Top Banner

of 25

makalah GCG

Jan 06, 2016

Download

Documents

lely2014

sedikit pembahasan mengenai good corporate governance
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • Good Corporate Governance Mata Kuliah: Pemeriksaan Internal

    DISUSUN OLEH :

    NOVI KARMILASARI 041414253012

    REFIVIA AUDIE CALCARINA 041414253013

    MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    UNIVERSITAS AIRLANGGA

    TAHUN 2015

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Krisis keuangan yang melanda kawasan Asia di sekitar tahun 1997-1998, dimana

    Indonesia termasuk di dalamnya telah dirasakan amat memberatkan kehidupan bagi semua

    kalangan. Sebagaimana dikemukakan oleh Baird (2000) bahwa salah satu akar penyebab

    timbulnya krisis ekonomi di Indonesia dan juga di berbagai negara Asia lainnya adalah

    buruknya pelaksanaan corporate governance (tata kelola perusahaan) dihampir semua

    perusahaan yang ada, baik perusahaan yang dimiliki pemerintah (BUMN) maupun yang

    dimiliki pihak swasta.

    Perhatian terhadap corporate governance terutama juga dipicu oleh skandal spektakuler

    seperti, Enron, Worldcom, Tyco, London & Commonwealth, Poly Peck, Maxwell, dan lain-

    lain. Keruntuhan perusahaan-perusahaan publik tersebut dikarenakan oleh kegagalan strategi

    maupun praktek curang dari manajemen puncak yang berlangsung tanpa terdeteksi dalam

    waktu yang cukup lama karena lemahnya pengawasan yang independen oleh corporate

    boards (Kaihatu, 2006).

    Dalam kasus-kasus yang terjadi kinerja perusahaan yang buruk disebabkan oleh

    beberapa faktor di antaranya adalah kegagalan perusahaan dalam melakukan pemantauan dan

    menentukan perencanaan strategis. Faktor lain yang menyebabkan buruknya kinerja

    perusahaan adalah pelanggaran terhadap etika bisnis. Seperti diketahui, budaya sogok-

    menyogok, suap-menyuap, Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) yang marak mewarnai

    praktik bisnis di Indonesia maupun di negara lainnya.

    Namun demikian, akibat dari krisis ekonomi yang melanda, membawa efek

    meningkatnya perhatian dari pemerintah, kalangan pebisnis, serta masyarakat luas pada

    umumnya terhadap pentingnya penerapan GCG. Penerapan GCG juga telah menjadi sebuah

    isu sentral dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan perekonomian

    yang stabil serta sustainable dimasa yang akan datang. Di era globalisasi ini, perusahaan

    dituntut untuk memahami prinsip-prinsip GCG dan menerapkan good corporate governance

    tersebut sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Menurut Syakhroza (2000) dalam

    Indrayani & Nurkholis (2001), terdapat dua penyebab munculnya isu good corporate

    governance yaitu pertama, perubahan lingkungan yang sangat cepat dan pada akhirnya

    berdampak pada perubahan peta kompetisi pasar global. Yang kedua, semakin banyak dan

  • kompleksnya pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, seperti pemasok,

    kreditur, investor dan pemerintah.

    Perkembangan kondisi ekonomi yang pesat seiring dengan era globalisasi mendorong

    setiap perusahaan untuk mengimbanginya. Untuk itu diperlukan adanya sistem pengolahan

    dan pengendalian manajerial yang tepat dari masing-masing perusahaan. Dengan adanya

    GCG diharapkan dapat memberikan kontribusi positif baik bagi pihak internal maupun

    eksternal perusahaan.

    Para pelaku usaha di Indonesia juga turut menyepakati bahwa penerapan good

    corporate governance sebagai suatu sistem tata kelola perusahaan yang baik merupakan suatu

    hal yang penting, hal ini dibuktikan dengan penandatanganan perjanjian Letter of Intent

    (LOI) dengan IMF tahun 1998, yang salah satu isinya adalah pencantuman jadwal perbaikan

    tata kelola perusahaan di Indonesia (Sulistyanto, 2003). Hal ini kemudian melatarbelakangi

    lahirnya Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) tahun 1999.

    Pembentukan komite ini berdasarkan Keputusan Menko Ekuin Nomor:

    KEP/31/M.EKUIN/08/1999. Pedoman umum GCG telah beberapa kali disempurnakan,

    terakhir pada tahun 2001. Pedoman tersebut dipublikasikan sebagai panduan bagi perusahaan

    di Indonesia dalam mengimplementasikan prinsip GCG, termasuk rekomendasi mengenai

    keharusan membuat pengungkapan praktek GCG.

    Pada tahun 2004, berdasarkan Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor:

    KEP/49/M.EKON/11/2004, KNKCG diubah menjadi Komite Nasional Kebijakan

    Governance (KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-Komite Korporasi. Dalam

    pembentukan komite ini menghasilkan pedoman umum good corporate governance tahun

    2006. Pedoman ini bukan merupakan peraturan perundangan sehingga tidak memiliki

    ketentuan hukum yang mengikat.

    BAPEPAM melalui keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga

    Keuangan Nomor: KEP-134/BL/2006 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi

    emiten atau perusahaan publik menyatakan bahwa laporan tahunan wajib memuat uraian

    singkat mengenai penerapan corporat governance perusahaan yang telah dan akan

    dilaksanakan oleh perusahaan dalam periode laporan keuangan tahunan terakhir. Peraturan

    ini berlaku untuk penyusunan laporan tahunan untuk tahun buku yang berakhir pada atau

    setelah tanggal 31 Desember 2006.

    GCG merupakan serangkaian mekanisme yang merefleksikan suatu struktur

    pengelolaan perusahaan yang menetapkan distribusi hak dan tanggung jawab diantara

    berbagai partisipan di dalam perusahaan, termasuk para Pemegang Saham, Dewan Komisaris,

  • Dewan Direksi, Manajer, Karyawan dan pihak-pihak berkepentingan (stakeholders) lainnya.

    GCG juga menegaskan filosofi bahwa pengelolaan perusahaan merupakan amanah dari

    berdirinya perusahaan dan oleh karenanya semua pihak yang terlibat harus berpikir dan

    bertindak untuk kepentingan terbaik perusahaan.

