Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kehamilan merupakan proses fisiologi yang perlu dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah persyaratan penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit tersebut. Selama kehamilan, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Penggunaan obat pada Ibu hamil dapat beresiko bagi ibu hamil dan janin. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen pada periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin lebih besar. Sedangkan kebanyakan obat yang dipasarkan tidak diteliti efek sampingnya kepada Ibu hamil dan janin. Beberapa obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada wanita hamil perlu berhati-hati. Dalam plasenta obat mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai upaya perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang bersifat teratogenik/dismorfogenik. Obat-obat teratogenik atau obat-obat yang dapat menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam pertumbuhan. Jadi harus diingat bahwa obat yang diberikan selama kehamilan harus untuk kepentingan ibu tanpa menghasilkan komplikasi yang
42

Makalah Ibu Hamil

Feb 16, 2016

Download

Documents

Rini Pramuati

MAKALAH PENGGUNAAN OBAT PADA IBU HAMIL
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah Ibu Hamil

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kehamilan merupakan proses fisiologi yang perlu dipersiapkan oleh wanita dari pasangan

subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi

yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah persyaratan penting untuk fungsi optimal dan

perkembangan kedua bagian unit tersebut.

Selama kehamilan, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan kesehatan

yang membutuhkan obat. Penggunaan obat pada Ibu hamil dapat beresiko bagi ibu hamil dan

janin. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen pada periode organogenesis sedang

berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin lebih besar. Sedangkan kebanyakan obat yang

dipasarkan tidak diteliti efek sampingnya kepada Ibu hamil dan janin.

Beberapa obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada wanita hamil perlu

berhati-hati.

Dalam plasenta obat mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai upaya

perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang bersifat

teratogenik/dismorfogenik. Obat-obat teratogenik atau obat-obat yang dapat menyebabkan

terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam pertumbuhan.

Jadi harus diingat bahwa obat yang diberikan selama kehamilan harus untuk kepentingan ibu

tanpa menghasilkan komplikasi yang tidak diinginkan. Beberapa obat dapat memberi risiko bagi

kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada janin juga. Selama trimester pertama, obat dapat

menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan risiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu.

Selama trimester kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

secara fungsional pada janin atau dapat meracuni plasenta.

Obat cenderung dikelola sendiri atau diresepkan oleh praktisi kesehatan selama kehamilan.

Cerdas menggunakan obat selama kehamilan mengharuskan praktisi kesehatan memahami

interaksi antara obat-obatan dan kehamilan sehingga menghindari penggunaan sembarangan obat

dengan konsekuensi teratogenik seperti tragedi thalidomide. Perubahan fisiologi selama

kehamilan dapat berpengaruh terhadap kinetika obat dalam ibu hamil dan menyusui yang

kemungkinan berdampak terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.

Page 2: Makalah Ibu Hamil

Dengan demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak aman

hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu dan janin

yang dikandung ataupun bayinya. Untuk memberikan pengetahuan mengenai penggunaan obat

pada ibu hamil, maka farmasis perlu dibekali pedoman dalam melaksanakan

pelayanan kefarmasian bagi ibu hamil dan menyusui.

1.2 TUJUAN

Untuk mengetahui obat-obat apa saja yang dapat dianjurkan terhadap pasien ibu hamil

dan menyusui

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses kehamilan

Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang bersatu dengan

sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai membelah diri satu sel menjadi

dua sel, dari dua sel menjadi empat sel dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut menjadi

segumpal sel yang sudah siap untuk menempel / nidasi pada lapisan dalam rongga rahim

(endometrium). Kehamilan dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh

gumpalan tersebut sudah tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang

berisi sekelompok sel di bagian dalamnya.

Sebagian besar manusia, proses kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari) dan tidak

lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20 – 38 minggu disebut

kehamilan preterm, sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postterm. Menurut

usianya, kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester pertama 0 – 14 minggu,

kehamilan trimester kedua 14 – 28 minggu dan kehamilan trimester ketiga 28 – 42 minggu.

Gangguan pada kehamilan

Mual dan muntah

Liur melimpah

Page 3: Makalah Ibu Hamil

Tekanan pada dada

Lemah dan pusing

Sariawan

Gangguan buang air besar

Varises

Wasir atau ambeien

Kejang kaki

Keputihan

2.2 Teratogenik

Prinsip-prinsip dari teratologi yang diajukan oleh James Wilson pada tahun 1959 dan

dalam bukunya monografi Lingkungan dan Lahir Cacat. Prinsip-prinsip panduan studi dan

pemahaman tentang agen teratogenik dan pengaruhnya terhadap organisme berkembang:

1. Kerentanan terhadap teratogenesis tergantung pada genotipe konsepsi dan cara dimana ini

berinteraksi dengan faktor lingkungan yang merugikan.

2. Kerentanan terhadap teratogenesis bervariasi dengan tahap perkembangan pada saat

terkena pengaruh yang merugikan. Ada periode kritis dari kerentanan terhadap agen dan

sistem organ terpengaruh oleh agen ini.

3. Agen teratogenik bertindak dengan cara tertentu pada pengembangan sel dan jaringan

untuk memulai urutan peristiwa perkembangan abnormal.

4. Akses pengaruh yang merugikan pada jaringan berkembang tergantung pada sifat

mempengaruhi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan teratogen untuk kontak

konsepsi berkembang, seperti sifat dari agen itu sendiri, rute dan tingkat eksposur ibu,

laju perpindahan plasenta dan penyerapan sistemik, dan komposisi genotipe ibu dan

embrio / janin.

5. Ada empat manifestasi pengembangan menyimpang (Kematian, malformasi, Retardasi

Pertumbuhan dan Cacat Fungsional).

6. Manifestasi meningkatkan pembangunan menyimpang di frekuensi dan gelar sebagai

meningkatkan dosis dari No diamati Pengaruh Buruk Level (NOAEL) dengan dosis

memproduksi 100% Lethality (LD100).

