Anemia Defisiensi Besi pada Anak Usia SekolahKarinda Lado
102012434Kelompok F8Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
WacanaJl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510No.
Telp (021) 5694-2061
PENDAHULUANLatar Belakang1Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan
masalah defisiensi nutrient tersering pada anak di seluruh dunia
termasuk di negara berkembang, salah satunya Indonesia. Anemia
defisiensi besi (ADB) timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron
store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin
berkurang. ADB ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil
laboratorium yang menunjukan cadangan besi kosong. Secara
epidemiologi, prevalensi tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi
dan awal masa anak-anak karena terdapat defisiensi besi pada saat
kehamilan dan percepatan tumbuh masa kanak-kanak yang disertai
rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena penggunaan susu
formula dengan kadar besi kurang.
Rumusan MasalahSeorang anak perempuan berusia 6 tahun di bawa
oleh ibunya dengan keluhan pucat sejak 3 bulan yang
lalu.TujuanMakalah ini bertujuan untuk membahas etiologi,
diagnosis, gejala serta penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada
anak.
PEMBAHASANAnamnesis1a. Identitas pasien b. Keluhan utama:
seorang anak perempuan berusia 6 tahun di bawa oleh ibunya dengan
keluhan pucat sejak 3 bulan yang lalu.c. Riwayat penyakit sekarang
1. Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak
napas, nyeri dada, mata berkunang-kunang, atau tanpa gejala? Bila
terdapat gejala tersebut, itu merupakan suatu sindrom anemia yang
biasanya dijumpai apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8
g/dL.2. Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Pada
anemia defisiensi besi gejala yang muncul mungkin dapat perlahan
karena ada mekanisme kompensasi tubuh. 3. Adakah petunjuk mengenai
penyebab anemia? Misal pada anemia defisiensi besi bisa karena
perdarahan interna, infeksi cacing, diet yang tidak seimbang, atau
riwayat pernah menderita penyakit yang kronis. 4. Tanyakan
kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten
dengan malabsorpsi dan tanda kehilangan darah dari saluran cerna
berupa tinja gelap, pendarahan rektal, muntah butiran kopi.5. Jika
pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi
berlebihan. Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan
penggunaan tampon serta pembalut.6. Tanyakan juga sumber perdarahan
lain. 7. Tanyakan apakah ada rasa ingin memakan bahan yang tidak
lazim seperti es, tanah, dan sebagainya. Gejala tersebut dapat
ditemukan pada anemia defisensi Fe. d. Riwayat penyakit
dahuluTanyakan apakah ada dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya,
riwayat penyakit kronis (reumatoid arthritis atau gejala
keganasan), tanda kegagalan sumsung tulang (memar, perdarahan, dan
infeksi yang tak lazim atau rekuren), tanda defisiensi vitamin
seperti neuropati perifer (defisiensi vitamin B12),subacute
combined degeneration of cord [SACDOC), adakah alasan untuk
mencurigai adanya hemolisis (ikterus, katup buatan yang bocor),
riwayat anemia sebelumnya atau pemeriksaan endoksopi
gastrointestinal, adakah disfagia (akibat lesi esofagus yang
menyebabkan anemia atau ada selaput pada esofagus akibat anemia
defisiensi Fe).e. Riwayat keluargaMenanyakan adakah riwayat anemia
dalam keluarga khususnya pertimbangkan penyakit sel sabit,
talasemia, dan anemia hemolitik herediter. f. Lain-lainMenanyakan
adakah riwayat bepergian dan pikirkan kemungkinan infeksi parasit
seperti cacing tambang dan malaria, mengkonsumsi obat-obatan misal
OAINS yang menyebabkan erosi lambung atau supresi sumsung tulang
akibat obat sitotoksik, penurunan berat badan yang drastis
baru-baru ini dan riwayat operasi seperti gastrektomi.2Gejala khas
anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, kuku sendok.Pemeriksaaan fisik2 Inspeksi1. Keadaan umum
dan kesadaran : lihat apakah pasien sakit ringan atau berat, sering
merasa sesak napas atau syok akibat kehilangan darah akut. 2.
