Top Banner

of 43

Makalah JR FIX!

Aug 08, 2018

Download

Documents

auntymaya
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    1/43

    BAB I

    JOURNAL REVIEW

    Oro-Dental Health Status and Salivary Characteristics in Children withChronic Renal Failure

    B. Seraj, R. Ahmadi, N. Ramezani, A. Mashayekhi, M. Ahmadi

    Journal of Dentistry, Tehran University of Medical Sciences 2011; 8(3): 146-151

    ABSTRAK

    Anak-anak yang menderita penurunan fungsi ginjal harus dipertimbangkan keadaan

    rongga mulut dan giginya. Disebutkan bahwa penurunan fungsi ginjal dapat mempengaruhi

    jaringan keras dan jaringan lunak pada rongga mulut. Pengetahuan tentang prevalensi yang

    tinggi mengenai kelainan pada gigi, kalkulus, gingival hyperplasia, perubahan komposisi

    saliva dan respon jaringan terhadap plak dapat membantu dokter dan dokter gigi pada saat

    merawat pasien dengan gagal ginjal kronis.

    PENDAHULUAN

    Gagal ginjal kronis merupakan ketidak mampuan fungsi ginjal dan penurunan

    glomerular filtration rate yang ireversibel dan terjadi selama bertahun-tahun (1-3). Insidensi

    gagal ginjal kronis terjadi bervariasi dari 1 negara dengan negara lain yaitu di Amerika 337

    kasus/tahun, Australia 90 kasus/tahun, United Kingdom 95 kasus/tahun, dan New Zealand

    107 kasus/tahun (4). Sehingga menyebabkan gagal ginjal kronis masalah kesehatan yang

    penting. Prevalensi gagal ginjal kronis di Iran 18,9% (5). Penyebab gagal ginjal kronis yang

    paling umum adalah hipertensi, diabetes melitus, uropathy, glomerulonefritis kronis, dan

    penyakit auto imun. Faktor etiologi yang berperan penting pada ginjal kronis anak-anak

    1

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    2/43

    adalah penyakit ginjal kongenital seperti malformasi urologis, hereditary nephropathy, dan

    penyakit glomerulus (6). Meskipun etiologi gagal ginjal kronis bermacam-macam tetapi

    manifestasi klinis dari gagal ginjal kronis hampir sama (3,7). Pada awalnya anak-anak dengan

    gagal ginjal kronis konsumsi makanan yang mengandung protein dan kalori dibatasi. Anak-

    anak dengan gagal ginjal kronis menunjukan keterlambatan pertumbuhan pada usia muda dan

    perkembangan gigi geligi yang terlambat (8). Meningkatnya angka kehidupan pasien yang

    mengalami gagal ginjal kronis karena kemajuan pediatric nephrology seperti dialisis dan

    transplantasi, serta perubahan metabolik pada gagal ginjal kronis dan pengobatannya, dokter

    dan dokter gigi penting untuk mengetahui perubahan oro-dental yang sering terjadi dengan

    penyakit ini (2,9). Meskipun metode pencegahan dan pengobatan yang baru dapat

    meminimalisasi komplikasi dari gagal ginjal kronis ini (2). namun metode-metode ini juga

    menyebabkan pertimbangan dalam kesehatan rongga mulut pasien. Gejala pada rongga mulut

    diamati pada 90% pasien ginjal, karena penyakit tersebut dan pengobatannya memiliki

    manifestasi pada sistemik dan oro-dental(3,4,10,11). Banyak perubahan yang terjadi seperti

    perubahan dalam komposisi saliva (12-14), aliran saliva (14-16), prevalensi kalkulus yang

    tinggi (17), dan hipoplasia email (15,18). Kebersihan mulut yang buruk dan uremic stomatitis

    dapat mempengaruhi keadaan rongga mulut. Juga terkait dengan hilangnya lamina dura,

    fraktur tulang, tumor pada tulang, goyangnya gigi, dan maloklusi (20). Prosedur perawatan

    medis pada pasien gagal ginjal kronis dapat ditunda karena status kebersihan mulut yang

    buruk dan potensi resiko infeksi pasca operasi yang berbahaya (21). Di samping itu,

    meningkatkan kebersihan mulut dan melakukan semua perawatan gigi yang dibutuhkan

    sebelum dilakukan hemodialisis atau tranplantasi dapat mencegah endokarditis, septicemia,

    dan end arthritis (22).

    2

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    3/43

    STATUS MUKOSA ORAL

    Penurunan erythropoietin menyebabkan anemia sehingga menimbulkan kepucatan

    pada mukosa oral. Manifestasi lain seperti petechie, ekimosis, dan pigimentasi mukosa oral

    juga ditemukan pada pasien dengan kelainan ginjal. Stomatitis, mukositis, dan glositis

    dilaporkan pada pasien gagal ginjal kronis (CRF), yang dapat menyebabkan nyeri dan

    inflamasi pada lidah dan mukosa oral. Sensasi rasa yang berubah dan dysgeusia serta infeksi

    bakteri dan kandidiasis juga dapat meningkat pada kelainan ginjal (23)

    Terdapat beberapa kelaninan periodontal yang dilaporkan pada anak dengan gagal

    ginal kronis (8,16,24). Hal ini dapat dihubungkan dengan fakta bahwa imunosupresi dan

    uremia berhubungan dengan gagal ginjal kronis (chronic renal failure/ CRF) dan

    hemodialisis dapat mengubah respon inflamasi jaringan ginggival terhadap plak bakteri (25).

    Selain itu, warna pucat yang disebabkan karena anemia (manifestasi sistemik umum pada

    kelainan fungsi ginjal yang menurun) dapat menyamarkan tanda inflamasi pada gingiva (24).

    Pembesaran gingiva (gingival enlargement/GE) lebih banyak muncul pada pasien dengan

    gagal ginjal kronis (CRF) dibandingkan pada anak normal. Hal tersebut dapat dihubungkan

    dengan obat-obatan yang dikonsumsi. Prevalensi pembesaran gusi yang lebih tinggi secara

    signifikan dilaporkan pada pasien yang sedang dirawat dengan nifedipine dan atau

    cyclosporine A (13%-85%), umumnya digunakan pada pasien transplantasi ginjal (16,24, 26-

    29). Walaupun kebersihan mulut yang buruk disebutkan sebagai faktor yang berhubungan

    dengan pembesaran gusi, ketika gusi mengalami pembesaran, hanya meningkatkan

    kebersihan oral tidak cukup untuk mengurangi pembesaran gusi, terutama pada tipe yang

    berat (24,26).

    Setelah penegakan diagnosis secara optimal, kebersihan mulut standar ,

    ginggivektomi dengan laser, bedah periodontal atau electrosurgery dilakukan (26). Menjaga

    kebersihan mulut setelah operasi adalah penting untuk menghindari pembengkakan gusi

    3

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    4/43

    muncul kembali. Selama 3-4 hari setelah operasi karena konsistensi gingiva, untuk

    mengontrol plak dapat menggunakan obat kumurchlorhexidinegluconate 0,2%. Pasien dapat

    membersihkan dan menyikat gigi secara normal setelah proses penyembuhan meningkat

    (26,24).

    Stomatitis uremik adalah salah satu komplikasi oral yang berhubungan dengan uremia

    yang muncul pada gagal ginjal kronis (3). Pada kasus akut, tingkat nitrogen urea darah

    (BUN) yang meningkat (lebih dari 300 mg/ml) dapat bertindak sebagai faktor etiologi

    timbulnya lesi mukosa merah yang ditutupi oleh pseudomembran atau lapisan ulseratif.

    Biasanya lesi muncul pada dorsal, ventral, dan lateral lidah, pada retromolar dan mukosa

    bukal. Secara histologis, terlihat epithelium hiperplastik dengan hiperkeratinisasi yang tidak

    seperti biasanya dan infiltrasi inflamasi minimal. Perawatan gagal ginjal dan peningkatan

    kebersihan mulut yang adekuat akan menjadi hal penting untuk keberhasilan penyembuhan

    lesi (3, 31-33).

    Kondisi Gigi-geligi

    Kerusakan Enamel

    Gangguan selama histodiferensiasi, aposisi dan mineralisasi dalam perkembangan

    gigi mengakibatkan struktur gigi menjadi abnormal [26]. Disfungsi ginjal sebagai suatu

    penyakit sistemik dapat menyebabkan hipoplasia enamel [34,35]. Kerusakan enamel telah

    diamati pada 57-83% anak dengan CRF yang sudah memiliki gigi permanent, yang mana

    lebih tinggi dari kerusakan enamel yang diamati pada kelompok kontrol (22-33%) [16,25].

    Usia pasien, waktu, dan durasi penyakit metabolik sistemik menunjukkan tingkat dan posisi

    dari kerusakan [34,36]. Salah satu faktor yang menyebabkan gangguan adalah metabolisme

    kalsium-fosfor (Ca-P) yang abnormal, yang menyebabkan peningkatan pada serum Plasma

    dan pengurangan plasma Ca [17, 14, 37]. Dengan demikian, kerusakan enamel ditemukan

    4

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    5/43

    pada pasien anak-anak dengan kekurangan Ca [20]. Di sisi lain, konsentrasi plasma fluoride

    mungkin meningkat karena penurunan fungsi ginjal menyebabkan gigi flourosis [35].

    Kalkulus dan Pewarnaan

    Kalkulus mempunyai peranan penting pada gingivitis dan kejadian penyakit

    periodontal [26]. Kalkulus terutama dibentuk oleh kalsifikasi plak, prosedur dimana

    keseimbangan antara komponen anorganik dan organik air liur berperan penting [17,26].

