PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN (Kajian dari Perspektif Agama, Filosofis, Psikologis, dan Sosiologis) MAKALAH Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Agama, Filosofi, Psikologi, dan Sosiologi dari Kepemimpinan Pendidikan DOSEN : PROF. DR. H. ISHAK ABDULHAK PROF. DR. H. SOFYAN SAURI, M.Pd Oleh : ASEP WAHYU NIM. 4103810413003 DENNY KODRAT NIM. 4103810413007 SLAMET NIM. 4103810413018 Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
(Kajian dari Perspektif Agama, Filosofis, Psikologis, dan Sosiologis)
MAKALAHDisusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Agama, Filosofi, Psikologi, dan Sosiologi
dari Kepemimpinan Pendidikan
DOSEN :PROF. DR. H. ISHAK ABDULHAK
PROF. DR. H. SOFYAN SAURI, M.Pd
Oleh :
ASEP WAHYU NIM. 4103810413003
DENNY KODRAT NIM. 4103810413007
SLAMET NIM. 4103810413018
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
2014
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Organisasi pendidikan merupakan organisasi yang unik. Karena keunikannya,
lembaga pendidikan tidak dapat disejajarkan dengan lembaga-lembaga atau organisasi
lainnya. Keunikannya terletak dari misinya sebagai lembaga pencetak manusia-manusia
yang memiliki kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan tertentu agar dapat hidup
sebagai manusia yang produktif dan beradab. Karena keunikannya itu pulalah, lembaga
pendidikan harus diselenggarakan dan dikelola oleh lembaga dan orang-orang yang
berkompeten.
Penyelenggara pendidikan, baik pemerintah, pemerintah daerah maupun
komunitas masyarakat (yayasan) harus memiliki kemampuan yang handal dalam hal
penyusunan dan pengembangan kurikulum, penyediaan sarana dan prasarana,
pengadaan tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan, kemampuan pendanaan dan
berbagai hal yang menjadi standar nasional pendidikan. Hal ini penting, sehingga
penyelenggaraan pendidikan tidak mengabaikan kualitas.
Selain penyelenggara, unsur pengelola pendidikan (manajemen sekolah) memiliki
peran yang tidak kalah penting. Ia berada pada garis depan (front office line) yang
bertanggungjawab menyelenggarakan proses pembelajaran. Di bawah kewenangannya,
proses pembelajaran dan bagaimana kualitas dari proses tersebut terjadi. Disinilah
sejatinya proses tranfer nilai (transfer of values) melalui proses imitasi, pewarisan
budaya, hingga proses pembentukan pengetahuan dan keterampilan terjadi dengan
memadai ataukah tidak memadai. Oleh karenanya, pemahaman pengelola pendidikan
terhadap tujuan dan fungsi pendidikan akan sangat menentukan kualitas lembaga
pendidikan yang dikelolanya.
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 2
Era desentralisasi dan otonomi daerah telah membawa implikasi besar terhadap
penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Kewenangan penyelenggaraan pendidikan
dasar dan menengah (kecuali madrasah) berdasarkan PP No. 38 tahun 2007
didelegasikan kewenangan penyelenggaraannya kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota. Hanya Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah yang berada pada perbatasan kabupaten/kota berada dalam
kewenangan pemerintah provinsi. Sementara itu, pemerintah pusat berperan dalam
menetapkan standar penyelenggaraan pendidikan, yang meliputi : standar kompetensi
lulusan (SKL), standar isi, standar penilaian, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar pembiayaan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, serta standar
proses di jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Penyelenggara pendidikan dasar dan menengah (Dikdasmen) di Kabupaten/kota
dilaksanakan oleh dinas pendidikan, meski pada kenyataannya, dinas pengelola
pendidikan ini diberi pula tanggung jawab mengelola urusan lain, seperti urusan pemuda,
olah raga, kebudayaan, bahkan pariwisata. Oleh karenanya, dalam penyelenggaran
pendidikan di tingkat messo, dibutuhkan pula birokrasi penyelenggara pendidikan yang
kompeten. Penempatan personil, mulai dari pimpinan hingga pelaksana dan pengelola
pendidikan di satuan-satuan pendidikan, harus benar-benar memperhatikan aspek
kompetensi. Prinsip merit system dan the right man on the right place perlu secara
konsisten diimplementasikan.
