-
SHEMA LESTARI Page 1
TUGAS MAKALAH
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
(BENTUK BENTUK SISTEM PENGALIRAN SUNGAI,
SISTEM PENGELOLAAN SUMBER AIR,
BENTUK-BENTUK HUBUNGAN SUMBER AIR DENGAN ALAM
(EKOSISTEM)
DISUSUN OLEH
SHEMA LESTARI
NPM. 148110124
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS MEDAN AREA
2015
-
SHEMA LESTARI Page 2
Kata Pengantar
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang
Maha
Esa atas Berkat Rahmat dan Karunia-Nya dapat terselesaikan Tugas
Makalah
PSDA ini.
Tugas pertama ini dibuat dan disusun berdasarkan hasil studi
pustaka
serta pencarian di internet (browsing ). Adapun yang terkandung
dalam tugas ini
adalah bentuk bentuk sistem pengaliran sungai sistem pengelolaan
sumber air
bentuk-bentuk hubungan sumber air dengan alam (ekosistem).
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir.
Amsuardiman,MT. yang telah memberikan waktu untuk
menyelesaikan
Makalah ini.
Sebagaimana harapan kita bersama, mudah-mudahan Makalah
dapat
bermanfaat dan menjadi referensi untuk penelitian atau tugas
selanjutnya.
Medan, Juni 2015
Penulis
Shema Lestari,A.Md
NPM. 148110124
-
SHEMA LESTARI Page 3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
.....................................................................................................................
i
Daftar Isi
...............................................................................................................................
ii
JUDUL 1 BENTUK BENTUK SISTEM PENGALIRAN SUNGAI
............................. 1
JUDUL 2 SISTEM PENGELOLAAN SUMBER AIR
..................................................... 7
JUDUL 3 BENTUK-BENTUK HUBUNGAN SUMBER AIR DENGAN
ALAM (EKOSISTEM
.......................................................................................................
29
-
SHEMA LESTARI Page 4
JUDUL 1: BENTUK BENTUK SISTEM PENGALIRAN SUNGAI
-
SHEMA LESTARI Page 5
-
SHEMA LESTARI Page 6
Untuk lebih jelasnya berikut adalah pola aliran sungai.
A. Pola Aliran Sungai
Dengan berjalannya waktu, suatu sistem jaringan sungai akan
membentuk
pola pengaliran tertentu diantara saluran utama dengan
cabang-cabangnya dan
pembentukan pola pengaliran ini sangat ditentukan oleh faktor
geologinya. Pola
pengaliran sungai dapat diklasifikasikan atas dasar bentuk dan
teksturnya. Bentuk
atau pola berkembang dalam merespon terhadap topografi dan
struktur geologi
bawah permukaannya. Saluran-saluran sungai berkembang ketika air
permukaan
(surface runoff) meningkat dan batuan dasarnya kurang resisten
terhadap erosi.
Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri
dari
jaringan pengaliran sungai. Jenis pola pengaliran sungai antara
alur sungai utama
dengan cabang-cabangnya disatu wilayah dengan wilayah lainnya
sangat
bervariasi. Adanya perbedaan pola pengaliran sungai disatu
wilayah dengan
-
SHEMA LESTARI Page 7
wilayah lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan
topografi, struktur
dan litologi batuan dasarnya. Pola pengaliran yang umum dikenal
adalah sebagai
berikut:
1. Pola Aliran Dendritik
Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang
sungainya
menyerupai struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai
dendritik dikontrol
oleh litologi batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat
memiliki
tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya.
Sebagai contoh
sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang resisten
terhadap erosi akan
membentuk tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada
batuan yang resisten
(seperti granit) akan membentuk tekstur kasar (renggang).
Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan
luas.
Mengapa demikian ? Hal ini dapat dijelaskan bahwa resistensi
batuan terhadap
erosi sangat berpengaruh pada proses pembentukan alur-alur
sungai, batuan yang
tidak resisten cenderung akan lebih mudah di-erosi membentuk
alur-alur sungai.
Jadi suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan
yang tidak resisten
akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus),
sedangkan
sebaliknya pada batuan yang resisten akan membentuk tekstur
kasar.
2. Pola Aliran Radial
Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya
menyebar
secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti
puncak gunungapi atau
bukir intrusi. Pola aliran radial juga dijumpai pada
bentuk-bentuk bentangalam
kubah (domes) dan laccolith. Pada bentangalam ini pola aliran
sungainya
kemungkinan akan merupakan kombinasi dari pola radial dan
annular.
3. Pola Aliran Rectangular
Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang
resistensi
terhadap erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar
yang
mempunyai dua arah dengan sudut saling tegak lurus. Kekar pada
umumnya
kurang resisten terhadap erosi sehingga memungkinkan air
mengalir dan
-
SHEMA LESTARI Page 8
berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola pengaliran
dengan
saluran salurannya lurus-lurus mengikuti sistem kekar.
