Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah SKI dan Budaya
LokalPeran Umat Islam di Indonesia dalam Memperjuangkan Kemerdekaan
Pada Masa Penjajahan Jepang(Analisis Tokoh, Cara Berjuang, dan
Islam di Indonesia Masa Mendatang)
Disusun Oleh:HAMID HODIRHERMANTO KURNIAWANJAUHARA ALBAR
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Fauzan Naif, M. A.UIN SUNAN
KALIJAGA( YOGYAKARTA )Alamat : Jl. Marsda Adi Sucipto, Yogyakarta,
55281Kata PengantarAlhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas
kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat-Nya. kami
dapatmenyelesaikan tugas makalah mata kuliah SKI dan Budaya Lokal
yang berjudul Peran Umat Islam di Indonesia dalam Memperjuangkan
Kemerdekaan Pada Masa Penjajahan Jepang (Analisis Tokoh, Cara
Berjuang, dan Islam di Indonesia Masa Mendatang) .Dalam
penyelesaian makalah ini kami banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari beberapa pihak yang turut serta membantu, untuk itu
melalui kata pengantar ini kami mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada
Dosen mata kuliah SKI dan Budaya Lokal yaitu Bapak Prof. Dr. Fauzan
Naif, M. A. dan teman-teman yang telah memberikan bantuan, dorongan
motivasi, serta bimbingan. Semoga apa yang diberikan kepada kami
menjadi amal sholeh dan diterima Allah sebagai sebuah kebaikan.
Semoga pula makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami pembuat
makalah dan semua pada umumnya.
iDaftar Isi
Kata PengantariDaftar IsiiiBAB I Pendahuluan1.1 Latar
Belakang11.2 Rumusan
Masalah.......................................................................................1BAB
II Pembahasan2.1 Sekilas Tokoh-Tokoh
Perjuangan..............................22.2 Jalur yang Digunakan
Dalam
Berjuang....................................................................................................112.3
Dampak Dari Perjuangan Umat Islam Sesuai Penjajahan
Jepang...........18
BAB III Penutup3.1 Kesimpulan23Daftar
Pustaka.................................................................................................24
ii
BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSelama 350 tahun Indonesia
dijajah Belanda, masa yang panjang itu diakhiri oleh Jepang. Jepang
menjajah Indonesia dalam kurun waktu yang singkat (3 tahun) namun
memberikan dampak menyeluruh dalam kehidupan beragama di Indonesia,
terutama agama Islam. Penjajahan Jepang yang dimulai dari akhir
tahun 1940 hingga Agustus 1945 cukup mengubah pasang-surut umat
Islam. Penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Oleh karena itu
tak heran apabila banyak muslim yang turut serta berjuang
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, baik melalui non-kekerasan
maupun peperangan. Dua jalur tersebut memiliki pengikut dan
keduanya pun merubah wajah Indonesia menuju kemerdekaan. Pada
makalah ini kami mencoba sedikit mengupas peran umat Islam dalam
memperjaungkan kemerdekaan Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Siapa
saja tokoh-tokoh Islam haluan religius yang berjuang pada masa
penjajahan Jepang? Apa saja cara perjuangan yang digunakan umat
Islam: Melalui jalur non-kekerasan (non-violence) Menggunakan
peperangan Apa pengaruh yang dihasilkan umat Islam seusai
kemerdekaan Indonesia dan perjuangan melawan Jepang?
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Sekilas Tokoh-Tokoh PerjuanganTokoh-tokoh Islam yang
berperan penting memperjuangkan kemerdekaan indonesia secara umum
terbagi menjadi dua bentuk perjuangan, yaitu non-kekerasan dan
peperangan.1. Non-Kekerasana. K.H. Mas MansurK.H. Mas Mansur
berasal dari lingkungan pesantren di Surabaya. Ayahnya bernama K.H.
Mas Ahmad Marzuki, seorang alim yang dikenal luas, tidak hanya di
Jawa Timur, tetapi juga di Yogyakarta. Ia sering kali menghadiri
pertemuan para kiai di Yogyakarta itu dan juga bersahabat baik
dengan K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyyah. Mas Mansur
dilahirkan pada tanggal 15 Muharram 1314 H atau 25 Juni 1896 M di
Kampung Sawahan No. 4 Surabaya Utara. Kampung sawahan terletak tak
jauh dari kompleks makam dan masjid Sunan Ampel, seorang tokoh Wali
Sanga yang paling disegani. Masyarakat mennjuluki daerah sekitar
komplek situ dengan julukan kampung santri karena terdapat beberapa
pesantren dan tempat-tempat pengajian atau juga kampung Arab karena
banyak masyarakat keturunan Arab yang berdomisili disana. Mas
Mansur termasuk beruntung karena dikaruniai otak yang cerdas. Pada
masa kanak-kanaknya Mas Mansur gemar sekali membaca dan
mendengarkan fatwa dari orang-orang tua. Menurut Muslihah, kakak
Mas Mansur, bakat kepemimpinannya sudah mulai tampak sejak masa
kanak-kanak. Mas Mansur-lah yang paling menonjol diantara
kawan-kawan sebayanya dalam pergaulan sehari-hari. Ia termasuk
santri yang paling rajin, selalu menepati janji, kata-katanya
teratur, hematdan bijaksana.Pendidikan pertama yang diterima Mas
Mansur tentu saja dari ayahnya di Pesantren Sawahan.Setelah
mendalami dasar-dasar ilmu agama dari ayahnya, pada tahun 1906 Mas
Mansur dikirim belajar ke pesantren Kademangan di Bangkalan,
Madura. Pesantren ini dipimpin oleh K.H. Kholil, kyai yang masyhur
di Jawa dan Madura pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Di
pesantren inilah Mas Mansur belajar Al-Quran dan Alfiyah Ibn
Malik.Pada tahun 1908, Mas Mansur belajar ke Makkah. Namun pada
tahun 1910, timbul pergolakan politik di wilayah Hijaz. Dengan
maksud agar orang-orang asing tidak ikut terlibat dengan pergolakan
tersebut maka penguasa Makkah saat itu Syarif Husein memerintahkan
kepada segenap orang asing untuk segera meninggalkan kota suci itu.
Maka dari itu, Mas Mansur pun memutuskan untuk melanjutkan studinya
di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Akan tetapi ayahnya tidak
mengizinkannya karena khawatir ikut masuk dalam pergerakan
pembaharuan di Mesir saat itu. Meskipun begitu, Mas Mansur tetap
bertekad bulat hingga akhirnya dia belajar di Unversitas Al-Azhar
dengan Fakultas Al-Din (ilmu agama) yang mempelajari ilmu-ilmu
ubudiyyah dan siyasatul islamiyyah.Selama pengembaraannya menuntut
ilmu di Makkah dan Kairo inilah benih-benih patriotisme dan
nasionalisme tumbuh didalam jiwa Mas Mansur. Perhatian dan minat
Mas Mansur terhadap bangkitnya gerakan kebangsaan dan pembaharuan
pemikiran agama di tanah air tidak mustahil timbul selama ia berada
di Timur Tengah. Para santri yang sedang belajar di Makkah dan
Kairo senantiasa mengikuti perkembangan situasi di tanah air
melalui berita-berita yang dibawa oleh jamaah haji atau para santri
yang baru tiba disana, kemudian mereka mendiskusikannya serta
berusaha mencari pola dan bentuk perjuangan, baik dalam rangka
membangkitkan kesadaran beragama maupun berbangsa.
b. K.H. Wahid Hasyim Wahid Hasyim dilahirkan pada hari Jumat, 5
Rabiul Awwal 1333 H atau bertepatan dengan 1 Juni 1914 M. Ia adalah
anak kelima dan sebagai laki-laki tertua dari pasangan KH. Hasyim
Asyari dan Ny. Nafiqah putra Ilyas. KH. Hasyim Asyari sendiri
merupakan ulama besar (seringkali digelari Hadratus Syaikh di depan
namanya) yang membidani lahirnya Nahdlatul Ulama (NU) dan juga
pendiri Pesantren Tebuireng. Pengaruhnya sangat luas di tengah
masyarakat Indonesia, khususnya di daerah Jawa dan Madura.
