Top Banner
JODOH DUNIA AKHIRAT MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah seminar pendidikan agama Islam dengan dosen pengampu: Dr.Munawar Rahmat,M.Pd. Oleh: Nur Muhammad Syarip Mizwar 1206150 DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2015
21

Makalah Jodoh Dunia Akhirat

Sep 18, 2015

Download

Documents

Seminar Pendidikan Agama Islam
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • JODOH DUNIA AKHIRAT

    MAKALAH

    Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah seminar pendidikan agama

    Islam dengan dosen pengampu:

    Dr.Munawar Rahmat,M.Pd.

    Oleh:

    Nur Muhammad Syarip Mizwar

    1206150

    DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

    FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

    UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

    BANDUNG

    2015

  • i

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum wr wb

    Segala puji bagi Alloh SWT yang senantiasa memberikan nikmat dan

    hidayah-Nya sehingga penyusun mampu menyelesaikan makalah yang berjudul

    Jodoh Dunia Akhirat ini dengan sebaik-baiknya. Sholawat dan salam semoga

    senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Islam yakni Nabi Muhammad SAW yang

    telah mengajarkan manusia berbagai ilmu untuk hidup dan mati. Aamiin

    Penyusun mengucapkan terima kasih serta memberikan rasa hormat kepada

    Bapak Dr.Munawar Rahmat,M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah seminar

    pendidikan agama Islam yang senantiasa membimbing penyusun sehingga

    penyusun mampu menyelesaikan Makalah ini.

    Penyusun mengharapkan saran yang membangun dari pembaca untuk

    kesempurnaan pembuatan makalah di kemudian hari. Semoga Makalah ini bisa

    bermanfaat, khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca. Demikian

    yang dapat penyusun katakan, mohon maaf apabila ada kekurangan.

    Wassalamualaikum wr wb

    Bandung, Mei 2015

    Penyusun

  • ii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ................................................................................. i

    DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

    BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ........................................................................................

    B. Rumusan Masalah ...................................................................................

    C. Tujuan .....................................................................................................

    D.Manfaat ....................................................................................................

    1

    2

    2

    2

    BAB II.PEMBAHASAN

    A.Pengertian Pernikahan .............................................................................

    B. Hukum Nikah ..........................................................................................

    C. Tujuan Pernikahan dalam Islam ..............................................................

    D. Pengertian Jodoh dalam Islam ................................................................

    E. Memilih Calon Istri/Suami Menurut Islam .............................................

    3

    6

    11

    13

    15

    BAB III. PENUTUP

    A. Kesimpulan .............................................................................................

    17

    DAFTAR PUSTAKA

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Apabila berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya

    dari dua buah sisi. Dimana pernikahan merupakan sebuah perintah agama.

    Sedangkan di sisi lain adalah satu-satunya jalan penyaluran seks yang disah kan

    oleh agama.dari sudut pandang ini, maka pada saat orang melakukan pernikahan

    pada saat yang bersamaan dia bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan

    perintah agama, namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologis

    nya yang secara kodrat memang harus disalurkan.

    Sebagaimana kebutuhan lainnya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis

    sebenarnya juga harus dipenuhi. Agama Islam juga telah menetapkan bahwa satu-

    satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan

    pernikahan. Pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih

    mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan ini. Di dalam Al-

    Quran telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa

    kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha). Ini berarti pernikahan

    sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan seks

    namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia

    dimana setiap manusia dapat membangun surga dunia di dalamnya. Semua hal itu

    akan terjadi apabila pernikahan tersebut benar-benar dijalani dengan cara yang

    sesuai dengan jalur yang sudah ditetapkan Islam.

    Pernikahan sangat erat kaitannya dengan Jodoh. Seseorang tidak akan

    melakukan pernikahan apabila tidak berjodoh. Tapi kerap kali yang menjadi

    pertanyaan adalah seberapa lama kedua insan yang melakukan pernikahan

    tersebut berjodoh.

    Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk

    mengangat judul makalah yang berhubungan yakni tentang Jodoh Dunia

    Akhirat.

