Rahasia Pasien MenurutEtika dan Hukum KedokteranBlok 30
Emergency Medicine - 2Fransiskus Rendy 102010178 / F8
[email protected]
Mahasiswa kedokteran angkatan 2010Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
PendahuluanProfesi kedokteran diharapkan memiliki sikap
profesionalisme, yaitu sikap yang bertanggungjawab, sikap
kompetensi dan wewenang yang sesuai waktu juga tempat, sikap etis
sesuai etika profesi, bekerja sesuai standar yang ditetapkan, dan
untuk bidang kesehatan diperlukan adanya sikap altruis (rela
berkorban). Di dalam menentukan tindakan di bidang kesehatan medis,
perlu dipertimbangkan tentang kebutuhan pasien, namun keputusan
tetap harus didasarkan pada hak-hak asasi pasien. Dalam pengambilan
keputusan sebagai tenaga medis pun kita perlu mempelajari tentang
etika yang merupakan disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau
benar salahnya suatu tindakan perbuatan seseorang/ institusi
dilihat dari moralitas.Prinsip Etika KedokteranAdapula etika
kedokteran yang dibagi menjadi beberapa poin, yaitu beneficence,
non-maleficense, autonomy, dan justice. Semua poin tersebut
terdapat dalam setiap kasus yang dihadapi seorang dokter, sehingga
disinilah kebijaksanaan dan hati nurani seorang dokter diuji.
Sebagai seorang dokter yang baik, dalam setiap tindakannya
sepatutnya memenuhi kriteria dan kaidah dari peraturan-peraturan
tersebut. Jadi dalam makalah ini akan dibahas mengenai
aturan-aturan & hubungannya dengan tindakan dokter dalam
menghadapi pasiennya.1Sifat hubungan dokter dan pasien di jaman
sekarang sudah dikoreksi oleh para ahli etika kedokteran menurut
pengalaman menjadi hubungan ficuiary (atas dasar niat baik dan
kepercayaan), yaitu hubungan yang menitikberatkan nilai-nilai
keutamaan (virtue etchics). Sehingga dibuatlah suatu aturan etika
dalam dunia kedokteran yang dikenal sebagai bioetik. Etika adalah
disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu
sikap atau perbuatan seorang individu atau institusi dilihat dari
moralitas. Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk
mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral
(moral principle) dan beberapa rules dibawahnya. Dalam profesi
kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama, yaitu:11. Prinsip
Otonomi: Prinsip moral yang menghormati hak hak pasien, terutama
hak otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip
moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.2.
Prinsip Beneficence: Prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal
perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi
baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).3.
Prinsip Non Maleficence: Prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non
nocere atau above all do no harm.4. Prinsip Justice: Prinsip moral
yang mementingkan fairness dan keadilan dalam mendistribusikan
sumber daya (Distributive Justice)Sedangkan aturan / rules
derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur, dan terbuka),
privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga
kerahasiaan pasien),dan fidelity (loyalitas dan menjaga
janji).1Kode Etik Kedokteran IndonesiaSetiap dokter dibekali dengan
peraturan etika, yaitu Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang
berisi tentang nilai-nilai yang sepatutnya dipatuhi dan dijalankan
oleh seorang dokter. KODEKI inilah yang menjadi landasan setiap
tindakan medis yang dilakukan seorang dokter serta mengatur
hubungan antara dokter dengan pasien, lingkungan masyarakat, teman
sejawat, dan diri sendiri. Selain KODEKI ada pula peraturan tentang
informed consent atau disebut juga Persetujuan Tindakan Medis yaitu
Permenkes No.290 Tahun 2008.2Etik kedokteran sudah sewajarnya
dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur hubungan manusia
umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafah masyarakat yang
diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu
adalah Pancasila yang sama-sama kita akui sebagai landasan Idiil
dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan struktural. Oleh
karena itu dibuatlah Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang
berdasar kepada Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia No. 221/Pb/A.4 /04/2002 Tentang Penerapan Kode Etik
Kedokteran Indonesia yang diuraikan sebagai berikut:2I. Kewajiban
UmumPasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya
sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak
boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang
bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan
psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan
pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan
dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang
belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan
keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan
pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral
sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan
penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan
pasien dan sejawatnya, & berupaya untuk mengingatkan sejawatnya
yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter/ kompetensi,
atau yang melakukan penipuan/penggelapan, dalam menangani
pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak
sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga
kepercayaan pasien
Pasal 7d
Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan
kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan
kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang
kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling
menghormati.
