Fraktur Antebrachii Dekstra
Yossie Firmansyah102010328/ C2MahasiswiFakultas
KedokteranUniversitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No 6,
Jakarta 11510
Pendahuluan Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas/
keutuhan tulang. Fraktur merupakan salah satu masalah kedaruratan
yang harus segera ditangani. Berbagai musibah dan bencana alam yang
terjadi di Indonesia menuntut kita untuk belajar dan mencari tahu
lebih dalam tentang penanganan medis bagi para korban.Salah satu
masalah yang sering dialami para korban adalah kasus patah tulang,
selain luka-luka tentunya. Namun keterbatasan pengetahuan tentang
bagaimana menolong korban patah tulang, membuat kita hanya bisa
terdiam karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Masalah-masalah
fraktur yang banyak terjadi antara lain adalah fraktur pada kaki
dan tangan. Misalnya, pada bagian femur dan distal tangan.
AnamnesisPenyakit sistem muskuloskeletal bisa bermanifestasi
sebagai: Nyeri (khususnya pada sendi) Deformitas; Pembengkakan
Mobilitas berkurang Fungsi menurun (misalnya tak dapat berjalan)
Gambaran sistemik seperti ruam atau demam1
1. Data demografi. Data ini meliputi nama, umur, jenis kelamin,
tempat tinggal, jenis transportasi yang digunakan, dan orang yang
terdekat dengan klien.2. Keluhan utama: keterbatasan aktivitas,
gangguan sirkulasi, rasa nyeri, dan gangguan neurosensori.3.
Riwayat perkembangan. Data ini untuk mengetahui tingkat
perkembangan pada neonates, bayi, prasekolah, remaja, dewasa, dan
tua.Adakah riwayat kelainan sendi atau tulang sebelumnya? Pernahkah
pasien menjalani operasi seperti penggantian sendi?4. Obat-obatan.
Tanyakan pada pasien mengenai analgesik, OAINS, kortikosteroid,
imunosupresan lain, penisilamin, emas, dan klorokuin.5.
Penyelidikan fungsional. Tanyakan secara khusus mengenai gambaran
sistemik penyakit seperti demam, penurunan berat badan, ruam.Adakah
penyakit genitourinarius atau saluran cerna (misalnya pada sindrom
Reiter)?6. Riwayat sosial. Data ini meliputi pendidikan dan
pekerjaan. Seseorang yang terpapar terus menerus dengan agent
tertentu dalam pekerjaannya, status kesehatannya dipengaruhi.7.
Riwayat penyakit keturunan. Riwayat penyakit keluarga perlu
diketahui untuk menentukan hubungan genetic yang perlu
diidentifikasi (misalnya penyakit diabetes mellitus merupakan
predisposisi penyakit sendi degenerative; TBC, arthritis, riketsia,
osteomielitis, dll). 8. Riwayat diet (nutrisi). Identifikasi adanya
kelebihan berat badan karena kondisi ini dapat mengakibatkan stress
pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi terjadinya instabilitas
ligament, khususnya pada punggung bagian bawah. Kurangnya asupan
kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya dekalsifikasi.
Bagaimana menu makan sehari-hari dan konsumsi vitamin A, D,
kalsium, serta protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi
musculoskeletal.9. Aktivitas kegiatan sehari-hari. Identifikasi
pekerjaan pasien dan aktivitasnya sehari-hari. Kebiasaan membawa
benda-benda berat yang menimbulkan regangan otot dan trauma
lainnya. Kurangnya melakukan aktivitas mengakibatkan tonus otot
menurun. Fraktur atau trauma dapat timbul pada olahraga sepak bola
dan hoki, sedangkan nyeri sendi tangan dapat timbul akibat olahrga
tenis. Penakaian hak sepatu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan
kontraksi pada tendon achiles dan dapat terjadi dislokasi. Perlu
dikaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi apakah ada
nyeri pada sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi roda,
tongkat, walker).10. Riwayat kesehatan masa lalu. Data ini meliputi
kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya efek langsung atau
tidak langsung terhadap musculoskeletal (jatuh, infeksi, trauma dan
fraktur), cara penanggulangan, dan penyakit (diabetes mellitus).11.
Riwayat kesehatan sekarang. Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada
riwayat trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala
mendadak atau perlahan. Timbul untuk pertama kalinya atau berulang,
lokasi, obat yang diminum, dan cara penanggulangan. Perlu
ditanyakan pula tentang ada-tidaknya gangguan pada sistem lainnya.
Kaji klien mengungkapkan alasan klien memeriksakan diri atau
mengunjungi fasilitas kesehatan. keluhan utama pasien dengan
gangguan musculoskeletal meliputi:a. Nyeri. Identifikasi lokasi
nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh darah, sendi,
fasia, atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri apakah sakit yang
menusuk atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan dengan
tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang
menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang. Identifikasi
apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas/ gerakan. Nyeri saat
bengkak merupakan suatu tanda masalah persendian. Tanyakan kapan
nyeri makin meningkat, apakah pagi atau malam hari. Inflamasi pada
bursa atau tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan apakah
nyeri hilang saat istirahat. Apakah nyerinya dapat diatasi dengan
obat tertentu.b. Kekuatan sendi. Tanyakan sendi mana yang mengalami
kekakuan, lamanya kekakuan tersebut, dan apakah selalu terjadi
kekakuan. Beberpa kondisis seperti spondilitis ankilosis terjadi
remisi kekakuan beberapa hari sekali. Bagaimana dengan perubahan
suhu dan aktivitas. Suhu dingin dan kurang aktivitas biasanya
meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas biasanya menurunkan spasme
otot.c. Bengkak. Tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah
juga disertai dengan nyeri, karena bangkak dan nyeri sering
menyertai cedera pada otot. Penyakit degenerasi sendi sering kali
tidak timbul bengkak pada awal serangan, tetapi muncul setelah
beberapa minggu terjadi nyeri. Dengan istirahat dan meninggikan
bagian tubuh, ada yang dipasang gips. Identifikasi apakah ada panas
atau kemerahan karena tanda tersebut menujukkan adanya inflamasi,
infeksi, atau cedera.d. Deformitas dan imobilitas. Tanyakan kapan
terjadinya, apakah tiba-tiba atau bertahap, apakah menimbulkan
keterbatasan gerak. Apakah semakin membururk dengan aktivitas,
apakah dengan posisi tertentu makin memburuk. Apakah klien
menggunakan alat bantu (kruk, tongkat, dll).e. Perubahan sensori.
Tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh tertentu.
Apakah menurunnya rada atau sensasi tersebut berkaitan dengan
nyeri. Penekanan pada saraf dan pembuluh darah akibat bengkak,
tumor atau fraktur dapat menyebabkan menurunnya
sensasi.2Pemeriksaan fisikKeadaan umum dan kesadaran, keadaan
integument (kulit dan kuku), kardiovaskular (hipertensi dan
takikardia), neurologis (spasme otot dan kebas/ kesemutan), keadaan
ekstremitas, dan hematologi.Observasi/ temukanLetak frakturNyeri,
nyeri tekan, edemaKulit terbuka atau utuhWarna dan suhu tubuh
disekitar jaringanAdanya denyutan distal pada daerah patah
tulangKebas, kesemutanPendarahan, hematomaKeterbatasan,
keterbatasan mobilitasPosisi ekstremitas abnormalTanda-tanda syok:
hipotensi, takikardia3Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara
sistematis untuk menghindari kesalahan. Jika mungkin, gunakan
ruangan yang cukup luas sehingga pasien dapat bergerak bebas saat
pemeriksaan gerakan atau berjalan. Teknik inspeksi dan palpasi
dilakukan untuk mengevaluasi integritas tulang, postur tubuh,
fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan, dan kemampuan pasien
melakukan aktivitas hidup sehari-hari.Dasar pengkajian adalah
perbandingan simetris bagian tubuh. kedalaman pengkajian bergantung
pada keluhan fisik pasien dan riwayat kesehatan dan semua petunjuk
fisik yang ditemukan. Pemeriksa harus melakukan eksplorasi lebih
jauh. Hasil pemeriksaan fisik harus didokumentasikan dengan cermat
dan informasi tersebut diberitahukan kepada dokter yang akan
menentukan diagnosis dan penatalaksanaan lebih lanjut.Pengkajian
skeletal tubuhHal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh, yaitu:1.
Adanya deformitas dan ketidaksejajaran yang dapat disebabkan oleh
penyakit sendi.2. Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat
disebabkan oleh adanya tumor tulang.3. Pemendekan ekstremitas,
amputasi, dan bagian tubuh yang tidak sejajar secara anatomis.4.
Angulasi abnormal pada tulang panjang, gerakan pada titik bukan
sendi, teraba krepitus pada titik gerakan abnormal, menunjukkan
adanya patah tulang.Periksa tanganLakukan inspeksi untuk mencari
deformitas sendi, kelainan kuku, nyeri tekan sendi (termasuk
menekan lembut di sekitar sendi MCP), dan pembengkakan.Cari
pengecilan otot (misalnya tonjolan tenar atau hipotenar) dan
fasikulasi. Periksa gerak: fleksi, ekstensi, aduksi, dan oposisi
ibu jari. Periksa fleksi, ekstensi, aduksi, dan abduksi jari
tangan. Kepalkan tangan dan lakukan gerak mencubit. Periksa fungsi
tangan pasien (misalnya menulis dan mengancingkan pakaian).Periksa
pergelangan tanganLakukan inspeksi untuk mencari deformitas sendi,
bengkakan, dan nyeri tekan. Periksa gerak fleksi, ekstensi, deviasi
ulnaris, dan deviasi radialis.Periksa sikuLakukan inspeksi untuk
mencari deformitas. Periksa gerak fleksi, ekstensi, pronasi dan
sejenisnya.Pengkajian sistem persendianPengkajian sistem persendian
dengan pemeriksaan luas gerakan sendi baik aktif maupun pasif,
deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan.
Penyebab deformitas sendiKontraktur (pemendekan struktur sekitar
sendi)Dislokasi (lepasnya permukaan sendi)Subluksasi (lepasnya
sebagian permukaan sendi)Disrupsi struktur sekitar sendi
Sumber: Klien gangguan sistem musculoskeletal: seri asuhan
keperawatan hal 202Pemeriksaan sendi menggunakan alat goniometer,
yaitu busur derajat yang dirancang khusus untuk evaluasi gerak
sendi. 1. Jika sendi diekstensi maksimal namun masih ada sisa
fleksi, luas gerakan ini dianggap terbatas. Keterbatasan ini dapat
disebabkan oleh deformitas skeletal, patologik sendi, kontraktur
otot dan tendon sekitarnya.2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan
atau nyerim harus diperiksa adanya kelebihan cairan dalam kapsulnya
(efusi), pembengkakan, dan inflamasi. Tempat yang paling sering
terjadi efusi adalah pada lutut.Palpasi sendi sambil sendi
digerakkan secara pasif akan member informasi mengenai integritas
sendi. Suara gemelutu dapat menunjukkan adanya ligament yang
tergelincir di antara tonjolan tulang. Pengkajian sistem
ototPengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah posisi,
kekuatan dan koordinasi otot, serta ukuran masing-masing otot.
Kelemahan sekelompok otot menunjukkan berbagai kondisi seoeru
polineuropati, gangguan elektrolit, miastenia grafis,
poliomyelitis, dan distrofi otot.Palpasi otot dilakukan ketika
ekstremitas rileks dan digerakkan secara pasif, tonus otot akan
terasa. Kekuatan otot dapat diukur dengan meminta pasien
menggerakkan ekstremitas dengan atau tanpa tahanan. Misalnya, otot
bisep yang diuji dengan meminta klien meluruskan lengan sepenuhnya,
kemudian fleksikan lengan melawan tahanan yang diberikan oleh
perawat.Lingkar ekstremitas harus diukur untuk memantau pertambahan
ukuran akibat edema atau pendarahan, penurunan ukuran akibat
atrofi, dan dibandingkan ekstremitas yang sehat. Pengukuran otot
dilakukan di lingkaran terbesar ekstremitas, pada lokasi yang sama,
pada posisi yang sama, dan otot dalam keadaan istirahat.Kotak
Gradasi ukuran kekuatan otot
0 zeroTidak ada kontraksi saat palpasi, paralisis
1 traceTerasa adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada
gerakan
2 poorDengan bentuan atau menyangga sendi dapat melakukan
gerakan sendi (range of motion, ROM) secara penuh
3 fairDapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dengan
melawan gravitasi, tetapi tidak dapat melawan tahanan
4 goodDapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan dapat
melawan tahanan yang sedang.
5 normalDapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan
dapat melawan gravitasi dan tahanan
Sumber: Klien gangguan sistem musculoskeletal: seri asuhan
keperawatan hal 212
Pemeriksaan diagnostic/ penunjangRontgen untuk mengetahui lokasi
dan luas cedera, CT scan, MRI, arteriogram, pemindaian tulang,
darah lengkap, kreatinin, dan pemeriksaan laboratorium lengkap
untuk persiapan operasi.Pemeriksaan laboratoriumPada fraktur test
laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah
akibat pendarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
meningkat di dalam darah.UjiNilai Normal DewasaAbnormalitas
Kalsium serum8-10,5 mg/ dl atau 4,5-5,5 mg/lHiperkalsemia:
metastase kanker pada tulang, stadium penyembuhan
frakturHipokalsemia: osteoporosis, osteomalasia
Fosfor2,5-4,0 mg/ dl dalam serumHiperfosfatemia: fase
penyembuhan fraktur, tumor tulang, akromegaliHipofosfatemia:
osteomalasia
Alkalin fosfatase30-90 IU/ IMeningkat: metastase kanker pada
tulang, osteomalasia, penyakit paget
Laju endap darah (LED)WestergenPria: 0-15 mm/ jamWanita: 0-20
mm/ jamWintrobePria: 0-9 mm/ jamWanita: 0-15 mm/ jamMeningkat:
infeksi/ peradangan, karsinoma, kerusakan pada sel
Enzim otot (creatine phospokinase)15-150 IU/ IMeningkat: trauma
otot, distrofi otot progesif, efek elektromiografi
LDH (lactate dehidrogenase)60-150 IU/ IMeningkat: nekrosis otot
skeletasl, karsinoma, distrofi otot progesif
SGOT (serum glutamic oxalotransminase)10-50 mu/ mlMeningkat:
trauma otot skeletal, distrofi otot progesif
Aldolase1,3-8,2 U/ alMeningkat: poliomyelitis dan
dermatomiositis, distrofi otot
Sumber: Klien gangguan sistem musculoskeletal: seri asuhan
keperawatan hal 232
Pemeriksaan sinar-XPemeriksaan sinar-X penting untuk
mengevaluasi kelainan musculoskeletal. Sinar-X menggambarkan
kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan hubungan tulang.
Sinar-X multiple diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur
yang sedang diperiksa. Sinar-X korteks tulamg dapat menunjukkan
adanya pelebaran, penyempitan, dan tanda iregularitas. Sinar-X
sendi dapat menunjukkan adanya cairan, iregularitas, penyempitan,
dan perubahan struktur sendi. Pemeriksaan sinar-X tulang tidak
memerlukan persiapan khusus bagi pasien.
Computed tomography (CT scan)Prosedur ini menunjukkan rincian
bidang tertentu dari tulang yang sakit dan dapat memperlihatkan
tumor jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon. Pemeriksaan
ini digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya payah
tulang di daerah yang sulit dievaluasi, misalnya asetabulum.
Pemeriksaan dilakukan dengan atau tanpa zat kontras dan berlangsung
sekitar 1 jam.
BiopsySpecimen pada biopsy tulang diambil secara mikroskopik.
Ada dua teknik, yaitu tertututp menggunakan jarum dan terbuka
dengan insisi. Biopsy dilakukan untuk menentukan struktur dan
komposisi tulang, otot, sinovium untuk membantu menentukan penyakit
tertentu. Persiapan pasien meliputi pemberian penjelasan tentang
prosedur yang digunakan.Perawatan setelah pemeriksaan:1. Observasi
pendarahan dan edema. Jika terjadi pendarahan dan edema, beri
kompres es.2. Pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri atau
tidak nyaman.3. Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam.4. Ganti
balutan tiap hari, sekaligus observasi tanda
infeksi.Elektromiografi (EMG)Pemeriksaan ini member informasi
mengenai potensi listrik otot dan sarafnya. Tujuan prosedur ini
adalah menentukan setiap abnormalitas fungsi unit. Pasien perlu
dijelaskan bahwa prosedur ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman
karena jarum electrode masuk ke otot.Perawatan setelah
pemeriksaan:1. Beri kompres hangat, dapat membantu mengatasi rasa
nyeri.2. Jika terjadi hematoma pada bekas tusukan jarum, beri
kompres dingin.AtroskopiArtroskopi merupakan prosedur endoskopis
yang memungkinkan pandangan langsung ke dalam sendi. Prosedur ini
dilakukan di kamar operasi dalam kondisi steril dan perlu injeksi
anestesi local atau anestesi umum. Jarum dengan lubang besar
dimasukkan dan sendi diregangkan dengan memasukkan cairan salin.
Artroskop kemudian dimasukkan. Struktur sendi, sinovium, dan
permukaan sendi dapat dilihat melalui artroskop. Setelah prosedur
dilakukan, luka ditutup dengan balutan steril. Sendi dibalut dengan
balutan tekan untuk menghindari terjadinya pembengkakan. Jika
perlu, kompres dengan es untuk mengurangi edema dan rasa tidak
nyaman. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi,
hemartrosis, tromboflebitis, bengkak sendi, dan penyembuhan luka
yang lama.
Magnetic resonance imaging (MRI)MRI adalah teknik pencitraan
khusus yang non-invasif, menggunakan medan magnet, gelombang radio,
dan computer untuk melihat abnormalitas berupa tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak, seperti otot, tendon, dan tulang
rawan. Oleh karena yang digunakan electromagnet, pasien yang
mengenakan implant logm, brace, atau pacemaker tidak dapat
menjalani pemeriksaan ini.
Ultrasonografi (USG)Prosedur USG dilakukan untuk mendeteksi
gangguan pada jaringan lunak (adanya massa, dll). Pemeriksaan USG
menggunakan sistem gelombang suara yang menghasilkan gambaran
jaringan yang diperiksa.
Angiografi Angiografi pemeriksaan struktur vascular.
Arteriografi adalah pemeriksaan sistem arteri. Suatu bahan kontras
radiopaque diinjeksikan ke dalam arteri tertentu, dan alirannya
difoto dengan sinar-X. prosedur ini sangat bermanfaat untuk
mengkaji perfusi arteri dan untuk tingkat amputasi yang
dilakukan.
ArtrografiPenyuntikan bahan radiopaque atau udara ke dalam
rongga sendi untuk melihat struktur jaringan lunak dan kontur
sendi. Sendi diletakkkan dalam kisaran pergerakannya sambil diambil
gambar sinar-X serial. Artrogram sangat berguna untuk
mengidentifikasi adanya robekan akut atau kronis kapsul sendi atau
ligament penyangga lutut, bahu, tumit, pinggul, dan pergelangan
tangan. Jika terdapat robekan, bahan kontras akan mengalami
kebooran keluar dari sendi dan akan telihat melalui sinar-X.
Setelah dilakukan artrogram, sendi diimobilisasi selama 12-14 jam
dan diberi balutan tekan elastic.
Artrosentesis (aspirasi sendi)Prosedur ini dilakukan untuk
memperoleh cairan synovial untuk keperluan pemeriksaan atau untuk
menghilangkan nyeri akibat efusi. Dengan menggunakan teknik
asepsis, dokter memasukkan jarum ke dalam sendi dan melakukan
aspirasi cairan. Selanjutnya, dipasang balutan steril setelah
dilakukan aspirasi.Normalnya, cairan synovial jernih, pucat
berwarna sperti jerami, dan volumenya sedikit. Cairan tersebut lalu
diperiksa secara makroskopis mengenai volume, warna, kejernihan,
dan adanya bekuan musin. Selanjutnya, diperiksa secara mikroskopis
untuk memeriksa jumlah sel, mengidentigikasi sel , pewarnaan gram,
dan elemen penyusunnya. Pemeriksaan cairan synovial sangat berguna
untuk mendiagnosis arthritis rheumatoid, atrofi, inflamasi lain,
dan adanya hemartrosis.1,2
Pengertian frakturMenurut definisi, fraktur adalah putusnya
kesinambungan suatu tulang, umumnya akibat trauma, tetapi faktor
lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap
kejadian fraktur. Trauma yang cukup untuk menyebabkan fraktura,
hampir tak dapat dielakkan menimbukan cedera jaringan lunak.
Sehingga untuk penilaian fraktura akut dan rehabilitasi setelah
fraktura, maka diperlukan pengetahuan tentang komponen otot,
vascular dan neurologi cedera. Lebih lanjut, banyak fraktura akibat
trauma hebat, serta evaluasi neurologi, pernapasan, sirkulasi,
abdomen dan genitourinarius sering merupakan komponen perawatan
lengkap.5Fraktur adalah suatu patahan pada kontunuitas struktur
tulang berupa retakan, pengisutan ataupun patahan yang lengkap
dengan fragmen tulang bergeser. Fraktur digolongkan sesuai jenis
dan arah garis fraktur.4
Klasifikasi fraktur2,5Fraktur dapat dibedakan jenisnya
berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar, bentuk
patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.1. Berdasarkan
hubungan tulang dengan jaringan di sekitarFraktur dapat dibagi
menjadi: a. Fraktur tertutup (closed/ simple), bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, tidak merusak
kulit di atasnya.b. Fraktur terbuka (open/ compound/ kompleks/
komplikata) bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan di kulit, merusak kulit di
atasnya. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat ( R. Gustillo),
yaitu: Derajat I:Luka < 1 cmKerusakan jaringan lunak sedikit,
tak ada tanda luka remukFraktur sederhana, transversal, oblik, atau
kominutif ringanKontaminasi minimal Derajat II:Laserasi > 1
cmKerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulseFraktur
kominutif sedangKontaminasi sedang Derajat III:Terjadi kerusakan
jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka
derajat III terbagi atas:i. Jaringan lunak yang menutupi fraktur
tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/ flap/ avulse atau
fraktur segmental/ sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.ii. Kehilangan
jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi
massif.iii. Luka pada pembuluh arteri/ saraf perifer yang harus
diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
2. Berdasarkan bentuk patahan tulanga. Transversal Fraktur yang
garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang atau
bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah
dikontrol dengan pembidaian gips.b. Spiral Fraktur meluas yang
mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi ekstremitas atau pada
alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan
jaringan lunak.c. Oblik Fraktur yang memiliki patahan arahanya
miring dimana garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.d.
Segmental Faktur berdekaran pada satu tulang, ada segmen tulang
yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen
sentral dari suplai darah/e. KominutaFraktur yang mencakup beberapa
fragmen, atau terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua
fragmen tulang (fragmen multiple).f. GreenstickFraktur tidak
sempurna atau garis patahnya tidak lengkap di mana korteks tulang
sebagian masih utuh demikian juga periosteum. Fraktur jenis ini
sering terjadi pada anak-anak di mana tulang anak bersifat
fleksibel, sehingga fraktur dapat berupa bengkokan tulang di satu
sisi dan patahan korteks di sisi lainnya. Tulang dapat juga
melengkung tanpa disertai patahan yang nyata (fraktur torus).g.
Fraktur Impaksi Fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada di antaranya, seperti pada satu vertebra
dengan dua vertebra lainnya. Fragmen-fragmen saling tertekan satu
sama lain, tanpa adanya garis fraktur yang jelas (ada fragmen yang
terpendam dalam substansi yang lain).h. Fraktur KompresiDimana
tulang itu hancur, umumnya mengenai tulang vertebra.i. Fraktur
DepresiFraktur yang fragmen tulangnya terdorong ke dalam (tulang
terngkorak dan wajah).j. Fraktur FissuraFraktur yang tidak disertai
perubahan letak tulang yang berarti, fragmen biasanya tetap
ditempatnya setelah tindakan reduksi.
3. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis6Tulang fisis adalah
bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian ini
relative lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan
fisis pada anak-anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau
cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi karena
kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahrga.
Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur
fisis adalah klasifikasi fraktur menurut SalterHarris: Tipe I
Fraktur melewati lempeng pertumbuhan tanpa termasuk metafisis atau
epifisis Terjadi dengan cedera traumatic ringan, paling sering pada
fibula distal Prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi
tertutup.Tipe II Fraktur meluas melalui sebagian lempeng
pertumbuhan,termasuk metafisis. Terjadi sebagai akibat dari trauma
berat seperti kecelakaan mobilm jatuh daru papan luncur (radius
distal dan humerus proksimal). Prognosis juga sangat baik dengan
reduksi tertutup.Tipe III Fraktur longitudinal melalui permukaan
artikularis dan epifisis dan kemudian secara transversal melalui
sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan. Terjadi selama trauma
berat secara moderat (humerus) Prognosis cukup baik meskipun hanya
dengan reduksi anatomi.Tipe IV Fraktur melalui epifisis, lempeng
pertumbuhan dan terjadi melalui tulang metafisis. Terjadi sebagai
alonat dari jatuh, kecelakaan papan perluncur atau sepeda. Reduksi
terbuka biasanya penting dan mempunyai risiko gangguan pertumbuhan
lanjut yang lebih besar (kerusakan serius).Tipe V Lempeng
pertumbuhan mengeras (cedera, remuk) insidens dari gangguan
pertumbuhan lanjut adalah tinggi.Untuk lebih jelasnya tentang
pembagian atau klasifikasi fraktur dapat dilihat pada gambar
berikut ini: Gambar 1. Fraktur Berdasarkan Hubungan Tulang Sumber:
http://pertolonganpertamanya.blogspot.com/2009/04/pertolongan-pertama-pada-patah-tulang.htmlGambar
2. Fraktur Berdasarkan Bentuk Patahan Tulang
Sumber:http://dadangoblog.blogspot.com/2011/06/fraktur.html
http://dadangoblog.blogspot.com/2011/06/fraktur.html
Gambar 3 Fraktur menurut Salter-HarrisSumber:
http://drhasan.wordpress.com/2009/02/01/fraktur-pada-anak/
Working DiagnosisFraktur regio antebrachii dekstraSeperti dalam
daerah skeleton lain, fraktura tangan diklasifikasi sebagai terbuka
atau tertutup serta oleh jenis dan tempat garis fraktura. Di
samping itu, fraktura harus dinamai sebagai intraartikular atau
ekstraartikular, jika suatu sendi terlibat. Pada anak yang sedang
tumbuh, uraian epifisis mungkin perlu dicakup. Jika fraktura atau
dislokasi dicurigai, maka pemeriksaan fisik seharusnya mencakup
uraian pembengkakan dan nyeri tekan local, rentang gerakan,
keselarasan rotasi dan angulasi serta keadaan neurovascular.Fraktur
radius dan ulna distalRadius dan ulna distal sering fraktur bila
pasien jatuh di atas ekstremitas atas. Pada anak yang sedang
tumbuh, epifisis radius distal mungkin terlokasi. Diagnosis
dikonfirmasi dengan rontgenografi, serta reposisi tertutup biasanya
mudah dicapai di bawah anestesi blok local atau tanpa anestesi.
Gips lengan yang panjang dipasang selama 3 minggu serta gips lengan
yang pendek untuk tambahan 3 minggu lagi.51. Apabila kemampuan
pronasi dan supinasi ingin dipertahankan pada lengan bawah, reduksi
yang mendekati anatomis dari kedua fraktur harus dikerjakan.2. Pada
anak-anak dengan kemampuan mereka yang besar untuk tumbuh dan
remodeling, beberapa tingkatan perubahan letak dapat diterima.3.
Pada orang dewasa, hanya sedikit pemendekan anatomis pada reduksi
yang dapat diterima.4. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal
diindikasikan jika posisi yang baik yang didapat pada reduksi
tertutup tidak dapat dipertahankan dengan plester.7 Fraktur radius
distal yang paling lazim adalah fraktur Colles, fraktura transversa
radius dan ulna distal dengan pergeseran dorsal dan radial fragmen
distal. Apeks fraktura terletak volar. Cedera ini paling lazim
dalam individu tua. Pemeriksaan menunjukkan nyeri tekan local,
pembengkakan, gerakan terbatas, mungkin krepitus dan kompresi
nervus medianus. Rontgenogram mengidentifikasi kekacauan permukaan
sendi radius. Kebanyakan fraktura radius dan ulna distal dapat
diterapi dengan anesti local atau regional serta manipulasi. 5
Differential DiagnosisFrakturdislokasi radius ulna1. Fraktur
ulna dengan dislokasi kaput radii (fraktur Montegia).Frakur ulna,
terutama jika terjadi di dekat pertemuan segitiga tengah dan
sepertiga atas dari diafisis, dapat dipersulit oleh dislkokasi
kaput radii. Fraktur ini biasa digolongkan menjadi empat jenis
(Bado):Type I : Angulasi ke anterior dari fraktur ulna dan
dislokasi ke anterior dari kaput radialType II : Angulasi ke
posterior dari fraktur ulna dan dislokasi ke posterior dari kaput
radial.Type III: Fraktur metafisis proksimal ulna dan dislokasi ke
lateral dari kaput radial. Type IV : Dislokasi ke anterior dari
kaput radial dan fraktur kedua radius dan ulna.
Gambar 4: Klasifikasi fraktu MontegiaSumber:
http://startreadingfirst.blogspot.com/2010/12/klasifikasi-fraktur-monteggia.htmla.
Dislokasi kaput ke anteriorBiomekanisme: Meskipun lesi ini dapat
disebabkan oleh kekerasan langsung pada dorsum lengah bawah, ia
dapat disebabkan oleh pronasi kuat.Terapi: Reduksi memadai biasanya
dapat dicapai dengan manipulasi tertutup pada anak-anak dan
kadang-kadang pada orang dewasa. Suatu plaster splint posterior
dipasang mulai dari lipat aksiler sampai kaput metacarpal dengan
siku difleksikan 130 derajat den lengan bawah dalam midrotasi atau
sedikit supinasi.b. Dislokasi kaput radii ke posteriorLesi ini
disebabkan oleh kekerasan langsung pada permukaan voler lengan
bawah. Terapinya adalah dengan reduksi tertutup. Suatu plaster cast
tubuler atau plaster splint posteror yang kuat dipasang dari kaput
metacarpal ke aksila dengan siku ekstensi penuh dan lengan bawah
dalam midposisi. c. Reduksi terbukaJika reduksi yang tepat dari
fraktur dan dislokasi tidak dapat dicapai dengan metode tertutup,
reduksi terbuka dengan fiksais interna dan imobilisasi dengan gips
sebagai pembantu tulang benar-benar sedang terjadi.
2. Fraktur diafisis radii dengan dislokasi kaput ulnaePada
fraktur diafisis radii di dekat pertemuan sepertiga tengah dan
sepertiga bawah yang disertai dislokasi kaput ulnae (fraktur
Dupuytren, fraktur Galeazi), apeks dari angulasi utama biasanya
mengarah ke anterior sedangkan kaput ulnae terletak di bagian voler
dari ujung distal radius (angulasi dorsal konveks dengan kaput
ulnae terletak posterior terhadapa ujung bawah radius jarang
terjadi).a. Reduksi tertutupKesegarisan anatomic sulit untuk
dicapai dengan manipulasi tertutup dan sulit untuk dipertahankan
dengan gips, tetapi cara-cara ini harus dicoba sebelum melakukan
reduksi terbuka.b. Reduksi terbukaBila reduksi anatomic tidak dapat
dicapai dengan metode tertutup, maka metode terapi yang dianjurkan
adalah reduksi terbuka dari fraktur radius yang baru saja terjadi
itu.8Cedera pada daerah pergelangan tangan1. Fraktur CollesSecara
klasik fraktur ini terjadi setelah jatuh bertumpu pada tangan yang
teregang. Garis fraktur mungkin transversal atau oblik, berkalan
melintasi bagian distal os radius, biasanya berada 2,5 cm di
sebelah proksimal pergelangan tangan dan fragmen distalnya
berpindah ke posterior (deformitas menyerupai garpu bila dilihat
dari samping) dan ke radial.8 Fraktur Colles adalah trauma yang
sering terjadi pada pergelangan tangan manula yang biasanya
mengalami osteoporosis. Seringkali disertai beberapa derajat
pemendekan tulang akibat impaksi beberapa bagian
komponen.8,9Biasanya terdapat fraktur avulsi styloid ulnaris yang
berkaitan pada bagian distal os ulna. Perluasan garis fraktur ke
dalam incisura ulnaris dapat menggangu artikulasio radioulnaris
distal. Karpus berpindah brsama-sama dengan fragmen distal radius.
Prpindahan yang jelas pada tempat fraktur memyebabkan dislokasi
artikulasio radioulnaris dan ulnokarpalis distalis, dan robekan
fibrokartilago triangularis, kedua ligamentum radioulnaris, dan
ligamentum ulnokarpalis volaris.Bila prosessus styloideus ulna
tidak fraktur, ligamentum ulnaris kolateris dapat terobek. Kaput
ulnae terletak dibagian anterior dari fragmen distal os
radius.Komplikasi: gangguan artikulasio radioulnar distal merupakan
penyulit yang paling sering terjadi. Cedera langsung pada nervus
medianus oleh spikulum tulang tidak sering terjadi. Penekanan saraf
oleh pendarahan dan udem atau oleh fragmen tulang yang berpindah
tempat sering terjadi dan dapat menyebabkan semua tingakat
paralisis motorik dan sensorik. Terapi awal dari fraktur ini dengan
imobiliasasi pergelangan tangan dalam sikap fleksi tajam dapat
menjadi faktor penting falam memperberat penekanan tersebut.8a.
Anestesi untuk reduksi dapat diperoleh dengan melakukan blok
hematoma atau blok Bier.b. Untuk reduksi, lakukan traksi
longitudinal dengan traksi kontra pada siku. Tingkatan
deformitasnya dengan dorsofleksi secara paksa dari pergelangan
tangan. Pada posisi hiperekstensi ini, fragmen distal dapat
didoring ke arah palmar sampai pada posisi yang sesuai dengan
radius proksimal. Kemudian pergelangan tangan difleksikan, dan
fragmen distal dari radius dibentuk kea rah palmar dan ulnar untuk
mengoreksi angulasi dan perubahan letak radius.c. Bidai lengan
pendek yang dibentuk dengan baik atau bidai penjepit gula biasanya
adekuat untuk mengurangi ketidaknyamanan pada pasien tua, namun
bidai lengan panjang mungkin lebih baik bagi fraktur kominutiva.
Bidai harus dibelah untuk mencegah timbulnya iskemia akibat
pembengkakan.d. Sekarang tidak dilakukan lagi meletakkan tangan
pada fleksi palmar dan deviasi ulnar yang ekstrim; hal ini dapat
membantu mempertahankan reduksi, tetapi menyebabkan pergelangan
tangan jadi kaku, suatu posisi yang buruk untuk pasien tua.7
2. Fraktur Smith (kebalikan fraktur colles)Pada lesi ini fraktur
terjadi pada os radius 1-2,5 cm di atas sendi pergelangan tangan.
Lekukan voler yang normal dari bagian bawah os radius lebih
menonjol karena apeks angulasi pada tempat fraktur adalah ke
posterior. Kaput ulnae menonjol ke arah dorsal, dan mungkin ada
gangguan pada artikulasio radioulnaris inferior. Lesi ini harus
dibedakan dari frakturdislokasi Barton.Fraktur ini dapat direduksi
dengan manipulasi tertutup dan diimobilisasikan dengan pergelangan
tangan dalam dorsofleksi. Fraktur yang tidak stabil mungkin
memerlukan distraksi skeletal pada saat permulaan. Fraktur yang
tidak dapat direduksi secara memadai dengan metode tertutup mungkin
memerlukan reduksi terbuka dan bone plating.Biomekanik:Jatuh dengan
tangan menahan badan, posis tangan volar fleksi pada pergelangan
tangan dan pronasi (jatuh pada punggung tangan)Jatuh pada permukaan
tangan sebelah dorsal menyebabkan dislokasi fragmen distal ke arah
volarGaris patah transversal, kadang-kadang
intraartikularKlasifikasi Thomas1. Type I ekstraartikulat fraktur
dengan sudut volar dan displacement dari fragmen distal2. Type II
Intraartikular fraktur dengan volar dan displacement ke proksimal
dari fragmen distal bersamaan dengan karpal (mirip fraktur
Barton).3. Type III Ekstraartikular fraktur dengan volar
displascement dari fragmen distal dan karpal (garis fraktur lebih
oblik daripada type I). Frakturdislokasi artikulasio
radiokarpalisDislokasi artikulasio radiokarpalais tanpa fraktur
jarang terjadi. Dislokasi tanpa cedera pada salah satu tulang
karpal biasanya disertai fraktur permukaan anterior radius atau
ulna. Fraktur kominuta pada bagian distal radius dapat mengenai
korteks anterior maupun posterior dan meluas ke dalam sendi
pergelangan tangan. Subluksasi karpus dapat terjadi pada saat yang
sama. Frakturdislokasi sendi pergelangan tangan yang paling sering
terjadi mengenai margo posterior atau anterior dari fasies
artikularis radii.1. Frakturdislokasi anterior dari artikulasio
radiokarpalis (fraktur Barton) ditandai oleh fraktur margo volaris
fasies artikularis karpalis radii. Garis fraktur berjalan kea rah
proksimal di dalam bidang koronal dengan arah oblik, sehingga
fragmen bebasnya mempunyai konfigurasi berbentuk baji. Karpus
pindah ke voler dan proksimal dengan fragmen artikularis. Cedera
yang jarang terjadi ini harus dibedakan deri fraktur Smith daengan
pemeriksaan rontgenologis.Terapi dengan reduksi tertutup mungkin
berhasil, terutama pada kasus-kasus di mana fragmen bebas dari os
radius tidak mencakup sebagian besar fasies artikularis.
Imobilisasinya dengan plaster cast tubuler yang berjalan dai
lipatan fleksi palmnar sempai di atas siku dengan pergelangan
tangan dalam fleksi voler dan siku membentuk 90 derajat.2.
Frakturdislokasi posterior dari artikulasio radiokarpalis harus
dibedakan dari fraktur Colees dengan pemeriksaan rontgenologis.
Pada kebanyakan kasus fragmen marginal lebih kecil daripada pada
cedera anterior dan sering mencakup aspek medial dimana muskuulus
ekstensor polisis longus melintasi bagian distal os radius. Bila
reduksinya tidak anatomic, terkoyaknya tendo pada tingkat ini dapat
menimbulkan rupture di kemudian hari.Terapinya adalah dengan
reduksi manipulative seperti untuk fraktur Colees dan imobilisasi
dengan gips sarung tangan yang pas, dengan pergelangan tangan dalam
dorsofleksi.8Etiologi fraktur Etiologi fraktur yang dimaksud adalah
peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur diantaranya
peristiwa trauma (kekerasan) dan peristiwa patologis.Penyebab
fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada
anak-anak dan dewasa muda. Jatuh dan cedera olahraga adalah
penyebab umum fraktur traumatic (misalnya pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, konraksi otot ekstrim).Menurut
Oswari,; Penyebab fraktur adalah:1. Peristiwa Trauma (kekerasan)a.
Kekerasan langsungKekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah
pada titik terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur
bumper mobil, maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya
benturan. Patah tulang demikian sering bersifat terbuka, dengan
garis patah melintang atau miring.b. Kekerasan tidak
langsungKekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya
adalah bagian yang paling lemah dalam hantaran vector kekerasan.
Contoh patah tulang karena kekerasan tidak langsung adalah bila
seseorang jatuh dari ketinggian dengan tumit kaki terlebih dahulu.
Yang patah selain tulang tumit, terjadi pula patah tulang pada
tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang belakang.
Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga,
dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan
bawah.c. Kekerasan akibat tarikan ototKekerasan tarikan otot dapat
menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah tulang akibat tarikan
otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang akibat tarikan
otot adalah patah tulang patella dan olekranon, karena otot triseps
dan biseps mendadak berkontraksi.2. Peristiwa patologisBeberapa
fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan
apabila tulang lemah. Hal ini disebut fraktur patologis. Fraktur
patologis sering terjadi pada lansia yang mengalami osteoporosis,
atau individu yang mengalami tumor tulang, infeksi, atau penyakit
lain.a. Kelelahan atau stress fraktur (fatique)Fraktur ini terjadi
dapat terjadi pada tulang normal pada orang yang melakukan
aktivitas/ stress tingkat rendah berulang-ulang pada suatu daerah
tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih berat dari
biasanya.Fraktur stress biasanya menyertai peningkatan yang cepat
tingkat latihan atlet, atau permulaan aktivitas fisik yang
baru.Tulang akan mengalami perubahan structural akibat pengulangan
tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan beban (kekuatan
otot) secara tiba-tiba pada suatu daerah tulang (meningkat lebih
cepat daripada kekuatan tulang) sehingga akan terjadi retak
tulang.Fraktur stress dapat terjadi pada tulang yang lemah sebagai
respons terhadap peningkatan level aktivitas yang hanya sedikit.
Individu yang mengalami fraktur stress harus didorong untuk
mengikuti diet sehattulang dan diskrining untuk mengetahui adanya
penurunan densitas tulang.10b. Kelemahan tulangFraktur dapat
terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang
akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya
osteoporosis, osteogenesis imperfekta, dan tumor pada tulang.
neuroblastoma metastatic, sarcoma Ewing, sarcoma osteogenik, cedera
katena penggunaan berlebih. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang
yang rapuh maka akan terjadi fraktur.6Epidemiologi Kejadian
terjatuh dan fraktur merupakan persoalan penting kesehatan
masyarakat yang terus meningkat. Kecenderungan tulang untuk
mengalami fraktur bergantung pada kekuatan tulang itu sendiri dan
beratnya trauma yang mengenai tulang tersebut.Distribusi
frekuensia. Berdasarkan orangFraktur lebih sering terjadi pada
laki-laki daripada perempuan dengan umur di bawah 45 tahun dan
sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang
disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak
dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya risiko fraktur.
Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur
daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insidens
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone pada
menopause.Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari
135.000 kasus cedera yang disebabkan oleh olahrafa papan selancar
dan skuter. Di mana kasus cedera terbanyak adalah fraktur 39% yang
sebagian besar penderitanya laki-laki dengan umur di bawah 15
tahun. Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih banyak terjadi pada laki-laki
daripada perempuan.b. Berdasarkan tempat dan waktuDi negara-negara
Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada wanita karena
peristiwa terjatuh berhubungan dengan penyakit osteoporosis. Di
kamerun pada tahun 2003, perbandingan insidens fraktur pada
kelompok umur 50-64 tahun yaitu pria 4,2 per 100.000 penduduk,
wanita 5,4 per 100.000 penduduk.Di Indonesia jumlah kasus fraktur
akibat kecelakaan lalu lintas meningkat seiring pesatnya
peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor. Berdasarkan laporan
penelitian dari Depkes RI tahun 2000, di Rumah Sakit dr. Hasan
Sadikin Bandung terdapat penderita fraktur akibat kecelakaan lalu
lintas sebanyak 444 orang. Determinan fraktura. Faktor
manusiaBeberapa faktor yang berhubungan dengan orang yang mengalami
fraktur atau patah tulang antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, aktivitas olah raga dan massa tulang.Umur Pada kelompok
umur muda lebih banyak melakukan aktivitas yang berat daripada
kelompok umur tua. Aktiviats yang banyak akan cenderung mengalami
kelelahan tulang dan jika ada trauma benturan atau kekerasan,
tulang bisa saja patah. Aktivitas masyarakat umur muda di luar
rumah cukup tinggi dengan pergerakan yang cepat pula dapat
meningkatkan risiko terjadinya benturan atau kecelakaan yang
menyebabkan fraktur. Insidens kecelakaan yang menyebabkan fraktur
lebih banyak pada kelompok umur muda pada waktu berolahraga,
kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dari ketinggian. Fraktur
ekstremitas atas terjadi sebanyak 75% dari semua fraktur yand
didapat oleh anak dan seringnya terjadi saat jatuh dengan tangan
terulur.Jenis kelaminLaki-laki umumnya lebih banyak mengalami
kecelakaan yang menyebabkan fraktur tiga kali lebih besar daripada
perempuan. Pada umumnya laki-laki lebih aktif dan lebih banyak
melakukan aktivitas daripada perempuan..Aktivitas olahragaAktivitas
yang berat dengan gerakan yang cepat pula dapat menjadi risiko
penyebab cedera pada otot dan tulang. Daya tekan pada saat
berolahraga seperti hentakan, loncatan atau benturan dapat
menyebabkan cedera dan jika hentakan atau benturan yang timbul
cukup besar maka dapat mengarah pada fraktur. Setiap tulang yang
mendapat tekanan terus menerus di luar kapasitasnya dapat mengalami
keretakan tulang. Kebanyakan terjadi pada kaki, misalnya pada
pemain sepak bola yang sering mengalami benturan kaki antar
pemain.Massa Tulang Massa tulang yang rendah akan cenderung
mengalami fraktur daripada tulang yang padat. Dengan sedikit
benturan dapat langsung menyebabkan patah tulang karena massa
tulang yeng rendah tidak mampu menahan daya dari benturan tersebut.
Massa tulang berhubungan dengan gizi tubuh seseorang. Dalam hal ini
peran kalsium penting bagi penguatan jaringan tulang. Massa tulang
yang maksimal dapat dicapai apabila konsumsi gizi dan vitamin D
tercukupi pada masa kanak kanak dan remaja.
b. Faktor Perantara Agent yang menyebabkan fraktur sebenarnya
tidak ada karena merupakan peristiwa penyakit tidak menular dan
langsung terjadi. Namun bisa dikatakan sebagai suatu perantara
utama terjadinya fraktur adalah trauma benturan. Benturan yang
keras sudah pasti menyebabkan fraktur karena tulang tidak mampu
menahan daya atau tekanan yang ditimbulkan sehingga tulang retak
atau langsung patah.
c. Faktor lingkunganFaktor lingkungan yang mempengaruhi
terjadinya fraktur dapat berupa kondisi jalan raya, permukaan jalan
yang tidak rata atau berlubang, lantai yang licin dapat menyebabkan
kecelakaan fraktur akibat terjatuh.Patofisiologi2Menurut Black dan
Matassarin serta Patrick dan Woods. Ketika patah tulang, akan
terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan
jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi pendarahan,
kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan
hematom pada kanal medulla antara tepi tulang di bawah periosteum
dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon
inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai dengan
vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan
tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki
cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam
sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk ke dalam pembuluh darah yang
mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi
kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian
menstimulasi histamine pada otot yang ishemik dan menyebabkan
protein plasma hilang dan masuk ke dalam interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan
ujung saraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebakan syndrome
compartement.
Trauma langsung dan tak langsung
Fraktur terbuka/ tertutup
Pendarahan/ hematomaEdemaNekrotilk
Gangguan hantaran ke bagian distal
Manifestasi gejala klinis (sindrom kompartemen) pada
pengkajian
Fraktur terjadi ketika resistensi tulang untuk melawan tekanan
berpindah mengikuti gaya tekanan tersebut.11Fraktur paling sering
disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat kecelakaan yang
mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen
tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang
tersebut.Penyebab fraktur dapat bermacam-macam, termasuk (1)
dorongan langsung pada tulang; (2) kondisi patologis yang
mendasarinya, seperti rakitis, yang mengarah pada fraktur spontan;
(3) kontraksi otot yang kuat dan tiba-tiba; dan (4) dorongan tidak
langsung (misalnya teroukul benda terbang) dari jarak jauh.
Penyebab lainnya adalah penganiayaan anak, neuroblastoma
metastatic, sarcoma Ewing, sarcoma osteogenik, osteogenesis
imperfekta, defisiensi tembaga, osteomielitis, cedera karene
penggunaan berlebih, dan imobilisasi yang mengakibatkan
osteoporosis.6
Manifestasi klinisTemuan pengkajian1. Manifestasi klinisa. Lima
tanda yang terlihat pada semua jenis fraktur adalah nyeri, denyut
nadi, pucat, parestesia, dan paralisis.b. Temuan karakteristik
lainnya antara lain deformitas, bengkak, memar, spasme otot, nyeri
tekan, nyeri, gangguan sensasi, kehilangan fungsi, mobilitas
abnormal, krepitus, syok, atau tidak mau berjalan (pada anak yang
lebih kecil).11c. Nyeri biasanya menyertai patah tulang traumatic
dan cedera jaringan lunak. Spasme otot dapat terjadi setelah patah
tulang dan menimbulkan nyeri. Pada fraktur stress, nyeri biasanya
menyertai aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Fraktur
patologis mungkin tidak disertai nyeri.d. Posisi tulang atau
ekstremitas yang tidak alami mungkin tampak jelas.e. Pembengkakan
di sekitar tempat fraktur akan menyertai proses inflamasi.f.
Ganggguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan
kerusakan saraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh
dan sama dengan bagian nonfraktur. Hilangnya denyut nadi di sebelah
distal dapat menandakan sindrom kompartemen walaupun adanya denyut
nadi tidak menyingkirkan gangguan ini.g. Krepitus (suara gemeretak)
dapat terdengar saat tulang digerakkan karena ujung-ujung patahan
tulang bergeser satu sama lain.102. Temuan pemeriksaan diagnostic
dan laboratoriuma. Pemeriksaan radiografik menyatakan adanya awal
cedera dan kemajuan proses penyembuhan sebelumnya. Perbandingan
dengan foto ekstremitas lain yang sehat sering digunakan untuk
melihat adanya perubahan tak terlihat pada ekstremitas yang
sakit.b. Pemeriksaan darah menyatakan perdarahan (penurunan
hemoglobin dan hematokrit) dan kerusakan otot (peningkatan aspartat
transminase (AST) dan lactic dehidrogenase (LDH).Perubahan
fisiologis dan manifestasi klinis akibat frakturPerubahan
fisiologisManifestasi klinis
Peningkatan permeabilitas kapilerEdema
Pelepasan histaminPeningkatan edema
Peningkatan aliran darahPeningkatan denyut, jaringan darah
Penekanan ujung sarafNyeri
Peningkatan tekanan jaringanNyeri
Perfusi jaringan menurunaEdema meningkat
Kadar oksigen jaringan menurunPucat
Produksi asam laktat meningkatDenyut tidak pasti, postur tubuh
fleksi
Metabolisme anaerobikSianosis
VasodilatasiEdema meningkat
Aliran darah meningkatOtot tegang dan bengkak
Penekanan jaringan meningkatKesemutan, kebas
Edema meningkatParestesia
Iskemia ototNyeri yang hebat
Nekrosis jaringan Paresis
Sumber: Klien gangguan sistem musculoskeletal: seri asuhan
keperawatan hal 154
Penatalaksanaan Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang
lebih besar daripada yang diabsorpsinya. Fraktur pada tulang dapat
menyebabkan edema jaringan lemak, persarafan ke otot dan sendi
terganggu, dislokasi sendi, rupture tendo, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah yang mempersulit penanganannya.Manifestasi
klinis meliputi nyeri terus-menerus, hilangnya fungsi
(fungsiolaesa), deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan local, dan perubahan warna.Ada empat konsep dasar yang
harus dipertimbangkan untuk menangani fraktur, yaitu:1. Rekognisi,
yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kecelakaan dan
selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan pengkajian terhadap
riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan
pada peristiwa yang terjadi, serta menentukan kemungkinan adanya
fraktur melalui pemeriksaan dan keluhan dari klien.2. Reduksi
fraktur (mengembalikan posisi tulang ke posisi anatomis)a. Reduksi
terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna (pen,
kawat, sekrup, plat, paku dan batangan logam).b. Reduksi tertutup.
Ekstremitas dipertahankan dengan gips, traksi, brace, bidai, dan
fiksator eksterna.3. Imobilisasi. Setelah direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran
yang benar hingga terjadi penyatuan. Metode imobilisasi dilakukan
dengan fiksasi eksterna dan interna.4. Mempertahankan dan
mengembalikan fungsi:a. Mempertahankan reduksi dan imbolisasib.
Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakanc.
Memantau status neuromusculard. Mengontrol kecemasan dan nyerie.
Latihan isometric dan setting ototf. Kembali ke aktivitas semula
secara bertahap 2Tujuan perbaikan frakur adalah:1. Memulihkan
susunan tulang (reduksi)2. Mempertahankan reduksi tulang sampai
terjadi pemyembuhan 3. Mempertahankan dan memulihkan fungsi
ototrangka.Terdapat dua kelompok besar fraktur: fraktur terbuka dan
tertutup. Fraktur tertututp tidak berhubungan (communicate) dengan
lingkungan eksternal, sedangkan fraktur terbuka berhubungan.
Diperlukan klasifikasi lebih lanjut mengenai jenis dan luas fraktur
serta cedera jaringan lunak untuk menentukan pilihan terapi terbaik
yang ada.Reduksi tertutupFraktur sederhana pada sebuah tulang
panjang yang sedikit atau tidak menyebabkan pergeseran tulang dapat
diterapi dengan teknik reduksi tertutup. Untuk kenyamanan pasien
biasanya dilakukan anestesi umum, tetapi dapat juga dilakukan
anestesi spinal atau blok. Fraktur direduksi melalui manipulasi
manual, dibantu oleh fluoroskopi, dan dimobilisasi dengan gips.Pin
dan gipsKadang-kadang diindikasikan reduksi tertutup pada lengan
bawah atau pergelangan tangan dan fraktur yang terjadi memerlukan
stabilisasi tambahan dengan pemasangan pin perkutis.TraksiFraktur
sederhana yang menyebabkan pergeseran ringan ujung-ujung tulang dan
kerusakan jaringan lunak minimal dapat direduksi dan dimobilisasi
melalui traksi kulit atau tulang. Traksi tulang memerlukan
pemasangan satu atau lebih pin steril ke dalam tulang tulang yang
terletak distal dari tempat fraktur. Walaupun mengurangi
kemungkinan infeksi yang inheren pada prosedur terbuka, namun
teknik traksi memerlukan imobilisasi berkepanjangan dan
meningkatkan risiko yang berkaitan dengan tirah baring jangka
panjang.
Fiksasi EksternalFiksasi eksternal memberikan stabilisasi yang
kaku pada tulang melalui alat-alat eksternal jika bentuk lain
imobilisasi, karena berbagai alasan, dianggap tidak sesuai. Teknik
ini paling sering digunakan untuk fraktur yang disertai kerusakan
jaringan lunak yang cukup banyak. Fiksasi eksternal memungkinkan
tungkai dan status luka diawasi secara langsung dan memungkinkan
terapi yang agresif dan simultan terhadap cedera tulang dan
jaringan lunaknya terhadap kemungkinan infeksi yang timbul.Penyulit
utama yang berkaitan dengan fiksasi eksternal adalah infeksi lubang
pin, gangguan neurovascular, dan perlambatan penyatuan
tulang.Indikasi1. Fraktur terbuka yang parah.2. Fraktur yang
disertai luka bakar hebat.3. Fraktur yang memerlukan flap, tandur,
atau prosedur rekonstruktif lain.4. Fraktur tertentu yang
memerlukan distraksi untuk mempertahankan panjang.5. Pemanjangan
anggota badan.6. Artrodesis.7. Fraktur yang terinfeksi atau tidak
menyambung.Reduksi Terbuka dan Fiksasi InternalReduksi terbuka dan
fiksasi internal (ORIF) adalah metode yang luas digunakan untuk
terapi fraktur. Metode ini memerlukan reduksi pembedahan terbuka
dan pemasangan pin, sekrup, kawat, paku, batang, dan/ atau lempeng
untuk mempertahankan reduksi. Perangkat fiksasi internal tersedia
dalam berbagai bentuk dan konfigurasi untuk digunakan pada berbagai
ukuran tulang dan jenis fraktur.IndikasiIndikasti ORIF meliputi
reduksi fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila
ditangani dengan metode terapi lain, terbukti tidak memberi hasil
yang memuaskan. Kelompok yang terakhir adalah fraktur leher
femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur intraartikular
disertai pergeseran. Indikasi ketiga adalah untuk fraktur avulse
mayor disertai oleh gangguan signifikan pada struktur otot
tendon.Metode ORIF untuk terapi fraktur memungkinkan ahli bedah
melihat secara langsung kerusakan pada struktur-struktur di sekitar
fraktur, untuk membersihkan dan memperbaiki tempat fraktur sesuai
keperluan dan untuk melakukan penyatuan anatomis fraktur yang
kompleks. Selain itu, proses penyembuhan tidak memerlukan
imobilisasi berkepanjangan. Kerkurangan ORIF meliputi perlunya
anestesi umum dan peningkatan risiko infeksi yang terjadi pada
semua prosedur terbuka. Fiksasi pin dan kawat. Untuk fiksasi
fraktur kecil di daerah metafisis dan epifisis kaki distal, lengan
bawah, dan tangan sering digunakan kawat Kirschner atau pin
Steinmann. Keduanya juga dapat digunakan bersama dengan reduksi
tertutup fraktur falang dan metacarpal yang mengalami pergeseran.
Kawat dan pin dapat dimasukkan secara perkutis di bawah
fluoroskopi, atau digunakan bersama dengan perangkat fiksasi lain
pada prosedur terbuka.Sekrup. Sekrup kortikal dirancang untuk
digunakan pada tulang kortikal dan biasanya berlaur di seluruh
panjangnya. Sekrup reticular (cancellous), yang dirancang untuk
digunakan pada tulang reticular berongga, memiliki alur yang lebih
besar dan alurnya tidak terdapat di seluruh panjangnya. Sekrup
maleolar adalah sekrup tipr reticular dengan ujung trefin
selftapping. Lempeng. Sekrup dapat digunakan tersendiri atau
bersama dengna lempengan/ pelat untuk memfiksasi berbagai jenis
fraktur.12
Langkah-langkah penanganan fraktur111. Kaji adanya kerusakan
sirkulasi (sianosis, kedinginan, bercak-bercak, penurunan denyut
perifer, kulit tampak pucat atau putih, edema tidak dapat
disembuhkan dengan elevasi, nyeri, atau kram).2. Kaji adanya
kerusakan neurologis (kurangnya sensasi atau gerakan, nyeri atau
nyeri tekan, atau kebas dan kesemutan).3. Beri obat analgesic.4.
Beri penjelasan penatalaksaan fraktur pada anak dan keluarga.Topic
bergantung pada jenis kerusakan dan lokasinya, perbaikan (dengan
proses penyusunan kembali atau reduksi) dapat dilakukan dengan
menggunakan reduksi terbuka atau tertutup dilanjutkan imobilisasi
dengan menggunakan bidai, traksi, atau gips.5. Pertahankan
integritas kulit dan cegah kerusakan. Lakukan tindakan yang tepat
untuk gips dan perawatannya.6. Cegah komplikasia. Cegah kerusakan
sirkulasi dengan pengkajian denyut nadi, warna, dan suhu, serta
laporkan segera perubahan yang terjadi.b. Cegah sindrom kompresi
saraf dengan menguji fungsi motorik dan sensasi, termasuk
gejala-gejala nyeri subjektif, kelemahan muscular, sensasi rasa
terbakar, rentang gerak terbatas, dan perubahan sensasi. Perbaiki
kesejajaran tubuh untuk menghilangkan tekanan jika tepat, dan
informasikan hal tersebut kepada pemberi perawatan kesehatan.c.
Cegah sindrom kompartemen dengan pengkajian pada kelemahan otot dan
nyeri dari cedera. Deteksi dini adalah penting untuk mencegah
kerusakan jaringan.(1) Penyebab sindrom kompartemen antara lain
balutan atau gips terlalu ketat, pendarahan, trauma, luka bakar,
dan pembedahan.(2) Pengobatannya memerlukan pereda tekanan, yang
kadang-kadang memerlukan tindakan faskiotomi.d. Cegah infeksi,
antara lain osteomielitis, dengan menggunakan tindakan pengendalian
infeksi.e. Cegah batu ginjal dengan menganjurkan untuk banyak
minum, pemantauan asupan dan haluaran cairan, dan mobilisasi anak
sesering mungkin.f. Cegah emboli pulmonal melalui pemantauan dengan
cermat pada remaja dan anak-anak yang mengalami fraktur multiple.
Emboli umumnya terjadi dalam 24 jam pertama.KomplikasiKomplikasi
awal:a. Kehilangan darah, Syok: dapat berakibat fatal dalam
beberapa jam setelah edema.b. Emboli lemak: dapat terjadi 24-72
jamc. Sindrom kompartemen: perfusi jaringan dalam otot kurang dari
kebutuhand. Infeksi dan tromboembolie. Koagulopati intravascular
diseminata.13Sindrom emboli lemakEmbolus lemak dapat timbul setelah
patah tulang, terutama tulang panjang. Embolus lemak dapat timbul
akibat pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi
sistem saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam
lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah
tulang panjang sering tersangkut di sirkulasi paru dan dapat
menimbulkan gawat napas dan gagal napas. Gejala dari sindrom emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh,
gelisah, marah, bingung), takikardia, demam, ruam kulit
ptekie.Sindrom KompartemenKomplikasi ini terjadi saat peningkatan
tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering
berhubungan dengan akumulasi cairan sehinggga menyebabkan hambatan
aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada
otot. Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi
saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan
edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang
interns, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut
dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini
menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf
yang mempersarafi daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat.
Individu mungkin tidak dapat menggerakan jari tangan atau jari
kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang
memiliki restriksi volume yang ketat, seperti lengan. Risiko
terjadinya sindrom kompartemen paling besar apabila terjadi trauma
otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan
hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu
dini atau ketat dapat menyebabkan peningkatan tekanan di
kompartemen ekstremitas, dan hilangnya fungsi secara permanen atau
hilangnya ekstremitas dapat terjadi. Gips harus segera dilepas dan
kadang-kadang kulit ekstremitas harus dirobek. Untuk memeriksa
sindrom kompartemen, hal berikut dapat dievaluasi dengan sering
pada tulang yang cedera atau digips: nyeri, pucat, parestesia, dan
paralisis.10
Komplikasi lanjutan2,5,13a. Malunion/ non-unionb. Delayed
unionc. Artritis pascatraumad. Nekrosis avaskular tulange.
Pertumbuhan terhambatf. Distrofi simpatik (refleks) pascatraumag.
Reaksi terhadap alat fiksasi internaNon-union, delayed union atau
mal-union tulang dapat terjadi, yang menimbulkan deformitas atau
hilangnya fungsi.10Non unionPenyatuan tulang tidak terjadi, cacat
diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang-kadang dapat terbentuk sendi
palsu pada tempat ini. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan non
union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak,
pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang
bersifat patologis.Non-union nantinya terhadap gerakan atau
distraksi berlebihan bisa memerlukan intervensi bedah untuk graft
tulang atau bisa berhasil diterapi dengan rangsangan
listrik.MalunionMalunion timbul bila ada ketidakselaran rotasi atau
angulasi berlebihan yang mengikuti penyembuhan (penyerasian buruk
yang menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran). Mal-union
bisa menimbulkan masalah fungsional atau kosmetik yang tak dapat
diterima, dan mungkin diperlukan osteotomi dan reduksi. Delayed
union/ Penyatuan tertundaKeadaan ini umum terjadi dan disebabkan
oleh banyak faktor, pada umumnya banyak di antaranya mempunyai
gambaran hyperemia dan dekalsifikasi yang terus menerus. Faktor
yang menyebabkan penyatuan tulang tertunda antara lain karena
infeksi, terdapat benda asing, fragmen tulang mati, imobilisasi
yang tidak adekuat, distraksi, avuskularitas, fraktur patologik,
gangguan gizi dan metabolic.Arthritis pascatraumaArthritis
pascatrauma bisa timbul bila fraktur meluas melalui permukaan sendi
serta penyembuhan menyebabkan ketidakteraturan sendi. Untuk fraktur
intra-artikular, terapi bedah biasanya diperlukan untuk reduksi
tepat.Nekrosis AvaskularNekrosis avaskular pada tulang bisa
menyebabkan fraktura tertentu, di mana suplai darah ke bagian
tulang terputus. Komplikasi ini paling sering terlihat dalam kaput
femoris dengan fraktura kollum femoris, dan dalam os skafoideum
karpi. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam
periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan
gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Perkembangan nekrosis
avaskular menyebabkan kebutuhan untuk artoplasti protesa.
Pemendekan ekstremitas setelah fraktura sering terjadi. Pada
ekstremitas atas, pemendekan tulang normalnya tidak diperhatikan
serta bukan masalah fungsional. 5
PrognosisPada fraktur tulang panjang, gerakan tungkai spontan
biasanya tidak ada. Refleks Moro juga tidak dijumpai pada tungkai
yang terlibat. Mungkin juga disertai kerterlibatan pada persarafan.
Bidai efektif untuk menangani fraktur lengan bawah atau kaki.
Penyembuhan biasanya disertai dengan pembentukan kalus yang
berlebihan. Prognosis sangat baik untuk fraktur ekstremitas.14
Hasil terapi sangat ditentukan oleh pergeseran fraktur dan kualitas
reposisi.
KesimpulanFraktur merupakan diskontinuitas tulang, umumnya
akibat trauma, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga
dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Trauma yang cukup
untuk menyebabkan fraktura, hampir tak dapat dielakkan menimbukan
cedera jaringan lunak. Sehingga untuk penilaian fraktura akut dan
rehabilitasi setelah fraktura, maka diperlukan pengetahuan tentang
komponen otot, vascular dan neurologi cedera.Fraktur dapat
dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan
disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang
fisis.Kejadian terjatuh dan fraktur merupakan persoalan penting
kesehatan masyarakat yang terus meningkat. Fraktur ekstremitas atas
terjadi sebanyak 75% dari semua fraktur yand didapat oleh anak dan
seringnya terjadi saat jatuh dengan tangan terulur.Penatalaksanaan
tergantung pada jenis kerusakan dan lokasinya, perbaikan (dengan
proses penyusunan kembali atau reduksi) dapat dilakukan dengan
menggunakan reduksi terbuka atau tertutup dilanjutkan imobilisasi
dengan menggunakan bidai, traksi, atau gips.Hasil yang diharapkan
adalah nyeri berkurang, perfusi jaringan adekuat, peningkatan
mobilitas fisik, memperlihatkan ansietas minimal dan menghubungkan
rencana untuk penatalaksanaan kesehatan kontinu.
Daftar pustaka1. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Safitri A, editor. Jakarta: Penrbit Erlangga,
2003. h. 40-41.2. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien
gangguan sistem musculoskeletal: seri asuhan keperawatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008. h. 148-57.3. Ester M. Standar
perawatan pasien: proses keperawatan, diagnosis dan evaluasi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004.h. 435.4. Tambayong
Jan. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2004. h. 124.5. Sabiston DC. Buku Ajar bedah.
Ronardy DH, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002. h.
362-73.6. Betz CL, Sowden LA. Buku saku keperawatan pediatric.
Yudha EG, editor. Edisi ke-5 Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2009. h. 177-184.7. ELiastam M, Sternbach GL, Bresler MJ. Penuntun
kedaruratan medis. Wulandari WD, Chandranata L, editor. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998. h. 213.8. Schrock TR. Ilmu
Bedah. Dharma A, Gunawan PL, penterjemah. Edisi ke-7. Jakarta:
Penerbit Buku Kedoktetan EGC, tahun.h. 446-50.9. Faiz O, Moffat D.
Anatomy at a Glance. Safitri A, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga,
2002. h. 60.10. Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku. Yudha EG,
editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009. h. 335-9.11.
Muscari ME. Panduan belajar: keperawatan pediatric. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.h. 375-7.12. Gruendemann BJ,
Fernsebner B. Buku ajar keperawtan perioperatif. Yudha EK, Hany A,
editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005. h. 288-93.13.
Grace PA. Borley NR. At glance ilmu bedah. Safitri A. Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2006.h. 35.14. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu
kesehatan anak nelson. Edisi ke-15Wahab AS, editor. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000. h. 581.