  • 2

    B. Rumusan Masalah

    Untuk memperjelas ruang lingkup permasalahan, maka perlu adanya

    rumusan masalah. Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah:

    1. Apa Pengertian Pernikahan ?.

    2. Apa Hukum Nikah ?.

    3. Apa Tujuan Pernikahan dalam Islam ?.

    4. Apa Pengertian Jodoh dalam Islam?.

    5. Bagaimana Memilih Calon Istri/Suami Menurut Islam ?.

    C. Tujuan

    Penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan sesuai dengan uraian latar

    belakang dan rumusan masalah. Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah:

    1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah seminar pendidikan

    agama islam.

    2. Untuk Mengetahui Pengertian Pernikahan.

    3. Untuk Mengetahui Hukum Nikah.

    4. Untuk Mengetahui Tujuan Pernikahan dalam Islam.

    5. Untuk Mengetahui Pengertian Jodoh dalam Islam.

    6. Untuk Mengetahui Bagaimana Memilih Calon Istri/Suami Menurut

    Islam.

    D. Manfaat

    Makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat. Adapun manfaat

    dari penulisan laporan ini adalah:

    1. Bagi Penulis, menjadi media untuk mengkaji ilmu agama Islam lebih

    dalam.

    2. Bagi Pembaca, Menjadi Bacaan yang berguna.

  • 3

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Pengertian Pernikahan

    1. Menurut Pandangan Islam

    Nikah secara bahasa adalah berkumpul dan bergabung. Dikatakan :

    nakahat al-asyjar, yaitu pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan

    berkumpul dalam satu tempat. Berkata Imam Nawawi : Nikah secara bahasa

    adalah bergabung, kadang digunakan untuk menyebut akad nikah, kadang

    digunakan untuk menyebut hubungan seksual.

    Al-Fara seorang ahli bahasa Arab mengatakan bahwa orang Arab

    menyebutkan kata Nukah al Mar-atu artinya adalah organ kewanitaan. Jika

    mereka mengatakan nakaha al-mar-ata artinya telah menggauli di organ

    kewanitaannya.

    Adapun Nikah secara istilah adalah : Akad yang dilakukan antara

    laki-laki dan perempuan yang dengannya dihalalkan baginya untuk melakukan

    hubungan seksual.

    Dalam al-Quran dan As-Sunah kata Nikah kadang digunakan untuk

    menyebut akad nikah, tetapi kadang juga dipakai untuk menyebut suatu

    hubungan seksual. Contoh menikah yang artinya akad nikah adalah firman

    Allah SWT:

  • 4

    Contoh lain adalah firman Allah SWT :

    Adapun contoh menikah yang artinya melakukan hubungan seksual

    adalah firman Allah SWT :

    Arti nikah pada ayat di atas adalah al-wath-u atau al-jimau (melakukan

    hubungan seksual), bukan akad nikah. Karena seseorang tidak disebut suami,

    kecuali kalau sudah melakukan akad nikah.

    Seorang istri yang telah diceraikan suaminya yang pertama sebanyak

    tiga kali, dan sudah menikah dengan suami yang kedua, maka dia harus

    melakukan nikah dengan suaminya yang kedua tersebut, kemudian

    diceraikannya, sebelum kembali kepada suaminya yang pertama. Melakukan

    nikah dengan suami yang kedua, maksudnya adalah melakukan hubungan

    seksual.

    Nikah dalam arti melakukan hubungan seksual pada ayat di atas

    dikuatkan oleh hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah ra yang artinya Dari

    Aisyah, ia berkata; Rasulullah SAW ditanya mengenai seorang laki-laki yang

    mencerai isterinya tiga kali, kemudian wanita tersebut menikah dengan laki-

    laki yang lain dan bertemu muka dengannya kemudian ia mencerainya

    sebelum mencampuri, maka apakah ia halal bagi suaminya yang pertama?

    Aisyah berkata; tidak. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Ia tidak

  • 5

    halal bagi suaminya yang pertama hingga ia merasakan manisnya (hubungan

    seksua) dengan suaminya yang lain, dan ia (sang suami) juga merasakan

    manisnya (hubungan seksual) dengannya."

    Contoh dari hadits yang menunjukan bahwa arti nikah adalah

    melakukan hubungan seksual adalah sabda Rasulullah SAW yang artinya

    Lakukanlah segala sesuatu (dengan istrimu yang sedang haid) kecuali nikah,

    yaitu jima.