II. Kewajiban Dokter Terhadap PasienPasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal
ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan,
maka atas persetujuan pasien, ia wajib menujuk pasien kepada dokter
yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar
senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam
beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu
tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
bersedia dan mampu memberikannya.
III. Kewajiban Dokter Terhadap Teman SejawatPasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman
sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang
etis.
IV. Kewajiban Dokter Terhadap Diri SendiriPasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat
bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.
Sumpah Kedokteran IndonesiaSumpah Dokter Indonesia adalah sumpah
yang dibacakan oleh seseorang yang akan menjalani profesi dokter
Indonesia secara resmi. Sumpah Dokter Indonesia didasarkan atas
Deklarasi Jenewa (1948) yang isinya menyempurnakan Sumpah
Hippokrates. Lafal Sumpah Dokter Indonesia pertama kali digunakan
pada 1959 dan diberikan kedudukan hukum dengan Peraturan Pemerintah
No. 69 Tahun 1960. Sumpah mengalami perbaikan pada 1983 dan1993.
Sumpah tersebut berbunyi:3DemiAllah, saya bersumpah bahwa:Saya akan
membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;Saya akan
memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima
kasih yang selayaknya;Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara
yang berhormat dan bermoral tinggi, sesuai dengan martabat
pekerjaan saya;Kesehatan penderita senantiasa akan saya
utamakan;Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui
karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter;Saya
akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur
jabatan kedokteran;Saya akan memperlakukan teman sejawat saya
sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan;Dalam menunaikan
kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan
sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan
keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan
sosial;Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat
pembuahan;Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan
pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan
hukum perikemanusiaan;Saya ikrarkan sumpah ini dengan
sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.Baik
sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah
kewajiban moral yang melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban
tersebut bukanlah kewajiban hukum sehingga tidak dapat dipaksakan
secara hukum, namun kewajiban moral haruslah menjadi pemimpin dari
kewajiban dalam hukum kedokteran. Hukum kedokteran yang baik
haruslah hukum yang etis.Informed ConsentInformed consent adalah
lebih daripada hanya sekedar mendapatkan tanda tangan seorang
pasien pada suatu formulir persetujuan. Informed consent adalah
suatu proses komunikasi antara pasien dan dokter yang menghasilkan
pemberian izin oleh pasien untuk menjalankan suatu intervensi medik
tertentu.4Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no.
