sangat ringan dan bersifat sementara, sehingga

mudah terlewatkan pada auskultasi. Karditis yang secara klinis ’mulainya lambat’

mungkin sebenarnya mengambarkan progresivitas karditis ringan yang semula

tidak dideteksi. Pasien yang datang dengan manifestasi lain harus diperiksa

dengan teliti untuk menyingkirkan adanya karditis. Pemeriksaan dasar, termasuk

elektrokardiografi dan ekokardiografi, harus selalu dilakukan. Pasien yang ada

24

Page 25: Makalah Referat DR n PJR

pada pemeriksaan awal tidak menunjukkan keterlibatan jantung harus terus

dipantau dengan ketat untuk mendeteksi adanya karditis sampai tiga minggu

berikutnya. Jikalau karditis tidak muncul dalam 2 sampai 3 minggu

pascaserangan, maka selanjutnya ia jarang muncul12

Takikardia merupakan salah satu tanda klinis awal miokarditis.

Pengukuran frekuensi jantung paling dapat dipercaya apabila pasien tidur. Demam

dan gagal jantung menaikkan frekuensi jantung; sehingga mengurangi nilai

diagnostik takikardia. Apabila tidak terdapat demam atau gagal jantung, frekuensi

jantung saat pasien tidur merupakan tanda yang terpercaya untuk memantau

perjalanan karditis12.

            Miokarditis dapat menimbulkan disritmia sementara; blok atrioventrikular

total biasanya tidak ditemukan pada karditis reumatik. Miokarditis kadang sukar

untuk dicatat secara klinis, terutama pada anak muda yang tidak terdengar bising

yang berarti. Pada umumnya, tanda klinis karditis reumatik meliputi bising

patologis, terutama insufisiensi mitral, adanya kardiomegali secara radiologis

yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung dan tanda perikarditis.

            Terdapatnya gagal jantung kongestif, yaitu tekanan vena leher yang

meninggi, muka sembab, hepatomegali, ronki paru, urin sedikit dan bahkan edema

pitting, semuanya dapat dipandang sebagai bukti karditis. Hampir merupakan

aksioma, setiap anak dengan penyakit jantung reumatik yang datang dengan gagal

jantung pasti menderita karditis aktif. Hal ini berbeda dengan orang tua, padanya

gagal jantung kongestif dapat terjadi sebagai akibat stres mekanik pada jantung

karena keterlibatan katup reumatik. Pada anak dengan demam reumatik, gagal

25

Page 26: Makalah Referat DR n PJR

jantung kanan, terutama yang disertai dengan edema muka, mungkin terjadi

sekunder akibat gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri pada anak reumatik relatif

jarang ditemukan12.

            Endokarditis, radang daun katup mitral dan aorta serta kordae katup mitral,

merupakan komponen yang paling spesifik pada karditis reumatik. Katup-katup

pulmonal dan trikuspid jarang terlibat. Insufisiensi mitral paling sering terjadi

pada karditis reumatik, yang ditandai oleh adanya bising holosistolik (pansistolik)

halus, dengan nada tinggi. Bising ini paling baik terdengar apabila pasien tidur

miring ke kiri. Pungtum maksimum bising adalah di apeks, dengan penjalaran ke

daerah aksila kiri. Apabila terdapat insufisiensi mitral yang bermakna, dapat pula

terdengar bising stenosis mitral relatif yaitu bising mid-diastolik sampai akhir

diastolik yang bernada rendah. Bising ini disebut bising Carey-Coombs, terjadi

karena sejumlah besar darah didorong melalui lubang katup ke dalam ventrikel

kiri selama fase pengisian, menghasilkan turbulensi yang bermanifestasi sebagai

bising aliran (flow murmur)12.

            Insufisiensi aorta terjadi pada sekitar 20% pasien dengan karditis reumatik.

Insufisiensi ini dapat merupakan kelainan katup tunggal tetapi biasanya bersama

dengan infusiensi mitral. Infisiensi aorta ini ditandai oleh bising diastolik dini

dekresendo yang mulai dari komponen aorta bunyi jantung kedua. Bising ini

bernada sangat tinggi, sehinggga paling baik didengar dengan stetoskop membran

(diafragma) pada sela iga ketiga kiri dengan pasien pada posisi tegak, terutama

jika pasien membungkuk ke depan dan menahan napasnya selama ekspirasi.

Bising ini mungkin lemah, dan karenanya sering gagal dikenali oleh pemeriksa

26

Page 27: Makalah Referat DR n PJR

yang tidak terlatih. Pada infusiensi aorta yang berat, bising terdengar keras dan

mungkin disertai getaran bising diastolik. Pada kasus ini tekanan nadi yang naik

karena lesi aorta yang besar digambarkan sebagai nadi perifer yang melompat-

lompat (water-hammer pulse). Keterlibatan katup pulmonal dan trikuspid jarang

terjadi; ia ditemukan pada pasien dengan penyakit jantung reumatik yang kronik

dan berat. Pemeriksaan ekokardiografi-Doppler menunjukkan bahwa kelainan

pada katup trikuspid dan  pasien demam reumatik pulmonoal ini lebih banyak

daripada yang dipekirakan sebelumnya12.

