Top Banner
MODUL ORGAN KARDIOVASKULAR “Ny. Aminah 65 tahun diantar oleh anaknya dengan keluhan mual, muntah, keringat dingin” KELOMPOK 4 03011018 Amanda Nabila Faradina 03011020 Amanda Ulfah Demili 03011021 Amydhea Garnetta 03011022 Anastasia Widha 03011023 Anasthasya Giovani 03011025 Andrian Valerius 03011026 Andriany Chairunnisa 03011027 Andry Dimas 03011028 Anggi Calapi 03011029 Anggi Saputri 03011031 Anggi Pradetya 03011032 Angie Beatrice 03011033 Anindya 03011034 Anindya Latona FAKULTAS KEDOKTERAN 1
31

Makalah KV Kasus 2

Jan 24, 2016

Download

Documents

kk
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah KV Kasus 2

MODUL ORGAN

KARDIOVASKULAR

“Ny. Aminah 65 tahun diantar oleh anaknya dengan keluhan mual,

muntah, keringat dingin”

KELOMPOK 4

03011018 Amanda Nabila Faradina

03011020 Amanda Ulfah Demili

03011021 Amydhea Garnetta

03011022 Anastasia Widha

03011023 Anasthasya Giovani

03011025 Andrian Valerius

03011026 Andriany Chairunnisa

03011027 Andry Dimas

03011028 Anggi Calapi

03011029 Anggi Saputri

03011031 Anggi Pradetya

03011032 Angie Beatrice

03011033 Anindya

03011034 Anindya Latona

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2013

DAFTAR ISI

1

Page 2: Makalah KV Kasus 2

BAB I: PENDAHULUAN .......................................................................................................3

BAB II: LAPORAN KASUS ...................................................................................................4

BAB III: PEMBAHASAN

- Anamnesis ..............................................................................................................6

- Pemeriksaan Fisik ...................................................................................................7

- Pemeriksaan Laboratorium .................................................................................... 9

- Pemeriksaan Tambahan .........................................................................................11

- Diagnosis Kerja .....................................................................................................13

- Diagosis Banding ..................................................................................................13

- Patofisiologi ..........................................................................................................13

- Penatalaksanaan ....................................................................................................14

- Komplikasi ............................................................................................................15

- Prognosis ...............................................................................................................15

BAB IV: TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................16

BAB V: KESIMPULAN .........................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................22

2

Page 3: Makalah KV Kasus 2

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu keadaan gawat darurat jantung dengan

manifestasi klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat

iskemia miokard. Sindrom koroner akut mencakup ST elevation myocard infarct (STEMI),

Non-ST elevation myocard infarct (NSTEMI) dan Unstable angina pectoris (UAP).

Prevalensi penyakit kardiovaskular di indonesia semakin hari menigkat dari tahun

ketahun. Survey kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1992

menunjukan bahwa penyakit tersebut telah menempati urutan pertama dalam penyebab

kematian di Indonesia. Di Amerika Serikat, karena upaya masyarakat, pelayanan kesehatan

yang baik dan peranan dari pemerintahan dalam menanggulangi penyakit kardiovaskular

angka kejadian penyakit tersebut menurun, namun masih merupakan penyebabkab utama

kematian.

Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu spektrum pasien – pasien yang

mengalami nyeri dada angina atau keluhan lain akibat ischemic miokard. Terdiri dari Angina

Pektoris Tidak Stabil (APTS), Infark Miokard (Non Q atau Q wave Miokard Infark). Ketiga

keadaan tersebut merupakan keadaan kegawatan dalam kardiovaskuler yang memerlukan

tatalaksana yang baik untuk menghindari terjadinya sudden death.

3

Page 4: Makalah KV Kasus 2

BAB II

LAPORAN KASUS

Saudara sedang bertugas di UGD , datang dengan kursi roda, Ny. Aminah 65 tahun

diantar oleh anaknya dengan keluhan mual, muntah, keringat dingin. Keluhan ini dirasakan

sejak 3 jam lalu. Menurut anaknya, pasien adalah penderita sakit kencing manis dengan terapi

glimiperid 2 mg dan tidak pernah ada keluhan seperti ini sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik didapat:

Keadaan umum tampak lemah, pucat, berkeringat. Kesadaran compos mentis.

