Top Banner
PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN MAKALAH Aspek Perpajakan atas Pembayaran Gaji dan Honorarium, Selain Kepada Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI Ginrey Shandy Algam (146020306111003) Hendra Triantoro (146020306111004) Andry Yunanto (146020306111005) PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI STAR BPKP BATCH 3
44

Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

Dec 05, 2015

Download

Documents

Micah Corum

Tata Cara Penghitungan PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI (pemotongan dari Bendahara Pemerintah)
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

MAKALAH

Aspek Perpajakan atas Pembayaran Gaji dan

Honorarium,Selain Kepada Pejabat Negara,

PNS, dan TNI/POLRI

Ginrey Shandy Algam (146020306111003)Hendra Triantoro (146020306111004)

Andry Yunanto (146020306111005)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSISTAR BPKP BATCH 3

Page 2: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN............................................................................................................................... 1

PERATURAN TERKAIT.................................................................................................................. 2

KETENTUAN UMUM....................................................................................................................... 3

Pemotong PPh Pasal 21...........................................................................................................................3

Subjek dan Objek PPh Pasal 21............................................................................................................4

Dasar Pengenaan dan Tarif....................................................................................................................5

Ketentuan Khusus......................................................................................................................................7

TATA CARA PEMOTONGAN......................................................................................................... 8

Tata Cara Penghitungan..........................................................................................................................9

1. Petunjuk Umum Penghitungan..............................................................................................9

2. Contoh Penghitungan PPH Pasal 21..................................................................................17

Tata Cara Pembayaran Atau Penyetoran......................................................................................23

Tata Cara Pelaporan............................................................................................................................... 24

Pengisian SPT dan Bukti Pemotongan...................................................................................25

RINGKASAN.................................................................................................................................... 26

REFERENSI..................................................................................................................................... 27

Referensi Peraturan............................................................................................................................... 27

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 3: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

1PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

ASPEK PERPAJAKAN ATAS PEMBAYARAN GAJI DAN HONORARIUM,

SELAIN KEPADA PEJABAT NEGARA, PNS, DAN TNI/POLRI

PENDAHULUAN

Pajak memegang peranan utama dalam keberlangsungan negara. Postur

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam beberapa tahun terakhir

mencerminkan betapa pentingnya peranan tersebut. Sekitar 72% lebih proporsi

penerimaan pajak terhadap keseluruhan penerimaan negara. Artinya pajak menjadi

sumber yang paling dominan bagi pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya

untuk mensejahterakan masyarakat.

Tahun 2015, penerimaan pajak ditargetkan mencapai 1.294 triliun rupiah. Dari

keseluruhan komponen penerimaan pajak, penerimaan pajak dari Pajak Penghasilan

(PPh) Non Migas masih menjadi primadona dan mengungguli penerimaan pajak

lainnya, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah

(PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Lainnya, dan Pajak Migas. Lebih jauh

lagi, jika dilihat dari jenis pajaknya, PPh Pasal 21 yang merupakan bagian dalam PPh

Non Migas, menjadi andalan kedua setelah PPh Pasal 25/29 untuk badan usaha, dengan

target penerimaan sebesar 126 triliun rupiah atau 20% dari seluruh penerimaan PPh

Non Migas. Oleh karena itu, PPh Pasal 21 dari tahun ke tahun selalu menjadi salah satu

prioritas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam pelaksanaan tugasnya untuk

mengumpulkan penerimaan negara.

PPh Pasal 21 merupakan salah satu PPh yang dikenakan pada Wajib Pajak, yang

pengenaannya dilakukan dengan cara memotong penghasilan yang diterima oleh Wajib

Pajak tersebut dengan jumlah tertentu berdasarkan tarif PPh yang berlaku. Pemotongan

PPh Pasal 21 tersebut dilakukan oleh pihak yang melakukan pembayaran gaji, upah,

honorarium, tunjangan, pensiun dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan,

jasa atau kegiatan. Dalam konteks pembayaran tersebut bersumber dari APBN maupun

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka kewajiban untuk memotong

PPh Pasal 21 menjadi tanggung jawab dari bendahara pemerintah. Bendahara

pemerintah menjadi “perpanjangan tangan” dari DJP dalam menghimpun penerimaan

pajak, khususnya PPh Pasal 21.

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 4: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

2PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

Secara umum, berdasarkan subyeknya, ruang lingkup PPh Pasal 21 yang menjadi

tanggung jawab bendahara pemerintah dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu

PPh Pasal 21 yang dipotong atas pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan

pembayaran lain, kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota Tentara

Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), dan

pensiunannya. Bagian yang berikutnya adalah PPh Pasal 21 yang dipotong atas atas

pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain, kepada selain

pejabat negara, PNS, anggota TNI, anggota POLRI dan pensiunannya, atau dengan kata

lain PPh Pasal 21 yang dipotong atas pembayaran kepada pegawai tidak tetap atau

tenaga kerja lepas, orang pribadi yang berstatus bukan pegawai, dan peserta kegiatan.

