Disusun Oleh : 1. Hastanti ( ) 2. Siti Cholifah ( 113213918528 ) 1
Disusun Oleh :
1. Hastanti ( )
2. Siti Cholifah ( 113213918528 )
3. Jumaini ( )
4. I Gusti Bagus (
1
ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sedang berjuang dan
mendambakan terciptanya Good Corporate Governance. Namun, keadaan
saat ini menunjukkan bahwa hal tersebut masih jauh dari harapan.
Kepentingan politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja di luar
kewenangan, dan kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa
masalah yang mengakibatkan pemerintahan yang baik belum bisa tercapai.
Untuk mencapai Good Corporate Governance pada tata pemerintahan di
Indonesia, maka prinsip-prinsip Good Corporate Governance hendaknya
ditegakkan dalam berbagai institusi penting pemerintahan. Dengan
melaksanakan prinsip-prinsip tersebut, maka tiga pilar yaitu pemerintah,
korporasi, dan masyarakat sipil hendaknya saling menjaga, saling
mendukung dan berpatisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan
yang sedang dilakukan.
A. Latar Belakang
Konsep Good Corporate Governance ini mulai banyak
dibicarakan di Indonesia pada pertengahan tahun 1997, saat krisis
ekonomi melanda Asia tenggara termasuk Indonesia. Dampak dari krisis
tersebut, banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan karena tidak
mampu bertahan. Salah satu penyebab kebangkrutan perusahaan adalah
karena pertumbuhan yang dicapai selama ini tidak dibangun atas
landasan yang kokoh sesuai prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
Menyadari situasi dan kondisi demikian, pemerintah melalui
Kementerian Negara BUMN mulai memperkenalkan konsep Good
Corporate Governance ini di lingkungan BUMN, sebagai salah satu
upaya untuk memperbaiki kinerja BUMN yang memiliki nilai aset yang
demikian besar untuk mendukung pencapaian penerimaan/ pendapatan
negara, sekaligus menghapuskan berbagai bentuk praktek inefisiensi,
korupsi, kolusi, nepotisme dan penyimpangan lainnya untuk memperkuat
daya saing BUMN menghadapi pasar global.
2
Menurut Kartiwa (2004 : 8.7) terdapat dua perspektif tentang
Good Corporate Governance yaitu :
1. Perspektif yang memandang Corporate Governance sebagai suatu
proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan
mengelola bisnis dalam rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan
akuntabilitas perusahaan.
2. Perspektif yang lain Good Corporate Governance menekankan
pentingnya pemenuhan tanggung jawab badan usaha sebagai entitas
bisnis dalam masyarakat kepada stakeholder.
Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia telah
diperkuat dengan kapastian hukum, dengan lahirnya peraturan perundangan
antara lain :
1. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang dirobah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001
3. Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan
Pembinaan Badan Usaha Milik Negara No. Kep-23/PM
PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000 Tentang Pengembangan Praktek
GoodCorporate Governance (GCG) dalam Perusahaan Perseroan.
4. Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002
tanggal 1 Agustus 2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara.
5. Surat Edaran Menteri PM-PBUMN No. S-106/M-PM.PBUMN/2000
tanggal 17 April 2000 perihal Kebijakan Penerapan Corporate
Governance yang baik di semua BUMN.
6. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik
Indonesia No. 37a/M-PAN/2002 tanggal 28 Februari 2002 perihal
Intensifikasi dan Percepatan Pemberantasan KKN.
3
7. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor. 518/S-KU/2000
tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pelaksanaan GCG dan Instruksi Untuk
Pembentukan Tim Perumus Panduan Penerapan GCG.
8. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor. 520/S-KU/2000
tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pembentukan Komite Audit.
9. Keputusan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) No. 81/Dirut/1201
tanggal 27 Desember 2001 Tentang Gerakan Moral Pos Indonesia dan
BTP (Bersih, Transparan dan Profesional).