            Miokarditis atau insufisiensi katup yang berat dapat menyebabkan

terjadinya gagal jantung. Gagal jantung yang jelas terjadi pada sekitar 5% pasien

demam reumatik akut, terutama pada anak yang lebih muda. Di Yogyakarta

pasien yang datang dengan gagal jantung jelas dapat mencapai 65% karena kasus

yang dapat berobat ke rumah sakit terdiri atas pasien demam reumatik akut

serangan pertama dan demam reumatik akut serangan ulang. Lagipula pasien di

Yogyakarta baru berobat apabila telah timbul gejala dan tanda gagal jantung.

            Manifestasi gagal jantung meliputi batuk, nyeri dada, dispne, ortopne, dan

anoreksia. Pada pemeriksaan terdapat takikardia, kardiomegali, dan hepatomegali

dengan hepar yang lunak. Edema paru terjadi pada gagal jantung sangat

bervariasi.

            Pembesaran jantung terjadi bila perubahan hemodinamik yang berat terjadi

akibat penyakit katup. Pembesaran jantung yang progresif dapat terjadi akibat

pankarditis, yaitu karena dilatasi jantung akibat miokarditis ditambah dengan

akumulsi cairan perikardium parietale dan viserale. Penggesekan permukaan yang

27

Page 28: Makalah Referat DR n PJR

meradang menimbulkan suara gesekan yang dapat didengar. Bising gesek ini

terdengar paling baik di midprekordium pada pasien dalam posisi tegak, sebagai

suara gesekan permukaan. Bising gesek dapat didengar pada sistole atau diastole

tergantung pada apakah pergeseran timbul oleh kontraksi maupun relaksasi

ventrikel. Pengumpulan cairan yang banyak menyebabkan terjadinya pergeseran

perikardium, sehingga dapat mengakibatkan menghilangnya bising gesek. Bising

gesek pada pasien parditis reumatik hampir selalu merupakan petunjuk adanya

pankarditis. Perikarditis yang tidak disertai dengan endokarditis dan miokarditis

biasanya bukan disebabkan demam reumatik.

            Irama derap yang mungkin terdengar biasanya berupa derap

protodiastolik, akibat aksentuasi suara jantung ketiga. Derap presistolik agak

jarang terjadi, akibat pengerasan suara jantung keempat yang biasanya tidak

terdengar, atau derap kombinasi, yaitu kombinasi dari dua derap (summation

gallop).

2. Artritis   

Artritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik. Walaupun

merupakan manifestasi mayor yang paling sering, artritis ini paling tidak spesifik

dan sering menyesatkan diagnosis. Insidens artritis yang rendah dilaporkan pada

penjangkitan demam reumatik akhir-akhir ini di Amerika Serikat, mungkin akibat

pedekatan diagnosis yang berbeda. Kebanyakan laporan menunjukkan artritis

28

Page 29: Makalah Referat DR n PJR

sebagai manifestasi reumatik yang paling sering, tetapi bukan yang paling serius,

seperti kata Lasegue, ’demam reumatik menjilat sendi namun menggigi jantung1.

            Artritis menyatakan secara tidak langsung adanya radang aktif sendi,

ditandai oleh nyeri yang hebat, bengkak, eritema, dan demam. Meskipun tidak

semua manifestasi ada, tetapi nyeri pada saat istirahat yang menghebat pada

gerakan aktif atau pasif biasanya merupakan tanda yang mencolok. Intensitas

nyeri dapat menghambat pergerakan sendi hingga mungkin seperti

pseudoparalisis12.

            Artritis harus dibedakan dari artralgi, karena pada artralgia hanya terjadi

nyeri ringan tanpa tanda objektif pada sendi. Sendi besar paling sering terkena,

yang terutama adalah sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan.

Sendi perifer yang kecil jarang terlibat. Artritis reumatik bersifat asimetris dan

berpindah-pindah (poliartritis migrans). Proses radang pada satu sendi dapat

sembuh secara spontan sesudah beberapa jam serangan, kemudian muncul artritis

pada sendi yang lain. Pada sebagian besar pasien, artritis sembuh dalam 1 minggu,

dan biasanya tidak menetap lebih dari 2 atau 3 minggu. Artritis demam reumatik

berespons dengan cepat terhadap salisilat bahkan pada dosis rendah, sehingga

perjalanan artritis dapat diperpendek dengan nyata dengan pemberian aspirin12.

            Pemeriksaan radiologis sendi tidak menunjukkan kelainan kecuali efusi.

Meskipun tidak berbahaya, artritis tidak boleh diabaikan; ia harus benar-benar

diperhatikan, baik yang berat maupun yang ringan. Sebelum terburu-buru ke

laboratorium untuk memikirkan ’skrining kolagen’ yang lain, ia harus diperiksa

dengan anamnesis yang rinci serta pemeriksaan fisis yang cermat12.

29

Page 30: Makalah Referat DR n PJR

3.Korea Sydenham      

Korea Sydenham, korea minor, atau St. Vitus dance, mengenai sekitar 15% pasien

demam reumatik1,2. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan sistem saraf pusat,

terutama ganglia basal dan nuklei kaudati, oleh proses radang. Hubungan korea

Sydenham dengan demam reumatik tetap tidak jelas untuk waktu yang lama.