Page 4: Makalah Ibu Hamil

2.3 Teratologi pada manusia

Aspek yang paling penting dalam masalah ini adalah pengaruh obat-obat pada saat

tertentu selama pembuahan sampai dengan kehamilan. Periode pertumbuhan hasil konsepsi

dibagi menjadi :

1. Periode ovum, yakni sejak saat fertilisasi sampai dengan implantasi.

2. Periode embrionik, yakni sejak minggu kedua sampai dengan minggu kedelapan setelah

fertilisasi

3. Periode fetal (janin), yakni setelah 8 minggu sampai dengan aterm. Periode embrionik

adalah periode yang paling kritis oleh karena saat ini sedang dalam fase pembentukan

organ-organ (organogenesis). Pada periode fetal atau janin, terutama trimester III,

pengaruh antibiotika yang diberikan pada ibu hamil tidak akan mempengaruhi

pembentukan organ (malformasi/dismorfogenik). Pengaruh obatobatan terhadap janin

berkaitan dengan jumlah bahan didalam peredaran darah (serum), absorbsi dalam usus,

metabolisme, ikatan dengan protein (protein binding), penyimpanan dalam sel, uuran

molekul dan kelarutan bahan tersebut dalam lemak yang merupakan faktor yang

menentukan kemampuan obat untuk menembus barier plasenta. Beberapa jenis obat

memang telah diketahui memberikan efek teratogenik pada dosis yang relatif rendah pada

saat yang tepat misalnya alkohol, thalidomide, antagonis asam folat dan lain-lainnya,

akan tetapi yang penting diketahui adalah bahwa pemakaian obat-obat tersebut meskipun

mempunyai efek teratogenik bila diberikan setelah periode yang kritis tersebut tidak lagi

memberikan kelainan-kelainan yang

2.4 Kerja Obat Teratogenik.

Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat mempengaruhi struktur janin pada

saat terpapar. Thalidomid adalah contoh obat yang besar pengaruhnya pada perkembangan

anggota badan (tangan, kaki) segera sesudah terjadi pemaparan. Pemaparan ini akan berefek

pada saat waktu kritis pertumbuhan anggota badan yaitu selama minggu ke empat sampai

minggu ke tujuh kehamilan. Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan efek teratogenik

belum diketahui dan mungkin disebabkan oleh multi factor,yaitu:

1. Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara tidak langsung

mempengaruhi jaringan janin.

Page 5: Makalah Ibu Hamil

2. Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta sehingga

mempengaruhi jaringan janin.

3. Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan janin, misalnya

vitamin A (retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan normal. Dervat

vitamin A (isotretinoin, etretinat) adalah teratogenik yang potensial.

4. Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan pada abnormalitas.

Misalnya pemberian asam folat selama kehamilan dapat menurunkan insiden kerusakan

pada selubung saraf , yang menyebabkan timbulnya spina bifida.

Paparan berulang zat teratogenik dapat menimbulkan efek kumulatif. Misalnya konsumsi

alkohol yang tinggi dan kronik pada kehamilan , terutama pada kehamilan trimester pertama dan

kedua akan menimbulkan fetal alcohol syndrome yang berpengaruh.

2.5 Aksi Mekanisme

Ada 6 mekanisme teratonik yang terkait dengan pengobatan :

1. Folat antagonis

2. Gangguan sel saraf kepala

3. Gangguan endokrin

4. Tekanan oksidatif

5. Gangguan pembuluh darah

6. Reseptor tertentu atau enzim yang dimediasi teratogenesis

Banyak pengobatan digolongkan sebagai kelas X yang dikaitkan dengan sekurang-kurangnya

mekanisme di bawah ini.

Page 6: Makalah Ibu Hamil

Beberapa obat dipelajari untung penggunaan semasa kehamilan & menyusui dan sedikit

petunjuk yang tersedia bagi dokter dan pasien. Dengan demikian sebagian besar obat yang

digunakan off label selama kehamilan. Kebanyakan monograf produk menyarankan bahwa obat

tidak boleh digunakan selama kehamilan atau menyusui. Untuk alasan seperti biaya &

pengadilan, perusahaan farmasi tidak menangani kehamilan. Informasi tentang disposisi obat

selama kehamilan biasanya diperoleh pasca-persetujuan dan melalui pelaporan ADR secara

sukarela.

2.6 Klasifkasi FDA tentang obat yang mempunyai efek terhadap janin.

Pada tahun 1979, FDA merekomendasikan 5 kategori obat yang kemungkinan berefek terhadap

janin.yaitu:

1. Obat yang sudah pernah diujikan pada manusia hamil dan terbukti tidak ada risiko

terhadap janin dalam rahim. Obat golongan ini aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil

(vitamin)

2. Obat yang sudah diujikan pada binatang dan terbukti ada atau tidak ada efek terhadap

janin dalam rahim akan tetapi belum pernah terbukti pada manusia. Obat golongan ini

bila diperlukan dapat diberikan pada ibu hamil (Penicillin).

3. Obat yang pernah diujikan pada binatang atau manusia akan tetapi dengan hasil yang

kurang memadai. Meskipun sudah dujikan pada binatang terbukti ada efek terhadap janin

akan tetapi pada manusia belum ada bukti yang kuat . obat golongan ini boleh diberikan

pada ibu hamil apabila keuntungannya lebih besar dibanding efeknya terhadap jani

(Kloramfenicol, Rifampisin, PAS, INH)

4. Obat yang sudah dibuktikan mempunyai risiko terhadap janin manusia. Obat golongan ini

tidak dianjurkan untuk dikonsumsi ibu hamil. Terpaksa diberikan apabila

dipertimbangkan untuk menyelamatkan jiwa ibu (Streptomisin, Tetrasiklin, Kanamisin).

5. Obat yang sudah jelas terbukti ada risiko pada janin manusia dan kerugian dari obat ini

jauh lebih besar daripada manfaatnya bila diberikan pada ibu hamil, sehingga tidak

dibenarkan untuk diberikan pada ibu hamil atau yang tersangka hamil.

Page 7: Makalah Ibu Hamil

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penggunaan Antibiotika pada Kehamilan

Penggunaan antibiotika pada kehamilan bisa dengan tujuan terapi ataupun profilaksis.

Pemilihan jenis antibiotika yang akan diberikan pada ibu hamil seharusnya didasarkan atas uji

kepekaan di laboratorium untuk menentukan secara tepat jenis antibotika yang diperlukan

dengan mempertimbangkan pula efek toksik terhadap ibu maupun efek teratogenik terhadap

janin dalam rahim. Selain itu penentuan dosis antibiotika juga harus mempertimbangkan

perubahan farmakokinetik yang sesuai dengan perubahan fisiologik pada ibu hamil. Kondisi

fisiologik ibu hamil akan sangat menentukan apakah sebaiknya obat yang diberikan peroral atau

parenteral dan dosis yang diberikan lebih tinggi atau sama dengan ibu yang tidak hamil. Barier

plasenta merupakan salah satu perlindungan agar janin seminimal mungkin mendapatkan efek

samping obat. Dalam hal ini harus dipertimbangkan usia hamil saat mendapatkan antibiotika,

oleh karena pada fase embrio (2-8 minggu) barier plasenta ini sangat lemah (masa kritis) dan

meningkat sampai pada puncaknya pada waktu janin usia 21-28 minggu, setelah itu akan

menurun lagi sampai aterm.