    Menurut Zaki Baridwan, salah satu elemen penting dalam Corporate Governance

    adalah tersedianya fungsi SPI (Satuan Pengawann Intern) yang dapat melaksanakan

    fungsinya secara Independent dan mempunyai kemampuan cukup. Ratna Januarti dalam

    seminar sehari Dinamika Komite Audit dan Audit Internal dalam Implementasi Good

    Corporate Governance menyatakan implementasi Good Corporate Governance

    membutuhkan Auditor Internal yang mampu berkolaborasi positif dan efesien, baik dengan

    pihak-pihak yang mensuplai informasi maupun dengan pihak yang membutuhkan informasi.

    Kerja sama ini hanya dapat dibangun apabila masing-masing pihak memahami tugasnya

    maupun tugas rekan kerjanya. Internal auditor merupakan dukungan penting bagi komisaris,

    Komite Audit, Direksi, dan Manajemen Senior dalam membentuk pondasi bagi

    pengembangan Corporate Governance. (Zarkasyi (2008;14), Trimanto S. Wardoyo (2010)).

    Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan perumusan masalah sebagai

    berikut:

    1. Bagaimana peran internal auditor dalam upaya mewujudkan Good Corporate

    Governance (GCG)?

  • BAB 2

    DASAR TEORI

    2.1 Definisi Good Corporate Governance (GCG) FCGI mendefinisikan corporate governanceyang disadur dari Cadbury Committee of

    United Kingdom sebagai:

    ..Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara Pemegang Saham,

    pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta

    para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan

    hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur

    dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governanceialah untuk

    menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan

    (stakeholders). (FCGI, 2006)

    Sedangkan OECD mendefinisikan corporate governance sebagai:

    ..One key element in improving economic efficiency and growth as well as

    enhancing investor confidence that involves a set of relationships between a

    companys management, its board, its shareholders and other stakeholders and

    also provides the structure through which the objectives of the company, the

    means of attaining those objectives and monitoring performance. (OECD, 2004).

    Definisi lain dari Cadbury Committee (2003) memandang corporate governance

    sebagai: A set of rules that define the relationship between shareholders, managers,

    creditors, the government, employees and other internal and external stakeholders inrespect

    to their rights and responsibilities. (Tjager, 2003).

    Bank Dunia memberikan definisi GCG sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan

    kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber

    perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang

    yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara

    keseluruhan. (Effendi, 2008).

    Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No.117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002

    tentang Penerapan GCG pada BUMN menyatakan bahwa corporate governanceadalah suatu

    proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan

    usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka

    panjang dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya,

    berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.

  • Sesuai surat Nomor: S-359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang Pengkajian

    Sistem Manajemen BUMN dengan prinsip-prinsip good corporate governance, Menteri

    Keuangan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk

    melakukan kajian dan pengembangan sistem manajemen Badan Usaha Milik Negara

    (BUMN) yang mengacu pada prinsip good corporate governance(GCG), dimana GCG

    memiliki definisi sebagai berikut: secara umum istilah good corporate governancemerupakan

    sistem pengendalian dan pengaturan perusahaanyang dapat dilihat dari mekanisme hubungan

    antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari

    nilai-nilai yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). Tim

    GCG BPKP mendefinisikan GCG dari segi soft definition yang mudah dicerna, sekalipun

    oleh orang awam, yaitu komitmen, aturan main, serta praktik penyelenggaraan bisnis secara

    sehat dan beretika.

    Sementara Syakhroza (2003) mendefinisikan GCG sebagai suatu mekanisme tata kelola

    organisasi secara baik dalam melakukan pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien,

    efektif, ekonomis ataupun produktif dengan prinsipprinsip terbuka, akuntabilitas,

    pertanggungjawaban, independen, dan adil dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

    Selain itu Tricker (2003) memberikan definisi tersendiri tentang GCG yang merupakan

    istilah yang muncul dari interaksi diantara manajemen, pemegang saham, dan dewan direksi

    serta pihak terkait lainnya, akibat adanya ketidakkonsistenan antara apa dan apa yang

    seharusnya. (Zarkasyi, 2008).

    2.2 Tujuan Penerapan Good Corporate Governance (GCG) Menurut Sutojo dan E. John Aldridge (2005), Good Corporate Governance mempunyai

    5 (lima) macam tujuan utama. Kelima tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham,

    2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non pemegang saham,

    3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham,

    4. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Director

    dan manajemen perusahaan,

    5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior

    perusahaan

    Sedangkan dalam Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) No.

    117/M-MBU/2002 diutarakan bahwa penerapan Good Corporate Governance pada BUMN,

    bertujuan untuk:

  • 1. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,

    akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki

    daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional,

    2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan, dan efisien, serta

    memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ,

    3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi

    nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang

    berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap

    stakeholders maupun kelestarian lingkungan disekitar BUMN,

    4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional,

    5. Meningkatkan investasi nasional,

    6. Mensukseskan program privatisasi.

    2.3 Bidang Utama Good Corporate Governance (GCG) Sejak diperkenalkan pedoman oleh OECD (The Organization for Economic and

    Development), mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan agar tercipta corporate governance,

    pedoman tersebut dijadikan acuan oleh banyak negara di dunia, tidak terkecuali di Indonesia.

    Pedoman tersebut disusun seuniversal mungkin, sehingga dapat dijadikan acuan bagi semua

    negara atau perusahaan dan dapat diselaraskan dengan sistem hukum, aturan, atau nilai yang

    berlaku di negara masing-masing. Bagi para pelaku usaha dan pasar modal prinsip-prinsip ini

    dapat menjadi guidance atau pedoman dalam mengelaborasi best practicesbagi peningkatan

    nilai (valuation) dan keberlangsungan (sustainability) perusahaan. Bidang-bidang Utama agar

    tercipta corporate governance menurut OECD mencakup hal-hal sebagai berikut:

    1. Perlindungan terhadap hak-hak Pemegang Saham (The rights of shareholders and key

    ownership functions)

    Adapun hak-hak Pemegang Saham yang dimaksudkan disini adalah hak untuk (1)

    menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan, (2) mengalihkan atau

    memindahkan saham yang dimilikinya, (3) memperoleh informasi yang relevan tentang

    perusahaan secara berkala dan teratur, (4) ikut berperan dan memberikan suara dalam

    rapat umum pemegang saham, dan (5) memilih anggota Dewan Komisaris dan

    Direksi,serta (6) memperoleh pembagian keuntungan perusahaan. Kerangka yang

    dibangun dalam suatu negara mengenai corporate governanceharus mampu melindungi

    hak-hak tersebut.