Sedangkan Ny. Nafiqah sendiri adalah putra dari Kiai Ilyas Madiun.
Silsilah keduanya bertemu di satu titik, yakni Sultan Brawijaya V,
yang dikenal dengan Lembu Peteng.Walaupun ia tidak pernah mengecap
pendidikan formal, namun sejak kecil ia dikenal sebagai pribadi
yang cerdas dan kreatif. Di bawah bimbingan ayahnya, sejak umur 5
tahun ia sudah fasih membaca al-Quran. Dalam usia 7 tahun ia mulai
mempelajari kitab Fath Al-Qarib,al-Minhaj al-QawimdanAl-Mutammimah.
Pada usia 12 tahun, ia sudah menamatkan pendidikan keagamaannya di
Madrasah Salafiyah dekat rumahnya. Selain itu, ia sangat menggemari
buku-buku kesusastraan Arab, khususnya buku Diwan asy-Syuara
(Kumpulan penyair dengan syair-syairnya).Berbeda dengan putra kiai
pada umumnya yang menempuh pendidikan di pesantren-pesantren besar
dalam jangka waktu yang lama, Wahid Hasyim justru lebih memilih
untuk menjadi santri kelana. Ia belajar dari satu pesantren ke
pesantren lain dalam waktu yang singkat. Belajar 25 hari di
pesantren Siwalan Pandji, Sidoarjo, kemudian melanjutkan ke
Lirboyo, Kediri, juga dalam waktu yang tidak lama. Akan tetapi,
berkat ketekunan dan kecerdasannya, ia mampu menguasai ilmu-ilmu
yang biasa dipelajari di pesantren. Bahkan, dalam usia 16 tahun,
sudah mampu menguasai dan mengajar beberapa kitab, seperti kitab
al-Durara al-Bahiya dan Kafrawi.Kecerdasan yang dimiliki Wahid
Hasyim tersebut sebenarnya tidak diperoleh secara tiba-tiba; namun
melalui kerja keras dan kerajinanannya dalam membaca. Sejak kembali
ke Tebuireng pada tahun 1929, ia memilih untuk belajar otodidak di
rumahnya, dengan menekuni beragam kitab dan buku bacaan. Tidak
hanya kitab klasik yang menjadi konsumsi hariannya, tapi juga
buku-buku dalam bahasa Inggris dan Belanda. Ia juga berlangganan
majalah seperti Penjebar Semangat, Daulat Rakjat, Panji Pustaka,
dan Sumber Pengetahuan, di samping majalah berbahasa Arab seperti
Ummul Qura dan Shantull Hijaz. Kegemarannya dalam membaca
ditengarai merupakan faktor penting dalam mempengaruhi pemikirannya
tentang pembaruan-pembaruan pendidikan yang dilontarkan di kemudian
hari.Bersama sepupunya, Muhammad Ilyas, Wahid Hasyim pergi ke
Mekkah pada tahun 1932. Kepergiannya ke Mekkah selain untuk
menunaikan rukun Islam kelima juga untuk memperdalam berbagai
cabang ilmu agama. Di Mekkah inilah hemat penulis, Wahid Hasyim
banyak bersinggungan dengan de-ide pembaruan Islam yang saat itu
masif terjadi di Timur Tengah dan dunia Arab pada umumnya.Sepulang
dari Mekkah ia mulai aktif di organiasi dan politik hingga menjadi
tokoh yang disegani dan dihormati di level nasional. Karir
organisasinya dimulai dengan menjadi sekretaris ranting NU desa
Cukir pada tahun 1938. Berkat kecerdasan dan kharisma ayahnya,
karirnya melesat dengan cepat. Di tahun yang sama, Wahid Hasyim
terpilih sebagai ketua NU cabang Jombang, Ketua bidang Maarif NU
tahun 1940, hingga menjadi Ketua Tanfidziyah PBNU pada tahun 1946.
Selain di NU, Wahid Hasyim menjadi ketua MIAI (Majelis al-Islam
al-Ala Indonesia) pada tahun 1940, serta membidani lahirnya Masyumi
(Majelis Syura Muslimin Indonesia) pada tahun 1943 (bersama M.
Natsir).Adapun karirnya di pemerintahan dimulai dengan menjadi
wakil kepala Kantor Urusan Agama (Shumubu) Pusat di masa Jepang,
lalu menjadi semacam anggota DPR, Anggota BPUPKI, dan menjadi
anggota Tim Perumus pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, mewakili
kelompok Islam. Setelah kemerdekaan, Wahid Hasyim diangkat menjadi
menteri Negara pada kabinet Soekarno (1945) dan Kabinet Syahrir III
(1946-1947), kemudian menduduki jabatan Menteri Agama selama tiga
kabinet, Hatta (1949-1950), Natsir (1950-1951), dan Sukiman (1951).
Pada saat menjadi menteri agama inilah, banyak jasa besar beliau
yang telah ditorehkan, semisal mendirikan Perguruan Tinggi Agama
Islam Negeri (PTAIN) yang saat ini telah berkembang menjadi IAIN
maupun UIN.K.H. A. Wahid Hasyim wafat pada hari Ahad, 19 April
1953, setelah mengalami kecelakaan mobil. Pada hari sebelumnya ia
bermaksud pergi ke Sumedang, Jawa Barat, untuk menghadiri rapat NU
setempat dengan menaiki mobil Chevrolet miliknya. Ia berangkat
ditemani seorang supir dari Harian Pemandangan dan Argo Sucipto
(tata usaha majalah Gema Muslimin). Putra sulungnya Abdurrahman
Ad-Dakhil (Gus Dur) juga turut serta dalam perjalanannya. Ia dan
Argo Sucipto meninggal dunia sedangkan sopir dan Gus Dur selamat
tak mendapat luka apa-apa.
c. Ki Hajar DewantaraKi Hajar Dewantara memiliki nama asli R.M.
Suwardi Suryaningrat. Beliau berasal dan keluarga keturunan Keraton
Yogyakarta. Beliau mengganti namanya tanpa gelar bangsawan agar
dapat lebih dekat dengan rakyat. Setelah menyelesaikan pendidikan
dasarnya, beliau belajar di STOVIA, tetapi tidak menamatkannya
karena sakit. BeIiau kemudian bekerja sebagai wartawan di beberapa
surat kabar, antara lain De Express, Utusan Hindia,dan Kaum Muda.
Sebagai penulis yang handal, tulisannya mampu membangkitkan
semangat antikolonialisme rakyat Indonesia.Ki Hajar Dewantarajuga
aktif di bidang politik dengan bergabung ke dalam Budi Utomo, lalu
mendirikan Indische Partij sebagai partai politik pertama yang
beraliran nasionalisme Indonesia pada tanggai 25 Desember 1912
bersama kedua rekannya, Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo .
Ki Hajar Dewantara juga ikut membidani terbentuknya Komite
Bumiputra di tahun 1913 sebagai bentuk protes terhadap rencana
Belanda memeringati kemerdekaannyaa dan Perancis. Beliau kemudian
membuat sebuah tulisan pedas di harian De Express yang berjudui Als
lk een Nederlander (Seandainya Aku Seorang Belanda). Melalui
tulisan ini, beliau menyindir Belanda yang hendak merayakan 100
tahun kemerdekaannyaa dan Perancis di negeri jajahan dengan
menggunakan uang rakyat indonesia. Berikut ini kutipannya.Sekiranya
aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta
kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri
kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak
adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh Si inlander
memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. ide untuk
menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan
sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan
lahir dan batin itu ! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama
menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan
bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang
tidak ada kepentingan sedikit pun baginyaAkibatnya, Belanda pun
langsung menjatuhkan hukuman pengasingan. Bersama Douwes Dekker dan
Cipto Mangoenkoesomo, beliau dibuang ke Belanda. Di Belanda, Ki
Hajar Dewantara memanfaatkan kesempatan mendalami masalah
pendidikan dan pengajaran. Setelah kembali ke tanah air, Ki Hajar
Dewantara memusatkan perjuangan melalui pendidikan dengan
mendirikan perguruan Taman Siswa pada tanggal 3 JuIi 1922.
Perguruan ini merupakan wadah untuk menanamkan rasa kebangsaaan
kepada anak didik. Ajaran Ki Hajar Dewantara yang terkenal adalah
ing ngarsa sung tulodo, ing madya mangun karsa, dan tut wuri
handayani. Artinya adalah di depan memberi teladan, di tengah
memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan. Berkat jasanya
yang besar di bidang pendidikan maka pemerintah menetapkan beliau
sebagai Bapak Pendidikan dan tanggal lahirnya, 2 Mei sebagai Hari
Pendidikan Nasional. Pada tahun 1957, beliau mendapat gelar Doctor
Honoris Causa dan Universitas Gadjah Mada. Dua tahun setelah
mendapat gelar tersebut, beliau meninggal dunia pada tanggat 26
April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata.2.
Peperangana. Sutomo ( Bung Tomo )Sutomo lebih dikenal dengan sapaan
akrab oleh rakyat sebagai Bung Tomo, adalah pahlawan yang terkenal
karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat untuk melawan
kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA, yang berakhir
dengan pertempuran 10 November 1945 yang hingga kini diperingati
sebagai Hari Pahlawan. Sutomo dilahirkan di Kampung
Blauranpadatanggal3 Oktober 1920 di pusat kota Surabaya. Ayahnya
bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas
menengah. Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sebagai
staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor
pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor
Belanda. Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa
pendamping dekat Pangeran Diponegoro yang dikebumikan di Malang.
Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura. Ayahnya
adalah seorang serba bisa. Ia pernah bekerja sebagai polisi di
kotapraja, dan pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum
ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk
perusahaan mesin jahit Singer.Sutomo dibesarkan di rumah yang
sangat menghargai pendidikan. Ia berbicara dengan terus terang dan
penuh semangat. Ia suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan.
Pada usia 12 tahun, ketika ia terpaksa meninggalkan pendidikannya
di MULO, Sutomo melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk
mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu. Belakangan ia
menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi, namun tidak
pernah resmi lulus. Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan
Bangsa Indonesia). Belakangan Sutomo menegaskan bahwa filsafat
kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya
dari kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik
untuk pendidikan formalnya. Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal
ketika berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai
peringkat Pandu Garuda. Sebelum pendudukan Jepang pada 1942,
peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.Bung Tomo
merupakan pribadi yang shaleh dan taat akan agama Islam. Beliau
meninggal dunia ketika sedang melaksanakan ibadah haji di Makkah,
tepatnya pada saat melaksanakan wuquf di Padang Arafah pada tanggal
7 Oktober 1978. Jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke Indonesia dan
dimakamkan di TPU Ngagel, Surabaya. Bung Tomo, pahlawan pengobar
semangat juang arek-arek Surabaya ini mendapat gelar pahlawan
secara resmi dari pemerintah pada tahun 2008.b. K.H. Zaenal
MustafaKH Zainal Mustafa adalah seorang ulama asal Tasikmalaya,
Jawa Barat yang gugur ketika melakukan pemberontakan pada masa
pendudukan Jepang. Pemerintah RI mengangkatnya sebagai pahlawan
nasional pada 6 November 1972 melalui Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 064 / TK / Tahun 1972.K.H. Zainal Mustafa
lahir di Desa Cimerah, Kecamatan Singaparna, Tasikmalaya padatahun
1899 (pendapat lain menyebut ia lahir tahun 1901 dan 1907) dari
pasangan Nawapi dan Ny. Ratmah. Sewaktu masih kecil ia bernama Umri
dan sepulang dari pesantren berganti nama menjadi Hudaemi. Selain
memperoleh pendidikan formal di Sekolah Rakyat, ia belajar agama
dari berbagai pesantren di Jawa Barat yang membuatnya memiliki
pengetahuan agama yang luas dan mahir berbahasa Arab. Di antaranya
Pesantren Gunung Pariselama 7 tahun, Pesantren Cilenga, Singaparna
selama 3 tahun, Pesantren Sukaraja, Garut selama 3 tahun, Pesantren
Sukamiskin, Bandung selama 3 tahun, dan Pesantren Jamanis selama 1
tahun.Pada 1927 KH Zainal Mustafa mendirikan pesantren yang
merupakan cita-citanya. Pesantren yang ia dirikan dinamai
Persantren Sukamanah, bertempat di Kampung Cikembang Girang Desa
Cimerah (sekarang Kampung Sukamanah DesaSukarapih), Kecamatan
Singaparna, Tasikmalaya. Nama Sukamanah merupakan nama pemberian
dari orang yang mewakafkan tanah pesantren tersebut. Beberapa tahun
kemudian, tahun 1933 K.H Zainal Mustafa bergabung dengan organisasi
yang didirikan oleh K.H. Hasyim Asy'ari, Nahdhatul Ulama (NU), dan
diangkat sebagai wakil Rois Syuriah NU Cabang Tasikmalaya.Zainal
Mustafa merupakan kiai muda yang berjiwa revolusioner. Ia menganut
paham pendidikan yang sifatnya "Non Cooperation", tidak mau bekerja
sama dengan pemerintah Belanda. Secara terang-terangan ia
mengadakan kegiatan yang membangkitkan semangat kebangsaan dan
sikap perlawanan terhadap pendudukan penjajah. Melalui
khutbah-khutbahnya ia selalu menyerang kebijakan politik kolonial
Belanda.c. K. H. Zainul ArifinKH. Zainul Arifin, seorang pahlawan
kemerdekaan yang mengawali perjuangan pergerakan nasional di bawah
naungan organisasi Nahdlatul Ulama (NU).Pada zaman Jepang,
pergerakan Zainul Arifin dengan nama organisasi Majelis Islam Ala
Indonesia (MIAI), yang kelak kemudian berganti nama menjadi Majelis
Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Di bidang kemiliteran, Zainul
pernah menjabat Panglima Hizbullah (Tentara Allah) untuk seluruh
Indonesia dan Sekretaris Pucuk Pimpinan TNI. Setelah kemerdekaan,
ia berturut-turut menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat (BP KNIP), anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Sementara (DPRS), Wakil II Perdana Menteri, Wakil Ketua DPR , dan
Ketua DPRGR.Gemeente Batavia atau Kotapraja Jakarta, itulah
pekerjaan Zainul Arifin pada masa pendudukan Belanda. Dengan
demikian, beliau adalah seorang pegawai negeri yang mendapat upah
atau gaji dari pemerintah kolonial Belanda. Bekerja seperti itu
memang sudah lajim pada zaman itu. Namun bedanya, walaupun bekerja
pada pemerintah Belanda, pria kelahiran Barus, Tapanuli, tahun
1909, ini aktif dalam pergerakan nasional. Beliau masuk organisasi
Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi keislaman yang waktu itu
juga sekaligus menjadi partai.Dalam perjalanan sejarah, pemerintah
pendudukan Belanda akhirnya harus keluar dari bumi Indonesia akibat
kalah perang dari Jepang pada Perang Dunia Kedua. Pemerintahan
Belanda di Indonesia kemudian digantikan Jepang. Pemerintah
pendudukan Jepang ini menerapkan kebijakan baru mengenai
partai-partai. Semua partai yang ada dilarang berdiri, tak
terkecuali Partai NU. Tapi kemudian mengizinkan berdirinya Majelis
Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sebagai satu-satunya wadah bagi
umat Islam. Zainul Arifin yang memperoleh pendidikan Sekolah Dasar
dan pesantren, kemudian memasuki organisasi tersebut yang kemudian
terpilih sebagai Kepala Bagian Umum.Di bidang kemiliteran, Zainul
Arifin boleh dikata merupakan salah seorang tokoh yang sukses.