Pola aliran rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya
terpatahkan.
Sungai-sungainya mengikuti jalur yang kurang resisten dan
terkonsentrasi di
tempat tempat dimana singkapan batuannya lunak. Cabang-cabang
sungainya
membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya. Dengan demikian
dapat
disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran
sungai yang
dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar
(rekahan) dan sesar
(patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air
yang mengikuti
pola dari struktur kekar dan patahan.
4. Pola Aliran Trellis
Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang
menyerupai
bentuk pagar yang umum dijumpai di perkebunan anggur. Pola
aliran trellis
dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus disepanjang lembah
dengan cabang-
cabangnya berasal dari lereng yang curam dari kedua sisinya.
Sungai utama
dengan cabang-cabangnya membentuk sudut tegak lurus sehingga
menyerupai
bentuk pagar.
Pola aliran trellis adalah pola aliran sungai yang berbentuk
pagar (trellis)
dan dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan sinklin
dan antilin. Sungai
trellis dicirikan oleh saluransaluran air yang berpola sejajar,
mengalir searah
kemiringan lereng dan tegak lurus dengan saluran utamanya.
Saluran utama
berarah se rah dengan sumbu lipatan.
Gambar 4.1 Pola Aliran
Sungai
5. Pola Aliran
-
SHEMA LESTARI Page 9
Centripetal
Pola aliran centripetal merupakan ola aliran yang berlawanan
dengan pola
radial, dimana aliran sungainya mengalir kesatu tempat yang
berupa cekungan
(depresi). Pola aliran centripetal merupakan pola aliran yang
umum dijumpai di
bagian barat dan baratlaut Amerika, mengingat sungai-sungai yang
ada mengalir
ke suatu cekungan, dimana pada musim basah cekungan menjadi
danau dan
mengering ketika musin kering. Dataran garam terbentuk ketika
air danau
mengering.
6. Pola Aliran Annular
Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah
alirannya
menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan
ke arah hilir aliran
kembali bersatu. Pola aliran annular biasanya dijumpai pada
morfologi kubah atau
intrusi loccolith.
7. Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar)
Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang
terbentuk oleh
lereng yang curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang
terjal maka bentuk
aliran-aliran sungainya akan berbentuk lurus-lurus mengikuti
arah lereng dengan
cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel
terbentuk pada
morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang seragam.
Pola aliran paralel kadangkala meng-indikasikan adanya suatu
patahan
besar yang memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat dan
kemiringan yang
curam. Semua bentuk dari transisi dapat terjadi antara pola
aliran trellis, dendritik,
dan paralel.
-
SHEMA LESTARI Page 10
JUDUL 2: SISTEM PENGELOLAAN SUMBER AIR
AGROFORESTRY, UPAYA KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
(Bentuk Pengelolaan Lahan dalam rangka memperbaiki
kesuburan tanah dan pengaturan tata air)
Abstrak
Pengelolaan sumberdaya alam untuk kepenetingan ekonomi
terkadang
mengabaikan faktor lingkungan suatu yang berdampak pada
kerusakan
DAS.Salah satu satu contoh adalah deforestasi yang terjadi telah
menyebabkan
banyaknya lahan kritis dan tidak dapat di olah, yang akhirnya
ditelantarkan.
Bentuk usaha perekonomian ini telah menyebabkan menurunnya
kualitas
tanah dan air, sehingga berdampak pada kekeringan dan banjir.
Untuk mengatasi
hal ini diperlukan upaya konservasi dengan penekanan pada
pemulihan kualitas
lingkungan (tanah dan air), namun tetap memperhatikan ekonomi
masyarakat
disekitarnya.
Agroforestry salah satu cara konservasi tanah dan air secara
vegetatif
dinilai mampu untuk mengatasi permasalahan penurunan kualitas
lahan, dan
peningkatan ekonomi. Dengan penerapan sistim agroforestry
diharapkan mampu
mengembalikan fungsi konservasi tanah dan air sebagai sistim
penyangga
kehidupan.
Kata Kunci ; Agroforestry, Konservasi tanah dan air, Daerah
Aliran Sungai
-
SHEMA LESTARI Page 11
Pendahuluan
Perusakan lingkungan di Indonesia terus menunjukkan dampaknya.
Data
terbaru Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan, puluhan
daerah
aliran sungai atau DAS masuk kategori kritis. Data dalam buku
laporan Status
Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) tahun 2006 itu sekaligus juga
diartikan
kondisi ke-60 DAS memprihatinkan. "Beberapa parameter daerah
aliran sungai itu
berarti di bawah standar," kata Kepala Bidang Sungai Deputi III
Menteri Negara
Lingkungan Hidup Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam
dan
Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hermono Sigit di Jakarta.
(Kompas, 2007).
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kerusakan DAS tersebut
sangat
merugikan kehidupan penduduk, seperti banjir, kekeringan, erosi,
sedimentasi,
menurunnya kesuburan tanah, produksi pertanian menurun, dan
sebagainya.