  • 2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh Pemegang Saham (Equitable treatment of

    shareholders)

    Seluruh Pemegang Saham harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan penggantian

    atau perbaikan (redress) atas pelanggaran dari hak-hak Pemegang Saham. Prinsip ini

    juga mensyaratkanadanya perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam

    satukelas, melarang praktek-praktek perdagangan orang dalam (insider trading) dan

    mengharuskan anggota Direksi untuk melakukan keterbukaan apabila menemukan

    transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest).

    Kerangka yang dibangun oleh suatu negara mengenai corporate governanceharus

    mampu menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh Pemegang Saham,

    termasuk Pemegang Saham minoritas dan asing.

    3. Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The role of stakeholders)

    Kerangka yang dibangun di suatu negara mengenai corporate governance harus

    memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholdersseperti yang ditentukan dalam

    undang-undang, dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan para

    stakeholderstersebut dalam rangka menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja, dan

    kesinambungan usaha. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk mekanisme yang

    mengakomodasi peran stakeholders dalam meningkatkan kinerja perusahaan.

    Perusahaan juga diharuskan membuka akses informasi yang relevan bagi kalangan

    stakeholders yang ikut berperan dalam proses corporate governance.

    4. Keterbukaan dan transparansi (Disclosure & transparency)

    Kerangka yang dibangun di suatu negara mengenai corporate governance harus

    menjamin adanya pengungkapan informasi yang tepat waktu dan akurat untuk setiap

    permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Dalam pengungkapan informasi ini

    termasuk adalah informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan,

    kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Di samping itu informasi yang diungkapkan

    harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitastinggi.

    Manajemen perusahaan juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit

    yang bersifat independen atas laporan keuangan perusahaan untuk memberikan jaminan

    atas penyusunan dan penyajian informasi.

    5. Akuntabilitas Dewan Komisaris (The responsibility of the board)

    Kerangka yang dibangun di suatu negara mengenai corporate governance harus

    menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap

    manajemen yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dan Direksi, serta akuntabilitas

  • Dewan Komisaris dan Direksi terhadap perusahaan dan Pemegang Saham. Prinsip ini

    juga memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh Dewan Komisaris dan

    Direksi beserta kewajibankewajiban profesionalnya kepada Pemegang Saham dan

    stakeholderslainnya.

    2.4 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Sedangkan menurut SK Menteri BUMN Nomor: Kep. 117/M-MBU/2002 tentang

    penerapan praktek Good Corporate Governance diutarakan bahwa prinsip Good Corporate

    Governance meliputi:

    1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan

    dan keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan

    dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

    2. Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa

    benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai

    dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang

    sehat.

    3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ

    sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

    4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan terhadap

    peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

    5. Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak

    stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan

    yang berlaku.

    Prinsip-prinsip GCG merupakan titik rujukan bagi para regulator (pemerintah) dalam

    mengembangkan framework bagi penerapan GCG. Menurut FCGI (Forum for Corporate

    Governance in Indonesia), prinsip-prinsip dasar GCG terdiri dari:

    1. Kewajaran (Fairness)

    Prinsip kewajaran diartikan sebagai perlakuan yang sama terhadap para pemegang

    saham, terutama kepada pemegang saham minoritas & pemegang saham asing, dengan

    keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan

    perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading). Prinsip ini diwujudkan dengan

    membuat peraturan korporasi. Dengan konsep korporasi, maka terdapat pemisahan

    antarapemegang saham atau pemilik & manajemen yang bertindak sebagai pengelola

    perusahaan (dalam Agency Theory, pihak pertama disebut Principal, sedangkan pihak

  • kedua disebut Agent).Untuk dapat terlaksananya prinsip ini diperlukan ketersediaan

    peraturan yang melindungi kepentingan para pemegang saham minoritas dan asing,

    membuat pedoman perilaku perusahaan (corporate conduct) atau kebijakan yang

    melindungi korporasi dari perlakuan buruk pihak dalam, menetapkan peran dan

    tanggung jawab Dewan Komisaris, Direksi dan Komite, termasuk sistem remunerasi,

    menyajikan informasi secara wajar.

    2. Transparansi (Transparency)

    Keputusan Menteri Negara BUMN tahun 2002 mengartikan transparansi sebagai

    keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan

    dalam mengemukakan informasi materil dan relevan tentang perusahaan. Dalam prinsip

    ini, stakeholder harus diberi kesempatan untuk berperan dalam pengambilan keputusan

    atas perubahan dalam perusahaan & memperoleh informasi yang benar, dan tepat

    waktu, sehingga tidak ada pihak berkepentingan yang membuat keputusan yang salah.

    Prinsip ini diwujudkan dengan mengembangkan sistem akuntansi yang berbasis

    standard akuntansi dan best practices yang menjamin pengungkapan yang berkualitas,

    mengembangkan Information Technology (IT) dan Management Information System

    (MIS) untuk menjamin pengukuran kinerja, mengembangkan Enterprise Risk

    Management untuk memastikan bahwa risiko signifikan telah diidentifikasi, diukur dan

    dikelola pada tingkat toleransi yang jelas.

    3. Akuntabilitas (Accountability)

    Akuntabilitas diartikan sebagai kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban

    organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Prinsip ini

    diwujudkan dengan menyiapkan laporan keuangan pada waktu dan cara yang tepat,

    mendorong seluruh organ perusahaan untuk menyadari tanggung jawab, wewenang,

    hak dan kewajiban mereka masing-masing, mengembangkan Komite Audit dan Risiko

    untuk mendukung fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris.

    4. Responsibilitas (Responsibility)

    Prinsip tanggung jawab menekankan pada sistem yang jelas untuk mengatur

    mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada shareholder dan stakeholder, yang

    dimaksudkan agar tujuan yang hendak dicapai dalam good corporate governance dapat

    direalisasikan, yaitu mengakomodasikan kepentingan dari berbagai pihak yang

    berkaitan dengan perusahaan. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa

    tanggung jawab adalah wujud logis dari wewenang, menghindari penyalahgunaan

    kekuasaan, memelihara lingkungan bisnis yang sehat.

