BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran Biologi erat kaitannya dengan mahkluk hidup serta lingkungan. Menurut komisi Pendidikan Biologi Internasional UNESCO tujuan dari Pendidikan Biologi yaitu peserta didik mampu menjaga keberlangsungan kehidupan yang terus menerus (sustainabel), menjaga biodiversitas, serta peka terhadap isu-isu lingkungan. Menurut Sanjaya (2006), berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan dimulai dengan menumbuhkan keingintahuan yang besar akan keajaiban penciptaan mahkluk dan lingkungannya. Sehingga berbagai metode dan strategi yang paling efektif adalah dengan memberikan siswa pengalaman langsung (experimental learning). Namun keberhasilan pencapaian kompetensi mata pelajaran Biologi juga bergantung pada beberapa aspek, salah satu aspek yang sangat mempengaruhi adalah teknik dan strategi seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Pembelajaran saat ini masih ada yang menggunakan sistem Teacher Center sehingga siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Akibatnya, tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran rendah.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran Biologi erat kaitannya dengan mahkluk hidup serta
lingkungan. Menurut komisi Pendidikan Biologi Internasional UNESCO tujuan
dari Pendidikan Biologi yaitu peserta didik mampu menjaga keberlangsungan
kehidupan yang terus menerus (sustainabel), menjaga biodiversitas, serta peka
terhadap isu-isu lingkungan. Menurut Sanjaya (2006), berbagai pendekatan dan
strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan dimulai dengan menumbuhkan
keingintahuan yang besar akan keajaiban penciptaan mahkluk dan
lingkungannya. Sehingga berbagai metode dan strategi yang paling efektif
adalah dengan memberikan siswa pengalaman langsung (experimental
learning). Namun keberhasilan pencapaian kompetensi mata pelajaran Biologi
juga bergantung pada beberapa aspek, salah satu aspek yang sangat
mempengaruhi adalah teknik dan strategi seorang guru dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas.
Pembelajaran saat ini masih ada yang menggunakan sistem Teacher
Center sehingga siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Akibatnya, tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran rendah. Selain
itu adanya media pembelajaran seperti lingkungan sekitar atau benda konkret
lainnya masih jarang digunakan sebagai sumber belajar. Anak-anak dapat
belajar banyak dari pengalaman yang dialaminya sendiri. Salah satu cara untuk
mewujudkan hal tersebut yaitu dengan menciptakan pembelajaran yang aktif.
Pembelajaran aktif menuntut siswa untuk belajar melalui pengalaman
langsung. Keterlibatan yang aktif dengan objek-objek ataupun gagasan-
gagasan tersebut dapat mendorong aktivitas mental anak untuk berpikir,
menganalisa, menyimpulkan, dan menemukan pemahaman konsep baru dan
mengintegrasikannya dengan konsep yang sudah diketahui sebelumnya. Selain
itu, anak-anak juga akan belajar dengan baik dan memahami bila apa yang
1
2
dipelajari terkait dengan apa yang sudah diketahui dan metode pembelajaran
yang digunakan sesuai dengan gaya belajar mereka.
Pendekatan Kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning)
berbasis PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan)
merupakan pembelajaran yang menggunakan objek luar untuk memperkuat
pemahaman siswa melalui pengalaman langsung yang pembelajarannya
dikemas aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Model pembelajaran
seperti ini cocok untuk pembelajaran Biologi. Selain itu pendidik juga harus
memahami macam-macam klasifikasi hasil belajar agar mampu
mengimplementasikannya dengan tepat juga. Berdasarkan beberapa hal yang
telah dipaparkan tersebut maka penting disusun makalah yang berjudul
“PAIKEM/CTL dalam Pembelajaran Biologi beserta Klasifikasi Hasil
Belajar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah.
1. Apakah tujuan pembelajaran biologi?
2. Bagaimana hasil belajar berdasarkan sudut pandang taksonomi Bloom,
taksonomi SOLO, dimensi belajar, serta kecerdasan ganda?
3. Apa, mengapa, dan bagaimana aplikasi PAIKEM/CTL dalam
pembelajaran biologi?
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah.
1. Memberikan pemahaman mengenai konsep pendekatan pembelajaran
kontekstual (CTL) berbasis PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif, dan Menyenangkan).
2. Memberikan informasi mengenai hasil belajar menurut taksonomi Bloom,
taksonomi SOLO, dimensi belajar, dan kecerdasan ganda.