3.2 Mekanisme kerja obat anti infeksi

Mekanisme kerja obat anti infeksi terhadap mikroorganisme dapat berupa :

1. Menghambat sintesa metabolit-metabolit yang esensial, protein dan asam nukleat.

2. Menghambat sintesa dinding sel atau membran plasma.

3. Merusak dinding sel atau membran plasma. Dilihat dari mekanisme kerjanya maka

antibiotika ini dapat mempunyai efek :

a) Bactericidal,bila menyebabkan sel mikroorganisme tersebut mati oleh karena efek obat

yang merubah, menghambat atau merusak sel mikroorganisme.

b) Bacteriostatic, bila menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme terhenti oleh karena

ada hambatan terhadap metabolisme mikroorganisme.

Page 8: Makalah Ibu Hamil

Obat-obat ini sebagian dalam bentuk terikat dengan protein (protein binding) atau

mengalami proses metabolisme sehingga terbentuk metabolit-metabolit yang tidak dapat

menembus barier plasenta. Sebagian lagi dalam bentuk bebas tidak terikat dengan protein dan

tidak mengalami metabolisme, bentuk ini yang mampu menembus barier plasenta.

Page 9: Makalah Ibu Hamil

3.3 Farmakokinetik obat-obat anti infeksi pada kehamilan

1. Famakokinetik obat -obat saat hamil jelas tidak sama dengan tidak hamil, oleh

karena adanya perubahan fisiologik pada saat hamil.

2. Perubahan-perubahan farmakokinetik saat hamil antara lain

3. Volume darah dan cairan tubuh meningkat sehingga kadar obat dalam plasma

darah akan menurun.

4. Kadar protein dalam plasma relatif rendah, akibatnya ikatan obat dengan protein

akan menurun sehingga kadar obat bebas dalam darah akan meningkat.

5. Aliran darah ke ginjal meningkat sehingga filtrasi glumerolus akan meningkat dan

ekskresi obat melalui ginjal juga meningkat sehingga masa aksi kerja obat dalam

tubuh akan lebih singkat.

6. Kadar progesteron saat hamil meningkat, sehingga metabolisme di hepar akan

meningkat pula , hal ini mengakibatkan kadar obat bebas dalam darah akan

menurun.

7. Peristaltik menurun sehingga absorpsi melalui usus akan menurun, dengan

demikian kadar obat per oral dalam serum ibu hamil akan lebih rendah dibanding

dengan ibu yang tidak hamil. Oleh karena itu dosis obat per oral yang diberikan

pada ibu hamil relatif harus lebih tinggi dibanding ibu tidak hamil untuk

mendapatkan dosis terapeutik dalam darah yang sama.

Kondisi seperti diatas menjadi masalah yang harus dipertimbangkan dalam pemberian

obat pada ibu hamil, oleh karena setiap obat yang diberikan pada ibu hamil hampir selalu ada

sebagian yang mampu menembus barier plasenta dan masuk kedalam unit janin dalam rahim.

Sebagai contoh Sulfonamide yang diberikan pada ibu, sebanyak < 1% akan menembus barier

plasenta kedalam unit janin. Jumlah obat Xenobiotic yang mampu menembus barier plasenta

tergantung pada :

1. Jenis obat. Oleh karena jumlah obat yang terikat pada protein dan mengalami

metabolisme sangat tergantung pada jenis antibiotika yang dipakai.

2. Dosis obat. Makin tinggi dosis yang diberikan, akan makin tinggi pula kadar Xenobiotic

yang masuk kedalam unit janin.

Page 10: Makalah Ibu Hamil

3. Kondisi plasenta. Pada umumnya kondisi plasenta berkaitan erat dengan usia hamil.

Proses pertumbuhan plasenta akan sempurna pada usia hamil 16-20 minggu. Pada usia

hamil 21-28 minggu barier plasenta akan lebih kuat dibanding dengan usia hamil diatas

28 minggu.

Xenobiotic yang beredar dalam unit janin seharusnya mencapai kadar terkecil

yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Minimal Inhibitory

Consentration/MIC) atau kadar terkecil yang mampu membunuh mikroorganisme

(Minimal Bactericidal Consentration/MBC) tanpa menimbulkan risiko terhadap janin

atau hasil konsepsi. Akan tetapi hal ini yang sangat sulit dilaksanakan oleh karena

Page 11: Makalah Ibu Hamil

menentukan dosis terapeutik obat dalam tubuh janin dalam rahim belum dilaksanakan secara

rutin sedangkan MIC dan MBC ditentukan berdasarkan atas uji kepekaan di laboratorium.

Alasan lainnya adalah bahwa kemampuan obat yang diberikan pada ibu hamil tergantung pada

kondisi patologik dari jaringan yang terinfeksi. Sebagai contoh misalnya mikroorganisme dalam

kantung abses lebih sulit dicapai oleh obat anti infeksi.

Dikatakan bahwa efek toksik atau teratogenik obat antibiotika pada janin selalu dikaitkan dengan

pemakaian obat pada usia hamil yang muda (trimester I). Setiap pemakaian obat pada kehamilan,

tanpa memandang usia hamil kemungkinan dapat menimbulkan kelainan pada janin baik fisik

maupun mental dlam tingkat ringan sampai berat. Aminoglikosida akan menembus barier

plasenta dan akan memberikan efek toksik rata-rata 3-11% pada janin. Kelainan pada janin ini

dapat langsung dipantau dalam rahim, atau bahkan tidak jarang pula baru bisa diketahui setelah

lahir atau timbul pada masa anak-anak atau remaja.

Tabel 1. Klasifikasi (FDA) untuk antibiotika dan risikonya terhadap janin

Page 12: Makalah Ibu Hamil
Page 13: Makalah Ibu Hamil

3.4 Penggunaan klinis dan pemilihan jenis antibiotika pada kehamilan

Penggunaan antibiotika pada kehamilan bisa dengan tujuan terapi, akan tetapi bisa juga dengan

tujuan profilaksis. Untuk tujuan terapi sering dipakai pada kasus kehamilan dengan tanda klinis

adanya infeksi baik lokal maupun sistemik misalnya kehamilan yang disertai dengan penyakit

infeksi sistemik misalnya typhoid, tuberkulose dan lain sebagainya. Sedangkan infeksi lokal

misalnya adanya tanda infeksi genetalia, vaginosis bakteri, infeksi jamur atau infeksi intrauterin

sebagai akibat suatu persalinan yang lama (partus kasep) akan tetapi bisa juga pada kasus dengan

tanda persalinan preterm yang membakat yang diduga disebabkan oleh infeksi genetalia.

Sedangkan untuk tujuan profilaksis sering digunakan pada kasus kehamilan dengan kelainan

katub jantung, ketuban pecah dini. perdarahan pada kehamilan

dan eklamsia. Pada keadaan ini sebenarnya belum tampak adanya gejala infeksi, akan tetapi

kondisi ibu seperti ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya infeksi yang membahayakan ibu

dan atau janin didalam rahim.

