Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Faktor Lingkungan terhadap Kejadian Diare pada Balita di Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2013 Disusun Oleh : Elita Sari (10091001022) Evelyn Amastiza (10101001010) Ellis Sepianessi (10101001019) Rizka Isti Qomarya (10101001023) Depita Meriyani (10101001024) Mona Elizabeth (10101001026) Rini Andriani (10101001028) Dosen pembimbing : Rini Muntahar, S.KM, M.KM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Faktor Lingkungan
terhadap Kejadian Diare pada Balita di Kecamatan Sungai
Pinang Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2013
Disusun Oleh :
Elita Sari (10091001022)
Evelyn Amastiza (10101001010)
Ellis Sepianessi (10101001019)
Rizka Isti Qomarya (10101001023)
Depita Meriyani (10101001024)
Mona Elizabeth (10101001026)
Rini Andriani (10101001028)
Dosen pembimbing : Rini Muntahar, S.KM, M.KM
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
mencurahkan kasih dan sayangnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
contoh proposal mata kuliah Metode Survey Cepat (MSC) dengan Judul
“Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Faktor Lingkungan terhadap
Kejadian Diare pada Balita di Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir
Tahun 2011”.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas mata kuliah
Metode Survey Cepat, dan secara keseluruhan sebagai dasar penambah wawasan
dan pengetahuan.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada Ibuk Rini
Muntahar, S.KM, M.KM selaku dosen pengasuh mata kuliah Metode Survey
Cepat (MSC) atas bimbingan yang telah diberikan kepada kami.
Contoh proposal penelitian ini tentunya masih banyak kekurangan
didalamnya maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
agar menjadi lebih baik di masa yang akan datang, dan semoga berguna bagi yang
membacanya, terimakasih.
Indralaya, Mei 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………….. iDaftar Isi………………………………………………………………... iiBAB I. PENDAHULUAN…………………………………………….. 11.1. Latar Belakang……………………………………………………... 11.2. Rumusan Masalah………………………………………………….. 41.3. Tujuan Penelitian ..………………………………………………… 5
1.3.1. Tujuan Umum………………………………………………. 51.3.2. Tujuan Khusus……………………………………………… 5
1.4. Manfaat Penelitian ...………………………………………………. 51.4.1. Bagi Peneliti …………………………………………………51.4.2. Bagi Tempat Peneliti ……………………………………….. 61.4.3. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat ……………………… 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………… 72.1. Diare dan Balita……………………………………………………. 7
2.2. Faktor Penyebab Diare …………………………………………… 82.3. Tanda dan Gejala Diare .…………………………………………. 102.5. Epidemiologi Diare…..…………………………………………… 142.6. Pencegahan Diare terhadap Balita………………………………… 152.7. Pengobatan Diare…………………………………………………. 182.8. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita …………………………………………………. 18
2.8.1. Konsep prilaku……………………………………………… 182.8.2. Tingkatan Pengetahuan……………………………………... 20
2.9. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Diare……………………. 212.10. Kerangka Teori…………………………………………………… 25BAB III. KERANGKA KONSEP ……………………………………. 263.1. Kerangka Konsep ……….…………………………………………. 263.2. Definisi Operasional ……………...………………………………... 27BAB IV. METODE PENELITIAN …………………………………… 314.1. Jenis Penelitian……………………………………………………... 314.2. Lokasi Penelitian…………………………………………………… 314.3. Waktu Penelitian…………………………………………………… 314.4. Variabel Penelitian…………………………………………………. 314.5. Populasi dan Sampel……………………………………………….. 31
ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut
(OMA), tonsilitis / tonsilofaringis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya
Faktor Malabsorsi
Malabsorsi karbohidrat disakarida
Faktor makanan
makanan basi
makanan beracun
alergi terhadap makanan
Faktor psikologis
rasa takut dan cemas
Jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) (Ngastiyah 2003).
Faktor-Faktor yang Meningkatkan Resiko Diare
Faktor lingkungan
Pemasukan air tidak memadai
Air terkontaminasi tinja
Fasilitas kebersihan kurang
Kebersihan pribadi buruk, misalnya tidak mencuci tangan setelah buang
air besar
Kebersihan rumah buruk. Misalnya tidak membuang tinja anak di WC
Metode penyiapan dan penyimpanan makanan tidak higienes.