Pimpinan dinas yang menyelenggarakan pendidikan di kabupaten/kota dan
pimpinan satuan pendidikan harus memiliki jiwa kepemimpinan (leadership). Tead, Terry,
Hoyt (dalam Kartono, 2003) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan atau seni
mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan
orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 3
diinginkan kelompok. Itu berarti bahwa dalam diri seorang pemimpin harus memiliki
kelebihan dibandingkan pengikutnya, kelebihan yang utama adalah kemampuannya
untuk mengarahkan agar pengikutnya tetap melaksanakan kegiatan sesuai dengan
tujuan-tujuan organisasi.
Dari sudut pandang penyelenggaraan pendidikan dewasa ini, kepemimpinan
menjadi sangat penting dan cenderung menyisakan permasalahan, terutama bila
dipandang dari 2 (dua) hal, pertama adanya kenyataan bahwa penggantian pemimpin
(suksesi kepemimipinan) seringkali mengubah kinerja suatu unit, instansi atau organisasi;
kedua, hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan menjadi salah satu faktor
internal yang mempengaruhi keberhasilan organisasi, namun pada kenyataannya
dipandang tidak penting. Sehingga yang terjadi adalah organisasi memiliki
pemimpin/kepala namun gagal dalam menghadirkan leadership (Yukl, 1989). Hasil
penelitian tersebut membuktikan adanya jargon “ganti pimpinan, ganti kebijakan”,
bahkan sampai hal-hal teknis seperti ganti tata ruang kantor, ganti kursi, atau ganti warna
dinding, bukan sistem yang bekerja.
Dalam perspektif religi, Rasulullah Saw mengingatkan bahwa setiap orang adalah
pemimpin, minimal pemimpin untuk dirinya sendiri, hal ini sebagaimana tertuang dalam
sebuah hadits :
�ته عن مسئول وكل�كم راع� كل�كم " م.ص الله رسول قال: قال ع.ر عمر ابن عن متفق " الحديث... رعّي
علّيه
Artinya: “Dari Ibnu Umar R.a ia berkata: bersabda Rasulullah saw “Setiap kalian adalah
pemimpin, dan kalian akan ditanya tentang kepemimpinan kalian… al-hadits”
(HR.Mutafaq `alaih).
Namun, terkadang manusia lupa tentang peranan dia sebagai seorang
pemimpin dan terkadang dia tidak tahu bahwa kelak dia akan dimintai
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 4
pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Adapula manusia yang ditakdirkan
menjadi seorang pemimpin tapi ia tidak tahu apa yang harus diperbuat sebagai seorang
pemimpin. Disinilah diperlukan pengetahuan dan keilmuan tentang kepemimpinan,
sehingga seseorang yang ditakdirkan menjadi pemimpin tidak gagap dan bingung dengan
jabatannya sehingga dapat menunaikan amanahnya.
Sekurang-kurangnya terdapat tiga masalah mendasar yang menandai
kekurangan ini. Pertama, adanya krisis komitmen. Kebanyakan orang tidak merasa
mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memikirkan dan mencari pemecahan
masalah kemaslahatan bersama, masalah harmoni dalam kehidupan dan masalah
kemajuan dalam kebersamaan. Kedua, adanya krisis kredibilitas. Sangat sulit mencari
pemimpin atau kader pemimpin yang mampu menegakkan kredibilitas tanggung jawab.
Kredibilitas itu dapat diukur misalnya dengan kemampuan untuk menegakkan etika,
memikul amanah, setia pada kesepakatan dan janji, bersikap teguh dalam pendirian, jujur
dalam memikul tugas dan tanggung jawab yang dibebankan padanya, kuat iman dalam
menolak godaan dan peluang untuk menyimpang. Ketiga, masalah kebangsaan dan
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Saat ini tantangannya semakin kompleks dan
rumit.
Kepemimpinan sekarang tidak cukup lagi hanya mengandalkan pada bakat atau
keturunan. Pemimpin zaman sekarang harus belajar, banyak membaca, dan memiliki
pengetahuan mutakhir serta pemahaman mengenai berbagai soal yang menyangkut
kepentingan orang-orang yang dipimpin. Selain itu, pemimpin harus memiliki kredibilitas
dan integritas, mampu bertahan (survive) dalam berbagai macam kondisi yang cepat
berubah, serta melanjutkan misi kepemimpinannya. Jika tidak memiliki kemampuan
tersebut, pemimpin tersebut hanya akan menjadi karikatur dan tertawaan dalam kurun
sejarah di kelak kemudian hari.