  • 2.5 Manfaat Good Corporate Governance (GCG) Menurut Azhar Maksum, Guru Besar Ilmu Akuntansi Manajemen Fakultas Ekonomi

    Universitas Sumatera Utara (2005), manfaat dari penerapan Good Corporate Governance

    adalah:

    1. Mempermudah proses pengambilan keputusan, sehingga berpengaruh positif terhadap

    kinerja perusahaan. Penelitian membuktikan bahwa penerapan GCG mempengaruhi

    kinerja secara positif (Sakai & Asaoka 2003; Jang Black & Kim 2003).

    2. Menghindari penyalahgunaan wewenang oleh pihak direksi dalam pengelolaan

    perusahaan. Chtourou, et al (2001) menyatakan bahwa penerapan prinsip-prinsip GCG

    yang konsisten akan menghalangi kemungkinan dilakukannya rekayasa kinerja yang

    mengakibatkan nilai fundamental perusahaan tidak tergambar dalam laporan

    keuangannya.

    3. Meningkatkan nilai perusahaan di mata investor. Peningkatan kepercayaan investor

    pada perusahaan akan dapat mengakses taambahan dana yang diperlukan untuk

    berbagai keperluan perusahaan, terutama untukekspansi.

    4. Bagi para pemegang saham, dapat menaikkan nilai saham & meningkatkan perolehan

    nilai deviden. Bagi negara, dapat menaikkan jumlah pajak yang dibayarkan oleh

    perusahaan yang berarti terjadi peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak,

    terkhusus bagi perusahaan berbentuk perusahaan BUMN, akan meningkatkan

    penerimaan negara dari pembagian laba BUMN.

    5. Meningkatkan kepercayaan para stakeholders kepada perusahaan, sehingga citra positif

    perusahaan akan naik. Hal ini dapat menekan biaya (cost) yang timbul sebagai akibat

    tuntutan para stakeholderskepda perusahaan.

    6. Meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan. Penelitian Beasley, et al (1996)

    & Abbott, et al (2000) menunjukkan bahwa penerapan Good Corporate Governance

    (GCG) dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan.

    Manfaat penerapan dari corporate governance juga dirumuskan oleh FGCI (Forum for

    Corporate Governance in Indonesia). Menurut FGCI (Forum for Corporate Governance in

    Indonesia), dengan keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan good corporate governance

    akan memberikan manfaat antara lain:

    1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan

    yang lebih baik sehingga pencapaian efisiensi operasional perusahaan tercapai dan

    meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.

  • 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga

    meningkatkan corporate value

    3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia

    sehingga membantu perusahaan untuk mengembangkan dan memperluas usahanya, dan

    4. Pemegang saham akan puas dengan kinerja perusahaan karena akan meningkatkan

    shareholders value & deviden.

    2.6 Struktur Good Corporate Governance (GCG) Secara design, struktur governance harus mewujudkan dukungan berjalannya aktivitas

    corporasi secara bertanggungjawab dan terkendali. Disebutkan diatas bahwa setiap negara

    berhak untuk menentukan sendiri implementasi dari prinsip-prinsip OECD yang disesuaikan

    dengan kondisi ekonomi dan hukum di negara tersebut. Di Indonesia melalui KNKG telah

    dibuat suatu pedoman yang dimaksudkan untuk menjadi acuan dalam penerapan good

    corporate governancebagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Berikut akan dikemukakan

    secara ringkas pedoman struktur Good Corporate Governance (GCG) (KNKG, 2006):

    1. Pemegang Saham Pemegang Saham sebagai pemilik modal, memiliki hak dan tanggung jawab atas

    perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar

    perusahaan. Dalam melaksanakan hak dan tanggung jawabnya, perlu diperhatikan

    prinsip-prinsip sebagai berikut:

    a. Pemegang Saham harus menyadari bahwa dalam melaksanakan hak dan tanggung

    jawabnya harus memperhatikan kelangsungan hidup perusahaan.

    b. Perusahaan harus menjamin dapat terpenuhinya hak dan tanggung jawab Pemegang

    Saham atas dasar asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) sesuai dengan peraturan

    perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.

    2. Organ Perusahaan a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

    RUPS merupakan wadah para Pemegang Saham untuk mengambil keputusan

    penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam perusahaan, dengan

    memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.

    Keputusan yang diambil dalam RUPS harus didasarkan pada kepentingan usaha

    perusahaan dalam jangka panjang. RUPS atau Pemegang Saham tidak dapat

    melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi dan wewenang Dewan Komisaris atau

    Direksi dengan tidak mengurangi wewenang RUPS untuk menjalankan haknya

  • sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, termasuk untuk

    melakukan penggantian atau pemberhentian anggota Dewan Komisaris dan atau

    Direksi.

    b. Dewan Komisaris

    Komisaris Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance

    Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) mengeluarkan pedoman

    tentang Komisaris Independen yang ada di perusahaan publik. Bagian IV.C dari

    pedoman tersebutmenyebutkan bahwa pada prinsipnya Komisaris bertanggung

    jawab dan memiliki wewenang untuk mengawasi kebijakan dan tindakan Direksi,

    serta memberikan nasihat kepada Direksi, jika diperlukan. Untuk membantu

    Komisaris dalam menjalankan tugasnya, berdasarkan prosedur yang telah

    ditetapkan, maka seorang Komisaris dapat meminta nasihat daripihak ketiga

    dan/atau membentuk komite khusus. Setiap anggota Komisaris harus berwatak

    amanah dan mempunyai pengalaman dan kecakapan yang diperlukan untuk

    menjalankan tugasnya.

    Komisaris dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas:

    Ketentuan mengenai Komisaris diatur melalui Undang-Undang No.40 tahun 2007

    tentang Perseroan Terbatas. Beberapa pasal yang mengatur mengenai Komisaris

    adalah sebagai berikut:

    1) Pasal 111 ayat (1) menyatakan bahwa pengangkatan dan pemberhentian

    Komisaris dilakukan oleh RUPS. Dalam hal Menteri bertindak selaku RUPS,

    pengangkatan dan pemberhentian Komisaris ditetapkan oleh Menteri.

    2) Pasal 111 ayat (4) menyatakan bahwa dalam anggaran dasar dapat ditetapkan

    pemberian wewenang kepada Komisaris untuk memberikan persetujuan

    kepada direksi dalam melaksanakan pembuatan hukum tertentu. Berdasarkan

    anggaran dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat melakukan tindakan

    pengurusan persero dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.