Hubungan tersebut tampak pada pasien dengan manifestasi reumatik, terutama

insufisiensi mitral, yang semula datang hanya dengan korea Sydenham. Sekarang

jelas bahwa periode laten antara infeksi streptokokus dan awal korea lebih lama

daripada periode laten untuk artritis atau karditis. Periode laten manifestasi klinis

artritis atu karditis adalah sekitar 3 minggu, sedangkan manifestasi klinis korea

dapat mencapai 3 bulan atau lebih1.

            Pasien dengan korea datang dengan gerakan yang tidak disengaja dan

tidak bertujuan, inkoordinasi muskular, serta emosi yang labil. Manifestasi ini

lebih nyata apabila pasien dalam keadaan stres. Gerakan abnormal ini dapat

ditekan sementara atau sebagian oleh pasien dan menghilang pada saat tidur.

Semua otot terkena, tetapi yang mencolok adalah otot wajah dan ekstremitas.

Pasien tampak gugup dan menyeringai. Lidah dapat terjulur keluar dan masuk

mulut dengan cepat dan menyerupai ’kantong cacing’. Pasien korea biasanya tidak

dapat mempertahankan kestabilan tonus dalam waktu yang pendek12.

            Biasanya pasien berbicara tertahan-tahan dan meledak-ledak. Ekstensi

lengan di atas kepala menyebabkan pronasi satu atau kedua tangan (tanda

pronator). Kontraksi otot tangan yang tidak teratur tampak jelas bila pasien

menggenggam jari pemeriksa (pegangan pemerah susu). Apabila tangan

30

Page 31: Makalah Referat DR n PJR

diekstensikan ke depan, maka jari-jari berada dalam keadaan hiperekstensi (tanda

sendok atau pinggan). Koordinasi otot halus sukar. Tulisan tangannya buruk, yang

ditandai oleh coretan ke atas yang tidak mantap1,5. Bila disuruh membuka dan

menutup kancing baju, pasien menunjukkan inkoordinasi yang jelas, dan ia

menjadi mudah kecewa. Kelabilan emosinya khas, pasien sangat mudah

menangis, dan menunjukkan reaksi yang tidak sesuai1,2,5. Orangtua sering cemas

oleh kecanggungan pasien yang reaksi yang mendadak. Guru memperhatikan

bahwa pasien kehilangan perhatian, gelisah, dan tidak koperatif. Sebagai pasien

mungkin disalahtafsirkan sebagai menderita kelainan tingkah laku. Meskipun

tanpa pengobatan sebagian besar korea minor akan menghilang dalam waktu 1-2

minggu. Pada kasus yang berat, meskipun dengan pengobatan, korea minor dapat

menetap selama 3-4 bulan, bahkan dapat sampai 2 tahun1.

            Insidens korea pada pasien demam reumatik sangat bervariasi dan

cenderung menurun, tetapi pada epidemi mutakhir di Utah korea terjadi pada 31%

kasus. Korea tidak biasa terjadi sesudah pubertas dan tidak terjadi pada dewasa,

kecuali jarang pada wanita hamil (’korea gravidarum’). Korea ini merupakan satu-

satunya manifestasi yang memilih jenis kelamin, yakni dua kali lebih sering pada

anak wanita dibanding pada lelaki. Sesudah pubertas perbedaan jenis kelamin ini

bertambah12.

4.Eritema Marginatum

Eritema marginatum merupakan khas untuk demam reumatik dan jarang

ditemukan pada penyakit lain. Karena khasnya, ia termasuk dalam manifestasi

mayor. Data kepustakaan menunjukkan bahwa eritema marginatum ini hanya

31

Page 32: Makalah Referat DR n PJR

terjadi pada lebih-kurang 5% pasien1. Pada literatur lain menyebutkan eritema ini

ditemukan pada kurang dari 10% kasus2. Ruam ini tidak gatal, maskular, dengan

tepi eritema yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain mengelilingi kulit yang

tampak normal. Lesi ini berdiameter sekitar 2,5 cm, tersering pada batang tubuh

dan tungkai proksimal, dan tidak melibatkan wajah1,2,5. Pemasangan handuk

hangat atau mandi air hangat dapat memperjelas ruam. Eritema sukar ditemukan

pada pasien berkulit gelap. Ia biasanya timbul pada stadium awal penyakit,

kadang menetap atau kembali lagi, bahkan setelah semua manifestasi klinis lain

hilang. Eritema biasanya hanya ditemukan pada pasien dengan karditis, seperti

halnya nodul subkutan1. Menurut literatur lain, eritema ini sering ditemukan pada

wanita dengan karditis kronis5.

5.Nodulus Subkutan

Frekuensi manifestasi ini telah menurun sejak beberapa dekade terakhir,

saat ini jarang ditemukan, kecuali pada penyakit jantung reumatik kronik.