TD : 90/60 mmHg Suhu : 36,50 c

RR : 22x/menit BB : 70 kg

JVP : tidak meningkat TB : 160 cm

Nadi : 48x/menit, teratur, isi lemah

Thorax simetris, ictus di ICS V garis mid clavicularis kiri. S1-s2 regular, intensitas normal,

s3(-),s4 (-), bising (-). Paru napas vesikuler, ronki (-), abdomen lemas, hepatomegali (-),

ektremitas tidak ada edema, perabaan dingin.

Hasil pemeriksaan laboratorium :

Hb : 15 g/dl GDS : 225 mg/dl

Lekosit : 12000/ml Na : 137 mmol/l

Hemtokrit : 45 % K : 4 mmol/l

Ureum : 28 mg/dl Cl : 135 mmol/l

Kreatinin : 1,2 mg/dl Troponin T : positif

LDH : 550 u/L CKMB : 50 u/L

CPK : 300 u/L

4

Page 5: Makalah KV Kasus 2

Anda memberikan tatalaksana awal sebagai berikut:

Tirah baring, rawat di ICCU. Akses intravena O2 2 L/menit, nasal kanul

Aspirin kunyah 320 mg dilanjutkan tablet 1x160 tablet p.c

Klopidogrel loading 300 mg dilanjutkan tablet 1x75 mg

Simvastatin 1x20mg

Fibrinolitik dengan streptokinase 1,5 juta unit IV dalam 1 jam

Sambil direncanakan untuk di rujuk ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap.

5

Page 6: Makalah KV Kasus 2

BAB III

PEMBAHASAN

Anamnesis

Identitas:

- Nama : Ny. Aminah- Umur : 65 Tahun - Pekerjaan : -- Status : Menikah - Alamat : -

Keluhan utama: mual, muntah, keringat dingin.

Anamnesis tambahan:

1. Perlu ditanyakan riwayat kebiasaan pasien. Apakah pasien merokok, makanan yang biasa dikonsumsi apakah banyak mengandung kolesterol. Karena rokok dan hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor resiko dari penyakit jantung koroner

2. Sudah berapa lama penyakit diabetes yang dideritanya?3. Apakah ada riwayat keluarga menderita penyakit yang sama?

Interpretasi Masalah :

1. MuntahMuntah merupakan gejala di saluran pencernaan yang dapat disebabkan oleh

gangguan saluran pencernaan seperti infeksi, ulkus peptikum, dan intoksikasi. Pada gangguan jantung seperti Myocard Infark, jantung akan kekurangan oksigen dan terjadi metabolisme anaerob yang menghasilkan asam laktat. Asam laktat yang merangsang nervus Vagus akan menyebabkan perasaan mual dan juga muntah. Pada keadaan hipoglikemia, dalam kasus ini oleh karena konsumsi obat antidiabetes, tubuh akan kekurangan glukosa sehingga tubuh mendapatkan energi dengan memetabolisme lemak dan protein yang akan menghasilkan keton. Keton membuat suasana tubuh menjadi asam (Asidosis) dan akan menyebabkan gejala mual dan muntah.

2. Keringat dingin Pasien menderita diabetes melitus yang berpotensi menjadi diabetic

neuropathy. Diabetic neuropathy dapat merusak fungsi nervus vagus dan terjadi perangsangan saraf simpatis lebih dominan sehingga pembuluh darah akan vasokonstriksi dan terjadi hipersekresi kelenjar keringat. Vasokonstriksi menyebabkan aliran darah ke perifer berkurang sehingga tubuh menjadi dingin.