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 5
Sementara itu, permasalahan lain dalam kepemimpinan adalah dalam proses
pengambilan keputusan. Permasalahan yang muncul dalam pengambilan keputusan
menjadi persoalan yang tidak mudah bagi seorang pemimpin. Persoalan ego,
kepentingan, kondisi bawahan, materi keputusan menjadi faktor-faktor yang
mempengaruhi seorang pemimpin dalam mengambil keputusan. Pemimpin harus berani
mengambil keputusan terhadap kebijakan tertentu sesuai dengan mekanisme dan
ketentuan yang ada.
Pengambilan keputusan pada dasarnya tidak dapat didelegasikan kepada
pengikut atau pegawai di bawahnya. Sebab konsekuensi dari keputusan tetap berada di
level pemimpin. Stoner (2003:205) memandang pengambilan keputusan sebagai proses
pemilihan suatu arah tindakan sebagai cara untuk memecahkan sebuah masalah
tertentu. Siagian (1993:24) mengartikan pengambilan keputusan sebagai usaha sadar
untuk menentukan satu alternatif dari berbagai alternatif untuk memecahkan masalah.
Beberapa peluang masalah dapat muncul dalam proses pengambilan keputusan ini
disebabkan beberapa aspek, diantaranya: pertama, pembuat keputusan (pemimpin)
merupakan manusia dengan kompleksitas karakteristiknya. Kedua, pembuat keputusan
dalam organisasi pendidikan berhadapan dengan manusia, mengurusi urusan manusia,
bukan berhubungan dengan mesin yang hanya berhubungan secara mekanis. Ketiga,
pembuat keputusan dihadapkan pula dengan sistem nilai (values) yang hidup dalam
organisasi tersebut serta dalam masyarakat. Walhasil proses pengambilan keputusan itu
sejatinya bukanlah hal yang sederhana, melainkan hal yang komplek dan rumit. Disinilah
kehadiran leadership itu diperlukan.
Dalam makalah singkat ini, akan dibahas “Pengambilan Keputusan dalam
Kepemimpinan Pendidikan Kajian dari Presfektif Agama, Filosofis, Psikologis,dan
Sosiologis”.
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 6
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditetapkan perumusan masalah sebagai
berikut ini.
1. Bagaimanakah pengambilan keputusan dalam kepemimpinan pendidikan ditinjau
dari perspektif agama?
2. Bagaimanakah pengambilan keputusan dalam kepemimpinan pendidikan ditinjau
dari perspektif filsafat?
3. Bagaimanakah pengambilan keputusan dalam kepemimpinan pendidikan ditinjau
dalam perspektif psikologis?
4. Bagaimanakah pengambilan keputusan dalam kepemimpinan pendidikan ditinjau
dalam perspektif sosiologi?
C. Tujuan
Secara umum makalah ini bertujuan untuk
1. mengetahui pengambilan keputusan dalam kepemimpinan pendidikan ditinjau dari
perspektif agama.
2. mengetahui pengambilan keputusan dalam kepemimpinan pendidikan ditinjau dari
perspektif filsafat .
3. mengetahui pengambilan keputusan dalam kepemimpinan pendidikan ditinjau
dalam perspektif psikologis.
4. mengetahui pengambilan keputusan dalam kepemimpinan pendidikan ditinjau
dalam perspektif sosiologi.
Adapun secara khusus, makalah ini bertujuan untuk
1. mengetahui penerapan pengambilan keputusan dalam lingkup messo dan mikro
pendidikan menurut perspektif agama, filosofis, psikologis dan sosiologis.
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 7
2. memenuhi salah satu tugas perkuliahan landasan agama, filosofi, psikologi dan
sosiologi dari kepemimpinan pendidikan.
5. Manfaat
Secara teoritis makalah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu manajemen
khususnya menyangkut kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Selain itu, makalah
ini menelaah berbagai macam teori pengambilan keputusan dalam kepemimpinan
ditinjau dari perspektif agama, filosofis, psikologis dan sosiologi.
Adapun secara praktis, makalah ini bermanfaat bagi pembacanya dalam
meningkatkan kualitas kepemimpinan terutama dalam hal pengambilan keputusan
sebagai pengelola maupun sebagai penyelenggara organisasi pendidikan.
6. Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan pendekatan deduktif yakni melalui metode studi
kepustakaan, baik pada buku-buku, artikel jurnal, atau pada online yang membahas
mengenai kepemimpinan, pengambilan keputusan, serta landasan-landasan dalam
pengambilan keputusan.
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 8
BAB II
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
A. Kepemimpinan Pendidikan
Secara berturut-turut pada bagian ini akan dibahas berbagai macam teori dan pendapat
berkenaan dengan pengertian kepemimpinan, teori kepemimpinan, tipe kepemimpinan,
kepemimpinan partisipatif dari aspek agama, filosofis, psikologis dan sosiologis.
1. Pengertian Kepemimpinan
Pengertian kepemimpinan sangat beragam. Setiap ahli mengemukakan
pengertiannya berdasarkan cara pandangnya masing-masing. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Koontz, O’Donnel & Weihrich (1990:147) yang mendefinisikan
kepemimpinan sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang-orang sehingga
mereka akan berusaha mencapai tujuan kelompok dengan kemauan dan antusias.
James. M Black dalam bukunya Management, A guide to Executive Command menulis
bahwa “Leadership is capatibilty of persuading others to work together undertheir
direction as a team to accomplish certain designated objectives” (kepemimpinan adalah
kemampuan meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai
suatu tim untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan tertentu).
Demikian pula, Kartono (2005:187) mendefinisikan kepemimpinan sebagai satu
bentuk dominasi yang didasari oleh kapabilitas/kemampuan pribadi, yaitu mampu
mendorong dan mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan
bersama. Sedangkan Stoner, Freeman dan Gilbert (1996) sebagaimana dikemukakan oleh
Kambey (2003:125) mendefinisikan kepemimpinan manajerial sebagai proses
mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari anggota
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 9
kelompok. Sementara itu, Rost (dalam Safira, 2004:3) mendefinisikan kepemimpinan
sebagai sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut
atau bawahan yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan
bersamanya. Sedangkan Robbins (2003: 432) mendefinisikan kepemimpinan sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Selanjutnya
Gibson, Ivancevich dan Donnely (1991:334) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu
upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan untuk memotivasi orang-orang
mencapai tujuan tertentu.
Adapun Tead, Terry, Hoyt (dalam Kartono, 2003) berpendapat bahwa
kepemimpinan adalah kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau
bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing
orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Menurut Young
(dalam Kartono, 2003) kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas
kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat
sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus
yang tepat bagi situasi yang khusus.
Moejiono (2002) memandang bahwa leadership sebenarnya sebagai akibat
pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang
membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction
theorists) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan
pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai
dengan keinginan pemimpin.
Abdulrachman (2004:16) berpendapat bahwa: "tidak semua pemimpin akan
dapat mempengaruhi dan menggerakkan orang lain dalam rangka mencapai suatu tujuan
secara efektif dan efisien, sebab orang lain baru dapat dipengaruhi/digerakkan jika: (1)
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 10
Ada kemampuan pada pemimpin untuk menggunakan teknik kepemimpinan; (2) Ada
sifat-sifat khusus pada pemimpin yaitu sifat-sifat kepemimpinan yang mempengaruhi
jiwa orang-orang sehingga kagum dan tertarik pada pemimpin tersebut".
Dengan demikian, untuk mampu mempengaruhi atau menggerakkan orang lain
agar dengan penuh kesadaran dan senang hati bersedia melakukan dan mengikuti
kehendak pemimpin, maka pemimpin harus memiliki kemampuan dan memiliki sifat-sifat
khusus. Sedangkan sifat-sifat yang harus dimiliki pemimpin menurut Harold Koontz dan
Cyrill O’Donnell (1990:21), yaitu:
a. Memiliki kecerdasan melebihi orang-orang yang dipimpinnya.
b. Mempunyai perhatian terhadap kepentingan yang menyeluruh.
c. Mantap dalam kelancaran berbicara.
d. Mantap berpikir dan emosi.
e. Mempunyai dorongan yang kuat dari dalam untuk memimpin
f. Memahami kepentingan tentang kerjasama.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi, menggerakkan
dan mengarahkan orang lain agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati
bersedia mengikuti kehendaknya tersebut untuk mewujudkan suatu tujuan bersama.
