Top Banner

of 18

Makalah Rasa Nyeri

Oct 09, 2015

Download

Documents

Rasa nyeri
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I

PENDAHULUAN3.1 Latar Belakang

Dalam bidang kedokteran gigi rasa nyeri merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam setiap tindakan yang akan dilakukan oleh dokter gigi. Rasa nyeri yang tidak dapat dihilangkan atau dihambat akan mengakibatkan kesulitan dalam melakukan treatment yang akan dijalankan. Untuk mengatasi hal tersebut salah satu yang dapat dilakukan adalah menggunakan aneatesi lokal. Anastesi lokal adalah obat yang dapat menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup.

Pada praktikum ini digunakan Pehacain sebagai obat anestesi lokal dan tikus putih sebagai objek percobaan. Tikus digunakan sebagai subyek praktikum nyeri dikarenakan struktur dan sistem organ yang ada di dalam tubuhnya hampir mirip dengan struktur organ yang ada di dalam tubuh manusia. Pada percobaan ini akan diketahui respon tikus terhadap rasa nyeri antara regio yang teranastesi dan regio yang tidak teranastesi dengan menggunakan arus listrik.

3.2 Tujuan1. Mengetahui definisi, klasifikasi, reseptor nyeri, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan mekanisme terjadinya nyeri.2. Membandingkan besar respon nyeri akibat rangsangan listrik pada regio tidak teranastesi dengan regio teranastesi

3.3 Manfaat

1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi, klasifikasi, reseptor nyeri, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan mekanisme terjadinya nyeri.2. Mahasiswa mampu membandingkan respon nyeri akibat rangsangan listrik pada regio tidak teranastesi dengan regio teranastesiBAB IIPROSEDUR PRAKTIKUM

2.1. Alat

a. Stimulator

b. Alat suntik 2 cc

2.2. Bahan

a. Tikus putih

b. Pehacain

c. Kapas

d. Alkohol

2.3. Metode Kerja

Pada praktikum ini dilakukan percobaan dengan memberikan hambatan rasa nyeri secara local1) Tahap injeksi pehakain

Mahasiswa 1 : Tikus dipegang dengan tangan kiri, kepala terletak antara telunjuk dan jari tengah. Posisi mulut tikus menghadap keatas (arah anda). Tangan kanan memegang badan tikus bagian bawah (pinggul sampai ke pantat)

Mahasiswa 2 : Mahasiswa 2 memposisikan diri didepan mahasiswa 1, kemudian meletakkan tangan kiri pada region 3| 3 kiri atas tikus. Bibir tikus dipegang dengan menggunakan jari telunjuk pada bibir atas dan jari tengah pada bibir bawah. Jari telunjuk digerakkan kearah caudal sehingga buccal fold terlihat, suntikkan pehacain sebanyak 0,2 cc (2 strip) pada region 3| (3 kiri atas)

2) Tahap stimulasi rasa nyeri

Bibir tikus regio |3 (3 kanan atas) dibuka kemudian dirangsang dengan electrode perangsang dengan rangsangan tunggal voltase terkecil, sampai terjadi gerakan pada daerah yang dirangsang. Sebagai pembanding dilakukan juga hal yang sama pada regio sisi yang berlawanan 3| (3 kiri atas)

Kemudian diberikan rangsangan lagi setelah 30 detik dengan menaikkan voltage secara bertahap dan setiap kali rangsangan dibuat tunggal sehingga diperoleh kontraksi otot dengan amplitude yang maksimal. Voltage yang dicapai ini dinaikkan sedikit dan jangan diubah lagi selama percobaam selanjutnya