Hipotesis:

1. Miokardial infark

6

Page 7: Makalah KV Kasus 2

2. Dekompensatio kordis kiri

3. Angina pectoris

Pemeriksaan fisik1:

Hasil Pasien Nilai Normal Interpretasi

Keadaan umum Lemah, pucat, berkeringat. Komposmentis

Kesadaran pasien baik. Namun, keadaan lemah dan pucat dapat terjadi akibat perfusi yang lemah sehingga pada daerah perifer nampak pucat. Berkeringat dapat terjadi karena adanya gangguan jantung, hipoglikemi atau hiperglikemi, gangguan emosi yang mengakibatkan meningkatnya rangsangan simpatis sehingga menyebabkan hiperhidrosis dan vasokonstriksi pembuluh darah.

Tekanan darah 90/60 mmHg S ˂ 120 mmHg dan D < 80 mmHg

Hipotensi. Meskipun S < 120 dan D < 80, namun tekanan darah ini tergolong rendah. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Hal-hal menyebabkan menurunnya curah jantung (kecepatan jantung dan isi sekuncup) dan tahanan perifer menyebabkan turunnya tekanan darah.

Denyut nadi 48x/menit, teratur, isi lemah

60-100x/mnt Menurun. Penurunan denyut nadi disebabkan kerja jantung atau tekanan darah yang menurun.

Suhu 36,5ᵒC 36,5ᵒ-37,2ᵒC Normal.

Frekuensi pernapasan

22x/menit 16-20x/mnt Meningkat. Pada pasien ini perfusi yang lemah meningkatkan frekuensi pernapasan agar mendapat O2 lebih banyak.

Berat badan 70 kg BMI :

70 : (1,6)² = 27,34

Berdasarkan penghitungan BMI, pasien tergolong obesitas I.

Tinggi badan 160 cm

7

Page 8: Makalah KV Kasus 2

JVP Tidak meningkat

Normal. Vena jugularis diperiksa untuk menentukan tingginya tekanan di atrium kanan yang dapat ditetapkan dengan melihat tingginya kolom pengisian darah di vena jugularis. Bila JVP lebih tinggi dari 5 + 3 cm H2O, JVP dianggap meningkat dan dijumpai pada dekompensasi kordis kanan, perikarditis konstriktiva, insufisiensi katup trikuspidalis (TI) atau karena adanya tumor di mediastinum yang menekan VCS. Semakin tinggi JVP, semakin berat keadaan sakitnya.

Toraks Simetris Normal. Pada inspeksi toraks asimetris terjadi karena depresi pada salah satu sisi, seperti pada atelektasis paru, fibrosis atau karena menonjol pada satu sisi, seperti pada efusi pleura atau pneumotoraks di satu sisi. Pada pasien ini tidak ditemukan kelainan seperti diatas sehingga didapatkan bentuk toraks simetris.

Iktus kordis ICS V garis mid-clavicularis kiri

ICS V 1-2cm sebelah medial garis mid-clavicularis kiri

Bergeser ke lateral. Keadaan ini dapat disebabkan karena adanya hipertrofi ventrikel kiri yang tidak disertai dilatasi ventrikel kiri. Sebab pada hipertrofi yang disertai dilatasi ventrikel kiri, iktus kordis bergeser ke lateral dan ke bawah, diameternya > 2cm, pulsasi tampak lebih jelas dan nyata.Namun dapat pula bergeser pada saat berbaring pada sisi kiri, atau akibat adanya efusi pleura, atelektasis,

8

Page 9: Makalah KV Kasus 2

tumor mediastinum atau pada skoliosis abnormal.

Auskultasi jantung

S1 S2 regular, intensitas normal, S3 -, S4 -, bising -

Normal.

Auskultasi paru Vesikular, ronki -

Normal.

Abdomen Lemas, hepatomegali -

Normal.

Ekstremitas Edema -, perabaan dingin

Jika dilihat dari rendahnya tekanan darah dan denyut nadi maka dapat disimpulkan aliran darah yang menuju ke perifer berkurang sehingga didapatkan perabaan dingin, selain itu juga dapat diakibatkan karena aliran darah ditujukan terutama pada organ organ vital, sehingga volume darah ke perifer berkurang.