    Pembentukan kalkulus yang berlebihan jarang terlihat pada anak-anak yang sehat, namun,

    anak-anak dengan gagal ginjal kronis menunjukkan tingkat kalkulus yang lebih tinggi [26,

    12]. Martins melaporkan prevalensi 86,6% untuk pembentukan kalkulus pada anak-anak CRF

    dan 46,6% kelompok untuk kontrol [15]. Pasien yang menderita penyakit ginjal kronis

    menunjukkan perubahan dalam saliva berupa PH saliva yang meningkat, penurunan

    konsentrasi Mg pada saliva, urea dan fosfor yang lebih tinggi menyebabkan timbulnya Ca-P

    dan Ca-Ox dan pembentukan kalkulus [15,17]. Pembentukan kalkulus paling sering terjadi

    pada bagian permukaan lingual dari gigi incisivus bawah, karena dekat dengan orifis

    submandibula kelenjar, ion Ca dan P bertindak sebagai reservoir. Namun, pembentukan

    kalkulus yang berlebihan juga dapat diamati pada bagian lain dalam rongga mulut [17].

    Gangguan yang besar pada metabolisme Ca-P pada pasien CRF sering menyebabkan

    komplikasi kardiovaskular seperti uremic vasculopathy yang merupakan penyebab utama dari

    morbiditas dan mortalitas pada pasien [38,17]. Anak-anak yang menderita CRF mungkin

    menunjukkan diskolorisasi gigi karena uremia. Stain atau diskolorisasi juga diamati pada

    pasien dengan infeksi ginjal yang diresepkan Tetrasiklin selama hemodialisis. Selain itu,

    karena berkurangnya atau penurunan produksi erythropoietin yang disebabkan penyakit

    ginjal, anemia yang terjadi pada pasien dengan CRF. Oral suplemen yang mengandung zat

    besi diberikan untuk mengobati anemia, dapat menimbulkan pewarnaan gigi (13,3%) dan gigi

    5

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    6/43

    erupsi terlambat (26,6%). Manifestasi oral seperti ini jarang terjadi pada anak-anak yang

    normal [15,20].

    Karies gigi

    Anak-anak dengan gagal ginjal knonis harus mengurangi konsumsi makanan yang

    menghasilkan nitrogen, diet kaya karbohidrat dianjurkan untuk pasien ini (24). Kebersihan

    mulut yang buruk, adanya hipoplasia enamel, rendahnya flow rate saliva dan jenis nutrisi

    yang kaya karbohidrat, meningkatkan resiko terjadinya karies pada anak-anak yang

    mengalami kerusakan ginjal (15, 16).

    Disamping data-data yang disebutkan di atas, banyak penelitian telah melaporkan

    prevalensi karies yang lebih rendah (8.5%) pada pasien ini dibandingkan dengan kelompok

    kontrol (40%) kemungkinan dikarenakan buffer saliva dan pH yang tinggi karena

    meningkatnya konsentrasi urea pada saliva dan menurunnya frekuensi isolasi dari

    Streptococcus mutans (15, 16, 24). Selain itu, perubahan prosedur produksi asam dari

    karbohidrat pada plak diteliti pada pasien penyakit ginjal kronis. Hal ini berhubungan dengan

    tingginya konsentrasi urea pada saliva, yang mengarah ke 10 kali lipat kurangnya produksi

    ion H+ ion dari plak gigi pada anak-anak dengan gagal ginjal kronis (19).

    Temuan radiografi:

    Metabolisme vitamin D kebanyakan terganggu pada orang yang mengalami penyakit

    ginjal, menyebabkan penyerapan Ca berkurang sehingga terlihat gambaran radiolusens

    seperti kista pada rahang, hilangnya lamina dura, osteoporosis (demineralisasi tulang),

    kalsifikasi metastatik, brown tumors, hilangnya rongga pulpa, dan predentin tebal sering

    terlihat (8, 16, 24, 37, 39,40). Meskipun metabolisme vitamin D berubah, gambaran

    6

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    7/43

    radiografi menunjukkan sedikit keterlambatan erupsi interdental (2). Disamping itu,

    hypocalcemia dapat menyebabkan sindromshort-rootpada gigi (36).

    Saliva

    Saliva memiliki peranan penting dalam ketahanan gigi terhadap karies. Saliva

    berfungsi sebagai bahan pelindung gigi, yang menunjang remineralisasi gigi selama dan

    setelah serangan karies (26). Penurunan pada fungsi ginjal memperlihatkan efek yang besar

    pada komposisi danflow rate saliva (15,17). Banyak penelitian tentang komposisi saliva pada

    pasien dengan penurunan fungsi ginjal memperlihatkan bahwa protein saliva, potassium,

    sodium, urea dan konsentrasi kreatinin lebih tinggi pada pasien dengan gagal ginjal kronis,

    sehingga menyebabkan peningkatan nilai pH dan kapasitas buffering dari saliva (15, 17, 41).

    Urea saliva bertindak sebagai substrat yang dapat menghasilkan ammonia dari plak gigi,

    sehingga mencegah penurunan pH ke tingkat yang lebih rendah dimana demineralisasi gigi

    terjadi yaitu pada pH 5.5 (19).

    Beberapa peneliti melaporkan adanya penurunan flow rate saliva (yang diberikan

    stimulus maupun tidak) pada anak-anak yang menerima perawatan hemodialisis

    dibandingkan dengan kelompok kontrol (anak yang sehat) (15,16,24), hal ini diperhitungkan

    sebagai faktor resiko terjadinya karies (26). Penurunan laju aliran saliva pada pasien gagal

    ginjal kronis mungkin disebabkan karena keterlibatan langsung uremik pada kelenjar saliva

    atau pembatasan asupan cairan pada anak-anak ini (42).

    7

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    8/43

    Bau mulut

    Bau mulut umumnya terjadi pada pasien penyakit ginjal. Berkurangnya saliva, adaya

    infeksi dan kebersihan mulut yang buruk dapat menimbulkan efek samping. Adanya ureum

    karena pembersihan yang kurang baik selama dialisis menjadi penyebab utama bau uremik

    yang terjadi pada 71.1% pasien (23).

    SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan: kalkulus dan pembentukan stain/pewarnaan pada gigi, gingival

    enlargement, kerusakan tulang dan dry mouth lebih tinggi pada anak-anak dengan gangguan

    ginjal.

    Saran: Kunjungan perawatan gigi secara berkala dan pengawasan dari orang tua

    merupakan hal penting bagi anak dengan gagal ginjal kronis, hal ini untuk meningkatkan

    status kesehatan gigi dan mulut, karena tingginya kejadian kerusakan gigi seperti hipoplasia

    enamel, kebersihan mulut yang buruk dan perubahan karakteristik saliva pada anak dengan

    gagal ginjal kronis. Anak-anak yang menjalani perawatan rutin yang ketat seperti

    hemodialisis, memiliki waktu yang lebih sedikit untuk prosedur perawatan ataupun

    pencegahan penyakit rongga mulut mereka, sehingga penggabungan layanan perawatan gigi

    ke dalam program kesehatan mereka sangat penting.

    8

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    9/43

    BAB II

    GAGAL GINJAL KRONIK

    1. Pendahuluan

    Anatomi Ginjal

    Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang merah yang terletak di

    retroperitoneum setinggi pinggang. Ginjal terdapat sepasang, masing-masing satu di sebelah

    kanan dan kiri Ginjal orang dewasa memiliki berat kira-kira 160 g dan memiliki panjang 10-

    15 cm (Greenberg andGlick, 2003).

    Bagian korona dari ginjal terdiri dari dua yaitu: bagian luar (korteks) dan bagian

    dalam (medulla). Struktur yang letaknya dipersimpangan kortikomedular yang meluas ke

    hilum ginjal disebut papillae. Setiap papilla tertutup oleh minor calyx yang secara kolektif

    berhubungan dengan mayor calyx untuk membentuk pelvis ginjal. Ginjal divaskularisasi oleh

    arteri renal yang merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri ini terbagi menjadi beberapa

    cabang untuk memvaskularisasi bagian atas, tengah, dan bawah dari ginjal. Vena drainase

    ginjal terdiri dari sekumpulan pembuluh darah vena kecil yang menuju ke vena ginjal dan

    ekhirnya menuju vena cava inferior (Greenberg andGlick, 2003).

    Unit fungsional ginjal adalah nefron, dan masing-masing ginjal terdiri dari kurang

    lebih satu juta nefron. Masing-masing nefron terdiri dari kapsul Bowman, yang mengelilingi

    oleh glomerulus; tubulus proksimal; lengkung Henle; tubulus distal dan tubulus pengumpul.

    Glomerulus merupakan suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari arteriol

    afferent yang kemudian bersatu menuju arteriol efferent, Berfungsi sebagai tempat filtrasi

    sebagian air dan zat yang terlarut dari darah yang melewatinya (Greenberg andGlick, 2003).

    9

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    10/43

    Gambar ginjal dan unit fungsional ginjal (nefron). Sumber : Textbook of medical physiology 11 th ed. 2006.

    Fungsi Ginjal

    Metabolisme secara terus menerus menghasilkan produk buangan yang bisa meracuni tubuh

    apabila tidak dikeluarkan. Peran yang mendasar dari ginjal adalah untuk mengeluarkan

    produk sisa ini dan secara homeostatik mengatur volume dan konsentrasi cairan tubuh.

    Berikut ini merupakan fungsi ginjal, antara lain (Saladin, 2003):

    - Menyaring plasma darah, memisahkan zat yang masih berguna untuk dikembalikan

    ke dalam sirkulasi darah, dan mengeluarkan zat yang tidak berguna.

    - Meregulasi volume darah serta takanan darah dengan mengeluarkan atau

    mempertahanka cairan tubuh yang dibutuhkan.

    - Meregulasi osmolaritas cairan tubuh dengan mengontrol pengeluaran jumlah cairan

    dan zat yang terlarut.

    - Mensekresikan enzim renin, yang mengaktifkan mekanisme hormonal yang

    mengontrol tekanan darah dan keseimbangan elektrolit.

    10

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    11/43

    - Mensekresikan hormone eritopoietin , yang mengontrol jumlah sel darah merah dan

    kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah.

    - Bekerjasama dengan paru-paru untuk meregulasi PCO2 dan keseimbangan asam-basa

    cairan tubuh.

    - Berkontribusi terhadap homeostasis kalsium melalui perannya dalam mensintesis

    calcitrol (vitamin D).

    - Mendetoksifikasi radikal bebas dan obat dengan bantuan peroxisomes.