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA3.1 Nyeri Secara UmumNyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Smeltzer dan Bare, 2002). Terdapat dua jenis rasa nyeri yaitu rasa nyeri lambat dan cepat. Rasa nyeri cepat dapat dirasakan 0,1 detik setelah stimulus nyeri dikenakan, manakala rasa nyeri lambat dirasakan hanya setelah 1 detik stimulus diberikan dan sensasinya terasa semakin meningkat setelah beberapa detik atau menit. Dalam erti kata lain, nyeri cepat juga bisa disebut sebagai nyeri tajam, nyeri akut dan nyeri listrik. Sensasi ini dapat dirasakan apabila kulit tertusuk jarum, dibelah pisau atau dibakar. Rasa nyeri lambat pula disebut dalam nama lain sebagai nyeri kronis, nyeri berdenyut dan lain-lain. Rasa nyeri ini biasanya berhubung rapat dengan destruksi jaringan (kulit, jaringan dalam atau organ) dan bisa menyebabkan seseorang pasien itu menderita kesakitan dalam waktu jangka masa yang panjang (Guyton dan Hall, 2006).Secara umumnya, nyeri tipe cepat dirangsang oleh stimulus tipe mekanik dan termal manakala nyeri tipe lambat pula dirangsang oleh ketiga-tiga stimulus tersebut (mekanik, suhu dan kimiawi). Terdapat beberapa jenis zat kimiawi yang mengeksitasi terjadinya sensasi nyeri seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin dan enzim proteolitik. Selain itu, ada juga zat yang disebut sebagai prostaglandin dan substansi P yang dapat meningkatkan sensitivitas nyeri tetapi tidak mengeksitasinya secara langsung (Guyton dan Hall, 2006).

Menurut Sherwood (2007), semua tipe nosiseptor bisa disensitisasi oleh prostaglandin di mana prostaglandin meningkatkan respon reseptor terhadap stimulus noxious (artinya, nyeri lebih dirasakan dengan kehadiran prostaglandin). Prostaglandin merupakan suatu kelompok derivat asam lemak hasil pecahan dari dwilapisan lipid membran plasma yang bertindak sebaik sahaja dilepaskan. Ia dihasilkan dalam semua jaringan dari asam arakidonat yang berasal dari pecahan membran plasma yang dikonversi oleh enzim-enzim siklooksigenase (COX-1 dan COX-2). Prostaglandin kemudiannya akan bertindak pada hujung perifer nosiseptor untuk menurunkan ambang rasa nyeri.3.2 Reseptor Rasa Nyeri

Reseptor nyeri disebut juga nociceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nociceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. (Tamsuri, 2007). Impuls rasa nyeri dihantarkan ke sistem saraf pusat (SSP) oleh dua macam serat saraf:1. Serat A.(, diameter kecil 2-5(m, kecepatan hantaran 12-30m/detik, menghantarkan impuls reseptor dingin, nyeri (nosiseptor) dan impuls mekanoreseptor. Serat A-( adalah serabut saraf bermielin sehingga merupakan konduktor nosiseptik yang cepat. Serat ini menjadi mediator awal sensasi nyeri, berupa nyeri tajam atau nyeri yang jelas. Serat A-( akan diaktifkan oleh zat kimia seperti prostaglandin, kontraksi otot, garam hipertonik, bradikinin dan ion kalium.2. Serat C, diameter kecil sekali 0,4-1,2 (m, kecepatan hantaran 0,5-2 m/detik, menghantarkan nyeri lambat, suhu dan impuls mekanoreseptor. Serat C adalah serat saraf yang tidak bermielin, merupakan konduktor lambat. Serat C dapat dipengaruhi oleh bradikinin, ion Kalium, asetilkolin, lekotrien dan prostaglandin. Serat C diperkirakan berfungsi pada nyeri sekunder yaitu nyeri tumpul, aching pain dan rasa terbakar, Ujung saraf (free nerve ending) mengandung vesikel granular yang dapat melepaskan neropeptidase yaitu substance P atau calcitonin gene related peptidase (CGRP).

3.3 Neuroregulator Pada Rasa Nyeri

Neuroregulator atau substansi yang mempengaruhi transmisi stimuls saraf memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman nyeri. Substansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor, di terminal saraf di dalam kornu dorsalis pada medulla spinalis. Neuroregulator dibagi menjadi dua kelompok, yakni neurotransmitter dan neuromodulator. (Potter & Perry, 2005).

Neutransmitter, seperti substansi P mengirim impuls fisik melewati celah sinaps di antara dua serabut. Serabut saraf tersebut adalah serabut eksitator atau inhibitor. Neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung mentransfer tanda saraf melalui sinaps. Neurotransmitter diyakini tidak bekerja secara langsung, yakni dengan meningkatkan dan menurunkan efek neurotransmitter tertentu. Endorphin merupakan salah satu contoh neuromodulator. Terapi farmakologis untuk nyeri secara luas berdasarkan pada pengaruh obat-obat yang dipilih pada neuregulator (Potter & Perry, 2005).

