Page 1
2011
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran
(SOP) Studi Kasus di Pt. Kimia Farma Plant
Jakarata
DIPLOMA IV
PROGRAM STUDI SISTEM KELISTRIKAN
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2011
Disusun Oleh :
1. Adyta Husein E. ( D4.3A / 02 / 0941150044 )
2. Nixtian Arry P. ( D4.3A / 14 / 0941150007 )
3. Umar Helmi ( D4.3A / 16 / 09411500012 )
Page 2
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
DAFTAR ISI
1. Cover
2. Daftar Isi
3. Bab 1 : Pendahuluan
4. Bab 2 : Tinjauan Pustaka
5. Bab 3 : Gambaran Umum
6. Bab 4 : Kerangka Konsep
7. Bab 5 : Metode Penelitian
8. Bab 6 : Hasil Penelitian
9. Bab 7 : Kesimpulan dan Saran
Page 3
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah gedung mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung
kelancaran dan kesinambungan operasi perusahaan atau proses kerja secara
keseluruhan. Oleh karena itu, semua pihak yang turut memanfaatkan gedung
ini, baik individu ataupun badan perusahaan, termasuk mitra kerja harus
aktif memelihara dan menjaga kebersihan, keselamatan dan kesehatan
kerjanya. Salah satu perwujudan perusahaan dalam memelihara dan menjaga
keselamatan dan kesehatan kerjanya adalah melalui penerapan Manajemen
Penanggulangan Kebakaran.
Sebuah gedung melalui penerapan Manajemen Penanggulangan Kebakaran harus
mampu mengatasi kemungkinan terjadinya kebakaran melalui kesiapan dan
keandalan sistem proteksi yang ada, serta kemampuan petugas menangani
pengendalian kebakaran. Selain petugas, semua pihak yang terkait dalam
setiap pemanfaatan bangunan harus terlibat dalam upaya penanggulangan
kebakaran. Semua pihak, baik karyawan maupun mitra kerja harus turut
aktif berusaha agar peristiwa kebakaran yang tidak dikehendaki dan
merugikan tersebut tidak terjadi. Jadi semua pihak harus memikirkan dan
mematuhi seluruh peraturan dan anjuran – anjuran keselamatan yang telah
di buat pada setiap bagian dalam sebuah gedung tersebut seperti larangan
merokok, larangan menggunakan tangga darurat untuk operasi normal dan
lain sebagainya yang telah ditetapkan.
Disektor industri sendiri yang berkembang secara kompleks, dimana
Page 4
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
terdapat banyak sumber potensi yang dapat memicu terjadinya kebakaran.
Maka bila terjadi kebakaran akan banyak pihak yang akan merasakan
kerugiannya, antara lain pihak investor, para pekerja, pemerintah maupun
masyarakat luas.
Sesuai dengan Undang – undang No. 1 Bab III pasal 3 tahun 1970 mengenai
Keselamatan Kerja :
“Syarat – syarat keselamatan kerja yang berhubungan dengan
penanggulangan kebakaran antara lain mencegah, mengurangi, dan
memadamkan kebakaran, penyediaan sarana jalan untuk menyelamatkan diri,
pengendalian asap, panas dan gas serta melakukan latihan bagi semua
karyawan.”
Masih ingat kasus kebakaran yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya ?
Jumlah kasus yang terjadi banyak, data yang diperoleh dari Dinas
Kebakaran Jakarta Barat menunjukkan frekuensi kebakaran yang terjadi
pada industri kimia pada tahun 2005 sebanyak 10 kasus kebakaran, tahun
2006 sebanyak 9 kasus kebakaran dan tahun 2007 sebanyak 5 kasus
kebakaran di industri kimia. Dan kasus kebakaran lain yang terjadi di
Industri kimia adalah kejadian kebakaran di PT. Petro widada, Gresik
yang mengakibatkan 59 korban jiwa yaitu 3 orang meninggal dunia dan 59
orang luka – luka, dari hasil penelitian Bappedal Jawa Timur kebakaran
ini ditimbulkan oleh terbakarnya bahan – bahan kimia hasil produksi.
Tingginya angka kasus kebakaran di industri menunjukkan bahwa kasus
kebakaran merupakan salah satu bentuk kecelakaan atau musibah yang
memerlukan perhatian khusus, terbukti dengan dampak kebakaran tersebut
dapat menelan kerugian yang sangat besar. Dapat disebabkan oleh berbagai
hal diantaranya terjadi kebakaran yang sebenarnya tidak sengaja (real
Page 5
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
fire), dan kebakaran yang disengaja (arson fire).
Manajemen Penanggulangan Bahaya Kebakaran adalah suatu sistem penataan
dini dalam rangka mencegah dan mengendalikan bahaya kebakaran sehingga
kerugian berupa meterial dan jiwa manusia dapat dicegah atau
diminimalkan, yang diwujudkan baik berupa kebijakan dan prosedur yang
dikeluarkan perusahaan, seperti inspeksi peralatan, pemberian pendidikan
dan pelatihan bagi penghuni/pekerja, penyusunan rencana tindakan darurat
kebakaran, maupun penyediaan sarana pemadam kebakaran.
PT. Kimia Farma Plant Jakarta merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak dalam bidang obat – obatan (Farmasi) yang dibawah naungan BUMN,
yang tepatnya berada di Jl. Rawagelam V No. 1 Kawasan Industri
Pulogadung Jakarta Timur. Dalam proses produksinya menggunakan mesin dan
bahan kimia berbahaya, oleh sebab itu PT. Kimia Farma mengisolasi mesin
– mesin yang ada dalam ruangan produksi dan bahan khusus yang dapat
berpotensi terjadinya kebakaran.
Berdasarkan pengelompokan risiko bahaya kecelakaannya PT. Kimia Farma
Plant Jakarta termasuk kedalam Bahaya kebakaran berat karena jenis
tersebut mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi yang disebabkan
oleh banyaknya jenis bahan kimia yang mudah terbakar. Dan apabila
terjadi kebakaran apinya akan cepat menjadi besar dan menjalarnya api
menjadi sangat cepat.
Dari hasil data sekunder kejadian kebakaran di PT. Kimia Farma pada
tahun 1980 pernah terjadi kasus kebakaran di bagian produksi yang
disebabkan oleh adanya alkohol yang tercecer dibagian produksi, yang
kemudian salah satu pekerja dalam ruangan tersebut langsung menyalakan
sakelar listik dan terjadilah ledakan dalam ruang produksi yang kemudian
Page 6
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
terjadi kebakaran, namun dari kejadian tersebut tidak mengakibatkan
korban jiwa tetapi perusahaan mengalami kerugian materil.
Sehubungan dengan alasan tersebut diatas penulis tertarik melakukan
penelitian tentang gambaran sistem manajemen penanggulangan kebakaran di
PT. Kimia Farma Plant Jakarta, tahun 2008.
1.2 Rumusan Permasalahan
Banyaknya kasus kebakaran yang terjadi ditempat kerja menunjukan bahwa
kebakaran adalah masalah yang serius bagi kehidupan manusia, khususnya
bagi seluruh staff dan karyawan yang bekerja didalamnya. PT. Kimia Farma
Plant Jakarta dalam pelaksanaan penanggulangan kebakaran khususnya pada
pengadaan Alat Pemadam Kebakaran Ringan (APAR) dan Hydrant diarea loby
dan sekitarnya masih kurang lengkap.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengangkat masalah yaitu
: “Bagaimana gambaran sistem manajemen penanggulangan kebakaran di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta ? ”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran Sistem Penanggulangan Kebakaran yang
diterapkan di PT. Kimia Farma Plant Jakarta tahun 2008.
Page 7
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya kebijakan perusahaan dalam penanggulangan kebakaran
dalam hal pembentukan Tim pemadam kebakaran, pendidikan dan pelatihan
Tim pemadam, Inspeksi sarana pemadam kebakaran dan perencanaan keadaan
darurat kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
2. Diketahuinya karakteristik Tim pemadam kebakaran, yang meliputi :
usia, tingkat pendidikan, pengetahuan dan masa kerja mengenai upaya
pemadaman kebakaran.
3. Diketahuinya kelengkapan sarana penanggulangan bahaya kebakaran
seperti : detektor asap, alarm kebakaran, APAR, Hydrant, rute evakuasi,
pintu darurat, dan tempat berhimpun di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Pada penulisan ini dibatasi pada sistem manajemen penanggulangan
kebakaran yang meliputi : kebijakan/prosedur penangulanggan kebakaran
berupa pembentukan tim penanggulangan kebakaran, pelatihan
penangulanggan kebakaran dan inspeksi sarana serta rencana tindak
darurat kebakaran. Sarana penangulanggan bahaya kebakaran meliputi :
sistem pendeteksian dan peringatan, alat pemadam kebakaran, sarana
penyelamat jiwa dan alat bantu evakuasi di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
1.5 Manfaat Penelitian
Penulisan ini berharap dapat mendatangkan manfaat bagi pihak perusahaan
yang terlibat, Institusi pendidikan dan penulis. Adapun manfaat yang
Page 8
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
diperoleh yaitu :
1.5.1 Pihak Perusahaan
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan data berharga guna
mewujudkan sistem manajemen penanggulangan kebakaran dan penelit ian ini
diharapkan dapat memberi informasi pada pekerja sehingga sistem
manajemen penanggulangan kebakaran dapat berjalan tepat guna.
1.5.2 Institusi Pendidikan
Penelitian ini sebagai tambahan referensi tentang manajemen
penanggulangan kebakaran di industri.
1.5.3 Penulis
Untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian
di bidang manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman tentang isi karya tulis ilmiah ini, maka
penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini penulis menguraikan secara singkat latar belakang, permasalahan,
Page 9
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
tujuan, ruang lingkup, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang meliputi : pengertian
kebakaran, klasifikasi kebakaran, penanggulangan kebakaran, manajemen
penaggulangan kebakaran, sarana penaggulangan kebakaran dan sarana
penyelamatan jiwa.
BAB 3 GAMBARAN UMUM
Pada bab ini dikemukakan gambaran umum yang meliputi : sejarah
perusahaan,motto, fungsi dan tujuan perusahaan, lokasi perusahaan,
struktur organisasi, dan proses kerja atau produksi.
BAB 4 KERANGKA KONSEP
Pada bab ini berisikan kerangka teori, kerangka konsep dan definisi
operasional.
BAB 5 METODE PENELITIAN
Dalam bab ini penulis menguraikan jenis, lokasi, populasi dan sampel
penelitian, metode pengumpulan, pengolahan dan analisis data
BAB 6 RENCANA PENYAJIAN DATA
Dalam bab ini berisikan rencana tabel tunggal dalam penyajian data.
BAB 7 JADWAL, ORGANISASI DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA
Dalam bab ini berisiskan jadwal penelitian, organisasi tim penelitian
dan rencana anggaran biaya penelitian.
BAB 8 PENUTUP
BAB 2
Page 10
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Api dan Kebakaran
2.1.1 Teori tentang api
Pengertian nyala api menurut Direktorat pengawasan keselamatan kerja
(2001:16) adalah suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya yaitu
adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang terbakar. Gejala
lainnya yang dapat diamati adalah bila suatu bahan terbakar maka akan
mengalami perubahan baik bentuk fisik maupun sifat kimianya.
Unsur pokok terjadinya api dalam teori klasik segi tiga api (Triangel of
fire) menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api
diperlukan adanya tiga unsur pokok yaitu adanya unsur bahan yang dapat
dibakar (fuel), oksigen (O₂) yang cukup dari udara dan panas yang cukup.
Apabila salah satu unsur dari segitiga tersebut tidak berada pada
keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan terjadi.
Sumber
O₂ Fire Nyala
2.1.2 Pengertian tentang kebakaran
Kebakaran adalah reaksi kimia yang berlangsung cepat serta memancarkan
panas dan sinar. Reaksi kimia yang timbul termasuk jenis reaksi oksidasi.
Menurut Direktorat pengawasan keselamatan kerja Ditjen pembinaan
pengawasan ketenagakerjaan, 2001:8) Kebakaran adalah api yang tidak
dikehendaki, boleh jadi api itu kecil tetapi tidak dikehendaki adalah
termasuk kebakaran
Page 11
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Sedangkan menurut Depertemen Tenaga Kerja dalam bukunya yang berjudul
Training Material K3 bidang penanggulangan kebakaran (1997) menyatakan
bahwa, kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang
berlangsung dengan cepat dari suatu bahan bakar yang disertai dengan
timbulnya api atau penyalaan. Bahan bakar dapat berupa bahan padat, cair
atau uap/gas akan tetapi bahan bakar yang terbentuk uap dan cairan
biasanya lebih mudah menyala.
2.1.3 Penyebab terjadinya kebakaran
Pada umumnya penyebab kebakaran bersumber pada 3 (tiga) faktor yaitu :
A. Faktor manusia
Manusia sebagai salah satu faktor penyebab kebakaran antara lain :
1. Pekerja
a. Tidak mau tahu atau kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan kebakaran.
b. Menempatkan barang atau menyusun barang yang mungkin terbakar tanpa
menghiraukan norma – norma pencegahan kebakaran.
c. Pemakaian tenaga listrik yang berlebihan, melebihi kapasitas yang
telah ditentukan.
d. Kurang memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin.
e. Adanya unsur – unsur kesengajaan.
2. Pengelola
a. Sikap pengelola yang tidak memperhatikan keselamatan kerja.
b. Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pekerja.
c. Sistem dan prosedur kerja tidak diterapkan dengan baik, terutama
kegiatan dalam bidang kegiatan penentuan bahaya, penerangan bahaya dan
Page 12
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
lain – lain.
d. Tidak adanya standar atau kode yamg dapat diandalkan atau
penerapannya tidak tegas, terutama yang menyangkut bagian kritis peralatan.
e. Sistem penanggulangan bahaya kebakaran yang tidak diawasi secara baik.
B. Faktor teknis sebagai penyebab kebakaran dan peledakan
1. Proses fisik/mekanis
Yaitu dimana 2 (dua) faktor penting yang menjadi peranan dalam proses
ini ialah timbulnya panas akibat kenaikan suhu atau timbulnya bunga api
akibat pengetesan benda – benda maupun adanya api terbuka, misalnya
pekerjaan perbaikan dengan menggunakan mesin las.