    3) Pasal 120 ayat (1) menyebutkan bahwa anggaran dasar dapat mengatur adanya

    1 (satu) orang atau lebih Komisaris Independen dan 1 (satu) orang Komisaris

    Utusan.

    4) Pasal 121 ayat (1) menyatakan bahwa Dewan Komisaris dapat membentuk

    komite yang anggotanya adalah anggota Dewan Komisaris.

    Komite yang dibentuk Dewan Komisaris

  • Pada prinsipnya Dewan Komisaris wajib mempertimbangkan untuk membentuk

    komite yang anggotanya berasal dari anggota Dewan Komisaris, guna

    mendukung pelaksanaan tugas Dewan Komisaris. Komite yang dibentuk tersebut

    harus melaporkan pelaksanaan tugasnya termasuk rekomendasi yang berkaitan

    apabila ada, kepada Dewan Komisaris. Pembentukan komite tersebut, serta hasil

    pelaksanaan tugasnya termasuk dalam laporan tahunan. Beberapa komite yang

    dapat dibentuk oleh Dewan Komisaris sebagai penunjang Dewan Komisaris

    adalah:

    1) Komite Audit

    Komite Audit memegang peranan yang cukup penting dalam mewujudkan

    GCG karena merupakan mata dan telinga Dewan Komisaris dalam rangka

    mengawasi jalannya perusahaan. Keberadaan Komite Audit yang efektif

    merupakan salah satu aspek penilaian dalam implementasi GCG. Untuk

    mewujudkan prinsip GCG, maka prinsip-prinsip GCG harus menjadi landasan

    utama bagi aktivitas Komite Audit.

    2) Komite Nominasi dan Remunerasi

    Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris

    dalam menetapkan kriteria dan mempersiapkan calon anggota Dewan

    Komisaris, Direksi, dan para eksekutiflainnya, membuat sistem penilaian dan

    memberikan rekomendasi serta mengusulkan besaran remunerasi anggota

    Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan.

    3) Komite Kebijakan Risiko

    Bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji sistem manajemen

    risiko yang disusun olehDireksi serta menilai toleransi risiko yang dapat

    diambil oleh perusahaan.

    4) Komite Kebijakan Corporate Governance

    Bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji kebijakan GCG secara

    menyeluruh yang disusun oleh Direksi serta menilai konsistensi penerapannya,

    termasuk yang bertalian dengan etika bisnis dan tanggungjawab sosial

    perusahaan.

    c. Direksi

    Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara kolegial

    dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan

    tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya.

  • Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota Direksi tetap merupakan

    tanggung jawab bersama. Tugas Direktur Utama adalah sebagai primus inter

    paresadalah mengkoordinasikan kegiatan Direksi. Agar pelaksanaan tugas Direksi

    dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:

    Komposisi Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan

    keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.

    Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman serta

    kecakapan yang diperlukan dalam menjalankan tugasnya.

    Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat

    menghasilkan keuntungan dan memastikan kesinambungan usaha perusahaan.

    Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai dengan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    3. Sekretaris Perusahaan Sekretaris perusahaan (corporate secretary) memiliki peranan penting dalam

    implementasi GCG. Hal tersebut disebabkan posisi dan tugas atau fungsi yang diemban

    oleh sekretaris perusahaansangatlah strategis serta menentukan karena merupakan

    ujung tombak perusahaan dalam berhadapan dengan pihak ketiga.

    4. Pihak yang Berkepentingan (Stakeholders) Stakeholder adalah mereka yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan

    mereka yang terpengaruh secara langsung oleh keputusan strategis dan operasional

    perusahaan, yang antara lain terdiri dari karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat.

    Struktur Corporate Governance diperlukan agar pelaksanaan Corporate Governance

    mudah untuk dilaksanakan. Ada dua pola struktur Corporate Governance yang digunakan

    dalam mengelola perusahaan, yaitu:

    1.1 One Tier System.

    One Tier System juga disebut sebagai sistem satu tingkat (Single Board System).

    Sistem ini digunakan oleh negara Anglo-Saxon seperi Amerika dan Inggris. Dalam

    sistem satu tingkat, peran dewan komisaris dan dewan direksi dijadikan dalam satu

    wadah, yang disebut dengan Board of Director. Dewan direksi terdiri dari direktur

    eksekutif dan direktur non-eksekutif.

    2.1 Two Tiers System

    Two Tiers System disebut juga Sistem Dua Tingkat yang berasal dari Sistem Hukum

    Kontinental Eropa. Dalam sistem ini peran dewan komisaris dan dewan direksi dipisah

    secara jelas. Dewan Direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan di bawah

  • pengarahan dan pengawasan Dewan Komisaris. Sedangkan dewan komisaris bertugas

    mengawasi tugas-tugas dewan direksi. Negara-negara yang menggunakan Two Tiers

    System adalah Belanda, Jerman, dan Indonesia.

    Gambar Struktur Perusahaan Perseroan Terbatas Indonesia (Two Tier System)

    Sumber: Forum Corporate Governance in Indonesia (FCGI), 2009

    Sesuai dengan gambar diatas, Rapat Umum Pemegang Saham merupakan pemilik dan

    memiliki kewenangan tertinggi dalam sebuah perusahaan. Peranan Dewan Komisaris adalah

    untuk mengawasi dan untuk memberikan saran mengenai aktivitas manajemen yang

    dilakukan oleh Dewan Direksi. Dewan Direksi bertanggung jawab untuk mengelola

    perusahaan sesuai dengan kepentingan terbaik RUPS. (Forum for Corporate Governance in

    Indonesia, 2009)

    2.7 Mekanisme Governance Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk memenuhi persyaratan

    tertentu. Mekanisme corporate governance merupakan suatu aturan main, prosedur dan

    hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan baik yang melakukan

    kontrol/ pengawasan terhadap keputusan tersebut. Mekanisme corporate governance

    diarahkan untuk menjamin dan mengawasi berjalannya sistem governance dalam sebuah

    organisasi (Walsd dan Seward, 1990 dalam Arifin, 2005). Untuk meminimalkan konflik

    kepentingan antara principal dan agent akibat adanya pemisahan pengelolaan perusahaan,

    diperlukan suatu cara efektif untuk mengatasi masalah ketidakselarasan kepentingan tersebut.