Sebelum masuk ke dunia militer, beliau terlebih dulu latihan
militer selama dua bulan. Selepas menjalani latihan, beliau masuk
Hizbullah, sebuah organisasi semi militer yang anggotanya terdiri
dari pemuda-pemuda Islam. Organisasi ini merupakan salah satu
laskar di antara sekian banyak laskar bersenjata di Indonesia yang
melakukan perjuangan di samping tentara resmi.Di laskar Hizbullah
ini, Zainul Arifin kemudian terpilih menjadi Panglima Hizbullah
seluruh Indonesia. Di bawah organisasi tersebutlah ia melakukan
perjuangan. Hingga era revolusi kemerdekaan, mereka berjuang
bersama tentara resmi untuk mempertahankan kemerdekaan.Dalam rangka
penyatuan satu wadah tentara sebagai kekuatan pertahanan nasional,
maka semua laskar yang ada dilebur atau disatukan ke dalam Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Begitu pula halnya dengan Hizbullah,
kemudian melebur menjadi TNI. Zaenul Arifin yang hingga akhir
keberadaan Hizbullah duduk dalam pucuk pimpinan, kemudian diangkat
sebagai Sekretaris Pucuk Pimpinan TNI hasil penggabungan.Begitulah
perjalanan hidup dan perjuangan salah seorang putra terbaik bangsa,
KH Zainul Arifin. Sampai akhir hayatnya, beliau tetap mengabdi
kepada nusa dan bangsa. Beliau meninggal dunia di usia 54 tahun,
tepatnya pada 2 Maret 1963 di Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di
Taman Makam pahlawan Kalibata, Jakarta. Mengingat jasa-jasanya pada
nusa dan bangsa, maka negara menganugerahkan gelar penghormatan
kepada KH Zainul Arifin sebagai pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Gelar penghormatan tersebut dikukuhkan dengan SK Presiden Republik
Indonesia No.35 Tahun 1963, tanggal 4 Maret 1963.
2.2 Jalur yang Digunakan dalam Berjuang Jalur
Non-KekerasanPerjuangan non-kekerasan baru mempunyai bentuk pada
akhir abad ke-19, hal ini disebabkan pada tahun-tahun sebelumnya
rakyat Indonesia berjuang dengan cara kekerasan atau perang namun
tidak efisien karena berjuang secara perdaerahan bukan mengelompok
besar atau berbentuk nasional, berjuang karena adanya pemimpin yang
kharismatik dan rentan bubar apabila sang pemimpin wafat, apalagi
diperparah dengan gaya politik licik yang dilancarkan oleh
penjajah, politik tersebut bernama divide et impera. Perjuangan
non-kekerasan dimulai dari kalangan terpelajar bangsa Indonesia
yang mendapatkan pendidikan baik yang didapat melalui non-formal
(madrasah dan pesantren) ataupun formal (HIS, HLS, Sekolah Rakyat,
MULO, d.s.b). Dari kalangan terpelajar inilah muncul pemberontakan
pemikiran yang dapat menyadarkan banyak rakyat, sehingga banyak
kalangan terpelajar yang dipenjara atau diasingkan karena
karya-karya mereka yang dianggap membahayakan pemerintah
penjajah.Perjuangan non-kekerasan disebar luaskan dan banyak
dikenal di dunia melalui Mahatma Ghandi, tokoh dari India. Beliau
menyampaikan ajaran-ajaran yang mengajak kepada cinta kasih.
Ajarannya yang terkenal yaitu ahimsa, satyagraha, dan swadesi. Kata
ahimsa gabungan dari dua kata yaitu a (tidak) danhimsa(kekerasan).
Sesuai dengan asal katanya, ajaran ini menyerukan kepada seluruh
umat manusia untuk menjunjung tinggi semangat non-kekerasan
(non-violence) dalam setiap laku kehidupannya. Pengertian lain
Secara harfiah,ahimsamemiliki makna tidak menyerang, tidak melukai
atau tidak membunuh. Ajaran ini sebenarnya merupakan ajaran klasik
dari agama Hindu yang mengajarkan prinsip-prinsip etis dalam
kehidupan.Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam hal
berjuang non-kekerasan, semisal Ir. Soekarno dengan orasi dan
buku-bukunya, K.H. Wahid Hasyim dengan pesantrennya, K.H. Mas
Mansur dengan kepiawaiannya mencari celah membuat kebijakan yang
dibentuk pemerintah penjajah, dan sebagainya. Perjuangan ini bisa
dikatakan efektif karena tidak menimbulkan banyak jatuh korban
namun dapat memicu pemberontakan yang luas dan mencerahkan
pemikiran rakyat.Memerdekakan Indonesia tidak cukup dengan
mengangkat senjata, pada dasarnya sebuah negara diakui oleh negara
lain itu juga karena peran aktif para tokoh yang bergerak secara
diplomatis dan tentunya non-kekerasan untuk mengusahakan
terbentuknya Indonesia secara de facto dan de jure. Bahkan sesudah
kemerdekaan pun para tokoh ini dibutuhkan untuk memimpin dan
mengarahkan rakyat Indonesia ke gerbang kesajahteraan.Agama Islam
adalah agama yang mencintai kemerdekaan dan membenci segala bentuk
perbudakan, bahkan dalam syariar-syariatnya ada beberapa ketentuan
yang harus membebaskan budak apabila melanggar syariat tersebut,
semisal orang yang melakukan hubungan suami-istri di siang hari di
waktu puasa Ramadhan, ia wajib memilih salah satu dari tiga
hukuman, yaitu: memberi makan 60 orang fakir miskin, membebaskan
budak, atau berpuasa tiga bulan berturut-turut. Oleh karena itu,
agama yang paling membenci dan paling rajin mengusir penjajah
adalah agama Islam. Agama Islam tidak hanya mengajarkan jihad,
namun juga mengajarkan mengusahakan kemerdekaan dengan cara yang
paling damai, itulah jalan non-kekerasan.Cara pengusiran penjajah
Jepang juga memakai jalur non-kekerasan, dan cara yang paling
disukai ialah bergabung dengan organisasi massa besar. Majelis
Islam Ala Indonesia (MIAI) adalah organisasi pelopor yang
menyatukan beberapa organisasi terkemuka di Indonesia menjadi satu
induk. Badan federasi yang dibentuk dari hasil pertemuan pada
tanggal 18-21 September 1937 ini dipelopori oleh K.H. Hasyim
Asyari, badan federasi ini pula menarik hati K.H Mas
MansurdariMuhammadiyahdanWondoamisenodariSyarekat Islam. MIAI
mengoordinasikan berbagai kegiatan dan menyatukan umat Islam
menghadapi politikBelandaseperti menolak undang-undang perkawinan
dan wajib militer bagi umat Islam. KH Hasyim Asy'ari menjadi ketua
badan legislatif dengan 13 organisasi tergabung dalam MIAI.Karena
Jepang menganggap keberadaan MIAI tidak menguntungkan Jepang bahkan
muncul benih-benih pemberontakan akhirnya MIAI dibubarkan. Namun
untuk meredam umat Islam yang marah dan supaya merekatkan hubungan
Jepang dengan umat Islam, dibentuklah organisasi pengganti MIAI,
yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI).Masyumi didirikan
pada tanggal 24 Oktober 1943 sebagai penggantiMIAI(Majelis Islam
Ala Indonesia) karena Jepang memerlukan suatu badan untuk
menggalang dukungan masyarakat Indonesia melalui lembaga agama
Islam. Meskipun demikian, Jepang tidak terlalu tertarik dengan
partai-partai Islam yang telah ada pada zaman Belanda yang
kebanyakan berlokasi di perkotaan dan berpola pikir modern,
sehingga pada minggu-minggu pertama, Jepang telah melarangPartai
Sarekat Islam Indonesia(PSII) danPartai Islam Indonesia(PII).
Selain itu Jepang juga berusaha memisahkan golongan cendekiawan
Islam di perkotaan dengan para kyai di pedesaan. Para kyai di
pedesaan memainkan peranan lebih penting bagi Jepang karena dapat
menggerakkan masyarakat untuk mendukung Perang Pasifik, sebagai
buruh maupun tentara. Setelah gagal mendapatkan dukungan dari
kalangan nasionalis di dalamPutera(Pusat Tenaga Rakyat), akhirnya
Jepang mendirikan Masyumi. Masyumi pada zaman pendudukanJepangbelum
menjadi partai namun merupakan federasi dari empat organisasi Islam
yang diizinkan pada masa itu, yaituNahdlatul
Ulama(NU),Muhammadiyah,Persatuan Umat Islam, danPersatuan Umat
Islam Indonesia.Dalam sejarahnya Masyumi berperan penting untuk
menekan kebijakan pemerintah Jepang yang dianggap semakin kejam.
Pelarangan romusha (kerja paksa) dan pengkritikan sekirei
(membungkukkan badan ke arah matahari terbit sebagai bukti tunduk
kepada kaisar) merupakan dua contoh dari berbagai kasus yang
digugat. Terutama kegiatan sekirei, kegiatan sekirei ditentang
karena pada budaya tersebut mirip dengan gerakan sholat dalam
Islam, yaitu rukuk. Penyerupaan rukuk dan sekirei membuat panas
umat Islam.Masyumi menjadi badan federasi yang kuat karena
kenyataannya bahwa dia merupakan suatu manifestasi persetujuan
kerja antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, gabungan keduanya
bukan fusi paksaan antara islam modernis dan tradisional. Meskipun
begitu, kelahiran Masyumi juga menimbulkan kebencian kaum
nasionalis, karena kehadiran Masyumi bisa dikatakan cepat bertumbuh
pada sembilan bulan pertama pada tahun 1944 sedangkan kekuatan kaum
nasionalis merosot. Belum lagi Masyumi menghadapi keirian dari
berbagai serikat-seikat lain karena serikat selain Masyumi tidak
diakui oleh pemerintah Jepang. Perjuangan non-kekerasan mebuahkan
hasil, pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Koiso
menjanjikan kemerdekaan di masa depan yang dekat. Janji ini
menimbulkan euforia di kalangan masyarakat namun cepat menjadi uap
ketika Jepang menyerah kepada sekutu karena Hiroshima dan Nagasaki
di bom nuklir. Perubahan yang cepat dan vacum of power (kekosongan
kekuasaan) menyebabkan rakyat menjadi bingung, namun perubahan
tersebut disiasati dengan menyatakan kemerdekaan Indonesia secara
de facto. Jalur PeperanganJalur peperangan dilakukan karena adanya
ketidakpuasan antara dua belah pihak. Dalam hal ini antara penjajah
dan yang dijajah. Sejarah manusia penuh diwarnai darah peperangan,
mulai dari peperangan Troya yang terkenal hingga Perang Dunia II.
Meskipun peperangan dibenci, namun jalur ini sering dilakukan demi
mencapai tujuan. Peperangan tak semuanya buruk, peperangan yang
dilandaskan semangat memerdekakan diri atau mencapai tujuan yang
diridhoi Allah, peperangan inilah yang baik.Adapun
penyebab-penyebab peperangan adalah sebagai berikut:1. Penyebab
perang disebabkan oleh alasan perolehan ekonomi, diukur dalam hal
perolehan sumber daya alam seperti emas, perak, minyak, atau
monopoli perdagangan atau akses pasar, bahan mentah (raw materials)
dan investasi.2. Perang dilangsungkan untuk alasan keamanan, untuk
menentang atau melawan ancaman yang datang dari luar terhadap
integritas bangsa ataupun kemerdekaan3. Permasalahan perang
dilancarkan untuk mendukung tujuan ideologi, political faith, atau
menyebarluaskan nilai-nilai agama.Ketiga penyebab perang diatas
dihadapi oleh rakyat Indonesia. Jadi, tidak salah apabila umat
Islam melakukan peperangan karena tiga prinsip diatas mengenai
mereka, terutama mengenai prinsip ketiga, rakyat Indonesia yang
mayoritas penduduknya beragama Islam kemudian disuruh tunduk kepada
pimpinan yang non-Islam jelas menimbulkan bibit-bibit kebencian,
apalagi Jepang juga memaksakan budaya mereka yang terlalu hormat
kepada kaisar, yaitu budaya sekirei..Penjajahan yang dilakukan
Jepang meskipun singkat tapi memberikan kesan menyakitkan di hati
masyarakat. Pemberontakan militer yang dilakukan hanya sedikit
dibahas dalam buku sejarah karena selain kurun waktu penjajahan
yang singkat (3 tahun), namun juga pembentukan fraksi-fraksi
militer yang ada itu dibentuk oleh Jepang sendiri. Semisal Peta
(Pembela Tanah Air), Heiho, dan Hizbullah dibawah naungan Masyumi.
Fraksi-fraksi militer itu dibentuk dengan maksud sesungguhnya ialah
membantu Jepang dalam perang Asia Timur Raya. Banyak pemuda-pemuda
Indonesia yang berjuang membantu Jepang dengan fraksi-fraksi yang
disebutkan tadi. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di benak
kita, mengapa pada saat itu kita malah membantu Jepang yang
notabene penjajah di Indonesia. Jepang menggunakan taktik jitu yang
dapat menumbangkan kekuasaan kolonial Belanda dengan cepat, yaitu
merangkul rakyat Indonesia yang menjadi mayoritas beragama Islam.
Awal mula mereka membiarkan MIAI berjalan tanpa diganggu, walaupun
dibubarkan, Jepang segera membantu pembentukan Masyumi. Bahkan
sebelum Jepang masuk ke Indonesia, Jeapang mengadakan festival
Islam di Kyoto, sehingga ketika Jepang masuk ke Indonesia dan
mengusir Belanda, mereka dielu-elukan rakyat Indonesia. Belum lagi
propaganda-propaganda yang gencar diluncurkan pemerintah Jepang,
propaganda yang paling dikenal adalah Jepang 3 A : Jepang cahaya
Asia, Jepang saudara Asia, Jepang pelindung Asia. Fakta juga
membuktikan bahwa Jepang yang notabene Asia berhasil mengusir
Belanda yang Eropa, selama ini rakyat Indonesia secara tidak sadar
mengakui superior bangsa kulit putih karena lama dijajah oleh
mereka, ketika Jepang yang perawakannya mirip rakyat Indonesia
berhasil mengusir Belanda, rakyat Indonesia makin kagum.Namun
kesuksesan Jepang dalam menguasai Indonesia hanya berjalan singkat
karena pada tahun pertama yang penuh kekaguman langsung sirna
ketika Jepang mempraktekkan sistem romusha dan penindasan terhadap
secara kejam tanpa pembangunan yang mengarah kepada kesejahteraan.
Tak heran, apabila fraksi militer yang dibentuk oleh Jepang sendiri
yaitu Peta mengadakan pemberontakan, pemberontakan Peta yang
terkenal ialah Pemberontakan Peta di Blitar.Pemberontakan Peta di
Blitar didasari dari penderitaan rakyat Indonesia yang diperlakukan
seperti budak oleh Jepang. Kondisi pekerja romusha yang
memprihatinkan dan banyak yang mati karena disentri dan kelaparan.
Para prajurit Peta juga geram terhadap tentara Jepang karena mereka
kerap melechkan harkat dan martabat wanita Indonesia, awal mula
para wanita ini dijanjikan akan mendapatkan pendidikan di Jakarta,
namun ternyata menjadi pemuas nafsu seksual para tentara Jepang.
Pertemuan-pertemuan rahasia sudah digelar sejak bulan September
1944. Shodancho Supriyadi merencanakan aksi itu bukan hanya sebagai
pemberontakan, tetapi juga sebuah revolusi menuju kemerdekaan
bangsa Indonesia. Para pemberontak PETA tersebut menghubungi
komandan-komandan batalyon di berbagai wilayah lain untuk
bersama-sama mengangkat senjata dan menggalang kekuatan
rakyat.Tanggal 14 Februari 1945 kemudian dipilih sebagai waktu yang
tepat untuk melaksanakan pemberontakan, karena saat itu akan ada
pertemuan besar seluruh anggota dan komandan PETA di Blitar,
sehingga diharapkan anggota-anggota PETA yang lain akan ikut
bergabung dalam aksi perlawanan. Tujuannya adalah untuk menguasai
Kota Blitar dan mengobarkan semangat pemberontakan di daerah-daerah
lain.Walaupun rencana pemberontakan telah dipersiapkan secara baik,
akan tetapi terjadi hal yang tidak diduga. Tiba-tiba pimpinan
tentara Kekaisaran Jepang memutuskan membatalkan pertemuan besar
seluruh anggota dan komandan PETA di Blitar. Selain itu, Kempetai
(polisi rahasia Jepang) ternyata sudah mencium rencana aksi
Shodancho Supriyadi dan kawan-kawan. Supriyadi pun cemas dan
khawatir mereka ditangkap sebelum aksi dimulai.Shodancho Supriyadi
beserta para komandan dan anggota PETA di Blitar juga dihadapkan
pada posisi sulit. Apabila terus melanjutkan perlawanan, mereka
akan kalah karena jumlah mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan
jumlah tentara Kekaisaran Jepang. Namun, jika perlawanan dibatalkan
pun tentara Kekaisaran Jepang sudah mengetahui rencana aksi mereka,
sehingga kemungkinan besar para pemberontak akan ditangkap, lalu
dijatuhi hukuman yang sangat berat, yakni hukuman mati.Sebenarnya,
banyak yang menilai rencana aksi pemberontakan PETA belum siap,
salah satunya Soekarno. Dalam perbincangan yang berlangsung cukup
seru, Soekarno sempat meminta Shodancho Supriyadi dan para perwira
PETA yang lain siap memikul tanggung jawab maupun akibat apabila
aksi pemberontakan PETA ternyata gagal total.Tanggal 13 Februari
1945 malam hari, Shodancho Supriyadi memutuskan bahwa pemberontakan
tetap harus dilaksanakan. Siap atau tidak siap, inilah saatnya
tentara PETA membalas perlakuan tentara Jepang. Shodancho Supriyadi
juga berharap bahwa pengorbanan darah dan nyawa para pemberontak
PETA akan mengobarkan semangat perjuangan segenap bangsa Indonesia
menuju kemerdekaan, meskipun semua orang sudah tahu mereka akan
kalah menghadapi tentara Kekaisaran Jepang.Tidak semua anggota
Daidan Blitar ikut memberontak. Shodancho Supriyadi meminta para
pemberontak tidak menyakiti sesama anggota PETA walaupun tak mau
memberontak. Akan tetapi, semua orang Jepang wajib dibunuh.Tepat
tanggal 14 Februari 1945 dini hari pukul 03.00 WIB, pasukan PETA
pimpinan Shodancho Supriyadi menembakkan mortir ke Hotel Sakura
yang menjadi kediaman para perwira militer Kekaisaran Jepang.
Markas Kempetai juga ditembaki senapan mesin. Akan tetapi ternyata
kedua bangunan tersebut sudah dikosongkan, karena pihak Jepang
telah mencium rencana aksi pemberontakan PETA. Dalam aksi yang
lain, salah seorang bhudancho (bintara) PETA merobek poster
bertuliskan "Indonesia Akan Merdeka" dan menggantinya dengan
tulisan "Indonesia Sudah Merdeka!"Pemberontakan PETA sendiri
akhirnya tidak berjalan sesuai rencana. Shodancho Supriyadi gagal
menggerakkan satuan lain untuk memberontak dan rencana
pemberontakan ini pun terbukti telah diketahui oleh pihak Jepang.
Dalam waktu singkat, Jepang mengirimkan pasukan militer untuk
memadamkan pemberontakan PETA. Para pemberontak pun terdesak.
Difasilitasi oleh Dinas Propaganda Jepang, Kolonel Katagiri menemui
Shodancho Muradi, salah satu pentolan pemberontak, dan meminta
seluruh pasukan pemberontak kembali ke markas batalyon.Shodancho
Muradi mengajukan syarat kepada Kolonel Katagiri, yakni:1. Senjata
para pemberontak tidak boleh dilucuti Jepang; dan2. Para
pemberontak tidak boleh diperiksa atau diadili Jepang.Kolonel
Katagiri pun setuju. Dia memberikan pedangnya sebagai jaminan. Ini
adalah isyarat janji seorang samurai yang harus ditepati. Akan
tetapi, janji Katagiri ternyata tidak bisa diterima oleh Komandan
Tentara Jepang XVI. Mereka malah mengirim Kempetai untuk mengusut
pemberontakan PETA. Jepang pun melanggar janjinya.Sebanyak 78 orang
perwira dan prajurit PETA dari Blitar akhirnya ditangkap dan
dijebloskan ke dalam penjara untuk kemudian diadili di Jakarta.
Sebanyak enam orang divonis hukuman mati di Ancol pada tanggal 16
Mei 1945, enam orang dipenjara seumur hidup, dan sisanya dihukum
sesuai dengan tingkat kesalahan.Itulah pemberontakan yang pernah
dilakukan demi menggulingkan Jepang.2.3 Dampak Dari Perjuangan Umat
Islam Seusai Penjajahan JepangPada saat menjelang kemerdekaan kaum
muslim telah berhasil menghimpun kekuatan menjadi satu dalam satu
wadah yaitu MIAI (Majelis Syura Ala Indonesia), yang merupakan
suatu kekuatan perjuangan. Untuk mendapatkan kemerdekaan bersama
PNI, PSII, dan lain-lain yang mewujudkan suatu persatuan yang
besar, disebut gabungan politik Indonesia (GABI) (1939). Dapat
dikatakan perjuangan fisik kaum muslimin benar-benar positif
meskipun tidak seluruh kekuatan ditempati, akan tetapi boleh
dikatakan mengambil bagian paling besar. Kemudian pada perjuangan
melawan Jepang dan akhirnya melawan NICA dan Gurkha (gerakan bukan
Islam), perjuangan kaum muslim seperti Hizbullah dan Sabilillah
yang turut mengantarkan pada terbentuknya TNI. Selanjutnya para
patriot pembela tanah air bergabung dalam PETA (Pembela Tanah Air)
dan TREP (Tentara Indonesia Pelajar) sebagian besar adalah
pemuda-pemuda muslim yang taat agamanya. Dari fakta-fakta tersebut
,jelaslah eksistensi perjuangan umat Islam dalam mencapai
kemerdekaan benar-benar positif meskipun tidak meliputi seluruh
bagian , tetapi tidak dapat disangkal kaum muslim mengambil bagian
besarnya. Kalau ada perjuangan atas nama yang lain tetapi sebagian
besar pendukung perjuangan umat Islam. Fase Setelah
KemerdekaanPenyebaran agama pasca kemerdekaan, berbeda dengan zaman
penjajahan. Dinamika penyebaran agama pasca kemerdekaan diwarnai
dengan lahirnya tokoh-tokoh agama dari berbagai corak pemikiran,
seperti corak pemikiran nasionalis yang dimotori oleh Sukarno serta
corak pemikiran Islamis yang dimotori oleh Masyumi. Di samping itu
muncul gerakan-gerakan dakwah seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama,
Persis, Dewan Dakwah Islam. Pada masa orde baru, pola penyebaran
penyiaran Islam dilakukan melalui mimbar di samping kegiatan
organisasi keagamaan. Peroses penyiaran Islam acap kali berbenturan
dengan kepentingan Negara yang acap kali tidak bisa dielakkan
terjadinya benturan antara penyebar dakwah. Mulai pada saat itu
maka penyebar agama, harus memiliki izin, sebab ceramah tanpa izin,
langsung ditangkap. Melihat kenyataan tersebut, maka tokoh-tokoh
agama yang tergabung dalam Korps Muballigh Indonesia (KMI), memberi
tanggapan dengan membuat petisi yang disebut Ikrar Umat Islam
Jakarta (Jakarta Muslims Pledge). Pada masa reformasi, dinamika dan
problema penyebaran Islam tidak lagi sama dengan problema pada orde
lama dengan orde baru. Penyebaran ajaran Islam memulai babak baru
dengan lepasnya ikatan yang menakutkan yang disebut era kebebasan.
Semua problema sosial kemasyarakatan teransparan. Dalam konteks ini
muncul kembali atribut-atribut gerakan Islam seperti : Forum
Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Laskar
Jihad, Forum Komunikasi Ahli Sunnah Waljamaah (FKSW), dan Hizbut
Tahrir. Dinamika kemunculan berbagai atribut gerakan Islam
memunculkan problema baru di kalangan umat Islam, dengan berbagai
tuduhan yang ditujukan kepada gerakan Islam, Seperti Radikal,
Teroris, Eksklussin, Reaksioner. Problema lainnya terjadinya
komplik horizontal di tengah-tengah masyarakat di berbagai daerah,
seperti di Ambon, di Poso, dan berbagai daerah lainnya.
Perankelembagaan Islam sesudahkemerdekaan Departemen
AgamaSebagaimana telah disebutkan, sejak awal kebangkitan nasional,
posisi agama sudah mulai dibicarakan kaitannya dengan politik atau
Negara. Ada dua pendapat yang didukung oleh dua golongan yang
bertentangan tentang hal itu. Satu golongan berpendapat, Negara
Indonesia merdeka hendaknya merupakan sebuah Negara sekuler, negara
yang dengan jelas memisahkan persoalan agama dan politik,
sebagaimana diterapkan di Negara Turki oleh Mustafa Kamal. Golongan
lainnya berpendapat, Negara Indonesia merdeka adalah Negara Islam.
Kedua pendapat itu terlihat misalnya, sebelum kemerdekaan, dalam
polemic antara Soekarno dengan Agus Salim, kemudian dengan M.
Natsir di akhir tahun 1930-an dan awal 1940-an; diskusi dan
perdebatan di dalam siding-sidang BPUPKI yang menghasilkan Piagam
Jakarta. Setelah kemerdekaan, persoalan itu juga terangkat kembali
di dalam siding-sidang konstituante hasil pemilihan umum 1955 M
yang berakhir dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yaitu
kembali kepada UUD 1945.Meskipun persoalan itu belum selesai
dipecahkan, tampaknya para pemimpin bangsa Indonesia sudah bergerak
jauh ke depan, memikirkan alternative jalan tengah dari dua
pendapat tersebut. Mereka menganjurkan suatu Negara yang mempunyai
dasar keagamaan secara umum dan pemerintahan engakui nilai
keagamaan yang positif, karena itu akan memajukan kegiatan
keagamaan. Dalam kerangka itulah, Departemen Agama didirikan.Tujuan
dan fungsi Departemen Agama yang dirumuskan pada tahun 1967 adalah
sebagai berikut :1. Mengurus serta mengatur pendidikan agama di
sekolah-sekolah, serta membimbing perguruan-perguruan agama2.
Mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan agama dan
keagamaan3. Memberi penerangan dan penyuluhan agama4. Mengurus dan
mengatur peradilan agama serta mengelesaikan masalah yang
berhubungan dengan hokum agama5. Mengurus dan memperkembangan IAIN,
perguruan tinggi agama swasta dan pesantren luhur, serta mengurus
dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi6.
Mengatur, mengurus, dan mengawasi penyelenggaraan ibadah haji.