2. Proses kimia
Yaitu dapat terjadi kebakaran pada waktu pengangkutan bahan – bahan
kimia berbahaya, penyimpanan dan penanganan (handling) tanpa
memperhatikan petunjuk – petunjuk yang ada.
3. Tegangan listrik
Banyak titik kelemahan pada instalasi listrik yang dapat mendorong
terjadinya kebakaran yaitu karena hubungan pendek yang menimbulkan panas
dan bunga api yang dapat menyalakan dan membakar komponen lain.
C. Faktor Alam
Salah satu faktor penyebab adanya kebakaran dan peledakan akibat faktor
alam adalah : Petir dan gunung meletus yang dapat menyebabkan kebakaran
hutan yang luas dan juga perumahan – perumahan yang dilalui oleh lahar
panas dan lain – lain.
Penyebab terjadinya kebakaran kebakaran di industri
Jika diatas disebutkan beberapa penyebab kebakaran di industri, dapat
Page 13
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
terjadi kerena beberapa hal :
1. Nyala api atau sumber api
Sumber api bebas, percikan api, maupun putung rokok yang dapat
menyebabkan kebakaran jika terjadi kontak dengan bahan – bahan yang
mudah terbakar.
2. Gangguan aliran listrik
ILO (1992) menyatakan bahwa gangguan listrik merupakan penyebab utama
kebakaran dalam industri.
3. Ledakan cairan atau uap yang bertemperatur dan bertekanan tinggi.
4. Ledakan atau kebocoran unsur kimia.
Secara lebih lengkap, sebuah analisis terhadap 25.000 kebakaran yang
dilaporkan ke badan bantuan teknik pabrik (Factory Manual Engineering
Coorporation) diketahui beberapa penyebab umum pada kebakaran di
NO PENYEBAB PROSENTASE (%)
1 Gangguan listrik 23
2 Merokok 18
3 Gesekan oleh mesin yang menimbulkan panas yang terlalu tinggi 10
4 Bahan yang terlalu panas 8
5 Permukaan panas 7
6 Nyala pembakar/ brander 7
7 Letikan api 5
8 Perapian spontan 4
9 Pengelasan atau pemotongan 4
10 Letikan mekanis 2
11 Lelehan bahan 2
Page 14
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
12 Reaksi kimia 1
13 Petir 1
14 Sebab lain 1
Sumber : (Dalam Skripsi Muhammad Asep Ramdan, 2000)
2.1.4 Klasifikasi kebakaran
Klasifikasi kebakaran ialah penggolongan atau pembagian kebakaran
berdasarkan jenis bahayanya, dengan adanya klasifikasi tersebut akan
lebih mudah, cepat dan lebih tepat dalam pemilihan media pemadam yang
digunakan untuk memadamkan kebakaran. Dengan mengacu pada standar
(Depnaker, Traning Material K3 bidang penanggulangan kebakaran :1997:14).
Menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2004:24) terdapt dua
versi standar klasifikasi jenis kebakaran yang sedikit agak berbeda.
Klasifikasi jenis kebakaran menurut standar inggris yaitu LPC (Loss
Prevention Committee) menetapkan klasifikasi kebakaran dibagi dalam dua
klas A, B, C, D, E sedangkan Standar Amerika yaitu NFPA (National Fire
Prevention Assosiation), menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi klas
A, B, C, D pengklasifikasian menurut jenis material yang terbakar
STANDAR AMERIKA (NFPA) STANDAR INGGRIS (LPC)
KELAS JENIS KEBAKARAN KELAS JENIS KEBAKARAN
A Bahan padat kecuali logam, seperti kayu, arang, kertas, tekstil,
plastik dan sejenisnya
B Bahan cair dan gas, seperti bensin, solar, minyak tanah, aspal, gemuk
alkohol gas alam, gas LPG dan sejenisnya
Page 15
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
C Peralatan listrik yang bertegangan,bahan gas, seperti gas alam, gas LPG
D Bahan logam, seperti Magnesium, aluminium, kalsiun dan lain – lain
E Peralatan listrik yang bertegangan
Sumber : Departemen tenaga kerja dan transmigrasi RI, 2001
Sedangkan Indonesia menganut klasifikasi yang ditetapkan dalam Peraturan
menteri tenaga kerja dan Transmigrasi No.Per.04/MEN/1980 yang
pembagiannya adalah sebagai berikut :
a. Kelas A : Bahan padat selain logam yang kebanyakan tidak dapat
terbakar dengan sendirinya, kebakaran kelas A ini akibat panas yang
datang dari luar, molekul – molekul benda padat terurai dan membentuk
gas dan gas lainlah yang terbakar, hal kebakaran ini menimbulkan panas
dan selanjutnya mengurai lebih banyak molekul –molekul dan menimbulkan
gas akan terbakar.
Sifat utama dari kebakaran benda padat adalah bahan bakarnya tidak
mengalir dan sanggup menyimpan panas yang banyak sekali dalam bentuk bara.
b. Kelas B : Seperti bahan cairan dan gas tak dapat terbakar dengan
sendirinya diatas cairan pada umunya terdapat gas, dan gas ini yang
dapat terbakar. Pada bahan bakar cair ini suatu bunga api kecil sanggup
mencetuskan api yang akan meninbulkan kebakaran. Sifat cairan ini adalah
mudah mengalir dan menyalakan api ketempat lain.
c. Kelas C : Kebanyakkan pada peralatan listrik yang bertegangan, yang
mana sebenarnya kelas C ini tidak lain kebakaran kelas A dan kelas B
Page 16
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
atau kombinasi dimana ada aliran listrik.
Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media pemadam yaitu tidak
menghantar listrik untuk melindungi orang yang memadamkan kebakaran dari
aliran listrik.
d. Kelas D : Kebakaran logam seperti magnesium, titanium, uranium,
sodium. Lithium, dan potassium. Pada kebakaran jenis ini perlu dengan
alat atau media khusus untuk memadamkannya.
2.1.5 Aspek bahaya dan akibat dari kebakaran
Peristiwa kebakaran adalah kejadian yang sangat merugikan bagi manusia
secara individual, kelompok sosial, maupun negara. Secara keseluruhan
kerugian dapat berupa korban manusia, kerugian harta benda ekonomi
maupun dampak sosial. (Depertemen Tenaga Kerja, 1997).
Peristiwa kebakaran yang terjadi dapat menimbulkan beberapa bahaya,
antara lain :
1. Bahaya radiasi panas
Pada saat terjadi kebakaran, panas yang ditimbulkannya merambat dengan
cara radiasi, sehingga benda – benda sekelilingnya menjadi panas,
akibatnya benda tersebut akan menyala jika titik nyalanya terlampaui.
Untuk menghindari hal tersebut, upaya pendinginan harus dilakukan saat
proses pemadaman.
2. Bahaya ledakan
Page 17
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Bahaya ledakan dapat terjadi saat kebakaran, diantara bahan yang
terbakar dan mudah meledak, misalnya terdapat tabung gas bertekanan.
Pada saat pemadaman, harus diupayakan agar selalu waspada akan bahaya
ledakan yang mungkin terjadi.
3. Bahaya asap
Suatu peritiwa kebakaran akan selalu menimbulkan asap yang ketebalannya
tergantung dari jenis bahan yang terbakar dan temperatur kebakaran tersebut.
Adapun bahaya akibat asap antara lain :
a. Pada suatu ruangan tertutup, ketebalan asap akan mengganggu pandangan
yang berakibat kehilangan arah saat penyelamatan diri dan tertutupnya
tanda arah keluar sehingga orang tersebut terjebak dalam kebakaran.
b. Keberadaan asap akan mengurangi konsentrasi, oksigen diudara,
sehingga akan mengganggu pernapasan.
4. Bahaya gas
Adanya gas berbahaya dan beracun sebagai produk pembakaran, bahan kimia,
atau bahan lainnya harus diwaspadai. Gas tersebut dapat menyebabkan
iritasi, sesak napas, bahkan menimbulkan racun yang mematikan
sebagaimana dinyatakan oleh Colling (1990) bahwa “Gas beracun yang
biasanya dihasilkan oleh proses kebakaran yaitu HCN, NO₂, NH₃, HCl, dan
lain – lain. Gas beracun tersebut dapat meracuni paru – paru dan
menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan mata. Sedangkan gas lain
yang beracun, seperti CO₂ dan H₂S dapat mengurangi kadar oksigen
diudara. Pada keadaan normal, kadar oksigen diudara sekitar 21 %, kadar
oksigen diudara akan berkurang pada saat terjadi kebakaran karena
oksigen diudara kurang dari 16 %, orang akan lemas dan tidak dapat
mengenali bahaya yang ada disekitarnya. Sedangkan pada kadar 12 % orang
Page 18
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
tidak akan bertahan hidup.
(Dalam Skripsi Muhammad Asep Ramdan, 2000)
2.2 Penanggulangan Kebakaran
Penanggulangan kebakaran adalah segala daya upaya untuk mencegah dan
memberantas kebakaran (Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3
Bidang Penanggulangan Kebakaran : 1997 : 4).
2.1.1 Pencegahan Kebakaran
Pencegahan kebakaran adalah usaha – usaha untuk memutuskan rangkaian
unsur penyebab timbulnya api yang tidak dikehendaki yang dilakukan
secara terencana sejak pra kondisi dan terus menerus (Departemen Tenaga
Kerja, Training Meterial K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran : 1997 : 4).
2.2.2 Rencana Tindakan Darurat Kebakaran
Rencana tindakan darurat kebakaran adalah menetapkan metode tindakan
keselamatan yang sistematis dan perintah evakuasi bila terjadi
kebakaran. (Dinas Kebakaran DKI Jakarta, Penanggulangan Bahaya Kebakaran
pada bangunan : 2002 :16).
Rencana tindak darurat kebakaran antara lain :
1. Pembentukan tim pemadam kebakaran.
2. Pembentukan tim evakuasi.
3. Pembentukan tim P3K.
Page 19
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
4. Penentuan satuan pengamanan.
5. Penentuan tempat berhimpun.
6. Penyelamatan orang yang perlu dibantu (orang tua, orang sakit, orang
cacat dan anak – anak).
Rencana tindak darurat ini berlaku pada saat kondisi darurat kebakaran.
2.2.3 Pemadaman Kebakaran
Menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI (2000:10),
mengatakan bahwa memadamkan kebakaran adalah suatu teknik menghentikan
reaksi pembakaran atau nyala api.
2.2.3.1 Teknik Pemadaman Kebakaran
Memadamkan kebakaran dapat dilakukan dengan prinsip menghilangkan salah
satu atau beberapa unsur dalam proses nyala api (Departemen Tenaga
Kerja, Training Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran : 1997 :
17), beberapa cara memadamkan api yaitu :
A. Pendinginan (cooling)
B. Penyalimutan (smothering)
C. Memutuskan reaksi api
D. Melemahkan (dilution)
Sedangkan menurut Departemen Tenaga Kerja dalam bukunya Training
Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran (1997:17), mengemukakan
teori pemadaman api dengan beberapa cara sebagai berikut :
A. Salah satu cara yang umum untuk memadamkan kebakaran adalah dengan
Page 20
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
cara pendinginan/menurunkan temperatur bahan bakar sampai tidak dapat
menimbulkan uap atau gas untuk pembakaran. Salah satu bahan yang efektif
terbaik menyerap panas adalah Air. Pendinginan permukaan biasanya tidak
efektif pada produk gas dan cairan yang mudah terbakar dan memiliki
flash point dibawah suhu air yang dipakai untuk pemadaman. Oleh karena
itu media air tidak dianjurkan untuk memadamkan kebakaran dari bahan
cairan mudah terbakar dengan flash point di bawah 100⁰F atau 37⁰C.
Semprotan air dapat mendinginkan kebakaran jika :
1. Kecepatan pemindahan panas sebanding dengan luas permukaan cairan
yang terpapar oleh api.
2. Kecepatan pemindahan panas tergantung pada perbedaan suhu antara air
dengan udara sekitarnya atau benda terbakar.
3. Kecepatan pemindahan panas yang juga tergantung pada kandungan uap
dalam udara, khususnya dalam penjalaran api.
4. Kapasitas penyebaran panas dari air tergantung pada jarak yang
ditempuh oleh air dan kecepatannya dalam daerah pembakaran.
B. Pendinginan dengan menggunakan oksigen (smothering)
Dengan membatasi/mengurangi oksigen dalam proses pembakaran api akan
dapat padam. Pemadaman kebakaran dengan cara ini dapat lebih cepat
apabila uap yang terbentuk dapat terkumpul di dalam daerah yang
terbakar, dan proses penyerapan panas oleh uap akan berakhir apabila uap
tersebut mulai mengembun, dimana dalam proses pengembunan ini akan
dilepasnya sejumlah panas.
C. Pengembalian atau pemindahan bahan bakar
Pemindahan bahan bakar unutk memadamkan api lebih efektif akan tetapi
tidak selalu dapat dilakukan untuk prakteknya mungkin sulit, sebagai
Page 21
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
contoh pemindahan bahan bakar yaitu dengan memompa minyak ketempat lain
dan memindahkan bahan – bahan yang mudah terbakar.
Cara lain adalah dengan menyiramkan bahan bakar yang terbakar tersebut
dengan air atau dengan membuat busa yang dapat menghentikan/memisahkan
minyak dengan daerah pembakaran.
D. Pemutusan rantai reaksi api
Cara ini menggunakan bahan kimia yang bernama Halon, bereaksi untuk
memisahkan jenis kimia aktif pada reaksi nyala api (prosesnya diketahui
chain breaking).
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi berhasil tidaknya usaha pemadaman :
1. Pengaruh angin
Kekuatan angin dan arah hembusannya dapat dipakai sebagai pedoman dalam
menentukan arah menjalarnya api. Dan usaha pemadaman tidak dibenarkan
melawan arah angin. Hal ini dapat berbahaya, pertama karena akan
terhalang oleh asap, dan yang kedua dapat menjadi korban jilitan api.
Oleh karena itu pemadaman harus dilakukan searah dengan angin, atau dari
samping sebelah kanan kirinya.
2. Warna asap
Benda – benda yang terbakar kadang – kadang tidak dapat dikenali karena
terhalang oleh asap tebal yang ditimbulkan. Namun dengan melihat warna
asapnya, dapat diperkirakan jenis benda yang terbakar. Misalnya :
a. Warna asap hitam dan tebal, maka kemungkinan bendanya Aspal, karet,
plastik, minyak, atau benda – benda lain yang mengandung minyak.
b. Bila warna asap coklat kekuning – kuningan, kemungkinan benda yang
terbakar adalah Film, bahan film, dan benda – benda lain yang mengandung
Page 22
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
asam sulfat.
c. Sedangkan bila warna asapnya putih kebiru – biruan, biasanya berasal
dari benda – benda yang mengandung phosphor.