    Menurut Boediono (2005), mekanisme corporate governance merupakan suatu sistem yang

    mampu mengendalikan dan mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta pihak-pihak

    Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

    Dewan Komisaris

    Dewan Direksi

    Akuntabilitas

    Pengawasan

    Akuntabilitas

  • yang terlibat didalamnya, sehingga dapat digunakan untuk menekan terjadinya masalah

    keagenan.

    Dalam paper Bassel Committee on Banking Supervision-Federal Reserve, telah

    menyoroti fakta bahwa strategi dan teknik yang didasarkan pada Prinsip-prinsip OECD

    (Brigham dan Erhardt, 2005), yang merupakan dasar untuk melaksanakan tata kelola

    perusahaan meliputi:

    1. Nilai-nilai perusahaan, kode etik dan perilaku lain yang sesuai standar dan sistem yang

    digunakan untuk memastikan kepatuhan mereka

    2. Pembentukan mekanisme untuk interaksi dan kerjasama di antara dewan direksi,

    manajemen senior, dan para auditor

    3. Sistem pengendalian internal yang kuat, termasuk fungsi-fungsi audit internal dan

    eksternal, manajemen risiko fungsi independen dari lini bisnis, dan check and balance

    lainnya.

    Menurut Iskandar & Chamlao (2000) dalam Lastanti (2004), mekanisme dalam

    pengawasan corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal dan eksternal

    mechanism. Internal mechanism adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan

    menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham, komposisi

    dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan board of director.

    Sedangkan external mechanism adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan

    menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian perusahaan dan mekanisme pasar.

    Pelaksanaan Good Corporate Governance menghendaki adanya hubungan dan relasi

    yang kontinyu sebagai suatu mekanisme untuk mengatur berfungsinya masing-masing pelaku

    korporasi sesuai dengan kewenangan dan kewajiban masing-masing.

    1. Mekanisme RUPS

    2. Mekanisme Rapat Dewan Komisaris

    3. Mekanisme Rapat Dewan Komisaris dengan Dewan Direksi

    4. Mekanisme Pembahasan Hasil Audit Eksternal dan Internal

    2.8 Peranan Audit Internal dalam Good Corporate Governance (GCG) Peran Audit Internal dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance

    diantaranya:

    1. Menjaga agar mekanisme (proses) GCG dapat dilaksanakan secara baik dan sehat,

    dimana pandangan yang dimiliki oleh pemegang saham minoritas juga harus dicatat

    pendapatnya).

  • 2. Melakukan penilaian secara berkala atas pelaksanaan GCG dengan menyusun dan

    melaksanakan program-program audit yang relevan, serta dituangkan dalam program

    audit tahunan secara berkesinambungan.

    3. Standar kinerja 2130: harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk

    meningkatkan proses GCG.

  • BAB 3

    PEMBAHASAN

    Good Corporate Governance dapat terlaksana apabila terdapat beberapa karakteristik

    yang sudah disebutkan di atas, dari beberapa karakteristik tersebut maka syarat yang utama

    dalam upaya mewujudkan GCG adalah adanya akuntabilitas, transparansi dan partisipasi.

    Dalam artian sederhana akuntabilitas merupakan perwujudan dari pertanggungjawaban

    pelaksanaan tugas-tugas yang dibebankan, sedang secara luas akuntabilitas berarti

    perwujudan pertanggungjawaban keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi dalam

    mencapai tujuan. Transparansi diartikan sebagai keterbukaan, dengan demikian akuntabilitas

    dan transparansi merupakan syarat utama dan saling berkaitan dalam upaya mewujudkan

    GCG. Sedangkan partisipasi adalah dilibatkannya karyawan dalam perusahaan untuk ikut

    dalam pengambilan keputusan.

    Terdapat beberapa manfaat apabila perusahaan menerapkan GCG tersebut, yang jelas

    karena perusahaan semakin tertata rapi maka kinerja perusahaan akan semakin meningkat,

    akibatnya kemungkinan paling besar adalah perusahaan akan dapat memaksimumkan laba,

    dan dengan menerapkan GCG maka diharapkan dapat dikurangi adanya penyalahgunaan

    wewenang.

    Masalahnya adalah adanya suatu perusahaan yang telah menerapkan GCG secara baik,

    tetapi perusahaan tersebut masih mengalami pembobolan yang dilakukan oleh pihak luar

    bekerjasama dengan pihak dalam perusahaan, hal inilah yang menjadi permasalahan dalam

    artkel yang ditulis oleh Akhmad Syahroza (2009). Masalah tersebut menyangkut dua hal

    yaitu masalah corporate governance dan pengendalian intern, hal ini dikarenakan masalah

    GCG menekankan hubungan pada berbagai pihak terutama pada tingkatan strategik,

    sedangkan kasus terjadinya pembobolan merupakan indikasi adanya pengendalian intern

    yang lemah, pengendalian intern tersebut terjadi pada tingkatan operasional.

    Dengan demikian corporate governance dan pengendalian internal adalah dua hal yang

    berbeda tetapi keduanya mempunyai hubungan yang berkaitan dalam upaya mewujudkan

    GCG. Selain itu pihak yang terlibat pun berbeda apabila pengendalian intern lebih berfokus

    pada tugas dari auditor intern, sedangkan penerapan GCG lebih ke strategic yaitu tugas

    komite audit, tetapi kedua pihak tersebut harus saling bekerjasama.

    Audit merupakan suatu kegiatan pemeriksaan untuk mengumpulkan bahan bukti, tujuan

    akhirnya adalah untuk menghasilkan laporan audit yang dapat digunakan untuk para pemakai

    yang berkepentingan dengan hasil audit tersebut. Berdasar klasifikasi pelaksananya dapat

  • dibagi menjadi: auditor eksternal, auditor internal dan audit sektor publik (Abdul Halim,

    2003: 7). Auditor eksternal merupakan auditor pada suatu kantor akuntan publik yang

    memberikan jasa kepada klien. Auditor internal merupakan auditor yang bekerja dalam suatu

    perusahaan, dengan tugasnya adalah membantu manajemen dalam melaksanakan

    pekerjaannya, sehingga tugas-tugas dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. Auditor

    sektor publik merupakan auditor yang berada dalam organisasi pemerintahan. Artikel ini

    lebih fokus kepada tugas dan fungsi dari auditor internal dalam upayanya mewujudkan

    corporate governance.

