RESUME BUKU A. Resume BAB I Perang Aceh Pertama 1873 Tidak pernah Belanda melakukan perang yang lebih besar dari pada perang di Aceh. Perang Aceh bagi negara Belanda bukanlah sekedar pertikaian bersenjata melainkan mencangkup suatu fokus pada politik kolonial dan internasional selama satu abad. Perang ini terjadi cukup lama karena Aceh begitu kuat sehingga panglima tertinggi Belanda yang memimpin perang ini banyak melakukan pergantian. 1. Petualangan-Petualangan di Nusantara Pada tahun 1817 Raffles kehilangan kekuasaannya di Jawa, karena Inggris telah mengembalikannya kepada pihak Belanda. Dia kemudian diangkat menjadi gubernur Bengkulu, karena sejak dulu bagian Sumatera ini merupakan milik Inggris. Benteng Marlbrough dijadikan markas besar Raffles dalam melancarkan kekuasaannya. Ia menuntut pulau- pulau di sekitarnya, untuk itu Raffles melakukan persengkokolan dengan tiga Sultan terbesar di Sumatera yaitu; Sultan Palembang, Sultan Siak, dan Sultan Aceh untuk melawan Belanda namun sayangnya semua tidak bejalan dengan lancar sehingga yang dapat diambil hanyalah pulau kecil Singapura yang kemudian dijadikan milik Inggris. 2
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
RESUME BUKU
A. Resume BAB I
Perang Aceh Pertama 1873
Tidak pernah Belanda melakukan perang yang lebih besar dari pada perang di Aceh.
Perang Aceh bagi negara Belanda bukanlah sekedar pertikaian bersenjata melainkan
mencangkup suatu fokus pada politik kolonial dan internasional selama satu abad. Perang ini
terjadi cukup lama karena Aceh begitu kuat sehingga panglima tertinggi Belanda yang
memimpin perang ini banyak melakukan pergantian.
1. Petualangan-Petualangan di Nusantara
Pada tahun 1817 Raffles kehilangan kekuasaannya di Jawa, karena Inggris telah
mengembalikannya kepada pihak Belanda. Dia kemudian diangkat menjadi gubernur Bengkulu,
karena sejak dulu bagian Sumatera ini merupakan milik Inggris. Benteng Marlbrough dijadikan
markas besar Raffles dalam melancarkan kekuasaannya. Ia menuntut pulau- pulau di sekitarnya,
untuk itu Raffles melakukan persengkokolan dengan tiga Sultan terbesar di Sumatera yaitu;
Sultan Palembang, Sultan Siak, dan Sultan Aceh untuk melawan Belanda namun sayangnya
semua tidak bejalan dengan lancar sehingga yang dapat diambil hanyalah pulau kecil Singapura
yang kemudian dijadikan milik Inggris.
Tahun 1824 dalam Tratat London Inggris dan Belada meyelesaikan persengketaan akibat
serah terima jajahan tahun 1816, Bengkulu pun di tukar dengan pangkalan kompeni Belanda
yaitu Malaka. Inggris melepaskan tuntutannya di Sumatera dengan begitu Raffles kehilangan
jabatan yang kemudian kembali pulang ke Inggris, namun sebelum pergi Dia masih sempat
memasukan bom waktu kedalam Traktat tersebut yaitu pemerintah di Den Hag berjanji tidak
akan mengusik kemerdekaan Aceh.
Petualangan bangsa Barat di Nusantara ini didorong juga dengan keadaan Eropa yang
sedang mengalami kemiskinan akibat kelebihan serdadu dan Perwira sesudah masa Napoleon
dan gejala demikian, dapatlah dikemukakan “Rayuan Timur” nan romantic di seluruh Eropa.
2
Dalam menjejaki langkah Rousseu Romantik yang telah menyebarkan gagasan pulau – pulau
surga Kesultanan – kesultanan di lautan yang teduh di Asia timur. Penggambaran keindahan di
Asia ini tertuang dalam karya – karya para tokoh terkenal sehingga ini menyebabkan para
perkumpulan bahkan para orang kaya berani memberikan biaya untuk melakukan ekspedisi ke
Asia.Hindia merupakan petualangan bagi setiap orang di Eropa yang muncul disini. Pulau –
pulau raksasa Sumatera dan Kalimantan terhampar dalam suasananya sendiri. Tuntutan Belanda
pun di Sumatera masih samar sehingga mereka masih bias melakukan petualangan dan ekpedisi
disini.
Dari semua petualang Nusantara yang paling terkenal adalah Brooke. Dia dapat mencapai
puncak kejayaannya pada tahun 1814. Brooke diangkat sebagai seorang Sultan di kerajaan timur,
White Radjah di Serawak. Brooke juga di beri gelar menjadi Sir James oleh pemerintah Inggris.
Kedudukannya menumbuhkan banyak musuh, karena tindakannya terhadap para bawahannya
menimbulkan kecaman – kecaman sehingga Ia dilaporkan ke majelis rendahan yang pada
akhirnya dapat terbebas dari semua tuduhan – tuduhan tersebut.
2. Seorang Konsul Belanda
William H.M Read adalah seorang konsul dari Belanda yang dijadikan Brooke sebagai
tiang pada saat penyelidikan Singapura. Read diangkat menjadi konsul Belanda pada tahun 1841
kemudian pada tahun 1871 diangkat menjadi konsul jendral, tugasnya adalah banyak melakukan
urusan dagang dengan orang- orang dari luar. Dalam penyelidikan kasus Brooke di Serawak Ia
sepenuhnya memihak Sir James yang memang banyak melakukan urusan dagang dengannya.
Read membantu Sir james sehingga kasus tersebut dapat diselesaikan dengan hasil akhir yang
sangat baik.
3. Mukjizat Deli
Pada tahun 1856 di Singapura muncul Sultan Ismail dari Siak, kerajaan besar tetapi kacau
yang berasal dari Sumatera Timur. Ia hendak meminta bantuan kepada Inggris untuk mengatasi
salah satu kesulitan pergantian putera mahkota di kerajaannya. Sebagai imbalan Ismail berjanji
akan memberikan kerajaan pada pihak Inggris. Namun pihak Inggris menolak dengan alasan
Traktat London, akan tetapi seorang dari pihak swasta yaitu Wilson menyatakan akan membantu
Ismail. Setelah berhasil membantu Wilson semakin menuntut bahkan Ismail pun akan diusir dari
3
kerajaan, maka dari itu Ismail kembali meminta bantuan yang kali ini kepada pihak Belanda
sehigga pada akhirnya kerajaan Siak ini jatuh ke tangan Belanda. Ketika diketahui bahwa
Belanda benar – benar bertindak di kawasan Siak maka buyarlah sudah perdamaian dan
persahabatan antara Siak dan Aceh.
Pada tahun 1862 kerajaan – kerajaan di Sumatera dibujuk untuk mengakui Belanda akan
tetapi dengan tegas Aceh menolak bahkan Aceh mengirimkan armadanya jika masih terus
mealkukan pemaksaan. Dari sekian kerajaan besar di Sumatera hanya satu yang mau bergabung
dengan Belanda yaitu Sultan Deli. Sesudah hubungan dengan Deli semakin berkembang maka
perkebunan Tembakau di Deli semakin menunjukan hasil yang cemerlang sehingga Belanda
mendapat keuntungan yang amat besar yang kemudian peristiwa ini disebut dengan mukjizat dari
Deli.
4. Tahun 1870
Tahun 1870 merupakan zaman baru bagi pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun tersebut
Tanam Paksa di Jawa dihapuskan dan diganti dengan system penyewaan tanah yang dapat
dilakukan pula oleh para pengusaha Eropa.pada tahun 1867 Belanda membuat jalan kereta api
untuk pertama kalinya di Jawa.
Pada tahun 1868 Aceh mengutus orang untuk berlayar ke Istambul untuk memohon
perlindungan kepada Sultan Turki. Namun, karena letak Aceh yang jauh maka Turki menolaknya
walau demikian Aceh tidak putus asa karena di kemudian hari Aceh kembali mengutus orang
untuk pergi ke Istambul lagi. Untuk mempertahankan wilayah Aceh menjadikan Traktat London
sebagai senjata paling ampuh untuk mengusir pihak Belanda.
5. Sekali Berjalan – jalan di Taman Bosch
Tahun 1869 Dewaal berjalan melalui taman Bosch di Den Hag tanpa disengaja bertemu
dengan duta Inggris Harris, mereka melakukan perbincangan mengenai daerah koloni. Dewaal
memberikan pendapat untuk melakukan pertukaran antara Pantai Emas milik Belanda dengan
Aceh di Sumatera. Setelah melakukan pertimbangan akhirnya menghasilkan kesepakatan
mengenai Pantai Emas akan tetapi Mjelis Rendahan di Singapura menolaknya maka berkali –
kali terjadi pembicaraan dan menghasilakan suatu rumusan yaitu Traktat Siak diubah menjadi
4
Traktat Sumatera yang pada bulan November Traktat tersebut disetujui. Isi dari Traktat tersebut
adalah “Inggris wajib melepaskan tangannya dari segala unsur perasaan terhadap perluasan
wilayah Belanda di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London mengenai Aceh di
batalkan”.
6. Ramalan Multatuli
Setelah Traktat Sumatera disetujui Koran-koran banyak membicarakannya bersamaan
dengan itu Multatuli yang membacanya menarik suatu kesimpulan wajar yaitu surat pemberitaan
ini akan menjadi surat perang. Dalam sebuah surat yang dibuatnya untuk sahabatnya tertulis
bahwa akan terjadi perang di Aceh, kemudian pada tahun 1872 Dia membuat surat terbuka pada
Raja dengan isi ramalan mengenai akan terjadinya perang yang sangat besar di Aceh, maka
untuk mencegahnya Multatuli meminta agar jangan mengusik kemerdekaan Aceh. Surat ini tidak
dipedulikan maka meletuslah perang antara Aceh dan Belanda.
7. Pengkhianatan Singapura
Sesudah mengalami segala kegagalan pada masa lalu, para pemerintah Belanda ini
berusaha melakukan perundingan dengan sultan Aceh yaitu mengenai peninjauan Perjanjian
Niaga, perdamaian, dan persahabatan tahun 1857. Pada bulan desember seorang pejabat dari
Aceh berkunjung ke residen Riau D.W Schiff, salah seorang komisaris yang di angkat pada
waktu itu. Orang Aceh itu adalah Panglima Tibang Muhammad,yang sebagai syahbandar atau
pengusaha cukai dagang dan pemasukan keuangan pelabuhan merupakan salah satu pejabat
paling penting di negerinya. Dia diberi kuasa untuk membuat suatu perjanjian yang baru dengan
sultan, namun karena tidak dapat memberikan bukti yang cukup kuat maka Dia disuruh pulang
oleh Schiff karena tidak membawa bukti-bukti yang kuat. Pada bulan Desember Tibang
Muhammad muncul lagi di Tanjungpinang. Ia membawa sepucuk surat yang berisikan bahwa
Sultan yang sesungguhnya masih seorang anak yang berumur lima belas tahun dengan banyak
wali meminta agar Schiff menunda kedatangannya ke Aceh.
5
Di Aceh menurut cerita terdapat dua pihak golongan ‘Arab’, yakni pro Turki dan anti
Belanda, Tibang merupakan orang yang mau mengadakan perjanjian atau persetujuan dengan
Belanda. Jika kunjungan Belanda ditunda besar kemungkinan golongan Arab akan kalah.
Setelah satu bulan berada di Riau, Schiff menyuruh mengantar pulang para perunding
Aceh dengan kapal uap. Antara lain mereka akan berlayar melalui Singapura karena jaraknya
yang berdekatan. Disini da beberapa urusan yang akan mereka selesaikan seperti pengembalian
sekunar Aceh, Gypsi, yang dulu ditangkap oleh Belanda. Pada saat singgah disana mereka
melakukan kesempatan untuk mengunjungi konsul Amerika dan Italia, serta berusaha untuk
melakukan persetujuan dengan mereka. Menurut cerita konsul Amerika saja yang
menyetujuinya. Pemerintah di Batavia menganggap peristiwa ini sebagai peristiwa yang berat
hingga diputuskan untuk unjuk gigi. Dikirimlah wakil Dewan Hindia, J.F.N. Nieuwenhuyzen
sebagai komisaris ke Aceh, untuk meminta kejelasan dan jaminan di masa yang akan datang.
Ketika komisaris benar-benar tidak memperoleh kepuasan diserahkannya kepada Sultan pada
tanggal 26 maret 1873 peryataan perang yang ditandatangani oleh Gubernur Jenderal Mr. J.