    Setelah kita mengetahui bahwa nikah mempunyai dua arti, yaitu akad

    nikah dan melakukan hubungan seksual, maka pertanyaan yang muncul adalah

    bagaimana kita membedakan antara dua arti tersebut di dalam suatu

    pembicaraan? Para ulama membedakan antara keduanya dengan keterangan

    sebagai berikut : Jika dikatakan bahwa seorang laki-laki menikah dengan

    seorang perempuan lain, yaitu fulanah binti fulan, maka artinya bahwa laki-laki

    tersebut melakukan akad nikah dengannya. Jika dikatakan bahwa seorang laki-

    laki menikah dengan istrinya, maka artinya bahwa laki-laki tersebut melakukan

    hubungan seksual dengannya.

    Dari kedua makna nikah di atas, mana yang hakikat dan mana yang

    majaz? Para ulama berbeda pendapat :

    a. Pendapat Pertama : bahwa nikah pada hakikatnya digunakan untuk

    menyebut akad nikah, dan kadang dipakai secara majaz untuk

    menyebutkan hubungan seksual. Ini adalah pendapat shahih dari

    madzhab Syafiiyah, dishahihkan oleh Abu Thoyib, Mutawali dan

    Qadhi Husain. Ini juga merupakan pendapat yang dipilih oleh Syekh

    Al-Utsaimin.

    b. Pendapat kedua : bahwa nikah pada hakikatnya dipakai untuk

    menyebut hubungan seksual. Tetapi kadang dipakai secara majaz

    untuk menyebut akad nikah. Ini adalah pendapat al-Azhari, al-

    Jauhari dan az-Zamakhsari, ketiga orang tersebut adalah pakar dalam

    bahasa Arab.

    2. Pernikahan Menurut Undang-Undang.

    Undang-undang No. 1 Tahun 1974, tentang perkawinan menyatakan

    bahwa :

  • 6

    a. Pasal 1

    Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

    wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah)

    yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa.

    b. Pasal 2

    Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad

    yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk mentaati perintah Allah

    dan melakukannya merupakan ibadah.

    c. Pasal 3

    Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga

    yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

    d. Pasal 4

    Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum islam

    sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang

    perkawinan.

    B. Hukum Nikah

    1. Hukum Asal dari Pernikahan

    Adapun hukum asal dari pernikahan, para ulama berbeda pendapat :

    a. Pendapat Pertama

    Bahwa hukum asal pernikahan adalah wajib. Ini adalah pendapat

    sebagian ulama. Berkata Syekh al-Utsaimin: Banyak dari ulama

    mengatakan bahwa seseorang yang mampu (secara fisik dan ekonomi)

    untuk menikah, maka wajib baginya untuk menikah, karena pada dasarnya

    perintah itu menunjukkan kewajiban, dan di dalam pernikahan tersebut

    terdapat maslahat yang agung.

    Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Abdullah

    bin Masud ra, yang artinya: Rasulullah SAW bersabda pada kami:

    Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mempunyai

    kemampuan (secara fisik dan harta), hendaknya ia menikah, karena ia

    dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa

    belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat meredam (syahwat) ..

  • 7

    Rasulullah SAW dalam hadist di atas memerintahkan para pemuda

    untuk menikah dengan sabdanya falyatazawaj (segeralah dia menikah),

    kalimat tersebut mengandung perintah. Di dalam kaidah ushul fiqh

    disebutkan bahwa : al ashlu fi al amr lil wujub (Pada dasarnya perintah

    itu mengandung arti kewajiban).

    Dalil berikutnya menjelaskan bahwa menikah itu merupakan

    perilaku para utusan Allah subhanahu wa taala, sebagaimana firman Allah

    subhanahu wa taala:

    Dalil berikutnya ialah hadist riwayat Bukhori dan Muslim dari Anas

    bin Malik ra yang artinya Dari Anas bahwa sekelompok orang dari

    kalangan sahabat Nabi Muhammad SAW bertanya kepada isteri-isteri Nabi

    shallallahu 'alaihi wasallam mengenai amalan beliau yang tersembunyi.

    Maka sebagian dari mereka pun berkata, Saya tidak akan menikah.

    Kemudian sebagian lagi berkata, Aku tidak akan makan daging. Dan

    sebagian lain lagi berkata, Aku tidak akan tidur di atas kasurku.

    Mendengar ucapan-ucapan itu, Nabi Muhammad SAW memuji Allah dan

    menyanjung-Nya, kemudian beliau bersabda: Ada apa dengan mereka?

    Mereka berkata begini dan begitu, padahal aku sendiri shalat dan juga

    tidur, berpuasa dan juga berbuka, dan aku juga menikahi wanita. Maka

    siapa yang saja yang membenci sunnahku, berarti bukan dari golonganku.

    Karena tidak menikah itu merupakan bentuk penyerupaan terhadap

    orang-orang Nashara, sedang menyerupai mereka di dalam masalah ibadat

    adalah haram. Berkata Syekh al Utsaimin : dan karena dengan

    meninggalkan nikah padahal ia mampu, merupakan bentuk penyerupaan

  • 8

    dengan orang-orang Nashara yang meninggalkan nikah sebagai bentuk

    peribadatan mereka. Sedangkan menyerupai ibadat non muslim hukumnya

    adalah haram. Karena menyerupai mereka haram, maka wajib

    meninggalkan penyerupaan tersebut dengan cara menikah, sehingga

    menikah hukumnya wajib.

    b. Pendapat Kedua

    Bahwa hukum asal dari pernikahan adalah sunnah, bukan wajib. Ini

    merupakan pendapat mayoritas ulama. Berkata Imam Nawawi : Ini adalah

    madzhab kita (Syafiiyah) dan madzhab seluruh ulama, bahwa perintah

    menikah di sini adalah anjuran, bukan kewajiban dan tidak diketahui

    seseorang mewajibkan nikah kecuali Daud dan orang-orang yang setuju

    dengannya dari pengikut Ahlu Dhahir (Dhahiriyah), dan riwayat dari Imam

    Ahmad.

    Dalil yang menjelaskan hal tersebut adalah Firman Allah SWT:

    Berkata Imam al-Maziri : Ayat di atas merupakan dalil mayoritas

    ulama (bahwa menikah hukumnya sunnah), karena Allah SWT memberikan

    pilihan antara menikah atau mengambil budak secara sepakat. Seandainya

    menikah itu wajib, maka Allah tidaklah memberikan pilhan antara menikah

    atau mengambil budak. Karena menurut ulama ushul fiqh bahwa

    memberikan pilihan antara yang wajib dan yang tidak wajib, akan

    menyebabkan hilangnya hakikat wajib itu sendiri, dan akan menyebabkan

    orang yang meninggalkan kewajiban tidak berdosa. Perintah yang terdapat

  • 9

    dalam hadist Abdullah bin Masud di atas bukan menunjukkan kewajiban,

    tetapi menunjukan al-istihbab (sesuatu yang dianjurkan).

    Selanjutnya, Bahwa menikah maslahatnya kembali kepada orang

    yang melakukannya terutama yang berhubungan dengan pelampiasan

    syahwat, sehingga dikatakan bahwa perintah di atas sebagai bentuk

    pengarahan saja.

    2. Hukum Menikah Menurut Kondisi Pelakunya

    Adapun hukum nikah jika dilihat dari kondisi orang yang

    melakukannya adalah sebagai berikut :

    a. Kondisi Pertama

    Nikah hukumnya wajib, bagi orang yang mempunyai hasrat yang

    tinggi untuk menikah karena syahwatnya bergejolak sedangkan dia

    mempunyai kemampuan ekonomi yang cukup. Dia merasa terganggu

    dengan gejolak syahwatnya, sehingga dikawatirkan akan terjerumus di

    dalam perzinaan.

    Begitu juga seorang mahasiswa atau pelajar, jika dia merasa tidak

    bisa konsentrasi di dalam belajar, karena memikirkan pernikahan, atau

    seandainya dia terlihat sedang belajar atau membaca buku, tapi ternyata dia

    hanya pura-pura, pada hakekatnya dia sedang melamun tentang menikah

    dan selalu memandang foto-foto perempuan yang diselipkan di dalam

    bukunya, maka orang seperti ini wajib baginya untuk menikah jika memang

    dia mampu untuk itu secara materi dan fisik, serta bisa bertanggung jawab,

    atau menurut perkiraannya pernikahannya akan menambah semangat dan

    konsentrasi dalam belajar.

    b. Kondisi Kedua

    Nikah hukumnya sunah bagi orang yang mempunyai syahwat, dan

    mempunyai harta, tetapi tidak khawatir terjerumus dalam maksiat dan

    perzinaan. Imam Nawawi di dalam Syareh Shahih Muslim menyebutkan

    judul dalam Kitab Nikah sebagai berikut : Bab Dianjurkannya Menikah

    Bagi Orang Yang Kepingin Sedangkan Dia Mempunyai Harta .

  • 10

    c. Kondisi ketiga

    Nikah hukumnya mubah, bagi orang yang mempunyai syahwat,

    tetapi tidak mempunyai harta. Atau bagi orang yang mempunyai harta tetapi

    tidak mempunyai syahwat.

    d. Kondisi Keempat

    Nikah hukumnya makruh bagi orang yang tidak punya harta dan

    tidak ada keinginan untuk menikah (lemah syahwat). Dikatakan makruh,

    karena dia tidak membutuhkan perempuan untuk dinikahi, tetapi dia harus

    mencari harta untuk menafkahi istri yang sebenarnya tidak dibutuhkan

    olehnya. Tentu akan lebih baik, kalau dia mencari nafkah untuk memenuhi

    kebutuhannya terlebih dahulu. Selain itu, istrinya akan sedikit tidak terurus,

    dan kemungkinan tidak akan mendapatkan nafkah batin, kecuali sedikit

    sekali, karena sebenarnya suaminya tidak membutuhkannya dan tidak

    terlalu tertarik dengan wanita.

    Begitu juga seseorang yang mempunyai keinginan untuk menikah,

    tetapi tidak punya harta yang cukup, maka baginya, menikah adalah

    makruh.

    Adapun seseorang yang mempunyai harta tetapi tidak ada keinginan

    untuk menikah (lemah syahwat), para ulama berbeda pendapat : Pendapat

    Pertama : Dia tidak dimakruhkan menikah tetapi lebih baik baginya untuk

    konsentrasi dalam ibadah. Ini adalah pendapat Imam SyafiI dan mayoritas

    ulama Syafiiyah. ; Pendapat Kedua : Menikah baginya lebih baik. Ini

    adalah pendapat Abu Hanifah dan sebagian dari ulama Syafiiyah serta

    sebagian dari ulama Malikiyah. Kenapa? karena barangkali istrinya bisa

    membantunya dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya, seperti memasak,

    menyediakan makanan dan minuman, menyuci dan menyetrika bajunya,

    menemaninya ngobrol, berdiskusi dan lain-lainnya. Menikah sendiri tidak

    mesti melulu melakukan hubungan seks saja, tetapi ada hal-hal lain yang

    didapat sepasang suami selama menikah, seperti kebersamaan, kerjasama,

    keakraban, menjalin hubungan keluarga, ketenangan dan ketentraman.

  • 11

    e. Kondisi Kelima

    Nikah hukumnya haram, bagi yang merasa dirinya tidak mampu

    bertanggung jawab dan akan menelantarkan istri dan anak. Syekh al-

    Utsaimin memasukan pernikahan yang haram adalah pernikahan yang

    dilakukan di Darul Harbi ( Negara Yang Memusuhi Umat Islam ), karena

    dikhawatirkan musuh akan mengalahkan umat Islam dan anak-anaknya

    akan dijadikan budak. Tetapi jika dilakukan dalam keadaan darurat, maka

    dibolehkan.

    C. Tujuan Pernikahan dalam Islam

    Berikut adalah tujuan pernikahan dalam Islam dengan disisipkan beberapa

    perjelasan:

    1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi

    Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk

    memenuhi kebutuhan ini adalah dengan aqad nikah (melalui jenjang

    pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-

    cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina,

    lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh

    Islam.

    2. Untuk Membentengi Akhlaq Luhur dan Menundukkan Pandangan

    Sasaran utama dari disyariatkannya pernikahan dalam Islam di

    antaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor

    dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur.

    Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana

    efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi

    masyarakat dari kekacauan.

    3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami

    Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq

    (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas

    Allah, sebagaimana firman Allah SWT dalam ayat berikut:

  • 12

    4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah

    Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan

    beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama

    manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur

    bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang

    lain, bahkan berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah).

    5. Untuk Memperoleh Keturunan yang Shalih

    Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan

    yang shalih, untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana

    firman Allah Azza wa Jalla:

  • 13

    D. Jodoh dalam Islam

    Kata jodoh adalah kata yang dipakai dalam bahasa Indonesia untuk

    menunjuk makna tertentu. Kata ini berbeda dengan kata suami, istri, pasangan

    hidup atau yang semisal dengannya. Kata jodoh menurut kamus bahasa Indonesia

    adalah pasangan yang cocok baik bagi laki-laki maupun perempuan. Oleh karena

    itu kata jodoh memiliki makna yang lebih spesifik dari kata suami, istri, atau

    pasangan hidup, sebab di sana terdapat penjelasan sifat lebih khusus dari sekedar

    pasangan hidup. Dalam bahasa Arab, kata yang bermakna jodoh seperti yang

    terdapat dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan.

    Para fuqaha ketika membahas hukum pernikahan hanya menyebut istilah

    Zauj atau Balun untuk suami dan Zaujatun atau Imroatun untuk istri yakni

    istilah-istilah yang berkonotasi netral tanpa ada penekanan sifat tertentu

    sebagaimana kata suami, istri, atau pasangan hidup dalam bahasa Indonesia.

    Adapun makna jodoh yang menjadi topik diskusi di sini adalah orang atau

    individu tertentu yang akan menjadi pasangan hidup. Dengan titik diskusi apakah

    Alloh telah menentukan dalam Lauhul Mahfudz, sebelum manusia dilahirkan

    bahwa ia akan dipasangkan dengan individu tertentu atau tidak?. Artinya apakah

    Alloh sudah mentandirkan dalam azal bahwa A akan dipasangkan dengan B, atau

    tidak?.

    Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu harus dilakukan studi yang

    mendalam terhadap nash-nash yang terkait dengan topik tersebut berdasarkan Al-

    Quran dan Assunnah atau dail yang ditunjuk keduanya seraya mengesampingkan

    semua dasar yang tidak terkait dengan nash Al-Quran dan Assunnah baik ia

    berupa adat, tradisi, pameo, peribahasa, dan sebagainya. Hanya saja, pembahasan

    tentang jodoh termasuk perkara Qadha atau bukan tidak boeh dicampur adukkan

    dengan pembahasan keimanan bahwa Alloh adalah Maha Pengatur. Sebab,

    pembahasan jodoh termasuk perkara Qadha atau bukan adalah suatu hal,

    sementara pembahasan tentang keimanan bahwa Alloh adalah Maha Pengatur.

    Masing-masing adalah topik tersendiri yang harus dibahas berdasarkan

    nash-nash yang terkait dengan topik itu. Mencampur adukkan dua topik

    pembahasan ini adalah langkah keliru karena bertentangan dengan fakta

    pembahasan, sebagaimana bisa berakibat kekacauan terhadap pemahaman.

  • 14

    Dengan demikian dua macam pembahasan itu harus dipisahkan. Tinjauan sekilas

    terhadap persoalan jodoh menunjukan bahwa persoalan ini adalah termasuk

    masalah aqidah, sebab keperayaan bahwa Alloh mentakdirkan A berpasangan

    dengan B, atau Alloh tidak mentakdirkan itu adalah jenis keyakinan, bukan amal.

    1. Benarkan Jodoh Sudah ditentukan oleh Alloh ?

    Tentu saja jodoh sudah ditentukan oleh Alloh bahkan bukan hanya

    jodoh, semua hal mengenai diri manusia duah ditentukan oleh Alloh ketika

    manusia berada di Lauhul Mahfudz. Dalam sebuah riwayat Bukhori dan

    Muslim dari Ibnu Masud ra, dikabarkan bahwa Rosululloh SAW, bersabda

    yang artinya sesungguhnya proses penciptaan setiap orang dari kalian

    berada di perut ibunya selama 40 hari berupa segumpal air mani. Selanjutnya

    ia berubah menjadi segumpal darah dalam masa yang sama. Kemudian ia

    berubah menjadi segumpal daging dalam masa yang sama. Lalu Alloh

    mengutus seorang malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya disamping

    diperintahkan untuk menuliskan empat perkara, yakni rizqinya, ajalnya,

    perilakunya, dan bahagia celakanya.

    2. Apakah Jodoh yang sudah ditetapkan oleh Alloh bisa diubah ?

    Apakah jodoh (dan segala takdir) yang ditentukan Alloh bisa dirubah?.

    Ya dan tidak. Takdir itu bisa diubah oleh manusia, tetapi dapat diubah oleh

    Alloh. Alloh SWT berfirman:

    Karena jodoh (dan segala takdir) itu hanya bisa diubah oleh Alloh,

    apakah sebaiknya manusia menunggu takdir dari Alloh saja tanpa perlu

    berusaha lagi?. Alih-alih, Alloh dan Rosul-Nya mempersilakan manusia untuk

    berusaha supaya Alloh mengubah takdir manusia itu. Alloh SWT berfirman:

  • 15

    E. Memilih Calon Istri/Suami Menurut Islam

    Setiap orang yang berumah tanggah tentu mengharapkan keluarganya akan

    menjdi keluarga yang sakinah mawadah warakhmah. Kehidupan rumah tangganya

    dapat menjadi surga di dunia dapat menjadi diri dan keluarganya. Apalagi pada

    saat ini banyak sekali kasus peceraian keluarga dijumpai ditengah-tengah

    masyakat yang semakin berkembang ini. Alasan dalam peceraian itu bermacam-

    macam, dari alasan pendapatan istri lebih besar dari pada suami, selingkuh dengan

    adanya orang ketiga, kekerasan dalam rumah tanggah, dan lain-lain.

    Maka dari itu dalam membanggun mahligai surga rumah tangga, persiapan

    awal harus dilakukan pada saat memilih jodoh. Islam mengangjurkan kepada

    umatnya ketika mencari jodoh itu harus berhati-hati baik laki-laki maupun

    perempuan, hal ini dikarenakan masa depan kehidupan rumah tangga itu

    berhubungan sangat erat dengan cara memilih suami maupun istri. Untuk itu kita

    sebagai umat muslim harus memperhatikan kriteria dalam memilih pasangan

    hidup yang baik.

    Dasar firman Allah SWT yang berbunyi Dan kawinkanlah orang-orang

    yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari

    hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang

    perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-

    Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.

    Dan dari sabda Rasullah yang artinya Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi

    Muhammad SAW beliau bersabdah : sesunguhnya seorang wanita itu dinikahi

    atas empat perkara, yaitu : harta, nasab, kecantikan, dan agamanya, maka

    perolehlah yang mempunyai agama maka akan berdeburlah tanganmu..

    Dalam memilih istri hendaknya menjaga sifat-sifat wajib. Syeh Jalaluddin

    Al-qosimi Addimasyai dalam kitab Al-mauidotul Mukminin menyebutkan ada

    kriteria bagi laki-laki dalam memilih jodoh :

    1. Baik agamanya : hendaknya ketika memilih istri itu harus

    memperhatikan agama dari sisi istri tersebut.

    2. Luhur budi pekertinya : seorang istri yang luhur budi pekertinya selalu

    sabar dan tabah menghadapi ujian apapun.

  • 16

    3. Cantik wajahnya : Kecantikan wajah yang disertai kesolehahan prilaku

    membuat pasangan tentram dan cenderung melipahkan kasih sayangnya

    kepadanya.

    4. Ringan maharnya : Rasullullah bersabda : salah satu tanda keberkahan

    perempuan adalah cepat kawinnya, cepat melahirkannya, dan murah

    maharnya.

    5. Subur : artinya cepat memperoleh keturunan dan wanita itu tidak

    berpenyakitan.

    6. Masih perawan : jodoh yang terbaik bagi seorang laki-laki perjaka

    adalah seorang gadis. Rasullullah pernah mengikatkan Jabbir RA yang

    akan menikahi seorang janda : alangkah baiknya kalau istrimu itu

    seorang gadis, engkau dapat bermain-main dengannya dan ia dapat

    bermain-main denganmu.

    7. Keturunan keluarga baik-baik : dengan sebuah hadist Rasullallah

    besabda : jauhilah dan hindarkan olehmu rumput mudah tumbuh

    ditahi kerbau. Maksudnya : seorang yang cantik dari keturunan orang-

    orang jahat.

    8. Bukan termasuk muhrim

    Kedekatan hubungan darah membuat sebuah pernikahan menjadi

    hambar, disamping itu menurut ahli kesehatan hubungan darah yang sangat

    dekat dapat menimbulkan problem genetika bagi keturunannya.