Penelitian mutakhir melaporkan frekuensi nodul subkutan kurang dari 5%. Namun

pada laporan mutakhir dari Utah nodul subkutan ditemukan pada sekitar 10%

pasien. Nodulus terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku,

ruas jari, lutut dan persendian kaki. Kadang nodulus ditemukan pada kulit kepala

dan di atas kolumna vetrebralis. Ukurannya bervariasi dari 0,5-2 cm, tidak nyeri,

dan dapat bebas digerakkan. Nodul subkutan pada pasien demam reumatik akut

biasanya lebih kecil dan lebih cepat menghilang daripada nodul pada reumatoid

artritis. Kulit yang menutupinya tidak menunjukkan tanda radang atau pucat.

32

Page 33: Makalah Referat DR n PJR

Nodul ini biasanya muncul sesudah beberapa minggu sakit dan pada umumnya

hanya ditemukan pada pasien dengan karditis12.

11. Tatalaksana Penyakit Demam Rematik dan Jantung Reumatik

Apabila memungkinkan pasien harus dirawat di rumah sakit agar dapat

dilakukan observasi ketat dan harus beristirahat di tempat tidur (tirah baring). Hal

tersebut penting untuk mengurangi progresivitas penyakit. Lamanya tirah baring

dapat bervariasi tergantung masing – masing individu. Mobilisasi dapat dilakukan

apabila fase akut dari demam rematik telah terlewati. Pasien juga harus diizinkan

untuk kembali ke kegiatan normal dengan aktivitas fisik yang minimal. Olahraga

fisik yang keras harus dihindari, terutama apabila disertai karditis. Meskipun

kultur tenggorokan jarang positif untuk infeksi Streptococcus grup A pada saat

onset RF, pasien harus diobati dengan penisilin selama 10 hari. Apabila pasien

alergi penisilin maka diganti dengan eritromisin. Apabila ada gagal jantung,

pasien diberharus tambahan terapi berupa diuretik, oksigen, dan digitalis serta

dengan pembatasan diet natrium. Penggunaan digitalis harus hati-hati karena

dengan dosis konvensional pun dapat terjadi toksisitas jantung3,5

Di negara maju kebanyakan anak dan remaja yang menderita PJR adalah

asimtomatik oleh karena lesi katupnya ringan yang atau sedang dengan ukuran

jantung normal atau sedikit membesar.7 Mereka tidak perlu pembatasan aktivitas

fisik, yang mungkin bahkan merugikan karena terjadi neurosis jantung. Lagipula,

pembatasan aktivitas fisik pada kelainan sedang tidak perlu, karena pasien segera

mengerti toleransi kerjanya sendiri. Namun, olahraga dalam tim atau olahraga

33

Page 34: Makalah Referat DR n PJR

kompetetif atau latihan isometrik dianjurkan jika ada riwayat gagal jantung yang

baru atau terdapat kardiomegali sedang atau berat.7

Penanganan yang berbaik untuk penyakit jantung reumatik adalah

pencegahan.4 Perlu ditekankan pentingnya profilaksis jangka panjang lama dan

terus menerus dalam pertemuan pertama dengan pasien dan keluarga. Lebih baik

pada awal serangan demam reumatik diterangkan sifat kumat penyakit ini, dan

ditekankan pentingnya pemberantasan infeksi streptokokus serta bahaya

endokarditis. Penjelasan rinci tentang profilaksis pada anamnesis dan tiap

kunjungan selanjutnya mengurangi angka mangkir (drop outs) program

kemoprfilaksis, terutama pada pasien yang tanpa gejala.4

Tidak ada pengobatan khusus untuk mengatasi reaksi inflamasi akibat

demam rematik. Yang dapat dilakukan adalah memberikan terapi supportif yang

bertujuan untuk mengurangi gejala konstitusional, mengendalikan manifestasi

toksisitas, dan memperbaiki fungsi jantung. Pasien dengan ringan atau tanpa

karditis biasanya merespon baik pada pemberian salisilat. Salisilat sangat efektif

dalam mengurangi nyeri sendi, rasa sakit serta bengkak. Tidak menutup

kemungkinan setelah pemberian salisilat, nyeri tidak berkurang, maka diagnosis

demam rematik dapat dipertanyakan dan harus dievaluasi ulang. Karena tidak ada

tes diagnostik khusus untuk demam rematik, maka terapi antiinflamasi harus

ditahan sampai gambaran klinis telah menjadi cukup jelas untuk memungkinkan

diagnosis. Untuk efek antiinflamasi yang optimal, kadar salisilat serum sekitar 20

persen mg diperlukan. Aspirin, pada dosis 100 mg / kg / hari, diberikan empat

sampai lima kali sehari, biasanya menghasilkan kadar serum cukup untuk

34

Page 35: Makalah Referat DR n PJR

mencapai respon klinis. Terapi optimal salisilat harus tunggal, hal ini untuk

memastikan respon yang memadai dan menghindari toksisitas. Tinnitus, mual,

muntah, dan anoreksia adalah efek samping terkait dengan penggunaan salisilat.

Efek samping dapat mereda setelah beberapa hari pengobatan meskipun obat

dilanjutkan4,6

Pasien yang memiliki gangguan fungsi jantung, terutama perikarditis atau

gagal jantung kongestif - merespon lebih cepat untuk kortikosteroid daripada

salisilat. Steroid dapat menyelamatkan hidup pada pasien yang sangat sakit.