Loundon. Dengan ini maka mulailah perang Aceh yang kira-kira berlangsung sekitar empat
puluh tahun.
Pada tanggal 25 Januari orang Aceh berada di Singapura dan kemudian berangkat di hari
berikutnya. Pada tanggal 15 Februari Loundon menerima telegram yang menggelisahkan dari
konsul Belanda Read. Dia telah menemukan perselingkuhan-perselingkuhan yang amat penting
antara perutusan Aceh dengan para konsul Amerika serta Italia. Para utusan membawa surat dari
Sultan yang isinya meminta bantuan untuk melawan Belanda. Konsul Amerika Studer berjanji
segera menulis surat kepada Laksamana Jenkins, panglima suatu skuadron Amerika di laut Cina
Selatan. Studer mempersiapakan suatu Traktat yang terdiri dari dua belas pasal yang harus
ditandatangani oleh Sultan.
Loundon tidak ragu untuk melakukan campur tangan dan mengemukakan pendapat
bahwa Dia menuntut agar Aceh mengakhiri kedudukannya sebagai negara yang merdeka. Pada
tanggal 16 Februari Loundon mengirim kawat dari Den Haag. Yang isinya menyatakan bahwa
pihak Aceh telah meminta bantuan konsul Amerika dan Italia untuk menyerang kita. Keduanya
telah ikut campur. Menteri Fransen van de Putte tidak sepanik Loundon, Ia mempertimbangkan
soal itu karena Studer dan Raccia dianggap sebagai pengacau politik dan tukang intrik,
6
jawabannya kepada Loundon tidaklah mutlak. Jika memang Loundon tidak ragu lagi maka tanpa
ragu mereka akan mengirimkan pasukan yang kuat ke Aceh untuk meminta kejelasan dan
tanggung jawab atas pengkhianatannya. Bila hasil tak memuaskan maka akan dikerahkan
pasukan perang. Terhadap campur tangan demikian para pejabat Belanda merasa persoalan ini
perlu dituntut sampai-sampai mendesak untuk mengangkat Nieuwenhuyzen sebagai komisaris
pemerintah. Mengenai ini Loundon kemudian menyatakan bahwa adanya kekhilafan dalam
mengirimkan telegram ke Den Haag, sebernanya dia ingin mengatakan bahwa kapal-kapal
perang Aceh mungkin akan berangkat menuju Aceh karena tergesa-gesa maka Ia tanpa sengaja
menuliskan bahwa kapal-kapal ini akan berangkat, lebih daripada yang disampaikan oleh Read.
Terjadinya salah pengertian ini mengakibatkan tindakan Studer banyak yang terungkap.
Orang ini demikian disampaikan oleh Read telah beberapa kali menerima perutusan Aceh malah
sempat menitipkan surat kepada Sultan. Salah satu diantaranya memuat konsep untuk membuat
sebuah traktat dalam dua belas pasal dan petunjuk bagaimana kemungkinan suatu serangan
Belanda dapat dipatahkan bila kapal-kapal perang Amerika yang dijanjikan itu tidak dapat tiba
pada waktunya. Semua ini disampaikan oleh Teuku Muhammad Arifin yang merupakan
kepercayaan dari Read. Sesudah semua ini disampaikan Arifin dikirim Read ke Residen Schiff
di Tanjungpinang. Pada tanggal 2 Februari, Schiff menanyai dan diperoleh perincian mengenai
kedua belas pasal Studer antara lain hak-hak dagang istimewa, pertukaran wakil-wakil dan
perlindungan terhadap tindakan-tindakan permusuhan. Pada tanggal 1 Maret Arifin datang lagi
ke Tanjungpinang Karena dipanggil oleh Studer untuk menyampaikan sepucuk surat untuk orang
Aceh. Tapi Arifin malah memberikan surat ini kepada Schiff. Dokumen- dokumen serta catatan
mengenai apa yang disampaikan Arifin dikirim oleh Schiff dan Read kepada Loundon.
8. Pertama Kali ke Aceh
Sesudah telegram dari Den Haag tertanggal 18 Februari yang memberikan program
bertindak, Loundon pun giat bekerja. Ia pun mengangkat Nieuwenhuyzen menjadi wakil ketua
Dewan Hindia. Dan yang menjadi panlima tertinggi terhadap ekspedisi Aceh ini adalah Mayor
Jenderal J.H.R. Kohler. Berdasarkan perintah Loundon Ia sibuk mengumpulkan keterangan
7
mengenai militer di Aceh. Bahkan Ia telah memperhitungkan berapa jumlah pasukan yang
diperlukan untuk ekspedisi ini. Kolonel E.C. van Daalen dijadikan sebagai komandan kedua.
Kohler dan Van Daalen mulai menghimpun kekuatan pasukan yang terdiri dari tiga
Batalyon dari koto-kota garnisun di Jawa, disamping itu juga batalyon Madura, pasukan-
pasukan bantuan di bawah pimpinan perwira Eropa. Kohler juga menambah artirli dan kavaleri
yang jumlahnya tiga ribu orang.
Pada tanggal 18 Februari Loundon ingin mengirim Nieuwenhyuzen bersama beberapa
kapal perang ke Aceh yang kemudian diikuti oleh angkatan ekspedisinya, tapi karena keadaan
armada yang begitu buruk, maka baru pada tanggal 7 Maret dua kapal siap berlayar. Pada
tanggal 19 Maret, Nieuwenhyuzen meneruskan pelayarannya ke Aceh, dan pada tanggal 30
Maret dia memaklumkan perang kepada Aceh. Dengan alasan telah melanggar perjanjian niaga,
perdamaian, dan persahabatan yang dibuat Aceh dan Hindia Belanda pada tanggal 30 Maret
1857. Pagi berikutnya pasukan Belanda melepaskan meriam ke arah benteng, maka Perang telah
dimulai.
Pada tanggal 11 April ditemukan sebuah tembok yang dikira keratin tapai pada
kenyataannya adalah sebuah masjid yang mati-matian dipertahankan bagaikan Sultan sendiri
yang bersemayam disini. Masjid ini ditembaki hingga terbakar dan dapat direbut dengan
mengalami kerugian yang sangat besar. Tetapi pada hari itu juga Kohler menyuruh
meninggalkan benteng itu, karena menurutnya pasukan terlalu letih untuk dapat bertahan dalam
posisi yang amat terancam. Segera pula orang Aceh mnenduduki masjid dan bersorak
kemenangan. Pekikan perang terdengar menyeramkan terutama pada malam hari. Tindakan
penarikan pasukan oleh Kohler ini sangat keliru dalam perang kolonial sehingga Kohler dengan
terpaksa memerintahkan untuk merebut benteng itu kembali. Dalam perang tersebut dia sendiri
mati tertembak tepatnya pada tanggal 14 April, sehingga pada saat itu ekspedisi pun kehilangan
semangatnya. Malam itu Van Daalen melakukan sidang dewan perang di Medan. Para kolonel
pada saat itu menyuruh untuk mengundurkan diri.
Kegagalan pasukan Kohler ini membuat Nieuwenhyuzen meminta agar diberi kuasa
untuk melakukan ekspedisi kembali, maka pada tanggal 23 April Nieuwenhyuzen
memperolehnya. Kekuatan inti tetap tujuh belas hari berada didarat. Dari tiga ribu anggota,
8
empat orang perwira dan lima puluh dua orang bawahan tewas, dua puluh tujuh orang perwira
dan empat puluh satu orang bawahan mengalami luka yang cukup parah. Jadi hampir lima ratus
dari tiga ribu, itulah kerugian yang diakibatkan dari perang Aceh pertama, yang berlangsung
sekitar enam minggu. Tetapi inilah bukan akhir dari suatu ekspedisi Karena perang kedua Aceh
akan segera di cetuskan dengan perlengkapan yang lebih baik lagi.
B. Resume BAB II
Perang Aceh Kedua 1874-1880
Tokoh penting dalam perang Aceh ini, adalah Teuku Muhamad Arifin. Dia sebenarnya
bukan orang Indonesia dan tidak memiliki kesetiaan terhadap kerajaan manapun di Nusantara,
apalagi terhadap sesuatu yang tidak sempat terpikirkan pada masa itu, seperti halnya akan adanya
konsep yang kita sebut sekarang sebatgai Negara Kesatuan Republi Indonesia. Petualang-
petualang semacam Arifin ini kadang menjadi teman atau lawan, namun biasanya menjadi kaki
tangan bangsa asing baik itu Belanda maupun Inggris. Tergantung kepada siapa Ia menunjukkan
kesetian politiknya. Arifin sendiri mengaku sebagai putra raja Moko-Moko sebuah kerajaan kecil
di Bengkulu. Dalam kalangan keluarganya dia sudah dapat berbahasa Inggris, hal ini
membuatnya mudah berhubumgan dengan Singapura terutama dalam hal dagang. Arifin
berkelana sampai Aceh bahkan menikahi seorang kemenakan sultan di Aceh. Dia menggunakan
gelar martabat atau penguasa yang disebut dalam bahasa Melayu “Tuku”, Arab “Teuku”, yang
harus dibedakan dengan gelar keagamaan “Teungku” dan kerajaan “Tuangku”.
Dengan kelebihan yang tidak dimiliki pribumi pada umumnya yaitu kemampuan
bercakap bahasa asing, Arifin melancarkan usaha-usahanya baik untuk kepuasan dirinya maupun
usaha menambah eksistensinya di kalangan orang asing. Arifin sendiri berniat meminta bantuan
pada Belanda dan diterima oleh Ratu Victoria, kerjasama inipun menjadikan Arifin mudah
mendapat kabar atau perkembangan-perkembangan dari pihak luar. Salah satunya, kabar ketika
Amerika berminat membuat pangkalan armada di Kalimantan bagian utara, mendengar berita ini
Arifin tidak tinggal diam, Ia mengaku sebagai kerabat Sultan Brunei disinilah kelihaian Arifin
dalam memilih dan memilah teman hidupnya. Arifin meminta kepada pihak Amerika agar
dirinya dilibatkan dalam pembuatan pangkalan armada tersebut. Namun pihak Amerika
menolaknya, tidak behenti disitu Arifin kembali datang dan menawarkan kerjasama yang
9
berbeda yaitu tentang minat Amerika melakukan perjanjian dengan Aceh dan kembali ditolak,
untuk yang ketiga kalinya Arifin tidak menyia-nyiakan kunjungan Amerika ke Singapura.
Namun, Amerika tetap kukuh tidak mau menerima rencana-rencana Arifin. Sebenaranya dari
pihak Aceh sendiri akan melakukan kerjasama langsung yang diwakili oleh Tibang Muhamad
Syah Bandar Aceh.
Seiring berjalannya waktu Arifin kembali ikut campur dalam kerjasama ini, alhasil
banyak berita yang berlawanan antara pihak Aceh dan pihak asing sehingga menjadai masalah
Internasaional. Pihak asing pun memberikan tuduhan-tuduhan balasan tehadap Arifin yang
dianggap sebagai profokator. Masalah pun semakin genting dan sensitif. Hal ini membuat pihak
asing menjadi penasaran sebenarnya siapakah Arifin tersebut? Setelah diselidiki, ternyata dari
pihak Amerika-lah yang bayak melahirkan benih-benih masalah dengan dibuktikan penolakan-
penolakan tawaran Arifin, karena dibalik penolakan itu Amerika ingin menguasai Aceh
sepenuhnya, salah satunya dengan mengirimkan kapal perang ke Aceh dengan alasan
perlindungan. Hal ini yang membuat Fransen van de Putte petinggi Belanda yang berkedudukan
di Batavia yang mengusulkan wakilnya di Singapura untuk memberikan hadiah kepada Arifin.
Berkat jasanya mencegah Amerika berkuasa penuh di Aceh. Akhirnya sebuah jabatan diberikan
kepada Arifin untuk memimpin sebuah pulau kecil kepercayaan yang didapat ini juga tidak disia-
siakan Arifin untuk lebih memaparkan kejelekan-kejelekan Amerika kepada Belanda sehingga
dia kembali diberi riwards dinaikkan jabatannya dan namanya tercantum dalam arsip-arsip
konsulat, kemudian Ia pun lenyap dalam arsip sejarah yang Ia sendiri ikut menciptakannya.