    Ditinjau dari perkembangannya profesi auditor internal ini sebenarnya bukan profesi baru, hal

    ini didasarkan kebutuhan perusahaan selain dari peran auditor eksternal, karena suatu

    perusahaan yang semakin berkembang maka perlu pihak-pihak yang mampu mengendalikan

    kegiatan operasional perusahaannya, sehingga pelaksanaan transaksi perusahaan dapat

    terkontrol, hal ini merupakan tugas dari seorang internal auditor yang selain membantu

    manajemen dalam memberikan solusi juga harus dapat mengontrol dan mengendalikan

    kegiatan operasional agar tetap sesuai dengan tujuan semula.

    Sejarah perkembangan internal auditor itu sendiri dimulai pada 3500 sebelum Masehi, pada

    abad permulaan dengan cara memberikan tanda di samping angka transaksi keuangan yang

    sudah diverifikasi (Sawyer, 2003: 4), sehingga secara tidak langsung pengendalian intern

    yang merupakan tugas dari internal auditor telah dilaksanakan pada masa itu. Kemudian

    auditor internal semakin mengalami perkembangan pada masa revolusi industri di Inggris,

    yang pada saat itu semakin banyak orang berkeinginan untuk melakukan investasi pada

    perusahaan lain, hingga profesi auditor internal ini semakin berkembang sampai sekarang.

    Di Indonesia perkembangan peran internal auditor juga semakin dirasakan pentingnya oleh

    pihak manajemen perusahaan di samping peran dari auditor eksternal, tetapi dalam hal ini

    pandangan bahwa auditor internal ibarat orang yang mencari-cari kesalahan semakin berubah

    karena pihak manajemen semakin membutuhkan pihak yang dapat mengontrol dan

    mengendalikan tugas manajemen dalam menjalankan perusahaan, karena perusahaan dengan

    sistem pengendalian intern yang kuat maka setidaknya perusahaan tersebut dalam

    menjalankan kegiatannya sudah berjalan secara efisien dan efektif, dan penyimpangan juga

    dapat di minimumkan. Hal ini selaras dengan upaya perusahaan dalam mewujudkan good

    corporate governance. Internal auditor bertugas menjamin agar pengendalian intern dalam

    perusahaan dapat diterapkan, kemudian internal auditor bertanggung jawab menyampaikan

    laporan pertanggungjawaban kepada pihak manajemen perusahaan. Dalam pelaksanaan

    tugasnya apabila dalam perusahaan terdapat auditor eksternal maka auditor internal dan

  • auditor eksternal harus dapat bekerja sama sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-

    masing dengan tidak menyimpang dari kode etik profesi masing-masing. Dengan demikian

    semakin jelas bahwa auditor internal sangat berperan bagi perusahaan dalam upaya

    mewujudkan good corporate governance.

    Masalah kemudian muncul pada saat perusahaan sudah berkembang pesat dengan

    pertanggungjawaban tidak hanya kepada pihak manajemen perusahaan saja tetapi sudah

    berkembang kepada dewan direksi, komisaris dan pemegang saham. Pihak-pihak tersebut

    juga membutuhkan informasi mengenai perkembangan usaha suatu perusahaan, bahkan pihak

    tersebut mempunyai fungsi sebagai pengawas dalam suatu perusahaan. Pihak yang berperan

    dalam hal ini adalah Komite Audit. Perusahaan yang sudah terdaftar dalam bursa saham

    sebaiknya membentuk komite audit aturan tersebut berlaku juga bagi BUMN, hal ini

    didukung oleh UU tentang BUMN yang menyatakan bahwa Komisaris dan Dewan Pengawas

    BUMN wajib membentuk Komite Audit yang bekerja secara kolektif atau berfungsi

    membantu Komisaris atau Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya (UU Nomor 19,

    2003). Didukung pula dengan Surat Keputusan (SK) yang menyatakan bahwa Emiten atau

    Perusahaan Publik wajib memiliki Komite Audit, selambat-lambatnya pada tanggal 31

    Desember 2004 (Bapepam, SK:KEP-41/PM/2003).

    Terdapat beberapa penelitian yang membahas peranan komite audit, Lawrence (2003)

    menguji hubungan antara karakteristik komite audit dengan fee audit, dengan menggunakan

    data-data perusahaan yang terdaftar dalam bursa saham, hasil penelitian menyatakan bahwa

    komite audit berhubungan positif dengan fee audit. Penelitian ini juga membahas tentang

    peran komite audit, yaitu dapat membantu manajer dalam memilih auditor yang mempunyai

    kompetensi dan reputasi yang tinggi.

    Abott, Parker dan Peters (2004 dalam Akhmad Syahroza, 2009) yang juga membahas tentang

    peran komite audit mengemukakan bahwa komite audit berfungsi melakukan penunjukkan

    kantor akuntan publik dan melakukan evaluasi atas kinerja kantor akuntan publik, komite

    audit tersebut harus melakukan kerjasama dengan internal auditor maupun eksternal auditor

    dalam menghasilkan laporan keuangan yang dapat mencerminkan kondisi good governance.

    Penelitian Sidharta dan Leonardo (2006) tentang komposisi komite audit dan keefektivannya

    juga menghubungkannya dengan praktik good governance di Indonesia. Hasil penelitian

    menyatakan bahwa mayoritas pemegang saham merasa bahwa komite audit sebagai ancaman

    kontrol mereka dalam perusahaan, kekuasaan mereka seperti direktur untuk membatasi

    otoritas dan usaha dari komite audit. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah karena

    sebagian besar perusahaan di Indonesia masih didominasi oleh perusahaan keluarga.

  • Penelitian lain dari I Putu Sugiarta (2008) yang menghubungkan antara eksternal auditor,

    komite audit dan praktik manajemen laba. Dengan menggunakan data dari 127 perusahaan

    manufaktur yang terdaftar di JSX, tetapi hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang

    menyatakan adanya komite audit dapat mengurangi praktik manajemen laba, padahal

    beberapa hasil penelitian banyak yang menyatakan bahwa adanya komite audit dapat

    mengurangi praktik manajemen laba. Terdapat beberapa faktor mengenai hal ini, pertama,

    ada sebagian perusahaan yang memiliki komite audit yang kurang berkualitas akibatnya

    kinerjanya kurang efektif. Kedua, sebaiknya perusahaan dalam memilih anggota komite audit

    salah satu dari anggota tersebut harus memiliki pendidikan akuntansi dan memiliki jenjang

    S2 di program studi akuntansi, sehingga anggota komite audit memiliki isu-isu terkini tentang

    akuntansi. Ketiga, sebaiknya anggota tim audit diangkat dari mantan karyawan dari kantor

    akuntan big four. Terakhir, pemilihan anggota komite audit sebaiknya transparan.