B. Definisi Good Corporate Governance
Perkembangan konsep corporate governance sesungguhnya telah
dimulai jauh sebelum isu corporate governance menjadi kosakata paling
hangat di kalangan eksekutif bisnis. Banyak terdapat definisi yang
digunakan untuk memberikan gambaran tentang corporate governance,
yang diberikan baik oleh perorangan (individual) maupun institusi
(institutional). Adapun institusi yang memberikan definisi atas corporate
governance antara lain adalah Forum for Corporate Governance in
Indonesia (FCGI) dan Organizaton for Economic Cooperation and
Development (OECD). Berikut beberapa definisi GCG baik menurut
institusi maupun individu:
1. FCGI mendefinisikan corporate governance yang disadur dari
Cadbury Committee of United Kingdom sebagai:
…..Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
Pemegang Saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan
ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah
untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan(stakeholders). (FCGI, 2006)
4
2. Sedangkan OECD mendefinisikan corporate governance sebagai:
…..One key element in improving economic efficiency and growth as
well as enhancing investor confidence that involves a set of
relationships between a company’s management, its board, its
shareholders and other stakeholders and also provides the structure
through which the objectives of the company, the means of attaining
those objectives and monitoring performance. (OECD,2004)
3. Definisi lain dari Cadbury Committee (2003) memandang corporate
governance sebagai: A set of rules that define the relationship
between shareholders, managers, creditors, the government,
employees and other internal and external stakeholders in respect to
their rights and responsibilities. (Tjager, 2003).
4. Bank Dunia memberikan definisi GCG sebagai kumpulan hukum,
peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat
mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi
secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang
yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun
masyarakat sekitar secara keseluruhan. (Effendi, 2008)
5. Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No.117/M-MBU/2002
tanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan GCG pada BUMN
menyatakan bahwa corporate governance adalah suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan
nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya,
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
6. Sesuai surat Nomor: S-359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001
tentang Pengkajian Sistem Manajemen BUMN dengan prinsip-
prinsip good corporate governance, Menteri Keuangan meminta
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk
5
melakukan kajian dan pengembangan sistem manajemen Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengacu pada prinsip good
corporate governance (GCG), dimana GCG memiliki definisi
sebagai berikut: secara umum istilah good corporate governance
merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang
dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang
mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari nilai-
nilai yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft
definition). Tim GCG BPKP mendefinisikan GCG dari segi soft
definition yang mudah dicerna, sekalipun oleh orang awam, yaitu
komitmen, aturan main, serta praktik penyelenggaraan bisnis secara
sehat dan beretika.
7. Sementara Syakhroza (2003) mendefinisikan GCG sebagai suatu
mekanisme tata kelola organisasi secara baik dalam melakukan
pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis
ataupun produktif dengan prinsip-prinsip terbuka, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, independen, dan adil dalam rangka mencapai
tujuan organisasi.
8. Selain itu Tricker (2003) memberikan definisi tersendiri tentang
GCG yang merupakan istilah yang muncul dari interaksi diantara
manajemen, pemegang saham, dan dewan direksi serta pihak terkait
lainnya, akibat adanya ketidakkonsistenan antara “apa” dan “apa
yang seharusnya”. (Zarkasyi, 2008).
Berdasarkan definisi-definisi yang dipaparkan diatas dapat
disimpulkan bahwa GCG merupakan komitmen, aturan main, serta praktik
penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika yang mengatur hubungan
antara shareholders dengan stakeholders untuk menciptakan nilai tambah
(value added) bagi perusahaan.
6
Berbagai macam definisi yang timbul disebabkan karena pada
awalnya corporate governance lahir sebagai prinsip-prinsip dan nilai-nilai
yang harus dikembangkan oleh perusahaan agar tetap survive. Karena
menyangkut prinsip dan nilai tersebut maka dalam prakteknya corporate
governance muncul di tiap negara dengan isu yang berbeda-beda
disesuaikan dengan sistem ekonomi yang ada di setiap negara. Selain itu
dalam prakteknya, agar dapat dilaksanakan, prinsip dan nilai corporate
governance harus disesuaikan dengan kondisi yang ada pada suatu
perusahaan dan sangat tergantung dengan bentuk perusahaan, jenis usaha
dan komposisi kepemilikan modal perusahaan.
Pembahasan mengenai implementasi corporate governance tidak
dapat dilepaskan dengan konsep dan sistem korporasi itu sendiri, karena
turut berkembang dengan sistem korporasi di Inggris, Eropa, dan Amerika
Serikat yakni ditandai dengan adanya pemisahan antara pemilik (pemegang
saham) dengan pembuat keputusan (manajemen) atau yang dikenal dengan
agency problem atau hubungan antara principal dan agent. (Weston, 2001)
Adapun hal-hal penting dalam Good Corporate Governance,
antara lain:
1. Efektivitas yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai,
sistem, proses bisnis, kebijakan, dan struktur organisasi perusahaan
yang bertujuan untuk mendukung dan mendorong pengembangan
perusahaan, pengelolaan sumberdaya dan resiko secara lebih efektif
dan efisien, pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham
dan stakeholders lainnya.