Pasien yang tidak merespon salisilat pada dosis yang adekuat, kadang - kadang

dapat berespon baik pada pemberian kortikosteroid. Dosis yang biasa digunakan

adalah prednisone, 1 - 2 mg/kg/hari 4

Tidak ada bukti bahwa salisilat atau terapi kortikosteroid mempengaruhi

jalannya carditis atau mengurangi insiden penyakit jantung. Oleh karena itu,

durasi terapi dengan agen antiinflamasi berdasarkan perkiraan tingkat keparahan

episode dan ketepatan dari respon klinis. Pada serangan ringan dengan

keterlibatan sedikit atau bahkan tidak ada keterlibatan dari inflamasi sel jantung,

dapat diobati dengan salisilat selama sekitar 1 bulan atau sampai ada cukup bukti

klinis dan laboratorium inaktivasi dari inflamasi tersebut. Dalam kasus yang lebih

berat, terapi dengan kortikosteroid dapat dilanjutkan selama 2 sampai 3 bulan.

obat tersebut kemudian dikurangi secara bertahap selama 2 minggu berikutnya.

Bahkan dengan terapi berkepanjangan, beberapa pasien (kurang lebih 5 persen)

terus menunjukkan bukti aktivitas rematik selama 6 bulan atau lebih. Fenomena

rebound terlihat dengan munculnya kembali gejala-gejala ringan atau reaktan fase

35

Page 36: Makalah Referat DR n PJR

akut, dapat terjadi pada beberapa pasien yang telah menghentikan pengobatan

antiinflamasi, biasanya dalam waktu 2 minggu. Gejala yang sederhana biasanya

mereda tanpa pengobatan; gejala lebih parah mungkin memerlukan pengobatan

dengan salisilat. Beberapa dokter merekomendasikan penggunaan salisilat

(aspirin, 75 mg/kg/hari) selama periode tapering off kortikosteroid, dan dipercaya

bahwa pendekatan seperti itu dapat mengurangi kemungkinan rebound. Informasi

tentang penggunaan salisilat selain aspirin pada terapi demam rematik masih

sangat terbatas. Tidak ada bukti menunjukkan bahwa agen antiinflamasi

nonsteroid lain lebih efektif daripada aspirin. Pada pasien yang tidak dapat

mentolerir aspirin atau yang alergi terhadap hal itu, dapat dicoba menggunakan

agen nonsteroid lain. Preparat aspirin yang dilapisi atau yang mengandung alkali

atau buffer juga dapat dicoba, hal ini bertujuan agar pemberian aspirin dapat

ditolerir serta mengurangi efek samping yang tidak diinginkan 4

Berikut ini disajikan tabel pengobatan dari bermacam – macam

manifestasi klinis sewaktu pasien datang berobat pada fase akut.

Tabel 2: Hubungan Manifestasi Klinis dan Pengobatan

Manifestasi Klinis Pengobatan

Artralgia Salisilat saja

Artritis saja dan/atau karditis tanpa

kardiomegali

Salisilat 100mg/kgBB/hari selama 2

minggu dan diteruskan dengan 75

mg/kgBB/ hari selama 4-6 minggu

36

Page 37: Makalah Referat DR n PJR

Karditis dengan kardiomegali atau

gagal jantung

Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2

minggu da tapering off selama 2

minggu dengan ditambahkan

salisilat 75 mg/kgBB/haru untuk 6

minggu

(Leman, 2009)

12. Pencegahan

Pencegahan demam rematik ada 2 cara :

A.Pencegahan Primer

Pencegahan serangan utama pada DR tergantung pada kecepatan dan

deteksi awal dari penyakit ini. Eradikasi bakteri Streptococcus beta

hemoliticus grup A dari tenggorokan merupakan upaya pencegahan primer

terhadap penyakit demam rematik. Terapi antibiotik yang sesuai dimulai

sejak awal hingga 9 hari setelah onset akut faringitis Streptococcus cukup

efektif dalam mencegah serangan utama demam rematik, terapi awal

disarankan karena dinilai mampu mengurangi baik morbiditas dan periode

infektifitas bakteri ini. Dalam memilih regimen obat untuk pengobatan

faringitis akibat Streptococcus beta hemoliticus grup A, berbagai faktor

harus dipertimbangkan, termasuk kemanjuran dari segi bakteriologis dan

klinis, kemudahan kepatuhan terhadap regimen yang direkomendasikan

(frekuensi administrasi sehari-hari, lama terapi), biaya; spektrum aktivitas

agen yang dipilih, dan potensi efek samping. Penisilin adalah agen

37

Page 38: Makalah Referat DR n PJR

antibiotik pilihan untuk pengobatan terhadap bakteri Streptococcus beta

hemoliticus grup A, kecuali pada pasien dengan riwayat alergi terhadap

penisilin. Penisilin merupakan antibiotik spektrum sempit, dan memiliki

efektivitas yang telah terbukti dalam mengobati infeksi akibat Streptococcus

beta hemoliticus grup A. Hingga saat ini, resistensi bakteri ini terhadap

penisilin belum didokumentasikan. Penisilin dapat diberikan secara

intramuskular atau oral, tergantung pada kemungkinan kepatuhan pasien

terhadap regimen obat oral. Pemberian benzathine penisilin G secara

intramuscular adalah pilihan, khususnya bagi pasien yang tidak mungkin

diberi 10 hari terapi oral dan untuk pasien dengan riwayat pribadi atau

keluarga DR atau penyakit jantung rematik. Suntikan benzathine suntikan

penisilin G harus diberikan sebagai dosis tunggal dalam massa otot besar6.

