Penyakit Paru Obstruktif Kronis pada Orang DewasaLetidebora
Enjuvina TambawanNIM : 102012300Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana 2012, Jl. Arjuna Utara No.6
Jakarta 11510, Telp : 021-56942061, Fax : 021-563173
Latar BelakangIndonesia merupakan salah satu negara dengan
populasi terpadat di dunia.Dengan populasi yang banyak, rakyat
Indonesia banyak mengalami masalah-masalah kesehatan, salah satunya
penyakit pernapasan. Polusi udara, asap rokok, pajanan terhadap
bahan-bahan yang berhubungan dengan pekerjaan dapat menyebabkan
gangguan pernapasan pada manusia. salah satu penyakit pernapasan
yang ada adalah penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). PPOK
merupakan penyakit paru dimana terjadi sumbatan pada jalan napas
yang berlangsung lama. Terdiri dari empat penyakit yaitu asma
bronkiale, bronkiektasis, emfisema, dan bronkitis kronis.
AnamnesisAnamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh
seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara.
Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)
atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).
Anamnesis sendiri terdiri dari beberapa pertanyaan yang dapat
mengarahkan kita untuk dapat mendiagnosa penyakit apa yang diderita
oleh pasien.1,2Dalam anamnesis pasien dengan gangguan pernapasan
dilakukan wawancara terhadap identitas pasien terlebih dahulu
seperti nama lengkap pasien, umur, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, dan alamatnya.Tanyakan keluhan utama pasien datang
berobat ke dokter dan sudah berapa lama keluhan utama ini
terjadi.1,2Pada riwayat penyakit sekarang, tanyakan pada pasien
pertanyaan-pertanyaan seperti:3 Sudah berapa lama pasien merasa
sesak napas ? Kapan pasien merasa sesak napas : saat istirahat atau
aktivitas ? (gunakan skala sesak napas dan keluhan menurut
aktivitas, dapat dilihat pada Tabel 1) Apa yang dilakukan pasien
sebelum merasa sulit bernapas ? Berapa jauh pasien dapat berjalan ?
Apakah pasien batuk ? Jika ya, adakah sputum, berapa banyak, dan
apa warnanya? Apakah terdapat mengi ? Jika ya, kapan ? Berapa lama
pasien mengalami keadaaan seburuk ini ? Kira-kira apa pemicunya ?
Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak napas saat berbaring?
Pernahkah pasien mendapat ventilasi ? Pernahkah pasien di rawat di
rumah sakit ? (Jika ya, berapa hasil spirometri dan gas darah awal
)
Tabel 1 .Skala sesak dan Keluhan sesak berkaitan dengan
aktivitas4SkalaArti Skala
Skala 0Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
Skala 1Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga
satu tingkat
Skala 2Berjalan lebih lambat karena merasa sesak
Skala 3Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa
menit
Skala 4Sesak bila mandi atau berpakaian
Pada riwayat penyakit dahulu, tanyakan pada pasien
pertanyaan-pertanyaan seperti:1-3 Tanyakan kondisi pernapasan
terdahulu (misalnya asma, TB, karsinoma bronkus, bronkiektasis,
atau emfisema) Selidiki adanya kelainan kondisi jantung atau
pernapasan lain Pernahkah ada episode pneumonia ? Tanyakan gejala
apnoe saat tidur (mengantuk di siang hari, mendengkur). Adakah
kemunduran dimusim dingin ? Apakah pernah mengalami hal seperti ini
sebelumnya ? Jika ya, apakah sudah berobat ke dokter dan apa
diagnosisnya serta pengobatan yang diberikan ?Riwayat obat-obatan
perlu ditanyakan pula untuk mengetahui sampai dimana perkembangan
pasien dan dapat mengetahui efek-efek yang diberikan oleh obat yang
diminum oleh pasien. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan
sebagai berikut: 1-3 Tanyakan respons pasien terhadap
kortikosteroid, nebulizer, oksigen dirumah ? Apakah pasien
menggunakan oksigen dirumah ? Jika ya, selama berapa jam sehari
digunakan ?Riwayat Status Sosial Ekonomi1-3 Menanyakan : Bagaimana
riwayat pekerjaan pasien ? Adakah riwayat masalah pernapasan kronis
di keluarga ? Dimana kamar tidur/kamar mandi pasien, dan sebagainya
? Siapa yang berbelanja, memasak, mencuci dan sebagainya ? Riwayat
Kebiasaan dan Lingkungan Adakah riwayat merokok pasien, jika ada
tanyakan berapa bungkus perhari ? Bagaimana keadaan lingkungan
rumah maupun pekerjaannya? Apakah sering terpapar dengan zat-zat
yang bersifat allergen? Bagaiman hygieni pribadi? Bagaimana
rumahnya? Apakah cukup ventilasi?
Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada
pasien PPOK yaitu melihat tanda-tanda vital pasien, pemeriksaan
paru meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Seorang
pasien dengan sesak napas dengan tanda-tanda vital normal biasanya
hanya menderita penyakit kronik atau ringan, sementara pasien yang
memperlihatkan adanya perubahan nyata pada tanda-tanda vital
biasanya menderita gangguan akut yang memerlukan evaluasi dan
pengobatan segera.3-5Pada pemeriksaan fisik paru dilakukan
pemeriksaan dada bagian anterior dan dada bagian posterior. Pada
pasien PPOK, biasanya didapatkan hasil sebagai berikut:3-51.
Inspeksia. Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)b. Terdapat
cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup)c.
Pelebaran sela iga2. Perkusia. Ditemukan suara hipersonor3.
Palpasia. Pada umumnya normal jarang sekali ditemukan pembesaran
organ-organ.4. Auskultasia. Fremitus melemah,b. Suara napas
vesikuler melemah atau normalc. Ekspirasi memanjangd. Wheezinge.
Ronki basah kasar
Pemeriksaan PenunjangBeberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk membantu menegakan diagnosis, antara lain :a. Tes
Fungsi ParuPPOK ditegakkan dengan spirometri, yang menunjukkan
volume ekspirasi paksa dalam 1 detik < 80% nilai yang
diperkirakan, dan rasio FEV1 : kapasitas vital paksa < 70 %.
Laju aliran ekspirasi puncak menurun. Obstruksi saluran napas hanya
reversible sebagian bila diterapi dengan bronkodilator (atau obat
lain).5-6b. Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan
spirometri, bila tidak ada dapat menggunakan APE meter. Setelah
pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau
APE < 20% nilai awal dan < 200 ml. 5-6c. Pemeriksaan
Radiologi (Foto Thorax)Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan
radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan
radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis
penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari
keluhan pasien.Seperti : 5-6a) Pada bronkitis kronis, foto thoraks
memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang
paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang
bertambah. 5-6b) Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya
hiperinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan mendatar,
penciutan pembuluh darah pulmonal, serta gambaran jantung tampak
lebih kecil (jantung menggantung : Jantung pendulum / tear drop /
eye drop appearance.) 5-6d. Analisis Gas DarahHarus dilakukan
apanila ada kecurigaan gagal napas dan gagal napas akut pada gagal
napas kronik. 5-6e. Computed TomographyDengan cara menggunakan
computer olahan sinar X untuk menghasilkan gambar tomografi atau
potongan dari daerah tertentu pada tubuh. Computed Tomography ini
digunakan untuk tujuan diagnostik dan terapi. Dengan bantuan
computed tomography ini kita dapat memastikan adanya bula
emfisematosa. 5-6f. Uji Provokasi BronkusUntuk menilai derajat
hipereaktivitas bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan. 5-6g. Mikrobiologi
SputumDigunakan untuk pemilihan antibiotoka (bila terjadi
eksaserbasi). 5-6
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
ditujukkan untuk mengelompokkan penyakit-penyakit yang mempunyai
gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Masalah yang
menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada
saluran pernapasan maupun parenkim paru. Kelompok penyakit yang
dimaksud adalah bronkitis kronik (masalah pada saluran pernapasan)
dan emfisema (masalah pada parenkim). Ada beberapa ahli yang
menambahkan kedalam kelompok ini, yaitu asma bronkial dan
bronkiektasis. Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirai dapat
digolongkan sebagai PPOK jika obstruksi aliran udara ekspirasi
tersebut cenderung progresif. Kedua penyakit tadi, bronkitis kronik
dan emfisema hanya dimasukkan kedalam PPOK jika keparahan
penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif.
