Top Banner
MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) DI RUMAH SAKIT “Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Program K3” Disusun Oleh : Dennis Hirmasyah 4001130047 Diana Yulisti 4001130002 Dudi Sobarudin 4001130079 Luriyona Rahayu 4001130005 Mega Ismi Rahayu 4001130032 Nisa Aulia Akmalina 4001130033 YAYASAN DWI PUTRA HUSADA i
70

MAKALAH K3

Feb 20, 2016

Download

Documents

Diana Yulisti

bermanfaat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MAKALAH K3

MAKALAH

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) DI RUMAH SAKIT

“Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Program K3”

Disusun Oleh :

Dennis Hirmasyah 4001130047

Diana Yulisti 4001130002

Dudi Sobarudin 4001130079

Luriyona Rahayu 4001130005

Mega Ismi Rahayu 4001130032

Nisa Aulia Akmalina 4001130033

YAYASAN DWI PUTRA HUSADA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG

S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

2015-2016

i

Page 2: MAKALAH K3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat

menyelesaikan makalah mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Di

Rumah Sakit ini sesuai dengan berbagai sumber dan informasi yang

dikembangkan sesuai dengan fakta dan kondisi sekarang.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka

menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya

bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa

yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan

demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang

sempurna tanpa sarana yang membangun

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami

sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila

terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik

dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Bandung, Juni 2015

Penyusun

i

Page 3: MAKALAH K3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan................................................................................................4

1.2.1 Tujuan Umum............................................................................................4

1.3 Rumusan Masalah..............................................................................................4

1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................................5

1.4.1 Bagi Penulis................................................................................................5

1.4.2 Bagi Pembaca.............................................................................................5

1.5 Sistematika Penulisan.........................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................6

2.1 Tinjauan Teoritis................................................................................................6

2.1.1 Pengertian...................................................................................................6

2.2 Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan...............7

2.3 Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit..............9

2.4 Penegakan Peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah sakit (K3RS) dan Peran Dinas Kesehatan..............................................................................13

BAB III PEMBAHASAN KESEHATAN DAN KESELAMAT KERJA(K3) DI RUMAH SAKIT..............................................................................................................................17

3.1 Pengertian.........................................................................................................17

3.1.1 Kesehatan Dan Keselamatan Kerja...........................................................17

3.2 Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan.............19

3.2.1 Sebab – Sebab Kecelakaan.......................................................................21

3.2.2 Faktor – Faktor Kecelakaan......................................................................22

3.2.3 Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja............................................23

3.3 Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit............24

3.4 Penegakan Peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit..........................……………………………………………………………………………………………28

ii

Page 4: MAKALAH K3

3.5 Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan................................................................31

3.6 Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja...........33

3.7 Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)................................34

BAB IV PENUTUP.........................................................................................................36

4.1 Kesimpulan......................................................................................................36

4.2 Saran................................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................38

iii

Page 5: MAKALAH K3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja di rumah sakit dan

fasilitas medis lainnya perlu di perhatikan. Demikian pula penanganan faktor

potensi berbahaya yang ada di rumah sakit serta metode pengembangan

program keselamatan dan kesehatan kerja disana perlu dilaksanakan, seperti

misalnya perlindungan baik terhadap penyakit infeksi maupun non-infeksi,

penanganan limbah medis, penggunaan alat pelindung diri dan lain

sebagainya. Selain terhadap pekerja di fasilitas medis/klinik maupun rumah

sakit, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di rumah sakit juga “concern”

keselamatan dan hak-hak pasien, yang masuk kedalam program patient

safety.