Antibiotik oral pilihan adalah penisilin V (penisilin fenoksimetil).

Pasien harus mengkonsumsi penisilin oral secara teratur hingga 10-hari,

meskipun gejala masih belum nampak pada beberapa hari pertama.

Meskipun amoksisilin spektrum yang lebih luas dan sering digunakan untuk

pengobatan faringitis akibat Streptococcus beta hemoliticus grup A ,namun

hal tersebut tidak memberikan keuntungan mikrobiologi melebihi penisilin.

Eritromisin oral dapat diberikan untuk pasien yang alergi terhadap penisilin.

Pengobatan juga harus diberikan selama 10 hari. Eritromisin estolat (20-40

mg/kg/hari dalam dua sampai empat dosis terbagi), atau eritromisin etil

suksinat (40 mg/kg/hari dalam dua sampai empat dosis terbagi) efektif

dalam mengobati faringitis Streptococcus, namun keberhasilan dua kali

38

Page 39: Makalah Referat DR n PJR

regimen sehari pada orang dewasa membutuhkan studi lebih lanjut. Dosis

maksimal adalah 1 gram eritromisin /hari. Azitromisin memiliki efektivitas

mirip dengan eritromisin dalam melawan Streptococcus beta hemoliticus

grup A tetapi dapat menyebabkan efek samping gastrointestinal yang lebih

ringan. Azitromisin dapat diberikan satu kali sehari dan menghasilkan

konsentrasi tonsillar jaringan tinggi. Pemberian azitromisin selama 5 hari

disetujui oleh Food and Drug Administration sebagai terapi lini kedua untuk

pengobatan pasien usia 16 tahun atau lebih dengan faringitis Streptococcus

beta hemoliticus grup A. Dosis yang dianjurkan adalah 500 mg sebagai

dosis tunggal pada hari pertama diikuti oleh 250 mg sekali sehari selama 4

hari. Pemberian sefalosporin oral selama 10 hari merupakan alternatif yang

dapat diterima, terutama untuk pasien alergi penisilin. Sefalosporin

spektrum sempit , seperti sefadroksil atau sefaleksin, lebih dipilih daripada

sefalosporin spektrum yang lebih luas seperti sefaclor, sefuroxime, sefiksim,

dan sefpodoxime. Beberapa orang alergi penisilin (<15 %) juga alergi

terhadap sefalosporin, dan agen ini tidak boleh digunakan oleh pasien yang

hipersensitif terhadap penisilin (reaksi anafilaktik). Beberapa laporan

menunjukkan bahwa pemberian sefalosporin oral selama 10 hari lebih

unggul daripada 10 hari penisilin oral dalam pemberantasan Streptococcus

beta hemoliticus grup A dari faring. Ada beberapa antibiotik tertentu yang

tidak dianjurkan untuk pengobatan infeksi saluran pernafasan atas akibat

bakteri Streptococcus beta hemoliticus grup A. Tetrasiklin tidak boleh

digunakan karena tingginya prevalensi strain resisten. Sulfonamides dan

39

Page 40: Makalah Referat DR n PJR

trimethoprimsulfamethoxazole tidak akan memberantas bakteri

Streptococcus beta hemoliticus grup A pada pasien dengan faringitis dan

tidak boleh digunakan untuk mengobati infeksi aktif. Kloramfenikol tidak

dianjurkan karena efikasinya tidak diketahui dan berpotensi menimbulkan

toksisitas yang serius15

b..Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder terhadap DR merupakan metode pencegahan

terjadinya demam rematik berulang, yaitu berupa pemberian antibiotic

suntikan benzathine penicillin setiap 4 minggu secara berkelanjutan (Libby,

2008). Tujuannya untuk mencegah kolonisasi maupun infeksi pada saluran

pernafasan atas terutama yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus beta

hemoliticus grup A dan juga mencegah rekurensi dari serangan DR (Beggs,

2008). Pasien yang telah mengalami serangan DR sebelumnya dan

menderita faringitis Streptococcus, beresiko tinggi mengalami serangan

berulang dari DR. Infeksi Streptococcus beta hemoliticus grup A yang

rekurren seringnya asimptomatik. Selain itu, DR dapat kambuh bahkan

ketika gejala infeksi telah ditekan secara optimal. Untuk alasan ini, maka

untuk pencegahan DR berulang, memerlukan antibiotik profilaksis secara

terus – menerus. Antibiotik profilaksis direkomendasikan untuk diberikan

pada pasien dengan riwayat DR (termasuk yang memiliki manifestasi

chorea Sydenhaim) maupun yang terbukti menderita penyakit jantung

rematik. Antibiotik profilaksis harus dimulai segera setelah pasien

terdiagnosa demam rematik akut maupun penyakit jantung rematik4

40

Page 41: Makalah Referat DR n PJR

Pengobatan secara lengkap dengan penicillin seharusnya diberikan

diawal terhadap pasien dengan DR akut untuk mengeradikasi sisa bakteri

Streptokokus bahkan bila kultur tenggorokan sudah negative pada saat itu.