(Misalnya makanan dimasak tanpa dicuci terlebih dahulu atau tidak
menutup makanan yang telah dimasak)
12
Praktik penyapihan yang buruk
- Pemberian susu eksklusif dihentikan sebelum bayi berusia 4-6 bulan
dan melalui pemberian susu melalui botol
- Berhenti menyusui sebelum anak berusia 1 tahun
- Faktor individu
1. Kurang gizi
2.Buruk atau kurangnya mekanisme pertahanan alami tubuh. Misalnya,
diare lebih lazim terjadi pada anak-anak, baik yang mengidap campak
atau yang mengalami campak.
3. Produksi asam lambung berkurang
Gerakan pada usus berkurang yang mempengaruhi aliran makanan
yang normal.
2.3. Tanda dan Gejala
Menurut Nursalam (2005), tanda dan gejala diare berdasarkan klasifikasi
diare sebagai berikut:
Tanda / gejala yang tampak Klasifikasi
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda
berikut:
a. Letargis atau tidak sadar.
b. Mata cekung.
c. Tidak bisa minum atau malas
minum.
d. Cubitan kulit perut
kembalinya sangat lambat.
Diare dengan dehidrasi berat.
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda
berikut:
a. Gelisah, rewel atau mudah
marah.
b. Mata cekung.
c. Haus, minum dengan lahap.
Diare dengan dehidrasi
ringan/sedang.
13
d. Cubitan kulit perut
kembalinya lambat.
Tidak ada tanda-tanda untuk
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat
atau ringan/sedang.
Diare tanpa dehidrasi.
Diare selama 14 hari atau lebih disertai
dengan dehidrasi.
Diare presisten berat.
Diare selama 14 hari atau lebih tanpa
disertai tanda dehidrasi.
Diare presisten.
Terdapat darah dalam tinja (berak
bercampur darah)
Disentri.
Sumber: Pedoman MTBS (2008)
Dibawah ini terdapat tabel-tabel tentang kehilangan cairan menurut derajat
dehidrasi pada anak :
Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah dua tahun
No. Derajat Dehidrasi PWL MWL CWL Jumlah
1. Ringan 50 100 25 175
2. Sedang 75 100 25 200
3. Berat 125 200 25 350
Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2-5 tahun
No
.
Derajat Dehidrasi PWL MWL CWL Jumlah
1. Ringan 13 80 25 135
2. Sedang 50 80 25 155
3. Berat 80 80 25 185
Kehilangan cairan pada dehidrasi berat menurut berat badan pasien dan umur
No
.
Berat Badan Umur PWL MWL CWL Jumlah
1. 0-3 Kg 0-1 bulan 150 125 25 300
14
2. 3-10 1 bln – 2 thn 125 100 25 250
3. 10-15 2-5 thn 100 80 25 205
4. 15-25 5-10 thn 80 25 25 130
Patofisiologi
Mekanisme Keterangan :
PWL : Cairan yang hilang karena muntah
NWL : Cairan hilang melalui urine, kulit, pernapasan
CWL : Cairan hilang karena muntah hebat dasar yang menyebabkan timbulnya
diare ialah:
Gangguan osmotik
makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke
dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul
diare kerena peningkatan isi lumen usus.
Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat
timbul diare pula.
Komplikasi Diare
Komplikasi lain yang kadang kala timbul mencakup :
Gangguan pada keseimbangan elektrolit normal dalam tubuh
15
Elektrolit adalah zat-zat kimia yang ketika mencair atau larut dalam air atau cairan
lainnya memecah menjadi partikel-partikel (ion) dan mampu membawa aliran
listrik.
Kelumpuhan ileus (Paralytic ileus)
Ini adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan atau tidak adanya gerakan
usus. Kondisi ini dapat terjadi akibat pembedahan, cedera pada dinding perut,
sakit ginjal yang parah, atau penyakit parah lainnya
Septi semia
Ini adalah suatu kondisi dimana terdapat infeksi pada seluruh bagian tubuh.
Kondisi ini biasanya menyusul adanya infeksi disalah satu bagian tubuh, yang dari
sana bakteri pergi ke berbagai bagian tubuh lain melalui darah.
Komplikasi darah seperti koagulasi intra vaskuler terdiseminasi
Jika ada penyakit atau cidera parah apapun, darah cenderung membentuk suatu
massa semi padat atau gumpalan darah didalam pembuluh darah (Ramaiah 2002).
Gejala klinis (B. Albert and Paul S, 1990)
Mula-mula bayi/balita menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian diare. Tinja lendir dan atau
darah. Warna tinja makinlama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur
oleh empedu. Anus dan daerahsekitarnya lecet karena sering defekasi dan tinja
makin lama makin asam sebagai akibatmakin banyaknya asam laktat, yang
berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah
dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkanoleh lambung yang
turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi mulai tampak. BB turun, turgor kulit berkurang, mata
danubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
16
2.5. Epidemiologi Diare
Sebelum kita ketahui epidimiologi dari kasus diare ini, perlu kita ketahui
terlebihdahulu frekuensi diare pada balita yaitu 2-3 kali per tahun. Maka kejadian
ini, merupakankejadian berulang pada balita. Adapun yang menyebabkan kejadian
diare ini berulang yaitu (Joko irianto, 2005), yaitu ;
a.Penyebaran Kuman yang menyebabkan diare. Kuman penyebab diare biasanya
menyebar melalui fecal oral antara lain makan/minumyang tercemar tinja dan atau
kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa prilaku dapatmenyebabkan
penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare,
prilakutersebut antara lain :
1) Tidak memberikan ASI (air susu ibu) secara penuh 4-6 bulan pada
pertama kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita
diare lebih besar dari pada bayi yang diberiASI penuh dan kemungkinan
menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
2) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencernaan
oleh kuman,karena botol susah untuk dibersihkan.
3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan
beberapa jam padasuhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan
berkembangbiak.
4) Menggunakan air minum yang tercemar. air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, pencemaran di rumah dapat
terjadi kalau tempat penyimpanantidak tertutup atau apabila tangan
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air daritempat penyimpanan.
5) Tidak mencuci tangan setelah buang air besar dan sesudah membuang
tinja anak atausebelum makan dan menyusui/menyuapi anak.
6) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering
menganggap bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya
mengandung virus dan bakteri dalam jumlah besar. Sementara itu tinja
binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.
17
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit lain
danlamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
1) Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun. ASI mengandung antibodi
yang dapatmelindungi kita terhadap kuman penyebab diare
seperti : shigella dan V cholerae
2) Kurang gizi beratnya penyakit , lama dan risiko kematian karena diare
meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama gizi
buruk.
3) Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-
anak yang sedangmenderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini
sebagai akibat dari penurunankekebalan tubuh penderita.
4) Imunodefisiensi/imunosupresi. Keadaan ini hanya berlangsung sementara,
misalnya sesudahinfeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang
berlangsung lama seperti pada penderitaAIDS (automune insufisiensi
syndrom) pada anak imunosepresi berat, diare dapat terjadikarena kuman
yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama.
5) Secara proposional, diare lebih banyak terjadi pada golongan balita (55
%).
c. Faktor lingkungan dan prilaku Penyakit diare adalah salah satu penyakit yang
berbasis lingkungan dua faktor yangdominan , yaitu saran air bersih dan sarana
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan prilaku
manusia apabila faktor lingkungan tidak sehat karenatercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan prilaku manusia yang tidak sehat pula.Yaitu melalui makan
dan minum , maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
2.6. Pencegahan Diare terhadap Balita
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi keparahan
penyakit pada saat balita menderita diare (Akhmadi (2009), adalah sebagai
berikut:
1. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat pencegahan secara imunologik dan turut
memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang mendapat makanan
18
tercemar. Bayi yang diberi ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali
lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
formula. Flora usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab
diare. Pemberian ASI selama diare dapat mengurangi akibat negatif terhadap
pertumbuhan dan keadaan gizi bayi serta mengurangi keparahan diare.
2. Memperbaiki makanan sapihan
Penyapihan adalah proses seorang anak secara bertahap mulai dibiasakan
dengan susunan makanan orang dewasa. Susu, terutama ASI tetap merupakan
bagian penting dalam susunan makanannya khususnya sampai usia 2 tahun. ASI
eksklusif diberikan sampai bayi berumur 6 tahun setelah itu cara bertahap
dikenalkan makanan tambahan yang lunak. Pada umur 1 tahun semua jenis
makanan yang mudah disiapkan dapat diberikan sebanyak 4-6 kali sehari.
Makanan dimasak dan direbus dengan baik, disimpan di tempat dingin dan
dihangatkan sebelum diberikan.
3. Banyak menggunakan air bersih
Air bersih merupakan barang yang mahal saat sekarang karena dibeberapa
daerah banyak yang mengalami krisis air bersih. Namun penyediaan air bersih
yang memadai penting untuk secara efektif membersihkan tempat dan peralatan
memasak serta makanan, demikian pula untuk mencuci tangan. Hal ini
memungkinkan untuk mengurangi tertelannya bakteri patogen pada balita. Kita
juga harus membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat salah satunya dengan
mencuci tangan dan sabun ketika mau makan atau setelah memegang benda yang
kotor. Demikian juga peralatan sumber air untuk bayi, tempat yang digunakan dan
lainnya harus bersih untuk mencegah terjadinya diare.
4. Mencuci tangan
Mencuci tangan dengan sabun, terutama setelah buang air besar dan
sebelum memegang makanan dan makan merupakan salah satu cara mencegah
terjadinya diare. Keluarga dan setiap individu harus paham fungsi dan manfaat
mencuci tangan dengan sabun. Cuci tangan dengan bersih dilakukan setelah
19
membersihkan anak yang buang air besar, membuang tinja anak, dan buang air
besar. Cuci tangan juga perlu dilakukan sebelum menyiapkan makanan, makan,
dan memberikan makanan kepada anak. Anak juga secara bertahap diajarkan
kebiasaan mencuci tangan.
5. Penggunaan jamban
Penggunaan jamban yang baik adalah apabila tidak ada tinja yang
tertinggal (menempel) di sekitar jamban, serta teratur dalam membersihkan dan
menyikat jamban. (Sutomo, 1995). Sedangkan karakteristik jamban yang baik
sebagai berikut: dapat digunakan oleh semua anggota keluarga, berjarak sekurang-
kurangnya 20 meter dari sumber air dan pemukiman, tandon penampung tinja
sekurang-kurangnya sedalam 1 meter, serta tidak memungkinkan lalat/serangga
hinggap di tampungan tinja (dengan sistem leher angsa).
6. Cara yang benar membuang tinja bayi
Tinja harus dibungkus dengan kertas atau daun kemudian dibuang dengan
cepat ke dalam jamban atau lubang di tanah. Apabila tinja terpaksa dibuang di
udara terbuka, maka dibuang di tempat yang terkena sinar matahari, karena sinar
matahari dapat membunuh bakteri dan kuman-kuman dalam tinja tersebut. Setelah
buang air besar balita segera dibersihkan kemudian tangan keluarga yang
membuang tinja dan tangan balita dicuci dengan sabun sampai bersih.
7. Imunisasi campak
Pemberian imunisasi campak berkorelasi terhadap kejadian diare. Hal ini
dilakukan pada balita yang sedang menderita campak dan selama dua atau tiga
bulan setelah penyakit campak menunjukkan kasus diare dengan angka lebih
tinggi dan lebih parah daripada balita yang sama tanpa campak. Oleh karena itu
balita diusahakan untuk mendapatkan imunisasi campak segera setelah berumur
sembilan bulan.
Diare umumnya ditularkan melaui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly dan Finger.
Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus
rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan adalah
20
(Ngastiyah, 2005): penyiapan makanan yang higienis, penyediaan air minum yang
bersih, kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan, pemberian ASI
eksklusif, buang air besar pada tempatnya (WC, toilet), tempat buang sampah
yang memadai, berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan, dan lingkungan
hidup yang sehat.
2.7. Pengobatan Diare
Menurut Whaley and Wong (2009) penatalaksanaan diare pada balita
difokuskan pada penyebab, keseimbangan cairan dan elektrolit, serta fungsi
normal perut. Prinsipnya adalah mengganti cairan yang hilang (rehidrasi), tetap
memberikan makanan, tidak memberikan obat anti diare (antibiotik hanya
diberikan atas indikasi), dan penyuluhan. Penderita diare kebanyakan dapat
sembuh tanpa pengobatan khusus. Serangan diare yang berulang akan mendorong
penderita ke dalam keadaan malnutrisi oleh karena itu penatalaksanaan yang
benar sangat dibutuhkan karena dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian,
apalagi pada anak-anak. Selain itu keluarga dapat menjaga balita atau anak-anak
dari diare dengan menjaga kebersihan lingkungan serta makanan. Selain itu bila
sudah terkena maka keluarga dapat melakukan pertolongan dengan memberikan
oralit atau campuran gula dan garam. Adapun cara membuatnya, yaitu: tuangkan
air matang ke dalam gelas bersih (200 ml), ditambah 1 sendok teh munjung gula
pasir 16 dan ¼ sendok teh garam dapur, aduk sampai larut benar. Cairan rumah
tangga adalah cairan yang berasal dari makanan seperti bubur encer dari tepung,
sup, air tajin, air kelapa muda, dan makanan yang diencerkan.
2.8. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Kejadian Diare pada
Balita
2.8.1. Konsep prilaku
Penyakit diare merupakan suatu penyakit yang berbasis lingkungan. Ada 2
faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor
ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia yang tidak sehat. Karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula,
21
yaitu melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian penyakit
diare. .( Saifuddin Azwar, 2008).
Menurut Notoadmojo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah
respon seseorangterhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan,makanan, serta lingkungan. Perilaku kesehatan itu
mencakup
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia
berespon, baik secara pasif maupun aktif yang dilakukan sehubungan
dengan sakit dan penyakit tersebut.Perilaku tersebut terhadap sakit dan
penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengantingkat-tingkat pencegahan
penyakit, yakni :
b. 1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan,
misalnya makananyang bergizi, olah raga.
2) Perilaku pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk
menghindari gigitannyamuk, imunisasi.
3) Perilaku sehubungan dengan pencarian obat, misal ke poli gigi untuk berobat.
4) Perilaku sehunbungan denagn pemulihan kesehatan, misal diet,
mematuhi peraturandokter.
c. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, misal, dalam
memilihmenggunakan fasilitas pelayanan kesehatan.
d. Perilaku terhadap makanan, misal dalam memilih konsumsi makanan.
e. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan, misal perilaku sehubungan
dengan air bersih, pembuangan air kotor, pembuangan limbah, kondisi
rumah sehat, pembersihan sarang-sarang. Menurut Benyamin Bloom
dalam Notoadmojo, 1908. perilaku dibagi dalam 3 domainyaitu :
a. Pengetahuan peserta didik terhadap pendidikan yang diberikan
(knowledge).
b. Sikap atau anggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan (attitude).
c. Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan
dengan materi pendidik yang diberikan (practice).
22
2.8.2. Tingkatan Pengetahuan
Diare membutuhkan penanganan yang cepat agar tidak terjadi dehidrasi.
Pengetahuan mengenai penanggulangan diare sangat penting untuk di ketahui
oleh ibu yang dapat dijadikan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya dehidrasi
baik ringan, sedang maupun berat. Jika terjadi dehidrasi dan tidak segera
ditangani maka akan menyebabkan kematian. Karena dehidrasi merupakan
penyebab kematian pada penyakit diare. Jika ibu mengetahui cara
penanggulangan kejadian diare secara dini dengan baik, maka balita yang terkena
diare tidak akan sampai mengalami dehidrasi sedang atau berat karena sudah
dapat ditanggulangi sendiri di rumah. (Lina Malikhah, 2010).
Menurut Notoatmojo (1993), Pengetahuan mempunyai tingkatan yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan
menyatakan dan sebagainya. Contoh dapat menyebutkan tanda – tanda
kekurangan kalori dan protein pada anak balita.
b. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui. Dan dapat menginterpertasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya. Contoh dapat menjelaskan mengapa kita harus makan –
makanan yang bergizi.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
23
dapat diartikan sebagai aplikasi atau kegunaan hukum – hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain.
Contohnya dapat menggunakan prinsip – prinsip, siklus pemecahan
masalah, dari kasus yang diberi.
d. Analisis (Analysis)
Adalah suatu harapan untuk menjabarkan suatu materi atau objek dalam
komponen – komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitanya dengan yang lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan
bagian – bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun, merencanakan,
meningkatkan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi
Evaluasi dikaitkan dengan kemampuan – kemampuan untuk melakukan
identifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau suatu objek,
penilaian – penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria tak ada.
2.9. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Diare
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat komplek, yang
saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun
kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Menurut model segitiga
epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat interaksi satu sama lain yaitu antara
faktor lingkungan, agent dan host (Timmreck, 2004).
24
Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi
penentu pendorong terjadinya diare. Faktor lingkungan merupakan faktor yang
paling penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan upaya perbaikan
sanitasi lingkungan (Zubir, 2006). Seseorang yang daya tahan tubuhnya kurang,
maka akan mudah terserang penyakit. Penyakit tersebut antara lain diare, kolera,
campak, tifus, malaria, demam berdarah dan influensa (Slamet, 2002). Masalah-
masalah kesehatan lingkungan antara lain pada sanitasi (jamban), penyediaan air
minum, perumahan, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah
(Notoatmodjo, 2007).
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Diare:
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit diare antara
lain faktor sanitasi lingkungan seperti, (Akhmadi (2009) :
a. Sumber air minum
Air merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Kebutuhan manusia
akan air sangat komplek antara lain untuk minum, masak, mencuci, mandi dan
sebagainya. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah
kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum (termasuk
untuk memasak) air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak
menimbulkan penyakit bagi manusia termasuk diare.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah:
Mengambil air dari sumber air yang bersih.
Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih
dan tertutup, serta menggunakan gayung khusus untuk
mengambil air.
Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran
oleh binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak
antara sumber air minum dengan sumber pengotoran
(tangki septik), tempat pembuangan sampah dan air
limbah harus lebih dari 10 meter.
Menggunakan air yang direbus.
Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air
yang bersih dan cukup (Depkes RI, 2005).
25
b. Kualitas fisik air bersih
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna,
tidak berasa dan tidak berbau. Menurut Notoatmodjo (2003),
syarat-syarat air minum yang sehat adalah sebagai berikut:
(Umiati, 2009).
Syarat fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tidak
berwarna), tidak berasa, tidak berbau, suhu dibawah suhu udara di luarnya,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari cara mengenal air yang memenuhi
persyaratan fisik tidak sulit.
Syarat Bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri,
terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum
terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel air tersebut.
Bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari empat bakteri E. coli, maka
air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
Syarat kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di dalam jumlah
tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air, akan
menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia seperti flour (1-1,5 mg/l), chlor
(250 mg/l), arsen (0,05 mg/l), tembaga (1,0 mg/l), besi (0,3 mg/l), zat organik (10
mg/l), pH (6,5-9,6 mg/l), dan CO2 (0 mg/l).
Kondisi fisik sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan
berdasarkan penilaian inspeksi sanitasi dengan kategori tinggi dan amat tinggi
dapat mempengaruhi kualitas air bersih dengan adanya pencemaran air kotor yang
merembes ke dalam air sumur.
c. Kepemilikan jamban
Jamban merupakan sarana yang digunakan masyarakat sebagai
tempat buang air besar. Sehingga sebagai tempat pembuangan tinja, jamban
sangat potensial untuk menyebabkan timbulnya berbagai gangguan bagi
masyarakat yang ada di sekitarnya. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan
estetika, kenyamanan dan kesehatan.
26
Menurut Notoatmodjo (2003), suatu jamban disebut sehat untuk daerah
pedesaan, apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut.
Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoak, dan binatang-
binatang lainnya.
Tidak menimbulkan bau.
Mudah digunakan dan dipelihara.
Sederhana desainnya.
Murah.
Dapat diterima oleh pemakainya.
d. Jenis lantai rumah
Syarat rumah yang sehat, jenis lantai rumahnya yang penting tidak
berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Lantai rumah
dari tanah agar tidak berdebu maka dilakukan penyiraman air kemudian
dipadatkan. Dari segi kesehatan, lantai ubin atau semen merupakan lantai yang
baik sedangkan lantai rumah dipedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan.
Apabila perilaku penghuni rumah tidak sesuai dengan norma-norma kesehatan
seperti tidak membersihkan lantai dengan baik, maka akan menyebabkan
terjadinya penularan penyakit termasuk diare. (Umiati, 2009).
e. Pembuangan sampah
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang
berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah antara
lain, yakni sampah anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat
membusuk, misalnya: logam atau besi, pecahan gelas, plastik. Sampah organik
adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya: sisa makanan,
daun-daunan, dan buah-buahan. kebiasaan membuang sampah di tempat lain
(belakang rumah, depan rumah), memiliki tempat sampah dengan keadaan tidak
tertutup, membuang sampah di sungai kejadian diare lebih besar.
(Noerolandra, 2006).
27
2.10. Kerangka Teori
Skema kerangka teori
(Modifikasi dari konsep HL.Blum oleh Sarwono Solita, 2005 dalam Suharyono
2007)
28
Faktor Predisposisi:
Pengetahuan Sikap Jenis pekerjaan Tingkat pendidikan Tingkat social
ekonomi.
Faktor Pendukung:
Sarana dan prasarana Terjangkaunya fasilitas
kesehatan Ketersediaan
pelayanan kesehatan. Kondisi
lingkungan/sanitasi
Faktor Penguat:
Sikap dan perilaku petugas kesehatan.
Tokoh masyarakat. Peraturan pemerintah.
Praktek ibu dalam
penatalaksanaan
penyakit diare pada
balita
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan
dan sikap ibu serta faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian diare pada
balita maka disusun suatu kerangka konsep sebagai berikut:
Variabel Independen
Variabel Dependen
29
Karakteristik Ibu
Pengetahuan Ibu tentang Diare
Sikap Ibu tentang Diare
Faktor Lingkungan
Sumber Air Minum Jenis Tempat
Pembuangan Tinja Jenis Lantai Rumah
Kejadian Diare
pada Balita
3.2. Definisi Operasional
No
.
Variabel Definisi
Opersional
Cara Ukur
dan Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
1.
2.
3.
Karakteristik
Sosiodemografi:
Umur
Tingkat
Pendidikan
Jenis Pekerjaan
Lama waktu
hidup responden,
sejak dilahirkan
sampai ulang
tahun yang
terakhir (KBBI,
2001)
Jenjang
pendidikan
formal terakhir
yang pernah
diikuti
responden
(KBBI, 2001)
Jenis pekerjaan
responden
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Kuesioner
1. Remaja (umur
14-21 tahun)
2. Dewasa (umur
22-44 tahun)
3. Lansia (umur
> 45 tahun)
1. Tidak sekolah
2. Tidak tamat
SD
3. Tamat SD
4. Tamat
SMP/sederajat
5. Tamat
SMA/sederaja
t
6. Akademi/
Perguruan
Tinggi
1. Tidak bekerja
2. Buruh
3. Pedagang
4. Petani
Nominal
Ordinal
Nominal
30
4.
Pendapatan Jumlah
penghasilan
yang diperoleh
oleh keluarga
tiap bulannya
Wawancara
Kuesioner
5. Jasa
6. Pegawai
swasta
7. Pegawai
negeri
8. Lain-lain
1. Tidak bekerja
2. Buruh
Ordinal
6.
7.
8.
Variabel
Independen:
Pengetahuan Ibu
Sikap Ibu
Sumber Air
Minum
Pemahaman
responden
tentang diare
Reaksi
responden
tentang aspek
kesehatan yang
berhubungan
pada
bapencegahan
dan penanganan
diare pada balita.
Sumber air yang
digunakan untuk
memenuhi
Angket
Kuesioner
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Kuisioner
1. Buruk, jika
total akor
kurang dari 24
2. Baik, jika total
skor lebih dari
sama dengan
24.
1. Buruk, jika
total akor
kurang dari 29.
2. Baik, jika total
skor lebih dari
sama dengan
29.
1. Sumber air
tidak
terlindung
2. Sumber air
Ordinal
Ordinal
Nominal
31
9.
10.
Jenis Tempat
Pembuangan
Tinja
Jenis Lantai
kebutuhan
minum dan
memasak,
dengan kriteria :
(1) sungai; (2)
sumur; dan (3)
PAM
Macam tempat
buang air besar
yang digunakan
keluarga
termasuk balita
untuk
membuang tinja,
dengan kriteria :
(1) tidak
mempunyai
kakus (ke
sungai); (2)
jamban tanpa
tanki septic atau
kakus di atas
sungai; dan (3)
jamban dengan
tangkai septic
atau jamban
leher angsa.
Bahan utama
Wawancara
Kuisioner
Wawancara
terlindung
1. Jamban tidak
sehat
2. Jamban sehat
1. Lantai tidak
Nominal
Nominal
32
Rumah pembuat lantai
rumah, dengan
kriteria : (1)
tanah; (2) semen;
dan (3) porselin
atau ubin.
Kuisioner kedap air2. Lantai kedap
air
8.
Variabel
Dependen:
Kejadian diare Suatu keadaan
dimana terjadi
buang air besar
cair atau mencret
dengan frekuensi
lebih dari 3 kali
sehari dalam
kurun waktu 3
bulan terakhir
yang dialami
oleh balita yang
terpilih sebagai
sampel.
Wawancara
Kuesioner
1. Tidak diare
2. Diare
Nominal
BAB IV
33
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional,
yaitu pendekatan penelitian yang mengukur variabel sebab akibat yang terjadi
pada objek penelitian dalam waktu yang bersamaan (Murti, 2003).
4.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sungai Pinang yang diketahui memiliki 12
desa Dengan jumlah penduduk total 28.590 jiwa. Hal ini didasari oleh data yang
dikumpulkan dari puskesmas setempat bahwa daerah tersebut memiliki prevalensi
kejadian diare yang cukup tinggi, dan berdasarkan data dari kelurahan dan
pengamatan dari peneliti sendiri diketahui bahwa daerah tersebut memiliki
keadaan georafis dan lingkungan yang spesifik.
4.3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2013.
4.4. Variabel Penelitian
Variabel terikat atau dependen dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada
anak balita. Variabel bebas atau independen yakni lingkungan, pengetahuan, dan sikap
ibu.
4.5. Populasi dan Sampel
4.5.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita di
Kecamatan Sungai Pinang. Jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah
28.590 jiwa (Data Kecamatan Sungai Pinang, 2011).
4.5.2. Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus :
34
n : jumlah sampel
Z : deviasi normal standar (pada alpha: 5%)
P : proporsi diasumsikan 0,5
d : presisi relatif (10%)
CI : 95%
Deff : design effect diasumsikan 2
Sehingga:
n = (1,96)2 . 0,5 (1-0,5) 2
(0,10)2
= 193
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006).
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita di Kecamatan
Sungai Pinang. Besar sampel dapat dihitung menggunakan CSurvey, dimana
terdapat 12 desa di Kecamatan Sungai Pinang serta terpilih 7 Desa dan 5
kelurahan dengan dibagi menjadi 30 klaster. 30 klaster ini didapat dari 12 desa.
jadi, 193/30= 7 yang artinya terdapat 7 sampel pada tispklaster. sehingga
didapatkan jumlah respondentotal sebanyak 7 x 30 = 210 orang.
4.6. Jenis, Cara, dan Alat Pengumpulan Data
Jenis dan Cara Pengumpulan Data.
a. Data Primer.
Pengumpulan data primer pada penelitian ini menggunakan instrument berupa
kuesioner oleh peneliti sendiri. Data yang dikumpulkan adalah mengenai variable-
variabel yang diteliti antara lain karakteristik sosiodemografi, pengetahuan, dan
sikap ibu.
b. Data Sekunder
Data sekunder digunakan sebagai data pendukung yang diperoleh dari Data
Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2011.
35
2. Alat Pengumpulan Data
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
4.7. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data yang akan dilakukan pada prinsipnya melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Editing, yaitu melakukan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran data
yang telah dikumpulkan.
2. Coding, yaitu suatu proses untuk memberikan kode pada data yang ada
untk mempermudah pengolahan data.
3. Entry, yaitu suatu proses dimana data tersebut dipindahkan dalam suatu
media untuk mengolah data.
4. Tabulating, yaitu proses dimana data yang telah diberikan kode
dimasukkan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
BAB V
36
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2005. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta : Depkes RI.
Umiati, Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Nogosari Kabupaten Boyolali Tahun 2009, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Surakarta, 2010.
Yatsuyanagi, Penatalaksanaan Diare di Rumah pada Balita . Beritan Kedokteran Masyarakat. Vol.22. No.1. Maret 2002 : 7-14.
Notoadmodjo, 2007 Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Timmreck CT. 2004. Epidemiologi suatu Pengantar. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Hidayat, Penatalaksanaan dietetic penderita diare anak, Badan penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2005, 1-50.
Malikah, Lina, Peranan air bersih dan Sanitasi dalamm Pemberantasan Penyakit Menular, Sanitas Vol. II No. 2, YLKI, Jakarta,2010, 81-84.
Ngastiyah, Pengaruh air bersih kaitannya dengan kejadian diare di desa Sondongagung, Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta, Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta, 2005.
Pudjiaji, 2005, Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka.
Widoyono, 2008, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Surabaya: Erlangga.
Akhmadi, 2009, Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Citra Aditya Bakti.