Di samping warna asap, bau dari asap juga dapat dipakai sebagai pedoman
untuk mengenal benda yang terbakar. Setelah itu baru dapat ditentukan
sistem dan alat – alat pemadamnya yang tepat serta tindakan – tindakan
lain yang mungkin diperlukan.
3. Lokasi kebakaran
Usaha pemadaman harus memperhatikan lokasinya, apakah kebakaran yang
terjadi terletak di rumah yang saling berdekatan atau dipusat pertokoan.
Untuk tidak meluasnya kebakaran harus diusahakan untuk memadamkan sumber
apinya terlebih dahulu agar tidak menjalar, dan diusahan agar kerugian
harta benda dapat ditekan sekecil mungkin.
4. Bahaya lain yang mungkin terjadi
Setiap usaha pemadaman kebakaran harus tetap memperhatikan faktor –
faktor keselamatan. Baik keselamatan petugas pemadam maupun keselamatan
korban. Terutama anak – anak, wanita, atau lansia. Bila terdapat korban
yang terkurung bahaya api harus segera ditolong misalnya dengan cara
merusak dinding ruangan, merusak langit – langit, dan sebagainya. Oleh
karena itu peralatan berupa kampak, linggis, perlu disiapkan sebelumnya.
Dan harus memperhitungkan juga bahaya – bahaya lain yang dapat
menimbulkan jatuh korban.
2.2.3.2 Jenis Media Pemadaman Kebakaran
Page 23
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Menurut Depnaker dalam bukunya Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran, adalah Dalam mengenal berbagai jenis media
pemadam kebakaran dimaksudkan agar dapat menentukan jenis media yang
tepat, sehingga dapat memadamkan kebakaran secara efektif, efisien, dan
aman. Dari bentuk fisiknya media pemadam kebakaran ada 5 jenis yaitu :
1. Air
2. Busa
3. Serbuk kimia kering
4. Kabon dioksida (CO₂)
5. Halon
Dalam media pemadaman kebakaran mempunyai beberapa jenis atau
karakteristik dalam memadamkan api, dan juga mempunyai keunggulan untuk
klas tertentu dan mungkin dapat berbahaya untuk beberapa jenis kebakaran.
1. Air
Air digunakan sebagai media pemadam kebakaran yang cocok atau tepat
untuk memadamkan kebakaran bahan padat (klas A) karena dapat menembus
sampai bagian dalam.
Bahan pada yang cocok dipadamkan dengan menggunakan air adalah seperti :
• Kayu
• Arang
• Kertas
• Tekstil
• Plastik dan sejenisnya.
2. Busa
Page 24
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Jenis media pamadam kebakaran, busa adalah salah satu media yang dapat
digunakan untuk memadamkan api. Ada 2 (dua) macam busa yang berfungsi
untuk memadamkan kebakaran yaitu busa kimia dan busa mekanik.
Busa kimia dibuat dari gelembung yang mengandung zat arang dan carbon
dioksida, sedangkan busa mekanik dibuat dari campuaran zat arang dengan
udara. Busa dapat memadamkan kebakaran melalui kombinasi tiga aksi
pemadaman yaitu :
- Menutupi yaitu membuat selimut busa diatas bahan yang terbakar,
sehingga kontak dengan oksigen (udara) terputus.
- Melemahkan yaitu mencegah penguapan cairan yang mudah terbakar.
- Mendinginkan yaitu menyerap kalori cairan yang mudah terbakar sehingga
suhunya menurun.
3. Serbuk kimia kering
Daya pemadam dari serbuk kimia kering ini bergantung pada jumlah serbuk
yang dapat menutupi permukaan yang terbakar. Makin halus butir – butir
serbuk kimia kering makin luas permukaan yang dapat ditutupi.
Adapun butiran bahan kimia kering yang sering digunakan adalah Ammonium
hydro phospat yang cocok digunakan untuk memadamkan kebakaran klas A, B
dan C. Cara kerja serbuk kimia kering ini adalah secara fisik dan kimia.
4. Carbon dioksida (CO₂)
Media pemadam api CO₂ didalam tabung harus dalam keadaan fase cair
bertekanan tinggi. Prinsip kerja gas CO₂ dalam memadamkan api ialah
reaksi dengan oxygen (O₂) sehingga konsentarsi didalam udara berkurang,
sehingga api akan padam hal ini disebut pemadaman dengan cara menutup.
Namun CO₂ juga mempunyai kelemahan ialah bahwa media pemadam tersebut
tidak dapat dicegah terjadinya kebakaran kembali setelah api padam
Page 25
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
(reignitasi). Hal ini disebabkan CO₂ tersebut tidak dapat mengikat
oxygen (O₂) secara terus menerus tetapi hanya mengikat O₂ sebanding
dengan jumlah CO₂ yang tersedia sedang supply oxygen disekitar tempat
kebakaran terus berlangsung.
5. Halon
Pada saat terjadi kebakaran apabila digunakan halon untuk memadamkan api
maka seluruh penghuni harus meninggalkan ruangan kecuali bagi yang sudah
mengetahui betul cara penggunaannya. Jika gas halon terkena panas api
kebakaran pada suhu sekitar 485⁰C maka akan mengalami penguraian, dan
zat – zat yang dihasilkan akan mengikat unsur hydrogen dan oxygen. Jika
penguraian tersebut terjadi dapat menghasilkan beberapa unsur baru dan
zat baru tersebut beracun dan cukup membahayakan terhadap manusia.
2.3 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) merupakan bagian dari
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, prosedur, proses dan sumber daya manusia yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Tujuan penerapan manajemen K3 adalah untuk menciptakan suatu sistem K3
di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi
dan lingkungan kerja yang berintegrasi dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta menciptakan tempat
kerja terhadap kebakaran, peledakan dan kerusakan yang pada akhirnya
Page 26
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
akan melindungi investasi yang ada.
2.4 Manajemen Penanggulangan Kebakaran
Manajemen Penanggulangan Bahaya Kebakaran adalah suatu sistem penataan
dini dalam rangka mencegah dan mengendalikan bahaya kebakaran sehingga
kerugian berupa meterial dan jiwa manusia dapat dicegah atau
diminimalkan, yang diwujudkan baik berupa kebijakan dan prosedur yang
dikeluarkan perusahaan, seperti inspeksi peralatan, pemberian pendidikan
dan pelatihan bagi penghuni/pekerja, penyusunan rencana tindakan darurat
kebakaran, maupun penyediaan sarana pemadam kebakaran. (Dalam Skripsi
Muhammad Asep Ramdan, 2000)
2.4.1 Program Penanggulangan Kebakaran
Program penanggulangan kebakaran adalah segala upaya yang dilakukan
untuk mencegah atau memberantas kebakaran. (Depertemen Tenaga Kerja,
Training Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran, 1997). Tindakan
untuk menanggulangi kebakaran antara lain :
a. Mengendalikan setiap perwujudan energi panas, seperti listrik, rokok,
gesekan mekanik, api terbuka, sambaran petir, reaksi kimia dan lain-lain.
b. Mengendalikan keamanan setiap penanganan dan penyimpanan bahan yang
mudah terbakar.
c. Mengatur kompartemenisasi ruangan untuk mengendalikan
penyebaran/penjalaran api, panas, asap dan gas.
d. Mengatur lay out proses, letak jarak antar bangunan, pembagian zone
Page 27
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
menurut jenis dan tingkat bahaya.
e. Menerapakan sistim deteksi dini dan alarm.
f. Menyediakan sarana pemadam kebakaran yang handal.
g. Menyediakan sarana evakuasi yang aman.
h. Membentuk regu atau petugas penanggulangan kebakaran.
i. Melaksanakan latihan penanggulangan kebakaran.
j. Mengadakan inspeksi, pengujian, Perawatan terhadap sistem proteksi
kebakaran secara teratur.
2.4.2 Pembentukkan petugas penanggulangan kebakaran
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 186 tahun 1999 tentang
unit penanggulangan kebakaran ditempat kerja dalam pasal 5 meyebutkan
bahwa unit penanggulangan kebakaran terdiri dari : Petugas peran
kebakaran, regu penanggulangan kebakaran, koordinator unit
penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran
sebagai penanggung jawab teknis.
2.4.3 Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Kebakaran
Tujuan dari latihan evakuasi untuk menetapkan suatu prosedur untuk
bertindak bila terjadi kebakaran dan untuk mengembangkan kebiasaan para
karyawan terhadap situasi api pada masa yang akan datang.
Adapun frekuensi latihan dan pendidikan evakuasi untuk setiap perusahaan
akan selalu tergantung kepada berat ringan bahaya kebakaran dari masing
– masing perusahaan.
Page 28
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Pada umumnya latihan dilakukan sebagai berikut :
a. Bahaya kebakaran ringan : 1 – 2 kali / tahun
b. Bahaya kebakaran sedang : 3 – 4 kali / tahun
c. Bahaya kebakaran berat : 6 – 8 kali / tahun
Untuk melaksanakan latihan dengan baik dan efektif instruksi yang
diberikan kepada para peserta latihan harus memenuhi syarat :
a. Benar, jelas dan singkat
b. Bahasa sederhana dan dapat dilaksanakan
c. Tidak menimbulkan keragu – raguan
2.4.4 Inspeksi sarana penanggulangan kebakaran
Untuk mengetahui kelayakan sarana penanggualangan kebakaran yang ada,
baik peralatan pendeteksi, pemadam, evakuasi dan sarana penunjang
kebakaran lainnya, maka perlu diadakan pemeriksaan secara berkala.
Kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan ini merupakan unsur penting guna
menjamin segi keandalan peralatan proteksi bila terjadi kebakaran.
Pemeriksaan yang disertai pengetesan, pemeliharaan dan pemeriksaan
terhadap :
a. Sistem deteksi dan alarm kebakaran
b. Sistem sprinkler otomatis
c. Sistem hydrant
d. Sitem pemadaman api
e. Dan lain – lain
2.4.5 Perencanaan Keadaan Darurat kebakaran
Page 29
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Keadaan darurat kebakaran adalah situasi dalam kejadian kebakaran pada
suatu bangunan yang terbakar, semua orang yang merasa terancam dalam
bahaya dan ingin menyelamatkan diri masing – masing. Dalam mengatasi
situasi tersebut harus melakukan latihan yang berulang – ulang dan
mengikuti skenario yang baku. (Dalam Skripsi Sangnur Septa, 2007).
Sistem tanggap darurat penanggulangan kebakaran tertuang dalam buku
panduan yang berisikan siapa dan berbuat apa. Penyusunan rencana
tindakan keadaan darurat harus dikerjakan oleh tim yang melibatkan semua
unsur manajemen.
Tahap perencanaan darurat keadaan darurat, adalah sebagai berikut :
1) Identifikasi bahaya dan penafsiran risiko
2) Penakaran sumber daya yang dimiliki
3) Tinjauan ulang rencana yang telah ada
4) Tentukan tujuan dan lingkup
5) Pilih tipe perencanaan yang akan dibuat
6) Tentukan tugas – tugas dan tanggung jawab
7) Tentukan konsep operasi
8) Tulis dan perbaiki
2.4.6 Sarana penanggulangan kebakaran
Sarana penanggulangan kebakaran yaitu berupa alat atau sarana yang
dipersiapkan untuk mendeteksi, mengendalikan dan memadamkan kebakaran.
Seperti : sistem deteksi dan alarm, APAR, hydrant, sprinkler, sarana
emergency dan evakuasi.
Page 30
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
2.4.6.1 Sistem deteksi dan alarm kebakaran
Dalam strategi menghadapi bahaya kebakaran yang pertama adalah perlu
adanya sistem pendeteksian dini, sistem tanda bahaya serta sistem
komunikasi darurat. Agar api bisa lebih mudah dikendalikan atau dipadamkan.
A. Deteksi kebakaran
Deteksi adalah alat yang berfungsi mendeteksi secara dini adanya suatu
kebakaran awal yang terdiri dari :
1. Detektor Asap (Smoke Detector)
2. Detektor Panas (Heat Detector)
3. Detektor Nyala Api (Flame Detector)
4. Detektor Gas (Gas Detector)
1. Detektor Asap (Smoke Detector) adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan terjadinya akumulasi asap dalam jumlah tertentu. Ada dua
tipe detektor asap :
a. Detektor Asap optik, digunakan untuk mendeteksi pada kebakaran yang
menghasilkan asap tebal seperti pada kebakaran PVC.
b. Detektor Asap ionisasi, digunakan untuk mendeteksi asap kebakaran
yang terdiri dari partikel kecil yang biasa terjadi pada kebakaran yang
sempurna.
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran :1997. Penempatan dan pemasangan detektor asap
harus memenuhi syarat – syarat berikut :
- Penempatan detektor asap harus sesuai dengan fungsi ruangan.
Page 31
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
- Detektor asap tidak boleh dipasang pada jarak kurang dari 10 cm dari
dinding dan tidak boleh lebih dari 30 cm dari langit – langit.
- Detektor asap sebisa mungkin dipasang dekat dengan bahan yang akan
diproteksi.
- Detektor asap tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 m dari
lubang AC.
- Dalam hal adanya lubang udara masuk AC, maka detektor asap harus
dipasang pada daerah dekat lubang udara balik pada jarak kurang dari 1,5 m.
- Detektor asap tidak boleh dipasang pada ruangan yang mempunyai
temperatur ruang lebih dari dari 38⁰C atau dibawah 0⁰C, kecuali untuk
detektor asap yang mempunyai spesifikasi temperatur kerja khusus.
- Jarak detektor asap yang terjauh dari dinding pemisah adalah 6 m dalam
ruang efektif dan 12 m dalam rauang sirkulasi.
- Pada setiap luas lantai 92 m² dengan tinggi langit – langit 3 m, harus
dipasang sebuah alat detektor.
- Jarak antar detektor asap maksimum 12 m didalam ruang efektif dan 18 m
didalam ruang sirkulasi.
- Setiap kelompok atau zona detektor harus dibatasi maksimum 20 buah
detektor asap yang dapat melindungi ruangan 1000 m² luas lantai.