Sebenarnya tanpa Arifin pun Perang Aceh akan pecah juga, hanya saja Arifin
mempercepat dan lebih mendramatisir penyebab Perang Aceh ini. Ternyata sangat sulit
menaklukan Aceh baik dengan jalan pura-pura damai sekalipun. Kerjasama sudah terjalin namun
perkembangan dan hasil dari kerjasama tersebut sangatlah dirasakan minim untuk kekuasaan
Belanda selanjutnya. Belanda yakin bahwa perang akan terus berkecambuk sehingga bertahun-
tahun Belanda sibuk mempersiapkan diri dan hanya tinggal menanti sebuah penyebab. Salah satu
penyebabnya adalah datangnya pesan telegram 1 Maret 1873 tentang keberangkatan armada
Amerika dari Hongkong bertolak ke Aceh. Meskipun pada kenyataannya Belanda sudah siaga
akan pecahnya perang, namun Perang Aceh sangat memberatkan tanggungan Belanda karena
menalan banyak korban manusia dan sarana. Hal ini membuat gerah dan geram dari pihak
10
parlemen Belanda sendiri, sehingga Parlemen mau tidak mau ikut terjun langsung dan
memainkan perananya, langkah yang diambil dengan mengangkat gubernur jendral baru seperti
C.H.J. van der Wijck dan penasihatnya yang cemerlang yaitu Snouck Hurgronje. Parlemen pun
menyalahkan banyak duta-dutanya yang dianggap telah gagal.
Nampaknya masalah ini sangat dirasakan oleh pemerintah Belanda dengan melibatkan
seluruh lapisan pemerintahan sampai-sampai seorang pendeta Belanda yakni J.H. Gunning di
Den Haag menerbitkan buku yang jika diterjemahkan judulnya: “Aceh, Suatu Peringatan Tuhan
Kepada Kita”. dan banyak penyair-penyair atau seniman Belanda yang simpati terhadap masalah
ini. Terciptalah banyak syair-syair penyemangat dan lagu-lagu militer. Masalah lain yang
dihadapi Belanda adalah kekurangan Sumber Daya Manusia yang diperuntukan sebagai tentara,
terlihat dari hanya beberapa persen saja tentara Belanda yang asli orang Belanda sebagian
lainnya merupakan Legiun asing atau merekrut dari Belgia, Jerman, dan Perancis. Aceh bisa
bertahan cukup makmur karena Aceh memiliki hubungan ekonomi dan politik internasionl. Pada
tahun 1873 paling tidak Aceh dipimpin oleh seorang pemimpin dengan kecerdasan pengetahuan
dunia yang unggul yaitu Habib Abdurrahman Zahir.
Ekspedisi Aceh yang pertama telah gagal karena pelaksanaannya yang terlalu tergesa-
gesa, perlangkapan yang kurang dan strategi perang yang kacau. Karena, belum mengenal situasi
dan kondisi Aceh terutama dalam hal geografisnya, banyak hal yang tidak teduga ditemukan di
alam Aceh ini. Belanda tidak mau menerima kekalahan untuk yang kesekian kalinya, sehingga
petinggi-petinggi Belanda seperti halnya van Swieten dan Fransen van de Putte, merencanakan
misi berikutnya dengan menaikan anggaran perang yaitu sebesar 5,5 juta gulden diharapkan bisa
mempermudah misi besar ini. Setengah dari anggaran tersebut diperuntukan untuk angkatan laut
yang memang sudah parah keadaannya. Akan tetapi Belanda juga diuntungkan dengan
banyaknya serdadu-serdadu Prancis yang menawarkan dirinya untuk bergabung dengan tentara
Belanda pasca perang Prancis dengan Jerman, nampaknya pemberitaan mengenai beratnya tugas
di Aceh menjadi motifasi tersendiri bagi serdadu Prancis yang penasaran.
Segala sesuatunyapun sudah dipersiapkan Belanda dengan matang, seluruh kekuatan
tentara yang akan dikirim ke Aceh mancapai 13000 pasukan, dengan hampir 400 perwira, 8000
lebih bawahan, 1000 lebih sebagai pelayan perwira, lebih dari 3000 narapidana dan 200 lebih
wanita ikut dikirim ke Aceh. Mereka diberangkatkan dari berbagai kota garnisun di nusantara
11
dengan 19 kapal pengangkut, baik kapal milik belanda sendiri maupun kapal sewaan seperti
“kapal Maddaloni” milik jendral Italia “Nino Bixio” yang beratnya mencapai 1500 ton, yang bisa
mengangkut lebih dari 2000 orang yang bersesak-sesakan sampai setengah bulan lebih. Tentunya
dalam perjalanan ini banyak sekali masalah-masalah yang dihadapi, salah satunya merebaknya
wabah kolera di lingkungan kapal. Riban orang yang berada di kapal-kapal tersebut mudah sekali
menjadi mangsa penyakit, akibatnya banyak tentara yang gugur sebelum berperang bahkan
sebelum sempat mendarat di Aceh. Setelah mendaratpun korban semakin hari semakin
meningkat selain karena wabah penyakit juga karena dihantam cuaca yang ekstrim dan masalah-
masalah lainnya terutama dalam hal kekurangan tenaga medis.
Pada tanggal 9 desember 1873 Belanda sudah memasuki pemukiman pesisir Aceh,
dengan tenaga yang tersisa mereka mendirikan pemukiman darurat di Aceh. Sebelum berperang
mereka sudah kehilangan lebih dari sepersepuluh kekuatannya. Langkah pertama van Swieten
mengirimkan beberapa orang utusan dengan membawa surat kepada sultan yang isinya agar
sultan menyerah namun surat itu tidak dihiraukan sultan bahkan utusannyapun dibunuh. Sesudah
Belanda mendarat memang beberapa penguasa lokal yang rendah pangkatnya terutama di daerah
pesisir menyatakan takluk kepada Belanda.
Sesudah terjadi beberapa pertempuran kecil, van sweeten melancarkan serangan besar
pertamanya pada tanggal 6 januari 1874 yaitu serangan terhadap masjid raya. Namun, mereka
mengalami kerugian besar karena persenjatan yang semakin menipis ditambah banyak serdadu
yang luka parah sedangkan target utama belum tercapai yakni menaklukan keraton. Atas saran
dari penguasa lokal yang sudah menyatakan takluk, maka dilakukanlah gerakan mengitari atau
mengepung keraton, tepatnya tanggal 24 Januari 1874 dikomandokan tanda untuk menyerang
namun sayang pada hari-hari sebelumnya pihak keraton sudah mengosongkan keratonnya.
Akhirnya keraton jatuh ke tangan Belanda tanpa pertempuran yang berarti.
Jatuhnya keraton dianggap Belanda sebagai hasil terpenting yang dapat dicapai dari
ekspedisi 1873 telah ditebus pada bulan januari 1874, van Sweeten pun cepat-cepat
mengirimkan pesan lewat telegram ke Den Haag dan Batavia bahwa keraton Aceh telah dikuasai,
akibat dari pemberitaan ini bendera-bendera Belanda banyak berkibar disana-sini terutama
digedung-gedung pemerintahan, malam harinya tidak sedikit orang Belanda yang merayakan
keberhasilannya ini dengan pesta-pesta.
12
Ternyata jatuhnya keraton tidak ada artinya apa-apa bagi penaklukan Aceh secara
keseluruhan, bahkan mangkatnya Sang Sultan karena terserang kolera yang dibawa masuk oleh
tentara Belanda sedikitpun tidak mempengaruhi semangat perlawanan rakyat Aceh. Siang dan
malam rakyat Aceh yang bergerilya terus menyergap dan meneror perkemahan-perkemahan
yang didirikan oleh tentara Belanda, orang Aceh sendiri tidak memiliki pasukan-pasukan tetap,
akan tetapi hanya ada ratusan orang yang bersama-sama bergerilya dan mendapat latihan yang
sempurna. Strategi dan rencana politik van sweeten untuk mendesak sultan menandatangani
suatu traktat adalah usaha yang sia-sia, karena sudah puluhan tahun rakyat Aceh sudah
bergerilya. Tiap laki-laki menyandang senjata baik itu berupa bedil, kelewang maupun rencong.
Pejuang-pejuang tersebut tidak hanya dapat berperang sepuas hatinya tapi mereka juga
beranggapan akan dapt memperoleh surga, karena melakukan perang agama terhadap kaum
kafir.
Van sweeten terpaksa merombak strategi politik dan militernya secara mendasar, dengan
proklamasi pada tanggal 31 januari ia menyatakan bahwa: rakyat telah dikalahkan dan keraton
telah direbut, maka berdasarkan hak menang perang Aceh menjadi milik pemerintah Hindia
Belanda, Belanda tidak akan mengakui sultan Aceh dan akan melaksanakan sendiri
pemerintahnnya. Jika dilihat dari tujuan-tujuan politiknya tidak ada satupun tujuan besar yang
dicapai Belanda.
Perang Aceh kedua ini pada hakikatnya merupakan bencana bagi pihak Belanda sendiri,
namun van sweeten berusaha menjaga nama baiknya. Setibanya van sweeten di Jawa disambut
dengan meriah banyak karangan bunga tanda selamat, anggur kehormatan dan gapur-gapura
mewah yang sengaja dibuat untuk menyambut kedatangan Van Swieten dari Aceh, mereka tidak
tahu sebenarnya apa yang terjadi di Aceh. Van Swieten dianggap berhasil namun lama kelamaan
ketahuan juga, melalui penggantinya yaitu colonel Pel. Setelah Kolonel Pel bertugas di Aceh
keadaan sangat jauh dari apa yang dibayangkan oleh orang Belanda. dengan kekuatan yang
masih tersisa di bumi Aceh Belanda kembali bergerak dibawah komando colonel Pel, tapi pada
saat itu seluruh Lembah Aceh besar dilanda banjir hal ini semakin menghambat usaha-usaha
Belanda. lain halnya dengan orang Aceh sendiri yang paham bahaya-bahaya apa saja yang dapat
ditimbulkan oleh keadaan alam Aceh, mereka tinggal dirumah-rumah tiang atau tanah yang lebih
13
tinggi agar tidak banyak gangguan. Berbeda dengan orang Belanda yang bertahan dipos-pos dan
bivak-bivak.
Dengan kondisi seperti itu colonel Pel tetap melaksanakan rencananya, salah satu
sasarannya adalah menaklukan kampung Lueng Bata. Di kampong ini pula tempat
bermukimorang yang sangat berpengaruh yakni Imam Leung Bata, beliau adalah orang yang
menjadi jiwa perlawanan terhadap serbuan Belanda. selain beliau masih ada dua orang lagi yang
sangat berpengaruh yakni; Panglima Polem dan Pangeran Hasyim. Dari ketiga orang tersebut
Belanda hanya mampu mendeteksi keberadaan Imam Lueng Bata saja, karena yang dua berada
sangat jauh dipedalaman.
Dengan kondisi medan yang masih sebagian terendam banjir, tepatnya pada hari pertama
tahun 1875 operasi mulai dilancarkan dengan kekuatan lebih dari 1000 tentara yang dipersenjatai
lengkap mulai menuju pemukiman Leung Bata. Dibentuklah tiga pasukan kecil, yang dua akan
melintasi daerah lapang dan satu kelompok lagi akan menyusuri tepian sungai. Mereka
berencana akan bertemu dan mengepung Leung Bata. Dengan susah payah pasukan menyusuri
medan pertempuran yang berlumpur dan sangat sulit untuk dilalui diperparah dengan barang
bawaan mereka semacam meriam dan persediaan perang lainnya. Mereka sangat takut jika
sebelum tiba di Leung Bata sudah dicegat duluan karena posisi kelompok mereka masih
terpisah-pisah, Belanda sangat takut dengan senjata tradisional orang Aceh baik itu rencong
maupun kelewang apalagi dengan kelihaian dan ketangkasan orang Aceh dalam
menggunakannya, sekali ayun bias membelah bahu orang miring sampai kejantung, para fuselir-
fuselirpun menantisipasinya dengan menambahkan bahan kaleng dibahunya.
Apa yang ditakutkan orang Belanda terjadi juga mereka dihadang didaerah pematang
sawah yang berlumpur dalam, telah berbaris dan siap-siap orang-orang Aceh dengan senapan
sederhananya. Bergelombang mereka mendekati kolone-kolone itu dengan teriakan perang yang
seram dengan menaacung-acungkan rencong dan kelewangnya. Para pejuang fanatic yang ingin
mati dengan syahid dengan pakaian serba putih menyerbu dengan menari-nari dan dengan hasrat
ingin mati syahid menghadapi sangkur-sangkur belanda. nampaknya sejak subuh mereka telah
siap perang dan berada dalam keadaan kesurupan ketika menyerang.