2. Seperangkat prinsip, kebijakan dan sistem manajemen perusahaan
yang diterapkan bagi terwujudnya operasional perusahaan yang
efisien, efektif dan profitable dalam menjalankan organisasi dan bisnis
perusahaan untuk mencapai sasaran strategis yang memenuhi prinsip-
prinsip praktek bisnis yang baik dan penerapannya sesuai dengan
7
peraturan yang berlaku, peduli terhadap lingkungan serta dilandasi
oleh nilai-nilai sosial budaya yang tinggi.
3. Seperangkat peraturan ataupun sistem yang mengarahkan kepada
pengendalian perusahaan bagi penciptaan pertambahan nilai bagi
pihak pemegang kepentingan (pemerintah, pemegang saham,
pimpinan perusahaan dan karyawan) dan bagi perusahaan itu sendiri.
C. Arti penting Good Corporate Governance (GCG)
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien,
transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG
perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan
perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat
sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar yang harus
dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:Negara dan perangkatnya
menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang
sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan
penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement) .
Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman
dasar pelaksanaan usaha. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia
usaha serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan
kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif dan
bertanggung jawab.
Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) adalah suatu
subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola
perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab/ mandat,
khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku
yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah
efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus
ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada
kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek
dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang
8
menunjuk perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain
pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.
Sampai saat ini para ahli tetap menghadapi kesulitan dalam mendefinisikan
GCG yang dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan. Tidak terbentuknya
definisi yang akomodatif bagi semua pihak yang berkepentingan dengan GCG
disebabkan karena cakupan GCG yang lintas sektoral. Definisi CGC menurut Bank
Dunia adalah aturan, standar dan organisasi di bidang ekonomi yang mengatur
perilaku pemilik perusahaan, direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran
tugas dan wewenang serta pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang
saham dan kreditur).
Tujuan utama dari GCG adalah untuk menciptakan sistem pengendaliaan
dan keseimbangan (check and balances) untuk mencegah penyalahgunaan dari
sumber daya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan.
Inti dari kebijakan tata kelola perusahaan adalah agar pihak-pihak yang berperan
dalam menjalankan perusahaan memahami dan menjalankan fungsi dan peran
sesuai wewenang dan tanggung jawab. Pihak yang berperan meliputi pemegang
saham, dewan komisaris, komite, direksi, pimpinan unit dan karyawan.
Konsep Good Corporate Governance (GCG) adalah konsep yang sudah
saatnya diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia,
karena melalui konsep yang menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari
unsur-unsur RUPS, direksi dan komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme
kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harmonis, baik
secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan demi
kepentingan shareholders dan stakeholders.
D. Prinsip-Prinsip dalam Penerapan Good Corporate Governance
Menurut Undang-Undang no.40 tahun 2007, Prinsip-Prinsip Good
Corporate Governance harus mencerminkan hal-hal berikut:
1. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Selama ini paradigma para manajer dalam perusahaan selalu dibatasi
oleh motif mengejar laba semata (single bottom line). Hal ini
membuat mereka lupa bahwa perusahaan sebagai bagian dari suatu
9
komunitas juga memiliki tanggungjawab lain yaitu tanggungjawab
sosial terhadap masyarakat. Bermula dari pemikiran ini, Corporate
Governance mengangkat issue pertanggungjawaban tersebut sebagai
salah satu tujuan yang harus diperhitungkan oleh perusahaan dalam
operasinya. Dengan perubahan tersebut perusahaan harus mulai
menerapkan prinsip triple bottom line dalam bisnisnya, yaitu:
Mengejar laba
Memenuhi tanggungjawab sosial
Menjaga pertumbuhan yang berkesinambungan (sustainable)
Adanya keterbukaan informasi dalam bidang finansial dalam hal ini
ada dua pengendalian yang dilakukan oleh direksi dan komisaris.
Direksi menjalankan operasional perusahaan, sedangkan komisaris
melakukan pengawasan terhadap jalannya perusahaan oleh Direksi,
termasuk pengawasan keuangan. Sehingga sudah sepatutnya dalam
suatu perseroan, Komisaris Independent mutlak diperlukan
kehadirannya. Sehingga adanya jaminan tersedianya mekanisme,
peran dan tanggung jawab jajaran manajemen yang professional atas
semua keputusan dan kebijakan yang diambil sehubungan dengan
aktivitas operasional perseroan.