Kerusakan DAS tersebut perlu segera ditangani secara
komprehensif melalui
perencanaan pengelolaan DAS yang baik sehingga kerusakan
lingkungan dapat
segera diminimumkan dan pada gilirannya dapat memberikan
peningkatan
kualitas lingkungan dan kesejahteraan penduduk.
Bagian hulu adalah zona terpenting yang perlu diperhatikan dalam
upaya
pelestarian Daerah Aliran sungai. Pengelolaan sumberdaya alam di
daerah ini
akan berdampak pada kualitas tanah dan air sekitar DAS tersebut.
Usaha-usaha
pertanian disini haruslah diupayakan mengadopsi
teknologi-tenologi yang
mangacu pada prinsip-prinsi konservasi, karena perubahan
vegetasi seperti
keterbukaan lahan, maka akan berdampak kepada peningkatan erosi,
dan dampak-
dampak lain yang berkaitan dengan degradasi lahan.
-
SHEMA LESTARI Page 12
Menurut Zulrasdi et, al (2005) Kerusakan daerah aliran sungai
sangat erat
hubungannya dengan kelestarian hutan di daerah hulu sebagai
daerah
tangkapan hujan. Apabila hutan mengalami kerusakan, maka dapat
dipastikan
terjadi banjir pada daerah aliran sungai. Untuk itu berusaha
tani di daerah DAS,
harus diikuti konservasi lahan.
Foto : Zulrasdi et,al (2005).
Gambar 1 : Degradasi bagian hulu suatu DAS
Agar kelestarian sumber daya alam dan keserasian ekosistem
dapat
memberikan manfaat yang berkesinambungan maka pengelolaan DAS
harus
dilakukan sebaik mungkin, yang meliputi :
1. Pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui
2. Kelestarian dan keserasian ekosistem (lingkungan hidup)
3. Pemenuhan kebutuhan manusia yang berkelanjutan
4. Pengendalian hubungan timbal balik antara sumber daya alam
dengan
manusia
-
SHEMA LESTARI Page 13
Usaha pokok dalam pengawetan tanah dan air meliputi (Zulrasdi
et, al. 2005):
1. Pengelolaan lahan
Sesuai kemampuan lahan
Mengembalikan sisa-sisa tanaman ke dalam tanah
Melindungi lahan dari ancaman erosi dengan menanam tanaman
penutup
tanah
Penggunaan mulsa.
2. Pengelolaan Air
Pengelolaan air adalah usaha-usaha pengembangan sumberdaya air
dalam hal :
Jumlah air yang memadai
Kwalitas air
Tersedia air sepanjang tahun
3. Pengelolaan Vegetasi
Pengelolaan vegetasi pada hutan tangkapan air maupun
pemeliharaan vegetasi
sepanjang aliran sungai, dapat ditempuh dengan cara:
Penanaman dengan tanaman berakar serabut seperti: bambu yang
sangat
dianjurkan di pinggiran sungai, kemudian diikuti dengan rumput
makanan
ternak seperti: Rumput gajah, Rumput Setaria, Rumput Raja, dan
lain-lain
sebagainya. Penanaman ini dimaksudkan untuk penghalang
terjadinya erosi
pada tanah.
Penanaman tanaman semusim untuk lahan yang tidak memiliki
kemiringan
Pembuatan teras. Bila pada lahan tersebut terdapat kemiringan,
maka perlu
dibuat teras.
-
SHEMA LESTARI Page 14
4. Usaha Tani Konservasi
Usaha tani konservasi adalah penanaman lahan dengan tanaman
pangan serta
tanaman yang berfungsi untuk mengurangi erosi (aliran permukaan)
dan
mempertahankan kesuburan tanah.
Prinsip usaha tani konservasi :
Mengurangi sekecil mungkin aliran air permukaan dan
meresapkan
airnya sebesar mungkin ke dalam tanah.
Memperkecil pengaruh negatif air hujan yang jatuh pada permukaan
tanah
Memanfaatkan semaksimal sumber daya alam dengan
memperhatikan
kelestarian.
Sistim pengelolaan lahan dengan pendekatan konservasi difokuskan
pada
bentuk upaya konservasi tanah dan air guna penanggulangan erosi
permukaan dan
menjaga hilangnya kesuburuan tanah. Tanpa adanya teknik-teknik
penanaman
yang menitik beratkan pada konservasi, maka akan semakin banyak
lahan yang
kritis, dan hanya dapat dikelola dalam jangka pendek, sementara
untuk jangka
panjang, produktifitasnya akan menurun.
Lahan kritis adalah lahan yang karena tidak sesuai penggunaan
tanah dan
kemampuannya, telah mengalami atau dalam proses kerusakan
fisik-kimia-
biologi, yang akhirnya membahayakan fungsi hidro-orologi,
produksi pertanian,
pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi dari daerah lingkungan
pengaruhnya.