14
Belanda sangat kesulitan melepaskan tembakan yang teratur dan tepat sasaran karena
belum cukup menguasai medan pematang sawah yang berlumpur apalagi mengoperasikan
meriam-meriam yang dibawa dari keraton. Kolone yang menyusuru sungai inipun dibuat kalang
kabut sampai-sampai mereka meminta bantuan kepada dua kolone lain yang lewat darat dengan
cara membunyikan terompet “Wilhelmus van Nassauwe” namun, apa yang terjadi dua kolone
lain yang terpisah malah menganggap bahwa suara terompetyang terdengar itu sebagai tanda
bahwa rekannya telah berhasil mencapai Lueng Bata dan dapat menguasainya. Kedua koloni
itupun kembali beranggapan bahwa tujuan gerakan talah tercapai dan mereka memutuskan untuk
kembali ke keraton.
Pada perjalanan kembali ke keraton mau tidak mau dilakukan pada malam hari, ternyata
kolone-kolone itupun “diiringi” oleh orang Aceh. Ini merupakan kejadian yang sudah pernah
dilakukan pada ekspedisi pertama yang disebut oleh para fuselir “mengantar pulang” tidak jarang
pengiringan yang demikian mengakibatkan kematian lebih banyak bagi suatu kolone yang sangat
kelelahan daripada maju bertempur, meskipun hari itu adalah hari pertama ditahun yang baru tapi
bagi para kolone-kolone yang berhasil pulang ke keraton bagaikan setahun telah berlalu.
Setelah kegagalan ekspedisi pertama banyak pemuka Aceh yang mengira bahwa
“Kompeuni” telah habis terkalahkan. Salah satunya adalah Habib Abdurahman Zahir,
Mangkubumi. Tapi dia pun mengatakan bahwa Kompeuni memang harus kembali untuk
memulihkan prestisenya dan yang harus dilakukan sekarang adalah mencari bantuan dari luar
negeri.
Habib Abdurahman Zahir, Mangkubumi adalah seorang putra saudagar Arab di
Hadramaut yang kemudian bermukim di Pantai Malabar Hindia Inggris. Setelah belajar
bertahun-tahun di Mesir dan pergi ke Mekkah, dia pun melakukan perjalanan dagang ke Eropa
dan Asia. Pada tahun 1862 dia bekerja pada Sultan Johor dan 2thn setelahnya dia tampil di Aceh
sebagai penasihat pertama Sultan, kemudian menjadi wali, guru dan mangkubumi penggantinya.
Semua itu mungkin dilakukannya karena bagi orang muslim seberang lautan, orang Arab
merupakan bangsa sesepuh. Dia pun keturunan nabi, yang dianggap keramat oleh kalangan kaum
Muslim. Dia telah naik haji, ilmu keagamaannya luas dan pengetahuannya mengenai adat istiadat
Barat pun tidaklah kurang. Maka tak heran kehadirannya begitu diterima masyarakat Aceh yang
sedang mencari bantuan pemimpin agama dalam menghadapi pemimpin asing.
15
Abdurahman pun pergi ke luar negeri untuk mencari bantuan untuk Aceh. Pertama dia
mendatangi Istambul, kedatangan Abdurahman ke Istambul telah di dengar Denhag. Belanda pun
mulai kalangkabut, akhirnya ia mencari bantuan dari Negara-negara di Eropa dengan dalih
bahwa bila Turki mambantu Aceh banyak Negara-negara jajahan yang lain yang akan meminta
bantuan pula pada Turki yang akan mengancam kekuasaan bangsa Barat di daerah imperium
masing-masing. Negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Rusia, dan Jerman yang memiliki
hubungan diplomatic dengan Turki pun terpengaruh pada akhirnya. Turki yang merasa tersudut
dengan semua itu yang akhirnya berdalih bahwa bantuannya pada Aceh merupakan murni
bantuan kemanusiaan. Mendengar hal itu Abdurahman pun kembali dengan kesal.
Di Batavia, terdapat kecemasan bahwa perang aceh merupakan perwujudan pembelaan
bagi pembentukan kekuasaan Timur terhadap imperialisme Barat yang akan melibatkan
penduduk Muslim di Jawa. Terdengar pula desas desus yang mengatakan bahwa Turki masih
membantu Aceh walaupun secara diam-diam. Bahkan ada kabar yang menyatakan bahwa di
Jawa dan Singapura telah dilakukan “perselingkuhan” terhadap Belanda. Tapi setelah diselidiki
tidak terdapat adanya bukti bukti perselingkuhan tersebut. Yang ada hanya kegiatan menarik
orang Turki di Singapura untuk berperang dan banyak mesjid di Jawa jemaah shalat jumat
banyak membicarakan perang Aceh dan jelas simpati tertuju pada Aceh bahkan mereka
mengumpulkan dana untuk Aceh.
Pada tahun 1876 memecahkan semua rekor. Kekuatan Aceh sebesar tiga ribu orang
fuselir Eropa, lima ribu orang fuselir Indonesia dan 180 fuselir Afrika. Sebagai tukang pikul dan
pekerja ada tiga ribu orang narapidana dan lima ratus orang kuli lepas yang diambil dari depot-
depot narapidana kerja paksa di pulau Jawa. Sedangkan kekuatan kompeuni ada tujuhbelas ribu
militer beserta narapidana dan kuli lepas tapi kekuatan mereka tak terkoordinir dengan baik.
Mereka tersebar di banyak benteng di lembah Aceh walaupun pembuatan benteng ganda di laut
belum terselesaikan karena meninggalnya Kolonel Pel. Mereka pun harus kembali dengan sia”.
Jelas terlihat disini bahwa Aceh telah beroperasi secara teratur berkat pengaturan Habib
Abdurahman Zahir. Setelah kembali dari Eropa, Abdurahman berada di Pinang. Dia mengadakan
pertemuan dengan konsul Belanda G. Lavino, dia menawarkan diri untuk pergi ke Aceh
mengambil surat kuasa dan berunding dengan Belanda. Tetapi Belanda tidak mempercayai
16
Abdurahman, Belanda mengira bahwa Abdurahman menginginkan menjadi Sultan Aceh dan
memberikan jasanya untuk Belanda.
Abdurahman pun kembali ke Aceh dengan menyamar sebagai orang Keling dan disambut
dengan sukacita. Di pedir (Pidie), dia menghimpun ribuan tentara dan dia pun diangkat menjadi
panglima perang besar. Seorang tokoh agama besar, Teungku di Tiro menyatakan bergabung
dengan Abdurahman setelah dia menetapkan markas besar di daerah Montasik. Bantuan ini
berpengaruh besar pada kekuatan Abdurahman. Teungku di Tiro dan ulama lain memberitahukan
bahwa Perang Aceh ini merupakan perang suci, dimana kita harus bersatu melawan kafir dan
yang menjadi korban dalam perang ini akan mendapatkan anugerah mati syahid. Semenjak itu di
Aceh berkembang tulisan-tulisan mengenai anjuran berperang dan anugerah mati syahid.
Akibatnya banyak para pemuda yang mendaftarkan diri sebagai tentara pejuang.
Tapi sayangnya Juli 1878, markas besar Abdurahman di Montasik berhasil direbut
Jendral K. van der Heijden. Dan setelah itu dilakukan pengejaran tentara-tentara Abdurahman
sehingga pada tanggal 25 Agustus 1878 muncul 3 orang utusan Abdurahman di pos Belanda
Lam Baro dengan permohonan tertulis untuk meminta ampun dan berunding tentang penyerahan.
Akhirnya Belanda pun menyetujui penyerahan Abdurahman, ia beserta dua puluh anak buahnya
dikirim kembali ke Mekkah dan mendapatkan uang tahunan sebanyak sepuluh ribu ringgit
spanyol. Sebelum kepergiannya, secara tertulis Abdurahman mangatakan pada para pemuka
Aceh agar menyerah tapi mereka tidak menggubrisnya malah menudingnya sebagai pengkhianat.
Setelah menyerahnya Abdurahman, dari bulan Maret sampai Agustus 1879 Van der
Heijden atas perintah gubernur Van Lansberg melakukan penyerangan besar-besaran, sehingga
banyak korban yang berjatuhan terutama di pihak orang Aceh dengan 500 kampung yang hangus
terbakar sehingga para pemimpin perlawanan harus menyingkir ke pedalaman Pidie. Van
Lansberg menyatakan perang Aceh kedua telah berakhir.
Ada dua macam Perang Aceh : perang yang “benar-benar” dan perang kertas. Perang
kertas itu adalah polemik tajam antara penganut garis lemah dan pentolan garis keras dalam
kebijaksanaan militer dalam perang. Di kubu garis lemah terdapat Jenderal Van Swieten sebagai
salah seorang tokoh utamanya, sedangkan di kubu garis keras terdapat Jenderal Verspijck.
Penganut garis lemah tidak dapat membenarkan cara-cara kekejaman yang luar biasa dan bumi
17
hangus dalam perang, sedangkan pihak garis keras berkeyakinan bahwa Aceh tidak bisa
ditaklukkan dengan bujukan. Seperti pada tahun 1879 Van Swieten menerbitkan sebuah buku
yang berjudul De waarheid over onze vestiging in Atjeh (Kenyataan yang sebenarnya tentang
pendudukan kita di Aceh) dengan lima ratus halaman untuk mempertahankan diri terhadap
serangan-serangan yang ditujukan atas kebijaksanaannya dan dibalas oleh Verspijck. Ditengah-
tengah maraknya perang kertas terjadi juga perang saudara antara Jendral Van den Heijden dan
Derkinderen yang merupakan anggota dewan hindia yang juga merupakan penganut teosofi
(suatu perkumpulan) sama seperti Heijden.
C. Resume BAB III
Perang Aceh Ketiga 1884-1896
Menjelang akhir tahun 1883 terjadi krisis ekonomi di seluruh wilayah Hindia yang
diakibatkan pembebasan tanam paksa menjadi swastanisasi. Salah satu contoh perkebunan gula
di Jawa semakin meluas, yang mengakibatkan harga jual menjadi rendah di pasaran Eropa.
Selain itu dengan diberlakukanya swastanisasi, pemerintah Belanda hanya mendapat pemasukan
dari pajak tanah. Selain gula, kopi dan tembakau pun mengalami penurunan hasil produksi
dikarenakan penyakit. Padahal pendapatan terbesar pemerintah Belanda berasal dari perkebunan.
Disamping itu, pendapatan Belanda yang terus menurun harus dikuras pula oleh perang Aceh
yang menelan biaya tidak sedikit. Disaat krisis yang melanda, terjadi konflik intern dalam
pemerintahan Belanda yang mengakibatkan seorang menteri jajahan harus diberhentikan.
Menteri jajahan ini pun digantikan oleh Jenderal A.W.P. Weitzel yang merupakan menteri
pertahanan yang ahli dalam ilmu perbentengan. Dia pun mengatakan bahwa tentara Belanda di
Aceh terlalu terpecah-pecah, sehingga ia membentuk sebuah pusat benteng di daerah Ketaraja
dan memblokade seluruh pantai Aceh dengan ketat. Dia pun membuat kebijakan ekonomi yang
cukup mencengangkan bahwa perang tidak boleh lagi memakan biaya, begitu pun Aceh.
Pada tanggal 8 november 1883, kapal uap Inggris Nisero kandas di pantai kerajaan kecil
Teunom, di pantai barat Aceh. Daerah tersebut merupakan daerah yang sangat mengerikan
karena kapal yang kandas di perairan itu menjadi rampasan yang berharga. Benar saja, keesokan
harinya datang rombongan kerajaan yang menawan kapten beserta awak kapal tersebut. Raja
Teunom menuntut uang tebusan dan penghapusan blockade kapal-kapal perang Belanda. Tapi ia
18
tak mau berunding dengan Belanda, ia hanya ingin berunding dengan Inggris. Karena itu
datanglah satu kapal kecil inggris disertai dua kapal belanda. Pihak belanda geram karena Raja
Teunom hanya ingin berbicara dengan pihak Inggris. Maka Raja Teunom pun menaikan uang
tebusannya dan adanya jaminan bebas pelayaran di pantainya.
Di Inggris berhembus isu besar mengenai keadaan tawanan kapal nisero yang sangat
mengenaskan. Pers Inggris pun mengecam Belanda dan meminta pemerintah Inggris untuk tidak
turut campur urusan Belanda. Belanda pun kalang kabut dengan keadaan ini, hubungan Belanda-
Inggris pun semakin memburuk. Maka setelah diadakan berbagai rapat, di ambillah usulan Van
Swieten agar Inggris dan Belanda bersama-sama melakukan penghukuman militer ke Aceh atas
dasar melindungi warga negaranya. Usulan ini pun diterima dan di anggap cemerlang oleh kedua
belah pihak. Saat Belanda dan Inggris tiba, Raja Teunom pun menyerah tanpa rembukan
selanjutnya dan mengembalikan sandera sebulan setelah ia tiba dari pedalaman. Dan Raja
Teunom pun mendapat uang tebusannya dan pembebasan blokade.