Tamsuri (2007) menjelaskan bahwa, ada beberapa neuregulator yang berperan dalam penghantaran impuls nyeri antara lain:

a. Neurotransmitter 1. Substansi P (peptide) Substansi P ditemukan di kornu dorsalis (peptide ektisator). Substansi ini diperlukan untuk mentransmisi impuls nyeri dari perifer ke otak. Substansi P menyebabkan vasodiladatasi dan edema (Potter&Perry, 2005).

2. Serotonin Serotonin dilepaskan oleh batang otak dan kornu dorsalis untuk menghambat transmisi nyeri (Potter&Perry, 2005). 3. Prostaglandin Prostaglandin dibangkitkan dari pemecahan pospolipid di membrane sel, prostaglandin dipercaya dapat meningkatkan sensitivitas terhadap sel (tamsuri, 2007).

b. Neuromodulator 1. Endorfin (Morfin Endogen) Endorfin (Morfin Endogen) merupakan substansi jenis morfin yang disuplai oleh tubuh (Potter&Perry, 2005). Endorfin diaktivasi oleh daya stress dan nyeri, lokasinya berada pada otak, spinal, dan traktus gastrointestinal dan, endomorfin juga memberi efek analgesik (Tamsuri, 2007).

2. Bradikinin Bradikinin dilepaskan dari plasma dan pecah di sekitar pembuluh darah pada daerah yang mengalami cedera. Bradikinin bekerja pada reseptor saraf perifer menyebabkan peningkatan stimulus nyeri dan bekerja pada sel menyebabkan reaksi berantai sehingga terjadi pelepasan prostaglandin (Tamsuri, 2007).

3.4 Referred Pain (Nyeri Alihan)Nyeri alih adalah nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi. Nyeri jenis ini dapat timbul karena masuknya neuron sensori dari organ yang mengalami nyeri kedalam medulla spinalis dan mengalami sinapsis dengan serabut saraf yang berada pada bagian tubuh lainnya. Nyeri timbul biasanya pada beberapa tempat yang kadang jauh dari lokasi asal nyeri (Tamsuri, 2007).Mekanisme terjadinya reffered pain terdiri dari dua macam, yaitu : (Tamsuri, 2007).

1. Teori Konvergensi

Traktus spinotalamikus lateralis adalah tempat berkumpulnya serat-serat sensori nyeri, baik dari somatik maupun dari viseral, yang akan berakhir di thalamus, dan kemudian di relay oleh thalamus ke korteks somatosensorik. Karena impuls nyeri somatik lebih sering terjadi daripada impuls nyeri viseral, makan korteks somatosensorik seolah lebih mengenal nyeri somatik daripada nyeri viseral. Karena itu nyeri viseral sering diinterpretasikan sebagai nyeri oleh korteks.

2. Teori Fasilitasi

Impuls nyeri viseral dikatakan merendahkan ambang rangsang neurotraktus spinothalamikus, yang menerima sinaps dari serat aferensomatik. Fasilitas tersebut dengan adanya cabang serat aferen visera yang bersinap di neuron traktus spinothalamikus tersebut dan menimbulkan excitatory post synaptic potential (EPSP). Dengan demikian neuron-neuron traktus spinothalamikus lateralis yang menerima sinaps ganda tersebut sangat mudah untuk terbangkit oleh impuls lemah dari aferen nyeri somatik, pada keadaan biasa tidak terbangkit oleh impuls lemah tersebut.

3.5 Mekanisme Rasa Nyeri

Bila terjadi kerusakan jaringan/ancaman kerusakan jaringan tubuh, seperti pembedahan akan menghasilkan sel-sel rusak dengan konsekuensi akan mengeluarkan zat-zat kimia bersifat analgesic yang berkumpul disekitarnya dan dapat menimbulkan nyeri. Setelah itu akan terjadi pelepasan beberapa jenis mediator seperti zat-zat analgesic, sitokin serta produk-produk seluler yang lain, seperti metabolit eicosinoid, radikal bebas dan lain-lain. Mediator- mediator ini dapat menimbulkan efek melalui mekanisme spesifik.