Pemasangan detektor asap harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Berkas sinar yang membentuk bagian suatu sistem dari detektor asap
jenis optik harus dilindungi terhadap kemungkinan timbulnya alarm palsu.
2) Elemen peka cahaya detektor jenis optik harus ditempatkan sedemikian
rupa atau diberi perisai sehingga bila ada sinar dari manapun
berpengaruh terhadap bekerjanya detektor.
2. Detektor Panas (Heat Detector) adalah detektor yang bekerjanya
Page 32
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
berdasarkan pengaruh panas (temperatur) tertentu. Ada tiga tipe detektor
panas yaitu :
a. Detektor bertemperatur tetap yang bekerja pada suatu batas panas
tertentu (Fixed temperature)
b. Detektor yang bekerja berdasarkan kecepatan naiknya tempetatur (Rate
of rise).
c. Detektor kombinasi yang bekerja berdasarakan kenaikan temperatur dan
batas temperatur maksimum ditetapkan.
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran : 1997. Penempatan dan pemasangan detektor
panas harus memenuhi syarat – syarat berikut :
- Detektor panas harus dipilih sesuai dengan temperatur kerjanya, dapat
KLASIFIKASI TEMPERATUR DAERAH TEMPERATUR KERJA (⁰C)
TEMPERATUR LANGIT – LANGIT WARNA
Rendah 38 – 57 Dibawah 0 Tak berwarna
Biasa 58 – 78 38 Putih
Sedang 79 – 120 65 Biru
Tinggi 121 – 162 197 Merah
Sumber : Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran, 1997.
- Penempatan detektor panas harus sesuai dengan fungsi ruangan.
- Pada atap atau langit – langit yang datar, penempatan detektor tidak
boleh kurang dari 30 cm dari dinding dan tidak boleh lebih dari 30 cm
dari langit – langit.
Page 33
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
- Jarak antara detektor harus sesuai dengan tinggi langit – langit.
- Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 m dari
lubang – lubang udara masuk (difluser) AC.
- Dalam hal adanya saluran udara AC , detektor panas harus dipasang pada
daerah lubang udara balik (Return air grill) pada jarak kurang dari 1,5 m.
- Pada satu kelompok detektor, tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah
detektor panas.
- Untuk setiap ruangan dengan luas 46 m² dan tinggi langit- langit 3 m
harus dipasang satu alat detektor panas.
- Jarak antara detektor panas tidak boleh lebih dari 7 m untuk jarak
ruangan efektif dan tidak boleh lebih dari 10 m untuk ruang sirkulasi.
- Jarak detektor panas dengan dinding pembatas paling jauh 3 m pada
ruangan efektif dan 6 m pada ruang sirkulasi serta paling dekat 30 cm
dari dinding pembatas.
- Dipuncak lekukan langit – langit, pada ruangan tersembunyi harus
dipasang sebuah detektor panas untuk setiap jarak memasang 9 m.
3. Detektor nyala api (Flame Detector) adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan radiasi nyala api. Ada dua tipe detektor nyala api yaitu :
a. Detektor nyala api ultra violet
b. Detektor nyala api infra merah
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran, 1997. Penempatan dan pemasangan detektor nyala
api harus memenuhi syarat, yaitu :
- Penempatan detektor harus sesuai dengan fungsi ruangan.
Page 34
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
- Setiap kelompok atau setiap zona detektor harus dibatasi maksimum 20
buah detektor nyala api yang dapat melindungi ruangan dengan luas
maksimum 1000 m².
- Pada pemasangan detektor diluar ruangan (udara terbuka) maka
spesifikasi detektor nyala api harus sesuai dengan maksud diatas dan
terbuat dari bahan tahan karat, tahan pengaruh angin, lembab, cuaca dan
getaran.
- Pada pemasangan detektor nyala api untuk daerah yang sering mengalami
gangguan sembaran petir, detektor tersebut harus dilindungi supaya tidak
terjadi kemungkinan timbulnya alarm palsu.
- Detektor harus direncanakan dan dipasang cukup menjamin dapat
mendeteksi daerah kebakaran spesifik yang akan diproteksi.
- Detektor tidak boleh dipasang terhalang oleh sesuatu pada daerah yang
akan diproteksi.
- Detektor harus dilindungi terhadap gangguan sinar yang tidak di
kendaki (yang mungkin menyebabkan alarm palsu).
4. Detektor Gas (Gas Detector) adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan kenaikan konsentarsi gas yang timbul akibat kebakaran
ataupun gas lain yang mudah terbakar.
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran, 1997. Penempatan dan pemasangan detektor gas
harus memenuhi syarat – syarat berikut :
- Detektor gas harus biasa mendeteksi satu atau lebih gas yang
dihasilkan oleh suatu kebakaran.
- Detektor gas harus mampu juga mendeteksi gas yang mudah terbakar.
Page 35
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
- Penempatan detektor harus sesuai dengan fungsi ruangan.
- Penempatan dan jarak pemasangan detektor gas harus disesuaikan dengan
bentuk dan permukaan langit – langit, tinggi langit – langit, dipasang
sesuai dengan kemungkinan adanya sumber bahaya, sistem ventilasi.
- Penempatan pada atap yang datar detektor gas tidak boleh dipasang
kurang dari 10 cm terhadap dinding dan jarak dari langit – langit tidak
boleh lebih dari 50 cm.
- Pada setiap luas 92 m² dengan tinggi langit – langit 3 m² harus
dipasang sekurang – kurangnya 1 buah detektor gas.
- Jarak antara detektor gas maksimum 12 m.
- Jumlah detektor untuk setiap zona harus dibatasi maksimum 20 buah alat
detektor gas.
- Dalam hal adanya saluran udara AC, maka detektor gas harus dipasang
pada dekat lubang udara balik kurang dari 1,5 m.
- Detektor gas tidak boleh dipasang pada ruangan yang mempunyai
temperatur lebih dari 38⁰C atau dibawah 0⁰C, kecuali untuk detektor gas
yang mempunyai spesifikasi temperatur yang sesuai.
- Untuk gas yang lebih berat dari udara, jarak maksimum secara mendatar
adalah 4 m dari kemungkinan timbulnya kebocoran gas, dan tinggi maksimum
dari lantai adalah 30 cm.
PEMILIHAN JENIS DETEKTOR SESUAI FUNGSI RUANGAN
Page 36
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
BT-1 KNT KOMBINASI
ASAP
NYALA API
GAS
(FIXED TEMPERATURE) ROR KOMBINASI FIXED TEMP & ROR
- Dapur - Ruang Penjamuan
- Garasi mobil
- Ruang sidang
- Kamar tidur
- Ruang Generator & transformator
- Laboratorium kimia
- Studio televisi - Ruang peralatan kontrol bangunan
- Ruang resepsi
- Ruang tamu
- Ruang mesin
- Ruang lift
- Ruang pompa
- Ruang AC
- Tangga
- Koridor
- Lobby
- Aula
- Shaft
- Perpustakaan
- R. PABX
Page 37
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
- Gudang - Gudang material yang mudah terbakar
- Ruang kontrol instalasi peralatan vital gas yang ada - Ruang
transformator / diesel
- Ruang yang berisi bahan yang mudah menimbulkan gas yang mudah terbakar
Sumber : Departemen Tenaga Kerja, 1997
Keterangan :
1. BT : Detektor bertemperatur tetap.
2. KNT : Detektor berdasarkan kecepatan naiknya temperatur
3. ROR :D etektor kombinasi berdasarkan kenaikan temperatur dan batas
maksimum yang ditetapkan (rate of rise detector).
B. Alarm Kebakaran
Alarm kabakaran adalah komponen dari sistem yang memberikan isyarat atau
tanda adanya suatu kebakaran yang dapat berupa :
a. Alarm kebakaran yang memberikan tanda / isyarat berupa bunyi khusus
(Audible Alarm).
b. Alarm kebakaran yang memberikan tanda / isyarat yang tertangkap oleh
pandangan mata secara jelas (Visible Alarm).
2.4.6.2 Alat pemadam kebakaran
A. Alat Pemadam Kabakaran Api Ringan ( APAR)
APAR adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk
memadamkan api pada mula terjadi kebakaran.
Tipe konstruksi APAR adalah :
Page 38
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
1) Tipe tabung gas (Gas Container Type), ialah :
Suatu pemadaman yang bahan pemadamnya didorong keluar oleh gas
bertekanan yang dilepas dari tabung gas.
2) Tipe tabung bertekanan tetap (Stored Preasure Type), ialah :
Suatu pemadamanya didorong keluar oleh gas kering tanpa bahan kimia
aktif atau udara kering yang disimpan bersama dengan tepung pemadamnya
dalam keadaan bertekanan.
Syarat penempatan APAR yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut :
• Ditempatkan ditempat yang mudah terlihat, dijangkau dan mudah diambil
(tidak diikat, dikunci atau digembok).
• Setiap jarak 15 m dengan tinggi pemasangan maksimum 125cm.
• Memperhatikan jenis media dan ukurannya harus sesuai dengan
klasifikasi beban api.
• Dilakukan pemeriksaan secara berkala.
B. Hydrant
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam bukunya yang berjudul Training
Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran (1996) Hydrant adalah suatu
sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadaman air
bertekanan yang dialirkan melalui pipa – pipa dan selang kebakaran.
Sistem ini terdiri dari system persediaan air, pompa, perpipaan, kopling
outlet dan inlet serta slang dan nozzle.
Persyaratan umum penempatan Hydrant adalah sebagai berikut :
1. Letak kotak dan pilar hydrant mudah dilihat, mudah dicapai, tidak
terhalang dan harus bercat merah dengan tulisan “Hydrant” berwarna putih.
2. Kotak hydrant mudah dibuka.
Page 39
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
3. Panjang maksimal slang 30 cm dan dalam keadaan baik yaitu tidak
membelit bila ditarik.
4. Pipa pemancar (nozzle) terpasang pada slang.
C. Sprinkler
Adalah alat yang bekerja otomatis memancarkan air kesegala arah untuk
memadamkan kebakaran dalam suatu ruangan.
Dan sumber lain menyebutkan bahwa Sprinkler adalah instalasi pemadam
kebakaran yang dipasang secara permanen untuk melindungi bangunan dari
bahaya kebakaran yang akan bekerja secara otomatik memancarkan air,
apabila alat tersebut terkena panas pada temperatur tertentu.
2.4.6.3 Sarana penyelamat jiwa
Upaya penyelamatan jiwa (evakuasi) saat terjadi kebakaran dalam gedung
atau bangunan industri dapat berjalan lancar, suatu bangunan dan gedung
harus mempunyai beberapa hal sebagai berikut :
A. Rute evakuasi
Adalah sarana penyelamatan dari daerah kebakaran ketempat aman atau
daerah yang aman, baik secara vertikal maupun horizontal, yang dapat
berupa pintu, tangga, koridor, jalan keluar atau kombinasi dari komponen
– komponen tersebut.
Ada tiga (3) tipe rute penyelamat diri yang dapat digunakan untuk
melarikan diri dari bahaya kebakaran yaitu :
- Langsung menuju tempat terbuka
- Melalui koridor atau gang
Page 40
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
- Melalui terowongan atau tangga kedap asap / api.
Syarat – syarat rute evakuasi, yaitu :
- Rute evakuasi harus bebas dari barang – barang yang dapat mengganggu
kelancaran evakuasi dan mudah dicapai.
- Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman sementara dari
bahaya api, asap dan gas. Dalam penempatan pintu keluar darurat harus
diatur sedemikian rupa sehingga dimana saja penghuni dapat ,menjangkau
pintu keluar (exit).
- Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan dan
mempunyai lebar : untuk koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan keluar 2 m.
- Rute penerangan harus diberi penerangan yang cukup dan tidak
tergantung dari sumber utama.
- Arah menuju exit harus dipasang petunjuk yang jelas.
- Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan,
PINTU DARURAT
EMERGENCY EXIT
Warna tulisan hijau diatas dasar putih tembus cahaya dan dubagian
belakang tanda tersebut dipasang dua buah lampu pijar yang selalu menyala.
B. Pintu darurat
Adalah alat bantu yang digunakan untuk keluar dan menyelamatkan jiwa
menuju tempat yang aman.
C. Tempat berhimpun
Page 41
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Adalah tempat yang aman untuk berkumpul dan menghindar dari bahaya
kebakaran, atau tempat berkumpul pengungsi ataupun untuk barang/dokumen
penting, yang aman dan bebas dari pengaruh kebakaran. Dan tempat ini
harus lebih dari satu dan setiap berkumpul harus diberi tanda yang jelas.
2.5 Petugas tim penanggulangan kebakaran
Regu / tim penanggulangan kebakaran adalah satuan tugas yang mempunyai
tugas khusus fungsional dibidang penanggulangan kebakaran.
2.5.1 Usia
Kemampuan perkembangan manusia berfikir abstrak dan dapat menganalisa
masalah masalah secara ilmiah dan kemudian menyelesaikan suatu masalah
adalah pada umur 11 tahun – dewasa.
Sejumlah pengkajian telah memperlihatkan pola produktifitas dan kinerja
pekerjaan yang cukup konsisten dengan bertambahnya umur, yakni
memperlihatkan kurva kinerja terbaik. Pada usia 30 sampai 60 tahun masih
unggul karena pengalamannya dibandingkan usia belasan. Temuan yang
paling umum adalah angka kejadian kecelakaan lebih rentan pada pekerja
lanjut usia (>45 tahun) daripada pekerja muda (< 24 tahun).
2.5.2 Pendidikan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berfikir dalam menghadapai
pekerjaan, demikian pula dalam menerima pelatihan kerja, baik praktik
Page 42
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
maupun teori, termasuk diantaranya cara pencegahan kecelakaan kerja
ataupun menghindari terjadinya kecelakaan.
Sedangkan untuk unit penanggulangan kebakaran ditempat kerja
mengemukakan bahwa untuk dapat menjadi anggota regu atau tim
penanggulangan kebakaran pendidikan minimal SLTA dan pernah mengikuti
kursus atau latihan teknis mengenai penanggulangan kebakaran.
2.5.3 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang, karena dari pengalaman yang didapat bahwa tindakan
yang didasari pengetahuan akan lebih baik dibanding dengan yang
dipaksakan. Pengetahuan yang di cakupi dalam kognitif mempunyai (enam)
tingkatan, yaitu :
a. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya
b. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat mempraktekkan materi tersebut.
c. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari sesuai dengan situasi dan kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi tersebut
didalam pengorganisasian tersebut.
e. Sintesis sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian – bagian dalam suatu keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap
suatu materi atau obyek.