    Dalam memilih calon suami bagi anak perempuan hendaknya memilih

    orang yang memiliki akhlak, kehormatan dan nama baik. Dengan demikian jika

    ia menggauli istrinya maka istrinya maka ia menggaulinya dengan baik, jika

    menceraikan maka ia menceraikan dengan baik. Rasullah bersabda :barang

    siapa mengawinkan anak perempuannya denga orang yang fasik makasungguh

    dia telah memutuskan hubungan persaudaraan. Seorang laki-laki berkata

    kepada hasan bin ali, sesungguhnya saya memiliki seorang anak perempuan

    maka siapakah menurutmu orang cocok agar saya dapat menikahkan

    untuknya? hasan menjawab :nikahkanlah dia dengan seorang yang beriman

    kepada Allah SWT, jika ia mencintainya maka dia akan memuliahkannya dan

    jika dia membencinya maka dia tidak mendzoliminya.

  • 17

    BAB III

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Meninjau dari uraian pembahasan pada Bab II, penulis dapat menarik

    kesimpulan antara lain:

    1. Perkawinan menurut syara yaitu akad yang ditetapkan syara untuk

    membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan

    menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.

    2. Hukum nikah menurut Islam adalah Sunnah karena Ini merupakan

    pendapat mayoritas ulama. Berkata Imam Nawawi : Ini adalah

    madzhab kita (Syafiiyah) dan madzhab seluruh ulama, bahwa perintah

    menikah di sini adalah anjuran, bukan kewajiban dan tidak diketahui

    seseorang mewajibkan nikah kecuali Daud dan orang-orang yang setuju

    dengannya dari pengikut Ahlu Dhahir (Dhahiriyah), dan riwayat dari

    Imam Ahmad.

    3. Tujuan pernikahan antaralain: untuk memenuhi tuntutan naluri manusia

    yang asasi, untuk membentengi akhlak luhur dan menundukkan

    pandangan, untuk menegakkanr tangga yang Islami, untuk

    meningkatkan ibadah kepada Allah, dan untuk memperoleh keturunan

    yang shalih.

    4. Jodoh (dan berbagai hal) sudah ditentukan oleh Alloh, tetapi manusia

    bisa berusaha agar Alloh berkehendak untuk merubahnya.

    5. Dalam memilih istri/suami hendaknya menjaga sifat-sifat wajib. Syeh

    Jalaluddin Al-qosimi Addimasyai dalam kitab Al-mauidotul Mukminin

    menyebutkan ada kriteria bagi laki-laki dalam memilih jodoh

    diantaranya baik agamanya, Luhur budi pekertinya, cantik wajahnya,

    ringan maharnya, subur, masih perawan, keturunan keluarga baik-baik,

    dan bukan termasuk muhrim

  • 18

    DAFTAR PUSTAKA

    Andriani Nurmalia. (2013). Pengertian Pernikahan Menurut Islam. [Online].

    Tersedia: http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2013/09/pengertian-

    pernikahan-menurut-islam.html (diakses pada 21 Mei 2015).

    Departemen Agama. (1993). Al-Quran dan Terjemahnya. Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Quran. Surabaya : Surya Citra Aksara.

    Hashem, O. (1965). Marxisme dan Agama. Surabaya : Yayasan Pendidikan Islam

    Islam Diaries. (2012). Tujuan Pernikahan dalam Islam. [Online]. Tersedia:

    http://islamdiaries.tumblr.com/post/37326522822/tujuan-pernikahan-

    dalam-islam (diakses pada 21 Mei 2015).

    Makalah Islam. (2013). Pengertian, Hikmah, Tujuan, dan Hukum Nikah. [Online].

    Tersedia: http://islammakalah.blogspot.com/p/blog-page_27.html (diakses

    pada 21 Mei 2015).

    Sayyid Sabiq. (1973). Fiqh Sunnah. Jilid 1-2 Cetakan ke-1. Bandung : PT.Al-

    Marif.

    Zain Ahmad. (2011). Pengertian Menikah dan Hukumnya. [Online]. Tersedia:

    http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/271/pengertian-menikah-dan-

    hukumnya/#_ftn4 (diakses pada 21 Mei 2015).