    Meninjau beberapa hasil penelitian di atas mengenai komite audit, maka dapat dijelaskan

    tentang komite audit bahwa sebenarnya komite audit dapat mengurangi praktik manajemen

    laba dalam suatu perusahaan, dengan demikian secara tidak langsung dapat menciptkan

    kondisi good governance di Indonesia, good corporate governance ini dapat dilihat dari

    adanya transaparansi dan akuntabilitas dalam perusahaan, hal ini dapat dilihat dari

    pengendalian internal dalam perusahaan tersebut, semakin pengendalian intern ditegakkan

    dalam perusahaan tersebut, maka penyimpangan dalam perusahaan dapat diminimumkan.

    Pengendalian intern merupakan tugas utama dari auditor internal, dengan demikian jelaslah

    bahwa perlu adanya kerjasama antara auditor internal dan komite audit dalam menegakkan

    kondisi good corporate governance. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi good

    corporate governance di Indonesia masih pada tingkat terendah. Ada banyak faktor dalam hal

    ini, diantaranya karena masih banyak perusahaan di Indonesia yang merupakan perusahaan

    keluarga. Dan hasil penilaian good governance di Indonesia masih berkisar pada angka + 2,5

    (Akhmad Syahroza, 2009) yang artinya masih rendahnya capaian penilaian good governance

    di Indonesia. Pada tahapan tersebut pelaksanaan good corporate governance di Indonesia

    masih mengejar formalitas daripada substansi.

  • BAB 4

    KESIMPULAN

    Upaya mewujudkan Good Corporate Governance merupakan hal yang tidak mudah

    dilaksanakan, terdapat beberapa kendala dalam hal ini, terutama dalam hal transparansi dan

    akuntanbilitas yang belum sepenuhnya dipenuhi oleh beberapa perusahaan-perusahaan di

    Indonesia. Untuk dapat mewujudkan hal ini maka perlu ada pembenahan dalam perusahaan

    tersebut, yaitu dengan menguatkan kontrol dalam perusahaan tersebut dengan cara

    menegakkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dalam perusahaan tersebut, sehingga

    penyimpangan-penyimpangan dapat diminimumkan, hal ini merupakan tugas dari profesi

    internal auditor.

    Internal auditor mempertanggungjawabkan tugasnya kepada pihak manajemen

    perusahaan, sedangkan struktur perusahaan di Indonesia dengan komposisi komisaris dan

    pemegang saham, maka terdapat peran yang menghubungkan kepentingan para komisaris dan

    pemegang saham dengan kondisi perusahaan, yaitu peran dari komite audit, karena komite

    audit ini mempertanggungjawabkan tugas dan tanggung jawabnya kepada pemegang saham

    dan komisaris. Komite audit perlu menelaah hasil pekerjaan dari internal auditor, komite

    audit juga dapat mempengaruhi dan membantu pihak manejemen dalam penunjukkan auditor

    dari kantor akuntan publik.

    Komite audit haruslah orang yang kompeten dan memiliki kinerja yang berkualitas.

    Untuk itu anggota dari komite audit sekurang-kurangnya haruslah ada yang memiliki latar

    belakang akuntansi dan memiliki pengalaman di bidang audit, sehingga memiliki pemahaman

    tentang isu-isu terkini tentang permasalahan akuntansi. Dengan demikian perlu adanya

    kerjasama yang baik antara komite audit dengan internal auditor dalam mewujudkan kondisi

    yang Good Corporate Governance tersebut.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Abdul Halim. 2003. Auditing (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan). Yogyakarta: UPP

    AMP YKPN.

    Akhmad Syahroza. 2009. Tantangan Profesi Auditor Internal dalam Penerapan Good

    Governance. Seminar Association Auditor Internal (AAI), 23 Agustus 2009.

    Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 2000. Akuntabilitas dan Good

    Governance. Jakarta: Tim Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

    Dwi Novi Kusumawati. 2007. Profitability and Corporate Governance Disclosure: an

    Indonesian Study. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 10. No.2, Mei, hal 131-146.

    Effendi, M. Arief. 2005. Peranan Komite Audit dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan,

    Jurnal Akuntansi Pemerintah, Volume 1, No. 1.

    I Putu Sugiartha Sanjaya. 2008. Auditor Eksternal, Komite Audit dan Manajemen Laba.

    Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 11, No. 1 Januari, hal 97-116.

    Kaihatu, Thomas S. 2006. Good corporate governace dan penerapannya di Indonesia.

    Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol.8 No.1 Maret 2006.

    Komite Cadbury. 1992. The Business Roundtable, Statement On Corporate Governance.

    Washington DC., 1997.

    Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006.Pedoman Umum Good

    Corporate Governance Indonesia.Jakarta.

    Lawrence J. Abbott, Susan Parker, Gary F. Peters, and K Raghunandan. 2003. The

    Association between Audit Committee Characteristics and Audit Fees. Auditing: A

    Journal Of Practice & Theory, Vol. 22 No.2, p. 17-32.

    OECD. 1999. The OECD Principles of Corporate Governance.

    Pedoman Umum Good Corporate Government Indonesia, 2006.

    Saptantinah, Dewi. 2010. Peran Internal Audit dan Komite Audit dalam Mewujudkan Good

    Corporate Governance. Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi Vol. 8, No.

    1, April 2010: halaman 1-9.

  • Sawyers. 2003. Internal Auditing. Edisi Terjemahan. Jakarta: Salemba Empat.

    Sidharta Utama dan F. Leonardo Z. 2006. Audit Comit Composition, Control of Majority

    Shareholders and Their Impact on Audit Comit Effectiveness: Indonesia Evidence.

    Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 9, No. 1. Januari, hal 21-34.

    SK Bapepam No.: KEP 41/PM/2003 tanggal 22 Desember 2003. UU Nomor 19 Tahun

    2003 tanggal 19 Juni 2003 tentang BUMN

    Menteri Badan Usaha Milik Negara. 2002. Keputusan Nomor: Kep-117/M-Mbu/2002 tentang

    Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada Badan Isaha Milik Negara

    BUMN)