Lahan kritis dan marjinal di Indonesia mencapai 43 juta ha,
diantaranya 20 juta ha
kritis hidroorologisnya dan setiap tahunnya masih terus
bertambah (Soewandito,
et al 2002).
-
SHEMA LESTARI Page 15
Untuk memperbaiki kondisi lahan yang telah rusak, maka dapat
dilakukan
upaya konservasi tanah, dengan rekayasa-rakayasa teknis. Namun
upaya
konservasi tanah dan air ini dalam memperbaiki serta
meningkatkan produkstifitas
lahan, haruslah benar-benar tepat sesuai dengan kondisi lahan
pemilihan vegatasi
serta iklim.
Menurut Sinukaban (1995), seperti yang dikutip Marwah (2001),
dalam sistem
usahatani konservasi akan diwujudkan ciri-ciri sebagai berikut
:
1. Produksi usahatani cukup tinggi sehingga petani tetap
bergairah
melanjutkan usahanya
2. Pendapatan petani yang cukup tinggi sehingga petani dapat
mendisain
masa depan keluarganya dari pendapatan usahataninya.
3. Teknologi yang diterapkan baik teknologi produksi maupun
teknologi
konservasi dapat diterima dengan senang hati dan diterapkan
sesuai
kemampuan petani sendiri sehingga sistem usahatani tersebut
dapat
diteruskan tanpa intervensi dari luar.
4. Komoditi yang diusahakan cukup beragam, sesuai kondisi
biofisik,
sosial dan ekonomi
5. Erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan
sehingga produksi
yang tinggi tetap dapat dipertahankan atau ditingkatkan dengan
fungsi
hidrologis tetap terpelihara dengan baik.
6. Sistem penguasaan/pemilikan lahan dapat menjamin keamanan
investasi jangka panjang dan menggairahkan petani untuk
tetap
berusahatani.
-
SHEMA LESTARI Page 16
Ada beberapa teknologi untuk merehabilitasi lahan dalam
kaitannya dengan
pembangunan yang berkelanjutan (Sinukaban, 2003) dalam Suhardi
(2003) yaitu :
1. Agronomi yang meliputi teknis agronomis seperti TOT,
minimum
tillage, countur farming, mulsa, pergiliran tanaman (crop
rotation),
pengelolaan residu tanaman, dll.
2. Vegetatif berupa agroforestry, alley cropping, penanaman
rumput.
3. Struktur/konstruksi yaitu bangunan konservasi seperti teras,
tanggul, cek
dam, Saluran, dll.
4. Manajemen berupa perubahan penggunaan lahan.
Agroforrestry merupakan suatu konsep yang dianggap tepat untuk
memadukan
konsep-konsep usaha tani dalam rangka peningkatan ekonomi dan
konservasi.
Agroforestry sebagai suatu Sistim Pengelolaan Lahan
Pengertian Agroforestry
Hudges (2000) dan Koppelman dkk.,(1996) mendefinisikan
Agroforestry sebagai
bentuk menumbuhkan dengan sengaja dan mengelola pohon secara
bersama-sama
dengan tanaman pertanian dan atau makanan ternak dalam sistem
yang bertujuan
menjadi berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Secara
sederhana
adalah menanam pohon dalam sistem pertanian. (Saad, 2002)
Reijntjes, (1999), menyatakan Agroforestry sebagai pemanfaatan
tanaman kayu
tahunan secara seksama (pepohonan, belukar, palem, bambu) pada
suatu unit
pengelolaan lahan yang sama sebagai tanaman yang layak tanam,
padang rumput
-
SHEMA LESTARI Page 17
dan atau hewan, baik dengan pengaturan ruang secara campuran
atau ditempat
dan saat yang sama maupun secara berurutan dari waktu ke
waktu.(Saad, 2002)
King and Chandler, (1978) dalam Andayani, (2005) mendefinisikan
agroforestry
adalah ; Suatu system pengelolaan lahan yang lestari untuk
meningkatkan hasil,
dengan cara memadukan produksi hasil tanaman pangan (termasuk
hasil pohon-
pohonan) dengan tanaman kehutanan dan/atau kegiatan peternakan
baik secara
bersama-sama maupun berurutan pada sebidang lahan yang sama,
dan
menggunakan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan pola
kebudayaan
penduduk setempat.
King (1978) dan Koppelman dkk., (1996) seperti yang dikutip
Saad
(2002) menyebutkan bahwa sistem agroforestry dapat dikelompokkan
menurut
struktur dan fungsi, sebagaimana agroekologi dan adaptasi
lingkungan, sifat sosio
ekonomi, aspek budaya dan kebiasaan (adat), dan cara
pengelolaannya.