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta
peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini
termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial,
perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar
penggajian, dan persaingan yang sehat.
Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kebijakan sebuah perusahaan makanan untuk mendapat
sertifikat “HALAL”. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban
kepada masyarakat. Lewat sertifikat ini, dari sisi konsumen,
mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya itu
10
halal dan tidak merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah,
perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen). Dari sisi perusahaan,
kebijakan tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga
kelangsungan usaha, pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba
lebih terjamin, yang pada akhirnya memberi manfaat maksimal
bagi pemegang saham.
Kebijakan perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke
tempat umum. Ini juga merupakan pertanggungjawaban kepada
publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini menjamin mereka untuk
hidup layak tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar.
Demikian pula dari sisi Pemerintah, perusahaan memenuhi
peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Sebaliknya dari
sisi perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan
kelangsungan usaha karena akan mendapat dukungan pengamanan
dari masyarakat sekitar lingkungan.
2. Dapat Dipertanggungjawabkan (Accountability)
Sebuah perusahaan yang sahamnya banyak dimiliki oleh publik, peran
pemegang saham sebagai pihak yang mengendalikan manajemen
hamper tidak berjalan. Hal ini disebabkan para investor lebih suka
berperan sebagai traders daripada owners. Perputaran saham di bursa
menjadi sedemikian cepat, karena jika pemegang saham tidak
menyukai kebijakan manajemen, mereka tinggal melepas saham yang
mereka miliki. Masalah akan timbul jika ketidaksetujuan sebagian
besar pemegang saham diwujudkan dengan aksi jual. Harga saham
tentu akan menurun begitu saja dan jika ini berlangsung terus menerus
perusahaan akan terancam bangkrut. Untuk itu, dalam corporate
governance harus dibangun suatu sistem agar manajemen tetap
menjaga akuntabilitas kepada stakeholders.
11
Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif
(effective oversight) berdasarkan balance of power antara manajer,
pemegang saham, Dewan Komisaris, dan auditor merupakan bentuk
pertanggungjawaban manajemen kepada perusahaandan para
pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan
menyiapkan Laporan Keuangan (Financial Statement) pada waktu
yang tepat dan cara yang tepat; mengembangkan Komite Audit dan
Resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris;
mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi Internal
Audit sebagai mitra bisnis strategic berdasarkan best practice (bukan
sekedar audit). Transformasi menjadi “Risk-based” Audit; menjadi
manajemen kontrak yang bertanggung jawab dan menangani
pertentangan (dispute); penegakan hukum (sistem penghargaan dan
sanksi); menggunakan External Auditor yang memenuhi syarat
(berbasis profesional).
3. Kewajaran (Fairness)
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai
perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak
stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem
hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor
khususnya pemegang saham minoritas dari berbagai bentuk
kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading
(transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan),
dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-
keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham
yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau
pengambilalihan perusahaan lain.
12
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara
baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan
kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness
juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap
praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Fairness
menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di
antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar
bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan
perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan
secara baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi
penjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham
manapun, tanpa ada pengecualian. Peraturan perundang-undangan ini
harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghindari
penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara
(litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga
peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak
beritikad baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus
dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban yang harus
dibayarkannya.
Prinsip GCG yang paling relevan dengan pengembangan sistem dan
mekanisme internal perusahaan adalah accountability. Berdasarkan
prinsip ini, pertama-tama masing-masing komponen perusahaan,
seperti komisaris, direksi, internal auditor dituntut untuk mengerti hak,
kewajiban, wewenang dan tanggung jawabnya. Hal tersebut penting
sehingga masing-masing komponen mampu melaksanakan tugas
secara professional.
Dengan demikian masing-masing pihak baik Direksi maupun
Komisaris perlu mengamankan investasi dan aset perusahaan. Dalam
hal ini Direksi harus memiliki sistem dan pengawasan internal, yang
13
meliputi bidang keuangan, operasional, risk management dan
kepatuhan (compliance). Sedangkan Komisaris menjaga agar tidak
terjadi mismanagement dan penyalahgunaan wewenang oleh Direksi
dan para pejabat eksekutif perusahaan.