P emeriksaan Laboratorium :

Jenis Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal Interpretasi

Hb 15 g/dl 11,5-16,5 Normal

Leukosit 12.000 4.500-11.000 Meningkat.

Hal ini dimungkinkan

terdapatnya atherosklerosis.

Pada atherosklerosis terdapat

limfosit yang merangsang

makrofag yang berfungsi

memfagosit LDL yang

9

Page 10: Makalah KV Kasus 2

teroksidasi

Hematokrit 45 % 38-48% Normal

Ureum 28 mg/dl 20-30 mg/dl Normal

Kreatinin 1,2 mg/dl 0,7-1,5 mg/dl Normal

LDH 550 u/L 105-333 u/L Meningkat.

LDH adalah salah satu

cardiac marker. Hal ini

dikarenakan terdapat sel yang

mati tetapi tidak spesifik

untuk penyakit jantung.

Selain dikeluarkan oleh sel

jantung, LDH juga

dikeluarkan oleh sel otot, hati,

paru-paru, ginjal, sel darah

merah dan sel darah putih,

dan lain lain.

CPK 300 u/L 96-140 u/L Meningkat.

Hal ini dikarenakan terdapat

kerusakan pada jaringan, otot,

jantung atau otak.

CKMB 50 u/L 26-140 u/L Normal. Penurunan ke nilai

normal dalam waktu yang

cepat

Troponin T Positif Negatif Abnormal.

Troponin adalah salah satu

cardiac marker.

10

Page 11: Makalah KV Kasus 2

GDS 225 mg/dl Meningkat.

Hal ini dikarenakan pasien

menderita diabetes tipe 2

Na 137 mmol/l 135 – 145

mmol/l

Normal

K 4 mmol/l 3,5-5 mmol/l Normal

Cl 135 mmol/l 94-111 mmol/l Meningkat

Pemeriksaan Penunjang Tambahan:

1. Elektrokardiografi (EKG) :

1. RATE/ frekuensi = R-R : 6 kotak sedang, berarti 50 x/menit (bradikardi)

2. RHYTHM = A sinus, lihat gelombang P di II,III, & avF

3. AXIS = QRS di L1 & avF tidak deviasi (normal)

4. Segment ST elevasi di II, III dan avF

Pada lead II,III, aVF terdapat elevasi segmen ST dan gelombang T tinggi yang menunjukkan

terdapatnya infark miokard akut dini di bagian inferior.Pada V2 terdapat gambaran ST

segmen depresi yang disebut perubahan resiprokal. Hal ini menunjukkan terdapatnya infark

miokard akut

11

Page 12: Makalah KV Kasus 2

2. Foto Thoraks :

1. CTR = A+B/C = 2.2+3.8 / 12 = 0.5

Nilai CTR <50% = Normal. Tidak ditemukan pembesaran jantung (kardiomegali)

Paru

Corakan bronkovaskuler kedua paru normal.

Diafragma berbentuk kubah kanan lebih tinggi dari kiri

Sudut costroprenicus lancip

Tulang tulang intact

Soft tissue dalam batas normal

12

A

B

Page 13: Makalah KV Kasus 2

Kesan : Pemeriksaan foto toraks dalam batas normal.

Pemeriksaan Penunjang Anjuran

a. Pemeriksaan gula darah untuk memastikan apakah pasien menderita diabetes

melitus atau tidak. Pemeriksaan gula darah yang dianjurkan meliputi:

1. Puasa

2. 2 jam setelah makan

3. HbA1c

b. Pemeriksaan profil lipid

1. Kolesterol Total

2. LDL

3. HDL

Diagnosis kerja:

Miokardial Infark Akut

Diagnosis banding:

- Angina Pektoris tidak stabil /insufisiensi koroner akut.

Pada kondisi ini angina dapat berlangsung lama tetapi EKG hanya memperlihatkan depresi

segmen ST tanpa disertai gelombang Q yang patologis dan tanpa disertai peningkatan enzim.