Infeksi streptokokus yang dialami oleh salah satu anggota keluarga harus

segera diobati.Setelah 4 minggu pasca suntikan, level benzathine penicillin

rendah atau tidak terdeteksi sehingga untuk daerah endemikmaupun pasien

yang berisiko tinggi frekwensi pemberian suntikan menjadi tiap 3 minggu,

meskipun bukti perbaikan setelah pemberian suntikan belum jelas kuat15

Tabel 3 Terapi Antibiotik untuk Demam Rematik Akut dan Pencegahan

Jangka Panjang

Terapi awal terhadap Faringitis akibat infeksi Streptokokus Beta Hemolitik A

(Libby,2008)

Antibiotik Dosis Frekwensi Durasi keterangan

Benzathine

penicillin G

Penicilin V

Amoxicilin

1,2 juta unit

IM

500 mg PO

500 mg PO

1x

2x/ hari

3x/ hari

Onset akut

saja

10 hari

10 hari

Menurunkan

compliance

issues

Peningkatkan

nyeri

41

Page 42: Makalah Referat DR n PJR

Cefalosporin/

eritromisin

Bervariasi

tergantung

jenis obat

Bervariasi 10 hari Diberikan

apabila pasien

alergi

penicilin

Pada pasien dengan penyakit jantung rematik profilaksis jangka panjang

terhadap demam rematik dianjurkan, menggunakan penisilin selama

sedikitnya 10 tahun setelah episode terakhir dari demam rematik akut. Lifelong

profilaksis harus dipertimbangkan dalam pasien berisiko tinggi sesuai dengan

keparahan dari VHD dan paparan kelompok A streptococcus.16

Tabel 4: Regimen pencegahan sekunder untuk pasien yang terdiagnosa

demam rematik (Libby, 2008)

Antibiotik Dosis Frekwensi Komentar

Benzathine

Penicilin G

Penicilin V

Eritromisin

Sulfonamide

1,2 juta unit IM

250 mg PO

250 mg PO

1 g PO

Tiap 3-4 mggu

2x/hari

2x/hari

Tiap hari

Menurunkan

compliance

issues

Peningkatkan

nyeri

-

Alternatif apabila

42

Page 43: Makalah Referat DR n PJR

pasien alergi

penicilin

Tujuan Pencegahan sekunder demam reumatik adalah untuk mencegah kolonisasi

atau infeksi saluran pernapasan atas (URT) dengan grup A beta-hemolitik

streptokokus dan serangan berulang dari RF17,18.

Tabel 5: Durasi Pencegahan Sekunder penyakit Demam Rematik

(Fuster,2001)

Kategori Durasi

Demam rematik dengan

karditis dan kelainan menetap

Demam rematik dengan

karditis tanpa kelainan katup

yang menetap*

Demam rematik tanpa karditis

Sekurang – kurangnya 10 tahun sejak

episode yang terakhir dan sampai usia 40

tahun dan kadang-kadang seumur hidup

10 tahun atau sampai dewasa, bisa lama

5 tahun atau sampai usia 21 tahun, bisa

lebih lama

Klinis / echocardiografi

Tabel 6: Petunjuk Tirah Baring dan Ambulasi (Siregar, 2008)

Hanya artritis Karditis Karditis

sedang

Karditis berat

43

Page 44: Makalah Referat DR n PJR

minimal

Tirah baring 2 minggu 2-3 minggu 4-5 minggu 2-4 bulan

Ambulasi

dalam rumah

1-2 minggu 2-3 minggu 4-5 minggu 2-3 bulan

Ambulasi

luar (sekolah)

2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan

Aktivitas

penuh

Setelah 4-

6minggu

Setelah 6-10

minggu

Setelah 3-6

bulan

Bervariasi

Tabel 7: Rekomendasi Penggunaan Antiinflamasi (Siregar, 2008)

Hanya

Artrutis

Karditis

Minimal

Karditiitis

Sedang

Karditis

Berat

Prednison 0 0 2-4 minggu* 2-6 minggu*

Aspirin 1-2 minggu 2-4 minggu+ 6-8 minggu* 2-4 bulan

Dosis Prednison 2 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis

Aspirin 100 mg/kgBB/hari dibagi 6 dosis

*Dosis prednison ditappering dan apirin dimulai selama minggu akhir

+Aspirin dapat dikurangi menjadi 60 mg/kgBB/hari setelah 2 minggu

pengobatan

Profilaksis Endokarditis

Antibiotik harus dipertimbangkan untuk prosedur risiko tinggi dalam pasien

berisiko tinggi, seperti pasien dengan katup jantung prostetik atau bahan prostetik