Adakah tanda-tanda ikterus yang ditandai dengan mata berwarna
kuning, atau kulit yg berubah warna menjadi kuning contoh pada
anemia hemolitik dapat dijumpai keadaan ini.3. Adakah koilonikia
(kuku seperti sendok) atau keilotis angularis (peradangan pada
sudut mulut sehingga tampak bercak pucat keputihan. Gejala tersebut
terdapat pada anemia defisiensi Fe.4. Adakah tanda kerusakan
trombosit (memar dan petechiae) dan bila ada menandakan kadar
trombosit yang menurun misal pada anemia aplastik.5. Adakah atrofi
papil lidah yang ditandai dengan permukaan lidah menjadi licin dan
mengkilap karena papil lidah menghilang. Biasa gejala ini timbul
pada anemia defisiensi besi.2
Palpasi 1. Konjungtiva Minta pasien untuk melihat ke atas
sementara pemeriksa menekan kedua kelopak mata ke bawah dengan
menggunakan ibu jari tangan sehingga membuat sclera dan konjuctiva
terpajan. Inspeksi sklera dan konjugtiva palpebralis untuk menilai
warnanya. Patologis: Sklera yang berwarna kuning menunjukkan
ikterus, konjunctiva dapat berwarna pucat yang disebut konjuctiva
anemis dan merupakan salah satu sindromanemia.3
2. KukuLakukan inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kaki.
Perhatikan warna dan bentuk dan lesi yang ada. Patologis: Pada
anemia defisiensi Fe dapat dijumpai koilonikia (kuku yang berbentuk
seperti sendok, rapuh, bergaris vertical dan menjadi cekung mirip
seperti sendok). 3. LimfaPalpasi rangkaian nodus limfatikus pada
daerah servikal anterior yang lokasi nya di sebelah anterior dan
superficial M.Sternocleidomastoideus. kemudian lakukan plapasi
rangkaian nodus limfatikus pada daerah servikal posterior di
sepanjang M.Trapezius (anterior) dan M. Sternocleidomastoideus
(posterior). Lakukan pemeriksaan nodus limfatikus supraklavikular
pada sudut antara os clavicula dan
M.Sternocleidomastoideus.Patologis : Bila terdapat limfadenopati
mungkin menandakan adanya tanda infeksi atau keganasan. Bila limfa
yang di palpasi sakit menandakan peradangan, limfa yang membesar
dank eras menandakan keganasan. Nodus limfatikus supra klavikular
yang membesar menandakan kemungkinan adanya keganasan di abdomen
atau torax.4. Palpasi hati , limpa, abdomenLakukan palpasi hati dan
limpa untuk menilai apakah ada hepatomegali atau splenomegali yang
biasanya terdapat pada anemia hemolitik dan kadang pada anemia
defisiensi besi juga dapat ditemukan bila anemia tersebut tidak
diterapi.4Pemeriksaan penunjang 1. Hitung sel darah lengkap: tes
laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL)
atau complete blood count (CBC). Tes ini, yang juga sering disebut
sebagai hematologi, memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel
darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet).5a. Eritrosit
Hemoglobin(Hb) yaitu protein dalam sel darah merah bertugas
mengangkut oksigen dari paru ke bagian tubuh lain. Nilai rujukan :
pria 13 g/dL, wanita 12 g/dL, wanita hamil 11 g/dL. Hematokrit(Ht
atau HCT) mengukur persentase sel darah merah dalam seluruh volume
darah.Eritrosit, Hb dan Ht yang rendah menunjukkan adanya anemia.
Nilai rujukan : pria 40-54 %, wanita 34-46 %. 7 Volume Eritrosit
Rata-Rata(VER) atau mean corpuscular volume(MCV) mengukur besar
rata-rata sel darah merah. Dapat dihitung dengan menggunakan rumus
adalah VER = Ht (%) / E ( juta/uL) x 10 (fL). Nilai rujukan : 82-92
fL. VER yang kecil berarti ukuran sel darah merahnya lebih kecil
dari ukuran normal. Biasanya hal ini disebabkan oleh kekurangan zat
besi atau penyakit kronis.. Keadaan ini tidak berbahaya. Namun VER
yang besar dapat menunjukkan adanya anemia megaloblastik, dengan
sel darah merahnya besar dan berwarna muda. Biasanya hal ini
disebabkan oleh kekurangan asam folat.4,5 Red Blood
CellDistribution Width(RDW) mengukur kisaran/variasi ukuran sel
darah merah. Hasil tes ini dapat membantu mendiagnosis jenis anemia
dan kekurangan beberapa vitamin. Nilai normal 11,5-14,5 CV (
coefisient of variation ) dari ukuran eritrosit. Bila semua
eritrosit ukuran mikrositik dan makrositik maka nilai RDW normal
dan VER akan menurun atau meningkat. Bila ukuran eritrosit beraneka
ragam namun ukuran rata-arta eritrosit normal makan RDW akan
meningkat dan VER normal. Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata(HER) atau
mean corpuscular hemoglobin(MCH). Dapat dihitung dengan rumus: Hb
(g/dL ) / E ( juta/uL) x 10 (pg) dan nilai rujukan 27-31 pg
Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata(KHER) atau mean
corpuscular hemoglobin concentration(MCHC atau CHCM). Dapat
dihitung dengan rumus : Hb (g/dL) / Ht ( % ) x 100 %. Nilai rujukan
: 32-37 %.