Page 43
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
2.5.4 Masa kerja
Masa kerja seseorang dapat dikaitkan dengan pengalamannya, dimana
pengalaman kerja dapat mempengruhi terjadinya sebuah kecelakaan.
Pengalaman seseorang adalah pengalaman tentang orang itu dengan
pengalamannya tersebut merupakam investasi midal dirinya yang tak
ternilai harganya.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186 tahun 1999 tentang unit
penanggulangan kebakaran minimal masa kerjanya 5 (lima) tahun. Lingkup
pengalaman kerja seseorang dapat meliputi :
1. Kegiatan dalam pekerjaan atau aktivitasnya secara rutin yang nantinya
akan mengarah pada teknis pengembangan dan penyempurnaan pekerjaan barunya.
2. Kejutan peristiwa didalam kehidupannya sehari – hari dimana dengan
sadar atau tidak sadar ia melakukan gerakan insting yang bersifat kodrati.
3. Waktu yang menyertai setiap gerakan pekerjaan yang dilakukan,
sehingga karena pengalaman tersebut sangat berharga untuk dipakai
sebagai modal perencanaan dikemudian hari.
BAB 3
Page 44
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
GAMBARAN UMUM
3.1 Sejarah PT. (Persero) Kimia Farma
PT. Kimia Farma adalah perusahaan farmasi yang berstatus Bahan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang berawal dari nasionalisasi perusahaan –
perusahaan Farmasi Belanda yang didirikan di Indonesia pada massa
panjajahan.
Nasionalisasi dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1956
berdasarkan Undang – Undang No. 86 tahun 1956 dan Peraturan Pemerintah
No. 69 tahun 1961 dan statusnya menjadi Perusahaan Negara Farmasi (PNF).
Nasionalisasi tersebut menjadi PNF Nurani Farma, Raja Farma, PNF
Bhinneka Kina Farma dan PNF Nakula Farma yang kemudian menjadi cikal
bakal PT. Kimia Farma Tbk.
Untuk mempermudah koordinasi maka berdasarkan Instruksi Presiden No. 17
tahun 1969 yang dituangkan dalam peraturan pemerintah No. 3 tahun 1969,
semua perusahaan negara tersebut dilebur menjadi PNF dan Alat Kesehatan
Bhinneka Kimia Farma. Dan pada tanggal 16 Agustus 1971 berdasarkan
peraturan pemerintah no. 16 tahun 1971, status PNF dan Alat Kesehatan
Bhinneka Kimia Farma berubah menjadi PT. (Persero) Kimia Farma pada
tanggal 1 Juni 2001, PT. (Persero) Kimia Farma berubah menjadi PT.
(Persero) Kimia Farma Tbk, dimana sebagian sahamnya dimiliki oleh
masyarakat.
3.2 Motto, Fungsi dan Tujuan PT. (Persero) Kimia Farma
Page 45
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
a) Motto
Sebagai Badan Usaha Milik Negara, PT. (Persero) Kimia Farma mempunyai
motto : “Tumbuh Berkembang Bersama Mensejahterakan Masyarakat”. Tanggal
16 Agustus 2001 motto berubah menjadi “Melayani sampai ke Hati”
b) Fungsi
Berdasarkan peraturan pemerintah No. 3 tahun 1983, PT. (Persero) Kimia
Farma memilki tiga fungsi utama, yaitu : sebagai pendukung kebijaksanaan
pemerintah dibidang kesehatan, sebagai pemupuk laba demi kelangsungan
usaha dan sebagai pelopor dalam kegiatan kefarmasian.
c) Tujuan
Tujuan PT. (Persero) Kimia Farma disesuaikan dengan arahan GBHN dan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN), yaitu terwujudnya PT. (Persero) Kimia
Farma sebagai salah satu pimpinan pasar (Market Leader) di bidang
farmasi menuju tercapainya kemandirian di bidang obat yang memiliki
kemampuan untuk meningkatkan penerimaan negara secara khusus, dan
perekonomian secara umum.
3.3 Lokasi dan Bangunan UPF Jakarta
Secara administrasi lokasi PT. (Persero) Kimia Farma Unit Produksi
Formulasi Jakarta terlatek di Jalan Rawagelam V No. 1 Kawasan Industri
Pulogadung, Jakarta Timur.
Lokasi kegiatan pabrik dibatasi oleh :
Sebelah Utara : Pabrik minyak goreng asap abadi
Sebelah Selatan : Lapangan kosong
Page 46
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Sebelah Barat : Pabrik skifa, PT. Alas comodo garmen, PT. Gikolo utama,
PT. Lokomotif Eka Sakti
Sebelah Timur : PT. Pan gas Nusantara, PT. Guna Elektro, PT. Foseco.
Luas lahan yang digunakan 3,5 hektar dengan sertifikat hak bina bangunan
no. 5 Jatinegara. Luas bangunan 11.225 m² terdiri dari empat bangunan
utama yaitu bangunan produksi, yang terletak di lantai I seluas 7.242 m²
digunakan untuk proses produksi dan bangunan di lantai II seluas 1.081,5
m² antara lain untuk laboratorium Pengendalian Mutu. Bangunan Depo
Sentral, yang seluas 9.126,5 m² terdiri lantai I seluas 6.388,5 m² yang
digunakan untuk gudang dan lantai II seluas 2.288 m² untuk administrasi
dan gudang. Bangunan kantor yang merupakan bangunan terdepan, terdiri
dari 2 lantai yang luasnya 2.040 m², digunakan untuk administrasi
pabrik, kantin, mushola dan poliklinik. Bangunan pelengkap (Utilitas)
seluas 777,5 m² terdiri dari satu lantai yang meliputi bengkel, ruang
diesel dan mesin uap.
Disamping ke empat bangunan uatama tersebut, dibangun pula “gudang api”
sebagai tempat penyimpanan bahan – bahan yang mudah terbakar dan mudah
meledak. Kebutuhan air dipenuhi oleh 2 buah “Deep Well” dengan kedalaman
masing – masing 98 m dan debit air 200 l/menit. Air yang dihasilkan
ditampung kemudian didistribusikan ke seluruh pabrik melalui 2 buah
menara air. Untuk memenuhi kabutuhan produksi digunakan air Demineral
dan Aquadest yang dihasilkan dari unit Aqua demineral dan unit
destilasi, sedangkan bahan baku air untuk proses berasal dari PDAM.
Untuk sumber energi berasal dari PLN dengan daya sebeser 2250 KVA. Dalam
keadaan darurat digunakan pembangkit listrik tenaga diesel (genset)
dengan daya 125 KVA. Pemanasan dalam proses produksi dipakai tenaga uap
Page 47
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
yang dihasilkan oleh boiler dengan kapasitas 1200 kg uap/jam. Kondisi
udara ruang – ruang diatur oleh “Air Conditioner” dengan sistem “package
unit”.
3.4 Struktur Organisasi PT. (Persero) Kimia Farma Tbk.
Struktur organisasi yang digunakan di PT. (Persero) Kimia Farma
berbentuk lini dan staf. Pengelolaan PT. (Persero) Kimia Farma dilakukan
secara kolektif dengan membentuk suatu dewan direksi yang dipimpin oleh
Direktur Utama yang dibantu oleh 4 direktur yaitu Direktur Umum dan
Personalia, Direktur Keuangan, Direktur Pemasaran dan Direktur Produksi.
Dewan Direksi berkedudukan di Jalan Budi Utomo No. 1 Jakarta.
Secara organisasi PT. (Persero) Kimia Farma Tbk merupakan BUMN yang
secara financial dibawahi oleh Departemen Keuangan, sedangkan secara
teknis dibawahi oleh Departemen Kesehatan. Dewan Direksi dibantu oleh
beberapa orang General Manager (Direktur Muda). Dalam pelaksanaan
tugasnya dibantu oleh beberapa manajer, sehingga terjadi pembagian tugas
atau pendelegasian wewenang.
Direktur Umum dan Personalia bertanggung jawab dalam hal penggunaan
sarana, administrasi dan pengembangan sumber daya manusia PT. Kimia
Farma. Sedangkan Direktur Keuangan bertanggung jawab menangani
administrasi keuangan, pembukuan dan perpajakan.
Direktur Produksi bertanggung jawab dalam hal pembuatan obat dan alat
kesehatan. Direktur produksi dibagi menjadi Divisi Produksi Manufaktur,
Divisi Produksi Formulasi dan Divisi Ristek.
Direktur Pemasaran bertanggung jawab dalam hal pemasaran obat dan alat
Page 48
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
kesehatan. Direktur pemasaran PT. Kimia Farma memiliki jaringan yang
sangat luas dan terbesar di Indonesia, yang terdiri dari PBF dan Apotek.
3.5 Struktur Organisasi PT. (Persero) Kimia Farma Tbk UPF Jakarta
Unit Produksi Formulasi Jakarta dibawah pimpinan Direktur Produksi dan
dipimpin oleh Senior Manager yang membawahi tiga sub unit : unit PPC
(Production Planning and Control), sub unit produksi dan sub unit
pengawasa mutu, yang masing – masing dipimpin oleh seorang manajer.
3.6 Tenaga Kerja
Karyawan Unit Produksi Formulasi Jakarta saat ini berjumlah 612 karyawan
dengan klasifikasi sebagai berikut :
• Senior Manager : 2 orang
• Manager : 4 orang
• Kepala Bagian : 11 orang
• Kepala Sub Bagian : 12 orang
• Kepala Seksi : 50 orang
• Pelaksana : 273 orang
• Pegawai tidak tetap : 261 orang
Tingkat pendidikan karyawan PT. (Persero) Kimia Farma Tbk untuk karyawan
yang bekerja di kantor minimal SLTA dengan keahlian di bidang masing –
masing dan untuk karyawan pabrik minimal lulusan STM dan SLTA. PT.
(Persero) Kimia Farma berusaha meningkatkan ketrampilan pegawainya
dengan mengikutsertakan pegawai dalam pelatihan/kursus, seperti kursus
Page 49
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
computer dan pemakaian alat operator.
Penggajian karyawan dilakukan oleh kantor pusat, untuk tenaga harian
lepas dilakukan UPFJ setiap tanggal 25 mendapat gaji, karyawan juga
mendapatkan berbagai tunjangan seperti tunjangan konjuktur, tunjangan
perangsang kerja dan uang lembur, cuti, jaminan kesehatan, dana
perumahan, olahraga, rekreasi dan premi astek.
3.7 Kegiatan di PT. ( Persero) Kimia Farma Tbk Unit Produksi Formulasi
Jakarta
a) Bagian Pengadaan
Bagian pengadaan UPF Jakarta bertugas memenuhi kebutuhan baik berupa
barang dan jasa yang akan digunakan dalam proses poduksi dan penunjang
produksi. Bagian ini diawasi oleh Direktur Produksi dan bekerjasama
dengan asisten manajer sub unit PPC. Pengadaan barang disesuaikan dengan
standard dan spesifikasi perusahaan dengan harga yang paling menguntungkan.
b) Bagian Administrasi dan Keuangan
Bagian Administrasi dan keuangan berada dibawah Manajer UPF Jakarta, dan
bertanggung jawab dalam mengelola data pemasukan dan pengeluaran data
keuangan yang terjadi di UPF Jakarta.
c) Sub Unit Production Planning and Control
Struktur organisasi sub unit PPC terdiri dari tiga bagian yang berada
langsung dibawah manajer PPC, yaitu bagian perencanaan dan pengendalian
produksi, bagian sarana, bagian penyimpanan dan satu koordinator teknis
yaitu umum dan personalia. Sub unit ini berfungsi menjaga kalancaran dan
kesinambungan proses produksi serta membuat rencana kerja dan jadwal
Page 50
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
penyerahan obat sesuai dengan permintaan dari bagian pemasaran.
d) Sub Unit Produksi
Kegiatan dalam sub unit berdasarkan permintaan dari pemasaran sesuai
dengan perencanaan dari sub unit PPC. Sub unit ini terdiri dari seksi
penimbangan sentral dengan lima bagian produksi, yaitu :
1. Bagian produksi tablet dan narkotika.
2. Bagian produksi krim, kosmetika dan cairan.
3. Bagian produksi aseptic.
4. Bagian pengemasan.
5. Bagian produksi beta laktam.
Sub unit ini juga mengatur proses penimbangan bahan baku melalui seksi
penimbangan sentral. Bagian produksi tablet, krim, kosmetika dan cairan.
Aseptic dan bagian pengemasan hanya mengolah produk non beta laktam.
Produksi beta laktam mengatur proses produksi, penimbangan dan
pengemasan tersendiri.
e) Seksi Penimbangan Sentral
Seksi penimbangan sentral merupakan pusat penimbangan bahan baku untuk
masing – masing produk per batch atau lot yang berasal dari gudang untuk
keperluan industri.
f) Bagian Produksi Tablet
Bagian produksi tablet dari sub bagian proses tablet dan sub bagian
penyalutan. Bagian proses tablet ini membawahi seksi granulasi dan seksi
pencetakan.
1. Produksi tablet
Bagian tablet memproduksi tablet inti, tablet salut gula dan tablet
salut selaput. Proses produksi tablet ada tiga cara, yaitu granulasi
Page 51
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
basah, granulasi kering dan cetak langsung.
2. Narkotika
Berdasarkan SK Menkes RI No. HK.00.05.6.01596, maka PT. (persero kimia
farma adalah satu – satunya perusahaan yang berizin oleh pemerintah
untuk melaksanakan import, produksi dan distribusi obat – obatan
narkotika di Indonesia.
g) Bagian Produksi Kosmetika, Krim dan Cairan
Bagian produksi ini memilki dua sub bagian, yaitu sub bagian cairan
untuk produk kimia farma dan lisensi, sub bagian krim dan kosmetika. Sub
bagian cairan Kimia Farma terbagi lagi menjadi seksi cairan Kimia Farma,
dan cairan lisensi. Sedangkan sub bagian kosmetika dan krim memiliki
seksi krim dan seksi kosmetika.
h) Bagian Produksi Aseptik
Bagian produksi aseptik unit produksi fomulasi Jakarta membawahi sub
bagian injeksi/ tetes mata/ kapsul/ sirup kering. Sub bagian ini
membawahi seksi sirup kering/ kapsul dan seksi injeksi/ tetes mata.
i) Bagian Pengemasan
Bagian pengemasan terdiri dari seksi kemasan padat kapsul dan non
narkotika, seksi cairan, semi solid dan narkotika (termasuk injeksi dan
sirup), seksi penandaan dan seksi karantina in process. Bagian
pengemasan bertanggung jawab dalam proses pengemasan semua produk yang
dihasilkan oleh sub unit distribusi termasuk narkotika dan produk non
beta laktam. Pengemasan beta laktam dilakukan terpisah dengan bagian
pengemasan lainnya, pengemasan narkotika dikemas oleh bagian pengemasan
dengan pengawasan yang ketat. Semua produk ruangan dikemas sesuai dengan
bahan kemasan yang telah ditentukan. Proses pengemasan dimulai setelah
Page 52
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
lulus uji mutu labiratorium. Tahap awal proses pengemasan adalah
printing nomor batch, expired date (etiket, box, dos dll), selanjutnya
produk ruangan dan bahan kemasan tadi dimasukkan ke jalur masing –
masing sesuai dengan bentuk sediaan nya. Bentuk sediaan yang dikemas di
bagian pengemasan adalah :
1. Tablet : strip, blister, counting.
2. Kapsul : strip dan counting.
3. Injeksi :ampul dengan pengemasan sekunder, sedangkan ampul tanpa
identitas dilakukan printing dan pengamasan sekunder.
4. Krim : dus, box (pengemasan skunder).
Ruangan bagian pengemasan terdiri dari zona hitam dan zona abu – abu,
yang terbagi atas 8 jalur. Pada zona abu – abu (grey zone) dilakukan
pengemasan primer (strip, blister, counting) dan zona hitam (black zone)
dilakukan untuk pengemasan sekunder (produk yang telah dibungkus)
seperti penempelan etiket, pengepakan, dll. Adapun jalur – jalur pada
bagian pengemasan adalah sebagai berikut :
a) Jalur 1 untuk sediaan tablet.
b) Jalur 2 untuk sediaan kapsul.
c) Jalur 3 untuk sediaan kapsul.
d) Jalur 5,6,7 untuk sediaan suspensi, krim dan cairan.
e) Jalur 8 khusus untuk sediaan narkotika OKT, dan injeksi.
Setelah produk melewati zona hitam, maka proses pengemasan selesai dan
dilakukan pemeriksaan akhir (finished pack analysis). Pemeriksaan ini
mencakup bahan kemas dan kelengkapannya seperti etiket, brosur. No
batch, tanggal kadaluarsa (expired date) dan sebagainya.
j) Bagian Produksi ß Laktam
Page 53
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Bagian beta laktam adalah bagian khusus yang memproduksi obat yang
mengandung antibiotika golongan beta laktam (derivate penisilin), yaitu
ampisilin, phenoxymethyl penisilin, amoksilin dan kimixil. Ruang
produksi beta laktam letaknya terpisah dengan ruang produksi non beta
laktam. Bagian beta laktam juga mempunyai gudang bahan baku khusus zat
aktif dan penimbang sentral tersendiri serta ruangan pengemasan
pengemasan tersendiri yang terpisah dari produksi non beta laktam,
dengan tujuan untuk menghindari kontaminasi silang antara ke dua
produksi karena dapat menimbulkan alergi bagi orang yang peka terhadap
golongan beta laktam. Saluran limbah dan pengolahan beta laktam juga
terpisah dari pengolahan non beta laktam.
k) Sub Unit Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu bertujuan menjamin produk obat dibuat senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaan. Pengawasan mutu ini dilakukan oleh 3 bagian, yaitu :
1. Bagian laboratorium kimia.
2. Bagian laboratorium biologi.
3. Bagian pengendalian mutu.
3.8 Gambaran Organisasi P2K3 di PT. Kimia Farma Tbk Unit Produksi
Formulasi Jakarta
Berdirinya organisasi P3K3 di PT. Kimia Farma UPF Jakarta ini merupakan
suatu tuntunan dari kebijakan serta komitmen mutu yang telah dikeluarkan
oleh pihak direksi pada tanggal 19 juli 1999, yang salah satu buktinya
mencantumkan kebijakan untuk menciptakan kodisi kerja yang aman serta
Page 54
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
menciptakan kondisi kerja yang sehat. Berdasarkan UU No. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja dan UU RI No. 23 tahun 1992 pasal 22 dan 3
tentang kesehatan PT. Kimia Farma Tbk memandang perlu dibentuknya suatu
wadah organisasi yang berperan sebagai jembatan penghubung antara pihak
pekerja dengan pihak manajemen dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
bersama dibidang K3 dalam rangka memperlancar usaha berproduksi dan
menciptakan UPF Jakarta sebagai suatu lingkungan yang aman dan sehat
untuk bekerja.
Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut maka perusahaan untuk
membudayakan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung jawab
semua karyawan. Organisasi P2K3 UPF Jakarta yang dibentuk pada tahun
1999 dan yang bersifat fungsional, maka setiap manajer dan supervisor
bertanggung jawab terhadap kondisi K3 di wilayah kerjanya masing –
masing. Program K3 yang telah dijalankan selamai ini adalah :
1. Training pengenalan tentang K3 bagi karyawan baru dan lama
2. Pelatihan K3 bagi anggota P2K3
3. Penyuluhan K3 untuk kepala bagian / supervisor
4. Latihan pemadaman bagi anggota fire brigade, setiap 2 minggu sekali
5. Memasang rambu – rambu atau tanda keselamatan kerja
6. Pemeriksaan THT untuk karyawan yang bekerja pada tempat – tempat yang
berpotensi bising dan kadar debu tinggi, minimal 6 bulan sekali.
7. Pemeriksaan kesehatan secara berkala (rontgen) minimum 1 (satu) tahun
sekali terutama bagi karyawan yang bekerja ditempat yang berpotensi
kadar debu tinggi (dalam pabrik), dan minimum 2 (dua) tahun sekali bagi
karyawan kantor kecuali sakit menurut petunjuk dokter.
Selain itu program pencegahan dan penggulangan kecelakaan kerja lainnya
Page 55
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
yang telah dilakukan oleh team P2K3 diantaranya adalah dengan menyiapkan
SOP (Standar Operasional Prosedur), lembar data Keselamatan Bahan
(MSDS), dan perlindungan perorangan dengan alat pelindung diri.
Pemasangan rambu – rambu keadaaan darurat seperti Hollow Point sudah
dilakukan dibeberapa titik. Untuk beberapa bagian yang rawan kebakaran,
disediakan sarana dan prasarana fasilitas keadaan darurat seperti :
APAR, Hydrant, Pintu darurat dan tanda / rambu emergency. Selain
menangani masalah K3, organisasi P2K3 juga menangani dan mengawasi
penanganan serta pengelolaan limbah non B3, pengelolaan limbah non B3
yang dilakukan dengan pemasangan IPAL meliputi proses fisika, kimia dan
biologi, sampai diperoleh hasil buangan limbah yang tidak mencemari
lingkungan. Untuk pengelolaan limbah cair B3, PT. Kimia Farma bekerja
sama dengan pihak lain yaitu : PT. PPLI yang berada di Cileungsi Bogor.
BAB 4
Page 56
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
KERANGKA KONSEP
4.1 Kerangka Teori
Dari beberapa sumber teori yang didapat penulis mengenai sistem
manajemen penanggulangan kebakaran, maka penulis membuat kerangka teori
sebagai berikut :
4.2 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka teori diatas, maka penulis membuat kerangka konsep
penelitian sebagai berikut :
4.3 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
1 2 3 4 5 6 7
1 Sistem manajemen penanggulangan kebakaran Suatu sistem manajemen yang
telah dibuat di PT. Kimia Farma Plant Jakarta. wawancara Kuesioner •
Memenuhi syarat
• Tidak memenuhi syarat
Ordinal
a. Kebijakan penanggulangan kebakaran
2 Pembentukkan Tim pemadam kebakaran Suatu unit yang dibentuk untuk
menanggulangi kebakaran. Wawancara Kuesioner • Memenuhi syarat
• Tidak memenuhi syarat
Page 57
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Ordinal
3 Pendidikan dan pelatihan Tim pemadam kebakaran Upaya yang dilakukan
perusahaan untuk menambah pengetahuan karyawannya dalam menanggulangi
kebakaran.
Wawancara Kuesioner • Memenuhi syarat
• Tidak memenuhi syarat
Ordinal
4 Inspeksi sarana penanggulangan kebakaran Suatu pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui kelengkapan alat pemadaman kebakaran.
Wawancara Kuesioner • Memenuhi syarat
• Tidak memenuhi syarat
Ordinal
5 Perencanaan keadaan darurat Suatu sistem yang dibuat perusahaan untuk
mengantisipasi keadaan darurat kebakaran Wawancara Kuesioner • Memenuhi
syarat
• Tidak memenuhi syarat
Ordinal
b. Karakteristik Tim pemadam kebakaran
6 Usia Lama hidup Tim pemadam kebakaran terhitung dari lahir sampai
sekarang dilakukan penelitian. Wawancara Kuesioner • 45 tahun Interval
7 Tingkat pendidikan Jenjang pendidikan formal yang ditempuh Tim pemadam
kebakaran. Wawancara Kuesioner • SD
• SLTP
• SLTA
• Akademi/PT Ordinal
8 Pengetahuan Suatu pemahaman Tim pemadam kebakaran berdasarkan prosedur
Page 58
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
pemadaman kebakaran Wawancara Kuesioner • Baik
• Cukup
• Kurang Ordinal
9 Masa kerja Lama waktu Tim pemadam kebakaran bertugas. Wawancara
Kuesioner • 20 tahun Interval
c. Pendeteksian dan peringatan
10 Detektor asap Alat yang bekerja berdasarkan terjadinya akumulasi asap
dalam jumlah tertentu. Observasi Checklist • Memenuhi syarat
• Tidak memenuhi syarat
Ordinal
11 Alarm kebakaran Alat yang memberikan isyarat atau tanda berupa bunyi
bila terjadi suatu kebakaran. Observasi Checklist • Memenuhi syarat
• Tidak memenuhi syarat
Ordinal
d. Alat pemadam kebakaran
12 APAR Alat yang digunakan untuk memadamkan api yang mudah digunakan
(ringan). Observasi Checklist • Memenuhi syarat
• Tidak memenuhi syarat
Ordinal
13 Hydrant Suatu sistem pemadam kebakaran yang menyemprotkan air
bertekanan melalui selang kebakaran. Observasi Checklist • Memenuhi syarat
• Tidak memenuhi syarat
Ordinal
e. Sarana penyelamat jiwa
14 Rute evakuasi Sarana penyelamat yang berupa tulisan yang menunjukkan
tempat atau daerah yang aman. Observasi Checklist • Memenuhi syarat
Page 59
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
• Tidak memenuhi syarat
Ordinal
15 Pintu darurat Alat bantu yang digunakan untuk keluar menyelamatkan
jiwa menuju tempat yang aman. Observasi Checklist • Memenuhi syarat
• Tidak memenuhi syarat
Ordinal
16 Tempat berhimpun Lokasi yang digunakan sebagai tempat berkumpul jika
terjadi suatu kebakaran Observasi Checklist • Memenuhi syarat
• Tidak memenuhi syarat
Ordinal
BAB 5
Page 60
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
METODE PENELITIAN
5.1 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif yaitu
menggambarkan sistem manajemen penanggulangan kebakaran PT. Kimia Farma
Plant Jakarta.
5.2 Lokasi Penelitian
Lokasi yang di jadikan untuk penelitian adalah PT. Kimia Farma Plant
Jakarta Jl. Rawagelam V No.1 Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur.
5.3 Waktu Penelitian
Waktu yang dibutuhkan untuk menyusun karya tulis ilmiah ini adalah dari
bulan Mei – juli 2008.
5.4 Populasi dan sampel penelitian
5.4.1 Populasi penelitian
Dalam populasi ini yang dijadikan populasi adalah seluruh tim pemadam
kebakaran dan sarana penanggulangan kebakaran yang terdapat di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta yaitu sebanyak 45 orang.
5.4.2 Pengambilan sampel
Page 61
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil sebagian dari total
populasi Tim pemadam kebakaran sebanyak 30 orang, karena dalam observasi
dilapangan tersebut terdapat keterbatasan penelitian. Dan memperoleh
data dan informasi berupa dokumen yang mendukung sistem manajemen serta
kelengkapan sarana penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta.
5.5 Pengumpulan Data
Untuk mempermudah dalam penelitian ini, maka penulis mengumpulkan data
yaitu dengan beberapa cara sebagai berikut :
1. Data primer
Data mengenai sarana penanggulangan kebakaran diperoleh dengan melakukan :
a. Observasi menggunakan instrument checklist terhadap sarana pemadam
kebakaran dan penyelamatan jiwa yang ada.
b. Wawancara terhadap pihak K3L dan Tim pemadam kebakaran serta
penyebaran kuesioner.
2. Data sekunder
a. Memperoleh data dari perusahaan PT. Kimia Farma Plant Jakarta yaitu
berupa catatan dan pelaporan serta arsip – arsip dari bagian K3L tentang
sarana pemadam kebakaran dan data – data lain yang terkait dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
b. Studi kepustakaan yaitu dengan membaca literatur, buku, peraturan
perundang – undangan, bahan kuliah dan catatan lain guna mendapatkan
teori yang berkaitan dengan karya tulis ilmiah ini.
Page 62
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
5.6 Pengolahan dan Analisis Data
5.6.1 Pengolahan Data :
1. Editing
Pada tahap ini adalah melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keseragaman
data yang ada pada kuesioner dan checklist.
2. Codding
Pada tahap ini adalah lanjutan dari tahap editing yaitu memberikan
penomoran dan klasifikasian berdasarkan jawaban dari responden
3. Tabulating
Pada tahap ini dilakukan pemindahan data hasil penyebaran kuesioner
dengan responden kedalam bentuk tabel dan disajikan dalam bentuk narasi.
5.6.2 Analisa Data
5.6.2.1 Analisa Univariat
Analisis yang dilakukan untuk menggambarkan masing – masing variabel
penelitian dengan menggunakan distribusi frekuensi. Kemudian data yang
didapat dilakukan pembahasan dengan cara membandingkan dengan teori yang
ada dan dijelaskan dengan menggunakan narasi.
Untuk variabel pengetahuan (J. Suprapto : 2000: 64 ) pertanyaan yang
disajikan berjumlah 4 (empat) soal dengan pemberian bobot nilai setiap
Page 63
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
jawaban adalah sebagai berikut :
1. Untuk jawaban yang paling benar mempunyai bobot nilai 2, karena
dianggap merupakan jawaban yang paling baik.