44

Page 45: Makalah Referat DR n PJR

digunakan untuk perbaikan katup, atau pada pasien dengan endokarditis

sebelumnya atau Penyakit jantung bawaan. pencegahan endokarditis masih

sangat penting pada semua pasien dengan VHD, termasuk mulut yang baik

kebersihan dan tindakan aseptik selama manipulasi kateter atau prosedur invasif,

untuk mengurangi tingkat kesehatan terkait infeksi endokarditis.16

Tabel 8: Prosedur yang dipertimbangkan untuk pemberian profilaksis

Rekomendasi pemberian profilaksisTidak rekomendasi untuk pemberian

profilaksis

Tindakan gigi yang yang bisa

menyebabkan perdarahan gingival

atau mukosa, termasuk

pembersihan gig dan scaling

Tosilektomi atau adenoidectomy

Operasi yang melibatkan

gastrointestinal atau mukosa

respiratori atas

Scleroterapi

Dilatasi esophagus

Operasi kandung empedu

Cystoscopy

Kateresasi uretra bila ada infeksi

traktus urinarius

Operasi tratus urinarius termasuk

Tindakan gigi yang tidak

menyebabkan perdarahn misalnya

orthodontic dan tempelan

Injeksi intraoral atau anestesi lokal

Insersi tube Tympanostomi

Insersi tube endotrakeal

Brochoskopi dengan/tanpa biopsi†

Katerisasi kardia

Endoskopi gastrointestinal

Cesarean section

Tidak ada infeksi : Katerisasi

uretra, kuretase, tidak ada

komplikasi pada partus

pervaginam, insersi atau

mengeluarkan alat untrauterine,

45

Page 46: Makalah Referat DR n PJR

operasi prostat

Insisi jaringan infeksi

Hysterektomi

Komplikasi infeksi partus

pervaginam

tindakan yang steril, laparoskopi†

Antibiotik profilaksis diberikan untuk eradikasi pathogen yang

menyebabkan endokarditis, biasanya yang disebabkan pleh bakteri

staphylococcus

† pada pasien dengan risiko tinggi bisa diberikan profilaksis untuk tindakan

tersebut

13. Prognosis

Demam rematik akut akan sembuh dalam waktu sekitar 3 bulan setelah

serangan akut. Hanya minoritas pasien mengalami penyembuhan yang lebih lama.

Karditis akan sembuh sempurna pada 65-75% pasien. Karditis tidak akan

menimbulkan sekuele pada pasien yang awalnya tidak memiliki kelainan jantung7

46

Page 47: Makalah Referat DR n PJR

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Demam reumatik merupakan suatu reaksi autoimun terhadap faringitis

Streptococcus beta hemolyticus grup A yang mekanismenya belum sepenuhnya

dimengerti. Demam reumatik tidak pernah menyertai infeksi kuman lain maupun

infeksi Streptococcus di tempat lain. Penyakit ini juga cenderung berulang .

Insidens tertinggi penyakit ini ditemukan pada anak berumur 5-15 tahun6,19

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik

didahului pertama kali oleh infeksi saluran napas atas oleh kuman Streptococcus

47

Page 48: Makalah Referat DR n PJR

beta hemolyticus grup A dan selanjutnya diikuti periode laten yang berlangsung

1-3 minggu kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-

bulan. Setelah periode laten, periode berikutnya merupakan fase akut dari demam

reumatik dengan timbulnya berbagai manifestasi klinis, dan diakhiri dengan

stadium inaktif, yang pada demam reumatik tanpa kelainan jantung atau penyakit

jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Lebih

dari sepertiga dari anak-anak yang terkena dapat berkembang menjadi carditis, diikuti

bertahun-tahun kemudian (terutama setelah episode berulang) oleh

progresif dan permanen katup lesi, yang dikenal sebagai

penyakit jantung rematik. Adanya kemiripan Streptococcus grup A mempunyai

struktur glikoprotein yang sama dengan otot dan katup jantung manusia sehingga

menimbulkan adanya reaksi imun terhadap otot dan katup jantung. Gejala klinis

pada penyakit jantung rematik bisa berupa gejala kardiak (jantung) dan non

kardiak (jantung)11,20

            Manifestasi klinis demam reumatik dibagi menjadi manifestasi klinis

mayor yaitu artritis, karditis, korea, eritema marginatum dan nodulus subkutan.

Manifestasi klinis minor yaitu demam, artralgia, peningkatan LED dan C-reactive

protein dan pemanjangan interval PR. Kriteria diagnosis berdasarkan kriteria

Jones (revisi 1992) ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria

mayor +2 kriteria minor ditambah dengan bukti infeksi Streptococcus grup A

tenggorok positif + peningkatan titer antibodi Streptococcus echokardiografi12

            Penatalaksanaan pada demam reumatik/penyakit jantung reumatik berupa

eradikasi dari kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A, obat-obat analgesik

48

Page 49: Makalah Referat DR n PJR

dan antiinflamasi, diet, istirahat dan mobilisasi serta pengobatan lain yang

diberikan sesuai klinisnya seperti pengobatan korea. Kemudian diikuti dengan

pencegahan sekunder yang lamanya sesuai dengan klinisnya. Pencegahan

sekunder ini diharapkan dapat efektif untuk mencegah timbulnya demam reumatik

berulang.Pengobatan serta pencegahan yang harus dilaksanakan secara teratur ini,

informasinya harus disampaikan kepada pasien atau keluarga pasien sehingga

prognosis pasien dengan penyakit ini baik walaupun pada pasien dengan penyakit

jantung yang berat12.

 

49

Page 50: Makalah Referat DR n PJR

50