- Dekompensatio Kordis Kiri

Gagal jantung atau payah jantung adalah sindrom klinis ditandai oleh sesak napas (dispneu)

dan mudah lelah (fatigue), baik pada saat istirahat atau saat aktivitas yang disebabkan oleh

kelainan struktur atau fungsi jantung, yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk mengisi

dan memompa darah ke sirkulasi.

Patofisiologi2:

Berdasarkan keluhan utama pasien yaitu mual muntah kemungkinan diakibatkan oleh

nyeri epigastrium yang dirasakan oleh pasien. Proses timbulnya nyeri ini adalah pasokan

oksigen ke jantung yang berkurang oleh karena iskemia atau infark mengakibatkan tubuh

melakukan metabolisme anaerob yang menghasilkan asam laktat, lalu asam laktat akan

merangsang saraf aferen lalu ke saraf eferen yang menginervasi bagian epigastrium dan

timbulah nyeri. Kemungkinan timbulnya mual muntah pada pasien adalah hipoglikemi

13

Page 14: Makalah KV Kasus 2

disebabkan efek samping obat glimepirid. Hipoglikemi merangsang saraf simpatis yang

menimbulkan gejala mual muntah.

Keluhan utama lainnya adalah keringat dingin. Hipersekresi keringat ini kemungkinan

disebabkan oleh stimulasi saraf simpatis akibat myocardial infarc yang menyebabkan tekanan

darah yang menurun sehingga tubuh mengkompesasinya dengan stimulasi pada saraf

simpatis. Komplikasi dari diabetes mellitus yaitu neuropati diabetik. Dimana saraf simpatis

bekerja lebih dominan. Kemungkinan lainnya adalah hipoglikemi merangsang saraf simpatis

yang menimbulkan gejala keringat berlebih.

Keadaan umum yang pucat dan lemah kemungkinan diakibatkan karena mual muntah

yang dialami pasien. Tekanan darah yang rendah kemungkinan akibat kerja jantung

berkurang yang diakibatkan adanya infark pada sel-sel jantung. Nadi yang melemah juga

diakibatkan pengurangan fungsi jantung dan pengisian kurang dikarenakan stroke volume

yang menurun akibat dari kontraksi jantung yang berkurang sehigga cardiac output

berkurang. Cardiac output yang berkurang juga merupakan penyebab hipotensi pasien.

Perabaan dingin pada ekstremitas karena penurunan perfusi ke perifer akibat penurunan

kemampuan jantung untuk memompa isinya ke sistemik.

Kerja jantung yang menurun akibat myocardial infarc didukung oleh adanya

peningkatan cardiac marker, peningkatan ini dikarenakan kebocoran enzim-enzim pada sel

jantung ke intertitium kemudian ke aliran darah akibat kerusakan sel jantung. Pada rekaman

EKG didapatkan elevasi segmen ST di sandapan II, III, aVF, dan V6 yang menandakan

adanya myocardial infark pada inferior dan lateral jantung.

Penatalaksanaan:

Terapi pada STEMI adalah reperfusi. Terapi reperfusi bertujuan untuk membatasi

luasnya daerah infark miokard. Ada dua jenis strategi reperfusi, yaitu PCI dan Obat-obatan

fibrinolitik

1) PCI (Percutaneous Coronary Intervention)

PCI merupakan pilihan paling pertama dengan prognosis yang lebih baik dibanding

fibrinolitik. Dianjurkan PCI dilakukan sedini mungkin idealnya 90 menit sejak

keluhan nyeri dada timbul.

14

Page 15: Makalah KV Kasus 2

Teknik ini dilakukan dengan memasukan jarum dan balon, sehingga apabila balon

dikembangkan didekat adanya plak maka plak tersebut akan hancur.

2) Fibrinolitik

Fibrinolitik non spesifik : Streptokinase 1,5jt unit dalam 100ml D5% selama

30-60menit.

Fibrinolitik spesifik : Alteplase 15mg iv bolus dilanjutkan 0.75 mg/kgBB

selama 30menit. Kemudian 0.5mg/kgBB selama 60menit. Dosis total tidak

melebihi 100mg.