b. LeukositHitung Leukosit Dapat menggunakan pipet Thoma atau
pipet Sahli. Nilai rujukan: 4,5-11 x 103 /uL
c. TrombositTrombosit atau platelet dapat dihitung dengan
menggunakan cara kuantitatif dan kualitatif. Nilai rujukan :
150-350 x 103 / uL.
d. RetikulositRetikulosit merupakan eritrosit muda tidak
berinti, ada sisa RNA minimal 2 partikel granula atau 1 partikel
granula dengan filament, tidak di tepi membrane sel.Dapat diperiksa
dengan pewarnaan New Methylen Blue, Brilliant cresyl blue, purified
azure B, acridine orange. Nilai relative : 0,5-1,5 %. Nilai
absolute : 25000-75000 / uL darah.
2. Pemeriksaan Hapus Darah Tepi: pemeriksaan ini bertujuan untuk
evaluasi morfologi sel darah tepi, memperkirakan jumlah leukosit,
dan trombosit serta mengidentifikasi parasit. Misalnya malaria,
microfilaria, trypanosome. a. Eritrosit: pelaporan meliputi Size,
Shape, dan warna ( staining characteristic). Eritrosit normal
ukuran 6-8 u, warna merah dengan daerah pucat bagian tengah. Ukuran
normal diesbut normosit. Bila ukuran bervariasi disebut
anisositosis, variasi abnormal bentuk disebut poikilositosis.
Eritrosit hipokrom yaitu eritrosit dengan daerah berwarna pucat di
tengah lebih luas. Polikromasi adalah eritrosit berwarna kebiruan
di antara eritrosit normal berwarna merah. b. Leukosit : Dilakukan
dengan hitung jenis leukosit. Urutan baku : Basofil, eosinofil,
batang, segmen, limfosit, monosit. Dilakukan pemeriksaan terhadap
100 sel.
Jenis Leukosit%/uL
Basofil0-10-100
Eosinofil1-350-300
Batang1-550-500
Segmen50-702500-7000
Limfosit20-401000-4000
Monosit1-650-600
Tabel 1.Hitung jenis leukosit63. Laju Endap Darah: untuk
mengukur kecepatan pengendapan eritrosit dalam plasma pada suatu
interval waktu. Sensitif tapi tidak spesifik. Nilai rujukan : 0-10
mm/jam pada pria dan 0-15 mm/jam pada wanita.
4. Pemeriksaan Kadar / status besia. Kadar besi serum (BS):
mengukur kadar besi serum yang berikatan dengan transferin. b.
Total Iron Binding Capasity (TIBC): Mengukur banyaknya besi yang
dapat diikat transferin bila serum dijenuhkan dengan besi. Normal :
rasio BS :DIBT = 1:3c. Saturasi Transferin: Persentase transferin
yang berikatan dengan besi dengan rumus:BS / DIBT x 100 %. Nilai
rujukan : 20-45 % transferin jenuh dengan besi. d. Ferritin serum:
indikator awal mendeteksi defisiensi besi. Nilai rujukan : wanita
10-200 ng/mL. Pria 30-300 ng/mL
FerritinSaturasi TransferinHemoglobin
Tahap IMenurunNormalNormal
Tahap IIMenurunMenurunNormal
Tahap IIIMenurunMenurunMenurun
Tabel 2. Tahapan anemia defisiensi besi dan pemeriksaan
laboratorium65.Pemeriksaan Sumsum Tulang: dapat dipakai untuk
membantu menetapkan diagnosis kelainan hematologi, menentukan
stadium penyakit, memantau kemoterapi, dan menetapkan cadangan besi
sumsung tulang. Hal yang dinilai :a. Penilaian kepadatan sel ,
normal densitas 25-50 % b. Penilaian trombopoesis : menilai keadaan
megakariosit, mudah ditemukan/normal/ jarang.c. Aktivitas
eritropoesis : dominan sel, kelainan morfologi, dll.d. Aktivitas
granulopoesis : dominan sel, kelainan morfologi, dll.Pada
defisiensi besi periksa juga hemosiderin sumsung tulang dengan
Perls Stain, pada anemia defisiensi besi hemosiderin sumsum tulang
berkurang / kosong.