Implementasi Sistem Agroforestry
Ada beberapa cara klasifikasi agroforestry diantaranya :
berdasarkan
kombinasi komponen pohon, tanaman, padang rumput/makanan ternak
dan
komponen lain yang ditemukan dalam agroforestry (Saad 2002)
1. Agrosilviculture : Campuran tanaman dan pohon, dimana
penggunaan
lahan secara sadar untuk memproduksi hasil-hasil pertanian
dan
kehutanan.
-
SHEMA LESTARI Page 18
sumber : Sabarnurdin, 2004
Gambar 2 : Pola tumpang sari Perpaduan kehutanan dan
pertanian
2. Silvopastoral : Padang rumput/makanan ternak dan pohon,
pengelolaan
lahan hutan untuk memproduksi hasil kayu dan sekaligus
memelihara
ternak.
Sumber : Marseno, 2004
Gambar 3 : Perpaduan Hutan pinus dan peternakan
3. Agrosilvopastoral : tanaman, padang rumput/makanan ternak dan
pohon,
pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil pertanian
dan
kehutanan secara bersamaan dan sekaligus memelihara hewan
ternak.
-
SHEMA LESTARI Page 19
4. Sistem lain , yang meliputi :Silvofishery : pohon dan ikan
Apiculture :
pohon dan lebah Sericulture : pohon dan ulat sutera
Selain praktek-praktek sistem agroforestry diatas Marseno
(2004), juga
menyajikan bentuk lain sistem agroforestry yang berbasis
pelestarian lingkungan
yaitu ;
1. Riperian Buffer Forest (Hutan Penyangga tepi sungai) ;
fungsinya menjaga
kondisi alami di sepanjang sungai, menjaga erosi dan
meningkatkan
biodiversitas. Sistim penyangga tidak hanya untuk ekosistim tepi
sungai,
namun juga memberikan perlindungan terhadap pengeolahan
tanah
disekitarnya. (lihat Gambar 4).
Sumber : Marseno, 2004
Gambar 4 : Hutan Penyangga Tepi Sungai
2. Windbreaks
Fungsinya untuk melindungi tanaman-tanaman pertanian yang
sensitive terhadap
angina seperti gandum dan sayuran (gambar.5). Pola-pola ini
hampir menyerupai
-
SHEMA LESTARI Page 20
pola penanaman dalam agroforestry yaitu trees along border yaitu
penanaman
tanaman kehutanan di sekitar tanama pertanian
(Sabarnurdin,2004)
Sumber : Marseno, 2004
Gambar 5 : Hutan Pemecah Angin
Agroforestry dalam upaya Konservasi Tanah dan Air
Menurut Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Prof Dr.
Ir. Muhjidin
Mawardi MEng, bahwa terdapat paling tidak empat faktor utama
yang
menentukan keberhasilan rekayasa konservasi tanah dan air, yaitu
sifat-sifat fisik
tanah dan lahan, sifat hujan, interaksi antara hujan dengan
tanah dan lahan yang
menghasilkan air limpasan permukaan dan infiltrasi, serta
simpanan air dalam
tanah. (Ujianto,2006).
Agroforestry dalam konservasi tanah dan air adalah bagaimana
pengaruh kondisi
vegetasi suatu hamparan lahan didalam mengatur tata air
memperbaiki kesuburan
lahan. Bagaimana perpaduan pola tanam dan kolaborasi antar macam
kegiatan
-
SHEMA LESTARI Page 21
ekonomi yang berbasis agroforestry yang mengarah perbaikan
kondisi
lingkungan, sehingga manfaat multi fungsi dapat dirasakan.
Pengaruh tutupan pohon terhadap aliran air adalah dalam bentuk
(Noordwijk, et
al. 2004 ) :
1. Intersepsi air hujan. Selama kejadian hujan, tajuk pohon
dapat
mengintersepsi dan menyimpan sejumlah air hujan dalam bentuk
lapisan tipis
air.
2. (waterfilm) pada permukaan daun dan batang yang selanjutnya
akan
mengalami evaporasi sebelum jatuh ke tanah. Banyaknya air yang
dapat
diintersepsi dan dievaporasi tergantung pada indeks luas daun
(LAI),
karakteristik permukaan daun, dan karakteristik hujan.
Intersepsi
merupakan komponen penting jika jumlah curah hujan rendah,
tetapi dapat
diabaikan jika curah hujan tinggi. Apabila curah hujan tinggi,
peran intersepsi
pohon penting dalam kaitannya dengan pengurangan banjir.
3. Daya pukul air hujan. Vegetasi dan lapisan seresah melindungi
permukaan
tanah dari pukulan langsung tetesan air hujan yang dapat
menghancurkan
agregat tanah, sehingga terjadi pemadatan tanah. Hancuran
partikel tanah akan
menyebabkan penyumbatan pori tanah makro sehingga menghambat
infiltrasi
air tanah, akibatnya limpasan permukaan akan meningkat. Peran
lapisan
seresah dalam melindungi permukaan tanah sangat dipengaruhi
oleh
ketahanannya terhadap pelapukan; seresah berkualitas tinggi
(mengandung
hara, terutama N tinggi) akan mudah melapuk sehingga fungsi
penutupan
permukaan tanah tidak bertahan lama.
-
SHEMA LESTARI Page 22
4. Infiltrasi air. Proses infiltrasi tergantung pada struktur
tanah pada lapisan
permukaan dan berbagai lapisan dalam profil tanah. Struktur
tanah juga
dipengaruhi oleh aktivitas biota yang sumber energinya
tergantung kepada
bahan organic (seresah di permukaan, eksudasi organik oleh akar,
dan akar-
akar yang mati). Ketersediaan makanan bagi biota (terutama
cacing tanah),
penting untuk mengantisipasi adanya proses peluruhan dan
penyumbatan pori
makro tanah.
5. Serapan air. Sepanjang tahun tanaman menyerap air dari
berbagai lapisan
tanah untuk mendukung proses transpirasi pada permukaan daun.
Faktor
faktor yang mempengaruhi jumlah serapan air oleh pohon adalah
fenologi
pohon, distribusi akar dan respon fisiologi pohon terhadap
cekaman parsial air
tersedia. Serapan air oleh pohon diantara kejadian hujan akan
mempengaruhi
jumlah air yang dapat disimpan dari kejadian hujan berikutnya,
sehingga
selanjutnya akan mempengaruhi proses infiltrasi dan aliran
permukaan.
Serapan air pada musim kemarau, khususnya dari lapisan tanah
bawah akan
mempengaruhi jumlah air tersedia untuk aliran lambat (slow
flow).
6. Drainase lansekap. Besarnya drainase suatu lansekap (bentang
lahan)
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekasaran permukaan
tanah,
relief permukaan tanah yang memungkinkan air tinggal di
permukaan
tanah lebih lama sehingga mendorong terjadinya infiltrasi, tipe
saluran yang
terbentuk akibat aliran permukaan yang dapat memicu terjadinya
aliran cepat
air tanah (quick flow).
-
SHEMA LESTARI Page 23
Peran Agroforestry dalam konteks hidrologi lebih pada skala
Lansekap
(Widianto,2004) :
1. Infiltrasi Peresapan
2. Evapotranspirasi
3. Penyaringan (filter) sedimen, hara
4. Limpasan permukaan Banjir
5. Menjaga base-flow Kekeringan
Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk mendukung
pertumbuhan
tanaman, pada kondisi iklim dan lingkungan yang sesuai. Untuk
mempertahankan
produksi tetap lestari, maka cara untuk memelihara atau
mempertahankan
kesuburan adalah dengan memciptakan penggunaan lahan dalam
kondisi
ekosistem alami (Barrow, 1991, cit Maylinda et al, 2003).
Menurut Sitanala Arsyad (1989), konservasi tanah adalah
penempatan setiap
bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan
tanah
tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang
diperlukan
agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah mempunyai
hubungan yang
erat dengan konservasi air. (Beydha, 2002)
Keberlanjutan sistem penggunaan lahan sangat tergantung pada
fleksibilitasnya
dalam keadaan lingkungan yang terus berubah. Adanya
keanekaragaman
sumberdaya genetik yang tinggi pada tingkat usahatani akan
menunjang
fleksibilitas ini (Reijntjes, 1999).
-
SHEMA LESTARI Page 24
Beberapa tindakan mendekati sasaran pertanian berkelanjutan
(Padmowijoto,
2004) ;
1. Lebih mendekati pada proses alami, seperti siklus hara, dan
fixasi N
atmosfer.
2. Mengurangi penggunaan input eksternal yang tidak bisa
diperbarui,
yang potensial merusak lingkungan atau mengancam kesehatan
petani dan konsumen.
3. Lebih produktif dalam menggunakan potensi biologi dan genetik
tanaman
dan species ternak.
4. Produksi lebih menguntungkan dan efisien dengan menekankan
pada
manajemen usaha secara integrasi, dan konservasi tanah, air,
energi dan sumber
biologi.
Menurut FAO (1989), agroforestri merupakan suatu sistem
penggunaan lahan
yang tepat untuk mendukung pertanian berkelanjutan, karena
disamping memiliki
konstribusi produksi yang nyata dan beragam, juga fungsi
konservatif terhadap
lingkungan dan keadaan sosial sehingga menjamin ekonomi yang
lebih luas dan
keamanan pangan lebih tinggi.
Agroforestry pada dasarnya adalah pola pertanaman yang
memanfaatkan sinar
matahari dan tanah yang `berlapis-lapis` untuk meningkatkan
produktivitas lahan.