Pada fase awal kdua penyakit ini belum dapat digolongkan
kedalamPPOK. Merokok masih menjadi kausa utama penyakit pada hampir
90% pasien dengan bronkitis kronik dan emfisema. Namun, hanya
10-15% perokok mengalami PPOK. PPOK mengenai lebih dari 10 juta
orang di Amerika Serikat; bronkitis kronik adalah diagnosisnya pada
sekitar 75% kasus dan emfisema sisanya. Insidens, prevalensi, dan
angka kematian PPOK meningkat seiring pertambahan usia dan lebih
tinggi pada pria, orang berkulit putih, dan golongan social ekonomi
lemah.1
Differential diagnosisBronkhitis kronikBronkhitis kronik adalah
keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkiale yang
berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan
ekspetorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2
tahun secara berturut-turut.Terdapat beberapa subklasifikasi,
diantaranya bronkitis kronik simpleks, bronkitis mukopurulen
kronik, dan bronkitis kronik dengan obstruksi.Bronkitis kronik
simpleks menjelaskan suatu keadaan yang ditandai dengan pembentukan
sputum mukoil. Bronkitis mukopurulen kronik ditandai dengan sputum
purulent yang persisten maupun berulang pada keadaan tidak
ditemukannyapenyakit supuratif setempat seperti bronkiektasis.
Bronkitis kronik diduga terjadi karena kebiasaan merokok, terpajan
polusi udara, debu, infeksi, bahkan faktor genetik.1,7Pada
bronkitis kronis biasanya mempunyai riwayat batuk dan produksi
sputum yang banyak serta sudah berlangsung bertahun-tahun dengan
kebiasaan merokok yang cukup berat. Pada mulanya batuk hanya
terjadi di musim dingin dan pasiencenderung untuk minta pertolongan
dokter paling tidak pada saat sering terdapat relaps mukopurulen
yang semakin berat. Dalam beberapa tahun, gejala batuk berlanjut
dari hibernal menjadi perennial dan frekuensi, durasi serta
intensitas relaps mukopurulen semakin bertambah. Setelah mulai
mengalami gejala dyspnea pengerahan tenaga, pasien sering mencari
pertolongan dokter dan derajat obstruksi paru yang cukup berat akan
ditemukan dalam keadaan ini. Kadang-kadang pasien tersebut akan
memeriksakan dirinya ke dokter sesudah timbulnya edema perifer yang
terjadi sekunder akibat gagal ventrikel kanan yang nyata. Lebih
jarang lagi, kontak medis yang pertama terjadi atas inisiatif
keluarga yang membawa pasien dengan gejala sianosis berat, edema
dan dalam keadaan stupor yang menyertai insufisiensi respirasi
akut.Pasien ini seringkali memiliki berat badan berlebih dan tampak
sianotik. Biasanya pada saat istirahat tidak terlihat gangguan,
frekuensi pernapasan tampak normal atau hanya sedikit meningkat dan
juga tidak dijumpai penggunaan otot-otot aksesorius. Perkusi dada
akan memberikan suara sonor yang normal dan dengan auskultasi, kita
biasanya dapat mendengar suara ronki basah kasar serta mengi yang
lokasi dan intensitasnya berubah-ubah setelah batuk yang dalam
serta produktif.Penatalaksanaan dari bronkitis kronis antara lain
menghentikan kebiasaan merokok, penggunaan antibiotic terutama
untuk H. influenza dan S. pneumonia 7-10 hari, pemberian nutrisi
yang adekuat dan latihan, obat bronkodilator, serta kortikosteroid
yang diberikan setelah pemberian adekuat
bronkodilator.1,7EmfisemaEmfisema adalah keadaan paru yang ditandai
oleh pembesaran abnormal menetap ruang udara di sebelah distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding-dindingnya tanpa
fibrosis yang nyata.Berbeda dari bronkitis kronik, emfisema adalah
penyakit yang bukan terutama mengenai saluran napas tetapi parenkim
paru di sekitarnya. Konsekuensi fisiologis adalah hasil dari
kerusakan unit-unit respiratorik terminal dan hilangnya jaringan
kapiler alveolus, serta yang sangat penting, stuktur-struktur
penunjang paru, termasuk jaringan ikat elastic.Hilangnya jaringan
ikat elastic menyebabkan paru kehilangan daya recoil elastic dan
mengalami peningkatan compliance.Tanpa recoil elastis yang normal,
saluran napas yang tidak mengandung tulang rawan tidak lagi
mendapat topangan. Saluran napas mengalami kolaps premature saat
ekspirasi, disertai gejala obstruktif dan temuan fisiologis yang
khas.1,7Gambaran patologis emfisema adalah gambaran kerusakan
progresif unit-unit respiratorik terminal atau parenkim paru di
sebelah distal dari bronkiolus terminal. Peradangan saluran napas,
jika terjadi, akan minimal, meskipun dapat terlihat hyperplasia
kelenjar mukosa di saluran napas penghubung yang besar.