    - Pada keadaan kelaparan, melakukan glukoneogenesis, yaitu mendeaminasi asam

    amino (menghilangkan _NH2), mengekskresikan kelompok amino seperti ammonia

    (NH3), dan mensintesis glukosa dari sisa molekul yang ada.

    2. Definisi

    Gagal ginjal diartikan sebagai kerusakan dari nefron, hilangnya fungsi ginjal, dan

    adanya akumulasi yang cukup banyak dari sisa produk nitrogen dalam plasma (azotemia).

    Kelainan ini dapat berkembang cepat dalam beberapa hari ataupun minggu (akut) atau secara

    perlahan selama berbulan-bulan hingga tahun (kronis). Perbedaan yang besar antara gagal

    ginjal akut dan kronik yaitu pada gagal ginjal akut memiliki kemungkinan untuk kembali

    membaik apabila menerima perawatan yang baik. Sedangkan gagal ginjal kronik perjalanan

    penyakitnya progresif, semakin memburuk, dan bersifat irreversible (Bricker, et.al, 1994).

    Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang telah berlangsung selama 3 bulan,

    karena adanya kelainan pada struktur atau fungsi ginjal, disertai atau tidak disertai dengan

    penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR), dengan manifestasi kelainan patologis atau marker

    kerusakan ginjal seperti ketidaknormalan komposisi dari darah atau urin, atau kelainan pada

    hasil tes pencitraan. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik

    11

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    12/43

    ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m

    (http://www.kidney.org).

    3. Klasifikasi

    Klasifikasi stadium pada penyakit ginjal kronik ditentukan oleh nilai laju filtrasi

    glomerulus (GFR), pada stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai GRF yang lebih

    rendah. Klasifikasi ini membagi penyakit gagal ginjal kronik dalam lima stadium. Gagal

    ginjal kronik stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan GFR yang masih normal atau

    meningkat, stadium 2 adalah kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan,

    stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan GFR yang sedang, stadium 4 penurunan GFR

    yang berat disertai atau tidak disertai dengan tanda kerusakan ginjal, stadium 5 adalah gagal

    ginjal. Tabel 2 memperlihatkan klasifikasi dari penyakit gagal ginjal kronik (NICE Clinical

    Guideline, 2008).

    Tabel 1. Stadium pada penyakit ginjal kronik

    Stadiu

    m

    Laju Filtrasi Glomerulus

    (GFR) dalam ml/min/1,73m2Keterangan

    1 90 Normal atau ada peningkatan GFR, disertai

    tanda kerusakan ginjal

    2 60-89 Penurunan GFR yang ringan, dengan tanda

    kerusakan ginjal

    3A 45-59 Penurunan GFR yang sedang, disertai atau

    tidak disertai dengan tanda kerusakan ginjal3B 30-44

    4 15-29 Penurunan GFR yang berat, disertai atau

    tidak disertai dengan tanda kerusakan ginjal

    5

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    13/43

    2006).Penyebab utama dari penyakit gagal ginjal kronik disajikan dalam tabel 1 di bawah ini

    (Tierney, et.al, 2006).

    Tabel 2. Penyebab utama gagal ginjal kronik

    Glomerulopathies

    Penyakit glomerular primer:

    1. Focal and segmental

    glomerulosclerosis

    2. Membranoproliferative

    glomerulonephritis

    3. IgA nephropathy

    4. Membranous nephropathy

    Penyakit Glomerular sekunder:

    1. Diabetic nephropathy

    2. Amyloidosis

    3. Postinfectious glomerulonephritis

    4. HIV-associated nephropathy

    5. Collagen-vascular diseases

    6. Sickle cell nephropathy

    7. HIV-associated membranoproliferative

    glomerulonephritis

    Penyakit Keturunan

    Penyakit ginjal polycysticMedullary cystic disease

    Alport's syndrome

    Obstructive nephropathies

    Penyakit prostatNephrolithiasis

    Retroperitoneal fibrosis/tumor

    Congenital

    Penyakit Vaskular

    Hypertensive nephrosclerosis

    Stenosis arteri renal

    Tubulointerstitial nephritis

    Drug hypersensitivity

    Heavy metals

    Analgesic nephropathy

    Reflux/chronic pyelonephritis

    Idiopathic

    5. Patofisiologi

    Kemunduran dan kerusakan fungsi nefron berasal di bawah proses patologis dari

    kegagalan ginjal. Patogenesis dari gagal ginjal akut sangat berbeda dengan gagal ginjal

    kronis. Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus, dan pembuluh darah. Dimana kerusakan

    ginjal akut dapat menghasilkan kematian dan peluruhan dari sel epithelial tubular, sering

    disertai regenerasi dengan pembentukan kembali artsitektur normal. Pathogenesis gagal ginjal

    kronik sebagian berasal dari kombinasi pengaruh racun (1) produk yang disimpan normalnya

    diekskresikan oleh ginjal (contoh, produk yang mengandung nitrogen dari metabolism

    protein), (2) produk normal seperti hormon pada saat ini ada dalam jumlah yang meningkat,

    dan (3) kehilangan produk normal dari ginjal (contoh, kehilangan eritropoieten). Kerusakan

    yang kronis mengakibatkan kehilangan nefron yang ireversibel. Akibatnya, beban fungsional

    13

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    14/43

    yang besar ditanggung oleh lebih sedikit nefron, bermanifistasi sebagai peningkatan tekanan

    filtrasi glomerulus, dan hiperfiltrasi. Untuk alasan yang tidak dipahami dengan baik,

    hiperfiltrasi kompensasi ini, yang bisa dipikir sebagai bentuk dari hipertensi pada tingkat

    nefron individual, predisposisi untuk fibrosis dan skaring (Skelrosis glomerular). Sebagai

    akibat, laju kerusakan nefron meningkat, sehingga mempercepat terjadinya uremia, gejala

    dan tanda kompleks yang muncul ketika fungsi ginjal yang tersisa tidak adekuat (Little et al.,

    2008; McPhee andGanong, 2003)

    Pasien dengan tahap awal gagal ginjal dapat tetap asimtomatik, namun fisiologi selalu

    terjadi seperti perkembangan penyakit. Perubahan terjadi karena hilangnya nefron. Malfungsi

    tubular ginjal menyebabkan pompa sodium kehilangan keefektifannya, sejumlah besar urin

    encer diekskresikan, dimana menyebabkan poliuria umunya ditemukan (Little et al., 2008).

    Pasien dengan penyakit ginjal parah menghasilkam uremia, yang dapat menjadi fatal

    bila tidak diobati. Uremia memiliki beberapa pengaruh pada metabolisme yang pada saat ini

    tidak dapat dimengerti, seperti (1) penurunan suhu dasar tubuh (mungkin karena penurunan

    Na+-K- aktivitas ATPase) dan (2) pengurangan aktivitas lipase lipoprotein dengan percepatan

    atherosclerosis (McPhee, 2003). Ginjal yang gagal tidak dapat membersihkan dan memfiltrasi

    asupan sodium, yang berkonstribusi dalam perkembangan kelebihan cairan, hipertensi, dan

    resiko penyakit jantung. Bagian yang berkonstribusi pada kenyataanya mendekati 50%

    mortalitas pertahun dari pasien dengan ESRD (end-stage renal disease) sebagai hasil dari

    pengaruh perihal cardio-vaskular (Little et al., 2008).

    Kehilangan fungsi filtrasi glomerular menghasilkan penumpukan senyawa nitrogen

    nonprotein pada darah, sebagian besar urea, yang disebut azetomia. Kadar azetomia diukur

    sebagai blood urea nitrogen (BUN). Asam juga berakumulasi karena kerusakan tubular.

    Kombinasi dari produk buangan ini menghasilkat asidosis metabolic, hasil utamanya yaitu

    retensi ammonia. Pada gagal ginjal tahap selanjutnya, asidosis menyebabkan nausea,

    14

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    15/43

    anoreksia, dan fatigue. Pasien cenderung hiperventilasi untuk mengkompensasi asidosis

    metabolic. Pada pasien dengan ESRD dan asidosis, mekanisme adaptif telah dibebani diatas

    level normal, dan adanya peningkatan desakan dapat menyebabkan konsekuensi serius.

    Sebagai contoh, sepsis atau penyakit fabrille dapat menyebabkan asidosis yang parah dan

    bisa fatal (Little et al., 2008).

    Gangguan elektrolit berat terjadi pada gagal dinjal. Kehabisan sodium dan

    hiperkalemia berkembang sebagai akibat azotemia, produksi urin turun, dan keseimbangan

    asam/basa terus memburuk. Pasien dengan ESRD menunjukkan beberapa abnormalitas

    hematologis, termasuk anemia, leukosit, dan disfungsi platelet, dan koagulopati. Anemia,

    disebabkan karena penurunan produksi erythropoietin oleh ginjal, inhibisi dari produksi sel

    darah merah, episode pendarahan, dan pemendekkan ketahanan hidup sel darah merah,

    adalah satu dari manifistasi yang paling umum dari ESRD. Kebanyakan dari efek ini

    merupakan hasil dari substansi toksik yang tidak teridentifikasi pada plasma uremik dan dari

    faktor lain (Little et al., 2008).

    Pertahanan tubuh dikompromikan oleh kekurangan nutrisi dan perubahan dalam

    produksi dan fungsi dari sel darah putih. Akhirnya disebabkan oleh pengurangan

    biovailibilitas dari interleukin-2; penurunan regulasi dari molekul adhesi fagosit; peningkatan

    produksi inteleukin-1, interleukin-6, dan faktor nekrosis tumor; sel yang dimediasi kerusakan

    imun; dan hipogamaglobulinemia yang dapat menimbulkan pengurangan kemotaksis

    granulosit, fagositosis, dan aktivitas bakterisidal. Karena itu, individu dengan kondisi ini

    lebih rentan terhadap infeksi (Little et al., 2008).

    Diathesis hemoragi, dikaraktrisasi oleh kecendrungan pendarahan abnormal dan

    memar, umum pada pasien dengan ESRD dan terutama dikaitkan dengan agregasi platelet

    abnormal dan keadesifan, pengurangan faktor platelet 3, dan konsumsi protrombin yang

    15

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    16/43

    terganggu. Produksi platelet yang cacat juga memiliki pengaruh. Faktor platelet 3

    meningkatkan konversi protrombin ke thrombin oleh X faktor (Little et al., 2008).