2. Untuk jawaban mendekati benar mempunyai bobot nilai 1, karena
dianggap merupakan jawaban yang mendekati baik.
3. Untuk jawaban yang tidak benar mempunyai bobot 0, karena dianggap
merupakan jawaban yang kurang baik.
Kriteria penilaian dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
I = Besar kelas interval
H= Nilai observasi tertinggi
L = Nilai dari observasi terendah
K = Banyaknya kelas
Adapun ketentuan batas penilaian, sebagai berikut :
1. Mencari nilai tertinggi dan terendah dari skoring
2. Menentukan banyaknya kelas, yaitu baik, cukup, kurang
3. Menentukan batas penilaian :
> 6 = baik
4 – 6 = cukup
< 4 = kurang
Sedangkan untuk penilaian variabel – variabel yang ada berupa kebijakan
penanggulangan kebakaran, pendeteksian dan peringatan, sarana pemadam
kebakaran dan sarana penyelamat jiwa yaitu dengan membandingkan dengan
Page 64
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
standar yang ada pada peraturan dan literatur buku dengan kriteria
penilaian sebagai berikut:
a. Memenuhi syarat, jika seluruh item yang diteliti sesuai dengan
standar yang digunakan.
b. Tidak memenuhi syarat, jika ada satu atau lebih item yang diteliti
yang tidak sesuai dengan standar yang digunakan.
BAB 6
Page 65
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
HASIL PENELITIAN
6.1 Hasil
Berdasarkan data primer yang didapat melalui wawancara, kuesioner kepada
Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sebanyak 30 orang
responden, serta hasil checklist yang disesuaikan dengan variabel –
variabel yang terdapat pada kerangka konsep maka didapatkan hasil
penelitian yang disusun sebagai berikut :
6.1.1 Kebijakan Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran
Dari hasil penyebaran kuesioner dapat diketahui bahwa Tim pemadam
kebakaran sebanyak 30 orang responden (100 %) menyatakan ada kebijakan
sistem manajemen penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta. Dan dari hasil wawancara dengan Manager staff K3L menyatakan
Ada kebijakan sistem manajemen penanggulangan kebakaran di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta.
Dari hasil observasi langsung dapat diketahui bahwa kebijakan sistem
manajemen penanggulangan kebakaran PT. Kimia Farma Plant Jakarta yaitu
berupa dibentuknya pembentukan Tim pemadam kebakaran, tujuan dari
pembentukan Tim pemadam kebakaran, kriteria menjadi Tim pemadam
kebakaran dan kebijakan yang diberikan pihak perusahaan kepada Tim
pemadam kebakaran yang berupa pemberian pelatihan dan pemberian jaminan
keselamatan kerja.
6.1.2 Perencanaan Program Penanggulangan Kebakaran
Page 66
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Dari hasil peyebaran kuesioner dapat diketahui bahwa Tim pemadam
kebakaran sebanyak 30 orang responden (100 %) menyatakan ada perencanaan
program penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta dan
dari hasil wawancara dengan Manager staff K3L menyatakan Ada perencanaan
program penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Dari hasil observasi diketahui bahwa perencanaan program penanggulangan
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sudah mempunyai program
tersebut yang berupa telah dijalankan upaya penanggulangan kebakaran di
perusahaan tersebut
6.1.3 Pembentukan Tim Pemadam Kebakaran
Dari data yang dapat diketahui bahwa seluruh responden (100 %)
menyatakan ada pembentukan Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma
Plant Jakarta. Dan dalam observasi yang dilakukan telah ada pembentukan
struktur keorganisasian khusus dalam upaya sistem manajemen
penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa
pembentukkan Tim pemadam kebakaran khusus di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta. sebanyak 45 orang jumlah Tim pamadam kebakaran, yang sudah
terbentuknya struktur organisasi dan pembagian tugas yang berupa petugas
FB, operator, security, petugas komunikasi dan petugas P3K yang diambil
dari tiap masing – masing ruangan bagian produksi.
6.1.4 Pendidikan dan Pelatihan Tim Pemadam Kebakaran
Page 67
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Dari data dapat diketahui bahwa seluruh responden (30 orang) menyatakan
bahwa ada pendidikan dan pelatihan Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta dan dapat diketahui pula dari hasil wawancara dengan
Manager staff K3L kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam bentuk
training kepada karyawan (anggota tim pemadam kebakaran) hanya dilakukan
didalam lingkup perusahaan saja. Sedangkan pelatihan dan training khusus
K3 dilakukan hanya kepada ketua Tim pemadam kebakaran (fire brigade) saja.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa
pelatihan dan pendidikan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
yaitu telah memberikan pendidikan dan pelatihan penanggulangan kebakaran
terhadap Tim pemadam kebakaran yang berupa pemberian teori tentang
kebakaran, pengenalan APAR, pilar hydrant, pelatihan cara penggunaan
APAR dan hydrant, cara pemadaman kebakaran dengan menggunakan hydrant,
pemeliharaan sarana penanggulangan kebakaran, pengarahan dan evaluasi
kegiatan fire brigade yang dilakukan setiap 2 (dua) minggu sekali.
6.1.5 Inspeksi Sarana Pemadam Kebakaran
Dari data yang didapat diketahui bahwa petugas Tim pemadam kebakaran di
PT. Kimia Farma Plant Jakarta seluruh responden (100 %) selalu mengikuti
kegiatan inspeksi sarana pemadam kebakaran. Sedangkan dari hasil
observasi dengan menggunakan checklist diketahui bahwa inspeksi sarana
pemadam kebakaran dilakukan setiap 2 (dua) minggu sekali oleh Tim
pemadam kebakaran (fire brigade) sesuai dengan ruangan tempat setiap Tim
bekerja di PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Page 68
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa upaya kegiatan inspeksi
sarana pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sudah
dilakukan secara rutin oleh Tim pemadam kebakaran (fire brigade) setiap
2 (dua) minggu sekali yaitu meliputi pemeriksaan kelengkapan, kestabilan
tekanan Alat Pemadam Api Ringan (APAR), hydrant, detektor asap, Alarm
kebakaran dan pintu darurat.
6.1.6 Perencanaan Keadaan Darurat Kebakaran
Dari data yang didapat diketahui bahwa petugas pemadam kebakaran di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta seluruhnya (100 %) menyatakan ada perencanaan
keadaan darurat kebakaran. Dan dari hasil observasi dengan menggunakan
checklist diketahui pula ada perencanaan keadaan darurat kebakaran di
PT. Kimia Farma Plant Jakarta, namun perencanaan keadaan darurat
tersebut belum di syahkan oleh Plant Manager PT. Kimia Farma Plant Jakarta.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa dalam perencanaan
keadaan darurat kebakaran PT. Kimia Farma Plant Jakarta telah mempunyai
prosedur tanggap darurat tetapi hal tersebut belum disyahkan oleh Plant
Manager UPF Jakarta.
6.1.7 Karakteristik tim pemadam kebakaran
6.1.7.1 Usia Petugas Tim Pemadam Kebakaran
DISTRIBUSI TIM PEMADAM KEBAKARAN MENURUT KELOMPOK USIA
Page 69
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
DI PT. KIMIA FARMA PLANT JAKARTA TAHUN 2008
USIA JUMLAH %
45 tahun 1 3
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer terolah, Juli 2008
Dari data di atas diketahui bahwa usia petugas Tim pemadam kebakaran di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta sebagian besar (97 %) yaitu kelompok usia 24 –
45 tahun.
6.1.7.2 Tingkat Pendidikan Petugas Tim Pemadam Kebakaran
DISTRIBUSI TIM PEMADAM KEBAKARAN MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN
DI PT. KIMIA FARMA PLANT JAKARTA TAHUN 2008
TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH %
SD 0 0
SLTP 1 3
SLTA 25 84
Akademi / Perguruan Tinggi 4 13
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer terolah, Juli 2008
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan petugas Tim
pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta yang terbanyak (84 %)
Page 70
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
responden yaitu dengan tingkat pendidikan SLTA, sedangkan yang
berpendidikan Akademi/perguruan tinggi yaitu sebanyak 4 orang (13 %) dan
yang berpendidikan SLTP yaitu sebanyak 1 orang (3 %).
6.1.7.3 Pengetahuan
DISTRIBUSI TIM PEMADAM KEBAKARAN MENURUT PENGETAHUAN
DI PT. KIMIA FARMA PLANT JAKARTA TAHUN 2008
PENGETAHUAN JUMLAH %
Baik 6 20
Cukup 22 74
Kurang 2 6
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer terolah, Juli 2008
Dapat diketahui bahwa pengetahuan Tim pemadam kebakaran
di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sebagian besar (74 %) cukup, dan
petugas yang berpengetahuan baik sebanyak 6 orang (20 %), sedangkan
petugas dengan pengetahuan kurang sebanyak 2 orang (6 %).
6.1.7.4 Masa kerja
Page 71
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
DISTRIBUSI TIM PEMADAM KEBAKARAN MENURUT PENGETAHUAN
DI PT. KIMIA FARMA PLANT JAKARTA TAHUN 2008
MASA KERJA JUMLAH %
20 tahun 1 3
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer terolah, Juli 2008
Dari tabel 6.9 dapat diketahui bahwa masa kerja petugas Tim pemadam
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sebagian besar (94 %) yaitu
dengan masa kerja 5 – 20 tahun, sedangkan petugas dengan masa kerja >20
tahun sebanyak 1 orang (3 %) dan yang masa kerja terpendek yaitu 20
tahun sebanyak 1 orang (3 %) dan yang masa kerja terpendek yaitu 45
tahun) daripada pekerja muda (20 tahun sebanyak 1 orang (3 %) dan yang
masa kerja terpendek yaitu <5 tahun hanya 1 orang (3 %).
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.186 tahun 1999 tentang unit
penanggulangan kebakaran ditempat kerja mengemukakan bahwa untuk dapat
menjadi unit penanggulangan kebakaran minimal masa kerja 5 – 20 tahun
mengenai lingkup pengalaman kerja seseorang meliputi :
1. Kegiatan dalam pekerjaan atau aktivitas secara rutin yang nantinya
akan mengarah padateknis pengembangan dan penyempurnaan pekerjaan barunya.
2. Kejutan peristiwa dalam hidupnya sehari – hari dimana dengan sadar
atau tidak sadar ia melakukan gerakan intrinsik yang bersifat kodrati.
3. Waktu yang menyertai setiap gerakan pekerjaan yang dilakukan,
sehingga karena pengalaman tersebut sengat berharga untuk dipakai
Page 72
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
sebagai modal perencanaan di kemudian hari.
Dari pernyataan tersebut maka dapat diketahui bahwa masa kerja sangat
berkaitan dengan pengalaman, yakni semakin lama masa kerja seseorang
maka pengalamannya akan semakin banyak. Dari hasil penelitian diatas
ternyata sebagian besar 94 % atau 28 orang Tim pemadam kebakaran di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta dengan masa kerja 5 – 20 tahun telah sesuai
dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186 tahun 1999 tentang unit
penanggulangan kebakaran ditempat kerja yang mengemukakan bahwa untuk
dapat menjadi unit penanggulangan kebakaran minimal masa kerja 5 – 20 tahun.
7.1.8 Sarana Penanggulangan Kebakaran
7.1.8.1 Pendeteksian dan Peringatan
a. Pendeteksian Kebakaran
Pada tabel 6.10 dapat diketahui sudah terdapat sistem pendeteksian
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta berupa alat detektor asap
yang sudah terpasang pada setiap ruangan. Yang berjumlah 100 buah
detektor asap yang telah telah sesuai dengan syarat pemasangan
pendeteksi kebakaran.
Menurut Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran (1997). Penempatan dan pemasangan detektor asap
harus memenuhi syarat – syarat berikut :
- Penempatan detektor asap harus sesuai dengan fungsi ruangan.
- Detektor asap tidak boleh dipasang pada jarak kurang dari 10 cm dari
Page 73
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
dinding dan tidak boleh lebih dari 30 cm dari langit – langit.
- Detektor asap sebisa mungkin dipasang dekat dengan bahan yang akan
diproteksi.
- Detektor asap tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 m dari
lubang AC.
- Dalam hal adanya lubang udara masuk AC, maka detektor asap harus
dipasang pada daerah dekat lubang udara balik pada jarak kurang dari 1,5 m.
- Detektor asap tidak boleh dipasang pada ruangan yang mempunyai
temperatur ruang lebih dari dari 38⁰C atau dibawah 0⁰C, kecuali untuk
detektor asap yang mempunyai spesifikasi temperatur kerja khusus.
- Jarak detektor asap yang terjauh dari dinding pemisah adalah 6 m dalam
ruang efektif dan 12 m dalam rauang sirkulasi.
- Pada setiap luas lantai 92 m² dengan tinggi langit – langit 3 m, harus
dipasang sebuah alat detektor.
- Jarak antar detektor asap maksimum 12 m didalam ruang efektif dan 18 m
didalam ruang sirkulasi.
- Setiap kelompok atau zona detektor harus dibatasi maksimum 20 buah
detektor asap yang dapat melindungi ruangan 1000 m² luas lantai.
Dari hal tersebut diatas maka penempatan dan pemasangan detektor asap di
PT. Kimia Farma Plant Jakarta telah memenuhi syarat menurut Departemen
Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran
(1997) dalam penempatan dan pemasangan detektor asap.
b. Alarm Kebakaran
Page 74
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Pada tebel 6.11 diketahui bahwa terdapat alarm kebakaran di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta dalam penyediaannya sudah memenuhi syarat. Alarm
kebakaran yang tersedia yaitu berjumlah 30 titik pemasangan yang
dipasang tiap 15 m, yang sudah terpasang disetiap area dan juga
dilengkapi dengan bel alarm berupa tombol tekan break glass. Dimana
alarm akan mengeluarkan suara yang terdengar keseluruh ruangan bila
terjadi suatu kebakaran. Dan didalam sistem alarmmya pendeteksian
terhubung dengan pintu darurat, maka jika pintu darurat tersebut terbuka
maka dengan sendirinya alarm kebakaranpun akan berbunyi.
Untuk peletakkan panel indikator alarm kebakaran diletakkan dipos
security. Pemeriksaan sistem alarm kebakaran sendiri dilakukan oleh Tim
pemadam kebakaran setiap 2 (dua) minggu sekali.