Pemilihan jenis antibiotika yang akan diberikan pada ibu hamil seharusnya didasarkan atas uji

kepekaan di laboratorium untuk menentukan secara tepat jenis antibotika yang diperlukan.

Page 14: Makalah Ibu Hamil

Dengan menggunakan tehnik kultur yang saat ini dikerjakan, hal ini memerlukan waktu yang

relatif lama sedangkan kita harus mengejar waktu untuk segera memberikan terapi antibiotika.

Pada akhirnya seorang dokter di suatu rumah sakit harus memahami peta mikroorganisme

setempat untuk menentukan pilihan antibiotika pada ibu hamil maupun bersalin yang

memerlukan. Akan tetapi menurut beberapa peneliti dari negara maju sebenarnya lebih banyak

jenis kuman yang bisa ditemukan pada ibu hamil atau bersalin yang mengalami infeksi.

Dikemukakan sebagian besar kuman Anaerob seperti Mycoplasma hominis, Ureaplasma

urealithicum, Bacteroides dan Gardnerella vaginalis yang memerlukan tehnik kultur yang khusus

sangat berperan pada infeksi dibidang kebidanan.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka saat ini penggunaan antibiotika terutama penggunaan

kombinasi lebih dari satu jenis obat makin meningkat. Ditinjau dari bidang farmakologis maka

penggunaan antibiotika kombinasi ini mempunyai beberapa keuntungan maupun kerugian.

A Keuntungan

1. Mengurangi resistensi terhadap antibiotika oleh karena dengan menggunakan kombinasi

yang sinergistik akan meningkatkan daya kemampuan untuk membunuh

mikroorganisme.

2. Mengurangi efek toksik. Hal ini berkaitan dengan dosis obat. Semakin rendah dosis tiap

jenis antibiotika akan makin rendah pula efek toksik obat. Efek sinergistik ini akan bisa

menurunkan masing-masing dosis obat kombinasi yang diberikan.

B Kerugian

1. Biaya yang diperlukan akan lebih banyak.

2. Efek antagonis dari 2 obat atau lebih yang mempunyai mekanisme dan titik tangkap

kerja yang sama akan sangat merugikan karena mengurangi manfaat utama dari obat.

3. Meningkatkan risiko reaksi allergi

3.5 Penyebaran Obat pada Wanita di masa sebelum sampai seleai kehamilan

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang prevalensi

penggunaan

resep obat pada wanita hamil di Amerika Serikat.

Desain penelitian: Sebuah studi retrospektif dilakukan dengan menggunakan database otomatis

dari 8

Page 15: Makalah Ibu Hamil

organisasi pemeliharaan kesehatan yang terlibat dalam Pemeliharaan Kesehatan Jaringan

Penelitian

Pusat Pendidikan dan Penelitian Therapeutics.Identifikasi terhadap wanita yang melahirkan bayi

di rumah sakit dari tanggal 1 Januari 1996, sampai dengan 31 Desember 2000. Resep obat

menggunakan sesuai dengan kelas terapi dan klasifikasi risiko Amerika Serikat Food and Drug

Administration

sistem dievaluasi, dengan asumsi durasi kehamilan dari 270 hari, dengan tiga trimester 90 hari

kehamilan, dan dengan jangka waktu 90 hari sebelum kehamilan. Penggunaan narkoba diluar

perespan tidak dihitung.

Hasil: Selama periode 1996 sampai 2000, 152.531 kelahiran diidentifikasi yang memenuhi

kriteria

untuk menjadi subjek penelitian. Untuk 98.182 penyebaran (64%), obat selain vitamin atau

mineral suplemen telah ditetapkan dalam 270 hari sebelum penyebaran: wanita 3595 (2,4%)

menerima obat dari kategori A; 76.292 perempuan (50,0%) menerima obat dari kategori B;

57.604 perempuan (37,8%) yang diterima obat dari kategori C; 7333 perempuan (4,8%)

menerima obat dari kategori D, dan 6.976 perempuan (4,6%) menerima obat dari kategori X

risiko Amerika Serikat Food and Drug Administration sistem klasifikasi. Secara keseluruhan,

5.157 perempuan (3,4%) menerima obat kategori D, dan 1.653 perempuan (1,1%) menerima

obat kategori X setelah awal prenatal kunjungan perawatan.

Kesimpulan: Kami menemukan bahwa hampir separuh dari semua wanita hamil menerima obat

resep

dari kategori C, D, atau X dari klasifikasi risiko Amerika Serikat Food and Drug Administration

sistem menyoroti pentingnya kebutuhan untuk memahami dampak dari obat-obat ini pada

mengembangkan janin dan pada wanita hamil.

Page 16: Makalah Ibu Hamil

3.6 Farmakokinetik saat Kehamilan

- Absorpsi: Tingginya kadar sirkulasi progesteron memperlambat pengosongan lambung dan

meningkatkan waktu transit usus. Namun penyerapan obat lambat tidak terjadi, kecuali untuk

mendapatkan respon cepat pemberian obat dilakukan secara parenteral. Peningkatan emesis

terlihat karena morning sickness.

- Distribusi: Kehamilan disertai dengan peningkatan air tubuh total hingga 8 liter dan 30%

peningkatan volume plasma, dengan penurunan konsekuen dalam plasma albumin karena

hemodilusi. Hal ini dapat mengubah konsentrasi Vd dan plasma dari obat yang diberikan.

- Metabolisme: Enzim metabolisme obat di hati diinduksi atau dirangsang selama kehamilan,

mungkin ini terjadi karena tingginya tingkat sirkulasi progesteron. Hal ini menyebabkan

degradasi metabolik yang cepat, terutama obat larut lemak.

- Ekskresi: Selama kehamilan, aliran plasma ginjal meningkat 100% dan GFR sebesar 70%. Obat

yang yang eliminasinya tergantung pada fungsi ginjal dieliminasi lebih cepat daripada saat tidak

hamil.

Page 17: Makalah Ibu Hamil

Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang mempengaruhi farmakokinetika

obat. Perubahan tersebut meliputi peningkatan cairan tubuh misalnya penambahan volume darah

sampai 50% dan curah jantung sampai dengan 30%. Pada akhir semester pertama aliran darah

ginjal meningkat 50% dan pada akhir kehamilan aliran darah ke rahim mencapai puncaknya

hingga 600-700 ml/menit. Peningkatan cairan tubuh tersebut terdistribusi 60 % di plasenta, janin

dan cairan amniotik, 40% di jaringan si ibu. Perubahan volume cairan tubuh tersebut diatas

menyebabkan penurunan kadar puncak obat-obat di serum, terutama obat-obat yang terdistribusi

di air seperti aminoglikosida dan obat dengan volume distribusi yang rendah.

Peningkatan cairan tubuh juga menyebabkan pengenceran albumin serum (hipoalbuminemia)

yang menyebabkan penurunan ikatan obat-albumin. Steroid dan hormon yang dilepas plasenta

serta obat-obat lain yang ikatan protein plasmanya tinggi akan menjadi lebih banyak dalam

bentuk tidak terikat. Tetapi hal ini tidak bermakna secara klinik karena bertambahnya kadar obat

dalam bentuk bebas juga akan menyebabkan bertambahnya kecepatan metabolisme obat

tersebut.

Gerakan saluran cerna menurun pada kehamilan tetapi tidak menimbulkan efek yang bermakna

pada absorpsi obat. Aliran darah ke hepar relatif tidak berubah. Walau demikian kenaikan kadar

estrogen dan progesteron akan dapat secara kompetitif menginduksi metabolisme obat lain,

misalnya fenitoin atau menginhibisi metabolisme obat lain misalnya teofilin.Peningkatan aliran

darahke ginjal dapat mempengaruhi bersihan (clearance) ginjal obat yang eliminasi nya terutama

lewat ginjal, contohnya penicilin.

3.7 Janin

A. Plasenta

Perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung secara difusi sederhana sehingga

konsentrasi obat di darah ibu serta aliran darah plasenta akan sangat menentukan perpindahan

obat lewat plasenta.Seperti juga pada membran biologis lain perpindahan obat lewat

plasentadipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini.

• Kelarutan dalam lemak

Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah melewati plasenta masuk ke sirkulasi

janin. Contohnya , thiopental, obat yang umum digunakan pada dapat menyebabkan apnea (henti

nafas) padabayi yang baru dilahirkan.

• Derajat ionisasi

Page 18: Makalah Ibu Hamil

Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta. Sebaliknya obat yang terionisasi akan

sulit melewati membran Contohnya suksinil kholin dan tubokurarin yang juga digunakan pada

seksio sesarea, adalah obat-obat yang derajat ionisasinya tinggi, akan sulit melewati plasenta

sehingga kadarnya di di janin rendah. Contoh lain yang memperlihatkan pengaruh kelarutan

dalam lemak dan derajat ionisasi adalah salisilat, zat ini hampir semua terion pada pH tubuh akan

melewati akan tetapi dapat cepat melewati plasenta. Hal ini disebabkan oleh tingginya kelarutan

dalam lemak dari sebagian kecil salisilat yang tidak terion. Permeabilitas membran plasenta

terhadap senyawa polar tersebut tidak absolut. Bila perbedaan konsentrasi ibu-janin tinggi,

senyawa polar tetap akan melewati plasenta dalam jumlah besar.

• Ukuran molekul

Obat dengan berat molekul sampai dengan 500 Dalton akan mudah melewati pori membran

bergantung pada kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi. Obat-obat dengan berat molekul

500-1000 Dalton akan lebih sulit melewati plasenta dan obat-obat dengan berat molekul >1000

Dalton akan sangat sulit menembus plasenta. Sebagai contoh adalah heparin, mempunyai berat

molekul yang sangat besar ditambah lagi adalah molekul polar, tidak dapt menembus plasenta

sehingga merupakan obat antikoagulan pilihan yang aman pada kehamilan.

• Ikatan protein.

Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas) yang dapat melewati membran.

Derajat keterikatan obat dengan protein, terutama albumin, akan mempengaruhi kecepatan

melewati plasenta. Akan tetapi bila obat sangat larut dalam lemak maka ikatan protein tidak

terlalu mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi gas. Obat-obat yang kelarutannya dalam

lemak tinggi kecepatan melewati plasenta lebih tergantung pada aliran darah plasenta dan

dihambat oleh besarnya ikatan dengan protein. Perbedaan ikatan protein di ibu dan di janin juga

penting, misalnya sulfonamid, barbiturat dan fenitoin, ikatan protein lebih tinggi di ibu dari

ikatan protein di janin. Sebagai contoh adalah kokain yang merupakan basa lemah, kelarutan

dalam lemak tinggi, berat molekul rendah (305 Dalton) dan ikatan protein plasma rendah (8-

10%) sehingga kokain cepat terdistribusi dari darah ibu ke janin.

Tingkat di mana obat melintasi plasenta dan jumlah obat yang mencapai janin

1. transporter plasenta: transporter ini memompa kembali obat dari darah janin kembali ke

darah ibu, misalnya: P-gp, BCRP, MRP3.

2. Ikatan protein: juga dapat mempengaruhi tingkat dan jumlah transfer.

Page 19: Makalah Ibu Hamil

3. metabolisme plasenta: dapat mengkonversi obat beracun untuk metabolit tidak beracun

atau sebaliknya. Metabolisme obat di plasenta dan di janin.

Dua mekanisme yang ikut melindungi janin dari obat disirkulasi ibu adalah.

1. Plasenta yang berperan sebagai penghalang semipermiabel juga sebagai tempat

metabolisme beberapa obat yang melewatinya. Semua jalur utama metabolisme obat ada

di plasenta dan juga terdapat beberapa reaksi oksidasi aromatik yang berbeda misalnya

oksidasi etanol dan fenobarbital. Sebaliknya , kapasitas metabolisme plasenta ini akan

menyebabkan terbentuknya atau meningkatkan jumlah metabolit yang toksik, misalnya

etanol dan benzopiren. Dari hasil penelitian prednisolon, deksametason, azidotimidin

yang struktur molekulnya analog dengan zat-zat endogen di tubuh mengalami

metabolisme yang bermakna di plasenta.

2. Obat-obat yang melewati plasenta akan memasuki sirkulasi janin lewat vena umbilikal.

Sekitar 40-60% darah yang masuk tersebut akan masuk hati janin, sisanya akan langsung

masuk ke sirkulasi umum janin. Obat yang masuk ke hati janin, mungkin sebagian akan

dimetabolisme sebelum masuk ke sirkulasi umum janin, walaupun dapat dikatakan

metabolisme obat di janin tidak berpengaruh banyak pada metabolisme obat maternal.

Obat-obat yang bersifat teratogenik adalah asam lemah, misalnya talidomid, asam

valproat, isotretinoin, warfarin. Hal ini diduga karena asam lemah akan mengubah pH sel

embrio. Dan dari hasil penelitian pada hewan menunjukkan bahwa pH cairan sel embrio

lebih tinggi dari pH plasma ibu, sehingga obat yang bersifat asam akan tinggi kadarnya di

sel embrio.

B. Durasi paparan obat

C. Karakteristik Distribusi pada jaringan janin yang berbeda

D. Tahap plasenta dan perkembangan janin pada saat paparan obat.

E. Efek obat yang digunakan pada saat kombinasi obat.

Page 20: Makalah Ibu Hamil

3.7 Obat-Obatan di dalam Kehamilan

Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh pada

janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung dari bagaimana

obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran

sisa obat). Penyerapan obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui

pembuluh darah (suntikan intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat karena

lebih lamanya pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan hormon progesteron. Volume

distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan progesteron mengganggu aktivitas

enzim dalm hati sehingga berpengaruh dalam metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal juga

meningkat selama kehamilan.

Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah seberapa banyak obat melalui plasenta (jaringan

yang melekat pada rahim dan menyediakan nutrisi atau sebagai penyaring zat- zat berbahaya

bagi janin). Obat yang larut dalam lemak lebih mudah melalui plasenta dibandingkan obat yang

larut dalam air. Obat-obat dengan berat molekul besar lebih sulit melalui plasenta. Jumlah obat

yang terikat pada plasma protein mempengaruhi jumlah obat yang dapat melalui plasenta.

Selain itu spesifisitas, dosis, waktu pemberian, fisiologi ibu, embriologi, dan genetik juga dapat

mempengaruhi. Spesifisitas dimaksudkan bahwa obat yang berbahaya untuk janin di satu spesies

belum tentu berbahaya bagi spesies lainnya, begitu juga sebaliknya (hewan ke manusia dan

sebaliknya). Dosis yang dipakai juga penting, dosis kecil mungkin tidak memiliki pengaruh

apapun, dosis sedang menyebabkan kecacatan, dan dosis tinggi dapat menyebabkan kematian.

Waktu pemberian berkaitan dengan kelainan organ-organ. Paparan obat teratogen (menyebabkan

kecacatan) pada minggu ke 2 – 3 setelah pembuahan tidak memiliki efek atau menimbulkan

abortus (all or nothing). Periode yang rentan dengan gangguan pembentukan organ berada pada

minggu ke 3 – 8 setelah pembuahan atau 10 minggu dari periode menstruasi terakhir. Setelah

periode ini, pertumbuhan janin ditandai dengan pembesaran organ-organ pada minggu 10 – 12.

Gangguan pada periode ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan atau gangguan di sistem

saraf dan alat reproduksi.

Sesungguhnya semua obat dapat melalui plasenta dalam jumlah tertentu, kecuali obat-obat

dengan ion organik yang besar seperti heparin dan insulin. Transfer plasenta aktif harus

dipertimbangkan. Terapi obat tidak perlu dihentikan selama menyusui karena jumlah yang larut

di dalam ASI tidak terlalu signifikan.

Page 21: Makalah Ibu Hamil

Jenis obat-obatan diantaranya adalah :

1. Antibiotik dan antiinfeksi lain

2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas

3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan

4. Analgesik (anti nyeri)

5. Obat-obat gangguan psikiatri

6. Vitamin dan mineral

7. Obat-obatan Narkotik

8. Anti kejang

9. Obat sakit kepala

10. Obat anti kanker

11. Antikoagulan (pembekuan darah)

12. Obat Anti Hipertensi

1. Antibiotik dan antiinfeksi lain

a) Penisilin

Turunan penisilin, termasuk diantaranya amoksisilin dan ampisilin memiliki batas

keamanan yang cukup luas dan toksisitas (keracunan) yang sedikit baik bagi ibu maupun janin.

Penisilin adalah golongan ß-laktam yang menghambat pembentukan dinding sel bakteri.

Penisilin dipakai untuk berbagai macam infeksi bakteri. Ampisilin dan amoksisilin baik untuk

pengobatan infeksi saluran kemih. Sefalosporin juga aman dan digunakan untuk pengobatan

infeksi saluran kemih, pielonefritis (infeksi ginjal), dan gonorea. Penisilin aman digunakan

selama menyusui

b) Klindamisin :Klindamisin adalah golongan makrolida, digunakan pada infeksi bakteri

anaerob dan aman untuk wanita menyusui.

c) Tetrasiklin :Dapat mengakibatkan pewarnaan pada gigi janin.

d) Metronidazol

Metronidazol menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk trikomonas dan

bakterial vaginosis. Aman digunakan pada wanita menyusui

Page 22: Makalah Ibu Hamil

e) Aminoglikosida

Aminoglikosida menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk mengatasi

pielonefritis (radang pada ginjal). Bila dikonsumsi wanita hamil dapat menyebabkan

ototoksisitas (gangguan pada telinga) yang berakibat gangguan pendengaran. Aman pada bayi

yang disusui karena hanya sedikit jumlah obat yang melalui air susu

f) Trimetoprim-sulfametoksazol

Kombinasi ini (Bactrim) menghambat metabolisme asam folat dan baik untuk mengobati

infeksi saluran kemih. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa penggunaan bactrim pada

triwulan pertama berkaitan dengan sedikit peningkatan risiko kecacatan pada janin, terutama

jantung dan pembuluh darah. Selain itu, bactrim dapat menyebabkan hiperbilirubinemia

(peningkatan kadar bilirubin pada tubuh) sehingga berakibat kernikterus (kuning) pada bayi.

Antibiotik ini aman untuk wanita menyusui

g) Eritromisin

Eritromisin dan azitromisin menghambat sintesis protein bakteri. Dapat digunakan pada

wanita menyusui

h) Antivirus

Acylovir tidak menimbulkan kecacatan pada janin berdasarkan penelitian pada 601

wanita hamil yang mengkonsumsi acyclovir. The Centers for Disease Control and Prevention

(CDC) merekomendasikan bahwa acyclovir aman digunakan pada wanita hamil yang mengalami

papaparan terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus (herpes, hepatitis, varisela <cacar>).

Untuk tatalaksana penyakit HIV / AIDS menggunakan NRTIs (zidovudin) dan NNRTIs aman

dikonsumsi oleh wanita hamil. Sedangkan Protease Inhibitor (Pis) belum diteliti lebih lanjut.

2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas

Keluhan pada saluran pernapasan atas seperti rinore (hidung berair), bersin-bersin, hidung

tersumbat, batuk, sakit pada tenggorok diikuti dengan lemah dan lesu adalah keluhan yang

umum dimiliki oleh wanita hamil. Flu tersebut dapat disebabkan oleh rinovirus, koronavirus,

influenza virus, dan banyak lagi. Apabila keluhan ini murni disebabkan oleh virus tanpa infeksi

tambahan oleh bakteri maka terapi menggunakan antibiotik tidak diperlukan. Obat-obatan yang

paling sering digunakan untuk mengurangi gejala yang terjadi diantaranya adalah :

a) Antihistamin

Page 23: Makalah Ibu Hamil

Antihistamin atau sering dikenal sebagai antialergi aman digunakan selama kehamilan.

Antihistamin yang aman termasuk diantaranya adalah klorfeniramin, klemastin, difenhidramin,

dan doksilamin. Antihistamin generasi II seperti loratadin, setirizin, astemizol, dan feksofenadin

baru memiliki sedikit data mengenai penggunannnya selama kehamilan

b) Dekongestan

Dekongestan atau obat pelega sumbatan hidung adalah obat yang digunakan untuk

meredakan gejala flu yang terjadi. Dekongestan oral (diminum) diantaranya adalah

pseudoefedrin, fenilpropanolamin,

dan fenilepinefrin. Pada triwulan pertama pemakaian pseudoefedrin berkaitan dengan kejadian

gastroschisis karena itu sebaiknya dipikirkan alternatif penggunaaan dekongestan topikal (hanya

disemprotkan di bagian tertentu tubuh, hidung) pada triwulan pertama

c) Pereda Batuk

Kodein dan dekstrometorfan adalah obat pereda batuk yang paling umum digunakan.

Kebanyakan obat flu aman dikonsumsi selama menyusui

Asma merupakan penyakit saluran pernapasan atas yang kronik (jangka waktu lama) ditandai

dengan peradangan pada saluran napas dan hipereaktivitas dari bronkus (lendir banyak keluar).

Terapi asma dimulai dengan mengurangi paparan terhadap lingkungan yang membuat asma

menjadi kambuh. Semua wanita hamil sebaiknya memperoleh vaksinasi influenza. Obat-obatan

asma diantaranya adalah :

d) Glukokortikoid

Inhalasi glukokortikoid (cara pemasukan obat melalui pernapasan, diuap) dilaporkan

tidak menyebabkan kecacatan dan dapat digunakan selama menyusui. Glukokortikoid sistemik

(diminum dengan reaksi pada seluruh tubuh) meningkatkan risiko bibir sumbing sebanyak 5 kali

dari normal.

e) Teofilin :Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama

menyusui

f) Sodium Kromolin :Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan

selama menyusui

Page 24: Makalah Ibu Hamil

Obat-obatan untuk gangguan pencernaan

Keluhan pada saluran cerna merupakan keluhan yang umum pada wanita hamil, termasuk

diantaranya adalah mual, muntah, hiperemesis gravidarum, intrahepatik kolestasis dalam

kehamilan, dan Inflammatory Bowel Disease. Terapi menggunakan obat diantaranya adalah :

Antihistamin. Aman dikonsumsi oleh wanita hamil.

Agen antidopaminergik. Beberapa obat antidopaminergik seperti proklorperazin, metoklopramid,

klorpromazin, dan haloperidol aman dikonsumsi oleh wanita hamil

Obat-obatan lain. Antasid, simetidin, dan ranitidin aman dikonsumsi wania hamil dan menyusui.

Penghambat pompa proton tidak direkomendasikan untuk wanita hamil. Misoprostol

kontraindikasi untuk kehamilan

4. Analgesik

Analgesik atau dikenal dengan anti nyeri terbagi atas kategori antiinflamasi nonsteroid dan

kategori opioid.

Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

Aspirin adalah golongan NSAIDs yang bekerja dengan menghambat enzim untuk

pembuatan prostaglandin. Perhatian lebih diperlukan pada konsumsi aspirin melebihi dosis

harian terendah karena obat ini dapat melalui plasenta. Pemakaian aspirin pada triwulan pertama

berkaitan dengan peningkatan risiko gastroschisis. Dosis aspirin tinggi berhubungan dengan

abruptio plasenta (plasenta terlepas dari rahim sebelum waktunya). The World Health

Organization (WHO) memiliki perhatian lebih untuk konsumsi aspirin pada wanita menyusui.

Indometasin dan ibuprofen merupakan NSAIDs yang sering digunakan.

NSAIDs jenis ini dapat mengakibatkan konstriksi (penyempitan) dari arteriosus duktus fetalis

(pembuluh darah janin) selama kehamilan sehingga tidak direkomendasikan setelah usia

kehamilan memasuki minggu ke – 32.Penggunaan obat ini selama triwulan pertama

mengakibatkan oligohidramnion (cairan ketuban berkurang) atau anhidramnion (tidak ada cairan

ketuban) yang berkaitan dengan gangguan ginjal janin. Obat ini dapat digunakan selama

menyusui.

Page 25: Makalah Ibu Hamil

Asetaminofen banyak digunakan selama kehamilan. Obat ini dapat melalui plasenta namun

cenderung aman apabila digunakan pada dosis biasa. Asetaminofen dapat digunakan secara rutin

pada semua triwulan untuk meredakan nyeri, sakit kepala, dan demam. Dapat digunakan untuk

wanita menyusui.

Analgesik Opioid

Analgesik opioid adalah preparat narkotik yang dapat digunakan selama kehamilan. Preparat

narkotik ini dapat melalui plasenta namun tidak berkaitan dengan kecacatan pada janin selama

digunakan pada dosis biasa. Apabila penggunaan obat ini dekat dengan waktu melahirkan, maka

dapat menyebabkan depresi pernapasan pada janin. Narkotik yang umum digunakan adalah

kodein, meperidin, dan oksikodon, semua preparat ini dapat digunakan ketika menyusui.

5. Obat-obat gangguan psikiatri

Depresi dan skizofrenia adalah gangguan psikiatri yang dapat ditemukan selama periode

reproduksi. Agen trisiklik seperti amitriptilin, desipramin, dan imipramin digunakan untuk

mengatasi depresi, kecemasan berlebih, gangguan obsesif-kompulsif, migrain, dan masalah lain.

Tidak ada bukti jelas yang menyatakan adanya efek samping agen trisiklik pada wanita

menyusui dan wanita hamil.

The Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) termasuk di dalamnya fluoksetin

dan fluvoksamin tidak meningkatkan risiko kecacatan pada janin. Agen lain seperti penghambat

monoamin oksidase yang digunakan untuk mengatasi depresi belum diteliti lebih lanjut

mengenai keamanannya pada wanita hamil. Obat untuk stabilisasi mood (mood stabilizers)

seperti litium, asam valproat, dan karbamazepin dinyatakan sebagai agen teratogen (berbahaya

untuk janin). Litium tidak direkomendasikan untuk wanita menyusui. Asam valproat dan

karbamazepin berhubungan dengan peningkatan risiko neural tube defects (gangguan pada

saraf). Obat untuk mengatasi kecemasan berlebih seperti benzodiazepin dapat meningkatkan

risiko bibir sumbing. Efek pada wanita menyusui belum diketahui namun perlu diperhatikan

lebih lanjut.

6. Vitamin dan Mineral

Konsumsi multivitamin dan mineral pada umumnya diberikan untuk wanita hamil dari tenaga

kesehatan. Sudah dibuktikan berdasarkan penelitian bahwa folat dapat mengurangi kelainan

saraf. Suplementasi besi dapat meningkatkan hematokrit ketika melahirkan dan 6 minggu pasca

Page 26: Makalah Ibu Hamil

melahirkan. Vitamin yang terbukti teratogen adalah vitamin A ketika dikonsumsi lebih dari

10.000 IU/hari. Vitamin A dalam dosis ini dapat menyebabkan kelainan saraf. Apabila

digunakan sebagai suplementasi tidak lebih dari 5000 IU/hari.

7. Obat-obatan narkotik

Narkotik termasuk di dalamnya adalah opiat, kokain, atau kanabinoid. Efek narkotika

adalah hambatan pertumbuhan janin, kematian janin dalam kandungan, dan ketergantungan pada

janin. Penggunaan kokain selama kehamilan dapat meningkatkan risiko abruptio plasenta,

ketuban pecah dini, dan bayi berat lahir rendah. Amfetamin, obat yang digunakan untuk

mengatasi depresi, dapat meningkatkan

risiko bibir sumbing.

Penggunaan obat narkotik dengan suntikan bersama dapat meningkatkan risiko Hepatitis

B atau HIV/AIDS, dimana janin dapat tertular oleh virus tersebut.

Sebagai tambahan, nikotin yang terkandung di dalam rokok juga dapat menyebabkan bayi berat

lahir rendah. Nikotin mengurangi aliran darah menuju plasenta dan meningkatkan risiko

kelahiran preterm, bayi berat lahir rendah, dan kematian mendadak pada janin. Alkohol pada

wanita hamil dapat menyebabkan sindroma alkohol janin yang ditandai dengan perubahan

kraniofasial (tulang kepala dan wajah) dan gangguan kognitif. Tidak ada batas aman untuk

konsumsi alkohol selama kehamilan.

8. Anti Kejang

Epilepsi adalah penyakit gangguan saraf yang dapat terjadi selama kehamilan. Semua

obat antiepilepsi dapat melalui plasenta dan memiliki potensi teratogen. Penelitian membuktikan

bahwa obat antiepilepsi dapat menyebabkan cacat bawaan. Fenitoin (Dilantin) dapat

mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Karbamazepin dapat meningkatkan risiko spina

bifida. Fenobarbital dapat mengakibatkan kelainan jantung bawaan dan sumbing orofasial (bibir

dan wajah). Asam valproat memiliki risiko peningkatan 1-2% kelainan spina bifida. Obat

antiepilepsi diatas dapat digunakan selama menyusui.

9. Obat Sakit Kepala

Sakit kepala sering dialami selama kehamilan. Sumatriptan dapat digunakan untuk

mengobati sakit

Page 27: Makalah Ibu Hamil

kepala dan tidak bersifat teratogen. Obat untuk migrain yaitu ergotamin tidak memiliki sifat yang

berbahaya bagi janin. Obat ini dapat merangsang kontraksi rahim sehingga dapat menyebabkan

prematur janin.

10. Obat anti kanker

Kanker yang paling sering dialami oleh wanita hamil adalah kanker payudara. kanker

leher rahim, limfoma, melanoma, leukimia (kanker darah), dan kanker usus besar serta kanker

indung telur. Obat kemoterapi seperti metotreksat dapat memiliki potensi bahaya bagi janin.

Obat ini dapat menyebabkan kecacatan pada janin bila digunakan pada triwulan pertama. Selain

itu, obat kemoterapi dapat masuk ke dalam ASI sehingga menyusui tidak diperkenankan bagi ibu

yang menggunakan obat kemoterapi. Terapi pada wanita hamil dengan kanker harus

didiskusikan dengan tenaga kesehatan masing-masing.

11. Antikoagulan (anti pembekuan darah)

Tromboemboli (sumbatan pada pembuluh darah) merupakan salah satu penyebab

kematian tertinggi bagi wanita hamil dan setelah melahirkan. Antikoagulan digunakan untuk

mengatasi tromboemboli serta penyakit jantung akibat kelainan katup. Penggunaan antikoagulan

oral (warfarin) dapat mengakibatkan efek teratogen pada janin. Obat ini dapat melalui plasenta

dan menekan vitamin K yang diperlukan sebagai agen pembekuan darah. Antikoagulan lain

adalah heparin yang tidak dapat melalui plasenta pada dosis berapapun sehingga tidak bersifat

teratogen. Kedua jenis antikoagulan ini dapat digunakan selama menyusui.

12. Obat Anti Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Penghambat ACE (captopril, enalapril) apabila digunakan pada triwulan kedua dan ketiga

dapat mengakibatkan disfungsi ginjal pada janin dan oligohidramnion (berkurangnya cairan

ketuban). Obat ini tidak dianjurkan selama kehamilan. Penghambat pompa kalsium (amlodipin,

diltiazem, nifedipin) dapat mengakibatkan hipoksia janin (kekurangan oksigen) yang berkaitan

dengan hipotensi maternal (tekanan darah rendah pada ibu). Golongan penghambat β

(propranolol, labetolol) dapat menyebabkan bradikardia (denyut jantung melambat) pada janin

maupun bayi baru lahir. Golongan diuretik (asetazolamid) dapat mengakibatkan gangguan

elektrolit pada janin. Golongan ARAs dapat mengakibatkan gangguan sistem renin-angiotensin

sehingga menyebabkan kematian pada janin.

Page 28: Makalah Ibu Hamil

KESIMPULAN

Pada umumnya obat-obatan aman untuk digunakan dalam masa kehamilan, termasuk

diantaranya antibiotik, obat untuk saluran pernapasan atas, dan keluhan saluran cernaBeberapa

obat diketahui memiliki efek teratogen (membuat cacat pada janin), termasuk diantaranya

Penghambat ACE (obat antihipertensi), isotretinoin (obat jerawat), alkohol, antibiotik tetrasiklin,

doksisiklin, dan streptomisin, antikoagulan, litium, obat antikejang, beberapa obat

antineoplasma, vitamin A dan turunannya, obat antitiroid, kokain, dan thalidomide. Kebanyakan

obat aman untuk digunakan dalam masa menyusui karena jumlah yang muncul di air susu

bersifat subterapeutik, sekitar 1 – 2% dari dosis ibu, kecuali litium.

Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil, merupakan suatu panduan yang diharapkan dapat

membantu para tenaga kesehatan terutama yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan dalam

melayani ibu hamil.

Dalam rangka peningkatan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu hamil, perlu

pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak aman hingga harus dihindari

selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung.

Karena Perubahan fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh terhadap

kinetika obat pada ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdampak terhadap perubahan

respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.

Page 29: Makalah Ibu Hamil

DAFTAR PUSTAKA

http://muhammadyusuffirdaus.wordpress.com/2013/02/13/ibu-hamil/

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10578-Chapter1.pdf