Gambar 3.1 Fisiologi Nyeri

Rangkaian proses perjalanan yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai dirasakan nyeri adalah suatu proses elektrofisiologis. Ada 4 proses yang mengikuti suatu proses nosisepsi yaitu : 1,2

1. Transduksi

Adalah perubahan rangsang nyeri (noxious stimuli) menjadi aktifitas listrik pada ujung-ujung saraf sendoris. Zat-zat analgesic seperti prostaglandin, serotonin, bradikinin, leukotrien, substan P, potassium, histamine, asam laktat, dan lain-lain akan mengaktifkan atau mensensitisasi reseptor-reseptor nyeri. Reseptor nyeri merupakan anyaman ujung-ujung bebas serat-serat afferent A delta dan C. reseptor-reseptor ini banyak dijumpai dijaringan kulit, periosteum, di dalam pulpa gigi dan jaringan tubuh lain. Serat-serat afferent A delta dan C adalah serat-serat saraf sensorik yang mempunyai fungsi meneruskan sensorik nyeri dari perifer ke sentral kemudian ke susunan saraf pusat. Interaksi antara zat analgesic dengan reseptor nyeri menyebabkan terbentuknya impuls nyeri.

2. Transmisi

Adalah proses perambatan impuls nyeri melalui A-delta dan C serabut yang menyusul proses transduksi. Oleh serat afferent-delta dan C impuls nyeri diteruskan ke sentral, yaitu ke medulla spinalis, ke sel neuron di koruna dorsalis. Serat afferent A delta dan C yang berfungsi meneruskan impuls nyeri mempunyai perbedaan ukuran diameter. Serat A-delta mempunyai diameter lebih besar disbanding dengan serat C. Serat A-delta menghantarkan impuls lebih cepat (12-13 m/dtk) dibandingkan dengan serat C (0.5-5 m/dtk). Sel-sel neuron di medulla spinalis koruna dorsalis yang berfungsi dalam fisiologis nyeri ini disebut sel-sel neuron nosisepsi. Pada nyeri akut, sebagian dari impuls nyeri tersebut oleh serat afferent A-delta dan C diteruskan langsung ke sel-sel neuron yang berada di koruna antero-lateral dan sebagian lagi ke sel-sel neuron yang berada di koruna anterior medulla spinalis. Aktifasi sel-sel neuron di koruna antero lateral akan menimbulkan peningkatan tonussistem saraf otonom simpatis dengan segala efek yang dapat ditimbulkannya. Sedangkan aktifasi sel-sel neuron di koruna anterior medulla spinalis akan menimbulkan peningkatan tonus otot skelet didaerah cedera dengan segala akibatnya.

3. Modulasi

Merupakan interaksi antara sistem analgesic endogen (endofrin, NA, 5HT) dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior. Impuls nyeri yang diteruskan oleh serat-serat A-delta dan C ke sel-sel neuron nosisepti di koruna dorsalis medulla spinalis tidak semuanya diteruskan ke sentral lewat traktus spinotalmikus. Didaerah ini akan terjadi interaksi antara impuls yang masuk dengan sistem inhibisi, baik sistem inhibisi endogen maupun sistem inhibisi eksogen. Tergantung mana yang lebih dominan. Bila impuls yang masuk lebih dominan, maka penderita akan merasakan sensible nyeri. Sedangkan bila efek sistem inhibisi yang lebih kuat, maka penderita tidak akan merasakan sensible nyeri.

4. Persepsi

Impuls yang diteruskan ke korteks sensoris akan mengalami proses yang sangat kompleks termasuk proses intepretasi dan presepsi yang akhirnya menghasilkan sensible nyeri

Gambar 3.2 Proses Perjalanan Nyeri

Ada 2 saraf yang peka terhadap suatu stimulus noksius yakni serabut saraf A yang bermielin (konduksi cepat) dan serabut saraf C yang tidak bermielin ( konduksi lambat). Serat A-delta mempunyai diameter lebih besar disbanding dengan serat C. Walaupun keduanya peka terhadap rangsang noksius, namun keduanya memiliki perbedaan, baik reseptor maupun neurotransmitter yang dilepaskan pada presinaps di kornu posterior. Reseptor (nosiseptor) serabut A hanya peka terhadap stimulus mekanik dan termal, sedangkan serabut C peka terhadap berbagai stimulus noksius, meliputi mekanik, termal dan kimiawi. Oleh karena itu reseptor reseptor serabut C disebut juga sebagai polymodal nociceptors. Demikian pula neurotransmitter yang dilepaskan oleh serabut A di presinaps adalah glutamate, sedangkan serabut C selain melepaskan asam glutamate juga substansi P(neurokinin) yang merupakan polipeptida. 1,2