Interstisium unit-unit respiratorik mengandung beberapa sel radang,
tetapi temuan utama adalah hilangnya dinding alveolus dan
membesarnya ruang-ruang udara. Kapiler alveolus juga lenyap, yang
dapat menyebabkan penurunan kapasitas difusi dan hipoksemia
progresif, terutama saat berolahraga.Kerusakan alveolus tidak
merata di semua kasis emfisema. Emfisema bermanifestasi sebagai
penyakit non peradangan berupa dispnea, obstruksi progresif saluran
napas yang irreversible, dan gangguan pertukaran gas, terutama saat
berolahraga.1,7BronkiektasisBronkiektasis merupakan infeksi kronik
dengan nekrosis pada bronkus dan bronkiolus yang menyebabkan
dilatasi permanen yang abnormal pada saluran napas ini.
Bronkiektasis juga dapat dikatakan adalah kelainan morfologis yang
terdiri dari; pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap
disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus.
Bronkiektasis diklasifikasikan dalam bronkiektasis silindris,
fusiform, dan kistik atau sakular.Etiologi dari bronkiektasis
secara umum adalah infeksi, kelainan herediter atau kelainan
kongenital, obstruksi bronkus.1,7Patofisiologi dari bronkiektasis
dimulai dari infeksi merusak dinding bronkiale, menyebabkan
kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum kental
yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkiale menjadi
teregang secara permanen akibat batuk hebat, infeksi melebar sampai
ke peribronkiale, sehingga dalam kasus bronkiektasis sekular,
setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang
eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus.Tanda dan gejala dari
penyakit bronkiektasis sangat beragam, sebagian tanpa gejala atau
tanda sama sekali.Gambaran klinisnya secara umum meliputi
batuk-batuk, demam dan produksi sputum purulen yang
berlebihan.Tujuan dari pengobatan adalah mengendalikan infeksi dan
pembentukan dahak, membebaskan penyumbatan saluran napas serta
mencegah terjadinya komplikasi. Penatalaksanaan yang dapat
diberikan berupa pemberian antibiotik dengan spekrum luas, drainage
postural dan latihan fisioterapi untuk pernapasan.1,7Asma
BronkialeAsma bronkiale adalah satu hiperreaksi dari bronkus dan
trakea yang mengakibatkan penyempitan saluran napas yang bersifat
reversible. Asma ini merupakan kelainan inflamasi kronik yang
kambuhan ini ditandai oleh serangan bronkospasme yang paroksismal
tapi reversibel pada saluran napas trakeobronkial; serangan ini
disebabkan oleh hiper-reaktivitas otot polos. Terjadinya serangan
asma tidak terduga dan bisa terjadi kapan saja, terutama
diperkirakan jika terkena alergen dan lingkungan pemicu.Sebenarnya
penyebab pasti asma bronkiale masih belum diketahui secara
pasti.Penyakit asma dapat dilihat menurut intensitas klinik, respon
terhadap terapi dan agen pemicunya. Secara patofisiologi dikenali 2
tipe yang utama:8a. Asma atopik (alergik; reagin-mediated).