3. Meningkatkan kompetensi keterampilan mengajar secara peer teaching
yang menggunakan pendekatan CTL berbasis PAIKEM.
3
4. Menjadi bahan perbaikan dan masukan untuk pengimplementasian
PAIKEM/CTL lebih efektif di kesempatan berikutnya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuan Pembelajaran Biologi
Salah satu tahap dalam proses pembelajaran adalah merumuskan dan
menulis tujuan-tujuan pembelajaran. Tujuan merupakan suatu yang sangat
esensial sebab besar maknanya, baik dalam rangka perencanaan maupun
dalam rangka penilaian. Dalam perencanaan, tujuan memberikan petunjuk
untuk memilih isi mata ajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan
waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pembelajaran dan prosedur
pembelajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi
belajar siswa. Tujuan-tujuan sekaligus merupakan kriteria untuk menilai mutu
dan efisiensi pembelajaran. Tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara
jelas, tepat, tidak boleh sama-sama atau mengandung beberapa arah, atau
bersifat meragukan.
Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran
adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa
pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Henry Ellington (1984) bahwa
tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai
hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa
tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang
diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran (Hamzah,
2008).
Walaupun terdapat perbedaan pendapat oleh para ahli mengenai tujuan
pembelajaran, tetapi semuanya memberikan pemahaman yang sama, bahwa :
1. tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau
kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran;
2. tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik.
Menurut Wena (2009) dalam proses pembelajaran, guru harus
menetapkan terlebih dahulu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Menurut
taksonomi Bloom, secara teoritis tujuan pembelajaran dibagi atas tiga
kategori, yaitu :
4
5
1. tujuan pembelajaran ranah kognitif
2. tujuan pembelajaran ranah efektif, dan
3. tujuan pembelajaran psikomotorik
Adanya perbedaan tujuan pembelajaran akan berimplikasi pula pada
adanya perbedaan strategi pembelajaran yang harus ditetapkan. Jadi, dalam
penerapan suatu strategi pembelajaran tidak bisa mengabaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai (Made, 2009). Menurut Nana (2002), ada 4
(empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, baik bagi guru maupun siswa yaitu:
1. memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar
mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan
belajarnya secara lebih mandiri;
2. memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar;
3. membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media
pembelajaran;
4. memudahkan guru mengadakan penilaian.
Dijelaskan dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang
Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk
untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan
waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur
pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi
belajar siswa. Keberhasilan guru menerapkan suatu strategi pembelajaran
sangat tergantung dari kemampuan guru menganalisis kondisi pembelajaran
yang ada seperti tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, kendala sumber
belajar, dan karakteristik bidang studi. Hasil analisis terhadap kondisi
pembelajaran tersebut dapat dijadikan pijakan dasar dalam menentukan
strategi pembelajaran yang akan digunakan. Oleh karena itu tujuan
pembelajaran menjadi bagian penting dalam pembelajaran.
Tujuan pembelajaran biologi terbagi berdasarkan tingkatan
pendidikan, pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan dasar dan menengah
pertama saat ini mata pelajaran biologi terangkum menjadi pembelajaran IPA
dimana materi biologi dipadu dengan materi fisika dan kimia. Pendidikan
menengah atas materi biologi tetap fokus sebagai mata pelajaran biologi.
6
Tujuan pembelajaran IPA adalah siswa memiliki tiga kemampuan
dasar IPA, yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2)
kemampuan untuk memprediksi apa yang belum terjadi, dan kemampuan
untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkannya sikap
ilmiah.
Berdasarkan Permendiknas no 26 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
SD/MI dan SMP/MTs yang ditetapkan BNSP mata pelajaran IPA di
SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya
2. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam,
konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat
4. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,
bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Ruang lingkup mata pelajaran IPA menekankan pada pengamatan
fenomena alam dan penerapannya dalam kehidupannya sehari-hari,
pembahasan fenomena alam terkait dengan kompetensi produktif dan
teknologi, dengan perluasan pada konsep abstrak yang meliputi mahluk hidup
dan proses kehidupan, benda/zat/bahan dan sifatnya, energi dan perubahannya,
bumi dan alam semesta yang meliputi aspek-aspek biologi, kimia, fisika, dan
bumi dan alam semesta (Permen Dikbud RI tahun 2014 No 58). Menurut
7
Permen Dikbud tersebut, mata pelajaran IPA bertujuan agar peserta didik
memiliki kompetensi sebagai berikut.
1) Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang aspek
fisik dan materi, kehidupan dalam ekosistem, dan peranan manusia dalam
lingkungan sehingga bertambah keimanannya, serta mewujudkannya
dalam pengamalan ajaran agama yang dianutnya.
2) Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur;
4) Belajar Menggunakan Pengetahuan secara Bermakna
Pada umumnya kita belajar dengan baik jika pengetahuan yang
kita pelajari itu diperlukan untuk mencapai suatu tujuan. Keberadaan
tujuan umum akan dicapai dengan cara-cara umum di mana kita
menggunakan pengetahuan itu secara bermakna.
Cara guru membantu siswa agar dapat menggunakan
pengetahuan secara bermakna dilakukan dengan: (1) Decision making,
yaitu suatu proses menjawab pertanyaan seperti “mana yang paling
cocok untuk ….?”; (2) Investigation; ada tiga tipe dasar investigasi,
yakni definitional investigation yang meliputi pemerolehan jawaban
atas pertanyaan seperti “apa yang menjadi ciri khas dari…..?”;
historical investigation meliputi pemerolehan jawaban atas pertanyaan
seperti “mengapa ini terjadi?”; dan projective investigation yang
meliputi pemerolehan jawaban atas pertanyaan “apa yang akan terjadi,
jika….?; (3) Experimental inquiry, yaitu proses memperoleh jawaban
atas pertanyaan seperti, “bagaimana saya menjelaskan ini?” atau
“berdasarkan penjelasan saya, apa yang dapat saya prediksi?”; (4)
Problem solving, yaitu menjawab pertanyaan “bagaimana saya akan
memecahkan masalah ini?”; dan (5) Invention, yaitu proses penciptaan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan; menjawab pertanyaan seperti
“apa cara yang paling baik ….? Dalam menjadikan pengetahuan
bermakna, penerapan kelima cara tersebut dalam tugas-tugas kelas
dapat dikategorikan menjadi application-oriented task, long-term task,
dan student-directed task.
5) Mengembangkan Kebiasaan Berpikir Produktif
20
Dimensi ini menumbuhkan kebiasaan mental untuk dapat
berpikir secara produktif yang ditandai dengan: (1) self-regulated
thinking and learning, yakni kebiasaan mengetahui apa yang sedang
dipikirkannya, tindakan yang terencana, mengetahui sumber-sumber
yang penting, sensitif terhadap umpan balik, dan evaluatif terhadap
keefektifan tindakan; (2) critical thinking and learning, yang dicirikan
oleh tindakan yang cermat, jelas, terbuka, bisa mengendalikan diri,
sensitif terhadap tingkat pengetahuan; dan (3) creative thinking and
learning, yang ditandai oleh semangat tinggi, berusaha sebatas
kemampuan, percaya diri, teguh, dan menciptakan hal-hal atau cara-
cara baru.
4. Kecerdasan Ganda
Teori Kecerdasan Ganda atau dikenal juga dengan Multiple
Intelligences (MI) pertama kali dicetuskan oleh Howard Gardner (1983)
dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind. Gardner berpendapat
bahwa orang tidak memiliki satu intelegensi umum, tetapi ditandai oleh
serangkaian intelegensi. Gardner membedakan tujuh macam intelegensi
utama (Muijs, Daniel & David Reynolds 2008:30-32), yakni:
1) Visual/Spatial Intelligence. Ini adalah kemampuan untuk
mempersepsikan hal-hal yang bersifat visual. Visual/Spatial Learners
cenderung berpikir dalam bentuk gambar dan perlu menciptakan
gambaran-gambaran mental yang jelas untuk menyimpan informasi.
Mereka menikmati melihat gambar, grafik, film, dan semacamnya.
2) Verbal/Linguistic Intelligence. Ini adalah kemampuan untuk
menggunakan kata-kata dan bahasa. Verbal/Linguistic Learners
memiliki keterampilan audiotorik yang tinggi dan secara umum
merupakan pembicara yang elegan. Mereka berpikir dalam bentuk
kata-kata daripada gambar-gambar. Ini kemampuan yang dapat diukur
oleh bagian verbal tes IQ.
3) Logical/Mathematical Intelligence. Ini adalah kemampuan untuk
menggunakan penalaran, logika, dan angka-angka.
21
Logical/Mathematical Learners berpikir secara konseptual dalam
bentuk pola-pola logis dan numerik, mencari hubungan diantara
potongan-potongan informasi. Mereka lebih banyak bertanya dan
senang bereksperimen. Porsi non-verbal tes-tes IQ tradisional banyak
mengukur inteligensi ini.
4) Bodily/kinaesthetic Intelligence. Ini adalah kemampuan untuk
mengontrol gerakan badan dan menangani objek-objek dengan
terampil. Bodily/kinaesthetic Learners mengekspresikan diri melalui
gerakan. Mereka meiliki kepekaan yang baik tentang keseimbangan
dan koordinasi mata-tangan. Melalui interaksi dengan ruang
disekeliling mereka, mereka mampu mengingat dan memproses
sesuatu.
5) Musical/rhytmic Intelligence. Ini adalah kemampuan untuk
memproduksi dan mengapresiasi musik. Musical/rhytmic Learners
berpikir dalam bentuk suara, ritme, dan pola. Mereka memberikan
respon yang kuat terhadap musik dan ritme. Banyak di antara mereka
yang sangat sensitif terhadap suara yang terjadi dilingkungannya.
6) Interpersonal Intelligence. Ini adalah kemampuan untuk berhubungan
dengan dan memahami orang lain. Interpersonal Learners dapat
berempati dan melihat berbagai hal dari sudut pandang orang lain
untuk memahami cara berpikir dan perasaan mereka. Mereka memiliki
kepekaan yang baik terhadap perasaan, intensi, dan motivasi. Secara
umum mereka berusaha mempertahankan kedamaian di dalam setting-
setting kelompok dan mendorong kerja sama. Mereka juga bisa
bersikap manipulatif.
7) Intrapersonal Intelligence. Ini adalah kemampuan untuk melakukan
refleksi diri dan menyadari keadaan batiniahnya sendiri. Interpersonal
Learners berusaha memahami perasaan batiniah, mimpi, hubungan
dengan orang lain, serta berbagai kekuatan dan kelemahan. Kekuatan
mereka terletak pada kemampuan untuk merefleksi diri.
Menurut Gardner (1995) konsekuensi-konsekuensi MI di bidang mengajar
adalah sebagai berikut (utama (Muijs, Daniel & David Reynolds 2008:34):
22
Memperluas kurikulum sehingga sekolah mempertajam keterampilan
dan kapasitas yang dinilai tinggi di masyarakat, dan bukan hanya
subjek-subjek (mata pelajaran) akademik tradisional yang diajarkan di
sekolah.
Alih-alih memilih kurikulum yang luas namun dangkal, sekolah
mestinya menfokuskan diri pada topik-topik kunci, yang dapat
dieksplorasi secara mendalam. Mengeksplorasi konsep-konsep kunci
secara mendalam dan secara lateral memungkinkan para guru untuk
menangani berbagai macam inteligensi (meskipun tidak semuanya
sekaligus).
Menganggap serius perbedaan individual. Pendidikan akan sangat
efektif bila mempertimbangkan berbagai kekuatan yang berbeda dan
cara berpikir individu-individu yang berbeda.
C. Apa, Mengapa dan Bagaimana PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Inovasi pembelajaran terus menerus dilakukan dengan menambah
sederetan model pembelajaran bernuansa baru seperti CTL (Contextual
Teaching Learning), PBL (Problem based Learning), Cooperatif Learning
dan sebagainya. Semua model pembelajaran tersebut mengarah pada
pembelajaran yang tidak lagi menjadikan guru sebagai pusat belajar
(teacher centered learning) karena ada asumsi bahwa pembelajaran yang
terlalu didominasi oleh guru dapat menyebabkan peserta didik kurang
aktif dan kreatif selama proses pembelajaran. Inti dari PAIKEM terletak pada
kemampuan guru untuk memilih strategi dan metode pembelajaran yang
inovatif. Strategi pembelajaran yang dapat membuat peserta didik aktif
adalah strategi pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik (student
centered learning). Dalam penerapan strategi pembelajaran ini, guru berperan
sebagai fasilitator yaitu memfasilitasi peserta didik untuk belajar. Pengetahuan
diperoleh peserta didik berdasarkan pengalamannya sendiri, bukan ditransfer
pengetahuan dari guru.
23
(a) (b)
Gambar 2.1: Kegiatan Siswa pada a) Pembelajaran yang Berpusat pada Guru dan b) Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa
1. Landasan Filosofi Pendekatan Kontekstual (CTL) Berbasis Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM)
Landasan filosofis PAIKEM adalah konstruktivisme. Konstruktivisme
merupakan filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekadar menghafal tetapi merekonstruksi atau membangun pengetahuan dan
keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam
kehidupannya.
Menurut Majid (2013) terdapat lima elemen yang harus diperhatikan
dalam praktek pembelajaran kontekstual sebagai berikut.
a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
b. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara
mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan
detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) yaitu dengan cara
menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada
orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan
itu, konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge).
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan tersebut.
Untuk memahami secara lebih mendalam konsep pembelajaran
kontekstual, COR (Center for Accupational Research) di Amerika
menjabarkannya menjadi lima konsep bawahan yang disingkat REACT,
yaitu:
24
a. Relating
Bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengamatan nyata.
Pembelajaran harus digunakan untuk menghubungkan situasi sehari-hari
dengan informasi baru untuk dipahami atau dengan problema untuk
dipecahkan.
b. Experiencing
Belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan penciptaan. Ini berarti
bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran yang
mengedepankan proses berpikir kritis lewat siklus inquiry.
c. Applying
Belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar kedalam penggunaan dan
kebutuhan praktis. Dalam praktiknya, siswa menerapkan konsep dan
informasi ke dalam kebutuhan kehidupan mendatang yang dibayangkan.
d. Cooperating
Belajar dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling
merespons, dan saling berkomunikasi. Bentuk belajar ini tidak hanya
membantu siswa belajar tentang materi, tetapi juga konsisten dengan
penekanan belajar kontekstual dalam kehidupan nyata. Dalam kehidupan
yang nyata siswa akan menjadi warga yang hidup berdampingan dan
berkomunikasi dengan warga lain.
e. Transferring
Kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan
pengalaman berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan pengetahuan
dan pengalaman belajar yang baru (Crawford, 2001).
2. Pengertian PAIKEM
Pembelajaran PAIKEM merupakan pembelajaran yang berorientasi
pada pencapaian kompetensi peserta didik. Pembelajaran ini bertujuan untuk
menghasilkan peserta didik yang mampu menemukan solusi dari
permasalahan yang akan dihadapi di masa yang akan datang. Permendiknas
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses juga mengamanatkan bahwa
dalam kegiatan inti pembelajaran harus dilakukan secara interaktif, inspiratif,
25
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup untuk pengembangan bakat, minat
dan sisi psikologis peserta didik (Permendiknas, 2007).
Gambar 2.2: Contoh Ruang Kelas dengan Suasana PAIKEM
Pada PAIKEM, strategi yang digunakan sebagian besar merupakan
strategi inquiry dan discovery. Pemilihan ini juga harus memenuhi kriteria
prasyarat yaitu:
a. Kemandirian peserta didik cukup memadai
b. Sumber referensi, alat, media dan bahan sebagai sumber belajar
mencukupi
c. Jumlah peserta didik di dalam kelas tidak terlalu banyak
d. Materi pembelajaran terlalu luas
e. Alokasi waktu cukup trsedia.
Selain itu, strategi ekspositori juga digunakan dalam PAIKEM yang
terlihat lebih mudah bagi guru tetapi kurang melibatkan aktivitas peserta
didik. Metode ekspositori berupa ceramah atau presentasi, diskusi kelas dan
tanya jawab jika dapat dilakukan secara interaktif juga dapat menarik
keterlibatan peserta didik. Pemilihan strategi discovery biasanya lebih
memerlukan persiapan yang sungguh-sungguh dan proses manajemen waktu
dan kelas secara efektif. Pendekatan CTL berbasis PAIKEM adalah
pembelajaran inkuiri yang karakteristiknya memenuhi kriteria PAIKEM.
Menurut Jauhar (2011), prinsip PAIKEM sebagai berikut.
1. Pembelajaran dilakukan secara bertahap dan terus menerus sehingga
mencapai ketuntasan yang diinginkan
26
2. Pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan masalah sehingga
peserta didik menjadi pebelajar yang kritis, kreatif, dan mampu
memecahkan permasalahan yang dihadapi.
3. Berpikir kritis adalah kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis
dalam menilai, memecahkan masalah, menarik kesimpulan dan
menganalisis asumsi.
4. Berpikir kreatif adalah kegiatan mental untuk meningkatkan keaslian ide
(originalitas) dan ketajaman pemahaman (insight) dalam mengembangkan
pemikiran.
Tabel 2. 1 berikut ini adalah tabel aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran aktif inovatif kreatif dan menyenangkan.
Tabel 2.1: Aktifitas Guru dan Siswa pada Setiap Komponen PAIKEMCiri
PembelajaranAktivitas Guru Aktivitas Siswa
1. Aktif Guru aktif memberikan umpan balik Guru aktif mengajukan pertanyaan yang
menantang Guru aktif mendiskusikan gagasan siswa
Siswa aktif bertanya/meminta penjelasan
Siswa aktif mengemukakan gagasan Siswa aktif mendiskusikan gagasan
orang lain dan gagasannya sendiri
2. Inovatif Guru menggunakan bahan/materi baru yang bermanfaat
Menerapkan berbagai pendekatan pembelajaran dengan gaya baru
Memodifikasi pendekatan pembelajaran konvensional menjadi pendekatan inovatif
Melibatkan perangkat teknologi pembelajara
Mengikuti pembelajaran inovatif dengan aturan yang berlaku
Berupaya mencari bahan/materi sendiri dari sumber yang relevan
Menggunakan perangkat teknologi maju dalam proses belajar
3. Kreatif Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang beragam
Membuat alat bantu belajar yang berguna meskipun sederhana
Merancang atau membuat sesuatu Menghasilkan karya tulis
4. Efektif Menguasai materi dan banyak memberikan contoh
Memahami tujuan pembelajaran dengan baik
Menghargai siswa dan memotivasi siswa
Mengajarkan keterampilan pemecahan masalah
Melaksanakan penilaian yang tepat
Menguasai keterampilan dan pengetahuan atau kompetensi yang diperlukan
Mendapat pengalaman baru yang berharga
5. Menye-nangkan
Adanya lingkungan rileks dan tidak membuat tegang
Terlibatnya semua indera dan aktivitas otak kanan dan kiri
Adanya situasi belajar yang menantang dan emosional yang positif
Siswa menjadi berani bertanya Siswa menjadi berani mencoba Siswa menjadi berani
mengemukakan pendapat dan mempertanyakan gagasan orang lain
27
Sumber: Jauhar (2011)
Berikut ini adalah beberapa gambar yang menunjukkan aktivitas siswa dalam dalam PAIKEM.
(a) (b)
Gambar 2.3: Media Belajar dalam PAIKEM(a) Siswa Belajar Langsung di Lingkungan dan (b) siswa menggunakan alat bantu
(a) (b)
Gambar 2.4: Suasana Belajar PAIKEM (a) Pajangan Karya Siswa dan (b) Siswa Belajar Sambil Berkelompok
3. Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)
a. Pengertian dan Komponen Pendekatan Kontekstual (CTL)
Strategi pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan
materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut
terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, social,
dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu
permasalahan/konteks ke permasalahan lainnya.
Pendekatan kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
28
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu hasil
pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami
bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran
lebih dipentingkan daripada hasil.
Tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual (CTL), yaitu
konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan
(inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan
(modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment) (Sanjaya,
2006). Berikut ini adalah penjelasannya.
1. Konstruktvisme: yaitu proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Menurut konstruktivisme pengetahuan itu memang
berasal dari luar akan tetapi dikonstruk oleh dan dari dalam diri
seseorang sehingga pengetahuan terbentuk dari dua faktor penting
yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek
untuk menginterpretasikannya. Pengetahuan yang dibangun dari tiap-
tiap individu akan bermanfaat bagi dirinya sendiri atau bermakna
fungsional.
2. Inkuiri: artinya proses pembelajran didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan
bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat akan tetapi penemuan.
Melalui proses mental itulah siswa diharapkan berkembang secara utuh
secara intelektual, mental, emosional dan pribadinya.
3. Bertanya: dapat dipandang sebagai refleksi dan keingintahuan setiap
individu sedangkan menjawab pertanyaan adalah mencerminkan
kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam suatu pembelajaran yang
produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk menggali
informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi
pelajaran, mengembangkan motivasi belajar siswa, merangsang
keingintahuan siswa, memfokuskan siswa pada sesuatu yang
29
diinginkan dan membimbing siswa menemukan atau menyimpulkan
sesuatu.
4. Masyarakat belajar: menurut Leo Semeovich Vygotsky, psikolog
Rusia, menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang
oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak
mungkin dapat dipecahkan sendiri, tetapi membutuhkan bantuan orang
lain. Masyarakat belajar disini artinya hasil belajar yang diperoleh
sebaiknya berasal dari kerja sama dengan orang lain baik diskusi
(sharing) antara individu yang memiliki pengetahuan lebih dengan
individu lain yang masih memiliki pengetahuan terbatas. Selain itu
juga bisa mendatangkan ahli selain guru misalnya dokter atau profesi
lain sebagai nara sumber.
5. Pemodelan: proses belajar dengan memperagakan sesuatu sebagai
contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalkan guru
memperagakan bagaimana cara menggunakan sebuah alat dan guru
olahraga memperaragakan cara melempar, dan sebagainya.
6. Refleksi: proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang
dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau
peristiwa pembelajaran yang telah dilalui. Pada setiap akhir
pembelajaran CTL guru memberikan kesempatan pada siswa untuk
menafsirkan pengalamannya sendiri sehingga siswa dapat mengambil
kesimpulannya sendiri berdasarkan pengalaman.
7. Penilaian nyata: pada pembelajaran konvensioanl yang sering
dilakukan guru biasanya masih menggunakan alat evaluasi yang sangat
terbatas pada penggunaan tes. Sedangkan pada CTL penilaian
didasarkan pada seluruh aspek tidak hanya hasil tes tetapi juga proses
belajar. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa
benar-benar belajar atau tidak dan apakah pengalaman belajar siswa
memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik
intelektual maupun mental siswa.
b. Mengapa Menggunakan Pendekatan Kontekstual (CTL)
30
Menurut teori hubungan (Connection Theory) menurut (1) Bern
dan Erickson, pembelajaran kontekstual akan membantu siswa
menghubungkan isi atau konten materi pelajaran dengan kenyataan yang
ada di dalam kehidupannya sendiri. Contohnya yaitu cara awal untuk
mengajarkan siswa mahir dalam menguasai komputer yaitu melalui
praktek langsung dalam menggunakan komputer. Hal tersebut merupakan
teknik pembelajaran kontekstual dan lebih bermakna. Proses yang terjadi
pada contoh praktek menggunakan komputer tersebut antara lain, pertama
siswa mereview kemampuan apa yang telah dimiliki siswa, kedua siswa
belajar dan mempraktekkan konsep baru yang diterimanya dan ketiga
siswa mengaitkan apa yang dipelajari dalam kenyataan langsung (Whisler,
2004).
Aplikasinya misalnya hal pertama yang harus diketahui siswa yaitu
kemampuan dasar yang dimiliki diri sendiri antara lain dalam hal
membaca, menulis dan logika matematika. Menurut Vygostsky, seorang
siswa memiliki keterbatasan diri atau Zone of Proximal Development.
Dalam zona keterbatasanya ini siswa akan cenderung terpacu jika melihat
teman lainnya yang lebih menguasai komputer dibandingkan dirinya
sendiri dan akhirnya akan muncul ketegangan yang menyebabkan
peningkatan kemampuan siswa menjadi lebih baik. Proses ini melibatkan
proses interaksi dan pengalaman langsung (Whisler, 2004).
c. Bagaimana Pendekatan Kontekstual (CTL)
Menurut Uno (2011), berikut ini adalah perbedaan CTL dengan
pembelajaran konvensional.
1) CTL menempatkan siswa sebagai subyek belajar yaitu siswa berperan
aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan
menggali sendiri materi pelajaran sedangkan konvensional siswa
ditempatkan sebagai objek belajar saja yang menerima informasi
secara pasif.
2) Dalam CTL siswa belajar melalui kelompok berdiskusi dan saling
menerima pendapat sedangkan dalam pembelajaran konvensional
31
lebih banyak belajar secara individu dan lebih banyak mencatat dan
menghafal materi pelajaran.
3) Dalam CTL materi pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata
secara riil, sedangkan dalam konvensional pembelajaran bersifat
teoritis dan abstrak.
4) Dalam CTL kemampuan didasarkan pada pengalaman sedangkan
pada konvensional didasarkan pada latihan-latihan.
5) Tujuan akhir dalam pembelajaran CTL adalah kepuasan diri
sedangkan pada pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah nilai
atau angka.
6) Dalam CTL tindakan atau perilaku siswa dibangun atas kesadaran
sendiri sedangkan pada konvensional didasarkan faktor dari luar diri
untuk sekedar memperoleh angka atau nilai.
7) Dalam CTL pengetahuan yang dimiliki individu selalu berkembang
sesuai dengan pengalaman yang dialaminya oleh karena itu setiap
siswa bisa memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam
pembelajaran konvensional kebenaran bersifat absolute dan final
karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
8) Dalam pembelajaran CTL siswa bertanggung jawab dalam memonitor
dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing sedangkan
dalam pembelajaran konvensional guru berperan sebagai penentu
dalam jalannya proses pembelajaran.
9) Dalam pembelajaran CTL pembelajaran bisa terjadi di mana saja
dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan,
sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya
terjadi di dalam kelas.
10) Dalam CTL keberhasilan belajar diukur secara autentik atau dari
seluruh aspek perkembangan siswa antara lain evaluasi proses, hasil
karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara dan
sebagainya. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional hanya
melalui tes.
32
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa
mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi
daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah
tim yang bekerja bersama menemukan sesuatu yang baru bagi anggota
kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan
dari apa yang akan dikatakan oleh guru. Dalam konteks tersebut, program
yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan
dikerjakannya bersama siswa. Secara umum tidak ada perbedaan
mendasar antara format program pembelajaran konvensional dengan
program pembelajaran kontekstual. Program pembelajaran konvensional
lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan
operasional). Sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih
menekankan pada skenario pembelajarannya (Uno, 2011).
Sehubungan dengan hal tersebut terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan CTL
antara lain:
1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu
yang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi
oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalamannya. Anak adalah
seorang yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan dan
kemampuan mereka dalam belajar ditentukan dari pengalaman mereka
sendiri. Sehingga guru bukanlah seorang instruktur tetapi pembimbing
siswa agar belajar sesuai tahap perkembangannya.
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal yang baru dan
penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal yang dianggap
aneh dan baru serta menantang. Guru berperan dalam memilih bahan
belajar yang dianggap penting untuk dipelajari siswa.
3. Belajar bagi siswa adalah mencari keterkaitan atau sehubungan antara
hal-hal yang baru dengan yang sudah diketahui. Dengan demikian
peran guru adalah menemukan keterkaitan antara pengalaman baru
dengan pengalaman sebelumnya.
33
4. Belajar adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada
(asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi) dengan
demikian tugas guru adalah memfasilitasi atau mempermudah agar
anak mampu melakukan hal tersebut.
34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulam
Adapun kesimpulan dari pembahasan makalah ini adalah:
1. Tujuan Pembelajaran Biologi disesuaikan dengan kurikulum yang
berlaku.
2. Hasil belajar disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan tujuan
pendidikan, dapat ditinjau dari berbagai taksonomi hasil belajar yaitu
taksonomi Bloom, taksonomi SOLO, dimensi belajar dan kecerdasan
ganda.
3. PAIKEM adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang aktif,
inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Beberapa hal yan perlu
diperhatikan di dalam PAIKEM adalah; Memahami sifat yang dimiliki
anak, mengenal anak secara perorangan, memanfaatkan perilaku anak
dalam pengorganisasian belajar, mengembangkan kemampuan berpikir
kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah,
mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang
menarik, memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar,
memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan
belajar, membedakan antara aktif fisik dan aktif mental. Alasan
dilaksanakannnya PAIKEM karena belajar pada intinya tertumpu pada
kegiatan memberi kemungkinan kepada siswa agar terjadi proses
belajar yang efektif agar dapat mencapai hasil yang sesuai tujuan. Cara
pelaksanaan PAIKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang
terjadi selama KBM terutama dengan CTL.
B. Saran
Dari hasil pembahasan di atas maka dapat disarankan kepada para guru
untuk dapat mempertimbangkan untuk menerapkan model PAIKEM dan
memvariasinya dalam pelaksanaannya sesuai kebutuhan.
34
35
DAFTAR PUSTAKA
Biggs, John. 1982 . Solo Taxonomy. Sumber: http://www.johnbiggs.com.au/academic/solo-taxonomy/ diunduh pada tanggal
Crawford, M. L. 2001. Teaching Contextually: Research, Rationale and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Science. Texas: Cord Publising.
Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Hamzah, Uno B. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC.
Majid, A. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Muijs, Daniel & David Reynolds. 2008. Effective Teaching Teori dan Aplikasi Edisi Kedua. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Oemar, Hamalik. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara.
Permendiknas No 22 Tahun 2006
Permendiknas No 26 Tahun 2006
Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses
Permen Dikbud RI No 58 Tahun 2014
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Suparman, Atwi. 2001. Desain Instruksional. Jakarta : PAU-PPAI, Universitas Terbuka, hal.78-92.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Uno, H. B. dan Nurdin M. 2011. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM: Pembelajaran, Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif dan Menarik. Jakarta: Bumi Aksara