Ambil contoh berikut ini. Pada sebidang tanah, seorang petani
menanam sengon
(Paraserianthes falcataria) yang memiliki tajuk (canopy) yang
tinggi dan luas. Di
bawahnya, sang petani menanam tanaman kopi (Coffea spp) yang
memang
memerlukan naungan untuk berproduksi. Lapisan terbawah di dekat
permukaan
-
SHEMA LESTARI Page 25
tanah dimanfaatkan untuk menanam empon-empon atau ganyong (Canna
edulis)
yang toleran/tahan terhadap naungan. Bisa dimengerti bahwa
dengan
menggunakan pola tanam agroforestry ini, dari sebidang lahan
bisa dihasilkan
beberapa komoditas yang bernilai ekonomi. Akan tetapi sebenarnya
pola tanam
agroforestry sendiri tidak sekedar untuk meningkatkan
produktivitas lahan, tetapi
juga melindungi lahan dari kerusakan dan mencegah penurunan
kesuburan tanah
melalui mekanisme alami. Tanaman kayu yang berumur panjang
diharapkan
mampu memompa zat-zat hara (nutrient) di lapisan tanah yang
dalam, kemudian
ditransfer ke permukaan tanah melalui luruhnya biomasa
(Budiadi,2005).
Manfaat Lingkungan yang dapat diperoleh dari sistem
Agroforestry
(Sabarnurdin, 2004) ;
1. Mengurangi tekanan terhadap hutan, sehingga fungsi kawasan
hutan tidak
terganggu (tata air, keanekaragaman hayati dll);
2. Lebih efisien dalam recicling unsur hara melalui pohon
berakar dalam
di lokasi tsb.;
3. Perlindungan yang lebih baik terhadap sistem ekologi daerah
hulu DAS;
4. Mengurangi aliran permukaan, pencucian hara dan erosi tanah
;
5. Memperbaiki iklim mikro, mengurangi suhu permukaan tanah,
mengurangi
evapotranspirasi karena kombinasi mulsa dari tanaman
setahun/semusim dan
naungan pohon;
6. Meningkatkan hara tanah dan struktur tanah melalui penambahan
yang
kontinyu hasil proses dekomposisi bahan organik ;
-
SHEMA LESTARI Page 26
Dari teori-teori yang dikemukakan diatas, dapat diartikan bahwa
sistem
agroforestry cukup flexible untuk diterapkan di bagian hulu
sungai yang
mengalami kekritisan lahan, dalam rangka pemulihan kondisi lahan
tersebut.
Hanya yang perlu diatur adalah ;
1. Pemilihan perpaduan atau kombinasi sistem agroforestry
yang
tepat yang disesuaikan dengan karakteristik lahan.
2. Pemilihan jenis yang tepat didalam rangka pengembalian
kesuburan tanah dan terbentuknya kembali sistim hidrologi
lahan.
3. upaya pembentukan strata yang tepat dalam rangka rekayasa
konservasi tanah dan air, tanpa mengeyampingkan fungsi
ekonomi
dari kegiatan agroforestry tersebut.
Pemillihan Jenis Tanaman, dan Perpaduan Kegiatan Dalam
Agroforestry
terkait upaya konservasi
Peran agroforestry dalam mengatasi lahan yang marginal,
Padmowijoto (2004),
menyebutkan bahwa tanaman leucaena (lamtoro) yang ditanam rapat
dengan jarak
antara baris satu meter, mampu menghasilkan pupuk hijau sebanyak
120
ton/ha/tahun, sehingga dapat memberikan 1000 kg nitrogen, 200 kg
asam fosfat
dan 800 kg potasium, berturut-turut setara dengan 100 sak (50
kg) ammonium
sulfat, 20 sak (50 kg) super fosfat dan 24 sak (50 kg) potasium
muriate Fixaksi n
atmosfer menambah kesuburan, murah dan tidak mengganggu
lingkungan.
Penambahan pupuk hijau gliricidia maculata meningkatkan
kandungan
-
SHEMA LESTARI Page 27
phosphorus sekitar 26-37% pada berbagai tipe tanah serta
meningkatkan N, Fe
dan Mn.
Akar legume dalam sistem alley cropping (penanaman sistem jalur)
berfungsi
sebagai pompa mineral. Batang legume yang berada diatas tanah
dalam bentuk
alley cropping mampu menahan run off dan mampu menurunkan
besaran erosi
tanah miring dari 96,9 ton/ha menjadi hanya 0,8 ton/ha dan
setelah tiga tahun
program berjalan, balance hara tanah jadi positif artinya lebih
banyak hara yang
kembali kedalam tanah dibanding yang hilang.
Menurut Oosterling (1927), yang berperan langsung bukanlah
keadaan tegakan
hutan, melainkan kemampuan serasah menyerap air dan kesarangan
tanah hutan.
Meskipun hutan berada dalam keadaan utuh, akan tetapi seresah
tidak terbentuk
atau hilang dan tanah bersifat mampat, penyaluran permukaan pada
waktu hujan
deras tetap besar (Notohadiprawiro,1981).