BAB IV

HASIL PRAKTIKUM4.1 Tabel Hasil (Mukosa Teranestesi)Besar rangsangan (dalam volt)56789101112131415

Reaksi gerakanANESTESI

Mukosa satu sisi-----------

Mukosa dua sisi------+++++

Mukosa dan bibir satu sisi-------++++

Mukosa dan bibir dua sisi-----++++++

Otot fasial ipsilateral--+++++++++

Otot fasial bilateral--+++++++++

Otot tangan dan punggung ipsilateral---++++++++

Otot tangan dan punggung bilateral----+++++++

Otot kaki ipsilateral-----++++++

Otot kaki bilateral------+++++

Menjerit-----++++++

4.2 Tabel Hasil (Mukosa tidak Teranestesi)Besar rangsangan (dalam volt)56789101112131415

Reaksi gerakan TIDAK TERANESTESI

Mukosa satu sisi-------++++

Mukosa dua sisi----+++++++

Mukosa dan bibir satu sisi------+++++

Mukosa dan bibir dua sisi--------+++

Otot fasial ipsilateral-------++++

Otot fasial bilateral-------++++

Otot tangan dan punggung ipsilateral------+++++

Otot tangan dan punggung bilateral---++++++++

Otot kaki ipsilateral--------+++

Otot kaki bilateral-----++++++

Menjerit--------+++

4.3 Interpretasi Dataa. Pada hasil praktikum terdapat 10 besar rangsangan yaitu, 5 V, 6 V, 7 V, 8 V, 9 V, 10 V, 11 V, 12 V, 13 V, 14 V, 15 V dan terdapat 11 reaksi gerakan yaitu mukosa satu sisi, mukosa dua sisi, mukosa dan bibir satu sisi, mukosa dan bibir dua sisi, otot fasial ipsilateral, otot fasial bilateral, otot tangan dan punggung ipsilateral, otot tangan dan punggung bilateral, otot kaki ipsilateral, otot kaki bilateral, menjerit.

b. Percobaan 1, reaksi gerakan mukosa satu sisi pada bagian yang tidak teranastesi saat dirangsang dengan electrode terjadi pada rangsangan sebesar 12 sampai 15 V. Sedangkan pada bagian yang teranastesi tidak terjadi rangsangan sama sekali.

c. Percobaan 2, bagian yang tidak teranastesi saat dirangsang dengan electrode terjadi pada rangsangan sebesar 9 V sampai 15 V. Sedangkan pada bagian yang teranastesi terjadi pada rangsangan sebesar 11 V sampai 15 V.

d. Percobaan 3, bagian yang tidak teranastesi saat dirangsang dengan electrode terjadi rangsangan pada saat diberikan sebesar 11 V sampai 15 V. Bagian yang teranastesi menimbulkan rangsangan pada saat 12 V sampai 15 V.

e. Percobaan 4, reaksi gerakan mukosa dan bibir dua sisipada bagian yang tidak teranastesi saat dirangsang dengan electrode terjadi pada rangsangan sebesar 13 V sampai 15 V. Sedangkan pada bagian yang teranastesi terjadi pada saat 10 V sampai 15 V.

f. Percobaan 5, bagian yang tidak teranastesi saat dirangsang dengan electrode menimbulkan gerakan pada saat 12 V sampai 15 V. Bagian yang teranastesi menimbulkan pergerakan pada rangsangan sebesar 7 V sampai 15 V.

g. Percobaan 6, bagian yang tidak teranastesi saat dirangsang dengan electrode 12 V sampai 15 V . Bagian yang teranastesi menimbulkan pergerakan pada rangsangan sebesar 7 V sampai 15 V.

h. Percobaan 7, reaksi gerakan otot tangan dan punggung ipsilateral bagian yang tidak teranastesi saat dirangsang dengan electrode menimbulkan gerakan pada saat 11 V sampai 15 V. Sedangkan pada bagian yang teranastesi terjadi pada rangsangan sebesar 8 V sampai 15 V.i. Percobaan 8, reaksi gerakan otot tangan dan punggung bilateral bagian yang tidak teranastesi saat dirangsang dengan electrode menimbulkan gerakan pada saat 8 V sampai 15 V. Sedangkan pada bagian yang teranastesi terjadi pada rangsangan sebesar 8 V sampai 15 V.