Bendahara pemerintah, sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab

melakukan pengelolaan dana APBN/D sekaligus sebagai pihak yang diwajibkan untuk

memotong PPh Pasal 21, diharuskan memiliki pemahaman dan kemampuan terhadap

aspek-aspek perpajakan khususnya PPh Pasal 21 yang dipotong atas pembayaran

kepada pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, orang pribadi yang berstatus bukan

pegawai, dan peserta kegiatan. Pemahaman tersebut meliputi kewajiban secara umum,

yaitu kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dengan identitas

bendahara yang menjalankan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21, serta kewajiban

khusus terkait dengan pemotongan PPh Pasal 21, yaitu menghitung, menyetor atau

membayar, dan melaporkan sehubungan dengan pemotongan PPh Pasal 21. Makalah ini

diharapkan mampu memberikan pemahaman yang memadai bagi bendahara

pemerintah maupun pihak lain yang terkait, atas aspek-aspek pemotongan PPh Pasal 21

yang dipotong atas pembayaran kepada pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas,

orang pribadi yang berstatus bukan pegawai, dan peserta kegiatan.

PERATURAN TERKAIT

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai teknis, prosedur dan tata cara dalam

pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran kepada pegawai tidak tetap

atau tenaga kerja lepas, orang pribadi yang berstatus bukan pegawai, dan peserta

kegiatan, berikut ini disampaikan peraturan-peraturan yang mendasari dan terkait

dengan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran kepada pegawai tidak tetap atau

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 5: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

3PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

tenaga kerja lepas, orang pribadi yang berstatus bukan pegawai, dan peserta kegiatan.

Peraturan tersebut antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas PenghasilanSehubungan Dengan Pekerjaan,

Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara

Pembayaran dan Penyetoran Pajak.

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian

besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2015 tentang Penetapan

Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan

Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan

Pajak Penghasilan.

6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2015 tentang Peraturan Direktur

Jenderal Pajak Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan

Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26

Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, Tata

Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan

Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal

21 dan/atau Pasal 26

KETENTUAN UMUM

Pemotong PPh Pasal 21

Pada dasarnya, menurut Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008

tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), yang berkewajiban melakukan pemotongan PPh

Pasal 21 adalah pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun, badan, dan

penyelenggara kegiatan. Dalam hal pembayaran yang terkait dengan APBN/D,

khususnya terkait pembayaran kepada pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas,

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 6: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

4PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

orang pribadi yang berstatus bukan pegawai, dan peserta kegiatan, kewajiban tersebut

menjadi tanggung jawab bendahara pemerintah.

Subjek dan Objek PPh Pasal 21

Yang menjadi subjek PPh Pasal 21 atau pihak yang penghasilannya dipotong PPh

Pasal 21 dalam makalah ini adalah (sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

32/PJ/2015):

a. Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas, yaitu pegawai yang hanya menerima

penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari

bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan, atau penyelesaian suatu jenis

pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

b. Orang Pribadi Bukan Pegawai, yaitu orang pribadi selain Pegawai Tetap dan

Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan

nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 sebagai imbalan jasa

yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan,

yang meliputi:

1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,

akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang

sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,

pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;

3. olahragawan;

4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;

5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;

6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem

aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta

pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;

7. agen iklan;

8. pengawas atau pengelola proyek;

9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi

perantara;

10. petugas penjaja barang dagangan;

11. petugas dinas luar asuransi; dan/atau

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 7: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

5PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan

sejenis lainnya.

c. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:

1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga,

seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;

2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;

3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan

tertentu;

4. peserta pendidikan dan pelatihan; atau

5. peserta kegiatan lainnya.

Sedangkan obyek PPh Pasal 21 atau penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21

adalah sebagai berikut (Pasal 5 Perdirjen PER-31/PJ/2015):

a. penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian,

upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara

bulanan;

b. imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan

imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan

sehubungan jasa yang dilakukan;

c. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,

uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk

apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;

Dasar Pengenaan dan Tarif

Dasar pengenaan atas pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut (Pasal 9

Perdirjen PER-31/PJ/2015):

a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi:

1. Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah

kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah

melebihi Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah);

2. Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan;

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 8: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

6PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

b. jumlah penghasilan yang melebihi Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) sehari,

yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima

upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang

penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi

Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah);

c. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan

Pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan; atau

d. jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima

penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c.

Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan

yang dipotong PPh Pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan yang diterima atau

diperoleh dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan.

Penghasilan Kena Pajak diatas, diperoleh dengan dari (Pasal 10 ayat (2)

Perdirjen PER-31/PJ/2015): penghasilan bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP), bagi Pegawai Tidak Tetap; dan 50% (lima puluh persen) dari jumlah

penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan, bagi Bukan Pegawai.

Dalam hal Bukan Pegawai memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21:

a. mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah penghasilan

bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar jumlah pembayaran

setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan

tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian

gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut maka besarnya penghasilan

bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan; atau

b. melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah penghasilan

bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya atas pemberian jasanya saja,

kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian

jasa dengan material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut

termasuk pemberian jasa dan material atau barang.

Dalam hal jumlah penghasilan bruto dibayarkan kepada dokter yang melakukan

praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah

sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik

sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 9: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

7PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut (Pasal 11 Perdirjen

PER-31/PJ/2015):

a. Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang

pribadi;

b. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; dan

c. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah

dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang

menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap

keluarga.

Sedangkan PTKP per bulan adalah PTKP per tahun dibagi 12 (dua belas),

sebesar:

a. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

b. Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak

yang kawin; dan

c. Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota

keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak

angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk

setiap keluarga.

Tarif PPh Pasal 21 yang dikenakan adalah sesuai dengan pasal 17 ayat (1) UU

PPh, yaitu:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh

juta rupiah)

5%

(lima persen)

di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua

ratus lima puluh juta rupiah)

15%

(lima belas persen)

di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima

puluh juta rupiah) sampai dengan

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

25%

(dua puluh lima

persen)

di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah)

30%

(tiga puluh persen)

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 10: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

8PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

Ketentuan Khusus

Khusus untuk penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas berlaku

ketentuan tambahan sebagai berikut (Pasal 12 Perdirjen PER-31/PJ/2015):

(1) Atas penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang tidak

dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender

belum melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah), berlaku ketentuan sebagai

berikut:

a. tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau

rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu

rupiah); atau

b. dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-

rata penghasilan sehari melebihi Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah), dan

jumlah sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) tersebut merupakan

jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

(2) Rata-rata penghasilan sehari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rata-rata

upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang

digunakan.

(3) Dalam hal Pegawai Tidak Tetap telah memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1

(satu) bulan kalender melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) maka jumlah

yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang

sebenarnya.

(4) PTKP yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebesar PTKP

untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.

(5) PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah

sebesar PTKP per tahun dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) hari.

(6) Dalam hal berdasarkan ketentuan di bidang ketenagakerjaan diatur kewajiban

untuk mengikutsertakan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas dalam

program jaminan hari tua atau tunjangan hari tua, maka iuran jaminan hari tua atau

iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh Pegawai Tidak Tetap kepada

badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja atau badan penyelenggara

tunjangan hari tua, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 11: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

9PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

TATA CARA PEMOTONGAN

Secara garis besar, tata cara pemotongan PPh Pasal 21 dalam makalah ini dibagi

menjadi tiga bagian atau tahapan, yaitu tata cara pada tahap penghitungan, tahap

pembayaran atau penyetoran dan tahap pelaporan. Masing-masing tata cara akan

dijelaskan sebagaimana berikut:

Tata Cara Penghitungan

1. Petunjuk Umum Penghitungan

A. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Berkala

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan penerima pensiun

berkala dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh

Pasal 21 yang terutang untuk setiap Masa Pajak, yang dilaporkan dalam

SPT Masa PPh Pasal 21, selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak di

mana pegawai tetap berhenti bekerja;

Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 Al atau 1721 A2

dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk Masa Pajak Desember

atau Masa Pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja.

Penghitungan kembali ini dilakukan pada:

bulan di mana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;

bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun

kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun

sampai akhir tahun kalender

A.1. Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Desember atau Masa

Pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja:

a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur

1) Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi Pegawai

Tetap

a) Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan Pegawai

Tetap, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto

yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 12: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

10PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur

lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran

sejenisnya.

b) Untuk perusahaan yang masuk program BPJS Ketenagakerjaan,

premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan

Kematian (JK), premi Jaminan Hari Tua (JHT) dan premi

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh

pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai.

Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi

kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayarkan oleh

pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi

lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut

digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh

pemberi kerja kepada pegawai.

c) Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang

diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan

dengan biaya jabatan, serta iuran pensiun, iuran Jaminan Hari

Tua, dan/atau iuran Tunjangan Hari Tua yang dibayar sendiri

oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada

Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan atau kepada BPJS Ketenagakerjaan.

d) Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah

penghasilan neto sebulan dikalikan 12.

e) Dalam hal seorang Pegawai Tetap dengan kewajiban pajak

subjektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak

awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari, maka

penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan

penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak

pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan

bulan Desember.

f) Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar

penerapan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, yaitu

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 13: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

11PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

sebesar Penghasilan neto setahun pada huruf d) atau e) di atas,

dikurangi dengan PTKP.

g) Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif

Pasal 17 ayat (1) huruf d UU PPh terhadap Penghasilan Kena

Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf f, selanjutnya

dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan/atau

disetor ke kas negara, yaitu sebesar:

(1) jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan

sebagaimana dimaksud pada huruf a dibagi dengan 12;

atau

(2) jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan

sebagaimana dimaksud pada huruf e dibagi banyaknya

bulan yang menjadi faktor pengali sebagaimana dimaksud

pada huruf e.

h) Apabila pajak yang terutang oleh Pemberi Kerja tidak

didasarkan atas masa gaji sebulan, maka untuk penghitungan

PPh Pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu

dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor

perkalian sebagai berikut:

(1) Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4;

(2) Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26.

i) Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh Pasal 21 sebulan

dengan cara seperti dalam huruf d) sampai dengan g) di atas.

j) PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan

PPh Pasal 21 sebulan dalam huruf i) dibagi 4, sedangkan PPh

Pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPh

Pasal 21 sebulan dalam huruf i) dibagi 26.

k) Jika kepada pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga

dibayar kenaikan gaji yang berlaku surut (rapel), misalnya

untuk 5 (lima) bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas

rapel tersebut adalah sebagai berikut:

(1) rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel

tersebut (dalam hal ini 5 bulan);

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 14: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

12PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

(2) hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji

setiap bulan sebelum adanya kenaikan gaji, yang sudah

dikenakan pemotongan PPh Pasal 21;

(3) PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada

kenaikan, dihitung kembali atas dasar gaji baru setelah ada

kenaikan;

(4) PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-

bulan dimaksud adalah selisih antara jumlah pajak yang

dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang

telah dipotong sebagaimana disebut pada angka (2).

l) Apabila kepada pegawai di samping dibayar gaji yang

didasarkan masa gaji kurang dari satu bulan juga dibayar gaji

lain mengenai masa yang lebih lama dari satu bulan (rapel)

seperti tersebut dalam huruf k), maka cara penghitungan PPh

Pasal 21-nya adalah sesuai dengan yang telah ditetapkan

dalam huruf k dengan memperhatikan ketentuan dalam huruf

h) sampai dengan j).

2) Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi

Penerima Pensiun Berkala

a) Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang

diterima atau diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama

pensiun adalah sebagai berikut:

(1) terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang

diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto

dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya

bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima

pensiun sampai dengan bulan Desember;

(2) penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada

nomor (1) ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun

yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari

pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan

pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti

pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 15: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

13PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

(3) untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah

penghasilan pada nomor (2) tersebut dikurangi dengan

PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas

Penghasilan Kena Pajak tersebut;

(4) PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang

bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal

21 dalam nomor (3) dengan PPh Pasal 21 yang terutang

dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan

pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti

pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;

(5) PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar

PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam nomor (4) dibagi

dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam

nomor (1).

b) Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk

tahun kedua dan selanjutnya adalah sebagai berikut:

(1) terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang

diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto

dengan biaya pensiun;

(2) selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dengan cara

penghitungan untuk pegawai tetap pada nomor (1), (3),

dan (4).

b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur bagi

Pegawai Tetap

Penghasilan Tidak Teratur bagi Pegawai Tetap yang meliputi jasa

produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari raya, dan

penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya

dibayarkan sekali setahun, tidak termasuk lingkup pengelolaan

Bendahara APBN/APBD, sehingga tidak dibahas dalam makalah ini.

A.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Bulan Desember atau Masa

Pajak Tertentu untuk Pegawai Tetap yang Berhenti Bekerja Sebelum Bulan

Desember.

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 16: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

14PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada bulan Desember atau bulan

tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan

Desember adalah sebagai berikut:

1) Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang

diterima atau diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender

yang bersangkutan, baik penghasilan yang teratur maupun yang

tidak teratur.

2) PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan Desember

atau bulan tertentu untuk Pegawai Tetap yang berhenti bekerja

sebelum bulan Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal

21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur

yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang

bersangkutan, sebagaimana dimaksud dalam nomor 1), dengan

PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang

bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya.

3) Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan

bulan sebelumnya tersebut lebih besar daripada PPh Pasal 21

terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang

diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang

bersangkutan, misalnya dalam hal pegawai berhenti bekerja pada

pertengahan tahun, atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21

tersebut dikembalikan kepada Pegawai Tetap yang berhenti

bekerja bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh

Pasal 21. Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 untuk Pegawai

Tetap yang bersangkutan, pemotong pajak dapat

memperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan

Pegawai Tetap lainnya dalam Masa Pajak yang sama, sehingga

jumlah PPh Pasal 21 yang harus disetor oleh pemotong pajak untuk

Masa Pajak tersebut telah mempertimbangkan jumlah kelebihan

pemotongan PPh Pasal 21 yang telah diberikan oleh pemotong

pajak kepada Pegawai Tetap yang berhenti bekerja.

b. Perhitungan PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang

diterima atau diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 17: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

15PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a

adalah sebagai berikut:

1) Untuk Pegawai Tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada

sejak awal tahun, namun mulai bekerja setelah bulan Januari atau

berhenti bekerja sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang

dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima

atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur,

selama Pegawai Tetap yang bersangkutan bekerja pada pemotong

pajak.

2) Sedangkan untuk Pegawai Tetap yang kewajiban pajak

subjektifnya baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir

sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang dihitung

berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau

diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang

disetahunkan

B. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap Atau Tenaga Kerja

Lepas

B.1. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon

Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah

Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan

a. Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang

saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari:

1) upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam

seminggu

2) upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang

dihasilkan dalam sehari

3) upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk

menyelesaikan pekerjaan borongan.

b. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku

harian belum melebihi Rp300.000,00, dan jumlah kumulatif yang

diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan

belum melebihi Rp3.000.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang

harus dipotong.

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 18: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

16PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

c. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian

telah melebihi Rp300.000,00, dan sepanjang jumlah kumulatif yang

diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan

belum melebihi Rp3.000.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus

dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata

upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp300.000,00, dikalikan 5%.

d. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam

bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp3.000.000,00 dan

kurang dari Rp8.200.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong

adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku

harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.

e. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam

satu bulan kalender telah melebihi Rp8.200.000,00, maka PPh Pasal 21

dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh

atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah

dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar

PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

B.2. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon

Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan: PPh Pasal

21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas

jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh

Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil

perhitungan tersebut dibagi 12.

C. Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi yang Berstatus Bukan Pegawai

C.1. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai,

atas imbalan yang bersifat berkesinambungan

a. Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan

dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh

Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya.

PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf

a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak dalam tahun

kalender yang bersangkutan. Besarnya penghasilan kena pajak adalah

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 19: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

17PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto

dikurangi PTKP per bulan.

b. Bagi yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya

selain dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau

PPh Pasal 26 serta memperoleh penghasilan lainnya.

PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf

a UU PPh atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah

penghasilan bruto dalam tahun kalender yang bersangkutan.

C.2. Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan

Pegawai, atas Imbalan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan.

PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a

UU PPh atas 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto.

C.3. Dalam hal bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka

2 adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik

maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang

dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong

biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.

C.4. Dalam hal bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka

2 memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21:

a. mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah

penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah

dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang

dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak

dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan

tersebut maka besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar

jumlah yang dibayarkan;

b. melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah

penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila

dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian

jasa dengan penyerahan material atau barang.

D. Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Peserta Kegiatan

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 20: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

18PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU

PPh atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat

utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.

2. Contoh Penghitungan PPH Pasal 21

A. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap

1. Dengan Gaji Bulanan

a. Amalia pada tahun 2016 bekerja pada Universitas Brawijaya sebagai

Pegawai Tetap Non PNS dengan memperoleh gaji sebulan

Rp3.750.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00.

Amalia belum menikah. Pada bulan Januari penghasilan Amalia dari

Universitas Brawijaya hanya dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan

Januari adalah sebagai berikut:

Gaji Rp

3.750.000,00

Pengurangan:1. Biaya jabatan:

5% x Rp3.750.000,002. Iuran pensiun

Rp

Rp

187.500,00

100.000,00Rp

(287.500,00)

Penghasilan neto sebulan Rp

3.462.500,00

Penghasilan neto setahun12 x Rp3.462.500,00

Rp

41.550.000,00

PTKP (TK/0)- Untuk WP sendiri R

p(36.000.000,00

)Penghasilan Kena Pajak Setahun

Rp

5.550.000,00

PPh Pasal 21 Terutang5% x Rp5.550.000,00 Rp 277.500,00

PPh Pasal 21 Bulan JanuariRp277.500,00 : 12 R

p23.125,00

Catatan:

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 21: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

19PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

1) Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan

setiap orang yang bekerja sebagai Pegawai Tetap tanpa memandang

mempunyai jabatan ataupun tidak.

2) Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah

memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum

memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong

pada bulan Januari adalah sebesar: 120% x Rp 23.125,00 =

Rp27.750,00.

3) Untuk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima

penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sudah memiliki NPWP,

kecuali disebut lain dalam contoh tersebut.

b. Sejak Bulan Februari tahun 2016, Ifana bekerja pada Dinas Komunikasi

dan Informatika sebagai Pegawai Tetap Non PNS dengan memperoleh

gaji sebulan Rp3.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp

100.000,00. Status Ifana adalah menikah tanpa anak. Berdasarkan surat

keterangan dari pemerintah daerah tempat Ifana berdomisili, diketahui

bahwa suaminya tidak mempunyai penghasilan apapun. Pada bulan Juli

tahun 2016 selain menerima pembayaran gaji, Ifana juga menerima

pembayaran lembur (overtime) sebesar Rp1.200.000,00. Penghitungan

PPh Pasal 21 bulan Juli tahun 2016 adalah sebagai berikut:

Gaji Rp

3.500.000,00

Lembur (overtime) Rp

1.200.000,00

Penghasilan Bruto Rp

4.700.000,00

Pengurangan:1. Biaya jabatan:

5% x Rp4.700.000,002. Iuran pensiun

Rp

Rp

235.000,00

100.000,00Rp

(335.000,00)

Penghasilan neto sebulan Rp

4.365.000,00

Penghasilan neto setahun12 x Rp4.365.000,00

Rp

52.380.000,00

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 22: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

20PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

PTKP (TK/0)- Untuk WP sendiri- Tambahan karena kawin

RpRp

36.000.000,00

3.000.000,00Rp

(39.000.000,00)

Penghasilan Kena Pajak Setahun

Rp

13.380.000,00

PPh Pasal 21 Terutang5% x Rp13.380.000,00 Rp 669.000,00

PPh Pasal 21 Bulan JanuariRp669.000,00 : 12 R

p55.750,00

B. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 terhadap Penghasilan Pegawai Harian,

Tenaga Harian Lepas, Penerima Upah Satuan dan Penerima Upah Borongan

1. Dengan Upah Harian

a. Bintang dengan status belum menikah pada bulan Januari Tahun 2016

bekerja sebagai mandor pada proyek swakelola pemeliharaan jalan dan

jembatan Pemerintah Kota Malang yang dilakukan oleh Dinas

Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan. Bintang

bekerja selama 10 hari dan mendapatkan upah harian sebesar

Rp300.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Januari tahun 2016

adalah sebagai berikut:

Upah sehari Rp 300.000,00Dikurangi:Batas upah harian Rp 300.000,00

Rp 0,00

PPh Pasal 21 dipotong atas upah sehari Rp 0,00

Sampai dengan hari ke-10, karena jumlah kumulatif upah yang

diterima belum melebihi Rp3.000.000,00 maka tidak ada PPh Pasal 21

yang dipotong.

Pada hari ke-11 jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi

Rp3.000.000,00, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan

upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 23: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

21PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

Upah s.d hari ke-11(Rp300.000,00 x 11)

Rp 3.300.000,00

PTKP sebenarnya:11 x (Rp36.000.000,00 : 360) Rp (1.100.000,00)

Rp 2.200.000,00

PPh Pasal 21 terutang s.d. hari ke-11(5% x Rp2.200.000,00)PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d. hari ke-10

RpRp

110.000,000,00

PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11

Rp 110.000,00

Sehingga pada hari ke-11, upah bersih yang diterima Bintang sebesar:

Rp300.000,00 – Rp110.000,00 = Rp190.000,00

Misalkan Bintang bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh

Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-12 adalah sebagai berikut :

Upah sehari Rp 300.000,00

PTKP sehari:- Untuk WP sendiri (Rp36.000.000,00 : 360) Rp 100.000,00

Rp 200.000,00

PPh Pasal 21 terutang pada hari ke-12(5% x Rp200.000,00)

Rp 10.000,00

Sehingga pada hari ke-12, Bintang menerima upah sebesar:

Rp300.000,00 – Rp10.000,00 = Rp290.000,00

b. Cahyo Pamungkas (belum menikah) pada bulan Maret 2016 bekerja

pada proyek swakelola pembangunan jaringan internet Kota Malang

yang dikelola oleh Dinas Komunikasi dan Informatika, dengan upah

harian sebesar Rp500.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan yang

bersangkutan adalah sebagai berikut:

Upah sehari di atas Rp300.000,00 adalah:(Rp500.000,00 – Rp300.000,00)

Rp 200.000,00

PPh Pasal 215% x Rp200.000,00 Rp 10.000,00

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 24: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

22PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

Pada hari ke-7 dalam bulan kalender yang bersangkutan, Cahyo

Pamungkas telah menerima penghasilan sebesar Rp3.500.000,00,

sehingga telah melebihi Rp3.000.000,00. Dengan demikian PPh Pasal

21 atas penghasilan Cahyo Pamungkas pada bulan Maret 2016 dihitung

sebagai berikut:

Upah 7 hari kerja(7 x Rp500.000,00)

Rp 3.500.000,00

PTKP7 x (Rp36.000.000,00 : 360) Rp (700.000,00)

Rp 2.800.000,00

PPh Pasal 21:5% x Rp2.800.000,00

Rp 140.000,00

PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d. hari ke-6 Rp (60.000,00)PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-7

Rp 80.000,00

Jumlah sebesar Rp80.000,00 ini dipotongkan dari upah harian sebesar

Rp500.000,00 sehingga upah yang diterima Cahyo Pamungkas pada

hari kerja ke-7 adalah:

Rp 500.000,00 - Rp 80.000,00 = Rp 420.000,00

Pada hari kerja ke-8 dan seterusnya dalam bulan kalender yang

bersangkutan, jumlah PPh Pasal 21 per hari yang dipotong adalah:

Upah sehari Rp 500.000,00

PTKP sehari:- Untuk WP sendiri (Rp36.000.000,00 : 360) Rp 100.000,00

Rp 400.000,00

PPh Pasal 21 terutang pada hari ke-12(5% x Rp400.000,00)

Rp 20.000,00

2. Dengan Upah Satuan

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 25: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

23PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

Dante adalah seorang tukang mebel. Dinas Pendidikan Kota Malang

mempunyai proyek swakelola pengadaan meja untuk siswa sekolah, dan

menggunakan jasa Dante sebagai tukang mebel yang dibayar berdasarkan

jumlah meja siswa yang telah jadi. Upah yang diterima Dante untuk setiap

meja yang telah jadi adalah sebesar Rp300.000,00 dan dibayarkan tiap

minggu. Dalam satu minggu (6 hari kerja), Dante menyelesaikan 8 buah

meja siswa dengan upah Rp2.400.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21

adalah sebagai berikut:

Upah sehari(Rp2.400.000,00 : 6) Rp 400.000,00

Upah sehari di atas Rp300.000,00 adalah:(Rp400.000,00 – Rp300.000,00) Rp 100.000,00

Upah seminggu terutang pajak:6 x Rp100.000,00 Rp 600.000,00

PPh Pasal 21 (mingguan)5% x Rp600.000,00 Rp 30.000,00

3. Dengan Upah Borongan

Mirah mengerjakan disain interior kantor Sekretaris Daerah Kota Malang

dengan upah borongan sebesar Rp2.500.000,00, pekerjaan diselesaikan

dalam 4 hari. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

Upah sehari(Rp2.500.000,00 : 4) Rp 625.000,00

Upah sehari di atas Rp300.000,00 adalah:(Rp625.000,00 – Rp300.000,00) Rp 325.000,00

Upah borongan terutang pajak:4 x Rp325.000,00 Rp 1.300.000,00

PPh Pasal 215% x Rp1.300.000,00 Rp 65.000,00

C. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang Diterima oleh Bukan Pegawai

1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang Diterima oleh Bukan

Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat

Berkesinambungan

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 26: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

24PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

Joko melakukan jasa perbaikan peralatan medis pada Dinas Kesehatan Kota

Malang dengan bayaran sebesar Rp8.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal

21 adalah sebagai berikut:

Besarnya PPh Pasal 21 terutang adalah sebesar:5% x 50% x Rp8.000.000,00

Rp 200.000,00

Dalam hal Joko tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang

terutang menjadi sebesar:

120% x 5% x 50% x Rp8.000.000,00 = Rp240.000,00

D. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang Diterima Peserta

Kegiatan

Hendra adalah seorang atlet bulu tangkis yang mengikuti Pekan Olah Raga

Daerah (PORDA) Jawa Timur Tahun 2015. Di akhir kejuaraan, Hendra berhasil

mengalahkan semua lawannya dan menjadi juara cabang olah raga bulu tangkis

tunggal pria, dan menerima hadiah sebesar Rp75.000.000,00. PPh Pasal 21 yang

terutang atas hadiah kejuaraan tersebut adalah:

5% x Rp50.000.000,0015% x Rp25.000.000,00

RpRp

2.500.000,003.750.000,00

PPh Pasal 21 yang terutang Rp 6.250.000,00

Tata Cara Pembayaran Atau Penyetoran

Setelah proses rekapitulasi penghitungan dan pemotongan pajak PPh pasal 21

atas penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, imbalan kepada Bukan

Pegawai, dan imbalan kepada Peserta Kegiatan, selanjutnya bendahara pemerintah

setiap akhir bulan kalender berkewajiban membayar atau menyetorkannya pajak yang

terhutang ke Bank Persepsi / Kantor Pos, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya, atau

10 hari setelah Masa Pajak berakhir dan melaporkan paling lama tanggal 20 bulan

berikutnya atau 20 hari setelah Masa Pajak berakhir, sesuai dengan ketentuan PMK 242

Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembayaran atau Penyetoran Pajak pasal 2 ayat 6 dan

Perdirjen No 32/PJ/2015 tentang Pedoman teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 27: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

25PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan atau 26 sehubungan dengan Pekerjaan,

Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.

Beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan kewajiban pembayaran

atau penyetoran dan pelaporan pajak yang telah dipotong apabila pada saat jatuh

tempo pembayaran atau penyetoran atau pelaporan pajak bertepatan dengan hari libur

(hari Sabtu/Minggu, hari libur nasional atau cuti bersama nasional), maka pembayaran

atau penyetoran pajak dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.

Tempat dan sarana pembayaran dan penyetoran pajak secara umum dilakukan

ke Kas Negara menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain

yang disamakan dengan SSP melalui:

a. layanan pada loket/teller

b. layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya

pada Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang

Asing.

Hal lain yang perlu diperhatikan terkait dengan pembayaran atau penyetoran

pajak yang telah dipotong dan dipungut adalah SSP atau sarana administrasi lain

dianggap sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Pajak

(NTPN).

Bendahara pemerintah selaku pemotong PPh Pasal 21 memberikan tanda bukti

pemotongan atau tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang

dipotong atau dipungut PPh setiap melakukan pemotongan atau pemungutan.

Tata Cara Pelaporan

Setelah proses rekapitulasi penghitungan dan pemotongan pajak PPh pasal 21

atas penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, orang pribadi yang

berstatus bukan pegawai, selanjutnya bendahara pemerintah selaku pemotong PPh

Pasal 21 membuat/mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dan bukti potong sebagai

sarana admistrasi untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan

jumlah pajak yang terhutang/wajib bayar. Tata cara pengisian dan penyampaian SPT

Masa serta Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 telah diatur dalam Perdirjen No

14/PJ/2013.

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 28: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

26PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

SPT masa PPh Pasal 21 yang dipotong (atas penghasilan pegawai tidak tetap atau

tenaga kerja lepas, orang pribadi yang berstatus bukan pegawai, dan peserta kegiatan)

dapat disampaikan dalam bentuk Formulir Kertas (hard copy) dengan cara langsung ke

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi

Perpajakan (KP2KP), melalui Pos dengan bukti pengiriman surat ke KPP, melalui

perusahaan jasa ekspedisi dengan bukti pengiriman surat ke KPP atau melalui e-Filing

yang merupakan suatu cara penyampaian e-SPT yang dilakukan secara on-line yang real

time melalui website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa

Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).

Bendahara pemerintah selaku pemotong PPh Pasal 21 secara umum baik PPh

final maupun tidak final yang telah menyampaikan SPT Masa PPh nya dalam bentuk

e-SPT tidak diperbolehkan lagi menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dalam bentuk

formulir kertas (hardcopy) untuk masa-masa pajak berikutnya.

Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 wajib menggunakan e-SPT apabila jumlah

bukti pemotongan dan/atau SSP dan/atau bukti Pbk lebih dari 20 dokumen dalam satu

masa pajak.

Pengisian SPT dan Bukti Pemotongan

Tahap 1. Untuk pengisian Formulir SPT PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap atau

tenaga kerja lepas, orang pribadi yang berstatus bukan pegawai, dan peserta kegiatan,

secara umum menggunakan Formulir 1721 sebagai induk SPT PPh Pasal 21, meski jenis

pekerjaan dan profesinya beragam, namun dalam Formulir 1721 pada objek pajak

antara lain:

1. Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas (Kode Objek Pajak 21-100-03)

2. Orang pribadi yang berstatus bukan pegawai, yang dikelompokkan dalam 6 (enam)

kategori, yakni:

a. Imbalan Distributor MLM (Kode Objek Pajak 21-100-04);

b. Imbalan Petugas Dinas Luar Asuransi (Kode Objek Pajak 21-100-05);

c. Imbalan kepada Penjaja Barang Dagangan (Kode Objek Pajak 21-100-06);

d. Imbalan kepada Tenaga Ahli (Kode Objek Pajak 21-100-07);

e. Imbalan kepada Bukan Pegawai yang Bersifat Berkesinambungan (Kode Objek

Pajak 21-100-08); dan

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 29: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

27PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

f. Imbalan kepada Bukan Pegawai yang Tidak Bersifat Berkesinambungan (Kode

Objek Pajak 21-100-09).

3. Peserta Kegiatan (Kode Objek Pajak 21-100-13)

Tahap 2. Terhadap pemotongan PPh Pasal 21 bukan pegawai ini dibuatkan Daftar Bukti

Pemotongan PPh Pasal 21 (tidak final) pada lampiran 1721-II diisi berdasarkan hasil

rekapitulasi perhitungan pajak PPh 21 nya sesuai dengan rumus dan formula

perhitungannya, kemudian formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh

dengan bukti menggunakan formulir 1721-VI

Bendahara pemerintah selaku pemotong PPh Pasal 21 wajib melaporkan

pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan

melalui penyampaian SPT Masa PPh Pasal21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat

Pemotong PPh Pasal 21 terdaftar, paling lama 20 (duapuluh) hari setelah Masa Pajak

berakhir.

RINGKASAN

Secara umum, pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji, upah,

honorarium, tunjangan dan pembayaran lain, kepada pegawai tidak tetap atau tenaga

kerja lepas, orang pribadi yang berstatus bukan pegawai, dan peserta kegiatan, tidak

jauh berbeda dengan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran kepada pejabat

negara, PNS, anggota TNI, anggota POLRI dan pensiunannya. Dalam hal tata cara

penghitungan, tarif PPh Pasal 21 yang digunakan sama-sama menggunakan tarif PPh

Pasal 17 UU PPh. PTKP yang digunakan juga sama-sama mengacu pada PTKP yang

berlaku, yaitu sesuai PTKP terbaru berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

122/PMK.010/2015. Namun, dalam penghitungannya, diperkenalkan PTKP per bulan

dan PTKP per hari, untuk mengakomodasi pembayaran yang tidak tetap secara bulanan,

mingguan, harian, satuan atau borongan.

Yang membedakan dalam penghitungan PPh Pasal 21 adalah penetapan

Penghasilan Kena Pajak bagi Bukan Pegawai dan batas penghasilan Pegawai Tidak

Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang dilakukan pemotongan atau tidak dilakukan

pemotongan PPh Pasal 21. Penghasilan Kena Pajak bagi Bukan Pegawai ditentukan

sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto. Atas penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap

atau Tenaga Kerja Lepas yang tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 30: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

28PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah), tidak

dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata

penghasilan sehari belum melebihi Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah).

Sedangkan dalam hal pembayaran atau penyetoran dan pelaporan atas

pemotongan PPh Pasal 21, tata cara dan prosedurnya sama dengan pemotongan PPh

Pasal 21 pada umumnya.

REFERENSI

Direktorat Jenderal Pajak. (2013). Bendahara Mahir Pajak. (Tim Penyusun Direktorat

Peraturan Perpajakan II, Ed.) (Edisi Revi.). Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak. (2013). Oasis Pemotongan/Pemungutan PPh. (Tim Penyusun

Direktorat Peraturan Perpajakan II, Ed.) (Edisi Revi.). Jakarta: Direktorat Jenderal

Pajak.

Referensi Peraturan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Pemotongan Pajak Atas PenghasilanSehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan

Kegiatan Orang Pribadi

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran

dan Penyetoran Pajak

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian

besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2015 tentang Penetapan Bagian

Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan

serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak

Penghasilan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2015 tentang Peraturan Direktur

Jenderal Pajak Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan

Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26

Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN

Page 31: Makalah PPh 21 Selain Pejabat Negara, PNS, dan TNI/POLRI

29PEMOTONGAN PPH 21 SELAIN PEJABAT NEGARA, PNS DAN TNI/POLRI

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara

Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21

dan/atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21

dan/atau Pasal 26

PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK TERAPAN