2. Teori-Teori tentang Kepemimpinan
Secara singkat dapat dikemukakan bahwa teori tentang kepemimpinan dapat
dikelompokkan dalam tiga pendekatan, yaitu: pendekatan sifat, pendekatan perilaku, dan
Efektivitas partisipasi dalam pengambilan keputusan dan penerimaan keputusan
antara lain:
a) Orang-orang yang mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam pengambilan
keputusan cenderung untuk mengidentifikasikan dirinya dengan hal tersebut dan
merasakannya sebagai keputusannya, yang akan lebih meningkatkan motivasi
mereka untuk melaksanakan keputusan tersebut dengan berhasil.
b) Partisipasi juga memberi suatu pengertian yang lebih baik mengenai sifat masalah
keputusan dan alasan mengapa suatu alternatif tertentu diterima dan yang lainnya
ditolak. Para peserta memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai bagaimana
mereka akan dipengaruhi oleh sebuah keputusan yang kemungkinan besar akan
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 51
mengurangi rasa takut apa saja yang tidak beralasan dan ketegangan-ketegangan
mengenai hal tersebut.
c) Partisipasi juga memungkinkan orang memperoleh peluang untuk melindungi
kepentingan mereka jika benar-benar terancam, dengan mengemukakan rasa
prihatin mereka dan membantu untuk mencari suatu pemecahan yang menanggapi
rasa keprihatinan tersebut.
d) Sebuah keputusan yang telah dibuat oleh sebuah proses kelompok yang dianggap
sah, memungkinkan para anggota menggunakan tekanan sosial terhadap anggota
yang lain agar menjalankan keputusan itu dalam implementasinya.
Sedangkan efek dari partisipasi terhadap kualitas keputusan (Yukl, 1998 :
138):
a) Partisipasi akan menghasilkan keputusan yang lebih baik bila para bawahan
mempunyai informasi yang relevan dan bersedia untuk bekerja-sama dengan
pemimpin tersebut dalam membuat keputusan yang baik.
b) Apabila di antara para bawahan terjadi perbedaan pandangan dan sulit diambil
keputusan bersama, maka konsultasi memungkinkan menghasilkan keputusan yang
memiliki kualitas lebih tinggi, karena pemimpin (manajer) akan mempertahankan
kontrol terhadap pilihan terakhir.
4) Keterbatasan Pengambilan Keputusan Partisipatif
Pengambilan keputusan partisipatif memiliki keterbatasan (Yukl, 1998:140),
yakni :
1) Bentuk partisipasi efektif pada situasi-situasi tertentu namun tidak pada situasi
lainnya (Vrom & Jago, 1988). Karena partisipasi memakan waktu, kadang berteletele.
Dalam keadaan darurat untuk berkonsultasi dan berdiskusi tidak efektif. Seorang
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 52
pemimpin harus cepat dan tanggap dalam membuat keputusan dan mengambil
kebijakan sesuai dengan situasi dan kebutuhan manajemen dan organisasi.
2) Kecenderungan terjadinya partisipasi semu (pseudoparticipation), di mana manajer
mencoba untuk melibatkan bawahan dalam tugas tetapi bukan dalam proses
pengambilan keputusan. Kebanyakan para manajer mencoba berkonsultasi dengan
bawahannya akan tetapi masukan dan gagasan dari para bawahan tidak diakomodir
dalam pembuatan keputusan dan pengambilan kebijakan.
E. Pengambilan Keputusan Partisipatif dalam Kepemimpinan Pendidikan
Berbicara mengenai implementasi pengambilan keputusan dalam kepemimpinan
partisipatif dalam kepemimpinan pendidikan terkait erat dengan perilaku birokrasi
pendidikan (pusat dan daerah), kepala sekolah dan guru sebagai anggota organisasi
pendidikan dalam pengambilan keputusan. Peran serta ketiga pemimpin pendidikan dalam
pengambilan keputusan ditegaskan oleh French (1960) dalam Salusu (1996:233) menegaskan
bahwa peran serta menunjukkan suatu proses antara dua atau lebih pihak yang
mempengaruhi satu terhadap yang lainnya dalam membuat rencana, kebijaksanaan dan
keputusan.
Pentingnya peran serta dalam proses pengambilan keputusan diakui juga oleh Alutto
dan Belasco (1972) yang mengatakan bahwa dengan adanya peran serta ada jaminan bahwa
pemeran serta tetap mempunyai kontrol atas keputusan-keputusan yang diambil (Salusu,
1996:234). Mengingat lingkungannya yang unik, maka dalam makalah ini akan dibahas peran
serta (partisipasi) kepala sekolah dan guru termasuk staf sekolah dalam pengambilan
keputusan di sekolah.