Setelah pemberian obat-obatan fibrinolitik dilanjutkan dengan obat antiplatelet

(Aspirin, Clopidogrel) dan antikoagulan (Heparin) untuk mencegah terjadinya

perdarahan.

Komplikasi:

Takiaritmia

Bradiaritmia

Ruptur dinding ventrikel

Regurgitasi mitral

Syok kardiogenik

Infark ventrikel kanan

Prognosis:

Ad vitam : Dubia ad Bonam

Ad sanationam : Dubia ad Malam

Ad functionam : Dubia ad Malam

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

15

Page 16: Makalah KV Kasus 2

Sindroma koroner akut atau Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan salah satu

manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner (PJK). ACS mengacu kepada beberapa

presentasi klinis, yaitu:

o Angina tidak stabil dan infark miokard dengan tanpa elevasi segmen ST atau Non ST

segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)

o ST segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

o Q wave infarction yang baru terjadi.

Patofisiologi ACS secara umum hampir selalu berhubungan dengan rupturnya plak

atherosklerosis dan trombosis parsial maupun total dari arteri coronaria yang menyebabkan

infark akibat berkurangnya aliran darah ke sebagian miokardium.

I. Angina pektoris tidak stabil

Definisi

Yang dimasukkan ke dalam angina pectoris tidak stabil yaitu : 1. pasien dengan

angina yang masih baru dalam 2 bulan (dimana angina cukup berat dan frekuensinya

cukup sering ; >3x/hari). 2. Pasien dengan angina yang semakin bertambah berat,

sebelumnya angina stabil tapi kemudian serangan menjadi lebih sering dan sakit dada

dirasa semakin berat sedangkan faktor presipitasi semakin ringan. 3. Pasien dengan

serangan angina sewaktu istirahat.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat setiap tahun terdapat 1 juta pasien yang dirawat di rumah sakit

akibat angina pektoris tidak stabil, dimana 6-8% pasien kemudian akan mendapat

serangan infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun detelah

diagnosa ditegakkan.3 Sementara, angka mortalitas di rumah sakit untuk infark

miokard akut dengan elevasi segmen ST dibanding tanpa elevasi adalah 7% dan 5%.

Namun kemudian pada follow up jangka panjang didapatkan angka kematian pasien

infark tanpa elevasi segmen ST lebih tinggi 2x lipat dibanding pasien dengan elevasi

segmen ST.3

Etiologi dan Patogenesis

Faktor-faktor yang berperan dalam menyebabkan angina tak stabil antara lain :

16

Page 17: Makalah KV Kasus 2

Ketidakseimbangan supply-demand : seperti pada semua iskemi, terjadi

peningkatan kebutuhan O2 yang tidak diikuti oleh suplai O2 yang memadai.

Peningkatan kebutuhan O2 pada miokardial disebabkan oleh beberapa

keadaan tertentu seperti : demam, takiaritmia, hipertensi maligna, penggunaan

kokain atau amfetamin, stenosis aorta, dsb.4

Ruptur plak aterosklerosis : dianggap sebagai penyebab terpenting dari angina

pectoris tak stabil karena secara tiba-tiba terjadi oklusi parsial sampai total

dari pembuluh koroner yang sebelumnya sudah mengalami penyempitan

minimal. Selain itu, terjadinya rupture membuat aktivasi, adhesi, dan agregasi

platelet yang kemudian menyebabkan terbentuknya thrombus. Trombus yang

tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis berat yang

menyebabkan terjadinya angina tak stabil.5

Vasokonstriksi dan trombosis : Sebagian besar pasien dengan ACS memiliki

pengurangan suplai darah di pembuluh koroner yang bersifat rekuren akibat

vasokonstriksi dan pembentukan trombus pada bagian aterosklerotik yang

ruptur. Hal ini terjadi akibat agregasi platelet dan interaksi kompleks antara

dinding vaskuler, leukosit, platelet dan lipoprotein aterogenik.3 Sementara

vasokonstriksi diakibatkan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang

diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh

darah.