6.Pemeriksaan Feses: mencari adanya perdarahan melalui traktus
digestivus. Secara makroskopik dilihat warna tinja, mikroskopik
dilihat ada tidak nya eritrosit, telur cacing, parasit, untuk
pemeriksaan kimia lakukan tes darah samar. 7.Pemeriksaan Urin:
mencari ada tidaknya perdarahan di traktus urinarius. Pemeriksaan
makroskopikdilihat warna urin, mikroskopik dilihat ada tidak nya
eritrosit, silinder eritrosit, dan hemosiderinuria. Kimia dilakukan
tes darah samar. 8.Pemeriksaan Histopatologi: tidak adanya iron
stainable dijaringan tubuh, termasuk sumsum tulang dan hati, adalah
penemuan histologis yang paling berguna pada pasien yang kekurangan
zat besi. Kelainan jaringan epitel yang non spesifik dilaporkan
dalam kekurangan zat besi. Ini termasuk gastric atrophy dan
clubbing dari vili usus halus.6Kelainan laboratorium pada kasus
anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah:Kadar Hemoglobin
dan Indeks Eritrosit Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan
penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai beart. MCV dan
MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia anemia
defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC menurun pada defisiensi
yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda
awal defisiensi besi. Peningkatan anisositosis ditandai oleh
peningkatan RDW (red cell distribution width). Dulu dianggap
pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia
akibat penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis anemia
ini hasilnya sering tumpangHapusan darah tepi menunjukkan anemia
hipokromik mikrositer, anisositosis, dan poikilositosis. Makin
berat derajat anemia makin berat derajat hipokromia. Derajat
hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia,
berbeda dengan thalassemia. Jika terjadi hipokromia dan
mikrositosis esktrim, maka sel tampak sebagai sebuah cincin
sehingga disebut sel cincin (ring cell), atau memanjang seperti
clips, disebut sebagai sel pencil (pencil cell atau cigar cell).
Kadangkadang dijumpai sel target.Leukosit dan trombosit pada
umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat dijumpai pada
ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai
eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan episode
perdarahan akut.Konsentrasi Besi Serum Menurun pada ADB, dan TIBC
(total iron binding capacity) MeningkatTIBC menunjukkan tingkat
kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi
transferin dihitung clan besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%.
Untuk kriteria diagnosis ADB, kadar besi serum menurun < 50
g/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 g/dl,
dan saturasi transferin < 15%. Ada juga yang memakai saturasi
transferin 1,5 menunjukkan ADS dan rasio < 1,5 sangat mungkin
karena anemia akibat penyakit kronik.Sumsum Tulang Menunjukkan
Hiperplasia Normoblastik Ringan Sampai Sedang dengan Normoblas
Kecil-kecilSitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur.
Normoblas ini disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan besi
sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan
besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal
40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya,
disebut sebagai sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblast
negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap
sebagai baku emas (gold standard) diagnosis defisiensi besi, namun
akhir-akhir ini perannya banyak diambil alih oleh pemeriksaan
feritin serum yang lebih praktis.Studi FerokinetikStudi tentang
pergerakan besi pada siklus besi dengan menggunakan zat radioaktif.
Ada dua jenis studi ferokinetik yaitu plasma iron transport rate
(PIT)yang mengukur kecepatan besi meninggalkan plasma, dan
erythrocyte iron turn over rate (EIT) yang mengukur pergerakan besi
dan sumsum tulang ke sel darah merah yang beredar. Secara praktis
kedua pemeriksaan ini tidak banyak digunakan, hanya dipakai untuk
tujuan penelitian.Perlu Dilakukan Pemeriksaan untuk Mencari
Penyebab Anemia Defisiensi BesiAntara lain pemeriksaan feses untuk
cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif,
seperti misalnya teknik Kato-Katz, pemeriksaan darah samar dalam
feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, tergantung dari
dugaan penyebab efisiensi besi tersebut.
Diagnosis kerja Diagnosis ditegakkan berdasarkan penyebab
defisiensi besi, gambaran eritrosit mikrositik hipokromik, SI
rendah dan TIBC meningkat, tidak terdapat besi dalam sumsum tulang
dan reaksi yang baik terhadap pengobatan dengan besi.Untuk
menegakkan diagnosis harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat.
Terdapat tiga tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan
adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut
off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria
WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya
defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab
dari defisiensi besi yang terjadi.Secara laboratoris untuk
menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan tahap
dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi
(modifikasi dari kriteria Kerlin) sebagai berikut:Anemia hipokromik
mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV