Top Banner
MAKALAH IKATAN KIMIA IKATAN IONOLEH : 1. AHMAD MAULANI ACC 112 052 2. CARLOS THOMAS ACC 112 014 3. WIDIA ASTUTI ACC 112 019 4. INDRANIYATI ACC 112 040 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PALANGKARAYA 2015
26

Makalah Ikatan Ion

Jan 27, 2016

Download

Documents

Carlos Thomas

hbhbhb
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah Ikatan Ion

MAKALAH IKATAN KIMIA

“IKATAN ION”

OLEH :

1. AHMAD MAULANI ACC 112 052

2. CARLOS THOMAS ACC 112 014

3. WIDIA ASTUTI ACC 112 019

4. INDRANIYATI ACC 112 040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PALANGKARAYA

2015

Page 2: Makalah Ikatan Ion

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-

Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah yang kami buat

yaitu tentang Ikatan Ionik , demi tugas mata kuliah Ikatan Kimia yang diberikan Dosen.

Makalah ini kami buat dengan menggabungkan dari berbagai sumber, sehingga

pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa terutama calon – calon guru. Kami

tahu bahwa makalah ini belum sempurna, oleh karena itu untuk menyempurnakan makalah

kami ini, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari anda semua.

Page 3: Makalah Ikatan Ion

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1

1.3 Tujuan.................................................................................................. 2

1.4 Manfaat ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................

2.1 Pembentukan Ikatan Ion ....................................................................... 3

2.2 Sifat-sifat Senyawa Ionik ..................................................................... 4

2.2.1 Kecenderungan pada jari—jari ionik ......................................... 5

2.2.2 Model Ionik dan Ukuran Ion ..................................................... 5

2.2.3 Kecenderungan pada titik leleh ................................................. 6

2.2.4 Polarisasi dan Kovalensi ........................................................... 6

2.3 Struktur Kristal Ionik dan Contohnya serta Kisi Kristal ........................ 9

2.3.1 Struktur Kristal Ionik ................................................................ 9

2.4 Jari-jari ion dan Rasio jari-jari ion ...................................................... 16

BAB III KESIMPULAN .......................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................

Page 4: Makalah Ikatan Ion

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selain senyawa dengan ikatan kovalen, dikenal pula senyawa dengan jenis ikatan lain,

yaitu ikatan elektrovalen atau ikatan ion yang didasarkan atas tarikan elektrostatik antara ion

yang berlawanann muatan. Teori ini mula-mula dikemukakan oleh Kossel, Lewis dan

Langmuir dan penting dalam menerangkan struktur kristal dari zat padat.

Ion – ion terbentuk akibat perpindahan sempurna dari elektron antar atom- atom.

Pembentukan ion positif dari atom netralnya dinyatakan oleh energi ionisasi, sedangkan

pembentukan ion negatif didasarkan atas afinitas elektron, yaitu energi yang dilepaskan bila

atom netral menarik elektron dan membentuk ion negatif yang stabil. Dalam kristal yang

tersusun dari ion-ion akan terjadi tarik menarik antara ion yang berlawanan muatan dan tolak

menolak antara ion yang sejenis atau terjadi gaya antaraksi Coulumb. Keseimbangan antara

tarik menarik dan tolak menolak ini menghasilkan energi kisi kristal, yang dapat dicari lewat

siklus Born-Haber.

Suatu penelitian dari senyawa alkali halida menunjukkan bahwa jarak antar-ion

adalah jari-jari ion positif dan jari-jari ion negatif,sehingga data mengenai jari – jati ion dapat

digunakan untuk menerangkan struktur dari kristal ion. Perbandingan jari –jari ion yang dapat

memberikan gambaran mengenai bilangan koordinasi. Jari – jari ion yang digunakan dalam

perhitungan teoritis ini adalah jari – jari ion yang bermuatan tunggal. Untuk ion yang

bervalensi ganda ( multivalen) digunakan jari – jari kristal yang nilainya lebih kecil dari jari –

jari ion , karena bertambahnya muatan akan memperbesar gaya tarik antar ion. Jari – jari ion

juga berubah dengan berubahnya bilangan koordinasi.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana pembentukan ikatan ionik?

b. Bagaimana sifat – sifat senyawa ionik?

c. Bagaimana struktur kristal ionik?

d. Bagaimana jari – jari ionik dan rasio jari – jari ionik?

Page 5: Makalah Ikatan Ion

1.3 Tujuan

a. Mengetahui pembentukan ikatan ionik

b. Mengetahui sifat – sifat senyawa ionik

c. Mengetahui struktur kristal ionik dan contohnya serta kisi Kristal

d. Mengetahui jari – jari ionik dan rasio jari – jari ionik

1.4 Manfaat

a. Mahasiswa dapat mengetahui pembentukan ikatan ionik

b. Mahasiswa dapat mengetahui sifat – sifat senyawa ionik

c. Mahasiswa dapat mengetahui struktur kristal ionik dan contohnya serta kisi Kristal

d. Mahasiswa dapat mengetahui jari – jari ionik dan rasio jari – jari ionik

Page 6: Makalah Ikatan Ion

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembentukan Ikatan Ionik

Perkembangan munculnya teori ionisasi mendorong pemahaman adanya senyawa

ionik dan senyawa kovalen atau non ionik. Senyawa ionik sederhana terbentuk hanya antara

unsur-unsur metalik dan non metalik yang keduanya sangat aktif. Dua persyaratan penting,

yaitu energi ionisasi untuk membentuk kation dan afinitas elektron untuk membentuk anion,

harus lebih menguntungkan (favourable) ditinjau dari pertimbangan energi. Ini bukan berarti

kedua reaksi pembentukan ion-ion tersebut harus eksotermik, tetapi lebih berarti bahwa

reaksi tidak membutuhkan energi yang terlalu besar. Jadi, persyaratan untuk membentuk

ikatan ionik adalalah salah satu atom unsur harus mampu melepas satu atau dua elektron

(jarang tiga elektron) tanpa memerlukan banyak energi, dan atom unsure lain harus mampu

menerima satu atau dua elektron (hampir tidak pernah tiga elektron) tanpa memerlukan

banyak energi. Oleh karena itu ikatan ionik banyak dijumpai pada senyawa pada logam

golongan 1, 2 sebagian 3 dan beberapa logam transisi dengan bilangan oksidasi rendah, dan

non logam golongan halogen,oksigen dan nitrogen. Semua energi ionisasi adalah endotermik,

dan afinitas elektron untuk halogen adalah eksotermik, tetapi untuk oksigen dan nitrogen

sedikit endotermik.

Jenis ikatan atom-atom dengan contoh unsur-unsur periode ketiga, dan senyawanya

dapat dipahami dengan mudah menurut model “segitiga ikatan” (segitiga Van Arkel-

Ketelaar). Pada garis dasr segitiga, dari kiri kekanan (dari Na ke Cl) atom-atom unsur

tersusun dari sifat dominasi iatan metalik kesifat ikatan kovalen. Sifat paling logam dimiliki

oleh unsur paling kiri (Na) dan sifat paling kovalen atau non logam dimiliki oleh unsure

paling kanan dalam periode, sedangkan diantaranya memberikan sifat logam amfoterik dan

semi konduktor. Ikatan antara kedua atom unsur paling ujung ini menghasilkan senyawa

dengan ikatan ionik yang digambarkan sebagai titik puncak segitiga. Senyawa diantarana

menghasilkan sifat ikatan dari sifat metalik kesifat ionik yaitu unsur senyawa NaX(X=

Mg,Al,Si,P,S) dan dari sifat kovalen kesifat ionik yaitu untuk senyawa

XCl(X=S,P,Si,Al,Mg), yang keduanya digambarkan sebagai sisi-sisi miring segitiga.

Akhirnya dapat dipahami bahwa MgS dan AlP merupakan senyawa yang mempunyai

karakteristika ketiga macam ikatan secara serentak. Dari model segitiga ikatan ini dapat

dipahami banyaknya senyawa yang mempunyai karakter ionic dan kovalen secara serentak

dengan derajat ionik-kovalen yang berbeda-beda.

Page 7: Makalah Ikatan Ion

2.2 Sifat – Sifat Senyawa Ionik

Pada temperatur kamar, senyawa kovalen dapat berwujud padat,cair, dan gas, tetapi

senyawa ionik berwujud padat dan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

Senyawa ionik cenderung mempunyai konduktivitas listrik sangat rendah dalam bentuk

padatan, tetapi penghantar listrik sangat baik pada keadaan leburnya. Daya hantar listrik

ini diasosiasikan dengan adanya ion-ion positif dan negatif yang bergerak bebas karena

pengaruh listrik. Dalam keadaan padat, ion-ion ini diikat kuat dalam kisi, tidak

mengalami migrasi atau perpindahan, dan juga tidak membawa arus listrik.

Senyawa ionik cenderung mempunyai titik leleh tinggi, ikatan ionik biasanya sangat kuat

dan terarah ke segala arah. Ini bukan berarti bahwa ikatan ionik lebih kuat dari pada

ikatan kovalen, melaikan karena sebaran arah ikatan ke segala arah, dan inilah yang

merupakan faktor penting dalam kaitannya dengan titik leleh yang tinggi.

Senyawa ionik biasanya sangat keras tetapi rapuh. Kekerasan senyawa ionik sesuai

dengan argumen diatas, sekalipun perlakuannya melalui pemisahan secara mekanik

ketimbang pemisahan secara termal terhadap gaya-gaya tarik-menarik antar ion.

Kecenderungan kerapuhan merupakan akibat sifat alami ikatan ionik. Jika cukup gaya

untuk menggeser sedikit ion-ion (misalnya dalam unit sel NaCl, panjang ikatan menjadi

memendek separuhnya), maka gaya yang semula tarik-menarik akan berubah menjadi

gaya tolak-menolak karena kontak antar anion dan antar kation menjadi lebih signifikan.

Akibatnya, Kristal menjadi mudah terpecah-belah, dan hal inilah yang banyak ditemui

pada banyak mineral.

Senyawa ionik biasanya larut dalam pelarut polar dengan permitivitas (tetapan

dielektrikum) tinggi. Energy interaksi dua partikel bermuatan dinyatakan dengan

rumus E= , dalam hal ini q+ dan q

– adalah muatan listrik partikel, r adalah jarak pisah

kedua partikel dan = permitivitas atau tetapan dielektrikum medium; untuk mediu

hampa, o=8,85x 10-12

C2m

-1J

-1. Pelarut polar umumnya memiliki tetapan dielektrikum

tinggi, misalnya untuk air =7,25 x 10-10

C2m

-1J

-1,asetonitril =2,9 x 10

-10 C

2m

-1J

-1 dan

untuk ammonia =2,2 x 10-10

C2m

-1J

-1, atau (H2O) = 82 o , (CH3CN) = 33 o , (NH3) = 25 o . Oleh

karena permitivitas amonia 25 kali permitivitas hampa, maka dapat dimengerti bahwa

gaya tarik ion-ion terlarut dalam amonia hanyalah sebesar 4% daripada gaya yang sama

tanpa pelarut; semakin tinggi tinggi permitivitas pelarut semakin besar pengaruhnya.

Page 8: Makalah Ikatan Ion

2.2.1 Kecenderungan pada Jari-jari Ionik

Jari-jari kation semakin kecil untuk sederet spesies isoelektronik dalam satu periode

dengan kenaikan muatan ion. Sebagai contoh 11Na+,12Mg

2+ dan 13Al

3+, secara berurutan

mempunyai jari-jari ionik 116, 86, dan 68 pm; ketiga-tiganya isoelektronik, mempunyai 10

elektron dengan konfigurasi elektronik 1s2 2s

2 2p

6. Satu-satunya perbedaan adalah jumlah

proton didalam intinya; makin besar jumlah proton atau muatan inti makin besar muatan inti

efektifnya, Zef! dan oleh karena itu makin kuat gaya tariknya terhadap elektron sehingga

makin kecil ukuran atau jari-jari ionnya. Jari-jari anion semakin kecil untuk sederet spesies

isoelektronik dalam satu periode dengan penurunan muatan ion. Sebagai contoh, anion 7N3-

,8O2-

,dan 9F–, secara berurutan mempunyai jari-jari ionic 132,124 , dan 117 pm. Ketiga

spesies anionic ini adalah isoelektronik (10 elektron) dan dengan argumentasi yang sama

seperti tersebut diatas dapat dijelaskan penurunan ukuran anion ini. Kedua contoh seri kation

(Na+,Mg

2+ dan Al

3+) dan anion (N

3-,O

2-,dan F

–,) yang juga isoelektronik menunjukkan bahwa

ukuran anion jauh lebih besar ketimbang ukuran kation. Secara umum memang benar bahwa

kation logam lebih kecil ukurannyaketimbang anion nonlogam dalam satu periode.

Dalam satu golongan,ukuran atom semakin besar dengan naiknya nomor atom(dari

atas kebawah), demikian juga ukuran ionnya. Sebagai contoh, anion halogenida, F–, Cl

–, Br

-,

dan I–,secara berurutan mempunyai jari-jari ionik 117,167,182 dan 206 pm. Akhirnya perlu

diketahui bahwa ukuran ion tidak dapat diperoleh secara langsung,melainkan secara empirik,

yaitu membandingkan hasil pengukuran lebih dari satu senyawa untuk atom-atom yang sama.

Nilai jari-jari ionik yang diperoleh Shannon dan Prewit biasanya paling sering digunakan

karena dianggap lebih akuran dari pada yang lain.

2.2.2 Model Ionik dan Ukuran Ion

Berdasarkan elektronegativitas Pauling, jika perbedaan elektronegatifitas antara dua

atom yang berikatan kovalen membesar, sifat ikatan menjadi semakin polar. Akhirnya, jika

perbedaan tersebut sedemikian besarnya sehingga pasangan elektron sekutu menjadi

terabaikan karena lebih mendekat kepada salah satu pihak, maka ikatan yang terjadi dapat

dikatakan sebagai ikatan ionik. Dengan demikian, ikatan ionik secara sederhana adalah gaya

atraksi ( tarik – menarik ) elektrostatik anata ion positif dengan ion negatif.

Pauling melukiskan bahwa kenaikan perubahan perbedaan keelektronegativitas akan

mengakibatkan kenaikan sifat ionik secara perlahan dan kontinu. Perbedaan

elektronegativitas nol merupakan titi ekstrem sifat kovalen murni. Jadi, sesungguhnya tidak

ada garis pembatas yang tegas antara karakter kkovalen dan ionik , ddan kenyataanya banyak

Page 9: Makalah Ikatan Ion

ditemui senyawa yang termasuk kategori “intermediat” atau sering disebut kovalen polar.

Kovalen polar ini dapat bersifat ionik parsial atau dapat bersifat kovalen parsial.

Karena logam umumnya mempunyai sifat elektronegativitas rendah dan nonlogam

bersifat elektronegativitas tinggi, senyawa yang dibentuk dari keduanya sering termasuk

kategori ionik. Menurut model ionik murni, satu atau dua elektron valensi telah berpindah

dari atom berelektronegativitas rendah ke atom berelektronegativitas tinggi.

Ukuran atom dalam periode semakin kecil dengan naiknya nomor atom atom (dari kiri

ke kanan) sebagai akibat naiknya muatan inti efektif, Zef. Tetapi, perubahan atom menjadi

ion mengakibatkan perubahan yang kompratif besar pada ukurannya. Pembentukan ion

logam (kation) dari atomnya biasanya melibatkan pelepasan semua elektron valensi, sehingga

ukuran kation akan menjadi jauh lebih kecil ketimbang ukuran atom induknya. Sebagai

contoh , jari – jari atom natrium adalah 186 pm, tetapi jari – jari ionnya, Na+, hanya 116 pm.

Dengan demikian terjadi penyusutan ukuran yang sangat dramatik. Volume bola ( atom / ion

),adalah V = r3 , maka penyusutan jari – jari kation tersebut mengakibatkan penyusutan

volume menjadi kira- kira hanya volume induknya. Untuk anion berlaku sebaliknya. Ukuran

anion negatif lebih besar ketimbang atom induknya.

2.2.3 Kecenderungan pada Titik Leleh

Ikatan ionik adalah hasil dari gaya tarik-menarik satu ion dengan ion-ion berlawanan

muatan di sekelilingnya dalam kisi Kristal. Proses pelelehan melibatkan pemutusan parsial

gaya tarik-menarik tersebut dan mengizinkan ion-ion dapat bergerak bebas dalam fase

cairnya. Titik leleh yang tinggi bagi senyawa ionic menyarankan bahwa ikatan ionic tentunya

sangat kuat. Semakin kecil ukuran ion berarti semakin terpusat muatannya sehingga semakin

kuat pula ikatan ioniknya, dan dengan demikian semakin tinggi titki lelehnya. Hal ini

ditunjukkan oleh contoh sederet senyawa halida, KF, KCl, KBr, dan KI, yang secara

berurutan mempunyai titik leleh 857,772,735, dan 685oC. Perbedaan titik leleh secara

memcolok dapat terjadi oleh karena perbedaan muatan, yaitu semakin tinggi muatan semakin

tinggi pula titik lelehnya. Sebagai contoh, NaCl (Na+ Cl

–) meleleh pada suhu 801

oC,

sedangkan MgO (Mg2+

O2-

) meleleh pada suhu yang sangat tinggi 2800 oC.

2.2.4 Polarisasi dan Kovalensi

Sebagian besar penggabungan logam dan nonlogam mempunyai karakter senyawa

ionik, namun terdapat beberapa kekecualian. Kekecualian ini terjadi apabila electron terluar

dari anion tertarik begitu kuatnya kearah kation sehingga mengakibatkan terbentuknya ikatan

Page 10: Makalah Ikatan Ion

kovalen hingga derajat kovalensi tertentu, artinya rapatan anion terdistorsi kearah kation.

Distorsi (penyimpangan) dari bentuk ideal anion ini, yaitu spherical (bentuk bola), disebut

polarisasi. Semakin besar sifat polarisasi anion semakin besar derajat iatan kovalensinya.

Aturan yang dikemukakan oleh Kasimir Fajans perihal polarisasi adalah srbagai berikut.

1. Kation dengan ukuran semakin kecil dan muatan positif semakin besar mempuyai daya

mempolarisasi semakin kuat.

2. Anion dengan ukuran semakin besar dan muatan negatif semakin besar akan semakin

mudah terpolarisasi.

3. Kation yang mempunyai konfigurasi elektronik bukan konfigurasi elektronik gas mulia

mempunyai daya mempolarisasi lebih kuat.

Ukuran daya mempolarisasi suatu kation dinyatakan dalam rapatan muatanya.

Rapatan muatan adalah muatan ion (jumlah unit muatan dikalikan dengan muatan proton

dalam satuan coulomb,C) persatuan volume, sehingga:

= (dengan n = muatan ion , = muatan proton dalam satuan coulomb, dan r = jari-jari ion).

Sebagai contoh, ion natrium mempunyai muatan +1 dan jari-jari ion 116 pm (1.16 x 10-7

mm),

maka rapatan muatanya adalah:

Rapatan muatan, = 24 C mm-3

.

Dengan cara yang sama rapatan muatan ion alumunium dapat dihitung yaitu sebesar 364 C

mm-3

. Dengan rapatan muatan yang jauh lebih besar ion alumunium (Al3+

) mempunyai daya

mempolarisasi (terhadap anion) yang lebih kuat dibandingkan dngan daya mempolarisasi ion

natrium, sehingga dengan anion yang sama senyawa alumunium lebih bersifat kovalen

dibandingkan dengan senyawa natrium. Salah satu cara yang paling mudah untuk

membedakan sifat ionic dari sifat kovalen suatu spesies adalah dengan membandingkan titik

lelehnya. Senyawa ionik (dan juga senyawa kovalen jaringan) cenderung mempunyai titik

leleh tinggi, tetapi senyawa kovalen sederhana mempunyai titik leleh rendah. Sebagai contoh,

senawa AlF3 dan AlI3 mempunyai titik leleh yang sangat berbeda yaitu masing-masing 1290

dan 190oC. ion fluoride mempunyai jari-jari ionic 117 pm, jauh lebih kecil dari pada jari-jari

ionic iodide, 206 pm. Dari data ini ukuran volume anion iodide kira-kira adalah 5 ½ (atau

2063/ 117

3) kali ukuran volume ion fluorida. Tingginya titik leleh alumunium fluoride

mengindikasikan bahwa senyawa ini lebih bersifat ionik. Ini berarti bahwa ion fluoride yang

ukurannya kecil tidak akan mudah terpolarisasi oleh ion Al3+

sekalipun muatan positifnya

besar. Sebaliknya karena besarnya ukuran ion iodide maka rapatan elektronnya mudah

dipolarisasi oleh ion Al3+

, sehingga senyawa AlI3 yang terbentuk lebih bersifat kovalen

Page 11: Makalah Ikatan Ion

dengan titik leleh yang jauh lebih rendah. Bandingkan dengan titik leleh senyawa KI (685oC),

dan KF (857oC).

Oleh karena jari-jari ionik dengan sendirinya bergantung pada muatan ionnya, maka

besarnya muatan kation sering merupakan petunjuk yang baik untuk menentukan derajat

kovalen spesies ( sederhana) yang bersangkutan. Kation dengan muatan +1, dan +2, biasanya

mendominasi sifat ionic, sedangkan kation dengan muatan +3 membentuk senyawa ionic

hanya dengan anion yang sukar terpolarisasi seperti ion fluoride. Kation dengan muatan

teoritik +4 atau lebih sesungguhnya tidak dikenal sebagai ion, dan senyawanya sering

dianggap sebagai senyawa yang didominasi oleh sifat kovalen. Sebagai contoh, MnO

mempunyai titik leleh 1785oC tetapi Mn2O7 berupa cairan pada temperatur kamar. Hasil

penelitian menunjukan bahwa Mn (II) membentuk kisi Kristal ionic dalam MnO, tetapi

Mn(VII) membentuk molekul kovalen dalam Mn2O

7. Menurut perhitungan, rapatan muatan

ion Mn7+

(jika ada) adalah 1240 C mm-3

dan ion Mn2+

adalah 84 C mm-3

. Rapatan muatan

positif ion Mn7+

sangat tinggi, dan ukuran ion lebih kecil dibandingkan dengan ion Mn2+

,

sehingga mempunyai daya mempolarisasi yang sangat kuat terhadap anion oksida, dan

akibatnya terbentuknya senyawa yang bersifat kovalen, sesuai dengan titik lelehnya yang

rendah.

Aturan Fajans berkaitan dengan kation yang mempunyai konfigurasi elektronik ukan

gas mulia. Sebagai contoh adalah kation Ag+

(dengan konfigurasi [Ar] 4d10

), demikian juga

Cu+, Sn

2+, dan Pb

2+, senyawa-senyawa perak halida, AgF, AgCl, AgBr, dan AgI, mempunyai

titik leleh masing-masing 435,455,430,, dan 558 oC harga ini lebih rendah kira-kira 300

oC

dibandingkan dengan titik leleh KF, KCl, KBr, dan KI. Dengan demikian, kation perak

mempunyai daya mempolarisasi yang lebih kuat dibandingkan kation K+, sehingga senyawa-

senyawa perak halida lebih bersifat kovalen dibandingkan dengan senyawa-senyawa kalium

halida. Petunjuk lain tentang sifat kovalensi halida perak adalah kenyataan bahwa haloda

perak (kecuali fluoride) sukar larut dalam air seangkan kalium halida semuanya sangan

mudah larut dalam air. Menurutnya sifat ionic atau naiknya sifat kovalen halida

mengakibatkan melemahnya interaksi antara molekul air dengan muatan ion tersebut

sehingga cenderung sukar larut. Untuk perak fluoride, ukuran ion fluoride yang kecil

menyebabkan sukar dipolarisasi oeh kation perak, sehingga senyawanya lebih bersifat ionic

dan akibatnya dapat larut dalam air.

Contoh lain adalah perbandingan sifat oksida dan sulfide antara natrium (I) dengan

tembaga(I). kation natrium dan tembaga keduanya mempunyai jari-jari yang hampir sama.

Oksida maupun sulfide dari natrium bersifat ionic,larur, dan bereaksi dengana air, tetapi

Page 12: Makalah Ikatan Ion

oksida dan sulfida tembaga (I) tidak larut dalam air. Menurut aturan fajans yang ketiga,

kation Cu(I) dengan konfigurasi electron bukan gas mulia mempunyai daya mempolarisasi

yang lebih kuat hingga mempunyai kecenderugngan lebih kovalen. Hal ini parallel denga

besarnya perbedaan elektronegativitas yaitu 2,5 untuk natrium oksida yang ber, dan arti lebih

bersifat ionic 1,5, untuk tembaga (I) oksida yang berarti lebih bersifat kovalen.

2.3 Struktur Kristal Ionik dan Contohnya serta Kisi Kristal

2.3.1 Struktur Kristal Ionik

Zat padat dapat diklasifikasi atas dasar tipe ikatan, yaitu ionik, kovalen, metalik dan

van der waals, dan atas dasar simetri kristal dalam hal hubungan antar panjang dan sudut

sumbu-sumbu kristal yaitu kubus, tetragonal, ortorombik, heksagonal, rombohedral,

monoklinik, dan triklinik. Klasifikasi kristal atas dasar tipe ikatan berdasarkan pada sifat-sifat

hantaran listrik, kekrasan, titik leleh, dan sebagainya sesuai dengan sifat-sifat kimiawi atom-

atom yang terlibat. Sedangkan, klasifikasi kristal terhadap sinar-X untuk menentukan sudut-

sudut antar muka atau oleh difraksi sinar-X untuk menemukan keteraturan internal.

Untuk mempermudah dalam melakukan sifat simetri suatu kristal diperkenalkan

konsep sumbu-sumbu kristalografi. Sumbu-sumbu ini biasanya menunjuk pada arah yang

penting dalam kristal sebagaimana didefinisikan oleh permukaan-permukaan kristal yang

bersangkutan. Tiga sumbu a,b, dan c dan sudut-sudut α, β, dan γ cukup untuk melukiskan

klas suatu Kristal.

Dalam beberapa hal sumbu c diarahkan sejajar dengan arah unit kristal yang

bersangkutan, misalnya arah memanjang atau memendek. Sumbu-sumbu a dan b yang

keduanya tidak sebidang dengan sumbu c mewakili arah terpilih kristal yang bersangkutan.

Bidang-bidang kristal dilukis menurut perpotongannya dengan sumbu-sumbu tersebut. Atas

dasar perbedaan ukuran ketiga sudut dan ulangan jarak ketiga sumbu tersebut terdapat tujuh

klas kristal sebagaimana ditunjukan dalam tabel 1.5

Klas Kondisi sumbu dan sudut unit sel

Kubus a = b = c ; α_=_β_=_γ_= 90°

Ortorombik a ≠ b ≠ c ; α_=_β_=_γ_= 90°

Tetragonal a = b ≠ c ; α_=_β_=_γ_= 90°

Monoklinik a ≠ b ≠ c ; α_=_γ_= 90°≠ β

Triklinik a ≠ b ≠ c ; α_≠_β_≠ γ ≠ 90°

Page 13: Makalah Ikatan Ion

Heksagonal a = b ≠ c ; α_=_β_= 90°; γ=120°

Rombohedral (Trigonal) a = b = c ; α_=_β_=_ γ_ ≠90°

Struktur kristal dapat dibedakan berdasarkan tipe kisi Bravais atau kisi ruang yang

dibangun berdasarkan pada sifat simetri unit sel dan translasi yang diperlukan dalam

memperoleh titik-titik ekivalen di dalam uit sel yang bersangkutan.hasilnya adalah empat

belas macam bangun geometri kisi Bravais. Oleh karena adanya translasi titik-titik kisi

(translisi nonprimitif) inilah yang mengakibatkan bebrapa kemungkinan kisi ruang menjadi

tidak perlu ada karena hal ini dapat diperoleh dari salah satu dari ke 14 kisi Bravais tersebut.

Sebagai contoh, kisi tetragonal pusat muka (BIJK-FLMN) pada gambar 1.20 tidak

diperlukan, karena kisi ini dapat diperoleh dari transisi titik-titik kisi tetragonal pusat badan

(ABCD-EFGH) yang mempunyai sifat simetri lebih tinggi.

Kisi Kristal Senyawa Ionik

Senyawa ionik berupa padatan, dan tataan ion-ion dalam kisi kristalnya dapat

diperlakuan seperti kemasan pada logam sebagaimana diuraikan pada bab 1 (ikatan metalik).

Pada umumnya anion mempunyai ukuran lebih besar daripada kation, sehingga anion-anion

membentuk suatu kemasan, dan kation terselip di dalam rongga-rongga antar anion yang

disebut intertisi. Sebelum pembicaraan kemasan lebih lanjut, prinsip umum untuk kisi ionik

diuraikan terlebih dahulu seperti berikut ini.

Ion-ion diasumsikan sebagai bola-bola bermuatan yang tak terkompresi dan

takterpolarisasi. Semua senyawa ionik juga mempunyai sifat kovalensi meskipun hanya

dalam persentase kecil, dan kenyataannya model bola keras berlaku baik bagi hampir

semua senyawa ionik.

Ion-ion mengatur dirinya sedemikian sehingga dikelilingi oleh ion lawan muatan

sebanyak-banyaknya dan sedekat-dekatnya. Khususnya, hal ini terjadi bagi kation, dan

kemas rapat yang diadopsi ternyata tidak mengakibatkan anion-anion pengeliling saling

bersentuhan.

Rasio kation terhadap anion harus menggambarkan komposisi kimiawi senyawa yang

bersangkutan. Misalnya, struktur kristal CaCl2 harus tersusun oleh tataan ion-ion klorida

dan kation kalsium yang banyak nya hanya setengah jumlah ion klorida dalam kisi kristal.

Page 14: Makalah Ikatan Ion

Beberapa sifat yang membedakan senyawa ionik dari senyawa kovalen, secara

sederhana apat dilihat dari struktur kristalnya. Kristal ionik dibangun oleh kisi-kisi yang

tersusun oleh ion-ion positif dan ion-ion negatif sedemikian sehingga gaya tarik menarik

antara ion-ion yang berlawanan muatan mencapai maksimun dan gaya tolak-menolak antara

ion-ion sama muatan mencapai minimum. Kemas rapat bola-bola dengan ukuran sama

menyisakan dua tipe celah, lubang, ruang terbuka, atau rongga antara lapis-lapisnya. Satu

metode pendekatan untuk visualisasi struktur kristal senyawa ionik adalah menggambarkan

larikan (array) kemas rapat ion-ion, dengan ion-ion yang lebih kecil ukurannya.menempati

rongga. Biasanya, anion-anion yang umumnya lebih besar ukurannya membentuk kemas

rapat, dan kation yang lebih kecil ukurannya menempati rongga yaitu rongga tetrahedral dan

atau rongga oktahedal. Tetapi dalam beberapa kasussituasi ini dapat terbalik. Suatu larikan

anion-anion mungkin terbuka total dan memulai dari kemas-rapat untuk mengakomodasi

kation didalam rongga. Misalnya, dalam kristal natrium klorida, kation Na+ menempati

rongga oktahedral dalam lalam larikan kemas-rapat kubus pusat muka ion Cl– yang sedikit

mengembang sebagaimana ditunjukan gambar 1.21 (A). Ada satu rongga oktahedral tiap ion

Cl–, dan semua rongga ditempati oleh ion Na

+, sehingga dicapai stokiometri NaCl 1:1.

Keenam ion Cl– yang membangun satu octahedron.

Setiap ion Na+ dalam rongga oktahedron dikelilingi oleh enam ion Cl

–, demikian juga

sesungguhnya tiap ion Cl– dikelilingi oleh enam ion Na

+ sehingga masing-masing

mempunyai bilangan koordinasi enam.

Apabila ukuran kation relatif terlalu besar, mungkin kation ini tidak cocok baik

kedalam rongga tetrahedron ataupun rongga oktahedron dalam kemas rapat anion yang

bersangkutan. Dalam kasus yang seperti ini anion-anion membangun larikan kubus sederhana

yang menyisakan rongga kubus yag menyediakan ruang/celah cukup untuk kation yang lebih

besar. Satu kation didalam rongga kubus memepunyai bilangan koordinasi delapan; contoh

untuk ini adalah CsCl.

Struktur kristal ion dipengaruhi oleh muatan relatif dan ukuran relatif ion0ion yang

bersangkutan. Suatu kristal ion bersifat stabil apabila setiap kation tepat menyinggung anion-

anion disekelilingnya demikian pula sebaliknya. Kation yang lebih kecil membuat

singgungan terbaik apabila dengan empat anion tetangga terdekat membentuk bilangan

koordinasi empat, dan menempati ronggangga terahedron yang lebih kecil dari pada

rooktahedron. Ada dua rongga tetrahedron tiap anion dalam satu larikan kemas rapat anion.

Dalam senyawa dengan stoikiometri 2:1 seperti Li2O dan Na2S misalnya, setiap rongga

tetrahedron ditempati oleh satu kation.

Page 15: Makalah Ikatan Ion

Senyawa-senyawa yang mempunyai struktur kristal sama dikatakan isomorfis.

Beberapa senyawa ini dapat mengkristal secara bersamaan menghasilkan campuran kristal.

Misalnya, campuran NaNO3 dan CaCO3 membentuk kristal campuran walaupun sifat fisik

dan kimiawi keduanya berbeda satu sama lain.

Semua struktur kristal ion dapat dikenali menurut sistem kristal yang telah dibicarakan diatas,

dan karakteristika padatan ionik tabel 1.6. Untuk mempermudah visualisasi, bangun kisi

kristal sering dilukiskan menurut model kemas-rapatan stick and ball, sehingga baik bangun

geometri, jumlah atom atau ion maupun bilangan koordinasi dapat ditentukan dengan mudah.

Senyawa sederhana dengan rasio formula kation/anion 1:1, 1:2, 2:1, dan 2:2 akan dijelaskan

secara ringkas berkut ini:

Struktur Natrium Klorida

Natrium klorida mengkristal dalam bentuk kubus pusat muka (face centered cube,

fcc). Untuk membayangkan bentuk ini prhatikan posisi salah satu ion-ion yang sama, ion-ion

Na+

saja atau ion-ion Cl– saja pada sistem satu unit sel kristal sebagaimana ditunjukan gambar

1.21. Delapan ion Cl– (lingkaran terang besar) menempati kedelapan sudut suatu kubus, enam

ion Cl– yang lain (lingkaran berbintik besar) menempati keneam pusat muka kubus ini. Jika

kubus tersebut diperluas atau diperpanjang dengan tambahan masing-masing satu muka lagi

kearah horizontal (kiri-kanan, muka –belakang) dan vertikal (atas-bawah), maka akan terlihat

bahwa tiap ion Na+ menempati pusat setiap bangun oktahedron ion Cl

–. Dengan demikian

kristal NaCl dapat dikatakan mempunyai bangun kemas-rapat kubus pusat muka ion Cl–

dengan ion Na+

yang lebih kecil menempati rongga oktahedral. Selain itu, perluasa bangun ini

juga akan memperlihatkan adaya betuk kubus pusta muka yang dibangun oleh ion-ion Na+

seperti halnya yang dibangun oleh ion-ion Cl–. Oleh karena itu, kisi kristal natrium klorida

merupakan dua kisi kubus pusat muka yag saling tertanam didalamnya (interpentrasi).

Struktur sesium klorida

Berbeda dengan natrium klorida, NaCl, sesium klorida CsCl, mengkristal dalam

bentuk kubus sederhana atau kubus primitif, jadi tidak termasuk kemas rapat. Hal ini

berkaitan dengan ukuran Cs+

yang relatif lebih besar sehingga memerlukan rongga yang lebih

besar daripada rongga oktahedron. Sebagaimana ditunjukan gambar 1.22, didalam kisi

ristalnya ion-ion Cl– menempati kedelapan titik sudut kubus dan ion pasangannya, Cs

+,

menempati pusat badan kubus ini. Dengan demikian, bilangan koordinasi Cs+ dapat

ditentukan dengan mudah, yaitu delapan, karena dihubungkan dengan delapan ion Cl–.

Kedelapan io Cl–

masing-masing menempati posisi yang ekivalen dengan nilai yang sama

dengan satu uniit selnya yaitu , dan mempunyai “satu stick” penghubung sebagai bilangan

Page 16: Makalah Ikatan Ion

koordinasi. Dengan kata lain tiap ion Cl– tentu mempunyai “delapan stick” penghubung atau

bilangan koordinasi delapan.

Struktur zink blende dan wurtzit

Zink sulfida, ZnS, merupakan satu contoh senyawa polimorf, mengkristal dalam dua

macam bentuk kisi yang sangat berebda yaitu zink blende dan wurtzit (Gambar 1.23) dalam

kedua macam bentuk ini kedua ion Zn dan ion S masing-masing mempunyai bilangan

koordinasi empat. Zink blende mempunyai struktur kemas rapat kubus pusat muka anion

dengan kation mengisi setengah rongga tetrahedron (Gambar 1.23 A). Dalam satu unit sel,

masing-masing ion dapat dihitung dengan mudah yaitu empat untuk kubus pusat muka ion S2-

dengan ion Zn2+

mengisi setengah rongga tetrahedron sebagaimana terlihat pada gambar

1.20B yang menunjukan lapis A-B-A untuk atom S. Dalam satu unit sel, terdapat enam atom

Zn yang terdiri atas empat atom interior, dan x 6 atom sudut heksagonal “tengah” ; dan enam

atom S yang terdiri atas tiga atom interior 2 x x 6 atom muka, dan “pusat” muka. Dengan

demikian, bangun ini memenuhi rasio stoikiometri 1:1. Pada kedua bentuk ini, masing-

masing kation dan anion mempunyai bilangan koordinasi empat.

Struktur fluorit

Kalsium fluorid, CaF2, mengkristal dalam bentuk struktur fluorit (Gambar 1.24).

struktur ini merupakan kemas apat kubus pusat muka ion (Ca2+

), dan ion (F–) menempati

delapan rongga tetrahedral, dengan demikian, dalam satu unit sel terdapat empat ion Ca dan

delapan ion F sehingga dipenuhi rasio stoikiometri 1:2. Bilangan koordinasi ion F– dengan

mudah dapat diketahui yaitu empat, sesuai dengan posisi nya sebagai atom interior yang

menempat rngga tetrahedral dengan empat “stick“ penghubung. Bola kation menempati dua

macam posisi yaitu posisi sudut kubus dan pusat muka kubus. Posisi sudut kubus

dihubungkan oleh satu “stick” penghubung dan ini ekivalen dengan posisi pusat muka

kubus yang dihubungkan dengan empat “stick” penghubung. Kedua posisi ini menghasilkan

bilangan koordinasi delapan untuk kation. Jika baik posisi maupun jumlah kation dan anion

dibalik, hasilnya adalah struktur antifluorit, misalnya Li2O dan Na2O.

Struktur rutil

Titanium dioksida, TiO2, bersifat polimorf mengkristal dalam dua macam bentuk,

yaitu rutil dan anatase. Rutil merupakan bangun kemas-rapat heksagonal ion O2-

, dan ion Ti4+

menempati hanya setengah rongga oktahedral. Susunan seperti ini menghasilkan struktur

tetragonal dengan ion Ti4+

menempati pusat badan dan kedelapan sudutnya, sehingga

memberikan nilai dua ion dalam satu unit selnya (Gambar 1.25). sedangkan keenam ion

oksida yang mengakomodasi rongga oktahedral-isi, dua menempati posisi interior dan empat

Page 17: Makalah Ikatan Ion

menempati posisi dua bidang muka tetragon. Masing-masing dua ion sehingga memberikan

total nilai empat ion. Dengan demikian, struktur ini menghasilkan rasio stoikiometri

kation/anion 1:2. Bilangan koordinasi kation adalah enam, yaitu enam anion oksida yang

tertata secara oktahedral dan bilangan koordinasi anion nya adalah tiga, yaitu tiga kation Ti4+

yang tertata secara trigonal. Dalam anatase TiO2, anion-anion oksida membentuk larikan

kemas rapat kubus dan kation Ti4+

menempati hanya setengah rongga oktahedral tetapi

dengan pola yang berbeda dari pola dalam rutil. Perbedaan pola penempatan kation daam

rongga oktahedral dari kedua bentuk ini.

Struktur β – kristobalit

Silikon dioksida, SiO2 mengkristal dalam bermacam-macam bentuk; beberapa

diantranya distabilkan oleh kehadiran atom-atom asing. Saah satunya adalah β – kristobalit

yang mirip dengan struktur zink blende; atom-atom silikion menempati semua posisi atom Zn

dan S didalam struktur zink blende, dan atom-atom oksigen menempati posisi diantara atom-

atom silikon. Bentuk lain adalah tridimit yang mirip dengan struktur wurtzit. Dalam kedua

macam struktur ini bilangan koordinasinya adalah empat untuk silikon dan dua untuk

oksigen.

Energi kisi

Energi kisi adalah kuantitas termodinamik yang didefinisikan sebagai energi yan

dibebaskan apabila ion-ion dalam keadaan gas bergabung untuk menghasilkan satu mol

senyawa ionik kristalin.energi kisi secara esensial merupakan entalpi pembentukan senyawa

ionik dari ion-ion dalam fase gas. Energi kisi bervariasi terhadap jarak antar ion dalam kristal

dan terhadap muatan ion. Semakin dekat bergabungnya ion-ion dan semakin besar muatan

ion yang bersangkutan semakin besar energi kisi nya.

Perhitungan energi kisi

Perhitungan energi kisi dimulai dari cara perhitungan entalpi pembentukan senyawa

ionik padatan dari gas-gas penyusun ion yang bersangkutan. Sebagai contoh adalah senyawa

sederhana NaCl. Studi sinar-X menunjukan bahwa atom-atom tersusun dalam bentuk kubus

dan setiap atom Na dikelilingi oleh enam atom Cl secara oktahedron demikian juga

sebaliknya. Bila diasumsikan bahwa atom-atom ini berupa ion-ion Na+ dan ion Cl

– paling

Page 18: Makalah Ikatan Ion

pendek dinyatakan sebagai ro, maka energi elektrostatik antara dua ion bertetangga ini dapat

dinyatakan dengan rumus coloumb

Siklus Born-Haber

Salah satu uji manfaat deskripsi model ionik tersebut adalah kemampuannya

menghasilkan perhitungan harga entalpi pembentukan yang akurat, misalnya bagi NaCl.

Perlu dicatat bahwa pada proses reaksi pembentukan NaCl(s) dari ion-ionnya, Na+ (g) dan Cl

(g) , secara prinsip memungkinkan dilakukan pengukuran entalpi pembentukan secara

langsung meskipun secara eksperimen hal ini tidak mungkin layak dapat dilaksanakan.

Tetapi, untuk proses sebaliknya jelas tidak mungkin dilaksanakan karena NaCl(s) tidak

menguap menjadi ion-ionnya, melainkan menjadi NaCl(g) baru emudian mengalami disosiasi

menjadi atom-atomnya. Untuk mengatasi problem ini pada tahun 1919, M. Born, K. Fajans

dan F. Haber menjelaskan siklus termodinamik yang dikenal sebagai siklus Born-Haber. Hal

ini disasarkan pada peran hukum hess yang menyatakan bahwa entalpi reaksi adalah sama

meskipun reaksi yang bersangkutan terjadi dalam satu tahap ataupun dalam beberapa tahap.

Reaksi seperti ini dalam siklus pembentukan logam halida, MX, mewakili konversi logam

padat menjadi kation dalam fase gas (tahap 1 dan 2), konversi molekul-molekul halogen

menjadi anion dalam fase gas (tahap 3 dan4) , dan senyawa konversi penggabungan ion-ion

untuk menjadi senyawa padatan. Entalpi tahap akhir, U (tahap 5), disebut sebagai energi kisi.

Jadi, energi kisi kristal suatu senyawa ionik adalah energi yang dibebaskan bila ion-ion dari

jarak tak terhingga (berupa gas) bergabung membentuk kristal menurut persamaan reaksi

M+

(g) + X–

(g) MX (s)

Siklus Born-Haber dapat pula digunakan untuk merasionalisasi formula suatu

senyawa. Misalnya, mengapa harus senyawa NaCl ditemui sedangkan senyawa NaCl2 tidak.

Untuk senyawa hipotesis NaCl2, energi kisi nya akan lebih besar karena muatan Z adalah +2,

sehingga jika dikaitkan dengan tingkat kestabilan seharusnya NaCl2 lebih stabil dibandingkan

dengan NaCl. Namun, jika semua aspek yang terlibat dievaluasi ternyata didapatkan bahwa

naiknya energi yang diperlukan untuk ionisasi kedua untuk atom Na menjadi Na2+

jauh lebih

besar (4562 kJ mol-1

) daripada energi kisi NaCl2. Dengan asumsi bahwa senyawa hipotesis

NaCl2 mengadopsi bentuk struktur fluorit (CaF2) dan jarak antar nuklir dalam NaCl hingga

mempunyai tetapan Madelung 2,45 maka energi kisisnya dapat dihitung kira-kira sebesar -

2155 kJ mol-1

. Dengan siklus Born-Haber ( Uo = -2155, ∆HA(Na) = 109, ∆HA(Cl) = 242, ∆HIE

Page 19: Makalah Ikatan Ion

(1)= 495 , ∆HIE (2) =4562, dan 2∆HEA=-698) entalpi pembentukan dapat dihitung yaitu ∆Hf

=+ 2555kJ mol-1

. Jadi pembentukan senyawa hipotesis NaCl2 dibutuhkan energi 2555 kJ mol-

1. Energi ini jauh lebih besar dari pada energi kisi yang bersangkutan, sekalipun perhitungan

kasar energi kisi dikoreksi lebih lanjut. Dalam kata lain, senyawa hipotesis NaCl2 tidak akan

ditemui karena kestabilan ekstra dari energi kisi tidak cukup mengkompensasi energi ionisasi

kedua atom natrium yang sangat besar.

2.4 Jari – Jari Ionik dan Rasio Jari – Jari Ionik

Jari – Jari Ion

Jari – jari ion yang digunakan sekarang diperoleh dengan cara semi-empiris, yaitu

dengan mempergunakan jarak antarion dari kristal senyawa alkil halida yang diperoleh dari

eksperimen.Ukuran jari jari ion ditentukan olehgaya tarik muatan inti yang efektif terhadap

elektron pada orbital terluar ion tersebut. Besar muatan inti efektif adalah selisih muatan inti

dan pengaruh elektron penyaring atau elektron dalam. Pengaruh elektron penyaring tersebut

dapat ditentukan berdasarkan data spektra yang diperoleh pada eksperimen. Muatan inti ion

efektif dapat diperoleh melalui rumus :

Zef = Z – S

Zef = muatan ion efektif

Z = Muatan inti

S = Tetapan saringan

Jari – jari ion positif lebih kecil daripada jari – jari atomnya, karena muatan inti

efektifnya bertambah, sedangkan jari – jari negatif lebih besar dari jari – jari atomnya, karena

muatan inti efektifnya berkurang. Dengan difraksi sinar- X, jarak ion positif dan ion negatif

pada alkil halida dapat dilihat pada tabel berikut ini

Jarak antar ion

(Å)

KF = 2,66 KCl = 3,14 KBr = 3,29 KI = 3,53

NaF = 2,31 NaCl = 2,81 NaBr = 2,98 NaI= 3,23

Δ 0,35 0,33 0,31 0,30

Harga Δ yang hampir konstan, memberi petunjuk, bahwa jari – jari ion dapat

dianggap tetap ion – ion merupakan bola dan ion – ion tersebut saling bersinggungan.Bila ion

Page 20: Makalah Ikatan Ion

– ion dalam kristal, berbentuk bola, maka jarak antarion – ion adalah d = r++ r

– ( r

+ adalah jari

–jari kation, dan r– adalah jari – jari anion). Bila jari- jari salah satu ion diketahui, maka jari –

jari ion yang lain dapat dihitung karena harga d yaitu jarak antar ion-ion dapat ditentukan

secara eksperimen. Jari – jari ion Li+ yang mempunyai susunan elektron 1s

2 lebih kecil dari

jari- jari ion Br–

dengan susunan elektron 1s2 2s

22p

6 3s

2 3p

6 3d

10 4s2 4p2. Karena itu susunan

ion dalam kristal LiBr sangat ditentukan oleh ukuran jari – jari ion Br-. Jari – jari ion Br

-

adalah ½ x jarak d yang diperoleh pada eksperimen. Bila jarak antara inti K+ dan inti Br

- juga

dietahui dari eksperimen yaitu b, maka jari – jari ion K+ dapat dihitung yaitu b – ½ d. Dengan

cara yang sama, dapat diperoleh jari – jari berbagai ion.

Dari harga jari – jari ion pada tabel dapat disimpulkan bahwa :

1. Untuk ion yang isoelektrik, jari – jari ion akan berkurang bila muatan inti bertambah,

misalnya rMg2+

< r Na+< rF

–< rO

2-

2. Untuk ion – ion pada golongan yang sama jari – jari ion bertambah bila masa atomnya

bertambah, misalnya rF–< rCl

–< rBr

–< rI

3. Untuk unsur yang dapat membentuk dua macam atau lebih ion positif, makin besar

muatan positif, makin kecil jari – jarinya. Misalnya : rFe3+

< rF2+

4. Untuk unsur transisi, ion – ion yang bermuatan sama Ti2+

à Ni2+

, bertambahnya nomor

atom tidak banak mempengaruhi ukuran jari – jarinya, karena penambahan muatan

inti dan penambahan elektron pada orbital 3d saling mengimbangi. Jari – jari ion

harus sedemikian rupa sehingga jari – jari kristal dari sepasang ion positif dan ion

negatif yang bersinggungan di dalam kristalnya sama dengan jarak kesetimbangan

anatarion. Jarak kesetimbangan ion tersebut tergantung pada konfigurasi elektron

dalam ion, susunan kristal dan angka banding jari – jari ion positif dan ion negatif.

Untuk jari – jari yang bervalensi ganda atau jari – jari kristal, diperlukan faktor

koreksi. Jari – jari kristal pada umumnya lebih kecil dari jari – jari ion, karena muatan ion

yang lebih besar menyebabkan gaya tarik antarion juga menjadi lebih besar. Bilangan

koordinasi yang berbeda juga menyebabkan berubahnya besar jari – jari ion. Dalam satu

golongan pada SPUdari atas ke bawah, jari – jari ion bertambah secara teratur, karena muatan

inti positif diimbangi oleh efek saringan. Jari – jari ion negatif lebih besar dari jari – jari ion

positif yang isoelektronik, karena bertambahnya tarikan inti pada ion positif.

Page 21: Makalah Ikatan Ion

Untuk deret isoelektronik Na+, Mg

2+, Al

3+, jari – jari kristalnya makin kecil karena

bertambahnya muatan positif inti yang dapat menarik elektron lebih dekat ke inti.

Rasio Jari – Jari ionik

Besarnya ukuran rongga oktahedral dalam sebuah kisi kemas rapat ion dapat

ditentukan melalui suatu kation yang menempati tepat sebesar oktahedral, bagian aksialnya

akan membentuk bujur sangkar dengan panjang diagonal sebesar 2r+ + 2r

–. Dengan demikian,

dalam segiriga siku – siku sama kaki ABC ( Gambar ) berlaku hubungan sebagai berikut :

Cos 450 = 0,707

r– = 0,707 r

–+ 0,7070 r+

0,293 r–= 0,707 r

+ , sehingga = 0,414, atau = 2,42

Rasio ini ( ~ 0,414 ) akan membatasi sifat “kestabilan” kation dalam ringga

oktahedral untuk menjaga agar anion – anion dan anion – kation tetap tepat bersinggungan.

Kation dengan ukuran lebih kecil tentu akan memilih rongga tetrahedral yang lebih kecil

daripada rongga oktahedral, dan kation yang lebuh besar akan memilih rongga kubus

sederhana.

Dengan cara yang sama, rasio terendah bagi rongga dengan bilangan koordinasi 3 ( trigonal,

gambar c ). 4 ( tetrahedral), 8 ( kubus sederhana ), dan 12 ( dodekahedral) dapat ditentukan

yaitu masing – masing sebesar ~ 0,155, 0,255, 0,732 dan 1,00. Hal ini berarti bahwa untuk

rasio 0,155 – 0,225, bentuk yang lebih diuntungkan adalah koordinasi geometri trigonal, rasio

,255 – 0,414, koordinasi geometri tetrahedrak, rasio 0,414 – 0,732 kordinasi geometri

oktahedral, dan rasio 0,732 – 1,00 bentuk koordinasi geometri kubus sederhana.

Senyawa BeS mempunyai rasio jari – jari .Dengan demikian dapat diramalkan bahwa

Be mempunyai bilangan koordinasi empat karena cocok menempati ruang tetrahedral dan

kenyataanya memang BeS mengadopsi struktur wurtzit. Demikian juga dengan cara yang

sama dapat diramalkan bahwa ion Na+akan memeilih menempati rongaga- rongga oktahedral

dalam kemas-rapat kisi anion Cl– , sehingga membentuk kristal NaCl dengan bilangan

Page 22: Makalah Ikatan Ion

koordinasi enam, karena . Tetapi , dengan kation yang lebih besar seperti Cs+ , struktur CsCl

tidak lagi mengadopsi bilangan koordinasi enam seperti NaCl, melainkan mengadopsi bentuk

kubus sederhana dengan bilangan koordinasi 8.

Dalam senyawa yang mempunyai jumlah anion tidak sama dengan jumlah kation,

misalnya SrF2, TiO2, Li2O, Rb2S, penerapan rasio jari – jari terhadap dugaan bilangan

koordinasi tidak begitu mudah. Dalam hal ini caraterbaik dengan memepertimbangkan dua

macam perhitungan rasio jari – jari seperti contoh SrF2 berikut :

maksimum bilangan koordinasi Sr

2+ = 8

maksimum bilangan koordinasi F

– = 8

Oleh karena jumlah anion F– harus dua kali jumlah kation Sr

2+, maka sebaliknya

bilangan koordinasi kation Sr2+

harus dua kali bilangan koordinasi anion F. Kesesuaian

bilangan koordinasi dengan stoikiometri ini menyebabkan SrF2 mengadopsi struktur flourit

dengan kation Sr2+

mempunyai bilangan koordinasi 8 (maksimum ) dan anion F– mempunyai

bilangan koordinasi 4.

Contoh kedua adalah senyawa SnO2, dengan rasio ion :

maksimum bilangan koordinasi Sn

4+ = 6

maksimum bilangan koordinasi O

2- = 6

Dengan mempertimbangkan stoikiometri senyawa ini , bentuk yang hanya mungkin diadopsi

adalah struktur TiO2-

rutil dengan bilangan koordinasi 6 untuk kation Sn4+

dan bilangan

koordinasi 3 untuk anion O2-

.

Contoh terakhir adalah senyawa K2O, dengan rasio ion :

maksimum bilangan koordinasi K

+ = 8

maksimum bilangan koordinasi O

2- = 8

Pertimbangan stoikiometri menyarankan bahwa K2O mengadopsi struktur antiflourit,

yaitu K+

dan O2-

masing – masing mempunyai bilangan koordinasi 4 dan 8. Catatan : Aplikasi

Page 23: Makalah Ikatan Ion

rasio jari – jari ini sesungguhnya sangat terbatas dan harus hati – hati, khususnya bila ikatan

kovalen menjadi faktor yang harus dipertimbangkan.

Perkecualian terhadap penerapan rasio jari – jari

Penerapan hubungan rasio jari – jari terhadap bangun geometri pada berbagai contoh

di atas memang cukup instruksif. Namun rasio jari – jari hanalah merupakan sebuah petunjuk

saja yang sesungguhnya sangat terbatas pemakaiannya dan perlu hati – hati khususnya jika

ikatan kovalen menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan. Walaupun banyak senyawa ionik

benar – benar mengadopsi bangunan geometri sesuai dengan ramalan, ada banyak

perkecualian yang ekstrem.

Senyawa r+ / r

– Kemasan – duga Kemasan- nyata

HgS 0,68 NaCl ( koordinasi 6 ) ZnS ( koordinasi 4 )

LiI 0,35 ZnS ( koordinasi 4 ) NaCl ( koordinasi 6 )

RbCl 0,99 CsCl ( koordinasi 8 ) NaCl ( koordinasi 6 )

Kimia bukanlah subjek yang sederhana, dan dalam senyawa yang sangat ionik

sekalipun sesungguhnya terdapat sifat kovalen parsial walaupun hanya berderajat rendah;

semakin berkurang derajt ioniknyasemakin bertambah derajt kovalensinya, dan dalam

keadaan demikian ini model bola keras bagi suatu ion dalam berbagai senyawa tidal lagi

tepat. Sebagai contoh, raksa ( II ) sulfida, HgS, mempunyai tingkat kovalensi yang cukup

tinggi sehingga dapat dipertimbangkan sebagai senyawa dengan jaringan kovalen seperti

intan dan silikon dioksida. Tingginya sifat kovalensi ini memungkinkan pemilihan geometri

tetrahedron- struktur ZnS, sebagaimana sering dijumpai bagi senywa Hg (II). Sifat kovalen

parsial juga terdapat dalam litium iodida (ion iodida mudah terpolarisasi). Pemilihan bangun

geometri-struktur NaCl pada senyawa ini sunggguh tidak masuk akal jika alasannya

didasarkan pada harga standar jari – jariioniknya. Ion Li+ terlalu kecil ukurannya dalam

rongga oktahedral anion iodida sehingga akan mengakibatkan posisi kation tidak fit ( pas)

tetapi bergejolak terus – menerus. Studi struktur kristal menunjukkan bahwa rapatan elektron

litium tidak berupa bola (sferis) melainkan mencuat keluar ke arah keenam atom iodin

disekelilingnya; oleh karena itu, litium iodida tidak dapat dipertimbangkan sebagai senyawa

yang benar – benar ionik, dan diduga mengandung 30% karakter kovalen. Selain itu

ditemukan bukti bahwa perbedaan energi antara kemasan geometri sering sangat kecil.

Page 24: Makalah Ikatan Ion

Sebagai contoh rubidium klorida, RbCl, umumnya mengadopsi geometri struktur –NaCl yaitu

kubus pusat muka, dan bukan struktur-CsCl yaitu kubus sederhana sebagaimana diramalkna.

Namun, kristalisasi dibawah tekanan dapat menghasilkan geometri struktur-CsCl. Jadi

perbedaan energi pengemasan antara kedua bangun geometri tentulah sangat penting.

Akhirnya, perlu diingat bahwa nilai jari – jari ionik tidaklah tetap dari lingkungan-

tetangganya yang satu ke yang lain. Sebagai contoh, ion Cs+ mempunyai jari – jari ionik

sebesar 181 pm hanya ketika ion ini dikelilingi oleh enam anion tetangga , dan dengan

delapan anion tetangga seperti dalam CsCl, Cs+ mempunyai jari – jari ionik seedikit lebih

besar, 188 pm. Untuk ion – ion berukuran besar, perrbedaan ini bukanlah merupakan faktor

utama, tetapi untuk ion – ion berukaran kecil perbedaanya sangat signifikan. Litium, dalam

lingkungan koordinasi empat, mempunyai jari – jari 73 pm, tetapi dalam lingkungan

koordinasi enam, Li+ mempunyai jari – jari 90 pm

Page 25: Makalah Ikatan Ion

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan :

1. Ikatan ionik adalah ikatan yang terbentuk karena adanya gaya elektrostatik antara ion

– ion yang berlawwanan muatannya.

2. Ionisasi potensial yang kecil, afinitas elektron yang besar , dan energi isi yang besar,

merupakan faktor yang mempermudaj terbentuknya senyawa ionis dari unsur-

unsurnya.

3. Beberapa sifat senyawa ionik adalah dalam keadaan padar berbentuk kristal, lelehan

dan larutannya dapat menghantarkan listrik, mempunyai titik leleh dan titik didih

yang tinggi, dan dapat larut dalam pelarut polar.

4. Energi kisi dapat ditentukan melalui pendekatan matematik dengan memperhitungkan

antaraksi ke segala arah yang terdapat pada sel satuan kristal, serta dengan cara Born-

Haber, dengan menggunakan hukum Hess.

5. Panjang jari – jari ion ditentukan oleh gaya tarik antara muatan inti positif yang

efektif dan elektron yang terdapat pada orbital energi tertinggi ion tersebut. Jarak ion

positif dan ion negatif dalam kisi kristal dapat ditentukan melalui eksperimen.

6. Bilangan koordinasi yang memungkinkan kristal ionik menjadi stabil dengan unsur

tertentu, ditentukan oleh harga perrbandingan ion positif dan ion negatif.

7. Semakin besar bilangan koordinasi kation atau anion,akan memperbesar jari – jarinya

8. Pada suatu kisi kristal, atom – atom atau ion – ion yang terdapat di pojok – pojok sel

satuan harus merupakan atom – atom atau ion – ion yang sama.

B. Saran

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi

sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Kami sadar

bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk

itu, kepada dosen pengampu mata kuliah ikatan kimia kami

meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yan

g akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Page 26: Makalah Ikatan Ion

DAFTAR PUSTAKA

Cotton dan Wilkinson. 1976. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI Press.

Sugiyarto, Kristian. H dan Retno D. Suyanti. 2010. Kimia Anorganik Logam.

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Surdia, Noor Mansdsjoeriah. 1993. Ikatan dan Struktur Molekul. Bandung : ITB.

Syrifuddin, Nuraini. 1994.Ikatan Kimia. Yogyakarta :Gadjah Mada Universitry Press.

Petrucci, H.Ralph. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat

Jilid 1. Jakarta : Erlangga.