29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran
KKI tahun 2008 maka informed consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya
setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Saat
memberikan informasi kepada pasien/keluarganya, kehadiran seorang
perawat/paramedik lainnya sebagai saksi adalah esensi yang
penting.4Tujuan Informed Consent:4a. Memberikan perlindungan kepada
pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan
dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasiennya.b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter
terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur
medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada
melekat suatu resiko (Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal
3)Ada dua bentuk Persetujuan Tindakan Medik (PTM)/Informed Consent,
yaitu:41. Tersirat atau dianggap telah diberikan (implied consent)
Keadaan normal Keadaan darurat2. Dinyatakan (expressed consent)
Lisan TulisanInformed consent memiliki 3 elemen, yaitu:1. Threshold
elementsSyarat pemberi informed consent adalah seorang yang
berkompeten. Secara hukum, seseorang dianggap kompeten adalah
apabila ia telah dewasa (berusia >21 tahun), sadar dan berada
dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan.2. Information
elementsElemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu pengungkapan dan
pemahanam. Informasi yang diberikan kepada pasien dapat ditinjau
dari 3 standar, yaitu: Standar praktek profesi, strandar subyektif,
dan standar pada reasonable person.3. Consent elementsElemen ini
terdiri dua bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan, kebebasan)
dan authorization (persetujuan). Dalam hal ini, informed consent
tidaklah beleh berdasarkan paksaan, namun melakukan persuasi yang
tidak berlebihan masih dapat dibenarkan secara moral.Pada
prakteknya, informed consent sangat terpengaruh dengan budaya
Indonesia. Pada umumnya keputusan medis dipahami sebagai proses
dalam keluarga, pasien sendiri umumnya mendesak untuk
berkonsentrasi dulu dengan keluarganya untuk menjaga keharmonisan
dalam keluarga. Pasien cenderung menyerahkan permasalahan medisnya
kepada keluarga terdekatnya sehingga persetujuan medis umumnya
diberikan kepada keluarga terdekatnya.4Persetujuan yang ditanda
tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak
membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian.
Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau
keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan
penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.4Dalam hal terdapat
indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang
akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan (Pasal 11
Ayat 1 Permenkes No 290/ Menkes/PER/III/2008). Penjelasan
kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan (Ayat
2).4Informasi/keterangan wajib diberikan sebelum tindakan
kedokteran dilaksanakan adalah:41. Diagnosa yang telah
ditegakkan.2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.3.
Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.4. Resiko resiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran
tersebut.Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang
dimintakan persetujuan tindakan kedokteran :a. Resiko yang melekat
pada tindakan kedokteran tersebut.b. Resiko yang tidak bisa
diperkirakan sebelumnya.5.Konsekwensinya bila tidak dilakukan
tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan yang
lain.6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran
tersebut.Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi
sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran (informed
consent) adalah:1. Dalam keadaan gawat darurat (emergensi), 2.
Ancaman terhadap kesehatan masyarakat, 3. Cilical privilege (hanya
pada pasien yang melepaskan haknya memberikan consent),4. Keadaan
emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi
situasi dirinya. Ini tercantum dalam PerMenKes no
290/Menkes/Per/III/2008.5. Pasien yang tidak kompeten memberikan
consent.Menurut Pasal 5 Permenkes No 290/Menkes/PER/III/2008,
persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik
kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum dimulainya
tindakan(Ayat 1). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus
dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan(Ayat
2).4Rahasia KedokteranRahasia kedokteran adalah suatu norma yang
secara tradisional dianggap sebagai norma dasar yang melindungu
hubungan dokter dan pasien. Sesuai dengan sumpah dokter, kode etik
kedokteran internasional, dan peraturan oemerintah no.10 tahun 1966
yang mengatur kewajiban simpan rahasia kedokteran oleh seluruh
tenaga kesehatan. Namun dalam PP ini diberikan pengecualian apaiba
terdapat Peraturan Perundang-undangan (PP) yang sederajat atau
lebih tinggi (UU), dalam pasal 48 ayat (2):5 Untuk kepentingan
kesehatan pasien Untuk memenuhi permintaan aparat penegak hukum
dalam rangka penegakan hukum Permintaan pasien sendiri Berdasarkan
ketentuan undang-undangPeraturan lain yang membenarkan pembukaan
rahasia kedokteran antara lain adalah ketentuan pasal 50 KUHAP,
pasal 51 KUHAP, pasal 48 KUHAP, dan pasal 49 KUHAP. Dalam permenkes
no.749a, rekam medis boleh dibuka untuk pendidikan dan penelitian.
Dalam kaitannya dengan keadaan memaksa, dikenal dua keadaan
yaitu:51. Overmacth: pengaruh daya paksa yang memadai2.