Merujuk kepada peraturan pemerintah berkenaan dengan keselamatan

dan kesehatan kerja di tempat kerja, pedoman ini juga mengambil dari

beberapa sumber “best practices” yang berlaku secara Internasional, seperti

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), the Centers

for Disease Control (CDC), the Occupational Safety and Health

Administration (OSHA), the US Environmental Protection Agency (EPA),

dan lainnya. Data tahun 1988, 4% pekerja di USA adalah petugas medis. Dari

laporan yang dibuat oleh The National Safety Council (NSC), 41% petugas

medis mengalami absenteism yang diakibatkan oleh penyakit akibat kerja dan

injury, dan angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor industri

lainnya. Survei yangdilakukan terhadap 165 laboratorium klinis di Minnesota

memperlihatkan bahwa injury yang terbanyak adalah needle sticks injury

(63%) diikuti oleh kejadian lain seperti luka dan tergores (21%). Selain itu

pekerja di rumah sakit sering mengalami stres, yang merupakan faktor

predisposisi untuk mendapatkan kecelakaan. Ketegangan otot dan keseleo

Page 6: MAKALAH K3

merupakan representasi dari low back injury yang banyak didapatkan

dikalangan petugas rumah sakit.systems.

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan merupakan tempat

kerja yang unik dan sangat kompleks. Semakin luas pelayanan dan fungsi

rumah sakit tersebut, maka akan semakin kompleks fasilitas dan peralatan

yang dibutuhkan. Kompleksitas tersebut membuat rumah sakit mempunyai

potensi bahaya yang besar baik bagi pasien, pekerja medis dan nonmedis

maupun bagi pengunjung rumah sakit.

Laboratorium merupakan salah satu pelayanan dan fasilitas dasar bagi

rumah sakit. Kegiatan yang ada di laboratorium mempunyai potensi bahaya

yang cukup besar yang berasal dari faktor biologis, fisik, kimia, ergonomi dan

psikososial. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi

laboratorium, maka resiko yang dihadapi petugas laboratorium di rumah sakit

akan semakin meningkat.

Petugas laboratorium merupakan orang pertama yang terpajanbahan

biologi dan kimia yang merupakan bahan toksik korosif, mudah meledak dan

terbakar. Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan alat-alat yang mudah

pecah, berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang

mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke

jaringan hewan percobaan.

Oleh karena itu, pihak pengelola rumah sakit harus menerapkan upaya-

upaya kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit (K3RS) dengan efektif,

efisien dan terpadu. Salah satu dari upaya tersebut adalah upaya kesehatan dan

keselamatan kerja laboratorium. Upaya tersebut meliputi pengontrolan bahaya

kimia, biologi, radiasi, dan mekanikal serta penggunaan alat pelindung diri

(APD). Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit

kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku

tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu

prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan

jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk

2

Page 7: MAKALAH K3

bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan

perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia

Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang

penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh

pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu

bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari

pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat

meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian

materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses

produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan

berdampak pada masyarakat luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan

petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam

dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di

beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan

kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering

terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan

pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja,

sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.

Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang

Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus

melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan

pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan

hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan

faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang

mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri,

3

Page 8: MAKALAH K3

keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir

Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan

mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan

dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari

pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tentang Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)

Di Rumah Sakit dan dapat mengaplikasikannya dalam Ilmu Kesehatan

Masyarakat demi menunjang kondisi Masyarakat umum.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan

yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga

kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah

kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja,

diantaranya :

a) Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja?

b) Bahaya apa yang sering kita dapatkan di rumah sakit?

c) Bagaimana bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja Di Rumah

Sakit?

d) Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan

e) Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja

f) Pengendalian Melalui Jalur Kesehatan (Medical Control)

4

Page 9: MAKALAH K3

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Penulis

a. Menambah pengetahuan.

b. Pengalaman dalam pembelajaran Memahami tentang teori.

c. Menambah wawasan dan pelajaran baru.

1.4.2 Bagi Pembaca

a. Menambah pengetahuan.

b. Menambah wawasan dan pelajaran baru.

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan, berisikan tentang latar belakang Kesehatan Dan

Keselamatan Kerja (K3), tujuan, Rumusan Masalah, manfaat

dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan teori, tentang Masalah Kesehatan Dan Keselamatan

Kerja (K3) Di Rumah Sakit, dll.

BAB III : Pembahasan.

BAB IV : Kesimpulan dan saran.