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 53
1. Peran Pemimpin Pendidikan dalam Pengambilan Keputusan Partisipatif
Dilihat dari fungsi birokrasi pendidikan dan kepala sekolah sebagai pemimpin
pendidikan, maka ia harus mampu mengambil keputusan secara tepat. Dalam kaitannya
dengan pengambilan keputusan, pemimpin pendidikan hendaknya memberi kesempatan
kepada anggota organisasi untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Dasar teori yang dapat dikaji dalam pengambilan keputusan pendidikan dan
partisipasi anggota organisasi adalah teori kepemimpinan kontinum yang dikembangkan
oleh Tannenbaum dan Schmidt (Rawis, 2000:30). Dalam pandangan kedua ahli ini ada dua
bidang pengaruh yang ekstrim.
Pertama, bidang pengaruh pemimpin di mana pemimpin menggunakan otoritasnya
dalam gaya kepemimpinannya. Kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan di mana
pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan
dalam hubungannnya dengan perilaku pemimpin melakukan aktivitas pengambilan
keputusan. Menurut dua ahli tersebut ada enam model gaya pengambilan keputusan yang
dapat dilakukan oleh pemimpin, yakni :
1) Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahannya.
Model ini terlihat bahwa otoritas yang dipergunakan atasan terlalu dominan, sedangkan
daerah kebebasan bawahan sempit sekali.
2) Pemimpin menjual keputusan. Pada gaya ini pemimpin masih dominan. Bawahan belum
banyak dilibatkan.
3) Pemimpin menyampaikan ide-ide dan mengundang pertanyaan. Dalam model ini
pemimpin sudah menunjukkan kemajuan. Otoritas mulai berkurang dan bawahan diberi
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan mulai dilibatkan dalam
pengambilan keputusan.
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 54
4) Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat dirubah.
Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pengambilan keputusan. Otoritas
pelan-pelan mulai berkurang.
5) Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran dan mengambil keputusan. Pada
gaya ini otoritas yang dipergunakan sedikit. Sedangkan kebebasan bawahan dalam
berpartisipasi mengambil keputusan sudah lebih banyak dipergunakan. Pemimpin
merumuskan batas-batasnya dan meminta kelompok bawahan untuk mengambil
keputusan. Partisipasi bawahan sudah lebih dominan.
6) Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang
telah dirumuskan oleh pemimpin.
Dalam analisis tentang pola kepemimpinan dapat didasarkan pula pada tingkat
kematangan (kedewasaan) bawahan. Ada empat model kepemimpinan yang muncul
berdasarkan pada kematangan bawahan (Siagian, 2003:142-143), yakni :
1) Semakin tinggi tingkat kematangan yang telah dicapai oleh bawahan, pimpinan
memberikan respons tidak saja dalam bentuk pengurangan pengawasan atas berbagai
kegiatan yang dilaksanakan oleh para bawahannya, akan tetapi juga mengurangi
intensitas hubugannya dengan para bawahan tersebut.
2) Pada tingkat kematangan yang masih rendah. Bawahan tidak berkemampuan dan tidak
berkemauan, para bawahan memerlukan pengarahan yang jelas dan tegas serta spesifik
sehingga tidak terdapat kekaburan dalam pelaksanaan tugas para bawahan yang
bersangkutan.
3) Pada tingkat kematangan bawahan yang tinggi. Bawahan berkemampuan tetapi tidak
berkemauan. Yang diperlukan adalah perilaku pimpinan yang berorientasi tugas yang
tinggi dan tingkat hubungan yang intensif antara atasan dengan bawahannya.
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 55
4) Pada tingkat kematangan yang lebih tinggi lagi. Bawahan tidak berkemampuan tetapi
berkemauan. Masalah-masalah psikologis dapat timbul dan hanya dapat dipecahkan
dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang bersifat mendukung tugas para bawahan
dan dengan demikian berarti tidak terlalu banyak memberikan pengarahan. Yang
dotonjolkan adalah gaya partisipatif.
5) Pada tingkat kematangan yang sudah tinggi. Bawahan berkemampuan dan berkemauan.
Seorang pimpinan tidak perlu lagi berbuat banyak karena para bawahannya seudah
mampu dan rela memikul tanggung-jawab sehingga tugas-tugas yang dipercayakan
kepada mereka sesuai dengan harapan pimpinan yang bersangkutan.