j. Percobaan 9, reaksi gerakan otot kaki ipsilateral bagian yang tidak teranastesi saat dirangsang dengan electrode menimbulkan gerakan pada saat 13 V sampai 15 V. Sedangkan pada bagian yang teranastesi terjadi pada rangsangan sebesar 10 V sampai 15 V.k. Percobaan 10, reaksi gerakan otot kaki bilateral bagian yang tidak teranastesi saat dirangsang dengan electrode 10 V sampai 15 V. Sedangkan pada bagian yang teranastesi terjadi pada rangsangan sebesar 11 V sampai 15 V.

l. Percobaan 11, reaksi menjerit pada bagian yang tidak teranastesi saat dirangsang dengan electrode menimbulkan pada saat 13 V sampai 15 V. Bagian yang teranastesi terjadi rangsangan pada saat 10 V sampai 15 V.

BAB V

PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan percobaan untuk mendapatkan respon tikus akibat pemberian rangsangan listrik dan membandingkan besarnya rangsangan listrik pada regio yang teranastesi dan regio tidak teranastesi. Pemberian penghilang nyeri digunakan obat anastesi lokal Pehacain yang diinjeksikan pada regio 31. Tikus digunakan sebagai subyek praktikum nyeri dikarenakan struktur dan sistem organ yang ada di dalam tubuhnya hampir mirip dengan struktur organ yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu hewan percobaan tikus memiliki harga yang relatif murah dan tingkat perkembangbiakannya yang cepat dan banyak.

Persepsi nyeri mencakup proses sensasi ketika stimulus nyeri terjadi dan berhubungan dengan interpretasi nyeri oleh seseorang. Ambang nyeri adalah intensitas terendah dari stimulus nyeri yang dapat menyebabkan seseorang mengenal nyeri. Sebenarnya ambang nyeri itu jika tanpa adaptasi, sama pada setiap orang, akan tetapi proses adaptasi setiap individu tidaklah sama sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan ambang nyeri pada setiap individu karena adanya perubahan sesuai dengan adaptasi yang dialami setiap orang. Nyeri pada dasarnya adalah personal experience / pengalaman seseorang individu. Jadi dengan demikian persepsi nyeri itu sangat individual dan unik pada setiap individu. Durasi, berat/intensitas, kualitas, periode dari nyeri. Nyeri merupakaan suatu perasaan campuran dan terjadi pada berbagai tingkatan.Penatalaksanaan nyeri berarti menentukan jenis nyeri yang dialami, kemudian menentukan jenis pengobatan yang cocok. Reseptor nyeri dan jalur sarafnya berbeda pada setiap bagian tubuh. Karena itu, sensasi nyeri bervariasi berdasarkan jenis dan lokasi dari cedera yang terjadi. Reseptor nyeri di kulit sangat banyak dan mampu meneruskan informasi secara akurat. Sedangkan sinyal nyeri dari usus sangat terbatas dan tidak akurat. Otak tidak dapat menentukan sumber yang tepat dari nyeri di usus, lokasi nyeri sulit ditentukan dan cenderung dirasakan di daerah yang lebih luas. Setiap individu memiliki tingkat toleransi yang berbeda terhadap nyeri. Seseorang bisa merasakan nyeri yang hebat karena tergores atau mengalami memar, sedangkan yang lainnya hanya sedikit mengeluh meskipun mengalami kecelakaan berat atau tertusuk pisau. Kemampuan untuk mengatasi nyeri tergantung kepada suasana hati, kepribadian dan lingkungan.Pada hasil praktikum didapatkan respon tikus pada bagian-bagian tertentu setelah dilakukan pemberian rangsang berupa aliran listrik. Rangsangan listrik dilakukan tiap 30 detik dengan menaikkan voltatage secara bertahap, hal ini dilakukan sebagai pembanding untuk melihat respon nyeri pada tikus. Hasil yang didapatkan adalah semakin besar rangsang voltage listrik, maka semakin terasa pula respon nyeri pada tikus, hal ini terjadi karena reaksi akibat terjadinya kerusakan atau potensi terjadinya kerusakan pada jaringan. Rasa nyeri merupakan stressor yang diteruskan ke cortex cerebri, merangsang sistem saraf simpatis dan kelenjar hipofisis anterior. Namun pada bagian tubuh yang telah teranestesi pehacain tidak didapatkan respon nyeri yang berat, hal ini terjadi karena pada daerah yang teranestesi terjadi vasokontriksi pada pembuluh darah karena pehacain mengandung adrenalin (vasokonstriktor) dan lidokain sehingga daerah tubuh yang teranestesi mengalami hambatan respon nyeri akan tetapi rangsanga n listrik yang semakin besar dan terus menerus tidak mampu lagi dihambat oleh oabat anestesi karena pada tubuh tikus telah terjadi kerusakan jaringan yang berat sehingga hambatan nyeri hilang. Akan tetapi pada praktikum kelompok kami tubuh tikus yang teranastesi pada bagian tubuh sebelah kanan justru tikus merasan nyeri hebat hingga menjerit, sedangkan pada bagian tubuh yang tidak teranastesi justru tidak merasakan adanya tanda-tanda nyeri, hal ini mungkin terjadi karena adanya suatyub Reffered Pain (nyeri alihan) dimana terjadi kesalahan interpretasi dari pusat saraf, atau juga mungkin terjadi pada waktu pemberian injeksi pehakain dimana penginjeksian menyimpang sehingga oabat anestesi masuk pada bagian tubuh tikus sebelah kiri (yang tidak teranastesi).

PERTANYAAN Jelaskan bahwa rasa nyeri pada tiap individu dirasakan berbeda, sehingga dibutuhkan penanganan yang berbeda pula

JAWABAN Rasa nyeri setiap individu adalah berbeda, karena banyak faktor yang mempengaruhi persepsi pada tiap individu manusia. Persepsi nyeri selain dipengaruhi oleh faktor fisik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor non fisik. Rasa nyeri dipengaruhi oleh faktor fisik seperti suhu, patologis, fisiologis, psikologis, dan emosional. Reaksi dan persepsi yang berbeda-beda tersebut dipengaruhi oleh faktor individual berupa pengetahuan mengenai nyeri dan penyebabnya, makna nyeri, kemampuan mengontrol nyeri, tingkat kecemasan dan stres, dan energi. Rasa nyeri dapat dipengaruhi oleh kondisi dan kegiatan manusia, orang yang memiliki banyak kegiatan lebih tidak merasakan nyeri daripada ketika orang tersebut tidak melakukan kegiatan apapun.BAB VIKESIMPULANPada praktikum ini kami melakukan pengamatan pada dua perlakuan, yaitu memberikan rangsangan listrik pada bagian mukosa tikus yang tidak teranastesi dan yang teranastesi menggunakan obat anastesi lokal Pehacain. Adanya respon pergerakan yang timbul, merupakan reaksi terhadap rangsang listrik dalam bentuk rasa nyeri. Hal ini disebabkan karena pada saat diberikan perlakuan yaitu memberikan rangsangan listrik pada mukosa rongga mulut, terdapat reseptor nyeri ( nosiseptor) yang berasal dari saraf maksilaris dan mandibularis dan merupakan cabang saraf trigeminal.DAFTAR PUSTAKA1. Betz, Sowden, 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. 2nd ed. Jakarta: EGC. Mo. : Mosby Elsevier.2. Harahap, I. A. (2007). The Relations Among Pain Intensity, Pain Acceptance And Pain Behavior In Patients With Chronic Cancer Pain In Medan, Indonesia. Thailand: Copyright of prince of Songkla University.

3. Heryati, E., Nur Faizah. 2008. Psikologi Faal. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

4. Kalat, J.W. 2011. Biopsikologi. Jakarta: Salemba Humanika.

5. Luckmann & Sorensens. (1987). Medical Surgical Nursing. USA: WB. Saundress.

6. Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin, 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat7. Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

8. Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC.

9. Potter, P.A. & Perry, A.G., 2009. Fundamentals of Nursing. 7th ed. St. Louis,10. Potter, Perry. 2005. Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar. Edisi 5. Jakarta: EGC.

11. Sitinjak, M. 2010. Efektivitas Metode Kanguru Mengurangi Rasa Nyeri Pada Penyuntingan Intramuskuler Pada Bayi Baru Lahir di RS.St. Elisabeth Medan. Universitas Sumatera Utara. Available From http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19480. accessed, September, 18 2014 .12. Smeltzer S, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. 8th ed. Jakarta: EGC; vol.2.13. Tamsuri A, 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC. page 1-63. Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.14. Tamsuri, A. (2007).Konsep dan penatalaksanaan nyeri.Jakarta : EGC.16