Merupakan tipe yang sering ditemukan. Tipe asma ini dipicu oleh
antigen lingkungan (misalnya debu, serbuk sari, makanan), perubahan
cuaca, aktivitas dan sering disertai riwayat atopi dalam keluarga.
Lenih sering terjadi pada anak-anak.b. Asma nonatopik (nonreaginik,
nonimun). Kerapkali dipicu oleh infeksi saluran napas, zat-zat
iritan kimia atau obat-obatan, pengaruh isiologis seperti stress
dan biasanya tanpa riwayat keluarga dan tanpa keterlibatan IgE yang
nyata. Penyebab peningkatan reaktivitas saluran napas tidak
diketahui. Lenih sering mengenai orang dewasa di atas usia 40
tahun.Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme
otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus.
Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi, karena secara
fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak
tidak bisa di ekspirasi. Penyempitan saluran napas dapat terjadi
baik pada saluran napas yang besar, sedang, maupun kecil. Gejala
mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan
pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan
dibanding mengi.Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di
seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat
ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut
mengalami hipoksemia. Penurunan O2 mungkin merupakan kelainan pada
asma sub klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh
melakukan hiperventilasi, agar kebutuan tubuh terpenuhi. Tetapi
akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan, sehingga tekanan CO2
menurun, yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada
serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan
alveolus tertutup oleh mukus, sehingga tidak mungkin lagi
terjadinya pertukaran gas.8Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja
otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan
produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan
penurunan ventilasi alveolus, menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia)
dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang
berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan kontriksi
pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu,
peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang
akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian penympitan
saluran napas pada asma akan menimbulkan gangguan ventilasi berupa
hiperventilasi, ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana
distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkukasi darah paru,
serta gangguan difusi gas di tingkat alveoli.Ketiga faktor tersebut
akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
respiratorik pada tahap yang lanjut.Gejala-gejala dari penyakit
asma bronkiale, yaitu sesak napas yang diikuti suara mengi, ada
umumnya disertai batuk dengan dahak yang lengket dan kental,
gelisah dan cemas, serta napas terengah-engah dan rasa berat pada
dada.1
EtiologiTerdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya PPOK, yaitu:4-5a. Kebiasaan merokok. Dalam pencatatan
riwayat merokok perlu diperhatikan apakah pasien merupakan perokok
aktif, perokok pasif, ataupun bekas perokok. Hal ini berkaitan
dengan peningkatan resiko terkena PPOK.b. Riwayat terpajan polusi
udara di lingkungan dan tempat kerjac. Defisiensi alfa 1
antitripsin. Suatu kelainan herediter yang jarang ditemukan.ini
merupakan predisposisi untuk berkembangnya PPOK dini. Alfa 1
antitripsin ini merupakan sejenis protein tubuh yang diproduksi
oleh hati, dimana berfungsi dalam melindungi paru-paru dari
kerusakan. Enzim ini juga berfubgsi untuk menetralkan tripsin yang
berasal dari rokok. Jika enzin ini rendah sedangkan asupan rokok
tinggi maka akan mengganggu system kerja enzim tersebut, yang bisa
mengakibatkan infeksi saluran pernapasan. Defisiensi enzim ini
menyebabkan emfisema pada usia muda, yaitu pada mereka yang tidak
merokok (onsetnya sekitar usia 53 tahun) dan bagi mereka yang
merokok sekitar 40 tahun.d. Hipereaktivitas bronkus. Adanya
peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai stimulan.
EpidemiologiPPOK merupakan masalah kesehatan utama dimasyarakat
yang menyebabkan 26.000 kematian per tahun di Inggris.Prevalensinya
> 600.000.Angka ini lebih tinggi di daerah maju, daerah
perkotaan, kelompok masyarakat menengah ke bawah, perokok berat dan
pada manula.Insidensi pada pria > wanita.Namun akhir-akhir ini
insiden pada wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah
perokok wanita.4,5
Gejala klinisPasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu,
sesak napas dan batuk. Adapun gejala yang terlihat seperti :91.
Sesak NapasTimbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun.