PendidikanSebagaimana telah disebutkan, salah satu tugas penting
yang dilakukan Departemen Agama adalah menyelenggarakan,
membimbing, dan mengawasi pendidikan agama. Lembaga-lembaga
pendidikan Islam sudah berkembang dalam beberapa bentuk pendidikan
Islam zaman penjajahan Belanda. Salah satu bentuk pendidikan Islam
tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar di berbagai
pelosok. Tidak ada hubungan antara satu dengan yang lain. Lembaga
ini dipimpin oleh seseorang ulama atau kiai. Untuk tingkat
kelanjutan, tidak ada kurikulum yang jelas pada lembaga ini.
Kemajuan seorang penuntut sangat ditentukan oleh kerajinan,
kesungguhan, dan ketekunan masing-masing.Setelah merdeka, terutama
setelah berdirinya Departemen Agama, persoalan pendidikan agama
Islam mulai mendapat perhatian lebih serius. Badan Pekerja Komite
Nasional Pusat dalam bulan Desember 1945 menganjutkan agar
pendidikan madrasah diteruskan. Badan ini juga mendesak pemerintah
agar memberikan bantuan kepada madrasah. Departemen Agama dengan
segera membentuk seksi khusus yang bertugas menyusun pelajaran dan
pendidikan agama Islam dan Kristen, mengawasi pengangkatan
guru-guru Agama, dan mengwasi pendidikan agama. Pada tahun 1946,
Departemen Agama mengadakan latihan 90 guru agama, 45 orang
diantaranya kemudian diangkat sekolah guru dan hakim Islam di Solo.
Hukum IslamSalah satu lembaga Islam yang sangat penting yang juga
ditangani oleh Departemen Agama adalah hokum atau syariat.
Pengadilan Islam di Indonesia membatasi dirinya pada soal-soal
hokum muamalat bersifat peribadi. Hokum muamalat pun terbatas pada
masalah nikah, cerai, rujuk; hokum warisitu. (paraid/manicure
faraidh, wakaf hibah dan baitul mal.Keberadaan lembaga
keadilanagama di masa Indonesia merdeka adalah kelanjutan dari masa
colonial belanda. Pada masa pendudukan adalah kelanjutan dari masa
colonial Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, pengadilan agama
tidak mengalami perubahan. Setelah Indonesia merdeka jumlah
pengadilan agama bertambah,tetapi administrasinya tidak segera
dapat diperbaiki. Para hakim Islam tampak keta dan kaku, karena
hanya berpegang pada ahab Syafii. Sementara itu, belum ada kitab
undang-undang yang seragam yang dapat dijadikan pegangan para hakim
dan pengadilan Agama didominasi oleh golongantradisionalis. Karena
itulah, sekolah Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) dan Fakultas
Syariah di perguruan-perguruan tinggi Islam didirikan. Majelis
Ulama Indonesia (MUI)Disamping Departemen Agama, cara lain
pemerintah Indonesia dalam menyelnggarakan administrasi Islam ialah
mendirikan Majelis Ulama. Suatu prigram pemerintah, apalagi yang
berkenan dengan agama, hanya bisa berhasil dengan baik bila
disokong oleh ulama. Karena itu, kerja sama antara pemerintah da
ulama perlu terjalin dengan baik. Pertama kali Majelis Ulama
didirikan pada masa pemerintahan Soekarno. Majelis ini pertama-tama
berdiri di daerah-daerah karena diperlukan untuk menjamin keamanan.
Di Jawa Barat berdiri pada tanggal 12 Juli 1958 diketuai oleh
seorang panglima Militer. Setelah keamanan sudah pulih dari
pemberontakan DI-TII tahun 1961, Majelis Ulama ini bergerak dalam
kegiatan-kegiatan di luar persoalan keamanan, seperti dakwah dan
pendidikan.Dalam pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia yang
disahkan dalam kongres tersebut, Majelis Ulama Indonesia berfungsi
:1. Memberi fatwa dan nasehat mengenai masalah keagamaan dan
kemasyarakatn kepada pemerintahan dan umat Islam umumnya sebagau
amar maruf nahi mungkar, dalam usaha meningkatkan ketahanan
nasional.2.Mempererat ukhuwah islamiyah dan memelihara serta
meningkatkan suasana kerukunan antarumat beragama dalam mewujudkan
persatuan dan kesatuan bangsa.3.Mewakili umat Islam dalam
konsultasai antarumat beragama.4.Penghubung antara ulama dan umara
(pemerintahan) serta menjadi penerjemah timbal balik antara
pemerintahan dan umat guna menyukseskan pembangunan nasional
BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanTokoh-tokoh yang turut berjuang
dalam mengusir penjajah banyak jumlahnya, mayoritas dari mereka
adalah beragama Islam. Peran serta tokoh Islam ini tidak bisa
dipandang sebelah mata karena perjuangan melalui jalur
non-kekerasan maupun peperangan mereka yang mendominasi dapat
membuat perubahan yang signifikan. Pengusiran para penjajah itu
karena sumbangsih mereka yang sangat besar.Cara perjuangan yang
dilakukan umat Islam bisa dibagi menjadi dua jalur, yakni jalur
non-kekerasan dan peperangan. Keduanya penting dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Peperangan dapat mengusir musuh namun
juga butuh usaha diplomatis untuk pengakuan kemerdekaan Indonesia
secara de facto maupun de jure. Tidak ada anggapan orang yang
berperang lebih baik daripada orang yang menggunakan jalur
non-kekerasan, karena keduanya memberikan perubahan besar menuju
Indonesia merdeka.Setelah Indonesia merdeka dari tangan para
penjajah, Indonesia mulai berbenah diri, termasuk umat Islam. Dalam
pengembangannya Masyumi berubah menjadi partai politik dan turut
serta dalam kancah pemilu di Indonesia. Sesudah dibubarkannya
Masyumi, muncullah beberapa lembaga atau instansi yang mewakili
agama Islam di Indonesia, seperti Departemen Agama dan Majelis
Ulama Indonesia (MUI). Perkembangan ini penting karena ini
merupakan bukti eksistensi Islam sesudah kemerdekaan.
DAFTAR PUSTAKA Goto, Kenichi. 1998. Jepang dan Pergerakan
Kebangsaan Indonesia. penerjemah: Hiroko Otsuka, Nandang Rahmat dan
Edy Mulyadi. Jakarta: Yayasan Obor IndonesiaBenda, Harry J. 1980.
Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang. Penerjemah: Daniel Dhakidae. Bandung: Pustaka
Jaya2014. Pembaruan Pesantren Perspektif Wahid Hasyim.
http://pascasarjana.instika.ac.id/pembaruan-pesantren-perspektif-wahid-hasyim/.
(diakses 30 November 2014) 2014. Riwayat Hidup Bung Tomo.
http://www.pmarrisalah.com/riwayat-hidup-bung-tomo.html. (diakses 1
Desember 2014)2014. Biografi Pahlawan Nasional Sutomo.
https://www.pahlawanindonesia.com/biografi-pahlawan-nasional-sutomo-bung-tomo/.
(diakses 1 Desember 2014)2014. Biografi Pahlawan Pendidikan Ki
Hajar Dewantara.
https://www.pahlawanindonesia.com/biografi-pahlawan-pendidikan-ki-hajar-dewantara/.
(diakses 30 November 2014) Mz, Shofiyullah, dkk. 2011. KH. A. Wahid
Hasyim: Sejarah, Pemikiran, dan Baktinya bagi Agama dan Bangsa.
Jombang: Pesantren Tebuireng. Aqsha, Darul. 2005. Kiai Haji Mas
Mansur (1986-1946) Perjuangan dan Pemikiran. Jakarta: Erlangga.