1 BAB I KONSEP MEDIS A. Definisi Reaksi hipersensitivitas tipe 2 merupakan sitotoksik yang bergantung pada antibodi. Koombinasi antigen yang terdapat pada permukaan sel dengan antibodi akan mengakibatkan kerusakan sel, baik sebagai akibat adheren opsonik fagosit melalui Fc atau adheren imun melalui ikatan C3. Pada makanisme sitotoksik, sel sasaran yang dibungkus oleh antibodi IgG konserntrasi rendah dapat dibunuh secara nonspesifik melalui mekanisme non fagosit ekstra seluler yang melibatkan sel limforetikular yang tak sensitasi. Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi ini dimulai dengan antibodi yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen jaringan atau antigen atau hapten yang sudah ada atau tergabung dengan elemen jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan adanya aktivasi komplemen atau sel mononuklear. Reaksi hipersensitivitas tipe 2 dapat melalui 2 jalur ; 1. Melalui jalur ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc. Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Reaksi hipersensitivitas tipe 2 merupakan sitotoksik yang bergantung pada
antibodi. Koombinasi antigen yang terdapat pada permukaan sel dengan antibodi akan
mengakibatkan kerusakan sel, baik sebagai akibat adheren opsonik fagosit melalui Fc
atau adheren imun melalui ikatan C3.
Pada makanisme sitotoksik, sel sasaran yang dibungkus oleh antibodi IgG
konserntrasi rendah dapat dibunuh secara nonspesifik melalui mekanisme non fagosit
ekstra seluler yang melibatkan sel limforetikular yang tak sensitasi.
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya
antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi
ini dimulai dengan antibodi yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen
jaringan atau antigen atau hapten yang sudah ada atau tergabung dengan elemen
jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan adanya aktivasi komplemen atau
sel mononuklear.
Reaksi hipersensitivitas tipe 2 dapat melalui 2 jalur ;
1. Melalui jalur ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity)
Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor
untuk Fc. Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan
2
dibentuknya Antbodi Ig G / Ig M sehingga mengaktifkan sel K yang memiliki
reseptor Fc sebagai efektor ADCC.
2. Melalui aktivitas sistem komplemen
Reaksi yang timbul akibat reaksi hipersensitivitas tipe 2 yaitu;
a. Reaksi Transfusi
Menurut system ABO, sel darah manusia dibagi menjadi 4 golongan yaitu A, B,
AB dan O. Selanjutnya diketahui bahwa golongan A mengandung antibodi (anti B
berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan B, darah golongan B
mengandung antibodi (anti A berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit
golongan A, golongan darh AB tidak mengandung antibodi terhadap antigen
tersebut dan golongan darh O mengandung antibodi (Ig M dan Ig G) yang dapat
mengaglutinasikan eritrosit golongan A dan B. Antibodi tersebut disebut
isohemaglutinin.
Aglutinin tersebut timbul secara alamiah tanpa sensitasi atau imunisasi. Bentuk
yang paling sederhana dari reaksi sitotoksik terlihat pada ketidakcocokan
transfusi darah golongan ABO. Ada 3 jenis reaksi transfusi yaitu reaksi hemolitik
yang paling berat, reaksi panas, dan reaksi alergi seperti urtikaria, syok, dan
asma. Kerusakan ginjal dapat pula terjadi akibat membrane sel yang menimbun
dan efek toksik dan kompleks haem yang lepas.
3
b. Reaksi Antigen Rhesus
Ada sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada
bayi baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah Rh+ dan
ibu Rh-). Jika anak yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka
anak akan melepas sebagian eritrositnya ke dalam sirkulasi ibu waktu partus.
Hanya ibu yang sudah disensitasi yang akan membentuk anti Rh (IgG) dan hal
ini akan membahayakan anak yang dikandung kemudian. Hal ini karena IgG
dapat melewati plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan eritrosit
fetus biasanya belum menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi
Ig tersebut mudah dirusak akibat interaksi dengan reseptor Fc pada fagosit.
Akhirnya terjadi kerusakan sel darah merah fetus dan bayi lahir kuning,
Transfusi untuk mengganti darah sering diperlukan dalam usaha
menyelamatkan bayi.
c. Anemia Hemolitik autoimun
Akibat suatu infeksi dan sebab yang belum diketahui, beberapa orang
membentuk Ig terhadap sel darah merah sendiri. Melalui fagositosis via
reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi anemia yang progresif. Antibodi yang
dibentuk berupa aglutinin panas atau dingin, tergantung dari suhu yang
dibutuhkan untuk aglutinasi.
d. Reaksi Obat
4
Obat dapat bertindak sebagai hapten dan diikat pada permukaan eritrosit
yang menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik. Sedormid
dapat mengikat trombosit dan Ig yang dibentuk terhadapnya akan
menghancurkan trombosit dan menimbulkan purpura. Chloramfenicol dapat
mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin mengikat sel darah
merah.
e. Sindrom Goodpasture
Pada sindrom ini dalam serum ditemukan antibodi yang bereaksi dengan
membran basal glomerulus dan paru. Antibodi tersebut mengendap di ginjal
dan paru yang menunjukkan endapan linier yang terlihat pada
imunoflouresen.
Ciri sindrom ini glomerulonefritis proliferatif yang difus dan peredaran paru.
Perjalanannya sering fatal. Dalam penanggulangannya telah dicoba dengan
pemberian steroid, imunosupresan, plasmaferisis, nefektomi yang disusul
dengan transplantasi. Jadi, sindrom ini merupakan penyakit auroimun yang
membentuk antibodi terhadap membrane basal. Sindrom ini sering
ditemukan setelah mengalami infeksi streptococ.
f. Myasthenia gravis
5
Penyakit dengan kelemahan otot yang disebabkan gangguan transmisi
neuromuskuler, sebagian disebabkan oleh autoantibodi terhadap reseptor
astilkoli.
g. Pempigus
Penyakit autoimun yang disertai antibodi tehadap desmosom diantara
keratinosit yang menimbulkan pelepasan epidermis dan gelembung-
gelembung.
B. Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi
jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.
C. Patofisiologi
Antibodi (igG dan IgM) menyebabkan penyakit dengan berikatan pada target
antigennya yang ada pada permukaan sel atau jaringan, misalnya pada penyakit anemia
hemolitik. Terjadinya Reaksi Hipersensitivitas Tipe-II ini sangat erat kaitannya dengan
adanya suatu proses penanggulangan munculnya sel klon baru. Adanya sel klon baru
tersebut dapat ditemukan pada sel tumor, sel terinfeksi virus, sel yang terinduksi
mutagen
Selanjutnya sel-sel tersebut dikenal dengan sel target, yakni suatu sel karena
adanya faktor lingkungan sel tersebut mengalami perubahan DNA (kecacatan-DNA).
Oleh karena itu sel tersebut harus diperbaiki (DNA repair) atau dimusnahkan melalui
sistem imunologik. Jika sel tersebut tidak dimusnahkan oleh sistem imun tubuh maka
sel tersebut dapat berkembang menjadi klon baru yang selanjutnya dapat menimbulkan
6
gangguan penyakit. Contohnya; Reaksi transfusi, AHA, Reaksi obat, Sindrom Good