Menurut ILO (1989) setiap tempat kerja harus mempunyai sistem alarm
kebakaran untuk memperingatkan orang – orang bila kebakaran timbul.
Sistem kebakaran dapat otomatis, atau berupa lonceng alarm, pluit atau
sirine yang terpasang dibeberapa tempat di pabrik serta dapat pula
menggunanakan tombol atau tangkai untuk mengoperasikan alarm bila
diperlukan. Alarm harus terdengar disemua tempat pabrik, termasuk ruang
kerja, gudang, lorong, ruang ganti kamar kecil dan kamar mandi.
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Alarm kebakaran yang
tersedia di PT. Kimia Farma Plant Jakara yaitu berjumlah 30 titik
pemasangan telah memenuhi standar diatas.
7.1.8.2 Alat Pemadam Kebakaran
Page 75
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Dari tabel 6.12 dapat diketahui bahwa penyediaan alat pemadam kebakaran
yang ada di PT. Kimia Farma Plant Jakarta dalam pemadaman api kecil
dengan menggunakan APAR yang berjenis DC (Dry Chemical) dan CO₂, Total
jumlah APAR 98 buah.
Menurut Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3 bidang
penanggulangan kebakaran syarat penempatan APAR yang memenuhi syarat
adalah sebagai berikut :
b) Ditempatkan ditempat yang mudah terlihat, dijangkau dan mudah diambil
(tidak diikat, dikunci atau digembok).
c) Setiap jarak 15 m dengan tinggi pemasangan maksimum 125 cm.
d) Memperhatikan jenis media dan ukurannya harus sesuai dengan
klasifikasi beban api.
e) Dilakukan pemeriksaan secara berkala.
f) Terdapat catatan orang yang akan menggunakannya.
Dari hasil observasi diketahui bahwa penempatan APAR di PT. Kimia Farma
Plant Jakarta memenuhi syarat menurut Departemen Tenaga Kerja (1997)
mengenai syarat – syarat penempatan APAR.
b. Hydrant
Dapat diketahui bahwa Hydrant yang ada di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta. Jumlah hydrant yang ada sebanyak 16 titik yang
Page 76
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
terdiri dari : 8 titik hydrant gedung yang berukuran slang 1,5 “, dan
tidak terdapatnya nozzle, 8 titik hydrant halaman yang berukuran slang
2,5 “ dan juga tidak terdapat nozzle. Dalam pendistribusian air melalui
pipa – pipa hydrant yaitu berasal dari air PAM yang tekanannya stabilnya
yaitu 8 bar dengan menggunakan pompa diesel, jockey pump dan man pan.
Sedangkan menurut Departemen Tenaga Kerja dalam bukunya yang berjudul
Training Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran (1997) mengenai
persyaratan umum penempatan Hydrant adalah sebagai berikut :
1. Letak kotak dan pilar hydrant mudah dilihat, mudah dicapai, tidak
terhalang dan harus bercat merah dengan tulisan “Hydrant” berwarna putih.
2. Kotak hydrant mudah dibuka.
3. Panjang maksimal slang 30 cm dan dalam keadaan baik yaitu tidak
membelit bila ditarik.
4. Pipa pemancar (nozzle) terpasang pada slang.
Namun dalam kelangkapan pemasangan nozzle hydrant tidak terpasang pada
slang dengan baik karena kurangnya perhatian petugas Tim pemadam
kebakaran terhadap kondisi hydrant halaman.
7.1.8.3 Sarana Penyelamat Jiwa
a. Rute evakuasi
Dalam upaya penyelamatan diri dari keadaan darurat kebakaran di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta belum mempunyai rute evakuasi, namun arah
petunjuk pintu keluar sudah terpasang pada tiap koridor lantai yang
Page 77
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
berbentuk kotak dengan tulisan “exit” berwarna putih.
Menurut Departemen Tenaga Kerja, syarat – syarat rute evakuasi yaitu :
5. Rute evakuasi harus bebas dari barang – barang yang dapat mengganggu
kelancaran evakuasi dan mudah dicapai.
6. Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman sementara
dari bahaya api, asap dan gas. Serta dalam penempatan pintu keluar
darurat harus diatur sedemikian rupa sehingga dimana saja penghuni dapat
,menjangkau pintu keluar (exit).
7. Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan dan
mempunyai lebar : untuk koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan
keluar 2 m.
8. Rute penerangan harus diberi penerangan yang cukup dan tidak
tergantung dari sumber utama.
9. Arah menuju exit harus dipasang petunjuk yang jelas.
10. Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan,
Warna tulisan hijau diatas dasar putih tembus cahaya dan dubagian
belakang tanda tersebut dipasang dua buah lampu pijar yang selalu menyala.
Dari hasil observasi yang dilakukan bahwa Rute evakuasi dalam keadaan
darurat kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta tidak memenuhi syarat
Departemen Tenaga Kerja, karena tidak terdapatnya Rute evakuasi resmi di
PT. Kimia Farma Plant Jakarta yang dapat menyulitkan jika terjadi kebakaran.
b. Pintu darurat
Dalam upaya penyelamatan diri dari keadaan darurat kebakaran di PT.
Page 78
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Kimia Farma Plant Jakarta sudah mempunyai sarana yang berupa pintu
darurat, yang berjumlah 8 pintu darurat yang berada pada gedung bagian
produksi, dan pintu darurat ini berhubungan langsung dengan alarm
kebakaran dimana jika pintu darurat tersebut dibuka maka alarm
kebakaranpun akan berbunyi. Pintu darurat ini tidak digunakan secara umum.
Menurut Departemen Tebaga Kerja (1997) Pintu darurat adalah alat bantu
yang digunakan untuk keluar dan menyelamatkan jiwa menuju tempat yang aman.
Dari hasil observasi yang dilakukan bahwa kondisi pintu darurat tersebut
memenuhi syarat karena konstruksinya tersebut kokoh dan dalam kondisi
fisik pintu tersebut baik yang terbuat dari besi beton namun dalam
penggunaannya tidak menyulitkan pengguna jika terjadi kebakaran.
c. Tempat berhimpun
Lokasi yang digunakan sebagai tempat berhimpun dalam upaya perlindungan
diri dari bahaya kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta terletak di
4 (empat) titik yaitu :
1. Diarea parkir mobil
2. Lapangan terbuka diantara bangunan kantor dan gedung produksi
3. Dibagian belakang gedung produksi
4. Dan dilapangan terbuka belakang gudang
Menurut Departemen Tenaga Kerja, tempat berhimpun adalah tempat yang
aman untuk berkumpul dan menghindar dari bahaya kebakaran, atau tempat
berkumpul pengungsi ataupun untuk barang/dokumen penting, yang aman dan
bebas dari pengaruh kebakaran. Dan tempat ini harus lebih dari satu dan
setiap berkumpul harus diberi tanda yang jelas.
Page 79
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
Dari hasil observasi yang dilakukan dapat diketahui tempat berhimpun
yang disediakan di PT. Kimia Farma Plant Jakarta belum memenuhi syarat
karena dua diantara tempat berhimpun tersebut lokasinya tidak strategis
yang berada dibelakang gedung produksi dan dibelakang gudang yang dapat
menyulitkan jika terjadi kebakaran. Namun sudah dilakukan pemasangan
rambu – rambu atau tanda keadaaan darurat seperti Hollow Point sudah
dilakukan dibeberapa titik.
BAB 7
Page 80
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kebijakan sistem manajemen penanggulangan kebakaran di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta sudah ada, yang berupa :
a. Perencanaan program penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma PLant
Jakarta sudah ada tetapi belum di syahkan oleh Plant Manager PT. Kimia
Farma Plant Jakarta. Dan belum mempunyai sarana evakuasi seperti rute
evakuasi.
b. Pembentukan Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
sudah ada, dan dari hasil penelitian dalam pengorganisasian dan
pembentukan Tim pemadam kebakaran PT. Kimia Farma Plant Jakarta telah
mempunyai jumlah 45 orang yang tergabung dalam Tim pemadam kebakaran
(fire brigade).
c. Pendidikan dan pelatihan Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma
Plant Jakarta sudah ada kegiatan tersebut yang dilakukan setiap dua
minggu sekali oleh seluruh anggota Tim pemadam kebakaran. Sedangkan
pelatihan dan training khusus K3 dilakukan hanya kepada ketua Tim
pemadam kebakaran (fire brigade) saja, yang diberikan tiap 1 (satu)
tahun sekali.
d. Inspeksi sarana pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
sudah dilakukan secara rutin oleh Tim pemadam kebakaran (fire brigade)
setiap 2 (dua) minggu sekali yaitu meliputi pemeriksaan kelengkapan,
Page 81
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
kestabilan tekanan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan hydrant.
e. Perencanaan keadaan darurat kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta sudah ada, namun perencanaan tersebut belum secara syah
ditetapkan oleh Plant Manager PT. Kimia Farma Plant Jakarta. Hal
tersebut dapat menyulitkan bila terjadi suatu kebakaran maka secara
tidak langsung Plant Manager tidak bertanggung jawab atas terjadinya
kebakaran tersebut.
2. Karakteristik Tim Pemadam Kebakaran yang meliputi :
a. Usia
Usia petugas Tim pamadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
sebagian besar berada pada kelompok usia 25 – 45 tahun
(97 %).
b. Tingkat pendidikan
Tingkat pedidikan petugas Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta yang terbanyak yaitu pada tingkat pendidikan SLTA (84 %)
c. Pengetahuan
Pengetahuan petugas Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta sebagian besar berpengetahuan cukup (74 %) mengenai
penanggulangan kebakaran.
d. Masa kerja
Masa kerja petugas Tim pemadam kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta sebagian besar mempunyai masa kerja 5 – 20 tahun (94 %).
3. Sarana penanggulangan kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta, yaitu :
a. Pendeteksian dan Alarm kebakaran
Sudah terdapat sistem pendeteksian kebakaran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta yang telah memenuhi syarat sesuai dengan persyaratan pemasangan
Page 82
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
pendeteksian kebakaran menurut Departemen Tenaga Kerja (1997), berupa
alat detektor asap yang sudah terpasang pada setiap ruangan yang
berjumlah 100 buah.
Sedangkan alarm kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sudah ada
yaitu berupa pengadaan sistem alarm kebakaran berjumlah 30 titik
pemasangan yang berjarak tiap 15 m sudah terpasang pada setiap area dan
sudah dilengkapi oleh dengan bel alarm dan titik panggil manual berupa
tombol break glass, yang sesuai dengan Departemen Tenaga Kerja (1997).
b. Alat pemadam kebakaran
Alat pemadam kebakaran yang tersedia di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
berupa pemadaman api yang terdapat 2 (dua) jenis sarana yaitu bila api
kecil dengan menggunakan APAR yang jenisnya CO₂ dan DC (Dry Chemical)
yang berjumlah 98 buah.
Untuk pemadaman kebakaran dengan api besar dengan menggunakan hydrant
yang tersedia di 16 titik pemasangan. Dari hasil observasi diketahui
bahwa penempatan APAR dan hydrant di PT. Kimia Farma Plant Jakarta sudah
memenuhi syarat sesuai dengan persyaratan Departemen Tenaga Kerja (1997).
c. Sarana penyelamat jiwa
Dalam upaya penyelamatan diri dari keadaan darurat kebakaran di PT.
Kimia Farma Plant Jakarta belum mempunyai rute evakuasi, namun arah
petunjuk pintu keluar sudah terpasang pada tiap koridor lantai yang
berbentuk kotak dengan tulisan “exit” berwarna putih.
Pintu darurat, yang berjumlah 8 pintu darurat yang berada pada gedung
bagian produksi, dan pintu darurat ini berhubungan langsung dengan alarm
Page 83
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
kebakaran dimana jika pintu darurat tersebut dibuka maka alarm
kebakaranpun akan berbunyi. Dan pintu darurat ini tidak digunakan secara
umum.
Dari hasi observasi yang dilakukan diketahui bahwa belum terdapatnya
rute evakuasi yang dapat menyulitkan penghuni jika terjadi kebakaran di
PT. Kimia Farma Plant Jakarta yang tidak memenuhi syarat Departemen
Tenaga Kerja, dan pada area tempat berhimpun juga belum memenuhi syarat
karena dua diantara tempat berhimpun tersebut lokasinya tidak strategis
yang berada dibelakang gedung produksi dan dibelakang gudang yang dapat
menyulitkan jika terjadi kebakaran.
8.2 Saran
Dari permasalahan yang ada, maka penulis mencoba memberikan masukan
sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti dengan dilengkapinya
sistem manajemen penanggulangan kebakran di PT. Kimia Farma Plant
Jakarta, antara lain :
1. Ditetapkan dan disyahkannya perencanaan program penanggulangan
kebakaran di PT. Kimia Farma Plant Jakarta oleh Plant Manager UPF
Jakarta, agar perusahaan dapat lebih mengupayakan usaha penaggulangan
kebakaran.
2. Ditingkatkan kembali pengorganisasian Tim pemadam kebakaran yang
sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 186 tahun 1999
menjadi petugas peran kebakaran sekurang – kurangnya 2 (dua) orang untuk
setiap jumlah tenaga kerja 25 (dua puluh lima) orang. Dari total jumlah
karyawan yang ada di PT. Kimia Farma Plant Jakarta yaitu 612 orang maka
Page 84
Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta
diperlukan petugas peran kebakaran kurang lebih sebanyak 49 orang.
3. Penambahan kegiatan pendidikan dan pelatihan penanggulangan kebakaran
yang sesuai kriteria jabatan anggota Tim pemadam kebakaran pada
Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 186 tahun 1999 tentang unit
penanggulangan kebakaran di tempat kerja. Khususnya bagi para anggota
Tim pemadam kebakaran yang belum mengukuti pelatihan khusus bidang
penanggulangan kebakaran.
4. Ditetapkan dan disyahkannya perencanaan keadaan darurat di PT. Kimia
Farma Plant Jakarta oleh Plant Manager UPF Jakarta, agar perusahaan
dapat lebih mengupayakan usaha penaggulangan kebakaran. Dan dibuatnya
SOP (Standar Operasional Prosedur) penggunaan sarana penanggulangan
kebakaran bagi penghuni dan pemakainya.
5. Segara dibuatnya jalur evakuasi agar dapat memudahkan upaya
penyelamatan jiwa jika terjadi suatu kebakaran.