Dengan demikian pemilihan jenis sangat diperlukan didalam
perpaduan tanaman
pada sistem agroforestry. Kombinasi agroforestry dalam upaya
konservasi lebih di
konsentrasikan pada komposisi jenis, dan strata tajuk yang
dibentuk. Hal ini
terkait dengan penutupan lahan yang sangat berpengaruh terhadap
hidrologi suatu
lahan.
Selain itu dalam rangka mengembalikan kesuburan tanah maka
diperlukan jenis-
jenis dan pola perpaduan kegiatan yang mampu meningkatkan
produktifitas lahan,
seperti tanaman legume yang mampu mengikat N di udara, serta
sistem
agrosilvopasoral (kombinas tanaman pertanian, kehutanan dan
peternakan) yang
-
SHEMA LESTARI Page 28
dapat meningkatkan unsur hara tanah, dan porositas tanah yang
memudahkan
terjadinya infiltrasi, sehinggga memperbaiki sistem
hidrologi.
Kesimpulan dan Saran
1. Pengelolaan sumberdaya alam di bagian hulu DAS telah
menyebabkan
kualitas lahan menurun (banyaknya lahan kritis dan perlu
upaya
perbaikan)
2. Upaya untuk memperbaiki kualitas DAS dapat diterapkan
bentuk
pertanian berkelanjutan melalui sistem agroforestry dengan
kombinasi
berbagai kegiatan usaha.
3. Agroroforestry dengan input teknologi yang lain dan didukung
oleh
kearifan lokal (indigeneous knowledge) dapat mengembalikan
kesuburan
dan kondisi tata air suatu lingkungan DAS dengan
mempertimbangkan
perpaduan kegiatan agroforestry dan pemilihan jenis tanaman,
tanpa
mengabaikan tatanan sosial dan ekonomi masyarakat.
Tinjauan Pustaka/Sumber Referensi
Marwah Sitti, 2001. Daerah Aliran Sungai (Das) Sebagai Satuan
Unit
Perencanaan Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan
Makalah
Pengantar Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana / S3 Institut
Pertanian Bogor.
www.tumoutou.net
-
SHEMA LESTARI Page 29
Soewandito, Hasmono et.al 2002. Pengaruh Perubahan Penggunaan
Lahan
Terhadap Aliran Permukaan, Sedimen Dan Unsur Hara, Jurnal Sains
dan
Teknologi Indonesia Vol.4, No.5, www.iptek.net.id
Suhardi, 2003. Efektifitas Vegetatif Dalam Konservasi Tanah Dan
Air Pada
Suatu Das, Makalah Pengantar Falsafah Sains, Program Pasca
Sarjana / S3 Institut
Pertanian Bogor. www.tumoutou.net
Ujianto, Bambang, 2006. Faktor Penentu Rekayasa Konservasi Tanah
dan Air.
Suara Merdeka Cybernews.
Sa'ad, Asmadi. 2002, Agroforestry Sebagai Salah Satu Alternatif
Pembangunan
Pertanian Berkelanjutan Di Indonesia. Makalah Falsafah Sains,
Program Pasca
Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor Download
www.tumoutou.net
Anonim, 2007. 60 DAS di Indonesia Minta Prioritas Penanganan,
Kompas
Online. www.terranet.com
Anonim, 2007 Indonesia kenalkan Agroforestry ke Jepang Suara
Merdeka
publication by www.bainahsaridewi.wordpress.com
-
SHEMA LESTARI Page 30
Padmowijoto, Soemitro 2004 Pengembangan Model Pertanian
Terpadu,
Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan,
Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
Marseno Djagal W. 2004. Post Harvest Technology Development
And
Dissemination Of Agroforestry-Based Products, Presentasi
Workshop
Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Andayani, Wahyu. 2005. Ekonomi Agroforestry, DEBUT Press,
Jogjakarta.
Budiadi, 2005. Agroforestry, mungkinkah mengatasi permasalahan
sosial dan
lingkungan?. Inovasi Online. Download www.
mio.ppi.jepang.org
Zulrasdi. Noer, .Sjofjendi, 2005. Pertanian di Daerah Aliran
Sungai, Lembaga
Informasi Pertanian, BPPT Sumatera Barat
Maylinda, Sucik et al. 2003. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Dengan
Sistem Agroforestri. Makalah Falsafah Sains, Program Pasca
Sarjana /S3 Institut
Pertanian Bogor. Download www.tumoutou.net
Widianto. 2004. Agroforestry for Upland Husbandry : a Farmers
Friendly.
Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan,
Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
-
SHEMA LESTARI Page 31
Noordwijk, Meine van, et al. 2004. Peranan Agroforestri
Dalam
Mempertahankan Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS).
Download
www.worldagroforestrycentre.org
Sabarnurdin, M. Sambas. 2004. Agroforestry : Konsep, Prospek Dan
Tantangan
Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan,
Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
-
SHEMA LESTARI Page 32
JUDUL 3: BENTUK-BENTUK HUBUNGAN SUMBER AIR DENGAN
ALAM (EKOSISTEM)
-
SHEMA LESTARI Page 33