5

Page 10: MAKALAH K3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah

salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman,

sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi

dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang

pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun

kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat

mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan

yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit

Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas

kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam

dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat

kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)

menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor

penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan

kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak

pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan

alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan

undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah

mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan

upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada

pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi

kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja

Page 11: MAKALAH K3

(K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena

seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan

berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu

komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah

tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk

menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan

penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya

keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di

semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko

bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai

karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di

atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam

kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat

menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku

langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun

pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS

menerapkan upaya-upaya K3 di RS.

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga

ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan

kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan

yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera

lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi,

gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di

atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS,

para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.

2.2 Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan

Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada

bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik ,

7

Page 12: MAKALAH K3

peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang

dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam:

1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau

meledak (obat– obatan).

2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .

3. Bahaya radiasi .

4. Luka bakar .

5. Syok akibat aliran listrik .

6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .

7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha

pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan

disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008

menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari

pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum,

terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi

dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada

pekerja RS, yaitu sprains, strains : 52%;contussion, crushing, bruising : 11%;

cuts, laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%;

thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis:

1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US Department of Laboratorium, Bureau of

Laboratorium Statistics, 1983).

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung

tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di

Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42%

dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun.

Cedera punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1

milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan

bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa

8

Page 13: MAKALAH K3

banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan dengan bahaya-

bahaya yang ada di RS.

Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis

yang diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan

wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan

urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus

intervertebrae.

Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang

diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu

penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan

lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah

kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot

dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya

untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya,

oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3

RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen

K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.

2.3 Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit

Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan

sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut

diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan ( malprektek)

serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi

manajemen tesebut menjadi :

A. /Planning /(perencanaan)

B. /Organizing/ (organisasi)

C. /Actuating /(pelaksanaan)

D. /Controlling /(pengawasan)

9

Page 14: MAKALAH K3

A. Planning/ (Perencanaan)

Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang

akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di

rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk

memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat

( hubungan timbal balik pasien – perawat / dokter, serta masyarakat umum

lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan meliputi:

1. Hal apa yang dikerjakan

2. b. Bagaiman cara mengerjakannya

3. Mengapa mengerjakan

4. Siapa yang mengerjakan

5. Kapan harus dikerjakan

6. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan

7. hubungan timbal balik ( sebab akibat)

Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang

tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-

kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metode-metode yang

dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya

yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar.

Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi

kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja

rumah sakit / instansi kesehatan.

B. Organizing/ (Organisasi)

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi

kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat

rumah sakit / instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat

atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara

langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat

10

Page 15: MAKALAH K3

menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat

(nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di samping memberlakukan

Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah) dan

tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah

sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :

1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi

kesehatan.

2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an

keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.

3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit /

instansi kesehatan.

4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin

rumah sakit / instansi kesehatan.

5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu

rumah sakit / instansi kesehatan.

6. Dan lain-lain.

Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin

Dunia Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen

keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat

(Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja

rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau

seminat yang terkait dengan kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan

dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah)

maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi

atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan independen yang

berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.

11

Page 16: MAKALAH K3

C. Actuating/ (Pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong

semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai

aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga

semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit /

instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat.

Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah

sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua hal

yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam

rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan

pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan

penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai

peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia

dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul

permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas

semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.

D. Controlling/ (Pengawasan)

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar

pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan

atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu

diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :

a. Adanya rencana

b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah

sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi

keselamatan kerja bersama di rumah sakit / instansi kesehatan. Sosialisasi

perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang

bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah

sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi

kesehatan yang tugasnya antara lain :

12

Page 17: MAKALAH K3

1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah

sakit / instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.

2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan

memahami cara- cara menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit /

instansi kesehatan.

3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau

kecelakaan.

4. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan

kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan

mencegah meluasnya bahaya tersebut.

6. Dan lain-lain

2.4 Penegakan Peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah sakit

(K3RS) dan Peran Dinas Kesehatan

1. Peraturan Kesehatan Kerja

UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan kerja

menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas

keselamatan dan kesehatan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05/Men.

2006 juga mengatur bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan lebih dari

100 orang atau lebih dan atau yang mengandung potensi bahaya wajib

menerapkan sistem manajemen K3 (Bab III Pasal 3).

Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena

teknologi dan sarana kesehatan, kondisi fisik rumah sakit dapat

membahayakan pasien, keluarga, serta pekerja. Jika tidak dikelola,

rumahsakit tidak terhindar dari kebakaran, bencana, atau dampak buruk pada

kesehatan.

Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa dijadikan

kasus bagaimana lemahnya komitmen rumahsakit dalam hal ini.

K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh

peraturan itu, paling banyak adalah peraturan menteri (9 buah) dan belum ada

13

Page 18: MAKALAH K3

sama sekali peraturan daerah. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat

sendiri tidak memiliki semua dokumen peraturan yang telah dikeluarkan oleh

pemerintah. Dinas kesehatan bahkan tidak memiliki satu staf yang mengurusi

bidang ini. Tidak ada tim khusus K3RS. Penjabaran dari regulasi tersebut

oleh pemerintah daerah dalam bentuk peraturan daerah belum ada sama

sekali. Padahal mengacu pada PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan

pemerintah dan propinsi sebagai otonom maka pemerintah daerah

mempunyai legalitas dalam mengatur regulasi K3RS. Kenyataan ini barang

kali bisa mencerminkan keadaan sebelum desentralisasi. Daerah

melaksanakan apa yang menjadi keputusan pusat dan barang kali karena

keputusan pusat itu pula, regulasi K3RS ini lemah.

2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Pilihan Rasional

Rumahsakit

Tabel 1. Tahun Penerbitan, Isi Regulasi dan Bentuk Regulasi K3RS

TAHUN REGULASI Jenis

1970 Keselamatan Kerja Undang-undang

1975 Keselamatan kerja terhadap radiasi Peraturan Pemerintah

1975 Izin pemakaian zat radioaktif Peraturan Pemerintah

1980 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam

penyelenggar

aan K3

Peraturan Menteri

1980 Syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan

alat pemadam

api ringan

Peraturan Menteri

1981 Kewajiban melapor penyakit akibat kerja Peraturan Menteri

1983 Pelayanan kesehatan tenaga kerja Peraturan Menteri

1989 Ketentuan KK terhadap radiasi Keputusan Dirjen

1992 Kesehatan Undang-undang

1992 Persyaratan Kesling RS Peraturan Menteri

1993 Penyakit yang timbul karena hubungan kerja Keputusan Presiden

14

Page 19: MAKALAH K3

1993 Komite K3 Keputusan Menteri

1993 Persyaratan kesehatan lingkungan

ruang & Bangunan serta fasilitas

sanitasi rumah sakit

Persyaratan kesehatan konstruksi

ruang di rumah sakit.

Persyaratan & petunjuk teknis tata

cara penye hatan lingkungan RS

Keputusan Dirjen

1996 Sistem Manajemen K3 (SMK3) Peraturan Menteri

1996 Pengamanan bahan berbahaya bagi Kesehatan Peraturan Menteri

1997 Pelaksanaan Audit system manajemen K3 Peraturan Menteri

1997 Penyelenggaraan pelayanan radiology Peraturan Menteri

1997 Pembentukan Panitia K3 Rumah Sakit Surat Edaran

1997 Inspeksi K3 Keputusan Menteri

1998 Persyaratan kesling kerja Keputusan Menteri

1999 Perubahan PP18 /1999 terhadap pemgelolaan

limbah B3

PP

2003 Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Keputusan Menteri

Terkait dengan peran regulasi dinas kesehatan, standar K3RS bisa dijadikan

sebagai persyaratan pendirian atau operasi rumahsakit.

Pelaksanaan K3RS pada masa yang lalu ditekankan dengan pola

pembinaan dinas kesehatan. Kebijakan kita selama ini dalam bidang

kesehatan dan keselamatan kerja adalah berupa sosialisasi program, pelatihan

tentang K3RS, menyediakan tenaga khusus, dan membuat pedoman

pelaksanaan.

Cara-cara pembinaan seperti itu memperlihatkan hasil yang minimal.

Satu rumahsakit dalam penelitian ini, kebetulan swasta, bisa menjadi contoh

karena mereka telah secara sadar menerapkan standar lebih internasional.