    Sistem kardiovaskuler dipengaruhi oleh kecendrungan untuk berkembang menjadi

    gagal jantung kongestif dan edema pulmonary, kadang-kadang keduanya. Komplikasi yang

    paling umum, bagaimanapun, adalah hipertensi arterial, disebabkan oleh retensi NaCl,

    kelebihan cairan, dan tingkat renin yang tinggi. Hipertrofi dari ventrikel kiri juga timbul dan

    dapat membahayakan pasokan darah dari aliran pembuluh koroner. Kondisi ini diperparah

    oleh anemia. Tendensi dicatat untuk percepatan arterosklerosis untuk berkembang pada

    pasien dengan ESRD, dan perikarditis umumnya (Little et al., 2008).

    Beberapa kelainan tulang terlihat pada ESRD, secara kolektif dirujuk sebagai renal

    osteodistrofi. Penurunan filtrasi glomerulus muncul dengan penurunan fungsi nefron, yang

    hasilnya penurunan produksi 1,25-dihidroksivitamin D oleh ginjal, penurunan absrobsi

    kalsium oleh usus, dan peningkatan level serum fosfat. Karena fosfat menggerakkan

    mineralisasi tulang, kelebihan fosfat cenderung akan menyebabkan serum kalsium

    berdesposisi di tulang (osteoid), menyebabkan penurunan level serum kalsium dan lemah

    tulang. Sebagai respon dari serum kalsium yang rendah, kelenjar paratiroid terstimulasi untuk

    mensekresi parathormon (PTH), yang hasilnya hiperparatiroidisme sekunder. Fungsi PTH

    adalah sebagai berikut (Little et al., 2008):

    Menghambat reabsorbsi tubular dari fosfat

    Menstimulasi produksi renal dari vitamin D yang dibutuhkan untuk metabolisme

    kalsium

    Meningkatkan absorbsi vitamin D dari usus.

    Bagaimanapun, level PTH yang terus-menerus tinggi karena ESRD, ginjal yang gagal

    yang tidak mensintesis 1,25-dihidroksikolekalsiferol, metabolisme aktif vitamin D; sehingga,

    absorbsi kalsium dalam usus terhambat. PTH, faktor nekrosis tumor, dan interleukin-1

    16

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    17/43

    mengaktifkan remodeling tulang, memobilisasi kalsium dari tulang, dan mendorong ekskresi

    fosfat, yang dapat menyebabkan kalsifikasi renal dan metastatik. Progresi osseus berubah

    sebagai berikut: osteomalasia (peningkatan matrik tulang yang tidak termineralisasi), diikuti

    oleh fibrosa osteitis (lesi lytic resorspi tulang dan fibrosis sumsum), dan akhirnya,

    osteosklerosis dalam derajat bervariasi (meningkatkan densitas tulang). Dengan osteodistrofi

    renal, pelemahan pertumbuhan tulang yang terjadi pada anak-anak, bersamaan dengan

    kecenderungan fraktur spontan dengan penyembuhan yang lama, miofati, nekrosis aseptic

    pada panggul, dan kalsifikasi ekstraoseus. Insindensi osteomalasia menurun karena telah

    diketahui paling sering berhubungan dengan intoksitas oleh alumunium dan logam berat lain

    yang berhubungan dengan perawatan dialisis pada pasien dengan ESRD. Dialisat cairan

    sekarang dapat merduksi level dari intoksiskan ini (Little et al., 2008).

    6. Gambaran Klinis

    Pada gagal ginjal akut dapat ditemukan gejala-gejala seperti oliguria (kurang dari 400 ml

    perhari), urine berwarna gelap, acidosis, meningkatnya serum potasium. Sebaliknya pada

    gagal ginjal kronis biasanya diawali dengan gejala poliuri, polidipsi, dan nokturia yang

    disebabkan malfungsi pada tubulus dan ekskresi sodium yang abnormal serta BUN yang

    meningkat (diatas 50 mg/ml).

    Gagal ginjal dapat mempengaruhi beberapa sistem. Efek dari gagal ginjal secara luas

    dapat terjadi pada sistem kardiovaskular, saraf, hematologik, gastrointestinal, dermatologik,

    respirasi, dan endokrin (Little, et.al., 2008). Dengan adanya gangguan fungsi ginjal,

    menurunnya laju filtrasi glomerulus, dan akumulasi berbagai produk dari gagal ginjal, rongga

    mulut akan memperlihatkan perubahan sebagai respon tubuh terhadap status azotemic

    menjadi uremic (Lynch, et.al., 1994).

    17

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    18/43

    Uremia menghasilkan banyak komplikasi pada sistem dermatologik, gastrointestinal,

    hematologik, neurologik, metabolik, dan kardiovaskular. Kelainan hematologik sering

    ditemukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis. Anemia merupakan komplikasi yang

    paling sering ditemukan dari uremia, hal ini dikarenakan menurunnya produksi dari

    erythropoietin dan adanya peredaran toksin uremic yang meningkatkan hemolisis sel darah

    merah (Briker et.al., 1994).

    Manifestasi Oral

    Tabel. Manifestasi Oral dari CRF (Little, et.al., 2008).

    1. Hipoplasia enamel

    Hipoplasia enamel terlihat sebagai suatu diskolorisasi putih atau kecoklatan pada gigi.

    Penggunaan kortikesteroid jangka panjang juga dapat menyebabkan hipoplasia

    enamel. Selain itu, kortikosteroid dapat menyebabkan meningkatnya kerentanan

    terhadap infeksi jamur karena berkurangnya migrasi dan gangguan fungsi fagositosis

    leukosit dan makrofag (Lynch, et.al., 1994). Pada anak-anak, gagal ginjal dapat

    menyebabkan melambatnya perkembangan gigi dan erupsi gigi yang tertunda, yang

    menjadi penyebab terjadinya maloklusi dan hipoplasia enamel (Briker et.al., 1994).

    18

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    19/43

    2. Kepucatan dan diskolorisasi pada mukosa

    Salah satu manifestasi oral pada pasien CRF yaitu kepucatan pada mukosa terkait

    dengan kondisi anemia. Diskolorisasi merah-orange pada mukosa bukal yang

    disebabkan oleh pruritus dan pengendapan pigmen yang menyerupai karoten terjadi

    pada saat filtrasi ginjal berkurang. Aliran saliva dapat berkurang, sehingga

    menyebabkan xerostomia dan infeksi parotid. Kandidiasis sering kali timbul ketika

    aliran saliva berkurang (Little, et.al., 2008).

    3. Uremic stomatitis

    Stomatitis berupa oral ulceration dan kandidiasis juga dapat terjadi. Keduanya sering

    ditemukan pada pasien dengan end-stage renal disease (ESRD), terutama stomatitis

    atau yang disebut uremic stomatitis. Namun sangat jarang ditemukan. Karakteristik

    awalnya mukosa berwarna merah ditutupi dengan eksudat abu-abu dan kemudian

    menjadi ulser yang jelas. Manifestasi lainnya yang dapat ditemukan pada pasien

    ESRD diantaranya ekimosis, petechiae, purpura dan epistaksis (Little, et.al., 2008).

    Gambar. Stomatitis uremik pada dasar mulut terlihat lesi putih atau hiperkeratotik

    (http://www.scielo.br/scielo.php).

    19

    http://www.scielo.br/scielo.phphttp://www.scielo.br/scielo.php
  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    20/43

    7. Diagnosis

    Untuk menentukan penyebab dan status penyakit ginjal diperlukan beberapa test seperti

    tes hematolgik (blood count, bleeding time, prothrombin time, activated partial

    thromboplastin time, pemeriksaan zat kimia dalam darah (BUN, serum creatinine, level

    elekrolit), urinalysis (osmolalitas), dan pyelography intravena (Briker et.al., 1994).

    Tes yang paling dasar dari fungsi ginjal adalah urinalisis, dengan penekanan khusus

    pada berat jenis dan adanya protein. Kreatinin adalah ukuran kerusakan otot dan kapasitas

    filtrasi nefron. Kreatinin proporsional dengan filtrasi glomerulus dan tingkat ekskresi tubulus

    dan umumnya digunakan sebagai indeks clearance (creatinine clearance) pada urine yang

    dikumpulkan selama 24 jam. BUN merupakan indikator umum dari fungsi ginjal namun tidak

    sespesifikcreatinine clearance atau tingkat serum kreatinin (Little, et.al., 2008).

    Hiperkalemia, asidosis, hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan hypermagnesemia adalah

    temuan dalam darah yang menunjukkan gagal ginjal. Hasil elektrokardiogram mungkin

    abnormal ketika tanda-tanda hipertensi dan penyakit jantung iskemik muncul (Briker et.al.,

    1994).

    Tabel. Nilai laboratorium untuk penilaian fungsi ginjal (Little, et.al., 2008).

    20

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    21/43

    Pasien dengan gagal ginjal kronis dan uremia menunjukkan gejala, tanda-tanda, dan

    kelainan hasil pemeriksaan laboratorium selain yang diamati pada gagal ginjal akut. Akan

    terlihat sifat lama dan progresif dari gangguan ginjal dan dampaknya pada berbagai macam

    jaringan. Dengan demikian, osteodystrophy, neuropati, ginjal bilateral ditunjukkan oleh film

    x-ray abdominal atau ultrasonografi, dan anemia adalah temuan awal khas yang merujuk

    suatu kondisi kronis untuk seorang pasien yang baru didiagnosa dengan gagal ginjal atas

    dasar BUN yang tinggi dan kreatinin serum (McPhee & Ganong, 2006).