Noodtoeestand: keadaan yang memaksaDapat diakibatkan pertentangan
antara dua kepentingan hukum, pertentangan antara kepentingan hukum
dan kewajiban hukum, dan pertentangan antara dua kewajiban hukum.
Salah satu contoh noodtoestand adalah kasus dokter yang menemukan
child abuse yang berat dan dicurigai akan bertambah parah dihari
kemudian.Aspek HukumPeraturan Menteri Kesehatan tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran (PerMenKes) No. 290 Tahun 2008 (6)Ketentuan
UmumPasal 1Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1.
Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan
secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
yang akan dilakukan terhadap pasien.2. Keluarga terdekat adalah
suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung,
saudara-saudara kandung atau pengampunya. 3. Tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan kedokteran
adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostik,
terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien.4. Tindakan Invasif adalah suatu
tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan
tubuh pasien.5. Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi
adalah tindakan medis yang berdasarkan tingkat probabilitas
tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.6. Dokter dan
dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter
gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi
baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.7.
Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut
peraturan perundang-undangan atau telah/pernah menikah, tidak
terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar,
tidak mengalami kemunduran perkembangan (retardasi) mental dan
tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan
secara bebas.Persetujuan dan PenjelasanPasal 2(1)Semua tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.(2)Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan secara tertulis maupun lisan.(3)Persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan
yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran
dilakukan.Pasal 3(1) Setiap tindakan kedokteran yang mengandung
risiko tinggi harus memperoleh persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.(2) Tindakan
kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diberikan dengan persetujuan lisan.(3)
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang
dibuat untuk itu. (4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan
menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju.(5)
Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan
tertulis.Pasal 4(1)Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan
jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan
persetujuan tindakan kedokteran.(2)Keputusan untuk melakukan
tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diputuskan
oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam
medik.(3)Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dokter atau dokter gigi wajib memberikan
penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau
kepada keluarga terdekat.Pasal 5(1)Persetujuan tindakan kedokteran
dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan
sebelum dimulainya tindakan.(2)Pembatalan persetujuan tindakan
kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
secara tertulis oleh yang memberi persetujuan.(3)Segala akibat yang
timbul dari pembatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab yang
membatalkan persetujuan. Pasal 6Pemberian persetujuan tindakan
kedokteran tidak menghapuskan tanggung gugat hukum dalam hal
terbukti adanya kelalaian dalam melakukan tindakan kedokteran yang
mengakibatkan kerugian pada pasienPenjelasanPasal 7(1)Penjelasan
tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung kepada pasien
dan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta. (2)
Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar,
penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar.(3)
Penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekurang-kurangnya mencakup:a. Diagnosis dan tata cara
tindakan kedokteran;b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;c.
Altematif tindakan lain, dan risikonya;d. Risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi; dane. Prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan.f. Perkiraan pembiayaan.Pasal 8(1)Penjelasan tentang
diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi:a. Temuan
klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut; b.
Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka
sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding;
c.Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya
tindakan kedokteran;d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan
apabila tidak dilakukan tindakan.(2) Penjelasan tentang tindakan
kedokteran yang dilakukan meliputi :a. Tujuan tindakan kedokteran
yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik, terapeutik, ataupun
rehabilitatif.b.Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan
dialami pasien selama dan sesudah tindakan, serta efek samping atau
ketidaknyamanan yang mungkin terjadi. c. Alternatif tindakan lain
berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan dengan tindakan
yang direncanakan.d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
pada masing-masing alternatif tindakan.e. Perluasan tindakan yang
mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat akibat risiko dan
komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya.(3)Penjelasan
tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua
risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan
kedokteran yang dilakukan, kecuali: a. risiko dan komplikasi yang
sudah menjadi pengetahuan umum b. risiko dan komplikasi yang sangat
jarang terjadi atau yang dampaknya sangat ringan c. risiko dan
komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
(unforeseeable)(4) Penjelasan tentang prognosis meliputi: a.
Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam); b. Prognosis tentang
fungsinya (ad functionam); c. Prognosis tentang kesembuhan (ad
sanationam).Pasal 9(1)Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti
atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah
pemahaman.(2)Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat
dan didokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh dokter atau
dokter gigi yang memberikan penjelasan dengan mencantumkan tanggal,
waktu, nama, dan tanda tangan pemberi penjelasan dan penerima
penjelasan.(3)Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa
penjelasan tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien
atau pasien menolak diberikan penjelasan, maka dokter atau dokter
gigi dapat memberikan penjelasan tersebut kepada keluarga terdekat
dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai
saksi.Pasal 10(1)Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
diberikan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien atau
salah satu dokter atau dokter gigi dari tim dokter yang merawatnya.
(2)Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan
untuk memberikan penjelasan secara langsung, maka pemberian
penjelasan harus didelegasikan kepada dokter atau dokter gigi lain
yang kompeten. (3)Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu
memberikan penjelasan sesuai dengan kewenangannya.(4)Tenaga
kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tenaga
kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung
kepada pasien.Pasal 11(1)Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan
perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan
juga harus memberikan penjelasan.(2) Penjelasan kemungkinan
perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan dasar daripada persetujuan.Pasal 12(1)Perluasan tindakan
kedokteran yang tidak terdapat indikasi sebelumnya, hanya dapat
dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.(2)Setelah perluasan
tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan,
dokter atau dokter gigi harus memberikan penjelasan kepada pasien
atau keluarga terdekat.Yang Berhak Memberikan PersetujuanPasal
13(1)Persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau keluarga
terdekat.(2)Penilaian terhadap kompetensi pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter pada saat diperlukan
persetujuan.Ketentuan Pada Situasi KhususPasal 14(1)Tindakan
penghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholding life
support) pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga
terdekat pasien.(2)Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup
oleh keluarga terdekat pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter yang
bersangkutan.(3)Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus diberikan secara tertulis.Pasal 15Dalam hal tindakan
kedokteran harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah
dimana tindakan medik tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak,
maka persetujuan tindakan kedokteran tidak diperlukan.Penolakan
Tindakan KedokteranPasal 16(1)Penolakan tindakan kedokteran dapat
dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga terdekatnya setelah
menerima penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
(2)Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud kedokteran
pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis.(3)Akibat penolakan
tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi
tanggung jawab pasien. (4)Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan dokter dan
pasien.Tanggung JawabPasal 17(1)Pelaksanaan tindakan kedokteran
yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung jawab dokter atau
dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran. (2)Sarana pelayanan
kesehatan bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan
kedokteran.Pembinaan dan Pengawasan Pasal 18(1)Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melakukan pembinaan dan pengawasan dengan melibatkan organisasi
profesi terkait sesuai tugas dan fungsi masing-masing. (2)Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.Pasal 19(1)Dalam rangka
pembinaan dan pengawasan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan
administratif sesuai dengan kewenangannya masing-masing(2)Tindakan
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan Surat Ijin
PraktikKetentuan PenutupPasal 20Pada saat Peraturan Menteri ini
mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
585/MENKES/PER/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku lagi.Pasal 21Peraturan Menteri ini
mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang
rnengetahuinya, rnemerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan
penernpatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.PenatalaksanaanDefinisi GonorrheaGonorrhea adalah sebuah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea yang
penularannya melalui hubungan kelamin baik melalui genito-genital,
oro-genital, ano-genital. Bakteri ini dapat hidup dan mudah membiak
dengan cepat di dalam saluran pembiakan / peranakan seperti pangkal
rahim (cervix), rahim (uterus), dan tuba fallopi (saluran telur)
bagi wanita dan juga saluran kencing (urine canal) bagi wanita dan
lelaki. Sehingga pada laki-laki gejalanya adalah kencing bernanah
sedangkan pada wanita seringkali tidak bergejala karena letak rahim
yang di dalam.7
Edukasi Penyakit Menular Seksual (PMS)Memberikan pendidikan
kepada pasien dengan menjelaskan tentang:8 Bahaya penyakit menular
seksual. Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan. Cara
penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya.
Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika
tidakdapat dihindari. (safe sex education) Pengobatan pasangan seks
dibutuhkan untuk menghindari fenomena ping-pong, yaitu dimana
penyakit kembali saling menularkan antara pasangan hubungan
seksual. Kemungkinan terjangkit penyakit menular seperti
HIV/AIDS.
Definisi HIV/AIDS (3)Acquired Immunodeficiency Syndrome atau
Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah
sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya sendiri
bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu
virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang
terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik
ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada
dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini
belum benar-benar bisa disembuhkan.7HIV dan virus-virus sejenisnya
umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit
dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan
preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui
hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama
kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya
dengan cairan-cairan tubuh tersebut.7
CST for HIV/AIDS CST (Caring, Support, & Therapy) for
HIV/AIDS adalah sekelompok orang yang bekerja untuk memberikan
perhatian (caring), dukungan (support), dan pengobatan (therapy)
bagi orang-orang penderita HIV/AIDS. Petugas kesehatan disini
berfungsi sebagai pendukung ODHA (orang dengan HIV AIDS) untuk
tetap memiliki semangat hidup walaupun penyakitnya samapi sekarang
belum dapat diobati. Selain itu lembaga ini juga mendorong ODHA
untuk menginformasikan keluarga/orang terdekatnya tentang keadaan
kesehatannya walaupun terlihat memalukan. Dokter dan lembaga inipun
tidak berhak memberitahu siapapun tentang keadaan pasien kecuali
atas seijin pasien.9KesimpulanDalam kasus diatas, sebagai tenaga
medis, kita diminta memilih atas tindakan etis yang perlu
dilakukan. Pada kasus ini, ada baiknya kita mengedukasi pasien
lebih lanjut tentang keadaan dan dampak baik-buruknya agar
suami-istri dapat terobati dengan sempurna. Menjelaskan kepada
pasien tentang keadaan dengan cara yang acceptable.Daftar Pustaka1.
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetika. In: Sampurna B, Syamsu
Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran. 2nd ed. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007. Hlm.29-32.2. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD.
Kode Etik Kedokteran Indonesia. In: Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja
TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007.
Hlm.49-51.3. Hanafiah J. Lafal Sumpah Dokter. In: Hanafiah J, Amir
A. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. 3rd ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1999. 5-14.4. Departemen Kesehatan
RI. Informed Consent. In: Peraturan Menteri Kesehatan RI Sampurna
B, Syamsu Z, Siswaja TD. Informed Consent. In: Sampurna B, Syamsu
Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka
Dwipar. 2007. Hlm.77-85.5. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD.
Rahasia Kedokteran. In: Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik
dan hukum kedokteran. 2nd ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hlm.53-56.6. Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
26-Mar-2008. Diunduh dari
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/handle/123456789/ 1312. 7.
Centers for Disease Control and Prevention. Sexual Transmitted
Disease Gonorrhea. 2010. Diunduh dari
http://www.cdc.gov/std/gonorrhea/stdfact-gonorrhea.htm. 8. Dinas
Kesehatan Kota Lampung Selatan. Pengertian, Definisi dan Cara
Penularan / Penyebaran Virus HIV AIDS Info / Informasi Penyakit
Menular Seksual / PMS. 9 Juli 2008. Diunduh dari
http://keslamsel.wordpress.com/2008/07/09/pengertian-definisi-dan-cara-penularan-penyebaran-virus-hiv-aids-info-informasi-penyakit-menular-seksual-pms/.
9. Yayasan Spiritia. Dasar CST. 1 Mei 2007. Diunduh dari
http://spiritia.or.id/cst/ showart.php?cst=dasar .
1