Rumahsakit swasta yang berorientasi internasional menganggap K3RS adalah

15

Page 20: MAKALAH K3

strategis bagi pelanggan yang sudah makin kritis. Sifat kesukarelaan seperti

ini bagi rumahsakit pemerintah dan swasta lokal bisa berakibat buruk.

Pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan mau tidak mau perlu membuat

tekanan dari luar agar kesehatan dan keselamatan kerja betul-betul terjaga

Pemerintah daerah hendaknya lebih peduli dengan K3RS, dengan

membuat peraturan daerah khusus yang diberlakukan di daerahnya. Dinas

kesehatan bisa mengawasi pelaksanaan K3RS, diikuti dengan tindakan sanksi

bagi yang tidak menerapkannya. Lebih tegas, perlindungan publik dan

pekerja seperti ini harus menjadi persyaratan mutlak dalam pemberian izin

pendirian suatu rumah sakit.

16

Page 21: MAKALAH K3

BAB III

PEMBAHASAN

KESEHATAN DAN KESELAMAT KERJA(K3)

DI RUMAH SAKIT

3.1 Pengertian

3.1.1 Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja

yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga

dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan

efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja

menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja

dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi

secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan

berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK)

dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non

kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika

kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di

beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan

kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab,

sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas

serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja

yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-

alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-

undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah

Page 22: MAKALAH K3

mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus

melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan

kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan

disekitarnya

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai

suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan

kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada

khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya

menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian

secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya

dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan

penyakit akibat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat

dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri.

Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka

menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang

mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan

kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan

yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang

beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan

dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan

tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-

pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami

perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga

kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa

setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh

perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan

kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat

serta nilai-nilai agama.

18

Page 23: MAKALAH K3

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka

dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang

keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan

sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910

yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan

perkembangan yang ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun

1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi

segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan

air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah

kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat

keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan,

pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,

penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk

tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat

menimbulkan bahaya kecelakaan.

Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan,

namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan

kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber

daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih

diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3

yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama

dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan

norma K3 agar terjalan dengan baik

3.2 Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan

Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan

pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang

toksik , peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar

19

Page 24: MAKALAH K3

bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat

digolongkan dalam :

1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar

atau meledak (obat– obatan).

2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .

3. Bahaya radiasi .

4. Luka bakar .

5. Syok akibat aliran listrik .

6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .

7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-

usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta

penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit / instansi

kesehatan.

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008

menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari

pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum,

terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit

infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi

pada pekerja RS, yaitu sprains, strains : 52%;contussion, crushing,

bruising : 11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%;

multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%;

infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US Department

of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung

tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain.

Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi

42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per

tahun. Cedera punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu

lebih dari 1 milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian

20

Page 25: MAKALAH K3

sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas,

namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS,

sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.

Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis

yang diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan

wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan

urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus

intervertebrae.

Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut

yang diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain,

yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan

keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih,

masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan

sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka

perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin

meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar

penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan

sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun

karyawan RS.

3.2.1 Sebab – Sebab Kecelakaan

Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena

tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab

kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada

pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam

melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal

tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan

kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan

setiap karyawan pabrik.

Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah

pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang

berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak

21

Page 26: MAKALAH K3

sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi,

seperti helm dan gudang yang kurang baik.

Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan

seperti latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan,

mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan,

memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil

analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai

ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja.

Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat

efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan

keselamatan.

3.2.2 Faktor – Faktor Kecelakaan

Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja

sebuah industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada

industri mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk

mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi

yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.

Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus

dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan

kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan

yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara

kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan

yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager

untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak

membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan

hal diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak

membayar upah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan

pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang

lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah

kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri.

22

Page 27: MAKALAH K3

3.2.3 Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan

merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas

kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban

tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa

dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan

produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat

menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan

akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.

a) Kapasitas Kerja

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya

belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran

bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30%

menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia.

Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja

untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat

lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar

masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang

mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan

tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut

masalah PAHK dan kecelakaan kerja.

b) Beban Kerja

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis

beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan

kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan

tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan

kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik

(irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara

lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif

rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan

23

Page 28: MAKALAH K3

secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat

menimbulkan stres.

c) Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat

mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja

(Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat

Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

3.3 Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit

Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan

sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut

diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan

( malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari

kesalahan kerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi

manajemen tesebut menjadi :

A. /Planning /(perencanaan)

B. /Organizing/ (organisasi)

C. /Actuating /(pelaksanaan)

D. /Controlling /(pengawasan)

a)    Planning/ (Perencanaan)

Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang

akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di

rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk

memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat

( hubungan timbal balik pasien – perawat / dokter, serta masyarakat umum

lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan meliputi:

a. Hal apa yang dikerjakan

b. Bagaiman cara mengerjakannya

c. Mengapa mengerjakan

24

Page 29: MAKALAH K3

d. Siapa yang mengerjakan

e. Kapan harus dikerjakan

f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan

g. hubungan timbal balik ( sebab akibat)

Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan )

sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup

kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metode-

metode yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan

risiko bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan )

makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di rumah

sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi

keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.

b)   Organizing/ (Organisasi)

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi

kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat

rumah sakit / instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat

atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara

langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat

menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat

(nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di samping memberlakukan

Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah) dan

tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah

sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :

1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi

kesehatan.

2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an

keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.

3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit /

instansi kesehatan.

4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin

rumah sakit / instansi kesehatan.

25

Page 30: MAKALAH K3

5. Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu

rumah sakit / instansi kesehatan.

6. Dan lain-lain.

Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin

Dunia Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen

keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat

(Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja

rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau

seminat yang terkait dengan kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan

dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah)

maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi

atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan independen yang

berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.

c)    Actuating/ (Pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong

semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai

aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga

semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit /

instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat.

Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah

sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua hal

yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam

rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan

pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan

penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai

peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia

dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul

permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas

semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.

26

Page 31: MAKALAH K3

d)   Controlling/ (Pengawasan)

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar

pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan

atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu

diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :

a. Adanya rencana

b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada

bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi

tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan

kerja bersama di rumah sakit / instansi kesehatan. Sosialisasi perlu

dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang

bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah

sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi

kesehatan yang tugasnya antara lain :

1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah

sakit / instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.

2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan

memahami cara- cara menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit /

instansi kesehatan.

3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau

kecelakaan.

4. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan

kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan

mencegah meluasnya bahaya tersebut.

6. Dan lain-lain

27

Page 32: MAKALAH K3

3.4 Penegakan Peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Di

Rumah Sakit

1. Peraturan Kesehatan Kerja

UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan

kerja menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan

perlindungan atas keselamatan dan kesehatan. Peraturan Menteri Tenaga

Kerja No.05/Men. 2006 juga mengatur bahwa setiap perusahaan yang

mempekerjakan lebih dari 100 orang atau lebih dan atau yang mengandung

potensi bahaya wajib menerapkan sistem manajemen K3 (Bab III Pasal 3).

Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena

teknologi dan sarana kesehatan, kondisi fisik rumah sakit dapat

membahayakan pasien, keluarga, serta pekerja. Jika tidak dikelola,

rumahsakit tidak terhindar dari kebakaran, bencana, atau dampak buruk

pada kesehatan.

Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa

dijadikan kasus bagaimana lemahnya komitmen rumahsakit dalam hal ini.

K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh

peraturan itu, paling banyak adalah peraturan menteri (9 buah) dan belum

ada sama sekali peraturan daerah. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera

Barat sendiri tidak memiliki semua dokumen peraturan yang telah

dikeluarkan oleh pemerintah. Dinas kesehatan bahkan tidak memiliki satu

staf yang mengurusi bidang ini. Tidak ada tim khusus K3RS. Penjabaran

dari regulasi tersebut oleh pemerintah daerah dalam bentuk peraturan

daerah belum ada sama sekali. Padahal mengacu pada PP No. 25 tahun

2000 tentang kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai otonom maka

pemerintah daerah mempunyai legalitas dalam mengatur regulasi K3RS.