Pada tanggal 20 Agustus 1884 Belanda membentuk lini konsentrasi yaitu sebuah daerah
yang dikelilingi oleh benteng-benteng yang membentuk setengah lingkaran yang terbuka ke arah
laut. Benteng-tersebut dikelilingi pula oleh pagar besi yang tinggi dengan rumah-rumah jaga di
atas tiang. Lini konsentrasi ini menjadi sebuah kota yang merupakan daerah pertahanan. Lini
konsentrasi ini berusaha menarik para pejuang Aceh untuk menyusup sehingga Belanda tak perlu
lagi melakukan pengejaran.
Pada tahun 1880 setelah wabah kolera habis, muncul lagi beri-beri yang menimpa lini.
Banyak serdadu yang menjadi korban. Sehingga dilakukan penelitian yang ternyata menurut
dr.C. Eykman itu semua diakibatkan makanan. Oleh karena penyakit beri-beri ini pemerintah
memberikan uang tambahan untuk membeli buah dan sayur tapi ternyata mereka malah
menggunakan uang tersebut untuk membeli minuman keras yang dalam pandangan miter
minuman keras baik untuk meningkatkan semangat termasuk di kalangan serdadu Muslim.
Bahkan di pelabuhan Olehleh banyak pengusaha-pengusaha Cina yang membuka rumah minum
dan tempat pelacuran.
Moral para serdadu ini makin hari makin buruk, mereka yang tidak tahan dengan
kehidupan di lini konsentrasi banyak yang melarikan diri bahkan tak sedikit dari mereka yang
19
melakukan pembelotan ke pihak Aceh dan memberikan banyak informasi. Ada juga serdadu
yang melakukan pernikahan dengan wanita Aceh dan masuk Islam, itu semua mereka lakukan
untuk bertahan hidup.
Karena alasan penghematan biaya perang, narapidana menjadi sasaran sebagai tukal pikul
dalam terlaksananya Perang Aceh. Mereka tidak diberi kehidupan yang layak sehingga korban
terbanyak dari perang Aceh berasal dari kalangan tukang pikul ini.
Pada april 1890 dibentuklah sebuah pasukan khusus yaitu Korps Marsose Jalan Kaki.
Pasukan Khusus ini lebih baik disbanding serdadu-serdadu biasa. Oleh karena itu, yang
ditempatkan dalam pasukan ini merasa istimewa dan memang hasil kerja mereka pun tidaklah
jelek. Terbukti dengan tertangkapnya gerilyawan-gerilyawan Teungku di Tiro.
Pada bulan Januari 1892, tiba seorang gubernur militer baru yang meniupkan nafas baru
dalam pengaturan pelayaran kapal, ia adalah Kolonel C. Deijkerhof. Terutama di pantai barat
blockade dipertajam dan disanalah Teuku Umar memiliki kebun lada. Umar menawarkan
bantuan pada Belanda karena ia memilikii dendam pada para ulama, dulu daerah mukim VI,
tanah asal Umar, gerombolan ulama masuk dan melakukan tindakan yang bersifat perampokan
dan penggarongan. Menurut Deijkerhof, ini merupakan kesempatan besar bagi Belanda. Dia pun
mengatakan pada gubernur Jendral ia memiliki rencana untuk membentuk pelabuhan bebas di
pulau Weh, menerapkan pengaturan pelayaran kapal yang tepat sebagai hadiah rakyat pantai
yang setia dan menghukum yang tidak setia dan ia ingin mengelilingi lini dengan suatu
lingkungan sekutu-sekutu feudal, termasuk Teuku Umar, dan membuat mereka mampu bertindak
keras sendiri pada kaum ulama dengan tegar.
Rencana yang digagas Deijkerhof disetujui Gubernur Jendral. Sehingga diadakanlah
upacara besar-besaran yang dihadiri para petinggi pemerintah Belanda. Teuku Umar pun
mengganti nama menjadi Teuku Johan Pahlawan dan bersama 15 panglimanya ia mengucapkan
janji setia pada Belanda. Dibuatkan pula beberapa benteng sementara dengan penghuni
campuran Aceh dan Belanda.
Pada bulan akhir tahun 1893, Teuku Johan dapat menaklukan Anenk Galong. Dan pada
pertengahan 1884, dia berhasil menguasai Mukim XXV dan XXVI serta sebagian MukimXXII.
Pada tanggal 1 januari 1894, Deijkerhof member izin Teuku Johan untuk membentuk legion
20
dengan 250 orang yang seluruhnya dibiayai pemerintah dan dipersenjatai. Tempat kedudukannya
di Mukim VI, tempat kediaman Johan dengan letak yang strategis.
Pada bulan April, selesailah operasi pembersihan ini. Tidak disemua tempat mendapat
ketenangan tapi muncul kebingungan di muka para ulama. Bolehkah pertempuran melawan
legion Teuku Johan, yang terdiri dari orang-orang Muslim sama seperti mereka disebut perang
suci? Hal ini segara mengurangi hasrat berperang karena dahulu perang Aceh ini disebut perang
suci melawan orang kafir yaitu kompeni sehingga yang menjadi korban dapat dijamin mati
syahid. Sekarang keadaan pun sudah jauh berbeda.
Pada tahun 1894 masih ada orang-orang yang bimbang dan bahkan melancarkan kecaman yang
tajam terhadap kebijaksanaan Deijkerhoff. Pengecam yang paling tajam adalah penasihat
Gubernur Jenderal untuk bahasa-bahasa Timur dan Hukum Islam, Dr. C. Snouck Hurgronje.
Snouck Hurgronje adalah seorang dibya, kedudukan peranannya pada tahun 90-an lebih
menggelapkan daripada menjelaskan. Sebuah buku tebal tentang tindakan Snouck di Aceh, yang
ditulis oleh Jenderal K.van der Maaten, menggambarkan Snouck sebagai sarjana dan negarawan
agung, seakan-akan setiap orang yang menemuinya di Aceh harus meyakini hal itu.
Pada tahun 1889 Snouck Hurgronje sebagai ahli bahasa Arab yang berusia 32 tahun telah
mendapat pengakuan internasional dalam lingkungan ahli-ahli tentang Islamnya dengan sebuah
publikasi yang istimewa. Karya ini adalah tentang kehidupan di Mekah yang tersembunyi dan
terlarang bagi kalangan bukan muslim. Nama Abd Al-Ghaffar dia dapat sempat belajar di sana
pada tahun 1884 dan 1885. Karena banyak sekali pengetahuannya tentang persoalan ini, para
ulama Arab mengakuinya sebagai seorang ulama.
Pada tahun 1891, van Teijin meminta Snouck Hurgronje dating ke Aceh untuk
menyelidiki kedudukan kaum ulama setelah meninggalnya Teungku di Tiro. Dari tanggal 16 Juli
1891 sampai 4 Februari 1892 Snouck berada di Aceh, tidak di luar tetapi di dalam lini. Disini dia
berhasil memperoleh kepercayaan orang-orang Aceh terkemuka, para ulama, dan yang lain-lain
lagi. Dia belajar bahasa Aceh, seperti dia telah mempelajari secara mendasar bahasa melayu,
bahasa Jawa, dan bahasa sunda selama berdiam satu setengah tahun di Jawa.
21
Bertolak dari dalil bahwa orang tidak dapat mempelajari suatu bangsa tanpa lancar
mengucapkan bahasanya. Snouck Hurgronje selama hayatnya mempelajari lima belas bahasa,
pada waktu usia lanjut dalam waktu enam minggu dia menguasai bahasa Turki ketika dia diberi
tugas pemerintah di negeri itu.
Pada tanggal 23 Mei 1892 disampaikannya kepada Gubernur Jenderal Pijnacker Hordijk
laporannya –Verslag omtrent the religious-politieke toetanden in Aceh (laporan tentang situasi
politik agama di Aceh), laporan ini meliputi empat jilid. Sebelum Snouck tidak ada yang sempat
mengetahui adanya hikayat-hikayat, peringatan-peringatan, dan perjanjian-perjanjian sebagai
propaganda perang demikian pentingnya.
Pendapatnya tentang orang-orang Indonesia yang menjadi penasihat-penasihat utama
Gubernur tidak begitu baik. Pemuka masjid yang paling utama menurut dia kurang ajar dan tidak
tahu malu, lancing lagi dungu. Jaksa kepala banyak disuap, sewenang-wenang, kadang-kadang
secara besar-besaran ikut menyelundup.
Mengenai Teuku Umar, laporan Snouck memuat sebuah catatan kaki yang penting.
Begitu menang, Umar akan mengusahakan seluruh pantai Barat dan sebagian dari mukim XXV
dapat dimasuki. Namun, dalam salah satu bagian dinyatakan agak umum Snouck menasehati
agar pemuka-pemuka Aceh jangan sekali-sekali memajukan tuntutan yang membuat mereka
harus mencampuri suatu daerah lain daripada mereka.
Laporan politik-agama disampaikan kepada Gubernur Jenderal Pijnacker Hordijk, yang
memberitahukannya kepada Gubernur Deijkerhoff. Deijkerhoff adalah seorang yang sama sekali
tidak yakin akan kejelian Snouck Hurgronje, dan sementara kebenaran akan sukses-sukses yang
praktis di Aceh berada di pihaknya.
Snouck Hurgronje tidak yakin oleh sukses yang diperoleh lawannya. Sesudah
pembentukan legion Umar pada tanggal 18 Januari 1894, ia menulis nota kepada Gubernur
Jenderal yang baru, van der Wijck. Tanpa hendak menyangkal bahwa percobaan dengan Teuku
Umar ada hasilnya, tetapi yang dapat dikonsolidasikan dengan tindakan yang tenang dan
bijaksana menjadi sesuatu yang berharga.
22
Sikap pendirian van Heutsz dan Snouck Hurgronje kian mendekat, ketika sang Mayor
cuti ke negeri Belanda tidak lama sesudah artikel-artikel terbit, diperoleh izin untuk membaca
jilid-jilid laporan Snouck yang tidak diterbitkan, disamping nota yang meminta Snouck atas
permintaan Gubernur Jenderal memberikan pendapat atas artikel-artikel van Heutsz.
Pada tahun 1892 untuk ketiga kalinya, van Heutsz menjadi komandan batalyon di
Meester Cornelis Batavia, Snouck menjadi penasihat pemerintah. Laporan politik-agama masih
rahasia tetapi berulang kali menjadi bahan pembicaraan bila van Heutsz dating berkunjung
kepada Snouck Hurgronje.
Sebagai komandan batalyon di Meester Cornelis, van Heuysz menyuruh serdadu-
serdadunya mengambil sikap yang tidak ortodoks, tetapi memang berdaya guna.
Menteri van Dedem, yang pada tahun 1893 menaruh minat akan gagasan-gagasannya
tentang Aceh, berhenti pada tanggal 1 Mei 1894, cabinet liberal-radikal van Tienhoven
tersandung pada UU pemilihan va Poortvliet. Pengganti van Dedem, Mr.J.H. Bergsma, seorang
ahli hukum Hindia yang sudah menempuh karier kehakiman menjadi anggota Dewan Hindia,
adalah seorang liberal dengan struktur yang jauh lebih konservatif. Van Heustz kehilangan
seorang pelindung, setidak-tidaknya seorang yang menaruh minat di Den Haag. Kecuali Snouck
Hurgronje, di Aceh dan Batavia semua orang menjadi musuhnya. Seusai cuti Eropanya, dia pun
sama sekali tidak dianggap sebagai spesialis Aceh. Menurut sonioritas, dia dinaikkan menjadi
letnan colonel dan ditempatken di Medan sebagai komandan militer daerah Sumatera Timur.
Pada awal tahun 1896 di Aceh tampil seorang komandan lini baru, Letnan Kolonel F.W.
Bisschoh van Heemskerk. Di kedudukannya Ia melancarkan suatu operasi Anenk Galong, baru
saja patroli dalan beberapa ratus meter mereka sudah diserang dengan tembakan dari kampung
yang pertama sekali, yaitu Klieng. Beberapa orang tewas dan luka-luka, patroli tersebut banyak
yang bilang memang disengaja dilakukan oleh Bisschoff dengan tujuan menunjukan bagaimana
menyesatkannya optimisme resmi yang dianut. Namun, seluruh akibat buruk patroli ini tidak
semuanya dibebankan pada Bisschoff, Teuku Umar juga termasuk didalamnya.
Teuku Umar yang sampai saat itu masih mempunyai itikad baik menjadi bimbang dan
mengajukan bemacam-macam keberatan terhadap tugas barunya. Di Kutaraja mulai bererdar
bahwa Umar bemaksud berkhianat terhadap Belanda akibat terjepit oleh perintah-perintah dari
23
Deijkerhoff. Diejkerhoff tidak percaya pada isu yang beredar tersebut bahkan pada tanggal 26
Maret legiun milik Umar semakin dilengkapi olehnya.
Kendatipun demikian “Pengkhianatan Teuku Umar” menjadi kenyataan. Pada bulan
Maret Teuku Umar dengan resmi menanggalkan jabatannya sebagai panglima besar Teuku
Johan Pahlawan, Ia menolak melaksanakan perintah-perintah Deijkerhoff dan wakil-wakil
panglimanya, pada hari itu juga Ia mulai memanfaatkan sebaik- baiknya senjata-senjata baru
dalam melakukan pertempuran terhadap pasukan Belanda. Pada tanggal 29 Maret semua pos
Belanda dikepung. Umar mulai membentuk garis pertahanan di tempat yang sangat strategis.
Akibat, penghianatan ini Deijkerhoff mengalami pailit yang cukup besar.
Setelah dapat dipastikan bahwa Teuku Umar melakukan pengkhianatan pada pihak
Belanda, segera saja Deijkerdof diberhentikan secara hormat. Lalu diangkatnya Jendral Vetter
menjadi komisaris pemerintah, dikirimlah bala bantuan dari Padang ke Olehleh, diberangkatkan
satu baterai meriam lapangan dari Jawa dan ditempatkan sejumlah besar perwira sementara di
Aceh, salah satunya Letnan Kolonel Van Heutsz. Tanggal 8 April 1874, seribu orang (dominan
orang Eropa) melakukan pembebasan pos-pos yang dikepung, lin-lin telepon diputus, jalan-jalan
dirusak,kemudian pos-pos yang telah dibebaskan dihancurkan. Semakin lama pengosongan
berlangsung semakin besar perlawanan Aceh tapi Belanda pun tak mau kalah dengan
mendatangkan senjata canggih yaitu peleton pertama Mauser (daya tembak:dapat menembus
pohon besar).
Di tengah-tengah konflik tersebut, Letnan Kolonel Van Heutsz bersitegang dengan
atasannya, Jendral Vetter terbukti dengan adanya surat-suratnya pada Snouck Hurgronje. Dan
pada tahun 1896 dan 1897, Vetter dan para pengikutnya melakukan hukuman berat atas lembah
di Aceh Besar itu. Yang paling rata dihancurkan tentu kediaman Teuku Umar. Seluruh daerah
Mukim VI dan kampong-kampung luarnya dibakar menjadi abu. Ketika itu rumah dan bangunan
lain diratakan dengan tanah, semua pohon ditebang,semua bukit pekuburan digali. Siapa yang
mencari Lamasan hanya akan mendapati tempat hangus besar di tanah gundul.
Pembumihangusan ini ditentang keras oleh Van Heutsz dan Snouck. Tapi semua itu dapat
diredam setelah Van Heuts dikirim ke Batavia untuk menjadi kepala staf tentara Hindia Belanda
walau akhirnya dia kembali ke Aceh sebagai Gubernur Aceh.
24
D. Resume BAB IV
Perang Aceh Keempat 1898-1942
Penghianatan Teuku Umar, seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya,
memberikan kesan yang menghancurkan di negeri Belanda. Lagu-lagu jalanan pun
mengungkapkan betapa besarnnya ketakutan dan kebencian Belanda terhadap Teuku Umar.
Seperti “Teuku Umar die moet hangen” (Teuku Umar mesti digantung)’ dan Aan een touw, aan
een touw Teuku Umar en zijn vrow” (gantung di tali, gantung di tali Teuku Umar dan istrinya).
Peristiwa-peristiwa tahun 1896 merupakan bencana Aceh yang ketiga sesudah tahun
1873 dan tahun 1884. orang-orang di negeri Belanda yang sudah agak melupakan masalah Aceh,
kini diingatkan kembali dengan cara yang menyakitkan. Menurut beberapa perhitungan, perang
telah memakan biaya dan banyak korban yang tewas atau mninggal dunia karena sakit dan juga
penderitaan.
Pada tahun 1896 segalanya harus baru lagi. Namun banyak perbedaan pendapat antara
negari Belanda dan di Hindia maupun didalam negeri Belanda atau Hindia sendiri. Het vederland
di Den Hag pada tanggal 4 April adalah yang pertama mengemukakan bahwa kebijakan tentang
Aceh akan berubah.
Berita tentang Teuku Umar mengenai peristiwa yang terjadi pada tanggal 27 Mater 1896
dimuat dalam koran-koran Belanda pada tanggal 1 April 1896. selain berita mengenai Teuku
Umar, ada pula berita mengenai perbedaan sistem antara Snouck Hugronje dengan Deijkerhoff.
Demikianlah dalam waktu sebulan di negeri Belanda tidak hanya keadaan Aceh tetapi juga latar
belakang bencana Aceh semakin jelas diketahui. Berita mengenai jalannya perang mmbuat
mereka cemas.
Pada tahun 1896, tanggal 5 dan 6 merupakan hari paskah. Pada saat itu kantor-kantor
berita tutup sehingga membuat keadaan semakin panik. Namun ternyata tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. Kemudian pada tanggal 7 Mei 1896, untuk pertamakalinya Aceh dibicarakan di
parlemen. Dalam pembicarannya, J van Gennep yang merupakan menteri jajahan pada saat itu
mengemukakan bahwa akan mempertahankan Kutaraja sebagai pusat pertahanan dan dalam
menyelesaikan masalah Aceh adalah seiring dengan waktu masyarakat Aceh akan lelah dengan
25
peperangan dan akan mengerti bahwa akan aman dan tenang dibawah pemerintahan kolonial.
Sedangkan dalam perdebatan majelis berkesimpulan bahwa harus ditindak dengan perang
gerilya. Dalam hal ini dia mengakui Snouck Hurgronje adalah orang yang memahami hal ini.
Dewan Hindia Scehrer mengusulkan kepada Snouck untuk mengosongkan seluruh daratan Aceh
dan hanya meduduki beberapa pulau dilepas pantai Aceh.
Masa waktunya parlemen Belanda tidak mempunyai pengaruh terhadap Hindia. Dalam
majelis muncul partai-partai baru dan politisi baru seb\hingga terbentuk suatu oposisi politik.
Politik kolonial kembali memasuki riam. Keguncangan itu tentu diakibatkan oleh Teuku
Umar.
Imperialisme Belanda muncul suatu produk kolonial yang baru, yaitu miny6ak tanah. Ini
terjadi akibat gula tahun1884 dan harga hasil bumi tropis seperti gula, kopi, dan tembakau masih
rendah. Juga dengan banyaknya permintaan minyak tanah untuk lampu-lampu modern ketika itu
merupakan harapan baru untuk Belanda mendorong mereka untuk mengksploitasi sumber-
sumber alamiah Indonesia, terutama Sumatra dan Jawa yang sudah lama diketahiu terdapat
minyak tanah.
Koninklijke Maatschappij tot Exploitatie van Petroleumbronnen In Nederlandsch-Indie
(Maskapai Kerajan untuk Eksploitasi Sumber-Sumber Minyak Tanah di Hindia Belanda)
beranjak menjadi perusahaan dunia. Mulanya Koninklijke mempunyai lapangan kerjanya hanya
di Sumatera Utara dan barulah di daerah perbatasan Aceh. Koninklijke merupakian perusahaan
yang penuh resiko dan sering menghadapi serangan-serangan dari orang-orang Aceh. Namun
pada tahun 1896, Koninklijke cukup baik dalam menanam sahamnya.
Sumber-sumber di Langkat tiba-tiba sebagian besar keru\ing dan Koninklijke teranca,
bangkrut. Tetapi da penggantinya, yaitu pantai Aceh seperti Tamiang, Langsa, dan terutama
Perlak yang rajanya pada tahun 1895 memberikan konsesi-konsesi kepada Holland-Perlak
Petroleum Maatschappij (Maskapai Minyak Tanah Holland-Perlak) yang didirikan untuk usaha
ini.
Pada tahun 1898 suatu kolone militer, di bawah komando Van Heursz sendiri melakukan
gerakan dari Pidji menuju negaeri pantai Idi yang kecil. Pos Belanda yang kecil di sana berada
26
dalam kesulitan karena kegiatan suatu gerakan mistik yang memberontak, yang dipimpin oleh
seorang ulama ‘kebal’ bernama Teungku Tapa. Dengan menggerkkan sebuah divisi marsose dan
sebuah batalyon infanteri, Van Heutsz mengusir Teungku Tapa sesudah terjadi sebuah
pertempuran. Kehadirannya kemudian digunakan Van Heutsz untuk melakukan gerakan cepat
melalui negeri-negeri pantai yang berbatasan. Raja perlak dipersalahkan telah mengadakan
hubungan dengan Tapa. Dia bersama rekan-rekannya dari Idi dan Simpang Olin didenda 150.000
dolar dan Perlak ditempatkan pendudukan militer. Namun dalam waktu singkat, denda dilunasi
berkat ekspor lada dan sebagian besar minyak tanah.
Pada tahun 1896 Direktur A. Kessler berhasil mengambil alih hak-hak penambangan dari
Perlak Maatschappij yang memiliki konsesi yang sesungguhnya dan menjadi kaya dengan
mudah. Pada tahun 1898 pengeboran sumber-sumber di sana merupakan sangat penting bagi
Koninklijke. Berita-berita mengenai mengeringnya sumber-sumber di Telaga Said (Langkat)
pada bulan Juli telah mengakibatjan jatuh saham-saham yang hebat di Bursa Amsterdam. Namun
setelah mengetahui di Perlak merupakan daerah yang kaya akan minyak tanah, mereka segera
melakukan penelitiangeologis dan segera mendirikan lapangan pengeboran. Dalam satu minggu
keberhasilan dapat dipastikan dan Koninklijke tertolong dari kebangkrutan.
Perusahaan memiliki sebuah kilang dekat Pangkalanbrandan di Sumatera Timur dan
ingin dengan segera memasang saluran pipa ke ladang-ladang baru si Perlak. Van Heutsz
memiliki pendapat lain. Dia menuntut agar di Aceh sendiri dibangun sebuah kilang minyak
untuk mengolah minyak tanah di Aceh karena ini lebik ekonomis, menurutnya. Namun
permintaannya tidak disetujui.
Masuknya perusahaanperusahaan minyakinternasional memberikan tekanan baru kepada
politik kolonial Belanda. Selalu banyak pengaruh yang dilakukan oleh kalangan-kalangan
ekonomi yang berkepentingan pada politik kolonial Belanda dan pada pemerintahan Hindia. Ada
kalanya dalam hal tertentu, mereka semata-mata karena pada umumnya semua orang Belanda
dengan pengalamannya di Hindia yang tidak sebagai pejabat atau abggota militer mempunyai
kepentingan ekonomis.
Mengenai saluran pipa Van Heutsz kalah tetapi tidak menyerah dan ia mengetahui
banyaknya keuntungan yang diambil oleh pejabat-pejabat yang bersangkutan daripada
27
keuntungan kepada negeri Belanda.kemudian ia mengajukan masalah ini kepada Gubernur
Jenderal Rooseboom yang menggantikan Van der Wijck. Ia juga mengadu kepada Idenburg
tentang kesulitan dalam persoalan minyak. Pada tanggal 7 Dsember Idenburg memberi jawaban
mengenai hal ini. Ia menjawab bahwa ladang-ladang yang baik untuk pertambangan diserahkan
kepada Negara memperoleh bagian yang penting dari keuntungannya. Tampaknya ini cukup
memberikan harapan dan ketika Van Heutsz sendiri setengah tahun kemudian diangkat menjadi
gubernur jenderal dan ia segera bertindak.
Ketika masih dalam persiapan menerima jabatannya, Van Heutsz menyelidiki sendiri di
Departemen di Den Haag mengenai kontrak-kontrak eksploitasi. Setelah ia kembali ke Hindia
Belanda salah satu tindakan yang dilakukan Van Heutsz terhadapo industri Mr. Pott iaq
memerintahkan untuk mempersiapkan perubahan undang-undang pertambangan agar eksploitasi
campuran diuraikan lebih teliti.
Antara tahun 1898 dan 1928 persoalan dalam politij kolonial cukup hangat untuk dapat
menimbulkan beberapa krisis politik barulah pada tahun terakhir ditetapkan peraturan yang
menyatakian bahwa ladang-ladang minyak yang baru hanyalah dapat dieksploitasi oleh
perusahaan-perusahaan campuran. Jadi, dengan peran sertanya negara.
Di departemen, pendapat Loudon berlainan sekali dengan De Jonge pada tahun 1904.
menteri Indenburg sendiri, yang pada tahun 1903 masih begitu tegas sikapnya, setahun kemudian
menjadi lbih berhati-hati.
Dua buolan kemudian, Idenburg berhenti. Koalisi kanan kalah dalam pemilihan umum.
Van Heutsz kehilangan seorang sahabat baik di Den Haag dan sebagai gantinya mendapat
seorang mentri yang tidak pernah bisa berhubungan baik dengannya, Mr. D. Fock. Namun,
dalam soal minyak Van Heutsz berpendapat bahwa mash memakan waktu duapuluh tahung lagi
barulah masalah itu diurus Parleman.
Pada tahun 1897 untuk pertama kalinya diadakan pemilihan umum di negeri Belanda
berdasarkan undang-undang pemilihan yang baru. Dibandingkan tahin 1888, jumlah pemilih
sekarang ini hampir dua kali lipat. Kaum liberal dari berbagai macam masih mayoritas. Suatu
suara bau yang menarik perhatian tampil dalam majelis dengan terpilihnya dua anggota dari
28
Sosiaal-Democratische Arbeiders Partij (Partai Buruh Sosial-Demokrat) yang baru dibentuk
yang pemimpin partainya Mr. P. J. Troelstra untuk SDAP terpilih seorang ahli Hindia yang
terkenal Ir. H. H. Kol. Dia memasuki suatu majelis yang praktis tidak lagi memiliki ahli-ahli
Hindia, apalagi sesudah pendatang kaum liberal.
Van Kol yang partainya disebut Hubertus si Dahsyat, bukanlah pendatang baru dalam
gerakkan sosialis. Sudah sejak masa mahasiswanya di Delft, dengan diilhami semangat komune
Paris, diamenjadi anggota Internasionale Pertama. Di Hindia Belanda dia memulai karir sebagai
Insyinyur perairan pada Dinas Pekerjaan Umum dan dia juga sukla menulis artikel-artikel
dengan menggunakan nama samaran Rienzi.
Tindakan pertamanya di Majlis pada perdebatanmengenai anggaran pada bulan
November 1897 sekaligus merupakan adu kekuaan dengan menteri yang baru. Masalah
terpenting yang meliputi semua persoalan hidup koloni yaitu Aceh.
Mosi sosialis yang mnghendaki penyelidikan tidak memihak akan kemungkinan dan
keinginan untuk mengakhiri perang, dengan mempertahankan kedudukan di Sumatera
berdasarkan hukum Internasional di Sumatera. Tetapi perdebatan tidak pernah sehebat itu dan
harus berulang-ulang karena ribut. Sidang itu paling ramai ketika Toelstra melibatkan Cremer
dalam perdebatan perang Aceh. Imperialisme dan politik kolonial yang etis dalam tahap pertama
adalah dua lengan pada tubuh yangh sama. Hindia Belanda harus dimajukan pendidikannya,
penyebaran penginjilan harus ditingkatkan, daerah-daerah seberang dibuka untuk kehidupan
perusahaan barat, kehidupan rakyat Indonesia dibuat lebih makmur. Itulah sebabnya pada masa
ini kaum etis dan kaum imperialis mengadakan hubungan yang sangat baik.
Pada akhir tahun 1897 Van Heutsz diangkat menjadi kepala staf antara Hindia Belanda
dan berangkat ke Batavia. Disini untukpertama kalinya Gubernur Jenderal Van der Wijck dapat
secara pribadi brkenakan dengan Snouck Hurgronje.
Lembah Aceh memang bisa saja ditaklukkan tetapi secara jelas pula bahwa perang di luar
Aceh Besar tidaklah berakhir. Dengan demikian, Snouck mengananjurkan kepada Van der Wijck
agar melakukan ekspedisi militer yang besar ke Pedir (Pidie) berpegang kepadapendapatnya
29
bahwa hanyalah orang yang bertempat di negeri ini yang dapat menguasai negeri. Van Heutsz
pada tahun 1897 sepenuhnya menyetujui gagasan ini.
Atas perintah Gubernur Jenderal, Van Vliet ditugaskan untuk merencanakan suatu
ekspedisi di Pidie. Van der Wijck tidak hanya memberikan perintah kepada Van Vliet, tetapi
juga kepala staf NIL Van Heutsz mendapat tugas merancang di atas kertas suatui ekspedisi
Pedie. Van Vliet datang ke Batavia untuk menjelaskan rencananya. Sesudah mengadakan
pembicaraan dengan Pimpimam Tertinggi Tentara dangubernur jenderal mengertilah dia yang
akan menang. Padap[erjalanan pulang ke Aceh, ia mengajukan berhenti secara telegrafis pada
bulan Februari 1898. Pada bulan Maret, Van Heutsz diangkat menjadi penggantinya, dan Van
Vliet menjadi pengganti Van Heutsz di Batavia.
Kepercayaan yang lebih besar mungkin terbukti lagi bahwa Van der Wijck menyuruh
menyusun instruksi gubernur oleh Snouck dan Van Heutsz bersama-sama. Dokumen ini banyak
dijadikan bahan pertikaian antara pengikut Van Heutsz dengan pengikut Snouck Hurgronje
dalam literatur tentang Aceh.
Dari 21 butir dalan instruksi Van Heutsz, 17 diantaranya boleh dikatakan harfiah diambil
dari instruksi Van Vliet dan juga banyak dimasukkan gagasan kesukaan Snouck, seperti
pendidikan untuk putre-putra hulubalang di sekolah-sekolah pemerintah, larangn untuk mencari
hubungan dengan calon pengganti sultan, petunjuk-petunjuk yang panjang lebar tenteng
penghancuran milik pribadi.
Ekspedisi ke Pidie, yang diperintahkan kepada Van Heutszdalam instruksinya, adalah
operasi terbesar yang luar biasa dari seluruh perang Aceh dan ekspedisipertama yang dapat
digunakannya untuk mengembangkan taktik barunya.
Tidak banyak terdapat aksi besar dalam ekspedisi Pidie. Harapan dengan satu kali pukul
saja akan menyingkirkan panglima Polim, Teuku Umar, dan meniadakan Sultan, lenyap,
walaupun para mata-mata memberitakan bahwa mereka berhenti di Garot, tujuh kilometer dari
Sigli. Tanpa suatu perlawanan pun Garot direbut dan tidak ada orang penting yang ditemukan.
Berbulan-bulan pengejaran dan pertempuran kecil-kecil berlaku dalam gaya baru Van Heutsz.
30
Pada tanggal 21 Agustus Van Heutsz sendiri yang memgang komando sebuah divisi
marsose dan sebuah batalyon infanteri. Juga baginya tampakny tidak mungkin akan merebut
jurang daerah Teunom dimana disana ada Teuku Umar. Tetapi dalam suatu perjalanan melaluai
gunungselama dua hari dalam hujan dia berhasil mendekati pertahanan Teuku Umar dari bagian
belakang. Keberhasilan dan kekecewaan karena Teuku Umar telah menghilang ke pantai barat.
Seluruh ekspedisi Pidie kekecewaanlah yang terasa banyak mereka dapat daripada keberhasilan.
Pada tanggal 10 Februari suatu datasemen diberi perintah untuk menyergap perkemahan
Umar. Umar mesti telah mengetahuinya karena pada malam itu juga dia berabgkat dengan
legiunnya menempuh jalan putar ke Meulaboh.
Dibawah komando seorang letnan bernama Verbrugh disuruhnya dua orang seran Eropa
dan delapan belas orang serdadu Jawa sejauh dua puluh menit dari Meulaboh di p0antai
memasang jebakan malam hari.
Verburgh menempatkan datasemen kecilnya di bawah pohon-pohon di pantai. Beberrapa
jam kemudian, tiba-tiba dia melihat dalam gelap banyak kerumunan orang Acehmuncul,
tembakkan dilepaskan. Kemudian terjadi panik di pihak orang Aceh. Tetapi Verburgh pun
merasa perlu mengundurkan diri dalam menghadapi kekuatan yang lebih banyak . baru pada pagi
berikutnya ternyata di antara mereka yang tewa terdapat Teuku Umar.
Aksi-aksi paling utama daerah-daerah takluk Aceh dilancarkan sesudah tahun 1899.
dibawah pimpinan Van Heutsz pribadi dan biasanya dengn dihadiri oleh Snouck Hurgronje
dilaksanakan ekspedisi-ekspedisi besar menjelajahi negeri-negeri pantai timur dan barat.
Masih ada utang lama yang blum terselesaikan di Samalanga. Sedikit jauh dari pantai
terdapat benteng-benteng Gunng Batu Iliq. Jenderal Van der Heijden yang dinobatkan oleh
sebutir peluru orang Aceh menjadi Raja Mata Sebelah, dengan tiga kali mengadakan penyerbuan
berulang-ulang tidak berhasil merebutnya pada tahun 1880.
Peristiwa-peristiwa pertmpuran dan semacamnya di negeri-negeri pantai, yang
mematahkan perlawanan besar para hulubalang dengan tentaranya yang kecil-kecil dan
perlawanan golongan-golongn ulama yang bertahan dalam kubu-kubu yang dibangun dengan
31
baik. Pemimpin-pemimpin yang paling terkenal. Panglima Polim dan Sultan sudah lama terusir
dari tempat kediaman mereka.
Pada tanggal 10 Februari 1903 Sultan menyerah. Pada tanggal 6 Desember tahun itu juga
diikuti oleh Polim. Kedudukan Sultan atau pengganti Sultan pada tahun 1903 sungguh
merupakan soal yang lebih peka. Untuk sementara, laporan tidak begitu penting dibandingkan
dengan Panglima Polim yang jauh lebih besar pengaruhnya.
Sesudah istri pertama Muhammad Dauddan putera sulungnya pada bulan Desember 1902
jatuh ketangan Belanda, hubungan dengan dia dilakukan dengan perantara. Pada malam
menjelang tahun baru, tiba sepucuk srat untuk Gubernur dari Mayor K. van der Maaten, yang
ditugasi di Sigli mengepalai pemerintahan atas Pidie.
Snouck Hurgonje menerima berita-berita dari Batavia. Telah banyak sekali terjadi
perslisihan antara dia dan Van Heutsz. Snouck kembali ke Aceh dan melakukan penyelidikan
pribadi di Sigli. Menurut Van Heutsz kepada Sultan tidak ada dijanjikan apa-apa. Namun Snouck
menarik kesimp[ulan bahwa Van Heutsz punya rencana tertentu dengan Sultan.
Bagi Snouck ini merupakan tikaman dalam politik Acehnya. Rupanya, sia-sia dia
memperingatkan Van HEutsz sejak tahun 1892 agar jangan menilai terlalu penting kesultanan.
Sesudah Muhammad Daud berada dalam tangan Belanda pun, Gubernur masih juga memberinya
peranan dalam organisasi politik di Aceh. Alaupun demikian tajam Snouck, dia masih lunak
dibandingkan dengan suatu tuduhan yang setengan tahun sebelumnya diucapkan oleh seorang
perwira Aceh
Sekutu-sekutu akrab yang besar tahun 1896, Snouck Hurgronje dengan Van Heutsz pecah
ketika mereka harus mempertanggungjawabkan bersama keadaan di Aceh. Snouck pertama-tama
ia keliru dalam memperhitungkan akibat-akibat militer. Kedua, ia pun keliru dalam menilai sifat
perlawanan tersebut karena bukan hanya masalah keyakinan agama tetapi juga pranasionalisme,
hasrat kemerdekaan, perjuangan sosial, dan pemuka-pemuka feodal.
Pastilah hebat ketegangan yang terjadi di Kutaraja. Tetapi surat Idenburg yang ditulisnya
pada tanggal 28 Februari merupakan antiklimaks, yang dimaksudnya adalah perang Rusia-
32
Jepang, yang bnar-benar secara tidak langsung amat penting artinya bagi Hindia Belanda. Kerena
kemenangan perang Jepang membangkitkan harapan-harapan tertentu dikalangan rakyat.
Namun perang Rusia-Jepang bukanlah kerumitan politik satu-satunya dalam rencana
dengan Van Heutsz itu. Pada bulan Desember Idenburg bermaksud mengusulkan pengadaan
gubernur Aceh untuk menjadi gubernur jenderal.
Sesungguhnya, Idenburg lebih menjatuhkan pilihan pada orang lain, yaitu De Savornin
Lohman. Lohman yang telah berusia 67 tahun, mula-mula secara lisan menyatakan menolak,
tetapi berdasarkan sepucuk surat pada tanggal 21 Februari yang menyatakan bahwa tidak
selayaknya ia menolak tugas tersebut. Dalam tes kesehatan, ia dinyatakan baik. Tetapi tidak
dengan istrinya. Maka, Idenburg pun kembali kepada gagasan aslinya mencalonkan Van Heutsz.
Pada bulan Mei, Idenburg mengirim telegram kepada Van Heutsz yang menanyakan
apakah Van Heutsz bersedia menemuinya. Dan pada tanggal 6 Mei Van Heutsz menyatakan
bahwa ia bersedia menemui Idenburg.
Van Heutsz berangkat pada tanggal 1 Juni bersama ajudan Colijn di Negeri Belanda.
Kemudian sebulan kemudian, ia sampai di Den Haag. Dalamk kedatanganya merupakan
kehormatan kemenangan tiga ganda. Ia telah memenang di Aceh dan mengalahkan Teuku Umar
dan memaksa Sultan menyerah, dan (yang terakhir kurang diketahui).
Pembicaraan yang dilakukan Idenburg dengan Van Heutsz mengenai sikapnya terhadap
program pemerintah berlangsung seperti yang diinginkan. Guna menetapkan batasan dasar-dasar
politik gubernur jenderal yang akan datang dan meny6usun dokumen-dokumen terinci. Nota Van
Heursz terutama merinci bagian pembaruan militer dan transmigrasi orang Jawa kedaerah lain,
dan yang terpenting baginya adalah mengenai teori-teori pertambangan.
Idenburg mempunyai dua persoalan pokok. Secara kongkret dikemukakannya bahwa
pengkristenan Hindia dilihat dari tiga segi politik, penginjilan jadinya tidak boleh dihalangi oleh
pejabat-pejabat pemerintah. Pendidikan rakyat yang menyelenggarakannya akan terlalu mahal
dan pendidikanbumiputera sedikit banyak merupakan propaganda untuk Islam. Karena itu, perlu
dukungan yang kuat untuk pendidikan rakyat yang diberikan oleh penyebaran Kristen demi
kepentingan negara.
33
Nota-nota itu saling dipertukarkan bahwa pertukaran paa tanggal 17 Juli. Keputusan
kerajaan telah siap untuk ditandatangani. Idenburg sebelumnya menanyakan kepada Van Heutsz
apakan Istrinya akan bersama-sama dengan dia ke Batavia dan jawabannya mengiyakan. Pada
harinitu juga Idenburg mendengar dari orang-orang ketiga bahwa Nyonya Van Heutsz telah
mengungkapkan hal yang berbeda.
Van Heutsz dapat berangkat dan dapat mengambil alih jabatan wali negara dari
Rosecoom pada bulan Oktober. Masa bagian jabatan Gubernur Van Heutsz, istrinya tidak turut
menghadiri tugas sebagai Nyonya rumah di Istana Bogor dan Batavia.
Masa Van Heutsz adalah dasawarsa 1899 sampai 1909. jadi, meliputi baik masa dia
menjadi gubernur maupun menjadi wali negara. Periodeini dapat ditinjau dari berbagai segi. Satu
hal adalah pasti masa ini merupakan Sepuluh Tahun yang Berdarah bagi Aceh. Jumlah yang
tewas di pihak Belanda, 508, tidak banyak naiknya diatas rata-rata seluruh perang. Tetapi dari
tahun 1899 sampai 1909, 21.865 orang Aceh terbunuh. Van Heutsz adalah gubernr yang
menyuruh memuat kerugian pihak Aceh.
Pidie, dareh tempat asal Teungku yang keras kepala ini ttap merupakan sumber terjadinya
perlawanan. Bila Meulaboh dalam sepuluh tahun kehilangan lebih dari dua ribu orang, maka
Pidie kehilangn dua kali jumlah itu antara tahun 1902 dan 1905. Disini berjuang pemimpim-
pemimpin pemberontakan yang piawai, seperti Teungku di Cot Ciciem, pemimpin pasukan-
pasukan yang mempertahankan keturunan Teungku di Tiro, Syekh Saman, yang meninggal
dunia pada tahun 1891.
Disekitar Lhok Seumawe dan Lhok Sukon, medan yang sangat berubah-ubah dari gunung
sampai laut, terdapatpemimpim-pemimpin perlawanan yang terkenal Teungku di Mata Ie,
Teungku di Barat, dan Pang Nanggroe. Seperti juga dalam menghadapi teungku-teungku Tiro
yang paling utama.
Dari tanggal 8 Februari sampai dengan 23 Juli 1914 di bawah perintah Letkol G.C.E. van
Daalen suatu kolone marsose melakukan perjalanan melalui tangah Gayo dan Alas. Lembah-
lembah gunung dipedalaman Aceh. Dalam literatur militer tentang Aceh, ekspedisi ini senantiasa
disebu titik puncak kepah;awanan marsose dalam zaman Van Heutsz.
34
Opersi ini cukup baik persiapannya. Untuk ini Gubernur Van Heutsz tlah memilihkan
perwira-perwira dan brigade-brigade yang terbaik. Tanah Gayo dan Alas di Bukit Barisan pada
awal abad ke-20 masih sama meri\upakan terraincognita seperti juga seluruh Aceh bagi orang
Belanda seprmpat abad sebelumnya.dalam hal ini pun Snouck Hugronje merupakan informan
pertama yang memberikan keterangan mendalam.Ada breberapa penjelajahan, antara lain pada
tahun 1902 oleh Colijn, tetapi perjalanan Van Daalen akan merupakan operasi pembersihan yang
menyeluruh.
Selama lima bulan itu pada pihak lawan 2902 orang terbunuh, diantaranya 1159
perempuan dan anak-anak. Belakangan dinyatakan bahwa jumlah ini seperempat dan sepertiga
seluruh penduduk lembah-lembah yang jarang penduduknya. Kolone sendiri kehilangn 26 orang
karena terbunuh, sedangkan 72 orang marsose karena luka-luka dibawa oleh kolone-kolone dari
Medan.
Pembunuhan besar-besaran yang tiada taranya. Foto-foto enam puluh tahun sesudah
peristiwanya terjadi tidak mingkin dilihat dengan rasa ngeri. Sebab ada fotonya. Van Daalen
yang sama skali tidak merasa malu akan tindakkannya, justru merasa bangga akan
keberhasilannya itu.
Van Heutsz yang bernasib baik ketika diangkat menjadi gubernur jenderal pada tahun
1904 mendapat angin butiran berkat pemulihan ekonomi yang kuat, yang hampir tiada hentinya
berlanjut sampai tahun 1820an. Sesudah puluhan tahun mengalami pukula, di Hindia Belanda
timbul suasana optimisme.
Modernisasi tentara Hindia Belanda Telah dipersiapkan Van Heutsz di Aceh. Perwira-
perwora dari mahzabnya berkeliaran dengan dartasemen yang relatif lebih kecil di seluruh
Nusantara untuk mengisi tempat-tempat yang belum aa pejabatnya di pera Pemerintahan Jambi,
Kalimantan, Silawesi, Bali, bahkan Irian.
Perlakuan Van Daalen yang menghina kaum hulubalang tidak sampai mempunyai akibat
yang demikian jauh di negeri Belanda, skiranya dia tidak pula membuat perwira-perwiranya
sendiri menjadi musuhnya. Colijn sudah sebelum pengangkatan Van Daalen minta dipindahkan
dari Aceh.
35
Banyak lagi orang lain yang mengikuti Colijn. Ada sesuatu yang baru sesudah tahun
1905 di Aceh. Dulu, semasa Van Heutsz, para perwira angkat kaki bersama jenderalnya. Kini
mereka angkat kaki sebelum jenderalnya.
Beberapa perwira yang merasa dibuat malu membalas dengan mengungkapkan
persoalannya dalam surat bekas rekan mereka. Kapten Thomson yang mengemukakan dalam
majelis. Tetapi semua yang disampaikannya sama sekali tidak ada artinya dibandingkan dengan
ungkapan-ungkapann yang terbit pada bulan Oktober 1907 dalam koran kecil di Den Haag. Seri
Wekker sering mendapat tuduhan yang berat dengan perincian kekejaman-kekejaman.
Bagian-bagian pernyataan Wekker dimuat pula oleh koran-koran lain dan keseluruhannya
diterbitkan juga sebagai brosur. Tentang kebenarannya hampir-hampir tidak diragukan, karena
fakta-fakta terlalu terdokumentasi.
Perang Aceh tidaklah berakhir pada tahun 1913 atau 1914. Dari tahun 1914 terentang
benang merah samapi 1942, alur pembunuhan dan pembantaiaan, perlawanan dibawah tanah
yang terbuka, yang sejak tahun 1925 sampai 1927 dan pada tahun 1933 lagi mengakibatkan
pemberontakan-pemberontakan sempat yang luas. Puluhan pembunuhan yang dilakukan oleh
orang-orang Aceh di antara tahun-tahun itu terkenal di seluruh Hindia Belanda.
Pendaratan-pendaratan Jepang di Aceh pada tanggal 11 malam menjelang 12 Maret 1942
diikuti oleh gerak jalan cepat ke tanah Gayo. Menurut rencana, di sinilah pasukan-pasukan KNIL
di bawah pepimpin Jenderal R.T. Overakker, komandan teritorium Sumatera Tengah, harus
bertahan. Tanah tinggi Gayo yang sukar dicapai akan merupakan benteng yang dapat
dipertahankan dengan tangguh.
Tetapi dari seluruh Aceh masuk berita yang menyatakan trjadinya serangan-serangan
rakyat terhadap satuan-satuan marsose dan infanteri yang mengundurkan diri. Banyak sekali
korban. Sesudah Kutaraja dikosongkan, kota itu dirampoki dan dihancurkan oleh orang Aceh.
Pada tanggal 28 Maret Jenderal Overakker menyatakan takluk, tiga minggu sesudah Jawa
menyerah. Tidak mingkin membuat benteng di pegunungan menjadi pertahanannya di tanah
Gayo. Pada tanggal 10 Maret 1943 diapun menyerah. Pada tanggal 21 Oktober bersama dengan
sebagian besar kelompok perlawanannya dia ditembak mati di Bukittinggi.
36
Dalam suatu hal pentingnya Sumatera sama dengan Jawa. Popularitas orang Jepang di
kedua pulau berangsur-angsur berkurang dan merosotnya kemakmuran. Juga di Aceh tindakan-
tindakan hebat, seperti pengangkatan Teuku Nya’ Arif menjadi penasihat umum pemerintahan
Jepang, atau pemimpin suatu kolone kelima yang baru yang akan menjadi aktif pada pendaratan-
pendaratan sekutu tidak lagimengubah ketidakpopuleran Jepang suatu apapun. Pada tanggal 14
Agustis 1945 Jepang menyatakan takluk. Baru dua bulan kemudioan muncul beberapa perwira
Belanda di Kutaraja untuk melakukan pemeriksaan.
Untuk pertama kali sejak tahun 1873 Aceh diserahkan lagi pada nasibnya sendiri. Satu-
satunya kekuasaan yang efektif adalah Tentara Rakyat, yang di dalmnya suara pemuda-pemuda
gerakan PUSAlah yang menentukan. Ternyata, badan ini merupakan alat dalam tangan
Muhammad Daud Beureruh. Tanpa ragu-ragu alat ini digunakannya. Dari bulan Desember 1945
sampai Februari 1946 berkecamuk di Aceh perang saudara, yang bukan tidak beralasan disebut
‘revolusi sosial’. Dalam suatu besar-besaran kaum hulubalang disapu habis. Keluarga demi
keluarga kaum hulubalang sampai laki-laki yang terakhir, istri dan anaknya dibasmi. Teuku Nya’
Arif yang menjadi residen ditangkap dan meninggal dunia dalam penjara. Muhammad Daud
menjadi kepala daerah, residen. Aceh memperoleh status provinsi otonom. Kemenangan
golongan ulama begitu sempurna sehingga sampai hari ini praktis tidak ada seorangpun
keturunan dari hulubalang memainkan peranan yang berarti.
Sesudah tahun 1945 pemerintah Belanda tidak kembali lagi di Aceh. Pada ketika aksi-
aksi militer tahun 1946 dan 1947, ketika bagian-bagian besar Sumatera diduduki, tidak dilakukan
upaya untuk menembus Aceh. Di bagian satu-satunya dari Indonesia inilah antara tahun 1945
dan 1950 merdeka sudah menjadi kenyataan
Aceh adalah daerah terakhir yang dimasukkan ke dalam pemerintahan Belanda. Dia yang
pertama keluar dari pemerintahan Belanda. Pengunduran diri tahun 1942 merupakan akhir
daripada Belanda.
Hampir tiada hentinya selama 69 tahun Belanda bertempur di Aceh, dan cukuplah sudah.