Diagnosis berdasarkan gambaran EKG sangat penting. Pada pasien angina tak stabil

didapatkan :

Depresi segmen ST : iskemia akut

Gelombang T negative : tanda NSTEMI atau iskemia

Pada angina tak stabil, 4% memiliki EKG yang normal dimana pada NSTEMI 1-6%

juga memiliki EKG yang normal.

NSTEMI (Non ST elevation myocardial infarction)

17

Page 18: Makalah KV Kasus 2

Definisi

Diketahui bahwa angina pektoris tak stabil dan infark miokard akut tanpa elevasi

segmen ST (NSTEMI) merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan

gambaran klinis sehingga penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Menurut American

College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak

stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST adalah apakah iskemi yang timbul cukup berat

sehingga dapat menimbulkan kerusakan miokardium yang membuat pertanda kerusakan

miokardium dapat diperiksa.

Pada angina tak stabil, pasien memiliki keluhan iskemi namun tidak ada kenaikan dari

cardiac marker (troponin maupun CK-MB) sedangkan pada NSTEMI diagnosis dapat

ditegakkan apabila didapatkan peningkatan cardiac marker. Namun, peningkatan cardiac

marker biasanya baru terjadi dalam waktu 12 jam sehingga pada tahap awal serangan, angina

tak stabil seringkali tak bisa dibedakan dengan NSTEMI.

II. STEMI (ST elevation myocardial infarction)

Epidemiologi6

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara

maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30 % dengan lebih dari separuh

kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun

sebesar 30 % dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada

perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.

Patofisiologi

Infark miokard akut dengan elevasi ST ( STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah

koroner menurun secara mendadak setelah okluso thrombus pada plak aterosklerotik yang

sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat

biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang

waktu.STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vask

ular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan

akumulasi lipid.

18

Page 19: Makalah KV Kasus 2

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,

ruptur, atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga

terjadi thrombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,

serotonin) memicu aktivasi trombosit. Yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

tromboksan A2 (vasokonstriksor yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu

perubahan konfirmasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,

reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang

larut (integrin) seperti faktor von Willebrand dan fibrinogen, di mana keduanya adalah

molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara stimultan,

menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.

Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin jadi trombin, yang kemudia

mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan

mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin

Diagnosis

Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas

dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥ 2  mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang

berdampingan atau ≥ 1 mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung,

terutama troponin T yang meningkat.

III. Q wave myocardial infarction

Elektrokardiogram

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi

menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q.

Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard menetap menjadi infark miokard non Q. Jika

obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara tau ditemukan banyak kolateral,

biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina

pectoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa

menunjukan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard

transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan

infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan peubahan sementara segmen

19

Page 20: Makalah KV Kasus 2

ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patolohis EKG

dengan lokasi infark (mural / transmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non Q

menggantikan IMA mural / non transmural.

BAB V

KESIMPULAN

20

Page 21: Makalah KV Kasus 2

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: Makalah KV Kasus 2

1. Natadidjaja H. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa

Aksara Publisher, 2012.

2. Kreier F, Yilmaz A, Kalsbeek A, Romijn J, Sauerwein H, Fliers E, et al.Hypothesis:

Shifting the Equilibrium From Activity to Food Leads to Autonomic Unbalance and

the Metabolic Syndrome. Arch Diabetes and Endocrinology 2003; 52(11).

3. Trisnohadi, Hanafi. Angina Pektoris Tak Stabil. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 4th ed.

Jakarta; Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam: 2006. p. 1728

4. Dharma, Surya. Sistematika Interpretasi EKG Pedoman Praktis. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC, 2009. p.72

5. Angina Pectoris. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/159383-

overview#aw2aab6b2b2aa. Accessed on 11 May 2013.

6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Idrus A, Simadibrata S, Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid III, 4th ed. Jakarta; Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam: 2006.

p.1615-17.

22