Mula-mula ringan lebih lanjut akan mengganggu aktivitas
sehari-hari. Sesak napas bertambah berat mendadak menandakan adanya
eksaserbasi.2. Batuk KronisBatuk kronis biasanya berdahak kadang
episodik dan memberat waktu pagi hari. Dahak biasanya mukoid tetapi
bertambah purulen bila eksaserbasi.3. WheezingKontraksi otot polos,
bersama dengan hipersekresi dan retensi mukus menyebabkan
pengurangan kaliper saluran napas dan tuberlensi aliran darah yang
berkepanjangan, yang menimbulkan mengi yang dapat didengar langsung
atau dengan stetoskop. Intesitas mengi tidak berkolerasi baik
dengan keparahan penyempitan saluran napas; contohnya, pada
obtruksi saluran napas ektrem, aliran udara dapat sedemikian
berkurang, sehingga mengi mungkin sama sekali tidak terdengar.
Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini
menunjukan komponen reversibel penyakitnya.4. Batuk DarahBisa
dijumpai terutama waktu eksaserbasi.Asal darah diduga dari saluran
napas yang radang dan khasnya blood streaked purulen sputum.5.
Anoreksia dan berat badan menurunPenurunan berat badan merupakan
tanda progresif jelek.
PatofisiologiPada PPOK terdapat dua kondisi yang menjadi dasar
patologi, yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukus dan
emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen di ruang
udara yang ada, mulai dari distal bronkiolis terminalis, diikuti
destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata. Penyempitan saluran
nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan yang kecil yang
disebabkan oleh perubahan konstituen normal seluruh nafas terhadap
respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk
oleh sel skuamosus akan mengalami metaplasia, sel-sel silia
mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini
direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya
saja proses remodeling ini justru merangsang dan mempertahankan
inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi
lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam
lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel
goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa,
peningkatan otot polos.10,11
Gambar 1. Gambaran Epitel Saluran Nafas pada PPOK dan Orang
Sehat.10Inflamasi pada saluran nafas pasien POK merupakan suatu
respon inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asp
rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada bronkitis kronis,
sedangkan pada emfisema paru, ketidakseimbangan pada proteas dan
anti-protease defisiensi antitripsin menjadi dasar patogenesis
PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan
limfosit akan melepaskan mediator inflamasi dan akan berinteraksi
dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Peningkatan
netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat
keparahan PPOK. Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi
penyempitan saluran napas.10Hambatan aliran udara pada saluran
nafas, terkait dengan perubahan-perubahan seluler dan struktural
pada PPOK ketika proses inflamasi tersebut meluas ke parenkim hati
dan atreri pulmonalis. Asap rokok diamati memang memancing reaksi
inflamasi yang ditandai dengan infiltrasi limfosit T, neutrofil dan
makrofag pada dinding saluran nafas. Selain itu memancing
ketidakseimbangan limfosit T CD4+/CD8+, dimana limfosit T
sitotoksik (CD8+) akan menginfiltrasi saluran nafas sentral dan
perifer. Neutrofil juga meningkat pada kelenjar bronkus pasien
dengan PPOK memberikan peranan pentng terhadap hipersekresi mukus,
dimana hal ini kemudian memacu ekspresi gen IL-4 yang
mengekspresikan sejumlah besar sel-sel inflamasi pada subepitel
bronkus dan kelenjar submukosa penghasil sekret. TNF yang merupakan
sitokin proinflamasi yang potensial akan berkoordinasi dan
menyebabkan peningkatan sitokin lainnya seperti IL-2dan IL-6 yang
kemudian menginduksi ngiogenesis. Peningkatan sitokin diatas selain
berada dalam saluran nafas, juga beredar di sirkulasi sistemik.
Peningkatan sitokin proinflamasi pada saluran nafas sebagai petanda
inflamasi lokal, juga akan memberikan gambaran pada peningkatan
sel-sel inflamasi secara sistemik, termasuk kedalamnya neutrofil
dan limfosi pada gambaran darah tepi.10,11
Gambar 2.Mekanisme Inflamasi Pada PPOK.
KomplikasiKomplikasi yang dapat ditemukan pada pasien PPOK bila
tidak tidak ditangani secara lanjut antara lain:1.
HipoxemiaHipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2
kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen