MAWAARIITS MAKALAH Disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah : PAI Dosen pembimbing: Ust.M.Rudi Hartanto Lc. Disusun oleh : 1.Asep Sopian 2.Lili Muslihat 3.Sunarya 4.Iwan Ridwansyah SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-HIDAYAH BOGOR Kampus:Jl.Raya Dramaga Km.6,Kel.Margajaya,Kec.Bogor Barat Kota Bogor.Telp. : (0251) 8625187
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAWAARIITS
MAKALAH
Disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah : PAI
Dosen pembimbing: Ust.M.Rudi Hartanto Lc.
Disusun oleh : 1.Asep Sopian
2.Lili Muslihat
3.Sunarya
4.Iwan Ridwansyah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-HIDAYAH BOGOR
Kampus:Jl.Raya Dramaga Km.6,Kel.Margajaya,Kec.Bogor Barat
Kota Bogor.Telp. : (0251) 8625187
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah
kepada umat ini. Shalawat beserta salam semoga tercurah kepada nabi kita
Muhammad Saw. yang tidak ada nabi setelahnya. sebagai contoh dan panutan yang
paling baik bagi seluruh umat manusia.
Alhamdulillah kami dapat menyusun Makalah dengan tema "Mawarriits”
Walaupun kami sadari masih banyak kekurangan yang belum bisa kami tutupi dalam
pembuatannya. Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan dapat menambah
pengetahuan bagi pembaca dan terutama penyusun dan semoga makalah ini dapat
menjadi pelengkap nilai dalam mata kuliah PAI .
Saran dan masukkan sangat kami harapkan agar dapat menjadi lebih baik di
masa yang akan datang. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca
pada umumnya. Amin.
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Bogor, 20 Januari 2013
Tim Penyusun
3
DAFTAR ISI
A.Kata pengantar……………………………………………………………………01
B.Daftar isi………………………………………………………………………….02
C. Rumusan Masalah
Bab I Pendahuluan ………………………………………………………. 04
Bab II Hukum kewarisan …………………………………………………..06
Bab III Unsur-unsur dan Syarat kewarisan……………………………….. 14
Bab IV Sebab-sebab adanya kewarisan …………………………………… 16
Bab V Sebab-sebab yang menjadi penghalang kewarisan ……………….. 19
Bab VI Hajib dan Mahjub ………………………………………………... 23
Bab VII Cara Menghitung dan membagikan warisan ……………………. 28
D. Kesimpulan……………………………………………………………………….29
E. Penutup ………………………………………………………………………… 30
C. Daftar pustaka………………………………………………………………… 31
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN MAWARIS
Secara etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras (موارث), yang
merupakan mashdar (infinitif) dari kata : warasa – yarisu – irsan – mirasan.
Maknanya menurut bahasa adalah ; berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada
orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Sedangkan maknanya menurut istilah yang dikenal para ulama ialah,
berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang
masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang
berupa hak milik yang legal secara syar’i.
Jadi yang dimaksudkan dengan mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan
hak milik dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup
sesuai dengan ketentuan dalam al-Quran dan al-Hadis.
Sedangkanm istilah Fiqih Mawaris dimaksudkan ilmu fiqih yang mempelajari
siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima warisan, siapa yang tidak berhak
menerima, serta bagian-bagian tertentu yang diterimanya.
Fiqih Mawaris juga disebut Ilmu Faraid, diambil dari lafazh faridhah, yang oleh
ulama faradhiyun semakna dengan lafazh mafrudhah, yakni bagian yang telah
dipastikan kadarnya. Jadi disebut dengan ilmu faraidh, karena dalam pembagian harta
warisan telah ditentukan siapa-siapa yang berhak menerima warisan, siapa yang tidak
berhak, dan jumlah (kadarnya) yang akan diterima oleh ahli waris telah ditentukan.1
1 Miftah Effendi,Fiqh Mawaris,”http//Miftah Effendi.blog.spot.com”,diunduh 2 januari 2013
5
B. TUJUAN KEWARISAN ISLAM
Adapun tujuan kewarisan dalam Islam dapat kita rumuskan sebagai berikut :
1. Penetapan bagian-bagian warisan dan yang berhak menerima secara rinci dan
jelas, bertujuan agar tidak terjadinya perselisihan dan pertikaian antara
ahli waris. Karena dengan ketentuan-ketentuan tersebut, masing-masing
ahli waris harus mengikuti ketentuan syariat dan tidak bisa mengikuti
kehendak dan keinginan masing-masing.
2. Baik laki-laki maupun perempuan mendapat bagian warisan (yang pada masa
jahiliyah hanya laki-laki yang berhak) sebagai upaya mewujudkan
pembagian kewarisan yang berkeadilan berimbang. Dalam artian masing-
masing berhak menerima warisan sesuai dengan porsi beban dan
tanggung jawabnya
BAB II
6
HUKUM DAN SUMBER HUKUM KEWARISAN
A. HUKUM KEWARISAN
Dalam hukum kewarisan terdapat dua hal, yaitu, hukum membagi harta warisan
menurut ketentuan syari’at Islam dan hukum mempelajari dan mengajarkannya.
1. Hukum membagi harta warisan menurut ketentuan syari’at Islam
Bagi umat Islam melaksanakan peraturan-peraturan syari’at yang telah ditentukan
nash yang sharih adalah suatu keharusan, selama peraturan tersebut tidak ditunjuk
oleh dalil nash yang lain yang menunjukkan ketidak-wajibannya.
Dalam hal ini kita dapat merujuk nash al-Quran maupun al-Hadis yang berkaitan
hal ini, terpenuhinya rukun dan syarat secara agama. Tentang syarat administrative
masih terdapat perbedaan pendapat. Hukum perkawinan di Indonesia, memberikan
kelonggaran dalam hal ini. Yang menjadi ukuran sah atau tidaknya perkawinan bukan
secara administrasi (hukum positif, Pen.) tetapi ketentuan agama.
Disebagian negara muslim, seperti Pakistan, perkawinan yang tidak dicatat
dapat dihukum penjara atau denda atau bahkan kedua-duanya. Di Indonesia
hendaknya ini menjadi perhatian, karena perkawinan yang tidak terpenuhinya secara
administrative (hukum positif) akan dapat menimbulkan kemudlaratan, seperti
penyangkalan terhadap suatu perkawinan karena tidak adanya bukti tertulis (secara
administratif).
Berkaitan dengan perkawinan yang menyebabkan saling mewarisi adalah
perkawinan yang masih utuh atau dianggap masih utuh. Yang dimaksud dengan
perkawinan yang dianggap masih utuh ialah apabila perkawinan telah diputus dengan
thalak raj’i (cerai pertama dan kedua) dan masa iddah raj’i bagi seorang isteri belum
selesai. Perkawinan tersebut dianggap masih utuh karena selama masa iddah, suami
berhak penuh merujuk isterinya tanpa memerlukan kerelaan isteri, tanpa membayar
mas kawin baru dan tanpa menghadirkan dua orang saksi dan wali.
Sehingga isteri yang sedang berada dalam masa iddah talak raj’i, apabila
suaminya meninggal ia berhak mewarisi harta suaminya. Demikian pula sebaliknya,
suami berhak mewarisi harta isterinya.
C. HUBUNGAN KARENA SEBAB AL-WALA’
Wala’ dalam pengertian syariat adalah ;
18
1) Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena membebaskan (memberi
hak emansipasi) budak.
2) Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena adanya perjanjian tolong
menolong dan sumpah setia antara seseorang dengan seseorang yang lain.
Wala’ yang pertama disebut dengan wala’ul ‘ataqah (disebabkan karena adanya
sebab telah membebaskan budak) Orang yang membebaskan budak disebut mu’tiq
jika laki-laki dan mu’tiqah jika perempuan. Sedangkan wala’ yang kedua disebut
dengan walaul-muwalah, yaitu wala’ yang timbul akibat kesediaan seseorang tolong
menolong dengan yang lain melalui suatu perjanjian. Misalnya seseorang berkata
kepada orang lain; wahai fulan engkau dapat mewarisi hartaku bila aku telah mati dan
dapat mengambil diyat (denda) untukku bila aku dilukai seseorang, demikian pula
aku dapat mewarisi hartamu dan menagambil diyat karenamu. Kemudian orang lain
tersebut menerima perjanjian itu. Pihak pertama disebut al-mawali dan pihak kedua
disebut al-mawala.
Adapun bagian orang yang memerdekakan hamba sahaya (budak) adalah 1/6
(seperenam) dari harta peninggalan. Terhadap wala al-muwalah menurut jumhur
ulama demikian pula Undang-undang Kewarisan Mesir telah dinasakah melalui surat
al-Anfal ayat 75 :
Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak
terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) didalam kitab Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
BAB V
SEBAB-SEBAB YANG MENJADI
19
PENGHALANG KEWARISAN
Hal-hal yang dapat menyebabkan seseorang terhalang untuk mewarisi
Para ulama mazhab sepakat bahwa ada tiga hal yang menghalangi (موانع االرث )
warisan, yaitu: ( perbudakan, pembunuhan, dan berlainan agama )4
A. PERBUDAKAN
Perbudakan menjadi penghalang untuk mewarisi berdasarkan adanya petunjuk
umum yang menyatakan budak tidak memiliki kecakapan melakukan perbuatan
hukum. Hal ini berdasarkan surat al-Anfal ayat 75 :
Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki
yang tidak dapat bertindak terhadap sesutupun…(Q.S. Al-Anfal : 75).
Mafhum ayat tersebut menjelaskan bahwa budak itu tidak cakap untuk
mengurusi hak milik kebendaan dengan jalan apa saja. Hak-hak kebendaannya
sepenuhnya berada ditangan tuannya. Dan status kekerabatan dengan keluarganya
sudah putus. Sebagaimana dinyatakan oleh Drs. Fatchur Rahman, bahwa budak tidak
dapat mewarisi karena :
a. Ia dipandang tidak cakap mengurusi harta milik;
b. Status kekeluargaannya terhadap kerabat-kerabatnya sudah putus dan
karenanya ia sudah menjadi keluarga asing (bukan keluarganya).
Menurut Ali Ahmad Al-Juejawy, budak itu tidak dapat mewarisi harta
peninggalan tuannya bila tuannya meninggal, disebabkan budak itu sendiri berstatus
sebagai harta milik bagi tuannya.
Kitab Undang-undang Kewarisan Mesir tidak memuat pasal tentang penghalang
mewarisi karena perbudakan, karena di negara tersebut perbudakan dilarang oleh
undang-undang.
Hal tersebut merupakan hal yang sangat positif, karena pada hakikatnya Islam
tidak menghendaki adanya perbudakan. Hal tersebut dapat kita perhatikan dari
gencarnya Islam menghapuskan perbudakan dengan adanya hukuman yang diberikan 4 Muhammad Jawad Mughniyah,Fiqh Lima Mazhab,(Jakarta: lentera, 2000) hlm: 541
20
kepada seseorang berupa pembebasan budak. Budak adalah tetap manusia yang
mempunyai harkat dan martabat, hanya karena statusnya yang tidak memiliki
kecakapan apapun. Hal tersebut terjadi karena masa jahiliyah (sebelum Islam dating)
budak diposisikan dengan cara yang tidak terhormat, dapat diperlakukan apa saja dan
dianggap seperti barang/harta. Sehingga ajaran Islam yang sangat memperhatikan
keadaan dan kondisi suatu masyarakat, tidak dengan serta merta (secara totalitas)
menghapuskan tradisi tersebut. Proses tasyri’ yang sedemikian dapat juga kita
perhatikan dari proses pengharaman khamar (minuman keras) yang dilakukan dengan
bertahap.
B. PEMBUNUHAN
Pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap al-muwarris
menyebabkannya tidak dapat mewarisi hartanya. Demikian kesepakatan mayoritas
(jumhur) ulama. Hal tersebut merupakan hal yang cukup beralasan, karena tidak
menutup kemungkinan untuk menguasai harta seseorang membunuh orang lain.
Karena motivasi yang tidak baik tersebut, maka terhadap orang yang membunuh
tidak diperkenankan dan tidak berhak mewarisi harta peninggalannya.
Terhadap masalah ini, golongan khawarij, yang memisahkan diri dari Ali bin
Abi Thalib dan Muawiyah, menentang pendapat ini. Alasan mereka, ayat-ayat al-
Quran bersifat umum dan tidak mengecualikan si pembunuh. Karena ayat-ayat
kewarisan hanya memberi petunjuk umum, sehingga keumuman ayat-ayat tersebut
harus diamalkan.
Dalam hal ini mereka hanya mengacu pada keumuman ayat-ayat kewarisan.
Padahal dalam hadis nabi Muhammad SAW. adanya pengecualian terhadap
pembunuh. Adapun dasar hukum yang dipergunakan oleh mayoritas (jumhur) ulama
yang menyatakan pembunuh terhalang untuk mewarisi adalah;
1. Riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas :
21
Rasulullah SAW. bersabda : Barang siapa membunuh seseorang korban, maka
ia tidak dapat mewarisinya, walaupun korban tidak mempunyai ahli waris selain
dirinya. (Begitu juga) walaupun korban itu adalah orang tuanya atau anaknya sendiri.
Maka bagi pembunuh tidak berhak menerima warisan. (H.R. Ahmad).
2. Riwayat An-Nasai :
Tidak ada hak bagi pembunuh sedikitpun untuk mewarisi. (H.R. An-Nasai).
Berdasarkan hadis-hadis tersebut, maka secara jelas dinyatakan pembunuh
terhalang untuk mewarisi harta orang yang dibunuhnya. Hal tersebut, walaupun tidak
ada ahli waris lain selain dirinya, ataupun yang dibunuhnya orang tua atau anaknya.
Yang menjadi permasalahan adalah, mengingat banyaknya jenis dan macam
pembunuhan. Apakah secara keseluruhan pembunuhan menjadi penghalang untuk
mewarisi. Dalam hal ini ada beberapa pendapat, yaitu :
C. BERLAINAN AGAMA
Terhadap orang yang berlainan agama, maka hal tersebut dalam Islam menjadi
penghalang mewarisi. Semisal seorang muslim tidak dapat mewarisi harta
peninggalan orang yang beragama non Islam.
Adapun dasar hukumnya adalah hadis rasulullah SAW. : Orang Islam tidak
mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi harta orang Islam.
Kemudian hadis riwayat Ashab Al-Sunan (Imam Abu daud, Al-Tirmizi, Al-
Nasai, dan Ibnu majah) :
Tidak dapat saling mewarisi antara dua orang pemeluk agama yang berbeda.
Dalam hal ini nabi Muhammad SAW. ketika membagikan harta warisan paman
beliau, Abu Thalib, orang yang cukup berjasa dalam perjuangan nabi SAW. yang
meninggal sebelum masuk Islam, oleh nabi harta warisannya hanya dibagikan kepada
anak-anaknya yang masih kafoir, yaitu, ‘Uqail dan Talib. Sedangkan terhadap anak-
anaknya yang sudah masuk Islam, yaitu Ali dan Ja’far, tidak diberi bagian.
22
Dalam hal ini terdapat permasalahan, yaitu apabila pewaris masuk Islam
sesudah meninggalnya orang yang mewarisi, dan harta peninggalan (ketika ia masuk
Islam) belum dibagikan. Ada beberapa pendapat sebagai berikut :
1. Jumhur ulama tetap berpendapat terhalangnya orang tersebut untuk mewarisi
hartanya. Karena yang menyebabkan timbulnya hak mewarisi adalah sejak (karena)
kematian orang yang mewarisi, bukan saat dimulainya pembagian harta waris.
2. Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, menyatakan bahwa pewaris
tersebut tidak terhalang, dengan alas an predikat “berlainan agama’ sudah hilang
sebelum pembagian harta warisan.
3. Fuqaha aliran Imamiyah berpendapat sama dengan Ahmad bin Hanbal, tidak
terhalang, karena harta peninggalan itu belum menjadi milik harta waris secara tetap,
sebelum dibagi-bagikan kepada ahli waris
BAB VI
AHLI WARIS, HARTA YANG HARUS DIKELUARKAN,
23
HAJIB DAN MAHJUB A. AHLI WARIS
Ahli Waris ialah orang yang berhak menerima warisan, ditinjau jenisnya dapat
dibagi dua, yaitu zawil furud dan ashobah.
Penggolongan ahli waris ahli waris ada dua jenis lelaki dan perempuan .
1. Ahli Waris lelaki terdiri dari
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki sampai keatas dari garis anak laki-laki.
c. Ayah
d. Kakek sampai keatas garis ayah
e. Saudara laki-laki kandung
f. Saudara laki-laki seayah
g. Saudara laki-laki seibu
h. Anak laki-laki saudara kandung sampai kebawah.
i. Anak laki-laki saudara seayah sampai kebawah.
j. Paman kandung
k. Paman seayah
l. Anak paman kandung sampai kebawah.
m. Anak paman seayah sampai kebawah.
n. Suami
o. Laki-laki yang memerdekakan
2. Ahli Waris wanita terdiri dari
a. Anak perempuan
b. Cucu perempuan sampai kebawah dari anak laki-laki.
c. Ibu
d. Nenek sampai keatas dari garis ibu
e. Nenek sampai keatas dari garis ayah
f. Saudara perempuan kandung
g. Saudara perempuan seayah
h. Yang Saudara perempuan seibu.
24
i. Isteri
j. Wanita yang memerdekakan
Ditinjau dari sudut pembagian, Ahli waris terbagi dua yaitu : Ashhabul furudh
dan Ashobah.
1. Ashabul furudh yaitu orang yang mendapat bagian tertentu. Terdiri dari
a. Yang dapat bagian ½ harta.
• Anak perempuan kalau sendiri
• Cucu perempuan kalau sendiri
• Saudara perempuan kandung kalau sendiri
• Saudara perempuan seayah kalau sendiri
• Suami
b. Yang mendapat bagian ¼ harta
• Suami dengan anak atau cucu
• Isteri atau beberapa kalau tidak ada (anak atau cucu)
c. Yang mendapat 1/8
• Isteri atau beberapa isteri dengan anak atau cucu.
d. Yang mendapat 2/3
• dua anak perempuan atau lebih
• dua cucu perempuan atau lebih
• dua saudara perempuan kandung atau lebih
• dua saudara perempuan seayah atau lebih
e. Yang mendapat 1/3
• Ibu jika tidak ada anak, cucu dari grs anak laki-laki, dua saudara
kandung/seayah atau seibu.
• Dua atau lebih anak ibu baik laki-laki atau perempuan
f. Yang mendapat 1/6
• Ibu bersama anak lk, cucu lk atau dua atau lebih saudara perempuan kandung
atau perempuan seibu.
• Nenek garis ibu jika tidak ada ibu dan terus keatas
• Nenek garis ayah jika tidak ada ibu dan ayah terus keatas
25
• Satu atau lebih cucu perempuan dari anak laki-laki bersama satu anak
perempuan kandung
• Satu atau lebih saudara perempuan seayah bersama satu saudara perempuan
kandung.
• Ayah bersama anak lk atau cucu lk
• Kakek jika tidak ada ayah
• Saudara seibu satu orang, baik laki-laki atau perempuan.
2. Ahli waris ashobah yaitu para ahli waris tidak mendapat bagian tertentu
tetapi mereka dapat menghabiskan bagian sisa ashhabul furud. Ashobah terbagi tiga
jenis yaitu ashabah binafsihi, ashobah bighairi dan ashobah menghabiskan bagian
tertentu
a. Ashobah binafsihi adalah yang ashobah dengan sndirinya. Tertib ashobah
binafsihi sebagai berikut:
• Anak laki-laki
• Cucu laki-laki dari anak laki-laki terus kebawah
• Ayah
• Kakek dari garis ayah keatas
• Saudara laki-laki kandung
• Saudara laki-laki seayah
• Anak laki-laki saudara laki-laki kandung sampai kebawah
• Anak laki-laki saudara laki-laki seayah sampai kebawah
• Paman kandung
• Paman seayah
• Anak laki-laki paman kandung sampai kebawah
• Anak laki-laki paman seayah sampai kebawah
• Laki-laki yang memerdekakan yang meninggal
b. Ashobah dengan dengan saudaranya
• Anak perempuan bersama anak laki-laki atau cucu laki.
• Cucu perempuan bersama cucu laki-laki
26
• Saudara perempkuan kandung bersama saudara laki-laki kandung atau
saudara laki-laki seayah.
• Saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.
c. Menghabiskan bagian tertentu
• Anak perempuan kandung satu orang bersama cucu perempuan satu atau lebih
(2/3).
• Saudara perempuan kandung bersama saudara perempuan seayah (2/3)
B. Harta yang harus dikeluarkan
Harta yang harus dikeluarkan sebelum dibagikan kepada ahli waris:
1. Biaya jenazah
2. Utang yang belum dibayar
3. Zakar yang belum dikeluarkan
4. Wasiat
C. Hajib dan mahjub
1. Nenek dari garis ibu gugur haknya karena adanya ibu.
2. Nenek dari garis ayah gugur haknya karena adanya ayah dan ibu
3. Saudara seibu gugur haknya baik laki-laki ataupun perempuan oleh:
a. anak kandung laki/perempuan
b. cucu baik laki-laki/perempuan dari garis laki-laki
c. bapak
d. kakek
4. Saudara seayah baik laki-laki/perempuan gugur haknya oleh :