2. Peran Bawahan dalam Pengambilan Keputusan
Sehubungan dengan peran bawahan dalam pengambilan keputusan dalam
kepemimpinan pendidikan, ada dua konsep yang perlu dikaji, yakni persepsi dan aspirasi
(Rawis, 2000:35). Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1996: 241) mengartikan persepsi sebagai
proses dari seseorang dalam memahami lingkungannya yang melibatkan pengorganisasian
dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman psikologis. Sedangkan Robbins
(2003: 169) mendefinisikan persepsi sebagai proses yang digunakan individu dalam
mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada
lingkungan mereka.
Dalam konteks teori ini peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan adalah
bagaimana mereka mempersepsikan pandangan, penghayatan, perasaan mereka sebagai
sesuatu yang bermakna dan dapat disumbangkan bagi kemajuan pendidikan.
Aspirasi dalam bahasa Inggris aspiration yang berarti cita-cita, keinginan (Nasution,
1990:14). Jadi aspirasi guru dan staf adalah keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhan
yang dirasakan oleh bawahan untuk dipenuhi guna peningkatan kesejahteraan kerja dalam
rangka mereka berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 56
Aspirasi bawahan pada umumnya ada yang tinggi dan ada yang rendah. Menurut
Thurnburg (Prayitno, 1989, dalam Rawis, 2000:40) ada faktor-faktor yang menimbulkan
tinggi-rendahnya tingkat aspirasi. Faktor yang menyebabkan aspirasi tinggi adalah: (1)
pengalaman sukses, (2) tugas-tugas yang sukar menuntut kerja keras, (3) merasa terkontrol
oleh diri sendiri, (4) tugas-tugas yang relevan dengan kebutuhan akademis maupun jabatan
yang diharapkan, (5) infromasi yang berguna, (6) kelompok orang yang homogen, (7) tujuan
yang realistik untuk dicapai. Sedangkan faktor yang menyebabkan aspirasi rendah adalah: (1)
pengalaman gagal, (2) tugas-tugas yang mudah sehingga dengan usaha yang sedikit dapat
menyelesaikannya, (3) tergantung oleh kontrol orang lain, (4) tugas-tugas yang dirasakan
relevan dengan kebutuhan akademik maupun jabatan yang diharapkan, (5) informasi
dirasakan tidak berguna, (6) kelompok yang heterogen, (7) tujuan yang tidak realistik.
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 57
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. Pengambilan keputusan merupakan aktivitas yang sangat menentukan dalam suatu
organisasi. Pengambilan keputusan merupakan esensi/inti dari kepemimpinan.
Seorang pemimpin disebut pemimpin apabila dapat dan mampu mengambil
keputusan. Dalam kepemimpinan dikenal gaya-gaya kepemimpinan. Salah satu di
antaranya adalah kepemimpinan partisipatif. Kepemimpinan partisipatif
mengandaikan adanya kondisi pemimpin memberikan ruang yang luas pada
keterlibatan yang utuh dan mendalam dari seluruh pimpinan dan anggota organisasi
untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan.
2. Pengambilan keputusan dapat dipandang dan dilandasi oleh agama, filsafat, psikologi
dan sosiologi. Berbasarkan landasan agama, dianjurkan akan dalam pengambilan
keputusan, seorang pemimpin menempuh jalan musyawarah. Dalam kepemimpinan
pendidikan tentu saja musyawarah melibatkan berbagai stakeholder, terutama guru.
Secara psikologis, pelibatan stakeholder dalam musyawarah akan meningkatkan
motivasi, gairah, dan tanggung jawab untuk turut serta melaksanakan keputusan
secara bersama-sama.
B. Saran
1. Pengambilan keputusan merupakan inti dari kepemimpinan pendidikan. Oleh karena
itu, pemimpin pendidikan dalam pengambilan keputusan disarankan dilakukan
secara musyawarah dengan melibatkan bawahan atau para stakeholder yang
berkepentingan.
2. Kepemimpinan pendidikan sangat ideal apabila menjalankan gaya kepemimpinan
partisipatif agar seiring sejalan dengan hakikat musyawarah dalam pengambilan
keputusan.
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 58
DAFTAR PUSTAKA
Bolman, Lee G dan Terence E, Deal, 1997, Reframing Organization: Artistry, Choice and Leadership, San Fransisco: Jossey-Bass.
Gandhi,2011.Filsafat Pendidikan.Mazhab-Mazhab filsafat pendidikan.Jogjakarta:Ar-Ruz Media.Gibson, Ivancevich, Donnelly, 1990, Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses, Jilid, 1, University
of Kentucky dan University of Houston (Editor: Djarkasih) Jakarta: Erlangga.
_________________________, 1991, Organisasi,Perilaku, Struktur dan Proses, Jilid 2. edisi kelima, University Of Kentucky dan University of Houston (penerjemah: Savitri Soekrisno & Agus Dharma) Jakarta: Erlangga.
Gomez-Meija L., & Balkin D.B., 2002, Management, New York USA: McGraw Hill. Hasan, I., 2002, Pokok-pokok Materi Teori Pengambilan Keputusan, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Handoko, H., 2001, Manajemen edisi 2, Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Madah, Yogyakarta: BPFE.
Hersey, P., dan Blanchard, 1977, Management or Organizational Behavior: Utilizing Human Resources, New Jersey: Prentice Hall.
Kambey, C. D., 2003, Landasan Teori Administrasi/Manajamen, Sebuah Intisari, Manado: Yayasan Tri Ganesha Nusantara.
Kartini, K., 2005, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Lunenburg, F.C., & Ornstein, A.C., 2000, Educational Administration Concepts and Practice,
Management Eighth Edition, 1984, Inggris: Mc Graw-Hill, Inc. (Editor: Alfonsus Sirat), Jakarta: Erlangga.
_________________________________, 1990, Manajemen, Jilid 2,edisi kedelapan, Judul asli: Management Second Edition, 1984, Inggris: Mc Graw-Hill, Inc. (Editor penerjemah : Hutauruk G), Jakarta: Erlangga.
Nasution, S., 1990, Kamus Umum Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Nurkolis, 2003, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: PT Gramedia WidiasaranaIndonesia.
Nurtain, 1989, Supervisi Pengajaran (teori dan Praktek), Jakarta: Depdikbud. _____________, 2004, Fasilitator Kepala Sekolah Dalam Pengimplementasian
Program Manajemen Berbasis Sekolah, Malang: Sentra MediaReksohadiprodjo, S., dan Handoko, H., Organisasi Perusahan, Teori, Struktur dan Perilaku, edisi
2, Fakultas Ekonomi UGM Yogyakarta: BPFE. Robbins, S.P., 2003, Perilaku Organisasi, judul asli Organizational Behavior, Tenth Edition, (alih
bahasa : Benyamin Molan), Jakarta: PT Indeks-Gramedia.Rohmat.2010. Kepemimpinan Pendidikan.Konsep dan Aplikasi.Jogjakarta:STAIN PRESSSafaruddin, Anzizhan.2004. Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan. Jakarta:Grasindo
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 59
Safaria, T., 2004, Kepemimpinan, Yogyakarta: Graha Ilmu.Salusu, J., 1996, Pengambilan Keputusan Stratejik, Untuk Organisasi Publik dan
Organisasi Nonprofit,Jakarta:PT.GramediaWidiasarana IndonesiaSiagian, S.P., 1993, Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan, Jakarta: CV Haji
Masagung.__________, 2003, Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta: PT Rineka Cipta.__________, 2005, Fungsi-fungsi Manajerial, Jakarta: Bumi Aksara.Stoner, J.A.F., 1982, Manajemen, Jilid 2, edisi kedua, Jakarta: Erlangga. Stoner, J.A.F, & Winkel C., 2003, Perencanaan dan Pengambilan Keputusan dalam Manajemen,
(alih bahasa: Simamora Sahat), Jakarta: PT Rineka Cipta. Terry, G., dan Leslie R., 2005, Dasas-dasar Manajemen (terjemahan oleh G.A.Ticoalu), Jakarta:
Bumi Aksara. Ubben, G., Hughes L.W., & Norris C.J., 2004, The Principal Creative Leadership for Excellence in
Schools, Boston-USA: Pearson Education Inc. Usman, H., 2006, Manajemen : Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara. Veithzal, R., 2004, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: PT RajaGrafindo Wexley, K.N., Yukl Garry A., 2003, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, (alih bahasa:
Shobaruddin M), Jakarta: Rineka Cipta. Yukl, G., 1998, Kepemimpinan dalam Organisasi, judul asli: Leadership in Organizations 3e & 5e,
State University of New York at Albany, (alih bahasa oleh Jusuf Udaya) Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta: Prehallindo
Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan 60