    8. Rencana Perawatan

    Tujuan pengelolaan pasien dengan gagal ginjal adalah untuk mengembalikan volume

    intravaskular, untuk meningkatkan elektrolit dan keseimbangan cairan dalam tubuh, untuk

    mengurangi tingkat urea dalam darah, untuk menghindari agen nefrotoksik, dan untuk

    mencegah komplikasi. Pada situasi akut, diuretik diharuskan untuk mengontrol keseimbangan

    kadar garam dan air dan hipertensi. Enteral dan parenteral solutions digunakan untuk asupan

    karbohidrat, lemak, nitrogen, dan elektrolit requirements. Kontrol hiperkalemia yaitu dengan

    membatasi asupan kalium sangat penting dalam mencegah gangguan konduksi pada jantung

    yang dapat mengancam nyawa seseorang. Suplementasi vitamin D disediakan untuk

    mencegah osteodystrophy ginjal. Antibiotik yang sering diresepkan untuk mencegah atau

    mengelola infeksi saluran kemih dan paru-paru. Obat biasanya dimetaboisme oleh ginjal,

    agen nefrotoksik, dan obat yang memperburuk komplikasi penyakit ginjal harus dihindari

    pada pasien dengan gagal ginjal. Sedikit catatan tentang obat yang biasanya diresepkan, ada

    yang harus disesuaikan atau dihindari termasuk aspirin, allopurinol, aminoglycosides,

    cephalosporins tertentu, chlorpropamide, cimetidine, digoxin, insulin, nifedipine, agen anti-

    inflamasi non-steroid, procainamide, sulfonamides, tetracyclines, dan vancomycin (Bricker,

    et al., 1994).

    21

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    22/43

    Pemulihan dari gagal ginjal akut ditandai dengan diuresis yang besar dan fungsi

    tubular yang perlahan-lahan kembali normal. Mayoritas pasien yang berhasil di terapi pada

    episode akut biasanya mampu mempertahankan fungsi ginjal. Namun, tingkat kelangsungan

    hidup bagi penderita gagal ginjal kronis kurang menguntungkan. Ketika pasien tidak

    responsif terhadap tindakan konservatif, kondisi mereka cenderung memburuk sampai

    diperlukan untuk dialisis atau transplantasi (Bricker, et al., 1994).

    1. Diet Makanan

    Pengaturan diet untuk penderita gagal ginjal kronik itu bertujuan untuk

    menjaga keseimbangan elektrolit, mineral, dan cairan pada penderita, serta membatasi

    jumlah zat sisa metabolisme yang tertimbun di dalam tubuh. Pengaturan diet ini harus

    disesuaikan dengan tingkat keparahan gangguan fungsi ginjal seorang pasien,

    sehingga harus dikonsultasikan lagi dengan dokter yang merawat pasien dengan gagal

    ginjal tersebut (Sekarwana, dkk., 2002). Secara umum yang harus diperhatikan adalah

    a. Pembatasan konsumsi protein

    Sangatlah penting untuk mendapatkan jumlah protein yang tepat karena

    protein diperlukan untuk membentuk otot, memperbaiki jaringan yang rusak dan

    melawan infeksi. Asupan protein yang sesuai akan membuat tubuh mendapatkan

    protein yang cukup tanpa menghasilkan urea (hasil metabolisme protein)

    berlebihan dan memperberat kerja ginjal. Protein hewani berasal dari telur, ikan,

    daging, keju, dan susu. Protein nabati berasal dari kacang-kacangan dan biji-

    bijian.

    b. Pengurangan konsumsi garam

    Batasi konsumsi garam sampai 4-6 gram sehari untuk mencegah

    timbunan cairan dalam tubuh dan membantu mengontrol tekanan darah.

    22

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    23/43

    c. Batasi asupan cairan

    Pada stadium awal, pembatasan asupan cairan tidak diperlukan.

    Namun, saat fungsi ginjal memburuk dan pasien menjalani dialisis, pasien

    akan menghasilkan urin dalam jumlah sangat sedikit atau bahkan tidak

    menghasilkan urin sama sekali. Hal ini akan menyebabkan timbunan cairan

    dalam tubuh sehingga menyebabkan timbunan cairan di jantung, paru-paru,

    dan tungkai.

    d. Batasi asupan kalium

    Ginjal yang sudah rusak tidak dapat membuang kalium dalam tubuh.

    Kalium yang tinggi menyebabkan irama jantung yang tidak normal, bahkan

    dapat menyebabkan kematian. Contoh makanan dengan kandungan kalium

    yang tinggi adalah pisang, jeruk, alpukat, kiwi, kismis, kacang-kacangan,

    kentang, asparagus, tomat, dan labu.

    e. Batasi asupan fosfor

    Untuk menjaga kesehatan tulang, kelebihan fosfor dalam darah akan

    menyebabkan kalsium berkurang sehingga tulang menjadi rapuh. Contoh

    makanan yang tinggi fosfor adalah susu, telur, yoghurt, keju, biji-bijian, dan

    minuman bersoda.

    2. Dialisis

    Gagal ginjal mungkin memerlukan dialisis pada keadaan tertentu, seperti

    ketika azotemia (sisa produk nitrogen dalam plasma) menimbulkan reaksi yang serius

    dalam kehidupan atau saat hilangnya fungsi ginjal yang ireversibel. Indikasi utama

    23

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    24/43

    untuk dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal yaitu status klinis yang buruk,

    kelainan biokimia pada tubuh (meningkatnya kalium plasma, urea dalam darah, dan

    plasma bikarbonat dengan cepat), dan adanya gejala tertentu seperti mual,

    kebingungan, cairan yang berlebih, dan edema paru-paru. Penggunaan dialisis tidak

    terbatas pada pasien dengan gagal ginjal. Dialisis dapat dilakukan sebelum prosedur

    pembedahan yang besar ketika komplikasi saat operasi dan setelah operasi dan selama

    episode keracunan akut. Dialisis dapat dilakukan, baik dengan hemodialisi (90%) atau

    dialisis peritoneal (10%) dan mungkin diperlukan sampai dengan 20 tahun. Sekitar

    80.000 pasien di Amerika Serikat saat menjalani hemodialisis, dan sekitar 70% pasien

    dengan tingkat kelangsungan hidup sampai 5 tahun (Bricker, et al., 1994).

    Dialisis merupakan prosedur medis yang berfungsi untuk mengfilter darah.

    Dialisis menjadi perlu ketika jumlah nefron berkurang, sehingga azotemia menjadi

    tidak dapat mencegah atau tidak terkendali. Inisiasi dari dialisis merupakan keputusan

    individual dari pasien saat serum kreatinin dibawah 3 mg/dL dan kreatinin clearance

    dibawah 20 mL/min. Lebih dari 250.000 individu yang menerima dialisis di Amerika

    Serikat yang bernilai sekitar 7 juta dolar per tahun. Prosedur tersebut dapat terjadi

    dengan dialisis peritoneal atau hemodialisis (Little, et al., 2008).

    a. Hemodialisis

    Kebanyakan pasien dialisis (90%) menerima perawatan hemodialisis.

    Hemodialisis adalah metode pilihan ketika azotemia terjadi dan dialisis dibutuhkan

    untuk jangka panjang. Perawatan dilakukan 2-3 hari per minggu tergantung

    kebutuhan. Biasanya membutuhkan waktu 3-4 jam untuk setiap sesi. Hemodialisis

    menghabiskan waktu pasien dan membatasi aktivitas pasien (Little, et al., 2008).

    Infeksi dari fistula arteriovenosa menjadi perhatian khusus karena dapat

    menyebabkan septicemia, emboli septik, infeksi endarteritis, dan infeksi endocarditis.

    24

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    25/43

    Staphylococcus aureus adalah penyebab utama dari infeksi vaskuler dan berhubungan

    dengan bakteremia pada pasien. Resiko infeksi fistula dari prosedur bedah (misal

    urogenital, bedah mulut, dan gigi) tidak diketahui secara pasti namun memiliki resiko

    yang rendah. Semua pasien dengan gagal ginjal stadium akhir, obat yang

    dimetabolisme langsung pada ginjal atau yang memiliki sifat nefrotoksik harus

    dihindari selama pasien menjalani dialisis. Masalah utama yang terdapat pada pasien

    yang menerima dialisis adalah perdarahan yang abnormal. Pasien dengan gagal ginjal

    stadium akhir memiliki perdarahan yang abnormal karena agregasi platelet dan

    penurunan platelet faktor III. Hemodialisis dikaitkan dengan masalah destruksi

    platelet melalui trauma mekanis saat prosedur. Kontaminasi alumunium pada air

    dialisat dapat mempengaruhi sintesis hemoglobin dan menyebabkan osteomalacia.

    Proses dari hemodialisis dapat mengaktifkan prostaglandin I2 yang dapat menurunkan

    agregasi platelet. Namun, prostaglandin I2 memiliki waktu paruh 1-3 menit dan efek

    sampingnya tidak dapat dilihat melalui tes laboratorium rutin (Little, et al., 2008).

    Hemodialisis terdiri dari sesi rawat jalan setiap 2 atau 3 hari yang berlangsung

    selama 3 sampai 6 jam. Fistula arteriovenosa dibuat secara operasi di lengan atau kaki

    pasien untuk memfasilitasi akses dari garis infus ke dalam sistem vaskular (gambar

    arteriovenous shunt). Selama proses dialisis, darah pasien antikoagulan (biasanya

    dengan heparin, durasi aksi sekitar 4 jam) untuk mencegah pembekuan dari garis

    infus dan sistem pipa-pipa dari mesin dialisis. Darah dan plasma buatan seperti cairan

    dialisis (dialisat) yang dipompa ke dalam mesin dan disaring melalui proses yang

    melibatkan difusi dan ultrafiltrasi melintasi membran semipermeabel. Larutan

    berpindah dari darah ke dialisat dan menuruni gradien konsentrasi di seluruh

    membran semipermeabel, sebelum darah kembali disaring untuk pasien (Bricker, et

    al., 1994).

    25

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    26/43

    Sebagai pengganti fungsi ginjal normal, dialisis dapat menimbulkan risiko

    pada kesehatan pasien. Komplikasi dapat dibagi menjadi 2 grup yaitu infeksi dan

    kecenderungan perdarahan. Infeksi sangat umum terjadi karena virus. Virus hepatitis

    B, virus hepatitis non-A, non-B, hepatitis C, dan human immunodeficiency virus

    (HIV) merupakan yang paling sering terlibat. Risiko transmisi dari infeksi virus

    meningkat karena darah dari banyak pasien masuk ke mesin hemodialisis setiap hari.

    Sekitar 10% dari pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang dapat terkena

    virus hepatitis, dan sekitar 1% adalah pembawa HIV yang tersembunyi. Langkah

    pengendalian infeksi yang paling penting merupakan cara untuk mencegah penularan

    penyakit tersebut. Pencegahan infeksi dari fistula arteriovenosa merupakan perhatian

    utama pada pasien dalam menjalani hemodialisis. Meskipun risiko infeksi fistula yang

    rendah, namun hasinya dapat berakibat fatal. Untuk itu, antibiotik profilaksis selama

    perawatan dental sangat disarankan (Bricker, et al., 1994).

    Komplikasi lain yang signifikan dari gagal ginjal kronis dan hemodialisis yaitu

    kecenderungan perdarahan, disebabkan oleh penurunan platelet faktor III,

    meningkatnya prostglandin I2, antikoagulan, dan efek dari mesin hemodialisis itu

    sendiri (Bricker, et al., 1994).

    Tingkat kelangsungan hidup 1 tahun pada pasien dialisis adalah 78% dan 5

    tahun adalah 28%. Alternatif dari dialisis jangka panjang adalah transplantasi ginjal

    (Little, et al., 2008).

    b. Dialisis Peritoneal

    Dialisis peritoneal berbeda dari hemodialisis, dalam prosedur peritoneal tidak

    memerlukan antikoagulasi, karena dialisat hipertonik ditempatkan langsung ke dalam

    rongga peritoneal melalui kateter plastik yang pembedahannya melekat pada dinding

    26

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    27/43

    perut. Peritoneum berfungsi sebagai membran dimana transfer zat terlarut dan air

    terjadi. Setelah periode imbang (12 jam), larutan yang berisi produk-prouk limbah

    terlarut akan dikeluarkan dan digantikan dengan larutan baru. Bentuk diialisis ini

    relatif murah dan mudah dilakukan, tetapi memiliki kelemahan yang kurang efektif

    daripada hemodialisis, dan juga memerlukan sesi yang lebih sering dan komplikasi

    yang umum terjadi yaitu peritonitis (Bricker, et al., 1994).

    Dialisis peritoneal dilakukan pada lebih dari 26.000 orang Amerika. Dialisis

    peritoneal ini mungkin disediakan sebagai siklus dialisis peritoneal yang kontinu

    (CCPD) atau dialisis peritoneal kronis untuk pasien rawat jalan. Keduanya

    mempengaruhi cairan hipertonik ke dalam kavitas peritoneal melalui kateter

    peritoneal permanen. Setelah beberapa waktu cairan yang dicerna (contohnya urea)

    dikeluarkan. Metode yang sebelumnya, CCPD, menggunakan mesin pada malam hari

    untuk melakukan 7-8 pertukaran dialisat sementara pasien tidur. Selama siang hari,

    cairan ekskresi mengisi perut pasien sampai dialisis dilakukan kembali pada sore hari

    (Little, et al., 2008).

    Keuntungan dari dilasis peritoneal yaitu murah, mudah untuk digunakan,

    mengurangi kemungkinan terjadinya transmisi penyakit infeksi, kurangnya koagulasi.

    Kerugian dialisis peritoneal yaitu tidak dapat hanya sekali melakukannya, tetapi harus

    berlanjut, berisiko terkena peritonitis abdominal hernia (kira-kira 1 per pasien setiap

    1,5 tahun), dan kurangnya efektivitas yang signifikan dibandingkan dengan

    hemodialisis. Kegunaan umum dialisis peritoneal pada pasien dengan gagal ginjal

    akut atau pada pasien yang jarang melakukan dialisis (Little, et al., 2008).

    3. Transplantasi Ginjal

    Metode lain untuk meningkatkan kelangsungan hidup pasien dengan gagal

    ginjal stadium akhir yaitu dengan transplantasi ginjal. Meskipun terdapat perbaikan

    27

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    28/43

    dalam 5 tahun yang kontroversial mengenai pasien yang menjalani transplantasi ginjal

    yang dibandingkan dengan usia dan kecocokan penyakit pasien dalam menjalani

    pemeliharaan dialisis, tidak ada argumen bahwa kualitas hidup jauh lebih baik setelah

    menjalani transplantasi yang sukses. Transplantasi ginjal yang dilakukan dapat

    meningkatkan keberhasilan, dan kematian tampaknya dapat membuat dokter dan ahli

    bedah lebih bersedia untuk mengurangi dampak negatif dari transplantasi tersebut.

    Sekitar 60% dari 25.000 pasien dengan transplantasi hidup sampai hari ini dengan

    tingkat kelangsungan hidup 0-5 tahun (Burket, 2008).

    Transplantasi melibatkan operasi pengangkatan ginjal dari pendonor dan

    implantasi ginjal menjadi penerima. Pendonor biasanya dari keluarga pasien, seperti

    saudara, orang tua, atau seseorang yang baru saja meninggal (donor dari mayat).

    Penerima transplantasi dari yang bukan keluarga biasanya mempunyai kesempatan

    yang kecil dalam kelangsungan hidup untuk graft dibandingkan dengan hubungan

    darah tetapi setidaknya sama efektif nya dengan graft dari mayat. Dari semua kasus

    transplantasi kecuali antara kembar monozigotik, penolakan dari transplantasi dapat

    terjadi, dan reaksi dari penolakan biasanya melalui sistem limfosit. Antigen yang

    menolak reaksi tersebut disebut antigen histokompatibilitas dan terdapat pada

    permukaan sel yang mempunyai nukleus. Dalam sejarahnya, pengelompokan antigen

    kompatibiltas adalah human leukocyte antigens (HLA) yang terdapat pada kromosom

    6. Pada dasarnya, reaksi imun tediri dari reaksi sel mediasi yang dimana antigen asing

    dari graft dikenali oleh sel imunokompeten penerima, yang menghasilkan sel

    sitotoksik yang dapat menghancurkan stimulasi antigen. Berikut respon humoral,

    dimana antibodi bersirkulasi secara spesifik sehingga menyebabkan perlawanan

    terhadap graft, dan menyebabkan penolakan (Burket, 2008).

    28

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    29/43

    Pasien transplantasi ginjal biasanya mendapat obat-obatan imunosupresif yang

    berkelanjutan untuk memastikan keberhasilan penyatuan permukaan ginjal. Biasanya

    komposisi obat terdiri dari agen imunosupresif dan glukokortikoid anti inflamasi

    untuk mencegah penolakan transplantasi (Burket, 2008).

    9. Pertimbangan Oral

    Penatalaksanaan pasien sebelum melakukan transplantasi dimulai dengan mengurangi

    sumber infeksi yang potensial. Termasuk inflamasi patogen pada dental, oral, dan daerah

    maksilofasial. Setelah transplantasi, perawatan dental rutin harus ditunda hingga dosis

    maintanance agen imunosupresan terpenuhi. Kebanyakan pasien transplantasi adalah pasien

    rawat jalan, dan kebutuhan perawatan gigi mereka tetap dapat diberikan. Pasien yang telah

    menjalani transplantasi ginjal harus diawasi karena keadaan pasien sebelum dilakukan

    transplantasi tersebut berbeda keadaan dentalnya yang berhubungan dengan obat-obatan yang

    diberikan dan penyakit ginjal sebelumnya. Umumnya masalah dental yang terlihat pada

    pasien transplantasi berhubungan dengan perubahan respon imun akibat obat-obatan yang

    diberikan setelah transplantasi (Burket, 2008).

    Pasien transplantasi ginjal diberikan obat-obatan imunosupresan untuk mencegah

    penolakan organ baru. Obat-obatan ini dapat mengurangi resiko infeksi. Organisme yang

    menyebabkan infeksi sama dengan infeksi setelah operasi pada pasien yang mengalami

    operasi yang besar, sementara infeksi yang ditemukan setelah 1 bulan transplantasi cenderung

    diakibatkan oleh organisme oportunistik. Seringnya virus dan fungi (Burket, 2008).

    Mikroorganisme yang ditemukan di rongga mulut dapat menyebabkan berbagai

    infeksi. Organisme ini termasuk bakteri gram negatif, seperti Klebsiella, Pseudomonas dan

    Proteus; fungi, seperti Candida, Aspergillus, Mucor; dan virus, seperti herpes simpleks dan

    herpes zoster. Penyakit periodontal, infeksi pulpa, dan ulserasi oral yang dapat menyebabkan

    penyebaran mikroorganisme oral ke dalam aliran darah, atau aspirasi dapat menyebabkan

    29

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    30/43

    penyebaran pada traktus respiratorius. Infeksi oral pada pasien transplantasi telah dilaporkan

    sering mengalami pneumonia atau infeksi traktus urinarius. Faktor sistemik yang

    berhubungan dengan perkembangan infeksi oral adalah jumlah limfosit yang rendah dan

    perpanjangan waktu terapi obat imunosupresan (Burket, 2008).

    Diagnosis yang tepat dan penyebab infeksi pada pasien imunosupresan harus menjadi

    prioritas utama. Identifikasi patogen diketahui melalui kultur, apusan, teknik aspirasi, atau

    biopsi. Hal tersebut memastikan penatalaksanaan antimikroba yang tepat dikarenakan

    bermacam jenis organisme dapat ditemukan pada pasien transplantasi. Drainase harus

    dipertimbangkan pada kasus infeksi yang tidak berkembang cepat dan tidak terlihat pada

    awalnya, dan organisme yang tidak umum dan resiten terhadap obat harus diikutsertakan

    dalam diagnosis pembanding (Burket, 2008).

    Jika pasien transplantasi ginjal datang untuk perawatan dental, dosis obat-obatan

    steroid yang dikonsumsi harus menjadi pertimbangan dalam pentalaksanaan. Terapi

    kortikosteroid meningkatkan kerentanan tubuh untuk mengalami syok, karena tubuh tidak

    dapat mengatasi stres karena prosedur dental atau stres emosional yang behubungan dengan

    perawatan dental. Khususnya pada pasien dengan dosis steroid yang tinggi per hari nya tetapi

    dengan pemberian cyclosporine banyak pasien yang akhirnya dikurangi dosis steroidnya.

    Studi mengenai glukokortikoid pada pasien transplantasi telah merubah protokol perawatan

    (Burket, 2008).

    Tabel 6.Drug Therapy in Renal Disease (Burket, 2008)

    DrugAdjustments for Renal Failure

    Normal Moderate GFR 10-50 Severe GFR < 10

    Antibiotics

    Penicillin G q 6-8 h q 8-12 h q 12-18 h

    Erythromycin q 6 h Unchanged Unchanged

    Ampicillin q 6 h q 6-12 h q 12-16 h

    Amoxicillin q 8 h q 8-12 h q 12-16 h

    Cephalothin q 6 h Unchanged q 8-12 h

    Carbenicillin q 4 h q 8-12 h Avoid if possible

    AnalgesicsAcetaminophen q 4 h q 6 h q 8 h

    30

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    31/43

    Acetylsalicylic acid q 4 h q 4-6 h Avoid

    Phenacetin (APC) Avoid Avoid

    NSAIDs Avoid Avoid

    Terdapat beberapa pertimbangan dalam penatalaksanaan pasien dengan penyakit

    ginjal. Dokter gigi harus menyertakan penyebab penyakit, status fisik dari pasien, dan obat-

    obatan yang diminum oleh pasien. Pasien dengan penyakit ginjal memiliki insidensi penyakit

    sistemik lain yang tinggi, seperti diabetes melitus, sistemik lupus eritematosus, gangguan

    gastrointestinal, dan kegagalan fungsi hati. Konsultasi dengan dokter umum diwajibkan

    untuk menentukan keparahan dari disfungsi ginjal, level kontol metabolisme dan status

    kalsifikasi resiko menurut American Society of Anesthesiologist (ASA). Jika agen

    imunosupresan digunakan harus berkonsultasi dengan dokter umum untuk menentukan lama

    penggunaan obat-obatan tersebut dan perlu atau tidaknya suplemen steroid selama perawatan

    dental. Pemberian antibiotik profilaksis harus dipertimbangkan karena pasien dengan

    penyakit ginjal rentan terhadap infeksi oral maupun sistemik (Bricker, et al., 1994).

    Tabel 7. Drug Adjustments in Chronic Renal Disease (Little, James W., et al., 2008)

    Drug Removed

    by

    Dialysis

    Dosage Adjustment for Renal Failure Supplement

    Dose After

    Hemodialysi

    s

    Method >50 Co-50 < 10

    Analgesic

    Aspirin Yes I q4h q6h Avoid Yes

    Acetamino

    phen

    Yes

    (HD), No(PD)

    I q4h q6h q8h No

    Ibuprofen

    (Motrin)

    ? - No

    adjustment

    No

    Propoxyph

    ene*

    (Darvon)

    No DR 100% 100% Avoid No

    Codeine ? DR 100% 75% 50% No

    Meperidine

    *

    (Demerol)

    ? DR 100% 75% 50% No

    AntimicrobialAcyclovir Yes I & DR q8h q12-24h 50% Yes

    31

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    32/43

    (zovirax) q24-

    48h

    Amoxicilli

    n,penicillin

    V

    No I q8h q8-12h q24h Yes

    Cephalexin(keflex)

    Yes I q8h q12h q12h Yes; 50% of usual dose

    after HD

    Clindamyci

    n (cleocin)

    No - 100% 100% 100% No

    Erythromy

    cin

    No DR 100% 100% 50%-

    75%

    No

    Ketoconaz

    ole

    (nizoral)

    No - 100% 100% 100% No

    Metronidaz

    ole (flagyl)

    Yes DR 100% 100% 50% Yes (HD);

    No (PD)Tetracyclin

    e

    (doxycyclin

    e)

    No I q8-12h q12-24h q24h No

    Corticosteroid

    Dexametha

    sone

    - No

    adjustment

    No

    Note : DR, dosage reduction; I, increased beetwen doses; GFR, glomerular filtrate rate;

    HD, hemodialysis; PD, peritoneal dialysis; *, toxic metabolites can build up in severe ESRD.

    Tanda vital pada pasien dengan penyakit ginjal harus diobservasi sebelum dan selama

    perawatan dental untuk melihat status kesehatan pasien. Pasien dengan kerusakan ginjal yang

    hebat kemungkinan memiliki gejala hipertensi. Untuk mendeteksi tekanan darah pada pasien

    yang sedang dialisis, dokter gigi harus mengetahui bahwa tidak boleh memakai alat tekanan

    darah karena dapat menghambat aliran darah. Obat-obatan intravena juga tidak boleh

    diberikan untuk mencegah thrombophlebitis karena dapat membahayakan koneksi vaskular

    (Bricker, et al., 1994).

    Pasien dengan gagal ginjal kronis lebih cenderung rentan terhadap infeksi, dokter gigi

    harus memeriksa pasien-pasien tersebut secara seksama untuk melihat adanya gejala infeksi

    oral dan manifestasi oral akibat memburuknya status fisik pasien. Mukosa harus diinspeksi

    untuk melihat perubahan warna. Kondisi gingiva dan periodontal harus dimonitor untuk

    32

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    33/43

    melihat tanda-tanda awal inflamasi. Skeling periodontal, profilaksis, dan fluoride topikal

    harus dilakukan bersamaan dengan instruksi untuk menyikat gigi dan flossing. Jaringan

    gingiva hiperplastik akibat terapi cyclosporine membutuhkan gingivoplasti untuk

    mengembalikan kontur marginal normal (Bricker, et al., 1994).

    Tabel 8. Tinjauan Pertimbangan Dental Sebelum Operasi Dan Manajemen Klinis Pada Pasien

    Dengan Kelainan Ginjal

    Status Preoperatif Manajemen

    Dialisis

    Perawatan dental seharusnya dilakukan dalam waktu

    24 jam untuk memastikan koreksi optimal dari cacat

    hidrasi, serum elektrolitis, urea nitrogen, kreatinin,

    dan koagulasi

    Shunt

    Pertimbangkan adanya heparin (yang memiliki waktu

    paruh 4-6 jam) dan efek antikoagulasinya.

    Hati-hati pada posisi pasien , jangan kompromi

    ekstrimitas yang memiliki situs akse, hindari

    menggunakan tangan dengan shunt untuk tekanan

    darah atau infuse medikasi.

    Kemungkinan adanya endokarditis bacterial

    Diskusikan antibiotik propilaksis dengan dokter

    pasien

    Hepatitis dan HIV Pertimbangkan pasien memiliki resiko tinggi hingga

    terbukti sebaliknya, gunakan pakain proteksi (masker

    wajah, sarung tangan double, kacamata proteksi,

    tutup kepala, baju/gown proteksi).

    Semua instrument seharusnya yang sekali pakai atau

    yang sudah distrelisasi dengan autoclave, ksida etilen,

    atau degan dry heat.

    Perendaman pada instrument bersih harus benar-

    benar didisinfeksi menggunakan hipolorit (paling

    sedikit 10.000 ppm dari klorid bebas) sekali sehari.

    Selama digunakan, instrument seharusnya

    ditempatkan pada baki sekali pakai/steril.

    Gunakan rubber dam dianjurkan untukmeminimalisasi penyebaran semprotan aerosol.

    33

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    34/43

    Peralatan dan area operatori seharusnya dilap dengan

    disinfektan kamar operasi setelag perawatan pasien

    dilakukan.

    Hipertensi dan impaired

    response

    Monitor tekanan darah, sebelum operasi, ketika

    operasi, dan setelah operasi.

    Pertimbangan pramedikasi menggunakan obat

    antianxiety.

    Anemia dan hemoragi

    Keparahan anemia penting diketahui jika bius total

    dilakukan

    Catat riwayat koagulasi, termasuk jumlah platelet,

    waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan

    waktu perdarahan, karena kemungkinan manajemen

    koagulasi atau efek dari heparin-warfarin

    Antisipasi formasi hematoma setelah prosedur

    traumatic (e.g. bedah periodontal atau alveolektomi).

    Jika akan dilakukan multiple ekstraksi, pertmbangkan

    perawatan areanya pada kunjungan bertama untuk

    mengetahui apakah memerlukan jahitan yang lebih

    lama dari biasanya.

    Dehiscence dari luka merupakan komplikasi yang

    sering terjadi.

    Osteodistrofi ginjal

    Perhatikan banyak manifestasi oral berhubungan

    dengan kelainan ginjal.

    Perhatikan kemungkinan patologik atau fraktur

    iatrogenic selama bedah mulut.

    Medikasi

    Konsultasi dengan dokter utama untuk berdiskusi

    mengenai obat yang akan digunakan untuk perawtaan

    dental

    Perhatikan efek yang bersinergi dengan obat lain

    yang dikonsumsi pasienInfeksi Pertimbangkan premedikasi dengan antimicrobial

    (tidak ada )

    Saran

    Obat kumur nistatin 500.000 unit/ml empat kali

    sehari, sehari sebelum perawatan dental, pada

    harinya, dan 2 hari setelahnya).

    Catat area kultur dan sensitifitas untuk mengetahui

    terapi antibiotic yang paling tepat dalam perawatan.

    Mulai dengan antibotik spectrum luas (e.g.

    34

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    35/43

    amoxicillin 3 g 1 jam sebelum perawatan, lalu 500

    mg setiap 8 jam untuk 1 atau 2 dosis).

    Terapi obat imunosupresi

    (untuk pasien

    transplantasi)

    Pasien ini cendrung mudah mengalami infeksi, untuk

    itu, pertimbangkan premedikasi dengan agen

    antimicrobial.

    Catat nilai CBC dan perbedaannya untuk

    mengevaluasi nilai limfosit dan neutrofil.

    Terapi imunosupresi menurunkan granulosit, sel T,

    IgG, IgA.

    Antisipasi hyperplasia gingival pada pasien dengan

    cyclosporine.

    Terapi steroid

    Antisipasi kemungkinan krisis hipoadrenal (monitor

    tekanan darah selama perawatan).

    Pertimbangkan sterois supplemental menurut

    antisipasi beban stress.

    Observasi pasien mengenai tanda aspek diabetogenik

    dari terapi steroid.

    Ingat bahwa steroid mencegah terjadinya respon

    inflamasi.

    35

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    36/43

    BAB III

    TUGAS

    1. Kandidiasis adalah infeksi pada mulut yang paling umum yang terjadi pada mukosa

    pasien. Kandidiasis oral diklasifikasikan menjadi (Burket, 2008):

    a. Kandidiasis pseudomembran akut

    Kandidiasis ini biasanya disebut juga sebagai thrush. Secara klinis,

    pseudomembranosus kandidiasis terlihat sebagai plak mukosa yang putih atau

    kekuningan yang dapat dihilangkan dan meninggalkan permukaan yang berwarna

    merah. Kandidiasis ini terdiri atas sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur dan

    umumnya dijumpai pada mukosa labial, mukosa bukal, palatum keras, palatum

    lunak, lidah, jaringan periodontal dan orofaring. Keberadaan kandidiasis

    pseudomembranosus ini sering dihubungkan dengan penggunaan kortikosteroid,

    antibiotik, xerostomia, dan pada pasien dengan sistem imun rendah seperti

    HIV/AIDS.

    36

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    37/43

    Gambar.Kandidiasis pseudomembran (http://www.indianjnephrol.org).

    b. Kandidiasis eritematus

    Biasanya dijumpai pada mukosa bukal, palatum, dan bagian dorsal lidah dengan

    permukaan tampak sebagai bercak kemerahan. Penggunaan antibiotik spektrum

    luas maupun kortikosteroid sering dikaitkan sebagai etiologi. Pasien yang

    menderita kandidiasis ini mengeluh adanya rasa sakit seperti terbakar.

    c. Kandidiasis hiperplastik

    Kandidiasis ini sering disebut juga sebagai kandida leukoplakia yang terlihat

    seperti plak putih pada bagian komisura mukosa bukal atau tepi lateral lidah yang

    tidak bisa hilang bila dikerok. Kondisi ini dapat berkembang menjadi displasia

    berat atau keganasan. Kandida leukoplakia ini dihubungkan dengan kebiasaan

    merokok.

    d. Angular cheilitis

    37

    http://www.indianjnephrol.org/http://www.indianjnephrol.org/
  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    38/43

    Keilitis Angularis atau disebut juga angular stomatitis atau perleche merupakan

    infeksi campuran bakteri dan jamur Kandida yang umumnya dijumpai pada sudut

    mulut baik unilateral maupun bilateral. Sudut mulut yang terinfeksi tampak merah

    dan sakit. Keilitis angularis dapat terjadi pada penderita anemia defisiensi zat besi,

    defisiensi vitamin B12, dan pada gigi tiruan dengan vertikal dimensi oklusi yang

    tidak tepat.

    e. Median Rhomboid Glositis

    Median Rhomboid Glositis merupakan bentuk lain dari atrofik kandidiasis yang

    tampak sebagai daerah atrofik pada bagian tengah permukaan dorsal lidah, dan

    cenderung dihubungkan dengan perokok dan penggunaan obat steroid yang

    dihirup.

    2. Uremic frost

    Uremic frost yaitu lapisan keputihan pada kulit tubuh dan lengan yang dihasilkan

    oleh kristal urea residual yang tersisa ketika keringat berevaporasi (Little, et.al., 2008).

    Pada rongga mulut juga dapat ditemui lesi uremic frost. Pasien juga sering mengeluhkan

    dry mouth, bau mulut (uremic odor) dan rasa metalik, terutama di pagi hari (Briker et.al.,

    1994).

    38

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    39/43

    Gambar. Uremic frost (http://www.indianjnephrol.org)

    Gambar. Petechiae (di bagian palatal) pada pasien ESRD

    (Little, et.al., 2008).

    3. Mucormycosis

    Istilah mucormycosis merujuk pada suatu kelompok penyakit yang disebabkan

    oleh ubiquitous, jamur saprofit orde Mucorales. Organisme ini merupakan penghuni

    umum dari tanah dan dapat ditemukan dalam rongga hidung manusia yang sehat. Infeksi

    timbul karena terhirupnya spora yang disimpan dalam alveolus paru-paru. Cara infeksi

    yang lain yaitu kontaminasi jaringan trauma dan inokulasi langsung. Infeksi dapat hadir

    dalam berbagai bagian anatomi, khususnya paranasal, rhino-orbital, rhinocerebral,

    cerebral pulmonary, dan daerah gastrointestinal. Juga dapat muncul pada ekstremitas

    jaringan lunak atau penyakit yang disebarluaskan. Istimewanya, jamur ini mengikis arteri

    sehingga menyebabkan trombosis dengan nekrosis pada jaringan sekitar. Respon host

    39

    http://www.indianjnephrol.org/http://www.indianjnephrol.org/
  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    40/43

    supuratif daripada granulomatosa, meskipun bentuk kronis dari mucormycosis kadang-

    kadang terjadi. Infeksi sering dikaitkan dengan asidosis akibat diabetes, diare, atau

    uremia. Asidosis diabetes dianggap kondisi predisposisi dari 50-70% pasien yang

    dilaporkan degan mucormycosis sebelum pandemi HIV. Baru-baru ini, hal yang sering

    terlihat berhubungan dengan infeksi HIV dan AIDS. Kondisi predisposisi lainnya blood

    dycrasis, penyakit ganas, hepatitis, luka bakar, malnutrisi, iradiasi, TB, dan pemberian

    obat kortikosteroid dan imunosupresan. Mucormycosis sangat tidak mungkin ditularkan

    antar manusia (Burket,2008).

    Oral Consideration

    Sekitar 60% kasus, gejalanya melibatkan oral, otak, struktur wajah. Ulserasi

    oral dan sinusitis dan atau facial cellulitis telah dijelaskan dalam mucormycosis.

    Mortalitas dari mucormycosis tinggi sekitar 50-100%, dan ada sedikit keraguan bahwa

    sifat nature fuminating, keterlambatan diagnosis, dan kurangnya jumlah terapi

    rasional mengakibatkan prognosis yang buruk. Gejala penting lainnya termasuk

    blood-tinged nasal discharge, nyeri unilateral pada wajah, dan mati rasa. Kadang-

    kadang, gejala yang paling signifikan adalah ulserasi nekrotik atau peluruhan mukosa

    rahang atau palatal (Burket, 2008).

    Diagnosis and management

    Diagnosis dikonfirmasi dengan apusan dan demonstrasi histologis dari

    jaringan invasi oleh hifa. Magnetic resonance imagingdapat menunjukan penebalan

    mukosa dengan kehancuran yang merata dari dinding antral pada infeksi sinus.

    40

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    41/43

    Pengelolaan mucormycosis terdiri dari deteksi asidosis atau faktor predisposisi lain,

    terapi antijamur menggunakan amphotericin B, dan bedah debridement (Burket,

    2008).

    Selain itu, Mucor juga disebut-sebut menyebabkan infeksi pada pasien dengan

    gagal ginjal. Namun mucormycosis ini sangat jarang terjadi. Infeksi yang disebabkan

    Mucor biasanya juga disertai oleh peranan Aspergillus

    (http://emedicine.medscape.com/article/222551-overview).

    Gambar. Pasien dengan kelainan sistemik yang terkena infeksi Mucor (mucormycosis)

    (http://emedicine.medscape.com/article/222551-overview).

    4. Oral Malodor

    Gejala awal yang sering muncul ketika pasien mengalami gagal ginjal adalah oral

    malodor. Gejala ini sering dikeluhkan pasien pada pagi hari pada pasien dengan uremia,

    berupa bau amonia. Disebut juga dengan uremic fetor atau ammoniacal odor, terjadi

    karena konsentrasi urea dalam rongga mulut meningkat. Spesies Klebsiela dan

    mikroorganisme lainnya yang terdapat dalam rongga mulut yang memiliki enzim urease,

    akan memecah urea menjadi amonia yang bersifat basa.

    41

    http://emedicine.medscape.com/article/222551-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/222551-overview
  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    42/43

    DAFTAR PUSTAKA

    Bricker, et al. 1994. Oral Dignosis, Oral Medicine, and Treatment Planning 2 nd ed. Malvern,

    Pennsylvania : Lea & Febiger.

    Greenberg, Martin S. and Michael Glick. 2003. Burkets Oral Medicine Diagnosis andTreatment 10th ed. BC Decker Inc.

    42

  • 8/22/2019 Makalah JR FIX!

    43/43

    Guyton, Arthur C and John A. Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology 11th ed.

    Philadelphia: Elsavier Inc.

    Little, et al. 2008. Dental Management of the Medically Compromised Patient. St. Louis:

    Mosby Elseiver. Pp180-192.

    Mc Phee, S.J and William F. Ganong. 2006. Pathophysiology of Disease- An Introduction to

    Clinical Medicine. Lange Medical Books-McGraw-Hill.

    NICE Clinical guideline 73-September .2008. Chronic Kidney Disease. National Institute for

    Health and Clinical Exellence. www.nice.org.uk: London.

    Saladin, Kenneth S. 2003. Anatomy and Physiology: The Unity of Form and Function 3 rd ed.

    McGraw-Hill Companies.

    Thierney, et. al. 2006. Current Medical Diagnosis & Treatment, 45th Edition. McGraw-Hill.

    http://www.kidney.org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd/p4_class_g1.htm

    http://wrghar.blogspot.com/2009/09/ciri-ciri-jamur.html

    http://emedicine.medscape.com/article/222551-overview

    http://www.nice.org.uk/http://www.kidney.org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd/p4_class_g1.htmhttp://wrghar.blogspot.com/2009/09/ciri-ciri-jamur.htmlhttp://emedicine.medscape.com/article/222551-overviewhttp://www.nice.org.uk/http://www.kidney.org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd/p4_class_g1.htmhttp://wrghar.blogspot.com/2009/09/ciri-ciri-jamur.htmlhttp://emedicine.medscape.com/article/222551-overview