4. Keterbukaan Informasi (Transparency)
Yaitu keterbukaan yang diwajibkan oleh Undang-undang seperti
misalnya mengumukan pendirian PT dalam tambahan berita Negara
Republik Indonesia ataupun surat kabar. Serta keterbukaan yang
dilakukan oleh perusahaan menyangkut masalah keterbukaan
informasi ataupun dalam hal penerapan management keterbukaan,
informasi kepemilikan Perseroan yang akurat, jelas dan tepat waktu
baik kepada share holders maupun stakeholders.
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus
menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada
berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut.
Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi
keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak
signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu.
Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting
perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini.
Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin
terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian,
karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara
akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka
dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip
transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan
terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai
pihak dalam manajemen.
E. Tujuan Penerapan Good Corporate Governance
14
Penerapan sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui
beberapa tujuan berikut:
1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu
organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya
kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan
merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan
organisasi kedepan
2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka,
adil, dan dapat dipertanggungjawabkan
3. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan
stakeholders.
Dalam menerapkan nilai-nilai Tata Kelola Perusahaan, Perseroan
menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan manfaat dari
penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik. Berdasarkan keyakinan
yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk
menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan bahwa
Tata Kelola Perusahaan diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan
unit organisasi, Perseroan menyusun berbagai acuan sebagai pedoman
bagi seluruh karyawan. Selain acuan yang disusun sendiri, Perseroan
juga mengadopsi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal penerapan prinsip GCG harus disadari bahwa
penerapan tata kelola perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan
adanya asas kepatuhan dalam kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih dahulu
diterapkan oleh jajaran manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap
karyawan. Melalui penerapan yang konsisten, tegas dan
berkesinambungan dari seluruh pelaku bisnis.
Dengan pemberlakukan Undang-undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas akankah implementasi GCG di Indonesia bisa
15
terwujud tergantung pada penerapan dan kesadaran dari perseroan
tersebut akan pentingnya prinsip GCG dalam dunia usaha.
F. Manfaat dan Faktor Penerapan Good Corporate Governance
Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar
GCG telah semakin menjadi faktor penting dalam pengambilan
keputusan investasi. Utamanya, hubungan antara praktek corporate
governance dengan karakter investasi internasional saat ini. Karakter
investasi ini ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan
mengakses dana melalui ‘pool of investors’ di seluruh dunia. Suatu
perusahaan dan atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar modal
global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang yang, maka
penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan mendukung ke arah
itu. Bahkan apabila perusahaan tidak bergantung pada sumberdaya dan
modal asing, penerapan prinsip dan praktek GCG akan dapat
meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap perusahaan.
Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:
1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung
pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada
pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang
diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang
(wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk
mencegah terjadinya hal tersebut.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari
pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga
atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin
kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan
citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang
berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap
16
keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh
perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa
mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan
operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan
kesejahteraan.
Faktor - Faktor Penerapan GCG
1. Faktor Eksternal
Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal
dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan
penerapan GCG. Di antaranya:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin
berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga
pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good
Governance dan Clean Government menuju Good Government
Governance yang sebenarnya.
c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices)
yang dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan
profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan).
Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung
penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem
ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan
masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG
secara sukarela.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat
keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah
adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan
publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan
masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja.
17
Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik
sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam
implementasi GCG.
2. Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan
praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor
dimaksud antara lain:
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang
mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja
manajemen di perusahaan.
b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan
mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.
c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada
kaidah-kaidah standar GCG.
d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam
perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin
akan terjadi.
e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu
memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan
sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap
derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu
ke waktu.
18
KESIMPULAN
Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah
(value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua
hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar
dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk
melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu,
transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
stakeholder.
Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep
Good Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability,
dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan
prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat
19
meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi
penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan
keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan
bahwa pelaksanan Corporate Governance di Indonesia masih sangat rendah,
hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan
di Indonesia belum sepenuhnya memiliki Corporate Culture sebagai inti
dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut membuka wawasan
bahwa korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan kata lain,
korporat kita belum menjalankan governansi.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.zebranusantara.co.id/governance.htm
Effendi, Muh.Arief. 2009. The Power Of Good Corporate Governance:
Teori dan Implementasi. Jakarta: Salemba Empat.
Sutojo, Siswanto. 2005. Good Corporate Governance: Tata Kelola
Perusahaan Yang Sehat. Jakarta: Damar Mulia Pustaka.
Zarkasyi, Moh. Wahyudin. 2008. Good CorporateGovernance. Bandung:
Alfabeta.
20