Top Banner

of 23

Makalah Kolelitiasis 1

Mar 02, 2016

Download

Documents

Na Marina
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I

PENDAHULUAN1. DefinisiCholelithiasis merupakan adanya pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis).

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

Sinonimnya adalah batu empedu,gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

2. Anatomi Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

Gambar 2: Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.

3. Fisiologi Saluran Empedu

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

Pengosongan Kandung Empedu

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:

a) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

b) Neurogen:

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. Komposisi cairan empedu a.garam empedu

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macamyaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam empedu adalah: Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin

yang larut dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.

b. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak

Klasifikasi

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:

a) Batu kolesterol berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase: 1. Fase SupersaturasiKolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap. Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:

Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih banyak. Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi. Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).

Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi. Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik). Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun. 2. Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang mengendap karena perubahan rasio dengan asam empedu.

3. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstraksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar.

b). Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.

c) Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

Etiologi/Faktor Resiko

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:

a. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.

b. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

c. Berat badan

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

d. Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu. e. Riwayat keluarga Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.

f.Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.g. Penyakit usus halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

h. Nutrisi intravena jangka lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

BAB II

PEMBAHASAN

Tn.Y 41 thn. Dirawat dirumah sakit syifa hari kedua. Pasien datang dengan keluhan perut sering sakit terutama setelah makan,perut tersa penuh dan mual. Hari ketiga dirawat pasien mengeluh sakit yang hebat di perut bagian kanan atas dan menjalar kebagian bahu kanan. Pasien tampak mula dan muntah. Pemeriksaan urin tampak berwarna gelap feses berwarna kelabu. Pada pemeriksaan sinar-x abdomen dicurigai adanya penyakit pada kandung empedu.Pertanyaan:

a) Kemungkinan diagnose pada kasus diatas adalah?

b) Bagaimana patofisiologi kasus diatas sampai muncul gejala-gejala tersebut

c) Komplikasi apa saja yang sering terjadi pada kasus diatas?

d) Pemeriksaan penunjang apa saja yang sebaiknya dilakukan untuk mengevaluasi pasien?

e) Sebutkan jenis obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi masalah utama dan manfaatnya pada kasus diatas?

f) Jelaskan penatalaksanaan medis yang sering dialkukan pada pasien dengan kasus diatas dan jelaskan peran perawat dalam penatalaksanaan tersebut?

g) Tuliskan diagnose keperawatan yang sering muncul pada kasus diatas dan tulislah satu rencana keperawatan untuk diagnose yang utama saja?

Jawaban :

A).Kemungkinan kasus diatas adalah penyakit KolelitiasisB).PATOFISIOLOGI

Ada dua tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang terutama tersusun dari kolesterolBatu pigmen kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkonjugasi dalam empedu mengadakan presipitasi(pengendapan) sehingga terjadi batu. Batu ini bertanggung jawab atas sepertiga dari pasien-pasien batu empedu di Amerika serikat. Risiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien serosis,hemolysis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.

Batu kolesterol bertanggung jawab atas sebagian besar kasus empedu lainnya di Amerika serikat. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin(fosfoliid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderungmenderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati;keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu,mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi yang berperan saebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.Jumlah wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu adalah empat kali lebih banyak daripada laki-laki. Biasanya wanita tersebut berusia lebih dari 40 tahun,multipara dan obesitas. Insidens pembentukan batu empedumeningkat pada para pengguna pil kontrasepsi,estrogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insidens pembentukan batu meningkat bersamaan bertambahnya umur;peningkatan insiden ini terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu. Disamping itu,risiko terbentuknya batu empedu juga meningkat akibat malabsorbsi garam-garam empedu pada pasien dengan penyakit gastrointestinal atau fistula T-tube atau pada pasien yang pernah menjalani operasi pintasan atau reseksi ileum. Insidens penyakit ini juga meningkat pada para penyandang penyakit diabetes.C).KOMPLIKASI

Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya gerakanusus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau perforasi kandungempedu. Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari empedu kedalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat sebagian oleh batu empedu atau oleh peradangan.Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase, mungkin telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh penyumbatan batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).Komplikasi lain yang biasa terjadi adalah: empiema, kolesistisis akut, nekrosis sebagian dinding kandung empedu, fistel kolesistoduodenal, perforasi kandung empedu, peritonitis generalisata, asimtomatis, kolik, ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, pangkreatitis.

D).TES DIAGNOSTIK1.Pemeriksaan sinar-x abdomenPemeriksaan sinar-x abdomen dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun, hanya 15%-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar x2.UltrasonografiPemeriksaan usg telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat serta akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan icterus. Disamping itu, pemeriksaan usg tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung emepedunya berada dalam keadaan distensi. Penggunaan ultrasound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksaan usg dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi. Usg dapat mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.3.Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau Koleskintografi.Koleskintigrafi telah berhasil dalam membantu menegakkan diagnosis kolesistitis. Dalam prosedur ini, preparat preparat radioaktif disuntikkan secara intravena. Prepat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier.selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier. Pemeriksaan ini lebih mahal daripada usg , memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengerjakannya, membuat pasien terpajan sinar radiasi, dan tidak dapat mendeteksi batu empedu. Penggunaannya terbatas pada kasus-kasus yang dengan pemeriksaan USG, diagnosisnya masih belum dapat disimpulkan.4.KolesistografiMeskipun sudah diggantikan dengan USG sebagai pemeriksaan pilihan, kolesistografi masih digunakan jika alat USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk meleakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang diekskresikan oleh hati dan dipekatkan dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu yag nrmal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayangannya akan tampak pada foto rontgen.Preparat yang diberikan sebagai bahan kontras mencakup asam iopanoat(telepaque), iodipamide,meglumine (cholografin) dan sodium ipodate (oragrafine) semua preparat ini diberikan dalam dosis oral 10-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan sinar-x. sesudah diberikan preparat kontras, pasien tidak boleh mengkonsumsi apapun untuk mencegah kontraksi dan untuk pengosongan kandung empedu.Kepada pasien harus ditanyakan apakah ia mempunyai riwayat alergi terhadap yodium atau makanan laut. Jika tidak terdapat riwayat alergi, pasien mendapat preparat kontras oral pada malam harinya sebelum pemeriksaan radiografi dilakukan. Foto rontgen mula-mula dibuat pada abdomen kuadran kanan atas.apabila kandung empedu tampak berisi dan dapat mengosongkan isinya secara normal serta tidak mengandung batu, kita dapat menyimpulkan bahwa tidak terjadi penyakit kandung empedu. Apabila terjadi penyakit kandung empedu, maka kandung empedu tersebut mungkin tidak terlihatkarena adanya obstruksi oleh batu empedu. Pengulangan pembuatan kolesistogram oral dengan pemberian preparat kontras yang kedua mungkin diperlikan jika kandung empedu pafda pemeriksaan pertama tidak tampak.Kolesistografi pada pasien yang jelas tampak ikterik tidak akan memberikan hasil yang bermanfaat karena hati tidak dapat mengekskresikan bahan kontras radiopakue kedalam kandung empedu pada pasien ikterik. Pemeriksaan kolesistografi oral kemungkiman besar akan diteruskan sebagai bagian dari evaluasi terhadap pasien yang telah mendapatkan terapi pelarutan batu empedu atau litotripsi.

5. Kolangiopankreatografi Retrograde Endoskopik (ERCP)Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat melakukan laparotomy, pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum pars desenden. Sebuah kanula dimasukkan kedalam duktus koledukus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan kedalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung struktur ini dan memudahkan akses kedalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil batu empedu.6. Kolangiografi transhepatik perkutanPemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras langsung kedalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yng disuntikan itu relative besar, maka semua komponen pada sistem bilier tersebut mencakup duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan panjang duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu, dapat dilihat gasis bentuknya dengan jelas

Prosedur pemeriksaan ini dapat dilakukan bahkan pada keadaan terdapatnya disfungsi hati dan icterus. ERCP berguna untuk membedakan ikteerus yang disebabkan oleh penyakit hati dengan icterus yang disebabkan oleh obstruksi bilier, untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat, untuk menentukan lokasi batu dalam saluran empedu, dan untuk menegakkan diagnosis penyakit kenker yang mengenai sistem bilier.

E). FARMAKOTERAPIAsam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk) telah digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen dan berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Asam ursodeoksilat jarang menimbulkan efek samping dan dapat diberikan dengan dosis kecil untuk mendapatkan efek yang sama dibandingkan dengan asam kenodeoksikolat. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada dapat dikurangi besarnya, batu yang kecil dilarutkan, batu yang baru dicegah pembentukannya. Pada banyak pasien diperlukan terapi selama 6-12 bulan untuk melarutkan batu empedu, dan selama terapi keadaan pasien dipantau. Dosis yang efektif bergantung pada berat badan pasien. Cara terapi ini umunya dilakukan pada pasien yang menolak pembedahan atau yang dianggap terlalu beresiko untuk menjalani pembedahan. Adapun obat-obatan lain yang biasa digunakan pada orang dengan kolelitiasis adalah:Ranitidin Komposisi: Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml injeksi. Indikasi: Ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung (Dalam kasus kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik). Perhatian: Pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.Buscopan (analgetik /anti nyeri) Komposisi: Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi. Indikasi: Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita. Kontraindikasi: Glaukoma hipertrofiprostat.Buscopan Plus Komposisi: Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg. Indikasi: Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.NaCl NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida yang dimana kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida tetapi kandungan osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh Komposisi: Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi. Indikasi: Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita. Kontraindikasi: Glaukoma hipertrofiprostat.F).PENATALAKSANAAN MEDIS

Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan. Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui laparoskopi. Sedangkan bagi penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya, dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan. Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaak antara lain: a) Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

b) Kolesistektomi laparaskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi

c. disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.

d) Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (metil- ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).

e) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

f) Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.

G).ASKEP KOLELITIASIS1. Pengkajiana. Aktivitas dan istirahat

S : kelemahan, O : kelelahan

b. Sirkulasi

Takikardi, Diaphoresis

c. Eliminasi

S : perubahan warna unrine dan feses,

O : Distensi abdomen, teraba masa di abdomen atas / quadran kanan atas, urine pekat

d. Makan / minumS : anoreksia, nausea /vomiting, tidak ada troleransi makan lunak yang mengandung gas, regurgitas ulang, eruption, flatunasi, rasa seperti terbakar pada epugastrik, ada peristaltik, kembung dan dispepsia

O : kegemukan, kehilangan berat badan (kurus)

e. Nyeri / kenyamanan

S : nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu,nyeri epigastrium setelah makan, nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit

O :cenderung teraba lembut pada kolelitiasis, teraba otot meregang / kaku, hal ini dilakukan pada pmeriksaan RUQdan menunjukkan tanda marfin (+)

f. Respirasi

Pernapasan panjang / pendek, nafas dangkal,rasa tak nyaman

g. Keamanan

Demam menggigil, jundice, kulit kering dan pruritus, cenderung perdarahan (defisiensi vit K)

h. Pengetahuan

Pada kelluarga dan pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian bawah

2. PerencanaanDIAGNOSATUJUANINTERVENSIRASIONAL

Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi, iskemia jaringan / nekrisis

Tujuan : Nyeri terkontrol, teradaptasi

Kriteria hasil :

- penurunan respon terhadap nyeri (ekspresi)

- laporan nyeri terkontrol

1. Observasi,catat lokasi, tingkat dan karakter nyeri

2. Catat respon terhadap obat nyeri

3. Tingkatkan tirah baring (fowler) / posisi yang nyaman

4. Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)

5. Ciptakan lingkungan yang nyaman (turunkan suhu ruangan)

6. Kompres hangat

1.Membantu mengidentifikasi nyeri dan memberi informasi tentang terjadinya perkembangannya2.Nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan terjadinya komplikasi

3.Posisi fowler

menurunkan tekanan-tekanan intra abdominal

4. Meningkatkan istirahat dan koping

5.Mendukung mental psikologik dalam persepsi tentang nyeri

6. Dilatasi dingin empedu spasme menurun

BAB III

KESIMPULAN

Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20 - 50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.