Kenyataan ini barang kali bisa mencerminkan keadaan sebelum

desentralisasi. Daerah melaksanakan apa yang menjadi keputusan pusat

dan barang kali karena keputusan pusat itu pula, regulasi K3RS ini lemah.

1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Pilihan Rasional

Rumahsakit

28

Page 33: MAKALAH K3

Tabel 1. Tahun Penerbitan, Isi Regulasi dan Bentuk Regulasi K3RS

TAHUN REGULASI Jenis

1970 Keselamatan Kerja Undang-undang

1975 Keselamatan kerja terhadap radiasi Peraturan Pemerintah

1975 Izin pemakaian zat radioaktif Peraturan Pemerintah

1980 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam

penyelenggar

aan K3

Peraturan Menteri

1980 Syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan

alat pemadam

api ringan

Peraturan Menteri

1981 Kewajiban melapor penyakit akibat kerja Peraturan Menteri

1983 Pelayanan kesehatan tenaga kerja Peraturan Menteri

1989 Ketentuan KK terhadap radiasi Keputusan Dirjen

1992 Kesehatan Undang-undang

1992 Persyaratan Kesling RS Peraturan Menteri

1993 Penyakit yang timbul karena hubungan kerja Keputusan Presiden

1993 Komite K3 Keputusan Menteri

1993 Persyaratan kesehatan lingkungan

ruang & Bangunan serta fasilitas

sanitasi rumah sakit

Persyaratan kesehatan konstruksi

ruang di rumah sakit.

Persyaratan & petunjuk teknis tata

cara penye hatan lingkungan RS

Keputusan Dirjen

1996 Sistem Manajemen K3 (SMK3) Peraturan Menteri

1996 Pengamanan bahan berbahaya bagi Kesehatan Peraturan Menteri

1997 Pelaksanaan Audit system manajemen K3 Peraturan Menteri

1997 Penyelenggaraan pelayanan radiology Peraturan Menteri

29

Page 34: MAKALAH K3

1997 Pembentukan Panitia K3 Rumah Sakit Surat Edaran

1997 Inspeksi K3 Keputusan Menteri

1998 Persyaratan kesling kerja Keputusan Menteri

1999 Perubahan PP18 /1999 terhadap pemgelolaan

limbah B3

PP

2003 Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Keputusan Menteri

Tekait dengan peran regulasi dinas kesehatan, standar K3RS bisa

dijadikan sebagai persyaratan pendirian atau operasi rumahsakit.

Pelaksanaan K3RS pada masa yang lalu ditekankan dengan pola

pembinaan dinas kesehatan. Kebijakan kita selama ini dalam bidang

kesehatan dan keselamatan kerja adalah berupa sosialisasi program,

pelatihan tentang K3RS, menyediakan tenaga khusus, dan membuat

pedoman pelaksanaan.

Cara-cara pembinaan seperti itu memperlihatkan hasil yang

minimal. Satu rumahsakit dalam penelitian ini, kebetulan swasta, bisa

menjadi contoh karena mereka telah secara sadar menerapkan standar

lebih internasional. Rumahsakit swasta yang berorientasi internasional

menganggap K3RS adalah strategis bagi pelanggan yang sudah makin

kritis. Sifat kesukarelaan seperti ini bagi rumahsakit pemerintah dan

swasta lokal bisa berakibat buruk. Pemerintah dalam hal ini dinas

kesehatan mau tidak mau perlu membuat tekanan dari luar agar kesehatan

dan keselamatan kerja betul-betul terjaga

Pemerintah daerah hendaknya lebih peduli dengan K3RS, dengan

membuat peraturan daerah khusus yang diberlakukan di daerahnya. Dinas

kesehatan bisa mengawasi pelaksanaan K3RS, diikuti dengan tindakan

sanksi bagi yang tidak menerapkannya. Lebih tegas, perlindungan publik

dan pekerja seperti ini harus menjadi persyaratan mutlak dalam pemberian

izin pendirian suatu rumahsakit.

30

Page 35: MAKALAH K3

3.5 Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan

1. Pengertian Tenaga Kesehatan

Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan

demikian Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan

mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya.

Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama

untuk mendapat pelayanan kesehatan.

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri

dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa

pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai

dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria,

dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan

tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian

khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan

dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.

Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan

sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya

tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan

tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan tentang

pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan

kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan, kebijakan

sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan kepegawaian.

Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan

tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi

pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan,

kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan

kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa

faktor makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan,

31

Page 36: MAKALAH K3

yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi pelayanan

kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu, kebijakan

pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua faktor di

atas.

2. Jenis Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri

dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa

pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai

dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria,

dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan

tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian

khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan

dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.

Jenis tenaga kesehatan terdiri dari :

a. Perawat

b. Perawat Gigi

c. Bidan

d. Fisioterapis

e. Refraksionis Optisien

f. Radiographer

g. Apoteker

h. Asisten Apoteker

i. Analis Farmasi

j. Dokter Umum

k. Dokter Gigi

l. Dokter Spesialis

m. Dokter Gigi Spesialis

n. Akupunkturis

o. Terapis Wicara dan

32

Page 37: MAKALAH K3

p. Okupasi Terapis.

3.6 Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan

Kerja

Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan.

Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja

cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke

negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius.

Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu

perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit

akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang

kesehatan dan keselamatan kerja.

Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan

kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan

kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita

harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan

kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar

industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai

alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis.

Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi

perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi)

nasional serta untuk menghadapi persaingan global.

Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit

pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan

khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja

sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah

sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini

juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang

lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah

33

Page 38: MAKALAH K3

sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari

misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.

Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di

bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan

kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga

kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan

peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk

menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang

dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.

Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No.

1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam

pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan,

Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang

Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan

Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3.7 Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)

Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu

upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal

(Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh

pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan

meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri

maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka

penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan

mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja.

Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit

akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan

sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang

meliputi :

34

Page 39: MAKALAH K3

1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan

sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan)

mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk

memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan

mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya

sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Anamnese

umumPemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:

a. Anamnese pekerjaan

b. Penyakit yang pernah diderita

c. Alrergi

d. Imunisasi yang pernah didapat

e. Pemeriksaan badan

f. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :

- Tuberkulin test

- Psiko test

2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan

kesehatan yang dilaksanakan secara berkala

dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan

dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi.

Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu

antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup

pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum

dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan

awal dan bila diperlukan ditambah dengan

pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko

kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan

kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar

waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan

dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat

mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di

35

Page 40: MAKALAH K3

sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya

untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal

memberikan pelayanan paripurna juga harus

merambah dan memberi panutan pada masyarakat

pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan

promotif dan preventif.

36

Page 41: MAKALAH K3

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk

upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari

pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat

meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja

Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan

ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan),

Bahan beracun, korosif dan kaustik , Bahaya radiasi , Luka bakar ,Syok

akibat aliran listrik ,Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda

tajam & Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun

pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat

menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit

akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali

dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan

kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila

terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk

mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan

penyakit akibat hubungan kerja.

Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja

adalah menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui

pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal,

pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya

kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan

penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

Page 42: MAKALAH K3

4.2 Saran

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di

Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008

Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura,

Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan

daya saing pelayanan dan kualitas saranan kesehatan Indonesia di dunia

internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi

persaingan global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga

kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan pelayanan

tersebut sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu

disamping perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga perlu

memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.

Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan

bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat

terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja

pelayanan kesehatan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja

semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam

pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan

kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu

kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan

saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.

38

Page 43: MAKALAH K3

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 1991, pedoman uraian tugas tenaga keperawatan dirumah sakit,

Jakarta.:Depkes RI

Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja.

llen, carol Vestal, 1998, Memahami Proses keperawatan dengan pendekatan

latihan , alih bahasa Cristantie Effendy, Jakarta :

EGC

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan

Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, 2005.

Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan

dan kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.

Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji

Masagung

Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan.

Jakarta :Gunung Agung, 1985

-------------------,1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia.

[s.]:Direktorat Bina Peran Masyarakat Depkes RT.

39